Anda di halaman 1dari 43

UNIVERSITAS INDONESIA

ORGANISASI DAN MANAJEMEN LEMBAGA PENGELOLA


SUMBER DAYA MANUSIA/SDM KESEHATAN

Tugas Mata Kuliah


MANAJEMEN DAN KEBIJAKAN KESEHATAN

Kelompok 5

Awwalina Zulfa Hidayati NPM 1906335634


Hamidah Indrihapsari NPM 1906335893
Ita Ainy Ulfah NPM 1906335975
Nadia Arini NPM 1906430554
Shabrina Gatenia NPM 1906430812

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
DEPOK
2020
UNIVERSITAS INDONESIA

ORGANISASI DAN MANAJEMEN LEMBAGA PENGELOLA


SUMBER DAYA MANUSIA/ SDM KESEHATAN

Tugas Mata Kuliah


MANAJEMEN DAN KEBIJAKAN KESEHATAN

Diajukan sebagai salah satu syarat kelulusan mata kuliah


Manajemen dan Kebijakan Kesehatan

Kelompok 5
Awwalina Zulfa Hidayati NPM 1906335634
Hamidah Indrihapsari NPM 1906335893
Ita Ainy Ulfah NPM 1906335975
Nadia Arini NPM 1906430554
Shabrina Gatenia NPM 1906430812

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
DEPOK
2020

i
HALAMAN PENGESAHAN

Awwalina Zulfa Hidayati NPM 1906335634


Hamidah Indrihapsari NPM 1906335893
Ita Ainy Ulfah NPM 1906335975
Nadia Arini NPM 1906430554
Shabrina Gatenia NPM 1906430812

Telah berhasil diselesaikan dan diterima sebagai bagian persyaratan yang


diperlukan untuk kelulusan mata kuliah Manajemen dan Kebijakan
Kesehatan pada Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas
Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia.

DOSEN PENGAMPU
Prof. drh. Wiku Bakti Bawono Adisasmito, M.Sc., Ph.D

Ditetapkan di : ..........................
Tanggal : ..........................
BAB 1

ii
SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini, kami:

Awwalina Zulfa Hidayati NPM 1906335634


Hamidah Indrihapsari NPM 1906335893
Ita Ainy Ulfah NPM 1906335975
Nadia Arini NPM 1906430554
Shabrina Gatenia NPM 1906430812

Menyatakan bahwa kami tidak melakukan kegiatan plagiat dalam penulisan tugas
makalah kami yang berjudul:

“ORGANISASI DAN MANAJEMEN LEMBAGA PENGELOLA


SUMBER DAYA MANUSIA/ SDM KESEHATAN”

Apabila suatu saat nanti terbukti kami melakukan plagiat, maka kami akan
menerima sanksi yang telah ditetapkan.

Demikian pernyataan ini kami buat dengan sebenarnya.

Depok,

( Kelompok 5)

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan makalah ini. Penulisan makalah ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk kelulusan mata kuliah
Manajemen dan Kebijakan Kesehatan, Program Studi Ilmu Kesehatan
Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia.

Kami menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari
masa perkuliahan sampai pada penyusunan makalah ini, sangatlah sulit bagi kami
untuk menyelesaikan makalah ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima
kasih kepada:
Prof. drh. Wiku Bakti Bawono Adisasmito, M.Sc., Ph.D , selaku dosen
penanggungjawab mata kuliah yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran
untuk mengarahkan kami dalam penyusunan makalah ini.

Depok, 11 Februari 2020


Penulis

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN.....................................................................................ii
SURAT PERNYATAAN...........................................................................................iii
KATA PENGANTAR................................................................................................iv
DAFTAR ISI................................................................................................................v
DAFTAR TABEL......................................................................................................vii
DAFTAR GAMBAR................................................................................................viii
BAB 1 PENDAHULUAN..........................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Pertanyaan Penelitian.....................................................................................3
1.3 Ruang Lingkup Penelitian..............................................................................4
1.4 Struktur Laporan............................................................................................4
BAB 2 KEBIJAKAN KESEHATAN.......................................................................5
2.1 Gambaran Umum Kebijakan Kesehatan........................................................5
2.2 Tingkat Global................................................................................................6
2.2.1 Departement of Human Resources for Health di Bawah WHO..............8
2.2.2 Kerjasama WHO (World Health Organization), International Labour
Organization (ILO), dan Organization for Economic Co-operation and
Development (OECD) dalam Multi-Partner Trust Fund (MPTF).....................11
2.3 Tingkat Regional..........................................................................................13
2.4 Tingkat Nasional..........................................................................................14
2.4.1 Struktur Organisasi Badan PSDMK......................................................14
2.4.2 Visi dan Misi Badan PPSDMK.............................................................15
2.4.3 Struktur Organisasi Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI).....15
2.4.4 Visi dan Misi MTKI..............................................................................16
2.4.5 Manajemen POACE..............................................................................17
2.4.6 Manajemen SDMK antar Sektor...........................................................18
2.5 Tingkat Daerah.............................................................................................20
2.5.1 Manajemen SDMK Pra Desentralisasi..................................................20
2.5.2 Manajemen SDMK Masa Desentralisasi...............................................21

