Anda di halaman 1dari 19

1.

Jelaskan dan lengkapi dengan contoh, determinan perilaku kesehatan menurut :


A. Teori Lawrence Green
Berangkat dari analisis penyebab masalah kesehatan, Green membedakan adanya dua
determinan masalah kesehatan tersebut, yakni Behavioral Factors (Faktor Perilaku),
dan Nonbehavioral Faktors (Faktor Nonperilaku). Selanjutnya Green menganalisis,
bahwa faktor perilaku sendiri ditentukan oleh tiga faktor utama, yaitu:
1.    Faktor-faktor Presdiposisi (Predisposing Factors), yaitu faktor-faktor yang
mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain
pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi, dan sebagainya. Contoh:
seorang ibu mau membawa anaknya ke posyandu, karena tahu bahwa di posyandu akan
dilakukan penimbangan anak untuk mengetahui pertumbuhannya. Anaknya akan
memperoleh imunisasi untuk pencegahan penyakit, dan sebagainya. Tanpa adanya
pengetahuan-pengetahuan ini, ibu tersebut mungkin tidak akan membawa anaknya ke
posyandu.
2.    Faktor-faktor pemungkin (Enabling Factors), adalah faktor-faktor yang
memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan. Yang dimaksud dengan
faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku
kesehatan, misalnya puskesmas, posyandu, rumah sakit, tempat pembuangan air, tempat
pembuangan sampah, tempat olahraga, makanan bergizi, uang, dan sebagainya. Sebuah
keluarga yang sudah tahu masalah kesehatan mengupayakan keluarganya untuk
menggunakan air bersih, buang air besar di WC, makan makanan yang bergizi, dan
sebagainya. Tetapi apabila keluarga tersebut tidak mampu untuk mengadakan fasilitas itu
semua, maka dengan terpaksa buang air besar di kali atau di kebun, menggunakan air kali
untuk keperluan sehari-hari, makan seadanya, dan sebagainya.
3.    Faktor-faktor penguat (Reinforcing Factors), adalah faktor-faktor yang
mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku. Kadang-kadang, meskipun seseorang
tahu dan mampu untuk berperilaku sehat, tetapi tidak melakukannya. Contoh: seorang ibu
hamil tahu manfaat periksa kehamilan, dan di dekat rumahnya ada polindes, dekat dengan
bidan, tetapi ia tidak mau melakukan pemeriksaan kehamilan, karena ibu lurah dan ibu-
ibu tokoh lain tidak pernah periksa kehamilan, namun anaknya tetap sehat. Hal ini berarti,
bahwa untuk berperilaku sehat memerlukan contoh dari para tokoh masyarakat.
Secara matematis, determinan perilaku menurut Green itu dapat digambarkan sebagai
berikut:

B = F (Pf, Ef, Rf)


    
Keterangan:
            B = Behavior
            F = Fungsi
            Pf = Predisposing faktors
            Ef = Enabling faktors
            Rf = Reinforcing faktors
Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan
Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan
oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang
bersangkutan. Disamping itu, ketersediaan fasilitas, sikap, dan perilaku para petugas kesehatan
terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku.

Contoh Kasus:

Seseorang yang tidak mau mengimunisasikan anaknya di posyandu dapat disebabkan


karena orang tersebut tidak atau belum mengetahui manfaat imunisasi bagi anaknya.
(predisposing factor). Atau barangkali juga karena rumahnya jauh dari posyandu atau puskesmas
tempat mengimunisasikan anaknya ( enebling factor). Sebab lain, mungkin karena para petugas
kesehatan atau tokoh masyarakat lain disekitarnya tidak pernah mengimunisasikan anaknya
( reinforcing factors).

B. TEORI SNEHANDU B KARR


Karr seorang staf pengajar Depatemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Universitas
Kalifornia di Los Angeles. Teori Snenhandu mencoba menganalisis perilaku kesehatan
dengan bertitik tolak bahwa perilaku itu merupakan fungsi dari niat seseorang untuk
bertindak sehubungan dengan kesehatan (behavior intention), dukungan sosial dari
masyarakat sekitarnya (social support), ada atau tidaknya informasi tentang kesehatan atau
fasilitas kesehatan (accessibility of information), otonomi pribadi yang bersangkutan dalam
hal mengambil tindakan atau keputusan (personal autonomi) dan situasi yang memungkinkan
untuk bertindak atau tidak bertindak (action situation).

Karr mengidenfisikasin adanya lima determinan perilaku yaitu :


1. Adanya niat (intention) seseorang untuk bertindak sehubungan dengan objek atau stimulus
di luar dirinya. Misalnya orang mau membuat jamban/WC keluarga di rumahnya apabila dia
mempunyai niat untuk itu.
2. Adanya dukungan dari masyarakat sekitar (social support). Di dalam kehidupan seseorang
di masyarakat, perilaku orang tersebut cenderung memerlukan legitimasi dari masyarakat
sekitarnya. Apabila perilaku tersebut bertentangan atau tidak memperoleh dukungan dari
masyarakat, maka dia akan merasa kurang atau tidak nyaman. Demikian pula untuk
berperilaku sehat, orang memerlukan dukungan dari masyarakat sekitarnya, minimal tidak
mendapat gunjingan atau bahan pembicaraan masyarakat.
3. Terjangkaunya informasi yaitu tersedianya informasi-informasi terkait dengan tindakan yang
akan diambil seseorang. Misalnya, sebuah keluarga mau ikut program keluarga berencana,
apabila keluarga ini memperoleh penjelasan yang lengkap tentang keluarga berencana yaitu
tujuan ber KB, bagaimana cara ber KB (alat-alat kontrasepsi yang tersedia), efek samping dari
KB yang digunakan, dan sebagainya.
4. Adanya otonomi atau kebebasan pribadi untuk mengambil keputusan. Di Indonesia, terutama
ibu-ibu, kebebasan pribadinya masih terbatas, terutama di pedesaan. Seorang istri dalam
pengambilan keputusan masih sangat tergantung pada suami. Misalnya, untuk membawa
anaknya yang sakit ke puskesmas harus menunggu setelah suaminya pulang kerja. Demikian
pula, untuk periksa hamil, seorang istri harus memperoleh persetujuan dari suami, dan kalu
suami tidak setuju maka tidak akan ada pemeriksaan kehamilan.
5. Adanya kondisi atau situasi yang memungkinkan (action situation). Untuk bertindak apapun
memang diperlukan suatu kondisi dan situasi yang tepat. Kondisi dan situasi mempunyai
pengertian yang luas, baik fasilitas yang tersedia serta kempuan yang ada. Untuk membangun
rumah yang sehat misalnya, jelas sangat tergantung pada kondisi ekonomi dari orang yang
bersangkutan. Meskipun faktor yang lain tidak ada masalah, tetapi apabila kondisi dan situasinya
tidak mendukung, maka perilaku tesebut tidak akan terjadi.

