Pembahasan
pola asuh anak adalah suatu proses yang ditujukan untuk meningkatkan serta
mendukung perkembangan fisik, emosional, sosial, finansial, dan intelektual seorang
anak sejak bayi hingga dewasa. Hal ini menjadi tanggungjawab orangtua sebab
orangtua merupakan guru pertama untuk anak dalam mempelajari banyak hal, baik
secara akademik maupun kehidupan secara umum.
Pola asuh juga merupakan sikap sebagai orang tua dalam mendidik anak,
membimbing, serta menjadikan anak tersebut menjadi disiplin dan melindungi anak
dalam mencapai proses kedewasaan, yang nantinya akan membentuk norma-norma
yang diharapkan oleh masyarakat.
Menurut ahli, pola asuh anak jenis ini memberikan kebebasan pada anak untuk
menyatakan dorongan atau keinginannya. Pola asuh ini enggak memberikan batasan
yang tegas pada anak. Biasanya orangtua akan mengikuti apapun yang anak inginkan
sehingga ia cenderung enggak memiliki keteraturan dan kemampuan untuk
meregulasi diri. Enggak cuma itu, orangtua biasanya memberikan tuntutan yang
minim kontrol pada perilaku anak. Jika anak melakukan kesalahan, orangtua dengan
pola asuh ini jarang, bahkan tidak pernah memberikan hukuman.
Menurut ahli, dampak pola asuh permisif akan membawa pengaruh atas sifat-sifat
anak, seperti:
Suka memberontak.
Prestasinya rendah.
Suka mendominasi.
Kurang memiliki rasa kepercayaan diri.
Kurang bisa mengendalikan diri.
Tidak jelas arah hidupnya.
Pola Asuh Otoriter
Dalam buku Raising Children In Digital Era, dikatakan bahwa tipe orang tua otoriter
biasanya lahir dari pola asuh serupa yang diterimanya ketika kecil. Pola asuh anak
jenis ini enggak memberikan ruang diskusi pada anak. Sederhananya, peraturan dibuat
untuk mengontrol anak. Enggak cuma itu, orangtua yang menerapkan pola asuh ini
sering kali terbilang keras dengan alasan mendidik. Mereka cenderung memberikan
kontrol yang sangat kuat pada perilaku anak. Singkatnya, anak harus patuh, dan kalau
melanggar maka enggak jarang konsekuensinya adalah hukuman, bahkan hukuman
fisik.
Menurut ahli, efek negatif dari hukuman fisik ini bisa berakibat buruk pada fisik dan
mental anak. Bagi mental, bisa membuat anak berprilaku agresif, tak percaya diri, dan
pemalu. Agresivitas ini akan terbentuk dari kemarahan atau perasaan negatif yang
tertumpuk. Jadi, ketika anak sering mendapatkan hukuman fisik, maka mungkin saja
ia menjadi marah dengan keadaan, lalu menyalurkannya dalam bentuk agresivitas
pada orang lain.
Menurut studi dari University College London, anak yang sejak kecil selalu dikontrol
kehidupannya, ternyata tidak bahagia dan memiliki kesehatan mental yang rendah.
Bahkan, efek jangka panjangnya mirip dengan kondisi mental orang yang pernah
ditinggal meninggal oleh seorang yang dekat dengannya.
Pola asuh otoriter memang sah-sah saja diterapkan. Kata ahli, pola asuh anak jenis ini
mungkin tepat diterapkan pada anak yang memiliki masalah perilau. Misalnya,
berkaitan dengan aturan jam malam. Nah, di luar masalah jam malam, orangtua bisa
menerapkan pola asuh yang dinilai baik untuk anak, alias mengombinasikan pola
asuh.
Menurut ahli, dampak pola asuh otoriter akan membawa pengaruh atas sifat-sifat
anak, seperti:
Inilah pola asuh yang paling disarankan ahli untuk orangtua terapkan. Pola asuh ini
memberikan batasan perilaku yang jelas dan konsisten. Selain itu, pola asuh autoritatif
enggak menggunakan kekerasan dalam mengasuh anak. Di sini, orangtua akan
mendorong adanya diskusi dengan anak. Contohnya, seperti menjelaskan pada Si
Kecil mengapa diberikan aturan tertntu. Sederhananya, orangtua enggak
membebaskan dan menerima begitu saja perilaku anak, tapi juga enggak memberikan
kontrol yang berlebihan. Menariknya, anak akan diberikan kesempatan untuk
mencoba dan bertanggun jawab pada pilihannya.
