Anda di halaman 1dari 14

URTIKARIA ET CAUSA FOCAL INFECTION (SUSPECTED)

Laporan kasus

Disusun Oleh:

Novia Intan Permani

0806451920

Departemen Ilmu Penyakit Mulut

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

Jakarta

2012
BAB I

LAPORAN KASUS

No. rekam medik : 354.06.05

Tanggal kunjungan : 1 Maret 2012

Klinik Penyakit Mulut RSCM

DATA RUTIN

Nama : Nn. Viviana Dwi Putri Situmorang

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : JL. Haji Amsiah No 54 Sumber Jaya

Nomor Telepon : 65834563

Umur : 17 Tahun

Pekerjaan : Pelajar SMA

Pendidikan : SMA

Agama : Katolik

Suku : Batak

Status : Belum Menikah


ANAMNESA

OS konsul dari penyakit kulit dengan working diagnosis urtikaria kronik sejak satu tahun yang
lalu. Gatal-gatal biasanya pada sore hari, pulang sekolah, gatal menyeluruh. Jika gatal sedang
kambuh biasanya mengkonsumsi Dexamethasone, Calk, CTM. Dari Departemen Penyakit Kulit
dan Kelamin dikasih Cloratadine, tetapi belum diminum karena tidak kambuh gatalnya. Belum
pernah datang ke dokter gigi, tidak ada keluhan di gigi, tidak memakai obat kumur. Os mengaku
sikat gigi 2x sehari saat mandi. Pasien mempunyai riwayat alergi dari ibunya. Os mengaku pola
makannya teratur, tetapi asupan minuman sedikit.

RIWAYAT PENYAKIT SISTEMIK

1. Penyakit Jantung : tidak


2. Hipertensi : ada, dari nenek
3. Diabetes Mellitus : ada, dari nenek
4. Alergi : ada, alergi seafood, teh botol
5. Asma : tidak
6. Penyakit Hepar : tidak
7. Penyakit GIT : tidak
8. Penyakit Ginjal : tidak
9. Kelainan Darah : tidak
10. Hamil : tidak
11. Kontrasepsi : tidak
12. Lain-lain :-
PEMERIKSAAN EKSTRA ORAL

1. Kelenjar Limfe
Kelenjar Submandibula kanan : tidak teraba

Kelenjar Submandibula kiri : tidak teraba

Kelenjar Submental : tidak teraba

Kelenjar Servikal kanan : tidak teraba

Kelenjar Servikal kiri : tidak teraba

2. Bibir : Cenderung kering


3. Wajah : Simetri
4. Sirkum oral : Dangkal
5. Lain-lain :

PEMERIKSAAN INTRA ORAL

1. OHIS : Sedang
2. Kalkulus : Supragingiva
3. Debris : (+)
4. Stain : (-)
5. Gingiva : Mengalami peradangan
6. Mukosa Bukal : Terdapat petechiae di mukosa bukal kanan
7. Mukosa Labial : T.A.K
8. Palatum Durum : T.A.K
9. Palatum Molle : T.A.K
10. Lidah Dorsum : Terdapat coating pada 1/3 depan dorsum lidah
11. Lidah Ventral : T.A.K
12. Dasar Mulut : T.A.K
13. Lain-lain :-
14. Gigi Geligi :
BUKAL

8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8

LINGUAL

8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8

BUKAL
PEMERIKSAAN DARAH

Hb 13,7
Ht 40,4
Eri 4,67
Trombo 343
Leuko 8,57
Basofil 0,5
Eosinofil 1,6
Neutrofil 57,0
Limfosit 34,1
Monosit 6,8
MCV 86,5
MCH 29,3
MCHC 33,9