Uraian diatas dapat dirumuskan sebagai berikut:

Keterangan :

B= Behaviour
F= Fungsi
Bi= Behaviour Intention
Ss= Social Support
Ai= Accessebility of Information
Pa= Personal Autonomy
As= Action Situation

Disimpulkan bahwa perilaku kesehatan seseorang atau masyarakat ditentukan oleh niat orang
terhadap objek kesehatan, ada atau tidaknya dukungan dari masyarakat sekitarnya, ada atau
tidaknya informasi tentang kesehatan, kebebasan dari individu untuk mengambil
keputusan/bertindak, dan situasi yang memungkinkan ia berperilaku/bertindak atau tidak
berperilaku/bertindak.

Adapun contoh kasusnya yaitu :


Seseorang ibu yang tidak mau ikut KB, adapun faktor yang mungkin mempengaruhinya yaitu
karena ia tidak ada minat dan niat terhadap KB ( behaviour intention ), atau barangkali juga
karena tidak ada dukungan dari masyarakat sekitarnya ( social-support), kurang atau tidak
memperoleh informasi yang kuat tentang KB (accessebility of information), atau mungkin ia
tidak mempunyai kebebasan untuk menentukan, misalnya harus tunduk kepada suami,
mertuanya atau orang lain yang ia segani ( personal autonomy). Faktor lain yang mungkin
menyebabkan ibu ini tidak iku KB adalah karena situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan,
misalnya alasan kesehatan ( action situation).
C. TEORI WHO

Tim kerja dari WHO mengenalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu berprilaku
tertentu karena adanya 4 alasan pokok. yaitu :

  Sikap akan terwujud didalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu.
  Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu kepada pengalaman orang
lain.
  Sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan pada banyak atau sedikitnya
pengalaman seseorang.
  Nilai (value).

1.      Pemikiran dan perasaan (thoughts and felling),

yakni dalambentuk pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan-kepercayaan, dan penilaian-


penilaian seseorang terhadap objek (dalam hal ini adalah objek kesehatan).

-          Pengetahuan

Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain. Seorang
anak memperoleh pengetahuan bahwa api itu panas setelah memperoleh pengetahuan bahwa api
itu panas setelah memperoleh pengalaman, tangan atau kakinya kena api. Seorang ibu akan
mengimunisasikan anaknya setelah melihat anak tetangganya kena penyakit polio sehingga
cacat, karena anak tetangganya tersebut belum pernah memperoleh imunisasi polio.

-          Kepercayaan

Kepercayaan sering di peroleh dari orang tua, kakek, atau nenek. Seseorang menerima
kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu. Misalnya
wanita hamil tidak boleh makan telur agar tidak kesulitan waktu melahirkan.

-          Sikap

Sikap mengambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap sering
diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat. Sikap membuat seseorang
mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap positif terhadap nilai-nilai kesehatan
tidak selalu terwujud dalam suatu tindakan yang nyata. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan
yang telah disebutkan diatas.

1.      Sikap akan terwujud didalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu. Misalnya, seorang
ibu yang anaknya sakit, segera ingin membewanya ke puskesmas, tetapi pada saat itu tidak
mempunyai uang sepeserpun sehingga ia gagal membawa anaknya ke puskesmas.
2.      Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu kepada pengalaman orang
lain. Seorang ibu tidak mau membawa anaknya yang sakit keras kerumah sakit, meskipun ia
mempunyai sikap yang positif terhadap RS, sebab ia teringat akan anak tetangganya yang
meninggal setelah beberapa hari di RS.
3.      Sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan pada banyak atau sedikitnya
pengalaman seseorang. Seorang akseptor KB dengan alat kontrasepsi IUD mengalami
perdarahan. Meskipun sikapnya sudah positif terhadap KB, tetapi ia kemudian tetap tidak mau
ikut KB dengan alat kontrasepsi apapun.
4.      Nilai (value). Di dalam suatu masyarakat apapun selalu berlaku nilai-nilai yang menjadi
pegangan setiap orang dalam menyelenggarakan hidup bermasyarakat. Misalnya, gotong royong
adalah suatu nilai yang selalu hidup di masyarakat.

2.      Orang penting sebagai referensi (personal reference)

Perilaku orang lebih-lebih prilaku anak kecil, lebih banyak dipengaruhi oleh orang-orang
yang dianggap penting. Apabila seseorang itu penting untuknya, maka apa yang ia katakan atau
perbuatan cenderung untuk dicontoh. Untuk anak-anak sekolah misalnya, maka gurulah yang
menjadi panutan perilaku mereka. Orang-orang yang dianggap penting ini sering disebut
kelompok referensi (reference group), antara lain guru, para ulama, kepala adapt (suku), kepala
desa, dan sebagainya.

3.      Sumber-sumber daya (resource)

Sumber daya disini mencakup fasilitas, uang, waktu, tenaga, dan sebagainya. Semua itu
berpengaruh terhadap perilaku seseorang atau sekelompok masyarakat. Pengaruh sumber daya
terhadap perilaku dapat bersifat positif maupun negative. Misalnya pelayanan puskesmas, dapat
berpengaruh positif terhadap perilaku penggunaan puskesmas tetapi juga dapat berpengaruh
sebaliknya.

4.      Kebudayaan (culture)

Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai, dan penggunaan sumber-sumber didalam suatu


masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup (way of life) yang pada umumnya disebut
kebudayaan.

Kebudayaan ini terbentuk dalam waktu yang lama sebagai akibat dari kehidupan suatu
masyarakat bersama. Kebudayaan selalu berubah, baik lambat ataupun cepat, sesuai dengan
peradaban umat manusia. Kebudayaan atau pola hidup masyarakatdi sini merupakan kombinasi
dari semua yang telah disebutkan diatas. Perilaku yang normal adalah salah satu aspek dari
kebudayaan, dan selanjutnya kebudayaan mempunyai pengaruh yang dalam terhadap perilaku
ini.

