Anda di halaman 1dari 6

KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL

1 Pengertian Triage

Triage adalah suatu proses yang mana pasien digolongkan menurut tipe dan tingkat
kegawatan kondisinya. Triage terdiri dari upaya klasifikasi kasus cedera secara cepat
berdasarkan keparahan cedera mereka dan peluang kelangsungan hidup mereka melalui
intervensi medis yang segera. Sistem triage tersebut harus disesuaikan dengan keahlian
setempat. Prioritas yang lebih tinggi diberikan pada korban yang prognosis jangka pendek
atau jangka panjangnya dapat dipengaruhi secara dramatis oleh perawatan sederhana yang
intensif.
Sistem triase biasanya sering ditemukan pada perawatan gawat darurat di suatu bencana.
Misalnya ada beberapa orang pasien yang harus ditangani oleh perawat tersebut.dimana
setiap pasien dalam kondisi yang berbeda. Jadi perawat harus mampu menggolongkan pasien
tersebut dengan sistem triase. Pasien pertama kondisinya sudah tidak mungkin untuk
diselamatkan lagi ( sudah meninggal), terdapat luka parah atau kebocoran di kepala, sehingga
pasien tersebut digolongkan pada triase lampu hitam. pasien kedua kondisinya mengalami
patah tulang, luka-luka dan memar pada tubuhnya, sehingga pasien berteriak, mungkin
karena kejadian yang membuat pasien syok, maka pasien diklasifikasikan pada triase lampu
hijau, tidak perlu penanganan cepat. Selanjutnya ditemui pasien dengan kondisi lemah, kritis,
nadi lemah, serta pernafasan yang sesak. Maka pasien ini lah yang sangat membutuhkan
pertolongan pada saat itu, yang tergolong pada triase lampu merah. Karena jika tidak
diselamatkan, nyawa pasien bisa tidak tertolong lagi.

Jadi dapat disimpulkan bahwa sistem triase ini digunakan untuk menentukan prioritas
penanganan kegawat daruratan. Sehingga perawat benar-benar memberikan pertolongan
pada pasien yang sangat membutuhkan, dimana keadaan pasien sangat mengancam
nyawanya, namun dengan penanganan secara cepat dan tepat, dapat menyelamatkan hidup
pasien tersebut. Tidak membuang wakunya untuk pasien yang memang tidak bisa
diselamatkan lagi, dan mengabaikan pasien yang membutuhkan.

2 Tujuan Triage

Tujuan utama adalah untuk mengidentifikasi kondisi mengancam nyawa. Tujuan triage
selanjutnya adalah untuk menetapkan tingkat atau derajat kegawatan yang memerlukan
pertolongan kedaruratan.
Dengan triage tenaga kesehatan akan mampu :
 Menginisiasi atau melakukan intervensi yang cepat dan tepat kepada pasien
 Menetapkan area yang paling tepat untuk dapat melaksanakan pengobatan lanjutan
 Memfasilitasi alur pasien melalui unit gawat darurat dalam proses
penanggulangan/pengobatan gawat darurat
Sistem Triage dipengaruhi:
 Jumlah tenaga profesional dan pola ketenagaan
 Jumlah kunjungan pasien dan pola kunjungan pasien
 Denah bangunan fisik unit gawat darurat
 Terdapatnya klinik rawat jalan dan pelayanan medis
2.3 Klasifikasi Triage

Klasifikasi berdasarkan pada :

a. pengetahuan
b. data yang tersedia
c. situasi yang berlangsung

Kode Warna International Dalam Triage :

Sistem triage dikenal dengan system kode 4 warna yang diterima secara internasional. Merah
menunjukan perioris tinggi perawatan atau pemindahan, kuning menandakam perioritas
sedang, hijau digunakan untuk pasien rawat jalan, dan hitam untuk kasus kematian atau
pasien menjelang ajal. Perawat harus mampu mampu mengkaji dan menggolongkan pasien
dalam waktu 2 – 3 menit.
1. Prioritas 1 atau Emergensi: warna MERAH (kasus berat)
Pasien dengan kondisi mengancam nyawa, memerlukan evaluasi dan intervensi segera,
perdarahan berat, pasien dibawa ke ruang resusitasi, waktu tunggu 0 (nol)
 Asfiksia, cedera cervical, cedera pada maxilla
 Trauma kepala dengan koma dan proses shock yang cepat
 Fraktur terbuka dan fraktur compound
· Luka bakar > 30 % / Extensive Burn
 Shock tipe apapun
2. Prioritas 2 atau Urgent: warna KUNING (kasus sedang)
Pasien dengan penyakit yang akut, mungkin membutuhkan trolley, kursi roda atau jalan kaki,
waktu tunggu 30 menit, area critical care.
 Trauma thorax non asfiksia
 Fraktur tertutup pada tulang panjang
· Luka bakar terbatas ( < 30% dari TBW )
 Cedera pada bagian / jaringan lunak
3. Prioritas 3 atau Non Urgent: warna HIJAU (kasus ringan)
Pasien yang biasanya dapat berjalan dengan masalah medis yang minimal, luka lama, kondisi
yang timbul sudah lama, area ambulatory / ruang P3.
 Minor injuries
 Seluruh kasus-kasus ambulant / jalan
4. Prioritas 0: warna HITAM (kasus meninggal)
 Tidak ada respon pada semua rangsangan
 Tidak ada respirasi spontan
 Tidak ada bukti aktivitas jantung
 Tidak ada respon pupil terhadap cahaya