v
2.6 Penilaian Kinerja Manajemen Organisasi SDM Kesehatan.........................24
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................28

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 1...........................................................................................................................?
Tabel 2...........................................................................................................................?
Tabel 3...........................................................................................................................?
Tabel 4...........................................................................................................................?

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Tujuan SDG’s dalam SDM Kesehatan.......................................................10


Gambar 2 Rekomendasi MPTF terkait SDM Kesehatan.............................................12
Gambar 3 Langkah untuk Pencapaian SDM Kesehatan sesuai SDG’s.......................13

viii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sesuai dengan amanat pembukaan UUD 1945 alinea keempat tentang
tujuan nasional bangsa Indonesia yakni melindungi seluruh Warga Negara
Indonesia, mengusahakan kesejahteraan bagi masyarakat, mengutamakan
pendidikan bagi generasi penerus bangsa, serta ikut serta dalam nilai-nilai luhur
yang selalu ditanamkan tidak hanya di Indonesia melainkan juga di beberapa
negara lain yaitu mengupayakan perdamaian dunia, dan keadilan sosial bagi
seluruh warga negara yang diselenggarakan melalui pembangunan nasional.
Pembangunan nasional pada hakikatnya adalah pembangunan manusia Indonesia
seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya yang berlandaskan
Pancasila dan UUD 1945 dengan memegang teguh prinsip pemerataan yang
berkeadilan sosial. (RPJMN RI 2015-2019: 1-1).
Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional
yang dilaksanakan oleh semua komponen Bangsa Indonesia untk meningkatkan
kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi
pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis.
Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat ditentukan oleh kesinambungan
antar upaya program dan sektor, serta kesinambungan dengan upaya-upaya yang
telah dilaksanakan oleh periode sebelumnya. (Renstra Kemenkes RI 2015-2019:
5).
Untuk menjamin tercapainya tujuan pembangunan kesehatan, diperlukan
dukungan Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yang tangguh. Menurut Perpres RI
No 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional pasal 1 ayat 2, Sistem
Kesehatan Nasional, yang selanjutnya disingkat SKN adalah pengelolaan
kesehatan yang diselenggarakan oleh semua komponen bangsa Indonesia secara
terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya. Pengelolaan kesehatan ini meliputi
pengelolaan administrasi kesehatan, informasi kesehatan, sumber daya kesehatan,
upaya kesehatan, pembiayaan kesehatan, peran serta dan pemberdayaan
1
Universitas Indonesia
2

masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan, serta


pengaturan hukum kesehatan secara terpadu yang dilakukan secara berjenjang di
pusat dan daerah dengan memperhatikan otonomi daerah dan otonomi fungsional
di bidang kesehatan.
Sumber daya manusia kesehatan (SDMK) merupakan salah satu
komponen pengelolaan kesehatan atau suatu sub sistem dalam sistem kesehatan
nasional yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat melalui berbagai upaya dan pelayanan kesehatan. (Adisasmito, 2009)
SDM Kesehatan (SDMK) merupakan “jantung” dari Sistem Kesehatan Nasional
(SKN) karena tanpa adanya tenaga penggerak dan melayani, maka pilar-pilar
SKN yang lain tidak akan berjalan dengan optimal. Berdasarkan WHO, SDMK
adalah semua orang yang kegiatan pokoknya ditujukan untuk meningkatkan
kesehatan dari mulai tenaga yang memberikan pelayanan kesehatan seperti dokter,
perawat, bidan, apoteker dll sampai dengan tenaga pendukung seperti keuangan,
sopir dll. (Kurniati, Effendi, 2102: 1)
Upaya dan pelayanan kesehatan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan
yang bertanggung jawab, memiliki etik dan moral tinggi, keahlian dan berwenang.
Undang–undang nomor 36 tahun 2014 pasal 4 menyatakan bahwa pemerintah dan
pemerintah daerah bertanggung jawab terhadap pengaturan, pembinaan,
pengawasan dan peningkatan mutu tenaga kesehatan.Tenaga kesehatan memiliki
peranan penting untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang maksimal
kepada masyarakat. Agar masyarakat mampu untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan hidup sehingga terwujudnya derajat kesehatan yang
setinggi – tingginya.
Sumber Daya Manusia Kesehatan yaitu berbagai jenis tenaga kesehatan
klinik maupun non klinik yang melaksanakan upaya medis dan intervensi
kesehatan masyarakat. Kinerja dari pelayanan kesehatan juga sangat tergantung
kepada pengetahuan, keterampilan dan motivasi dari orang-orang yang
bertanggung jawab terhadap pelayanan kesehatan. Sumber daya manusia
kesehatan berhubungan erat dengan masing-masing fungsi suatu organisasi
kesehatan dan juga berinteraksi diantara fungsi-fungsi tersebut. Untuk mencapai
visi dan misi suatu organisasi diperlukan keterampilan dan kemampuan SDM
3