Perilaku yang sama diantara beberapa orang dapat disebabkan oleh sebab atau latarbelakang
yang berbeda-beda. Misalnya, alasan masyarakat tidak mau berobat kepuskesmas. Mungkin
karena tidak percaya terhadap puskesmas, mungkin takut pada dokternya, mungkin tidak tahu
fungsinya puskesmas, dan lain sebagainya.
Secara sederhana dapat diilustrasikan sebagai berikut :

B = f (TF, PR, R, C)
Di mana :

B = behaviour

f = fungsi

TF = thoughts and feeling

PR = personal reference

R = resources

C = culture

Disimpulkan bahwa prilaku kesehatan seseorang atau masyarakat ditentukan oleh


pemikiran dan perasaan seseorang, adanya orang lain yang dijadikan referensi dan sumber-
sumber atau fasilitas-fasilitas yang dapat mendukung perilaku dan kebudayaan masyarakat.

Contoh Kasus

Seseorang yang tidak mau membuat jamban keluarga, atau tidak mau buang air besar
dijamban, mungkin karena ia mempunyai pemikiran dan perasaan yang tidak enak kalau buang
air besar dijamban (thought and feeling). Atau barangkali karena tokoh idolanya juga tidak
membuat jamban keluarga sehingga tidak ada orang yang menjadi referensinya (personal
reference). Factor lain juga mungkin karena langkah sumber-sumber yang diperlukan atau tidak
mempunyai biaya untuk membuat jamban keluarga (resource). Factor lain lagi mungkin karena
kebudayaan (culture), bahwa jamban keluarga belum merupakan budaya masyarakat.

D. TEORI SPRANGER

Faktor penentu atau diterminan perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena perilaku merupakan
resultansi dari berbagai faktor, baik internal maupun eksternal (lingkungan). Pada garis besarnya
perilaku manusia dapat dilihat dari 3 aspek, yakni aspek fisik, psikis, dan sosial. Akan tetapi dari
ketiga aspek tersebut sulit untuk ditarik garis yang tegas dalam mempengaruhi perilaku manusia.
Secara lebih terinci perilaku manusia sebenarnya merupakan refleksi dari berbagai gejala
kejiwaan, seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi, sikap, dan
sebagainya. 

Namun demikian pada realitasnya sulit dibedakan atau dideteksi gejala kejiwaan yang
menentukan perilaku seseorang. Apabila ditelusuri lebih lanjut, gejala kejiwaan tersebut di atas
ditentukan atau dipengaruhi oleh berbagai faktor lain, di antaranya adalah faktor pengalaman,
keyakinan, sarana fisik, sosio-budaya masyarakat, dan sebagainya sehingga proses terbentuknya
perilaku ini dapat diilustrasikan seperti gambar berikut ini. 

Asumsi Diterminan Perilaku Manusia


Di samping asumsi-asumsi tersebut, ada beberapa asumsi lain, antara lain asumsi yang
mendasarkan kepada teori kepribadian dari Spranger. Spranger membagi kepribadian manusia
itu menjadi 6 macam nilai kebudayaan. Kepribadian seseorang ditentukan oleh salah satu nilai
kebudayaan yang dominan pada diri orang tersebut. Selanjutnya kepribadian tersebut akan
menentukan pola dasar perilaku manusia yang bersangkutan, seperti terlihat pada tabel di bawah
ini. 

Nilai Kebudayaan Sebagai Dasar Perilaku Manusia Menurut Spranger 

Nilai Kebudayaan Tipe Perilaku Dasar


Kepribadian
Ilmu Pengetahuan Manusia teori Berpikir \
Ekonomi Manusia Bekerja Menikmati
Kesenian ekonomi. Keindahan
Manusia estetik
Keagamaan
Memuja
Kemasyarakatan Manusia agama
Berbakti/korban Ingin
Politik/Kenegaraan Manusia sosial
berkuasa/memerintah.
Manusia kuasa
1. Teorostimulus organisme

TEORI S-O-R Dalam penelitian ini model yang digunakan adalah model S-O-R
(Stimulus, Organism, Respon). Teori SOR sebagai singkatan dari Stimulus-Organism-Response.
Objek materialnya adalah manusia yang jiwanya meliputi komponen-komponen : sikap, opini,
perilaku, kognisi, afeksi dan konasi.

Menurut model ini, organism menghasilkan perilaku tertentu jika ada kondisi stimulus
tertentu pula, efek yang ditimbulkan adalah reaksi khusus terhadap stimulus khusus, sehingga
seseorang dapat mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi
komunikan.

Asumsi dasar dari model ini adalah : media massa menimbulkan efek yang terarah,
segera dan langsung terhadap komunikan. Stimulus Response Theory atau SR theory. Model ini
menunjukkan bahwa komunikasi merupakan proses aksi-reaksi. Artinya model ini mengasumsi
bahwa kata-kata verbal, isyarat non verbal, simbolsimbol tertentu akan merangsang orang lain
memberikan respon dengan cara tertentu. Pola S-O-R ini dapat berlangsung secara positif atau
negatif;misal jika orang tersenyum akan dibalas tersenyum ini merupakan reaksi positif, namun
jika tersenyum dibalas dengan palingan muka maka ini merupakan reaksi negatif. Model inilah
yang kemudian mempengaruhi suatu teori klasik komunikasi yaitu Hypodermic needle atau teori
jarum suntik. Asumsi dari teori inipun tidak jauh berbeda dengan model S-O-R, yakni bahwa
media secara langsung dan cepat memiliki efek yang kuat terhadap komunikan. Artinya media
diibaratkan sebagai jarum suntik besar yang memiliki kapasitas sebagai perangsang (S) dan
menghasilkan tanggapan (R) yang kuat pula.

Jadi unsur model ini adalah :

a. Pesan (Stimulus,S)
b. Komunikan (Organism,O)
c. Efek (Response, R)

Dalam proses perubahan sikap tampak bahwa sikap dapat berubah hanya jika stimulus
yang menerpa melebihi semula. Prof.Dr.mar’at dalam bukunya “Sikap Universitas Sumatera
Utara 22 Manusia, Perubahan serta Pengukurannya”, mengutip pendapat Hovland, Janis dan
Kelley yang menyatakan bahwa dalam menelaah sikap yang baru ada tiga variabel penting, yaitu
perhatian, pengertian dan penerimaan.