Pengergian perbaikan
https://arali2008.wordpress.com/2011/12/19/program-perbaikan-gizi-puskesmas/
Hasil penelitian (Fatimah, 2010) terdapat hubungan antara pola asuh dengan
perkembangan anak, karena pola asuh orangtua merupakan gambaran
tentangsikapdan perilaku orangtua dan anak dalam berinteraksi, berkomunikasi
selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Dalam kegiatan memberikan pengasuhan
ini, orangtua akan memberikan perhatian,peraturan, disiplin, hadiah dan
hukuman,serta tanggapan terhadap keinginan anaknya.Terdapat hubungan pola asuh
ibu dengan status gizi karena peranan orang tua sangat berpengaruh dalam keadaan
gizi anak, pola asuh memegang peranan penting dalam terjadinya gangguan
pertumbuhan pada anak, asuhan orang tua terhadap anak mempengaruhi tumbuh
kembang anak melalui kecukupan makanan dan keadaan kesehatan (Pratiwi, 2016).
Berdasarkan penelitian (Dewi, 2011) terdapat hubungan antara status gizi dengan
perkembangan anak karena gizi pada masa anak sangat berpengaruh terhadap tumbuh
kembang, bahkan sejak dalam kandungan. Berdasarkan penelitian (Syatyawati R,
2013) terdapat hubungan antara Status gizi dengan prestasi belajar anak, status gizi
juga merupakan keadaan akibat keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat
gizi dan penggunaan zatzat gizi tersebut, atau keadaan fisiologik akibat dari
tersedianya zat gizi dalam seluruh tubuh
Menurut (Siwi, 2015) salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi adalah
intake makanan. Malnutrisi dan overweight merupakan salah satu akibat dari
kegagalan konsumsi zat gizi secara benar. Malnutrisi terjadi karena kekurangan intake
zat gizi, sebaliknya overweight terjadi karena terlalu berlebihan intake atau dalam
mengkonsumsi makanan. Factor eksternal menyangkut keterbatasan ekonomi
keluarga dan pola asuh ibu sedangkan factor internal adalah factor yang terdapat di
dalam diri anak yang secara psikologis muncul sebagai problem pada anak. Faktor
yang berhubungan dengan status gizi anak salah satunya dipengaruhi oleh faktor
kondisi sosial ekonomi, antara lain pendidikan ibu, pekerjaan ibu, jumlah anak,
pengetahuan dan pola asuh ibu serta kondisi ekonomi orang tua secara keseluruhan
(Putri, 2015). Status gizi dan kesehatan merupakan salah satu faktor yang sangat
menentukan kualitas SDM. Status Gizi yang baik dipengaruhi oleh jumlah asupan
zat gizi yang dikonsumsi. Oleh karena itu anak-anak yang kekurangan gizi akan
mengalami gangguan pertumbuhan fisik, mental dan intelektual (Nilawati, 2011).
Terdapat hubungan antara pola asuh dan status gizi, status gizi adalah keadaan
kesehatan individu atau kelompok yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik
akan energi dan zat lain yang diperoleh dari pangan dan makanan yang dampak
fisiknya dapat diukur secara antropometri (Eniyati, 2011).
Munculnya masalah gizi ada anak-anak balita dipengaruhi oleh banyak faktor yang
saling terkait. Secara langsung dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu anak tidak cukup
mendapat makanan bergizi seimbang pada usia balita, anak tidak mendapatkan asuhan
gizi yang memadai dan anak menderita penyakit infeksi. Kemiskinan juga merupakan
salah satu penyebab munculnya kasus gizi buruk terkait ketersediaan dan konsumsi
pangan keluarga (Depkes RI, 2010).
Faktor penyebab kurang gizi, pertama makanan dan penyakit infeksi yang mungkin di
derita anak, kedua ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak, pelayanan
kesehatan dan kesehatan lingkungan. Ketiga faktor tingkat pendidikan, pengetahuan
dan keterampilan, terdapat kemungkinan semakin baik tingkat ketahanan pangan
keluarga, pola pengasuhan anak, dan keluarga memanfaatkan, pelayanan
kesehatan yang ada. Ketidak terjangkauan pelayanan kesehatan (karena jauh, tidak
mampu membayar), dapat berdampak juga pada status gizi anak (Adisasmito, 2007)
Penyebab mendasar atau akar masalah gizi adalah terjadinya krisis ekonomi.