DIAGNOSIS

Gingivitis

RENCANA PERAWATAN

1. KIE (menyikat gigi 2x sehari setelah sarapan dan sebelum tidur)

2. Pro Panoramik

3. Pro Scaling
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Urtikaria

Urtikaria adalah reaksi dari pembuluh darah berupa erupsi pada kulit yang
berbatas tegas dan menimbul (bentol), berwarna merah, memutih bila ditekan, dan
disertai rasa gatal. Urtikaria dapat berlangsung secara akut, kronik, atau berulang.
Urtikaria akut umumnya berlangsung 20 menit sampai 3 jam, menghilang dan mungkin
muncul di bagian kulit lain. Satu episode akut umumnya berlangsung 24-48 jam.
Reaksi anafilaksis local melibatkan pembuluh darah superficial menghasilkan
urtikaria. Urtikaria dimulai dengan pruritik pada area pelepasan histamine dan substansi
aktif lainnya. Welt kemudian muncul di kulit sebagai suatu area edema local pada dasar
erytema. Lesi ini dapat terjadi di bagian manapun di kulit atau membrane mukosa.
Urikaria pada bibir dan mukosa oral sebagian besar terjadi setelah ingesti makanan pada
individu yang alergi. Bahan allergen yang umum antara lain cokelat, kacang, kerang-
kerangan, dan tomat. Obat-obatan seperti aspirin dan penicillin mungkin menyebabkan
urtikaria, dan dingin, panas, atau tekanan mungkin menyebabkan mungkin menyebabkan
munculnya urtikaria. Urtikaria biasanya putih atau erythema, ukuranyya bervariasi, dan
biasanya gatal. Urtikaria dapat disebabkan oleh reaksi terhadap makanan, bisa serangga,
penyakit sistemik, dan stimuli fisik. Physical hive termasuk dermografis, matahari, dan
dingin.
Ada 2 jenis urtikaria, yaitu: ordinary urtikaria dan physical urtikaria. Ordinary
urtikaria terdiri dari dua jenis, yaitu urtikaria akut dan urtikaria kronik.

a. Urtikaria akut

Sebagian besar penyebab urtikaria akut adalah alergi karena eksposure terhadap
binatang, lateks, makanan seperti kerang-kerangan, kacang, telur,obat-
obatan.Infeksi virus seperti hepatitis B juga memicu urtikaria. Terjadi dalam
beberapa jam sampai 6 minggu.

b. Urtikaria kronik
Penyebab urtikaria kronik susah diidentifikasi. Urtikaria kronik sering
diidentifikasi sebagai urtikaria idiopatik. Kondisi ini berhubungan dengan
produksi autoantibodi yang menyerang sel mast spesifik di kulit dan jaringan
yang menyebabkan pelepasan histamine. Infeksi sinus, dental yang kronik dan
tidak terdeteksi mungkin data memicu urtikaria kronik. Stres juga dapat memicu
urtikaria kronik, oleh karena itu, manajemen stress diperlukan untuk mengatasi
urtikaria kronik idiopatik.

Patogenesis: aktivasi sel mast yang dapat diperantarai IgE (imunologik) maupun non-
IgE(nonimunologik).

Histopatologi : Tampakan histopatologi termasuk edema dermal, dilatasi venula,


pembengkakan sel endotel, tanpa banyak sel inflamatori. Pada lesi yang kronik, edema
mungkin diiringi infiltrasi campuran sel inflamasi.

Gejala dan tanda


Pada urtikaria, gejala dan tanda yang paling umum adalah gatal dan erupsi pada kulit
yang berbatas tegas dan menimbul (bentol), berwarna merah, dan memutih bila ditekan.

Diagnosis
Pada anamnesis, biasanya ditanyakan riwayat gatal sebelumnya, riwayat atopi dalam
keluarga, factor lingkungan seperti debu rumah, tungau debu rumah, binatang peliharaan,
tanaman, karpet, sengatan binatang serta faktor makanan termasuk zat warna, zat
pengawet dan sebagainya. Dari pemeriksaan fisik, dapat dilihat lesi-lesi khas pada
permukaan kulit.

Pemeriksaan penunjang
Diperlukan pada urtikaria kronik/berulang, tidak diperlukan pada urtikaria akut.
Pemeriksaan yang biasa dilakukan yaitu pemeriksaan urinalisis (mencari fokal infeksi di
saluran kemih), feses rutin (mencari adanya parasit cacing), pemeriksaan darah tepi (LED
dapat meningkat), pemeriksaan kadar IgE total, pemeriksaan hitung eosinofil total
(eosinofilia), pemeriksaan uji kulit alergen , dermografisme, uji tempel es atau IgE
spesifik dan kadar komplemen (C3, C4) untuk mencari kelainan sistemik yang mendasari
urtikaria, pada pasien yang memiliki riwayat angioedema pada keluarga

Perawatan : Hindari faktor yang memicu, dengan menggunakan antihistamin dan


korikosteroid atau epinefrin untuk beberapa kasus yang parah. Pada urtikaria generalisata
mula-mula diberikan injeksi larutan adrenalin 1/1000 dengan dosis 0,01 ml/kg
intramuskular (maksimum 0,3 ml) dilanjutkan dengan antihistamin penghambat H1
seperti CTM 0,25 mg/kg/hari dibagi 3 dosis sehari 3 kali yang dikombinasi dengan HCL
efedrin 1 mg/tahun/kali sehari 3 kali. Bila belum memadai ditambahkan kortikosteroid
misalnya prednison (sesuai petunjuk dokter). Pada urtikaria yang sering kambuh terutama
pada anak sekolah, untuk menghindari efek samping obat mengantuk, dapat diberikan
antihistamin penghambat H1 generasi baru misalnya setirizin 0,25 mg/kg/hari sekali
sehari. Biopsi kulit dan pemeriksaan adanya penyakit dalam mungkin perlu dilakukan.