Respon atau perubahan sikap bergantung pada proses terhadap individu. Stimulus yang
merupakan pesan yang disampaikan kepada komunikan dapat diterima atau ditolak, komunikasi
yang terjadi dapat berjalan apabila komunikan memberikan perhatian terhadap stimulus yang
disampaikan kepadanya. Sampai pada proses komunikan tersebut memikirkannya sehingga
timbul pengertian dan penerimaan atau mungkin sebaliknya. Perubahan sikap dapat terjadi
berupa perubahan kognitid, afektif atau behavioral.

Hosland, et al (1953) mengatakan bahwa proses perubahan perilaku pada hakekatnya


sama dengan proses belajar. Proses perubahan perilaku tersebut menggambarkan proses belajar
pada individu yang terdiri dari :

- Stimulus (rangsang) yang diberikan pada organisme dapat diterima atau ditolak. Apabila
stimulus tersebut tidak diterima atau ditolak berarti stimulus itu tidak efektif mempengaruhi
perhatian individu dan berhenti disini. Tetapi bila stimulus diterima oleh organisme berarti
ada perhatian dari individu dan stimulus tersebut efektif.
- Apabila stimulus telah mendapat perhatian dari organisme (diterima) maka ia mengerti
stimulus ini dilanjutkan kepada proses berikutnya.
- Setelah itu organisme mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi kesediaan untuk bertindak
demi stimulus yang telah diterimanya (bersikap).
- Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan maka stimulus tersebut
mempunyai efek tindakan dari individu tersebut (perubahan perilaku).
Selanjutnya teori ini mengatakan bahwa perilaku dapat berubah hanya apabila stimulus
(rangsang) yang diberikan benar-benar melebihi dari stimulussemula. Stimulus yang dapat
melebihi stimulus semula ini berarti stimulus yang diberikan harus dapat meyakinkan organisme
ini, faktor reinforcement memegang peranan penting.

Stimulus atau pesan yang disampaikan kepada komunikan mungkin diterima atau
mungkin ditolak. Komunikasi akan berlangsung jika ada perhatian komunikan. Proses berikutnya
komunikan mengerti. Kemampuan komunikan inilah yang melanjutkan proses berikutnya.
Setelah komunikan mengolahnya dan menerimanya, maka terjadilah kesediaan untuk mengubah
sikap.

Teori ini mendasarkan asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku tergantung
kepada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan organisme. Artinya kualitas
dari sumber komunikasi (sources) misalnya kredibilitas, kepemimpinan, gaya berbicara sangat
menentukan keberhasilan perubahan perilaku seseorang, kelompok atau masyarakat

2. Jelaskan dan lengkapi dengan contoh proses pembentukan dan perubahan perilaku
menurut teori berikut

A. TEORI STIMULUS ORGANISME

TEORI S-O-R Dalam penelitian ini model yang digunakan adalah model S-O-R
(Stimulus, Organism, Respon). Teori SOR sebagai singkatan dari Stimulus-Organism-Response.
Objek materialnya adalah manusia yang jiwanya meliputi komponen-komponen : sikap, opini,
perilaku, kognisi, afeksi dan konasi.

Menurut model ini, organism menghasilkan perilaku tertentu jika ada kondisi stimulus
tertentu pula, efek yang ditimbulkan adalah reaksi khusus terhadap stimulus khusus, sehingga
seseorang dapat mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi
komunikan.

Asumsi dasar dari model ini adalah : media massa menimbulkan efek yang terarah,
segera dan langsung terhadap komunikan. Stimulus Response Theory atau SR theory. Model ini
menunjukkan bahwa komunikasi merupakan proses aksi-reaksi. Artinya model ini mengasumsi
bahwa kata-kata verbal, isyarat non verbal, simbolsimbol tertentu akan merangsang orang lain
memberikan respon dengan cara tertentu. Pola S-O-R ini dapat berlangsung secara positif atau
negatif;misal jika orang tersenyum akan dibalas tersenyum ini merupakan reaksi positif, namun
jika tersenyum dibalas dengan palingan muka maka ini merupakan reaksi negatif. Model inilah
yang kemudian mempengaruhi suatu teori klasik komunikasi yaitu Hypodermic needle atau teori
jarum suntik. Asumsi dari teori inipun tidak jauh berbeda dengan model S-O-R, yakni bahwa
media secara langsung dan cepat memiliki efek yang kuat terhadap komunikan. Artinya media
diibaratkan sebagai jarum suntik besar yang memiliki kapasitas sebagai perangsang (S) dan
menghasilkan tanggapan (R) yang kuat pula.
Jadi unsur model ini adalah :

d. Pesan (Stimulus,S)

e. Komunikan (Organism,O)

f. Efek (Response, R)

Dalam proses perubahan sikap tampak bahwa sikap dapat berubah hanya jika stimulus
yang menerpa melebihi semula. Prof.Dr.mar’at dalam bukunya “Sikap Universitas Sumatera
Utara 22 Manusia, Perubahan serta Pengukurannya”, mengutip pendapat Hovland, Janis dan
Kelley yang menyatakan bahwa dalam menelaah sikap yang baru ada tiga variabel penting, yaitu
perhatian, pengertian dan penerimaan.

Respon atau perubahan sikap bergantung pada proses terhadap individu. Stimulus yang
merupakan pesan yang disampaikan kepada komunikan dapat diterima atau ditolak, komunikasi
yang terjadi dapat berjalan apabila komunikan memberikan perhatian terhadap stimulus yang
disampaikan kepadanya. Sampai pada proses komunikan tersebut memikirkannya sehingga
timbul pengertian dan penerimaan atau mungkin sebaliknya. Perubahan sikap dapat terjadi
berupa perubahan kognitid, afektif atau behavioral.

Adapun keterkaitan model S-O-R dalam penelitian ini adalah :

1.Stimulus yang dimaksud adalah pesan yang disampaikan dalam rubrik fashion di
majalah Cosmogirl.