yang mampu mendiagnosa permasalahan dan mengintervensi sehingga didapatkan


penyelesaian dari setiap permasalahan yang menjadi tugas pokok dan fungsi
organisasi (Salamate, Rattu, & Pangemanan, 2014).
Disamping beberapa potensi dan permasalahan pembangunan kesehatan di
bidang upaya kesehatan seperti AKI yang masih jauh dari target, masalah
kekurangan gizi dan sekaligus kelebihan gizi yang terjadi, beban ganda penyakit
tidak menular dan penyakit menular, permasalahan di bidang Sumber Daya
Manusia Kesehatan juga masih terjadi di Indonesia. Berdasarkan data yang
dikelola oleh Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia
Kesehatan (BPPSDMK), jumlah SDMK di Indonesia pada tahun 2018 sebanyak
1.182.808 orang yang terdiri dari 886.488 orang tenaga kesehatan (74,95%) dan
296.320 orang tenaga penunjang kesehatan (25,05%). Proporsi tenaga kesehatan
terbanyak yaitu tenaga keperawatan sebanyak 39,96% dari total tenaga kesehatan,
sedangkan proporsi tenaga kesehatan paling sedikit yaitu tenaga kesehatan
tradisional sebanyak 0,11% % dari total tenaga kesehatan. Sebagian besar SDM
masih terdistribusi di Pulau Jawa. Provinsi dengan SDM Kesehatan paling sedikit
adalah Kalimantan Utara (0,46%), Sulawesi Barat (0,47%) dan Papua Barat
(0,55%). (Profil Kesehatan Indonesia, 2018: 61)
Untuk menanggulangi permasalahan tersebut diperlukan manajemen SDM
Kesehatan yang baik demi tercapainya SDM Kesehatan yang berkualitas, merata
dan adil sesuai dengan kebutuhannya. Manajemen SDM Kesehatan dilaksanakan
oleh suatu organisasi atau institusi, baik secara global, nasional, maupun daerah.
Organisasi inilah yang nantinya menentukan jenis, jumlah dan kualitas SDM
Kesehatan yang dibutuhkan untuk mencapai visi dan misi kesehatan yang
diinginkan. Pemahaman mengenai organisasi yang melaksanakan manajemen
SDM Kesehatan akan mampu membuat kita memahami celah-celah masalah
dalam manajemen SDM Kesehatan terutama secara nasional.
1.2 Pertanyaan Penelitian
a) Bagaimana struktur dan tata kelola organisasi yang menangani SDM
Kesehatan di tingkat global, nasional dan regional?
b) Apa saja visi dan misi organisasi yang menangani SDM Kesehatan di
tingkat global, nasional dan regional?
4

c) Bagaimana sistem manajemen Planning, Organizing, Actuating, dan


Controlling organisasi yang menangani SDM Kesehatan di tingkat
global, nasional dan regional?
d) Apa saja langkah yang harus dilakukan untuk mewujudkan ketahanan
Kesehatan? Bagaimana kolaborasi global yang sudah dilakukan di bidang
SDM Kesehatan?
e) Apa tools yang dapat dipergunakan untuk menilai kinerja manajemen
lembaga/organisasi yang menangani SDM Kesehatan tersebut?

1.3 Ruang Lingkup Penelitian


Ruang lingkup kajian dalam makalah ini adalah organisasi dan manajemen
lembaga yang menangani permasalahan di bidang SDM Kesehatan di berbagai
level, baik itu global, regional, nasional dan lokal.