KASUS

PERDARAHAN PADA KEHAMILAN LANJUT DAN PERSALINAN


Perdarahan pada kehamilan lanjut dan persalinan merupakan perdarahan dalam kehamilan yang terjadi
setelah usia gestasi diatas 22 mg. Masalah yang terjadi pada perdarahan kehamilan lanjut adalah
morbiditas dan mortalitas ibu yang disebabkan oleh perdarahan pada kehamilan diatas 22 minggu hingga
menjelang persalinan (sebelum bayi dilahirkan), perdarahan intrapartum dan prematuritas, morbiditas dan
mortaltas perinatal pada bayi yang akan dilahirkan.
Penatalaksanaan umum

A. Siapkan fasilitas tindakan gawatdarurat karena perdarahan anterpartum merupakan komplikasi


yang dapat membahayakan keselamatan ibu bersalin
B Setiap tingkat fasilitas pelayanan harus dapat mengenali, melakukan stabilitasi, merujuk dan
menatalaksana komplikasi pada ibu dan anak sesuai dengan jenjang kemampuan yang ada
c. Setiap kasus perdarahan anterpartum memerlukan rawat-inap dan penatalaksanaan segera
d. Lakukan restorasi cairan dan darah sesuai dengan keperluan untuk memenuhi defisit dan tingkat
gawatdarurat yang terjadi
e. Tegakkan diagnosis kerja secara cepat dan akurat karena hal ini sangat mempengaruhi hasil
f. Tindakan konservatif dilakukan selama kondisi masih memungkinkan dan mengacu pada upaya
untuk memperbesar kemungkinan hidup bayi yang dikandung
g. Pada kondisi yang sangat gawat, keselamatan ibu merupakan pertimbangan utama

Penatalaksanaan Bila ditemukan keadaan abdomen akut maka tindakan terbaik ialah hemostasis
KET. Jenis tindakan yang akan diambil, harus memperhitungkan pemulihan fungsi kedua tuba. Bila
ibu masih ingin hamil maka lakukan salpingostomi. Bila kondisi gawatdarurat, tidak ingin hamil lagi,
robekan tidak beraturan, terinfeksi, perdarahan tak dapat dikendalikan maka lakukan salpingektomi.
Pada umumnya akan dilakukan prosedur berikut ini : Pasang infus untuk substitusi kehilangan cairan
dan darah
 Transfusi Hb
 < 6g%, Bila tidak segera tersedia darah, lakukan autotransfusi selama prosedur operatif Lakukan
prosedur parsial salpingektomi atau eksisi segmental yang dilanjutkan
 dengan salpingorafi (sesuai indikasi) Lakukan pemantauan dan perawatan pascaoperatif
 Coba infus dan transfusi setelah kondisi pasien stabil

Penatalaksanaan umum

A. Siapkan fasilitas tindakan gawatdarurat karena perdarahan anterpartum merupakan komplikasi yang
dapat membahayakan keselamatan ibu

b. Setiap tingkat fasilitas pelayanan harus dapat mengenali, melakukan stabilitasi, merujuk dan
menatalaksana komplikasi pada ibu dan anak sesuai dengan jenjang kemampuan yang ada
c. Setiap kasus perdarahan anterpartum memerlukan rawat-inap dan penatalaksanaan segera

d. Lakukan restorasi cairan dan darah sesuai dengan keperluan untuk memenuhi defisit dan tingkat
gawatdarurat yang terjadi

e. Tegakkan diagnosis kerja secara cepat dan akurat karena hal ini sangat mempengaruhi hasil
penatalaksanaan perdarahan antepartum f. Tindakan konservatif dilakukan selama kondisi masih
memungkinkan dan mengacu pada upaya untuk memperbesar kemungkinan hidup bayi yang dikandung
g. Pada kondisi yang sangat gawat, keselamatan ibu merupakan pertimbangan utama