4. Organisme yang dimaksud adalah mahasiswi Ekonomi USU, Medan.

5. Respon yang dimaksud adalah opini khalayak pembaca di kalangan mahasiswi.

Hosland, et al (1953) mengatakan bahwa proses perubahan perilaku pada hakekatnya


sama dengan proses belajar. Proses perubahan perilaku tersebut menggambarkan proses belajar
pada individu yang terdiri dari :

- Stimulus (rangsang) yang diberikan pada organisme dapat diterima atau ditolak. Apabila
stimulus tersebut tidak diterima atau ditolak berarti stimulus itu tidak efektif mempengaruhi
perhatian individu dan berhenti disini. Tetapi bila stimulus diterima oleh organisme berarti
ada perhatian dari individu dan stimulus tersebut efektif.
- Apabila stimulus telah mendapat perhatian dari organisme (diterima) maka ia mengerti
stimulus ini dilanjutkan kepada proses berikutnya.
- Setelah itu organisme mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi kesediaan untuk bertindak
demi stimulus yang telah diterimanya (bersikap).
- Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan maka stimulus tersebut
mempunyai efek tindakan dari individu tersebut (perubahan perilaku).

Selanjutnya teori ini mengatakan bahwa perilaku dapat berubah hanya apabila stimulus
(rangsang) yang diberikan benar-benar melebihi dari stimulussemula. Stimulus yang dapat
melebihi stimulus semula ini berarti stimulus yang diberikan harus dapat meyakinkan organisme
ini, faktor reinforcement memegang peranan penting.

Stimulus atau pesan yang disampaikan kepada komunikan mungkin diterima atau
mungkin ditolak. Komunikasi akan berlangsung jika ada perhatian komunikan. Proses berikutnya
komunikan mengerti. Kemampuan komunikan inilah yang melanjutkan proses berikutnya.
Setelah komunikan mengolahnya dan menerimanya, maka terjadilah kesediaan untuk mengubah
sikap.

Teori ini mendasarkan asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku tergantung
kepada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan organisme. Artinya kualitas
dari sumber komunikasi (sources) misalnya kredibilitas, kepemimpinan, gaya berbicara sangat
menentukan keberhasilan perubahan perilaku seseorang, kelompok atau masyarakat

B. TEORI FESTINGER (DISSONANCE THEORY)


Dalam teori ini menyebutkan bahwa dissonance (ketidakseimbangan) terjadi karena dalam
diri individu terdapat dua elemen kognisi yang saling bertengtangan. Elemen bertetangan
yaitu pengetahuan, pendapat atau keyakinan. Apabila individu menghadapi suatu stimulus
atau objek, dan stimulus tersenbut menimbulkan pendapat atau keyakinan yang berbeda di
dalam individu itu sendiri. Penyeleseian konflik ini adalah penyesuaian diri secara kognitif.
Dengan penyesuain diri ini maka akan terjadi keseimbangan kembali dan keberhasilan yang
ditunjukan itu dengan tercapainya keseimbangan kembali menunjukan adanya perubahan
sikap dan akhirnya akan terjadi perubahan perilaku (Notoatmjdo, 2007).

C. TEORI FUNGSI
ini berdasarkan anggapan bahwa perubahan perilaku indivi tergantung kepada kebutuhan.
Hal ini berarti stimulus yang dibutuhkan adalah stimulus yang dapat dimengerti dalam
konteks kebutuhan orang tersebut. Menurut Katz perilaku dilatarbelaknagi oleh kebutuhan 5
individu yang bersangkutan (Notoatmdjo, 2007). Perilaku memiliki fungsi instrumental yaitu
seseorang dapat bertindak (berperilaku) positif terhadap objek demi kebutuhannya. Perilaku
berfungsi sebagai defence macanism atau sebagai pertahanan diri dalam menghadapi
lingkunganya. Perilaku berfungsi sebagi penerima objek dan pemberi arti. Dalam peranya
dengan tindakan itu seseorang senatiasa menyesuaikan diri dengan lingkunganya. Perilaku
berfungsi sebagai nilai ekspresif dari diri seseorang dalam menjawab suatu situasi.
Menurut katz
 perilaku dilatarbelakangi oleh kebutuhan individu yang bersangkutan. Teori ini
berdasarkan anggapan bahwa perubahan perilaku individual itu tergantung kepada
keutuhan, Hal ini berarti bahwa stimulus yang dapat mengakibatkan perubahan
perilaku seseorang apabila stimulus tersebut dapat dimengerti dalam konteks
kebutuhan orang tersebut. Katz berasumsi bahwa:
 
1. Perilaku itu memiliki fungsi instrumental                                                              
2.Perilaku berfungsi sebagai penerima objek dan memberikan arti   
3.Perilaku dapat berfungsi sebagai ’defence macanism’ atau sebagai pertahanan diri
    dalam manghadapi lingkungannya
4.Perilaku berfungsi sebagai nilai ekspresif daridiri seseorang dalam menjawab suatu
situasi.
             
Teori ini berkeyakinan bahwa perilaku itu mempunyai fungsi untuk menghadapi
dunia luar individu, dan senantiasa menyesuaikan diri dengan lingkungannnya
menurut kebutuhannnya. Oleh sebab itu, didalam kehidupan manusia, perilaku itu
tampak terus-menerus dan berubah secara relatif.

D. TEORI KURT LEWIN


Kurt Lewin berpendapat bahwa perilaku manusia adalah suatu keadaan yang
seimbang antara kekuata-kekuatan pendorong (driving forces) dan kekuatan-kekuatan
penahan (restining forces). Perilaku itu dapat berubah apabila kekuatan-kekuatan
dalam diri tersebut memilki ketidakseimbangan di dalam diri seseorang maka ada tiga
terjadinya perubahan perilaku, (Notoatmodjo, 2007). Kekuatan –kekuatan pendorong
meningkat sehingga akan terjadinya pendorong untuk perubahan perilaku. Stimulus
ini berupaya penyuluhan atau informasi yang diberikan. Kekuatan kekutan penahan
melemah sehingga akan menurunkan kekuatan penahan. Kekuatan pendorong
meningkat, kekuatan penahan menurun.

Kurt Lewin (1970) berpendapat bahwa perilaku manusia itu adalah suatu keadaan
yang seimbang antara kekuatan-kekuatan pendorong (driving forces) dan kekuatan
penahan (restrining forces). Perilaku itu dapat berubah apabila terjadi ketidak
seimbangan antata kedua kekuatan tersebut di dalam diri seseorang.