1.4 Struktur Laporan


Makalah ini terdiri dari empat bab yang menguraikan tentang kebijakan
pemberdayaan masyarakat. Uraian dari masing-masing bab adalah sebagai
berikut:

BAB 1 Pendahuluan
Dalam bab ini menguraikan tentang pentingnya kebijakan dalam pemberdayaan
masyarakat serta menjelaskan tentang format dari makalah ini.
BAB 2 Gambaran Umum Kebijakan
Dalam bab ini menguraikan tentang bentuk, contoh implementasi, dan manfaat
kebijakan dalam pemberdayaan masyarakat di tingkat global, regional, nasional,
dan daerah.
BAB 3 Analisis Kebijakan
Dalam bab ini menjelaskan tentang analisis perbedaan kebijakan dalam
pemberdayaan masyarakat di masing-masing tingkat global, regional, nasional,
dan daerah apakah terdapat relevansi atau tidak.
BAB 4 Kesimpulan dan Saran
5

Dalam bab ini menjelaskan tentang kesimpulan dan saran yang didapatkan
dari uraian dari masing-masing bab untuk menjawab pertanyaan penelitian.

BAB 2
KEBIJAKAN KESEHATAN

2.1 Gambaran Umum Kebijakan Kesehatan


Sumber Daya Manusia Kesehatan (SDMK) merupakan komponen utama
dalam sistem kesehatan. SDMK diartikan sebagai semua orang yang terlibat
dalam upaya yang tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kesehatan. Hal ini
berarti memperluas definisi yang telah diberikan oleh WHO tentang sistem
kesehatan sebagai aktifitas yang memiliki tujuan utama untuk meningkatkan
kesehatan[ CITATION Wor10 \l 1033 ]. Hal ini pun berarti ibu yang merawat
anaknya yang sedang sakit juga termasuk ke dalam SDMK.
Secara nasional, SDMK sendiri telah dijelaskan di dalam Peraturan
Presiden Republik Indonesia No. 72 Tahun 2012 bahwa SDMK mencakup tenaga
kesehatan dan tenaga pendukung/penunjang kesehatan baik yang bertugas dalam
upaya pelayanan kesehatan maupun dalam manajemen kesehatan[CITATION
Per \l 1033 ]. Hal ini berarti bahwa SDMK mencakup seluruh individu yang
berperan dalam komponen pembangunan kesehatan baik melalui pendidikan
formal maupun nonformal di bidang kesehatan maupun non kesehatan. UU No.
36 Tahun 2014 Tentang Kesehatan juga menjelaskan secara lebih lanjut tentang
tenaga kesehatan yakni “setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan
di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk
melakukan upaya kesehatan”.
Berdasarkan pengertian tersebut di atas, SDMK memiliki pengertian yang
lebih luas, yakni siapapun yang bekerja dalam sistem kesehatan, baik yang
memiliki latar belakang pendidikan kesehatan maupun yang tidak, sedangkan
Tenaga Kesehatan lebih mengarah pada orang-orang yang bekerja pada bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan pendidikan
kesehatan.
6

Manajemen SDMK di dalam pelaksanaannya, melibatkan seluruh


pemangku kepentingan atau stakeholder. Pengembangan SDM adalah salah satu
fungsi manajemen SDM yang mengintegrasikan pelatihan, pengembangan
organisasi, dan pengembangan karir untuk meningkatkan kapabilitas dan kapasitas
SDM, kinerja kelompok, serta kinerja organisasi[ CITATION Kem19 \l 1033 ].
Pengembangan SDMK ini meliputi beberapa tahap, yakni:
a. Perencanaan Kebutuhan dan Pengembangan SDMK
Perencanaan SDMK adalah upaya untuk menentukan jenis, jumlah,
kualifikasi, dan distribusi tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan
pembangunan kesehatan. Perencanaan SDMK memerlukan suatu organisasi
pada setiap proses pelaksanaannya. Di dalam sistem perencanaan SDMK,
proses pengambilan keputusan adalah tahap yang paling penting dan juga
paling kritis dan hal ini dilakukan oleh suatu organisasi yang memiliki tugas
dan fungsi dalam manajemen SDMK [ CITATION Mal15 \l 1033 ].
Penyusunan rencana pengembagan SDMK dilaksanakan dengan
memperhatikan langkah-langkah sebagai berikut:
 Identifikasi tujuan dan sasaran pengembangan SDMK;
 Identifikasi kondisi lingkungan stratejik;
 Pemetaan pemangku kepentingan terkait pengembangan SDMK;
 Penyusunan rencana pengembangan SDMK [ CITATION Kem19 \l 1033
].
b. Pengadaan/Pendidikan SDMK
Sub komponen ini menjadi fungsi produksi yang berhubungan dengan
kuantitas dan kualitas SDMK. Sehingga pelaksanaannya perlu
memperhatikan standar pelayanan kesehatan dan standar kompetensi
SDMK.
c. Pembinaan dan Pengawasan Mutu SDMK