2. Gingivitis
Perubahan patologis pada gingivitis berubungan dengan kehadiran mikroorganisme
pada sulkus gingiva. Organisme-organisme ini mampu mensintesis produk-produk
(seperti: kolagenase, hyaluronidase, protease, kondrotin sulfatase, atau endotoksin) yang
dapat membahayakan jaringan epitel dan penyambung, serta konstituen interselular.

Produk-produk mikroba mengaktifkan monosit dan makrofag untuk memproduksi


substansi vasoaktif seperti prostaglandin E2, interferon, tumor necrosis factor, atau
interleukin-1. Urutan perkembangan gingivitis dibagi dalam tiga stage yang berbeda. Satu
stage berkembang ke stage berikutnya, tanpa batas yang jelas.

Stage Time Blood Juntiona Predomi Collag Clinic


(Days) Vessels l and nant en al
Sulcular Immune Findin
Epitheliu Cells gs
m
I 2–4 Vascula Infiltrated PMNs Perivas Gingiv
Initial r by PMNs cular al fluid
Lesion dilation loss flow

Vasculi
tis
II 4–7 Vascula Same as Lymphoc Increas Erythe
Early r stage 1 ytes ed loss ma
Lesion Prolifer Rete peg around
ation formation infiltrat Bleedi
Atrophic e ng on
areas probin
g
III 14 – Same Same as Plasma Contin Chang
Establi 21 as stage stage II cells ued es in
shed II plus but more loss color,
Lesion blood advanced size,
statis texture,
etc

i. Gingivitis Tahap I: The Initial Lesion


Perubahan vaskular adalah perwujudan awal dari lesi ini, meliputi dilatasi kapiler
dan meningkatnya aliran darah yang merupakan peradangan awal terhadap mikroba
yang mengaktifkan leukosit yang berikutnya menstimulasi endothelial sel. Secara
klinis respon ini disebut subclinical gingivitis, karena belum tampak. Peningkatan
migrasi leukosit dan akumulasinya pada sulkus gingiva mungkin berhubungan
dengan meningkatnya aliran gingival fluid ke sulkus gingiva.

Karakteristik dan intensitas dari respon host menentukan apakah lesi ini akan
teratasi dengan cepat atau berubah menjadi lesi peradangan kronis (chronic
inflamatory lession). Selanjutnya, infiltrasi dari makrofag dan lymphoid cells terjadi
dalam beberapa hari.

ii. Gingivitis Tahap II: The Early Lesion


Seiring waktu, tanda-tanda klinis dari erythema mungkin muncul, terutama
disebabkan proliferasi kapiler. Pendarahan saat probing juga menjadi tanda-tandanya.
Terjadi juga peningkatan kerusakan kolagen sampai 70% di sekitar sel yang
terinfiltrasi.Perubahan morfologis pembuluh darah dan pola nya juga terjadi. PMN
menuju ke epitelium karena terstimulus komponen plak melalui basal lamina, dan
ditemukan di epitelium dan muncul di area pocket. PMN mengeluarkan lisosom,
fibroblas menunjukkan peningkatan gejala cytotoxic dengan menurunnya produksi
kolagen.

iii. Gingivitis Tahap III: The Established Lesion


Pada gingivitis kronis (tahap III), pembuluh darah menjadilebih padat, venous
return memburuk, dan aliran darah melambat. Hasilnya adalah gingival anoxemia
yang menyebabkan kebiruan pada gingiva yang memerah. Masuknya sel darah merah
ke dalam jaringan ikat dan hancurnya hemoglobin menyebabkan waena gingiva yang
meradang semakin pekat. Predominan plasma sel juga merupakan karakteristik lesi
ini.

Aktivitas collagenolytic meningkat di jaringan gingiva yang meradang karena


enzim collagenase. Collagenase normal terdapat di jaringan gingiva dan diproduksi
oleh beberapa oral bakteria dan PMN. Level dari asam dan basa phosphatase, -
glucuronidase, -glucosidase, -galactosidase, esterase, aminopeptidase, dan
cytochrome oxidase juga meningkat pada gingiva dengan inflamasi kronis, sedangkan
netral mucopolysacharida menurun karena menurunnya substansi dasar.

iv. Gingivitis Tahap IV: The Advanced Lesion


Perpanjangan dari lesi menuju alveolar bone merupakan ciri-ciri dari lesi ini, dan
disebut juga sebagai fase dari periodontal breakdown.