 Ciri ciri utama dari teori Kurt Lewin


  Tingkah laku adalah suatu fungsi dari medan yang ada pada waktu tingkah laku
itu terjadi.
  Analisis mulai dengan situasi sebagai keseluruhan dari mana bagian-bagian
komponennya dipisahkan.
  Orang yang konkret dalam situasi yang kongkret dapat digambarkan secara
matematis. 

 
  perilaku manusia itu adalah suatu keadaan yang seimbang antara kekuatan-kekuatan
pendorong (driving forces) dan kekuatan penahan (restrining forces). Perilaku itu dapat
berubah apabila terjadi ketidak seimbangan antata kedua kekuatan tersebut di dalam diri
seseorang.
    Ciri ciri utama dari teori Kurt Lewin:
         Tingkah laku adalah suatu fungsi dari medan yang ada pada waktu tingkah
laku itu terjadi.
         Analisis mulai dengan situasi sebagai keseluruhan dari mana bagian-bagian
komponennya dipisahkan.
         Orang yang konkret dalam situasi yang kongkret dapat digambarkan secara
matematis.
Contoh
E. LAQUATRA AND DANISH
Laquarta dan DanishTeori ini menyatakan bahwa konseling untuk mengubah perilaku
terdiri dari dua tahap. Tahap pertama dilakukan untuk mengembangkan hubungan
yang kuat dan saling percaya antara klien dengan konselor. Tahap kedua menyangkt
pembentuksn strategi perubahan perilaku. Strategi memecahkan masalah tidak dapat
dilakukan sebelum konselor mengerti masalah apa yang ada dalam diri klien.
Hubungan yang baik merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dariketerampilan
konseling. Keberhasilan konseling terutama didasari oleh kemampuan membangun
komunikasi dan tingkat keterampilan konselor dari dua tahap di atas
F. PAVLOV AT AL
Teori Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov Teori classical conditioning adalah
sebuah prosedur penciptaan refleks baru dengan cara mendatangkan stimulus sebelum
terjadinya refleks tersebut. Dengan adanya stimulus berupa hadiah (reward) yang
diberikan kepada peserta didik dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa, sehingga
siswa lebih tertarik pada guru, artinya tidak membenci atau bersikap acuh tak acuh ,
tertarik pada mata pelajaran yang diajarkan, mempunyai antusias yang tinggi serta
mengendalikan perhatianya terutama pada guru, selalu mengingat pelajaran dan
mempelajarinya kembali, dan selalu terkontrol oleh lingkungan. Contohnya yaitu
pada awal tatap muka antara guru dan murid dalam kegiatan belajar mengajar,
seorang guru menunjukkan sikap yang ramah dan memberi pujian terhadap murid
muridnya, sehingga para murid merasa terkesan dengan sikap yang ditunjukkan
gurunya.
Contoh :
Konseling gizi
Penyuluhann gizi

G. HEALTH BEILEF MODEL


Memfokuskan kepada kemampuan seseorang mengarahkan keberhasilan untuk
memperoleh kesehatan yang lebih baik melaluli perubahan perilaku. Model prinsip
perubahan perilaKU
I. Compliance
Seorang mengubah sikapnya utk mendapatkan reaksi diri yang menyenangkan
atau menghindari hal2 yg tidak menyenangkan dr orang lain
II. Identifikasi
Seseorang menganut sikap yg dimiliki org lain yg dikagumi, segani dam
disenangi
III.Internalisasi (Menyadari manfaatnya)
Seseorang menerima sikap yang baru karena memang perubahan sikap itu
masih selaras dengan sikap dan nilai2 yg telah dimiliki sebelumnya
CONTOH : Seorang klien memutuskan melakukan diet rendah lemak setelah
mengalami serangan jantung
CONTOH : Seorang klien memutuskan melakukan diet rendah kalori setelah
mengalami peningkatan kadar gula darah

H. MODEL TRANSTEORETIKAL
Transtheoretical Model adalah perubahan perilaku atas kesiapan individu untuk memiliki
tindakan yang lebih sehat, memberikan strategi, atau proses perubahan untuk memandu
individu untuk berperilaku sehat melalui tahapan perubahan dan pemeliharaan kesehatan.
Model ini menjelaskan bagaimana individu memodifikasi perilaku yang menjadi masalah
dan memperoleh perilaku positif. Transtheorical model adalah model yang fokus pada
pembuatan keputusan oleh individu. Asumsi dasar model ini adalah pada dasarnya
individu tidak dapat merubah perilaku dalam waktu yang singkat, terutama pada perilaku
yang menjadi kebiasaan sehari-hari. Terdapat lima tahapan menuju perubahan bagi
individu: Pre-contemplation, Contemplation, Preparation, Action, dan Maintanance.

            Model transteoritikal merupakan model biopsikososial yang integratif, mengenai


perubahan perilaku yang disengaja.Tidak seperti model ataupun teori perilaku lainnya yang
eksklusif hanya terfokus pada dimensi tertentu, seperti pengaruh sosial atau biologi.

            Model ini juga berupaya menyatukan dan mengintegrasikan konstruksi kunci dari
beberapa teori menjadi suatu model perubahan perilaku yang komperhensif agar dapat digunakan
dalam beragam perilaku, populasi dan keadaan (pengobatan, upaya pencegahan, atau upaya
pembuat kebijakan).

            The Transtheoretical Model menurut Prochaska dan DiClemente (1983) adalah suatu
model yang integratif tentang perubahan perilaku. Kunci pembangun dari teori lain yang
terintegrasi. Model ini menguraikan bagaimana orang-orang memodifikasi perilaku masalah atau
memperoleh suatu perilaku yang positif dari perubahan perilaku tersebut.

            Model ini adalah suatu perubahan yang disengaja untuk mengambil suatu keputusan dari
individu tersebut. Model melibatkan emosi, pengamatan dan perilaku, melibatkan pula suatu
kepercayaan diri.