2.2 Tingkat Global


Secara global, melalui UNGA Resolution 69/132, Negara-Negara Anggota
PBB, serta bekerjasama dengan organisasi internasional yang telah melakukan
kesepakatan untuk mengembangkan pencegahan yang efektif untuk meningkatkan
7

keamanan dan proteksi bagi tenaga medis dan kesehatan, juga penghormatan
terhadap kode etik professional mereka, yakni termasuk dan tidak hanya terbatas
pada:
a. Definisi dan norma yang jelas serta universal tentang identifikasi tenaga
medis dan kesehatan;
b. Pendidikan yang spesifik dan sesuai bagi tenaga medis dan kesehatan,
pegawai negeri, serta populasi umum;
c. Hal lain yang dibutuhkan, seperti perlindungan fisik tentang tenaga medis dan
kesehatan yang dijamin, untuk menghindari kekerasan terhadap tenaga medis
dan kesehatan;
d. Pengumpulan data terkait ancaman, obstruksi, dan kekerasan fisik terhadap
tenaga kesehatan [ CITATION Wor16 \l 1033 ].

WHO merekomendasikan bagi komunitas internasional bahwa untuk dapat


mengembangkan SDMK global dengan baik maka, diperlukan beberapa hal
diantaranya adalah[ CITATION Wor16 \l 1033 ]:
a. Komunitas internasional, serta komunitas kerjasama global untuk ikut serta
dalam memeriksa secara sistematis implikasi SDMK terhadap tujuan
kesehatan yang ingin dicapai. Sebagai bagian dari hal ini, Sekretariat WHO
harus berkoordinasi untuk menciptakan kondisi sesuai resolusi yang
diamanatkan oleh World Health Assembly dan komite regional termasuk
asesmen mengenai implikasi terhadap SDMK sebagai hasil dari rekomendasi
secara teknis maupun kebijakan.
b. Komunitas internasional diharapkan untuk bekerja sama dengan negara-
negara untuk dapat memperkuat institusi nasional dan subnasional baik
swasta maupun negeri, dalam fase-fase kritis seperti fase post-emergency
maupun masa pemulihan selama post-conflict, ketika pendanaan dari donor
luar negeri dan bantuan internasional sangat dibutuhkan.
c. Mekanisme terkoordinasi antara komunitas internasional dan negara-negara
di dunia akan mampu membuat pemahaman konteks dan intervensi yang baik
mengenai SDMK, mampu membawa seluruh stakeholder untuk saling
8

bekerja sama dalam tingkat global, dengan negara memiliki peran sebagai
koordinator, target intervensi dengan tujuan capacity-building.
d. International Labour Organization (ILO) diharapkan untuk dapat merevisi
International Standard Classification of Occupations untuk
mengklasifikasikan secara lebih jelas mengenai ‘health workers’ dan ‘health
professions’. Hal ini akan menjelaskan tentang definisi dan kompetensi secara
lebih jelas serta tugas dan fungsi dari masing-masing pekerja.

Dalam tingkat global, institusi yang menangani SDMK adalah:

2.2.1 Departement of Human Resources for Health di Bawah WHO


Misi dari departemen ini adalah untuk menyediakan akses yang adil
terbagi semua orang ke tenaga kesehatan yang terlatih, berketrampilan, dan
didukung secara memadai untuk berkontribusi dalam pencapaian tingkat
kesehatan setinggi mungkin[ CITATION Worun \l 1033 ].
Departemen HRH ini membawahi beberapa sub departemen:
a. Health Workforce Education and Production (HEP)
Sub departemen HEP mengembangkan dan mendukung
implementasi kebijakan dan strategi yang bertujuan untuk
meningkatkan relevansi, kualitas dan kapasitas pendidikan dan
pelatihan tenaga kesehatan. Hal ini juga termasuk memperkuat institusi
pelatihan dan pendidikan kesehatan, mempromosikan investasi untuk
meningkatkan infrastruktur pendidikan, merancang mekanisme untuk
meningkatkan akses terhadap materi dan teknologi pendidikan
kesehatan, serta memperkuat kapasitas nasional untuk merespon
kebutuhan kesehatan negara melalui pendidikan dan pelatihan yang
berkualitas.

b. Health Workforce Migration and Rentention (HMR)