Politik dan sosial termasuk bencana alam, yang mempengaruhi ketidak seimbangan
antara asupan makanan dan adanya penyakit infeksi, yang pada akhirnya
mempengaruhi status gizi balita (Soeharjo, 2003).
Gizi kurang secara langsung disebabkan oleh kurangnya konsumsi
makanan dan adanya penyakit infeksi.Makin bertambah usia anak maka makin
bertambah pula kebutuhannya. Konsumsi makanan dalam keluarga dipengaruhi
jumlah dan jenis pangan yang dibeli, pemasakan, distribusi dalam keluarga dan
kebiasaan makan secara perorangan. konsumsi juga tergantung pada pendapatan,
agama, adat istiadat, dan pendidikan keluarga yang bersangkutan (Almatsier, 2003).
Secara tidak langsung gizi kurang pada balita disebabkan oleh ketahanan
pangan dikeluarga, pola pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan
lingkungan. Rendahnya ketahanan pangan rumah tangga,pola asuh anak yang tidak
memadai, kurang nya sanitasi lingkuangan serta pelayanan kesehatan yang tidak
memadai merupakan tiga faktor yang saling berhubungan. Makin tersedia air bersih
yang cukup untuk keluarga serta makin dekat jangkauan keluarga terhadap pelayanan
dan sarana kesehatan, ditambah dengan pehaman ibu tentang kesehatan, makin kecil
resiko anak terkena penyakit dan kekurangan gizi (Unicef, 2008).
Data WHO menyebutkan pada tahun 2009 angka kejadian gizi buruk di dunia
telah mengalami peningkatan sebesar 8,3%, gizi kurang mengalami peningkatan
sebanyak 2,7%. Sementara pada tahun 2010 persentase gizi buruk pada balita
terus mengalami peningkatan sebesar 8,85%, demikian juga dengan kasus gizi
kurang juga mengalami peningkatan sebanyak 28%. Dari 10,4 juta kematian balita di
negara berkembang kasus gizi kurang tercatat sebanyak 50% anak-anak di Asia, 30%
anak-anak di Afrika dan 20% anak-anak di Amerika Latin (Depkes RI, 2011)
-Memelihara kesehatan Gizi terkait erat dengan kesehatan yang optimal serta
peningkatan kualitas hidup. Bahkan dalam proses pengobatan, gizi membantu sebagai
upaya uamg efektif dalam pemulihan. Berdasarkan perkembangan ilmiah dibidang
medis dan biologi molekul, gizi ternyata dapat menjaga fungsi optimal tubuh serta
mencegah atau membantu penanganan penyakit.
-Meningkatkan kekebalan tubuh Nutrisi yang baik dapat memberikan tubuh akan
bahan gizi yang dibutuhkan sel-sel kekebalan untuk melawan kuman penyakit. Jadi,
tubuh akan memiliki sistem kekebalan sehingga lebih kuat ketika terpapar kuman,
virus ataupun lainnya. Tubuh jadi tak mudah sakit dan terjaga terus kesehatannya.
-Sumber energi Asupan gizi yang baik dengan pola makan yang sehat dapat
menghasilkan tambahan daya untuk digunakan aktivitas sehari-hari.
https://sains.kompas.com/read/2013/06/18/1042061/Pentingnya.Pemenuhan.
Gizi.Sejak.Usia.Dini.
Bab 3
KESIMPULAN
Pola asuh pemberian makanan oleh orang tua mempunyai hubungan yang signifikan
terhadap status gizi balita. Semakin baik pola asuh yang diberikan maka semakin baik
status gizi balita dan sebaliknya apabilaibu memberikan pola asuh yang kurang baik
dalam pemberian makanan pada balita maka status gizi balita juga akan terganggu.
SARAN
Petugas kesehatan sebaiknya lebih sering memberikan penyuluhan kepada ibu yang
mempunyai balita agar memberikan asah asih asuh yang baik sehingga bisa
menunjang pertumbuhan dan perkembangan anak. Perlu ada pemantauan perilaku ibu
dalam pemberian gizi secara intensif sehingga angka kejadian gangguan gizi dapat
diminimalkan. Bagi peneliti selanjutnya sebaiknya mengambil data yang lebih luas
pada ibu balita gizi normal untuk membandingkan pola asuh ibu yang mempunyai
balita gizi normal dengan balita gizi kurang/buruk