3. Focal Infection
Peranan infeksi pada urtikaria telah didiskusikan lebih dari 100 tahun. Ini telah
didiskusikan bahwa sebagian besar penyebab urtikaria kronik adalah adanya masalah
pada daerah sepsis. Infeksi bacterial pada gigi, tonsil yang berasal dari bakteri
streptococcus dan staphylococcus. Namun, peranan dan patogenesisnya belum jelas.
Sebagian besar infeksi yang dilaporkan pada urtikaria kronik adalah berasal dari GIT,
namun masalah gigi dan mulut juga berperan besar.

BAB 3

PEMBAHASAN

Pasien wanita, 17 tahun konsul dari Departemen Kulit dan Kelamin dengan working
diagnosis urtikaria kronik sejak satu tahun yang lalu. Pasien mengaku jika gatal-gatalnya terjadi
pada sore hari pulang sekolah. Berdasarkan anamnesis, pasien mengaku mempunyai riwayat
alergi dari ibunya. Pada pemeriksaan ekstraoral, bibirnya cenderung kering, semua kelenjar limfe
tidak teraba. Bibir yang cenderung kering ini diduga terjadi karena berdasarkan anamnesa, pasien
mengaku asupan minumannya kurang. Pada pemeriksaan intraoral, kesehatan mulut sedang,
terdapat kalkulus supragingiva, dan terdapat peradangan pada gingiva.

Faktor predisposisi urtikaria pada pasien ini tidak jelas. Hal ini disebabkan karena
masalah gigi dan mulut pada pasien ini hanya sedikit, yaitu berupa kalkulus supragingiva pada
beberapa region. Hasil pemeriksaan darah pasien juga menunjukkan tidak adanya kelainan,
karena semuanya berada dalam batas normal. Oleh karena itu, kemungkinan penyebab urtikaria
ini adalah idiopatik.

Penyebab urtikaria kronik susah diidentifikasi. Urtikaria kronik sering diidentifikasi


sebagai urtikaria idiopatik. Kondisi ini berhubungan dengan produksi autoantibodi yang
menyerang sel mast spesifik di kulit dan jaringan yang menyebabkan pelepasan histamine.
Infeksi sinus, dental yang kronik dan tidak terdeteksi mungkin data memicu urtikaria kronik.
Stres juga dapat memicu urtikaria kronik, oleh karena itu, manajemen stress diperlukan untuk
mengatasi urtikaria kronik idiopatik.
Pada kunjungan kali ini, pasien diberi KIE tentang waktu menyikat gigi yang benar, yitu
dua kali sehari pagi dan sebelum tidur, bukan setiap kali mandi, seperti yang dilakukan pasien
selama ini. Akan dilakukan Scalling juga pada pasien ini untuk menghilangkan kalkulusnya.
Pasien juga disarankan untuk melakukan foto panoramic untuk melihat keadaan gigi 8 nya.

BAB 4

KESIMPULAN

Penegakan diagnosis pada pasien ini, ditentukan melalui anamnesa dan riwayat pasien,
pemeriksaan klinis (intraoral dan ekstraoral), pemeriksaan penunjang. Pada pasien ini, urtikaria
kronik nya kemungkinan idiopatik karena berdasarkan pemeriksaan darah, tidak ditemukan
adanya kelainan. Keadaan gigi mulutnya juga hanya sedikit kalkulus supragingiva, pada
beberapa region. Pada kunjungan kali ini, pasien diberi KIE tentang waktu menyikat gigi yang
benar, yitu dua kali sehari pagi dan sebelum tidur, bukan setiap kali mandi, seperti yang
dilakukan pasien selama ini. Akan dilakukan Scalling juga pada pasien ini untuk menghilangkan
kalkulusnya. Pasien juga disarankan untuk melakukan foto panoramic untuk melihat keadaan
gigi 8 nya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Greenberg MS, Glick M. Burket’s Oral Medicine Diagnosis and Treatment. 10th Ed. New
York : BC Decker Inc; 2003.
2. Regezi JA, Sciubba JJ, Jordan RC. Oral Pathology – Clinical Pathologic Corelations. 4th ed.
Missouri: Saunders. 2003
3. Weddi, Bettina, et al. Urticaria and Infection. Allergy, Atsma, and clinical Immunology,
5:10. 2009.
4. http://adulgopar.files.wordpress.com/2009/12/urtikaria.pdf
5. http://www.allergy-clinic.co.uk/skin-allergy/urticaria/

Anda mungkin juga menyukai