HMR menganalisis trend dalam migrasi tenaga kerja untuk
mengembangkan dan mengevaluasi mekanisme yang efektif untuk
9

pengelolaan migrasi tenaga kesehatan internasional, termasuk


pengembangan kode praktik internasional. HMR juga mendukung dan
mengembangkan opsi kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan
rekrutmen, penempatan, retensi, pengembalian, motivasi dan kinerja
tenaga kerja. Dalam konteks ini, HMR bertugas melakukan
serangkaian studi kasus serangkaian negara yang akan
menginformasikan pengembangan pedoman WHO untuk
meningkatkan retensi tenaga kerja kesehatan di daerah terpencil dan
pedesaan.

c. Health Professions Networks, Nursing, and Midwifery (HPN)


Tujuan HPN adalah untuk memperkuat tenaga kerja
keperawatan dan kebidanan dan kapasitas profesi lain untuk memenuhi
kebutuhan kesehatan penduduk, secara kolaboratif, dengan berbagai
jaringan, mitra, dan program prioritas WHO. Strategi melibatkan
pengembangan rencana kesehatan nasional untuk memastikan layanan
kesehatan yang memadai melalui pendekatan interprofesional,
pedoman dan opsi kebijakan untuk manajemen dan pemanfaatan
tenaga kesehatan yang efektif. Ini juga termasuk penyediaan dukungan
teknis untuk peningkatan akses ke layanan kesehatan berdasarkan pada
kompetensi inti perawatan kesehatan primer, model dan standar
perawatan yang telah terbukti, promosi praktik kerja sama, pengaturan
mandiri dan layanan berkualitas.

d. Health Workforce Information and Governance (HIG)


HIG bekerja dengan negara dan mitra untuk memperkuat
kapasitas untuk mengatasi tantangan tata kelola tenaga kesehatan
dengan memberikan informasi strategis; saran kebijakan dan
perencanaan dan kerjasama teknis; alat, pedoman, norma dan standar
penilaian kesehatan, perencanaan, pemantauan dan evaluasi tenaga
kerja. Tim ini bekerja untuk memperkuat basis informasi dan bukti
global tentang HRH melalui pengumpulan, pemrosesan, dan
10

penyebaran data yang sebanding secara lintas negara tentang tenaga


kesehatan. Ini juga bekerja erat dengan kantor regional dan negara

WHO untuk memfasilitasi pengembangan observatorium tenaga kerja


kesehatan dan mekanisme kerja sama lainnya untuk berbagi
pengalaman, informasi dan bukti untuk mendukung pengambilan
keputusan kebijakan.
Gambar 1. Tujuan Global SDG’s terkait SDMK
Sumber: [ CITATION Wor18 \l 1033 ]

Sesuai gambar, tujuan global dalam Sustainable Developmental Goals


terkait dengan SDMK adalah [ CITATION Wor18 \l 1033 ]:
11

1. Masyarakat yang sehat adalah mesin utama dari pertumbuhan


ekonomi. SDMK merupakan inti dari sistem kesehatan yang menjamin
kehidupan yang sehat (Goal 1).
2. Investasi strategik dan substantif pada SDMK global adalah hal yang
penting untuk menyediakan pelayanan kesehatan yang penting
termasuk yang berhubungan dengan gizi (Goal 2).
3. SDMK adalah factor penting untuk mewujudkan visi Universal Health
Coverage menjadi kenyataan (Goal 3).
4. Pendidikan pada remaja wanita adalah investasi strategis untuk
mewujudkan pertumbuhan ekonomi, status kesehatan yang lebih baik,
dan peningkatan ketahanan kesehatan global (Goal 4).
5. Wanita adalah bagian dari SDMK yang besar dan mendapatkan posisi
pekerjaan pada sektor formal dapat menjadi pemicu pemberdayaan
(Goal 5).
6. Sektor pelayanan kesehatan adalah satu dari sektor terbesar dalam
ketenagakerjaan di banyak negara. Hal ini menjadi sumber secara
penuh dan produktif dari sector ketenagakerjaan (Goal 8).
7. Migrasi dan perpindahan SDMK dapat mengakibatkan akses yang
kurang terhadap pelayanan kesehatan di dalam maupun antar negara.
WHO Code of Practice on International Recruitment of Health
Personnel merupakan pedoman dialog nasional antar sektor dan
stakeholder untuk mencari solusi atas tantangan sebagai keberlanjutan
perpindahan SDMK (Goal 10).
8. Akses yang adil terhadap pelayanan kesehatan akan dapat
meningkatkan pelayanan dasar di seluruh sektor (Goal 11).
9. Multi-stakeholder partnership adalah desain implementasi SDMK
yang efektif, yakni kerjasama antar sektor (kesehatan, pendidikan,
keuangan, dan ketenagakerjaan) dan stakeholder (pekerja swasta dan
negeri, asosiasi profesi, perkumpulan ekonomi) yang akan dapat
mencapai tujuan global dalam SDG’s (Goal 17).
12