PERDARAHAN PASCA KEHAMILAN

Pada pascapersalinan, sulit untuk menentukan terminologi berdasarkan batasan kala persalinan dan
jumlah perdarahan yang melebihi 500 ml. pada kenyataannya, sangat sulit untuk membuat determinasi
batasan pascapersalinan dan akurasi jumlah perdarahan murni yang terjadi. Berdasarkan temuan diatas
maka batasan operasional untuk periode pascapersalinan adalah periode waktu setelah bayi dilahirkan.
Sedangkan batasan jumlah perdarahan, hanya merupakan taksiran secara tidak langsung dimana
disebutkan sebagai perdarahan abnormal yang menyebabkan perubahan tanda vital (pasien mengeluh
lemah, limbung, berkeringat dingin, menggigil, hiperpnea, sistolik < 90 mmHg, nadi > 100 x/menit, kadar
Hb < 8 g%). Masalah

a. Morbiditas dan mortalitas ibu yang disebabkan oleh perdarahan setelah bayi lahir dan dalam 24 jam
pertama persalinan

b. Perdarahan pascapersalinan lanjut (setelah 24 jam persalinan)

c. Hasil upaya pertolongan sangat tergantung dari kondisi awal ibu sebelum bersalin, ketersediaan
darah dan paokan medic yang dibutuhkan, tenaga terampil dan handal serta jaminan fungsi peralatan
bagi tindakan gawat darurat Penatalaksanaan umum

a. Ketahui dengan pasti kondisi pasien sejak awal (saat masuk)

b. Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman (termasuk upaya pencegahan
Perdarahan Pascapersalinan)

c. Lakukan observasi melekat pada 2 jam pertama pascapersalinan (di ruang persalinan) dan lanjutkan
pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya (di ruang rawat gabung). Perhatikan pelaksanaan asuhan
mandiri.

d. Selalu siapkan keperluan tindakan gawatdarurat

e. Segera lakukan penilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan dengan masalah dan
komplikasi f. Atasi Syok (lihat Penatalaksanaan Syok)
g. Pastikan kontraksi berlangsung baik (keluarkan bekuan darah, lakukan pijatan uterus, beri
uterotonika 10 IU IM dilanjutkan infuse 20 IU dalam 500 cc NS/RL dengan 40 tetesan per menit) h.
Pastikan plasenta telah lahir dan lengkap, eksplorasi kemungkinan robekan jalan lahir i. Bila perdarahan
terus berlangsung, lakukan uji beku darah (lihat Solusio Plasenta

j. Pasang kateter menetap dan pantau masuk-keluar cairan

k. Cari penyebab perdarahan dan lakukan tindakan spesifik Faktor risiko perdarahan pasca persalinan
dapat dibagi dalam faktor risiko antenatal dan faktor risiko intra partum. Faktor risiko saat antenatal
terdiri dari:  Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal Neonatal  22

a. Usia : usia ≥ 35 th berisiko mengalami perdarahan pasca persalinan 1,5 kali pada persalinan
pervaginam, dan 1,9 kali mengalami perdarahan pascapersalinan pada persalinan dengan SC b. BMI :
nilai BMI > 30 berisiko 1,5 kali mengalami perdarahan pasca persalinan

c. Paritas : Primigravida berisiko 1,6 kali mengalami perdarahan pasca persalinan

d. Post Date : kehamilan lewat waktu berisiko 1,37 kali mengalami perdarahan pasca persalinan e.
Makrosomi : bayi makrosomi berisiko 2,01 kali mengalami perdarahan pasca persalinan

f. Multipel : kehamilan multiple (kembar) berisiko 4,46 kali mengalami perdarahan pasca persalinan g.
Fibroid: fibroid dalam kehamilan berisiko 1,9 kali mengalami perdarahan pasca persalinan jika persalinan
pervaginam dan 3,6 kali mengalami perdarahan pasca persalinan jika persalinan secara SC h. APB :
terjadinya solutio placenta berisiko 12,6 kali mengalami perdarahan pasca persalinan i. Riwayat HPP :
riwayat perdarahan pasca persalinan pada persalinan sebelumnya memberikan risiko 2,2 kali mengalami
perdarahan pasca persalinan

j. Riwayat SC : riwayat SC pada persalinan terdahulu berisiko 3,1 kali mengalami perdarahan pasca
persalinan Sedangkan faktor risiko intrapartum terdiri dari:

a. Persalinan dengan Induksi berisiko 1,5 kali mengalami perdarahan pasca persalina

b. Partus lama : Kala I berisiko 1,6 kali mengalami perdarahan pasca persalinan

 Kala II berisiko 1,6 kali mengalami perdarahan pasca persalina

 Kala III berisiko 2,61 kali s/d 4,90 kali mengalami perdarahan pasca persalinan

 c. Epidural analgesia berisiko 1,3 kali mengalami perdarahan pasca persalinan

d. Vaginal Instrumentasi atau pertolongan persalinan menggunakan alat baik vacum ekstraksi maupun
forcep ekstraksi berisiko 1,66 kali mengalami perdarahan pasca persalinan

e. Episiotomi berisiko 2,18 kali mengalami perdarahan pasca persalinan

f. Chorio-amnionitis berisiko 1,3 kali mengalami perdarahan pasca persalinan pada persalinan
pervaginam dan 2,69 kali pada persalinan secara SC Prevensi Untuk mencegah terjadinya perdarahan
pasca persalinan kenalilah faktor risiko baik faktor risiko antenatal maupun intrapartum, lakukan
penatalaksanaan persalinan yang baik, penanganan manajemen aktif kala III dan persiapan penanganan
kondisi darurat.

Anda mungkin juga menyukai