            Model ini dikembangkan dari pengalaman dalam pelaksanaan program yang
berhubungan dengan perilaku merokok dan pemakaian obat-obatan terlarang. Program ini
meneliti perubahan sebagai sesuatu proses dan mengakui bahwa tiap orang memiliki tingkat
kesediaan atau motivasi yang berbeda untuk berubah. Transtheoretical model mengemukakan
enam tahap (stage) terpisah.  Melalui tahap-tahap ini, seseorang dapat berubah ke arah perilaku
sehat jangka panjang yang positif. Enam tahap tersebut adalah:

1. Pra Kontemplasi (belum menyatakan/ belum siap untuk berubah)

2. Kontemplasi (mempertimbangkan untuk berubah)

3. Persiapan (komitmen yang serius untuk berubah)

4. Aksi (perubahan di mulai)

5. Pemeliharaan ( mempertahankan perubahan)

Tahap Perubahan menurut Transtheoretical model

 Pra Perenungan (Precontemplation)

            Pada tahap ini seseorang tidak peduli untuk melakukan aksi terhadap masa depan yang
dapat diperkirakan. Pengukuran biasanya diukur dalam enam bulan berikutnya.Rasa
ketidakpedulian ini terjadi disebabkan oleh kurang tahunya mengenai konsekuensi suatu
perilaku.

 Perenungan (Contemplation)

            Pada tahap ini seseorang peduli untuk berubah pada enam bulan berikutnya.Individu
lebih peduli dalam kemungkinan perubahan.Akan tetapi, seringkali peduli terhadap konsekuensi
secara akut.

 Persiapan (Preparation)

            Pada tahap ini seseorang peduli melakukan aksi dengan secepatnya di masa
mendatang.Pengukuran dilakukan biasanya pada bulan berikutnya.Seseorang pada tahap ini
secara khusus melakukan beberapa aksi yang signifikan pada tahun sebelumnya.

 Aksi (Action)

            Tahap dimana seseorang telah melakukan modifikasi spesifik pada gaya hidupnya selama
enam bulan terakhir. Pada tahap ini aksi sudah dapat diamati. Dalam transtheoretical model, aksi
hanya ada sekali dari lima tahap dan tidak semua modifikasi perilaku disebut aksi.

 Pemeliharan (Maintenance)

            Pada tahap yang terakhir ini seseorang berupaya untuk mecegah munculnya perilaku
yang tidak diinginkan. Akan tetapi seringkali seseorang tidak menerapkan proses perubahan
aksinya.
APLIKASI TRANSTHEORETICAL MODEL

            Model ini sebelumnya telah diterapkan dalam berbagai masalah perilaku. Berhenti
merokok, olahraga, diet rendah lemak, pengujian radon, penyalahgunaan alkohol, mengontrol
berat badan, penggunaan kondom untuk perlindungan HIV, perubahan organisasi, penggunaan
tabir surya untuk mencegah kanker kulit, penyalahgunaan obat, kepatuhan medis, skrining
mamografi, dan manajemen stres. Salah satu contoh yang akan dijelaskan secara rinci adalah
berhenti merokok.

1. Pra kontemplasi: Perokok cenderung menghindari membaca, berbicara atau berpikir


tentang bahaya rokok.
2. Kontemplasi: Orang tersebut (perokok) sudah mulai mengetahui atau menyadari bahwa
perilaku yang ia miliki adalah sebuah masalah dan mulai melihat keuntungan dan
kerugian yang bisa ditimbulkan jika ia tetap melakukan perilaku tersebut.
3. Persiapan: Orang tersebut sudah mulai memiliki keinginan untuk melakukan perubahan
perilaku dan mungkin ia mulai dari sesuatu yang kecil, seperti perlahan-lahan
mengurangi jumlah rokok yang biasanya dihabiskan
4. Aksi: Perokok sudah memulai untuk tidak merokok lagi.
5. Pemeliharaan: Perokok mempertahankan untuk tidak merokok lagi walaupun kadang
terdapat godaan.

Aplikasi transtheoritical model juga dapat dilakukan pada program diet seseorang. Dengan
tahap-tahapannya adalah:

1. Pra kontemplasi: Awalnya orang yang memiliki bentuk tubuh kurang ideal dan memiliki
permasalahan dalam kesehatan tubuh menghindari segala promosi program diet. Bahkan,
terkesan tidak percaya dengan segala program diet yang ada.
2. Kontemplasi: Orang tersebut sudah mulai mengetahui atau menyadari bahwa perilaku
yang ia miliki adalah sebuah masalah dan mulai melihat keuntungan dan kerugian yang
bisa ditimbulkan jika ia tetap melakukan perilaku tersebut.
3. Persiapan: Orang tersebut sudah mulai memiliki keinginan untuk melakukan perubahan
perilaku dan mungkin ia mulai dari sesuatu yang kecil, seperti perlahan-lahan membenahi
pola makan dan melakukan olahraga meski belum rutin.
4. Aksi: Pemilik tubuh yng kurang ideal sudah memulai untuk mengatur pola makan dan
melakukan olahraga rutin.
5. Pemeliharaan: Orang tersebut mempertahankan untuk tetap mengatur pola makan yang
baik dan olahraga ketat, bahkan mungkin sampai menghitung kadar kandungan yang ada
di tiap makanan
I. THEORY OF REASONED ACTION

Teori ini menguhubungkan antara keyakinan (belief), sikap (attitude), kehendak (intention) dan
perilaku (behavior). Kehendak merupakan prediktor terbaik perilaku, artinya jika ingin
mengetahui apa yang akan dilakukan seseorang, cara terbaik adalah mengetahui kehendak orang
tersebut. Namun, seseorang dapat membuat pertimbangan berdasarkan alasan-alasan yang sama
sekali berbeda (tidak selalu berdasarkan kehendak). Konsep penting dalam teori ini adalah fokus
perhatian (salience), yaitu mempertimbangkan sesuatu yang dianggap penting. Kehendak
(intention) ditentukan oleh sikap dan norma subyektif (Jogiyanto, 2007).

Theory of Reasoned Action (TRA) atau Teori Tindakan Beralasan atau Teori Aksi Beralasan
mengatakan bahwa sikap mempengaruhi perilaku melalui suatu proses pengambilan keputusan
yang teliti dan beralasan, dan dampaknya terbatas hanya pada tiga hal. Pertama, perilaku tidak
banyak ditentukan oleh sikap umum tetapi oleh sikap yang spesifik terhadap sesuatu. Kedua,
perilaku tidak hanya dipengaruhi oleh sikap tetapi juga oleh norma subyektif (subjective norms)
yaitu keyakinan kita mengenai apa yang orang lain inginkan agar kita lakukan. Ketiga, sikap
terhadap suatu perilaku bersama-sama norma subyektif membentuk suatu intensi atau niat untuk
berperilaku tertentu.