2.2.2 Kerjasama WHO (World Health Organization), International Labour


Organization (ILO), dan Organization for Economic Co-operation
and Development (OECD) dalam Multi-Partner Trust Fund (MPTF)

Pada 23 Mei 2018, dalam World Health Assembly ke-71 dilakukan


penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) dalam rangka
pelaksanaan Working for Health Multi-Partner Trust Fund (MPTF). MPTF akan
melaksanakan kerjasama selama 5 tahun ke depan, yakni kolaborasi antara ILO,
OECD, dan WHO untuk mendukung negara-negara di dunia dalam investasi
SDMK dan SDM pelayanan social yang dibutuhkan untuk mencapai Universal
Health Coverage (UHC) dan Sustainable Development Goals (SDGs)
[ CITATION Wor181 \l 1033 ].
Negara yang didukung oleh MPTF akan didukung secara finansial,
kebijakan yang terkoordinasi, kooperasi teknis dan kegiatan untuk memperkuat
Program Working for Health, termasuk ke dalamnya dalam hal membangun
SDMK yang sesuai dan mampu mengatasi tantangan UHC, penyakit tidak
menular, dan ketahanan kesehatan. MPTF bertujuan untuk meningkatkan lebih
dari US$70 juta selama 5 tahun dan responsive terhadap negara yang
membutuhkan implementasi intersectoral dalam hal kementrian pendidikan,
ketenagakerjaan, keuangan, dan kesehatan [ CITATION Wor181 \l 1033 ].
Berikut adalah 10 rekomendasi MPTF:

Gambar 2. Rekomendasi MPTF terkait SDMK


Sumber: [ CITATION Wor18 \l 1033 ]
13

Gambar 3. Langkah untuk Pencapaian SDM Kesehatan sesuai SDG’s


Sumber: https://www.who.int/hrh/com-heeg/working-for-Health-flyer.pdf?ua=1

2.3 Tingkat Regional


Indonesia termasuk ke dalam negara regional Asia Tenggara dan masuk ke
dalam ASEAN (Association of Southeast Asian Nations). ASEAN adalah
organisasi internasional yang terdiri dari negara-negara di kawasan Asia Tenggara
yang mempunyai maksud dan tujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi,
kemajuan sosial, pengembangan budaya negara anggotanya, memajukan
perdamaian, dan meningkatkan stabilitas regional (ASEAN). ASEAN terdiri dari
10 negara, yakni Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia,
Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam. ASEAN bekerja sama
secara politik dan keamanan, ekonomi, serta budaya dan informasi untuk
memajukan negara-negara Asia Tenggara [ CITATION Lit19 \l 1033 ].
Pada akhir tahun 2015, terbukalah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
dengan tujuan untuk mencapai integrasi percepatan ekonomi yang kuat antar
komunitas ASEAN. MEA menyebabkan adanya aliran ekonomi yang terbuka dan
bebas antar negara ASEAN, begitu pula dengan aliran ketenagakerjaan. Untuk
memfasilitasi mobilitas SDMK profesional, Mutual Recognition Arrangements
14

(MRA) ditandatangani, untuk keperawatan pada tahun 2006 dan untuk kedokteran
dan kedokteran gigi pada 2009[ CITATION TeV18 \l 1033 ].
MEA ini pun menyebabkan dampak yang cukup signifikan tak terkecuali
pada sektor SDMK. MEA memungkinan profesi kedokteran, termasuk kedokteran
umum dapat melakukan praktek di negara ASEAN lainnya. Akan tetapi,
sertifikasi dan kualifikasi medis diantara negara-negara ASEAN belum sama
[ CITATION Kit14 \l 1033 ] dan sayangnya belum ada badan atau departemen
yang secara khusus menangani hal ini di ASEAN.

2.4 Tingkat Nasional


Di tingkat nasional, SDMK berada di bawah koordinasi Kementrian
Kesehatan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kesehatan (BPSDMK)
dan MTKI.