REPORT THIS AD

Jogiyanto (2007) berpendapat bahwa  intensi atau niat merupakan fungsi dari sua determinan
dasar, yaitu sikap individu terhadap perilaku (merupakan aspek personal) dan persepsi individu
terhadap tekanan sosial untuk melakukan atau untuk tidak melakukan perilaku yang disebut
dengan norma subyektif. Secara singkat, praktik atau perilaku menurut Theory of Reasoned
Action (TRA) dipengaruhi oleh niat, sedangkan niat dipengaruhi oleh sikap dan norma subyektif.
Sikap sendiri dipengaruhi oleh keyakinan akan pendapat orang lain serta motivasi untuk menaati
pendapat tersebut. Secara lebih sederhana, teori ini mengatakan bahwa seseorang akan
melakukan suatu perbuatan apabila ia memandang perbuatan itu positif dan bila ia percaya orang
lain ingin agar ia melakukannya. Lebih jelasnya, ada beberapa komponen dalam Theory of
Reasoned Action :
1. Behavior Belief

Mengacu pada keyakinan seseorang terhadap perilaku tertentu, disini seseorang akan
mempertimbangkan untung atau rugi dari perilaku tersebut (outcome of the behavior), disamping
itu juga dipertimbangkan pentingnya konsekuensi-konsekuensi yang akan terjadi bagi individu
bila ia melakukan perilaku tersebut (evaluation regarding of the outcome)

2. Normative Belief

Mencerminkan dampak keyakinan normatif, disini mencerminkan dampak dari norma-norma


subyektif dan norma sosial yang mengacu pada keyakinan seseorang terhadap bagaimana dan
apa yang dipikirkan orang-orang yang dianggap penting oleh individu (referent persons) dan
motivasi seseorang untuk mengikuti perilaku tersebut (seberapa penting kita menerima saran
atau anjuran dari orang lain)

3. Attitude towards the behavior

Sikap adalah fungsi dari kepercayaan tentang konsekuensi perilaku atau keyakinan normatif,
persepsi terhadap konsekuensi seuatu perilaku dan penilaian terhadap perilaku tersebut. Sikap
juga berarti perasaan umum yang menyatakan keberkenaan atau ketidakberkenaan seseorang
terhadap suatu objek yang mendorong tanggapannya. Faktor sikap merupakan poin penentu
perubahan perilaku yang ditujukan oleh perubahan sikap seseorang dalam menghadapi sesuatu.

4. Importance Norms

Norma-norma penting atau norma-norma yang berlaku di masyarakat, adalah pengaruh faktor
sosial budaya yang berlaku di masyarakat dimana seseorang tinggal. Unsur-unsur sosial budaya
yang dimaksud seperti “gengsi” yang juga dapat membawa seseorang untuk mengikuti atau
meninggalkan sebuah perilaku.

5. Subjective Norms

Norma subjektif atau norma yang dianut seseorang atau keluarga. Dorongan anggota keluarga,
termasuk kawan terdekat juga mempengaruhi agar seseorang dapat menerima perilaku tertentu,
yang kemudian diikuti dengan saran, nasehat dan motivasi dari keluarga atau kerabat.
Kemampuan anggota keluarga atau kerabat terdekat mempengaruhi seorang individu untuk
berperilaku seperti yang mereka harapkan diperoleh dari pengalaman, pengetahuan dan penilaian
individu tersebut terhadap perilaku tertentu dan keyakinannya melihat keberhasilan orang lain
berperilaku seperti yang disarankan.

6. Behavioral Intention

Niat ditentukan oleh sikap, norma penting dalam masyarakat dan norma subjektif. Komponen
pertama mengacu pada sikap terhadap perilaku. Sikap ini merupakan hasil pertimbangan untuk
rugi dari perilaku tersebut (outcome of behavior). Disamping itu juga dipertimbangkan
pentingnya konsekuensi-konsekuensi yang akan terjadi bagi individu (evaluation regarding og
the outcome). Komponen kedua mencerminkan dampak dari norma-normasubjektif dan norma
sosial yang mengacu pada keyakinan seseorang terhadap bagaimana dan apa yang dipikirkan
orang-orang yang dianggap penting dan motivasi seseorang untuk mengikuti pikiran tersebut.

7. Behavior

Perilaku adalah sebuah tingakan yang telah dipilih seseorang untuk ditampilkan berdasarkan atas
niat yang sudah terbentuk. Perilaku merupakan transisi niat atau kehendak ke dalam action atau
tindakan.

Theory of Reasoned Action ini juga memberikan beberapa keuntungan karena teori ini
memberikan pegangan untuk menganalisis komponen perilaku dalam item yang operasional.
Fokus sasaran adalah prediksi dan pengertian perilaku yang dapat diamati secara langsung dan
berada dalam kendali seseorang, artinya perilaku sasaran harus diseleksi dan diidentifikasi secara
jelas. Tuntutan ini memerlukan pertimbangan mengenai perbedaan tindakan (action), sasaran
(target), konteks dan perbedaan waktu serta komponen model sendiri termasuk intensi, sikap,
norma subjektif dan keyakinan. Konsep penting dalam TRA adalah fokus perhatian (salience).
Hal ini berarti, sebelum mengembangkan intervensi yang efektif, pertama-tama harus
menentukan hasil dan kelompok referensi yang penting bagi perilaku populasi. Dengan
demikian, harus diketahui nilai dan norma kelompok sosial yang diselidiki (yang penting bukan
budaya itu sendiri, tetapi cara budaya mempengaruhi sikap, kehendak dan perilaku

http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/568/4/03%20Chapter2%20-%20BAB%20II%20Tinjauan
%20Pustaka.pdf

Notoatmodjo, S. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Yogyakarta: Andi Offset.

http://e-medis.blogspot.com/2013/04/faktor-determinan-perilaku.html

http://rekaoktasimbolon.blogspot.com/2015/04/determinan-perilaku-kesehatan.html

http://cantikmegawati.blogspot.com/2014/01/perubahan-perilaku-menurut-robert-kwick.html

http://hanif-fpsi13.web.unair.ac.id/artikel_detail-155439-Psychology-Transtheoretical%20Model
%20dan%20Penerapannya.html

Anda mungkin juga menyukai