2.4.1 Struktur Organisasi Badan PSDMK

Gambar 4. Struktur BPPSDMK


15

2.4.2 Visi dan Misi Badan PPSDMK

a. Visi Badan PPSDM Kesehatan


• Penggerak Terwujudnya Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya
Manusia Kesehatan yang Professional Dalam Mewujudkan Masyarakat
Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan"
b. Misi Badan PPSDM Kesehatan
• Memenuhi jumlah, jenis, dan mutu SDM Kesehatan sesuai yang
direncanakan dalam mendukung penyelenggaraan pembangunan kesehatan
• Menyerasikan pengadaan SDM Kesehatan melalui pendidikan dan
pelatihan dengan kebutuhan SDM Kesehatan dalam mendukung
pembangunan kesehatan
• Menjamin pemerataan, pemanfaatan, dan pengembangan SDM Kesehatan
dalam pelayanan kesehatan kepada masyarakat
• Meningkatkan pembinaan dan pengawasan mutu SDM Kesehatan
• Memantapkan manajemen dan dukungan kegiatan teknis serta sumber
daya pengembangan dan pemberdayaan SDM kesehatan

[ CITATION BPP \l 1033 ]

2.4.3 Struktur Organisasi Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI)


Majelis Tenaga Kesehatan adalah badan otonom yang dibentuk oleh
Menteri Kesehatan serta oleh Gubernur di provinsi dengan susunan keanggotaan
terdiri dari wakil-wakil tenaga kesehatan yang telah terpilih. Majelis Tenaga
Kesehatan Indonesia terdiri dari Konsil Keperawatan, Konsil Kefarmasian, dan
Konsil Gabungan. MTKI juga berkewenangan untuk membuat Surat Tanda
Registrasi bagi Tenaga Kesehatan di Indonesia.
a. Tugas
• Memfasilitasi dukungan pelaksanaan tugas konsil masing-masing tenaga
kesehatan.
• Melakukan evaluasi tugas konsil masing-masing tenaga kesehatan.
• Membina dan mengawasi konsil masing-masing tenaga kesehatan.
16

b. Fungsi
• Koordinator Konsil Masing-Masing Tenaga Kesehatan.
c. Wewenang
• Menetapkan perencanaan kegiatan untuk konsil masing-masing tenaga
kesehatan.

Sumber: [ CITATION Per13 \l 1033 ];


[ CITATION Per17 \l 1033 ]

2.4.4 Visi dan Misi MTKI


a. Visi
Penggerak terwujudnya pengembangan dan pemberdayaan SDMK yang
profesional dalam mewujudkan masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan.
b. Misi
1. Memenuhi jumlah, jenis, dan mutu SDMK sesuai yang direncanakan
dalam mendukung penyelenggaraan pembangunan kesehatan.
17

2. Menyerasikan pengadaan SDMK melalui Pendidikan dan pelatihan dengan


kebutuhan SDMK dalam mendukung pembangunan kesehatan.
3. Menjamin pemerataan, pemanfaatan, dan pengembangan SDMK dalam
pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
4. Meningkatkan pembinaan dan pengawasan mutu SDMK.
5. Memantapkan manajemen dan dukungan kegiatan teknis serta sumber
daya pengembangan dan pemberdayaan SDMK.

2.4.5 Manajemen POACE


a. Planning (Perencanaan Sumber Daya Manusia Kesehatan)
Perencanaan SDM Kesehatan merupakan upaya penetapan jenis, jumlah,
dan kualifikasi tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan pembangunan
kesehatan. Secara nasional, kebutuhan terhadap jenis, jumlah dan kualifikasi SDM
Kesehatan ditentukan oleh Pemerintah Pusat (Kementrian Kesehatan oleh Badan
Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan) didasarkan pada masukan
Majelis Tenaga Kesehatan yang dibentuk di pusat dan provinsi. Strategi
perencanaan SDMK meliputi:
• Penguatan perencanaan kebutuhan SDM Kesehatan
• Peningkatan dan pengembangan pengadaan SDM Kesehatan
• Peningkatan pendayagunaan SDM Kesehatan
• Penguatan pembinaan dan pengawasan mutu SDM Kesehatan
• Penguatan manajemen dan peningkatan dukungan sumber daya

b. Organizing (Pengorganisasian SDM Kesehatan)


Pengorganisasian SDM Kesehatan merupakan suatu langkah yang
dilakukan dalam ketika objektif (tujuan) yang ingin dicapai telah diketahui
(mengenai jumlah, jenis, dan kualitas) dan mulai ditentukan tim atau panitia yang
akan dalam melaksanakan manajemen SDM Kesehatan. Pada proses ini, Badan
PPSDM Kesehatan dan MTKI merupakan badan yang bertanggung jawab
terhadap pengorganisasian SDM Kesehatan.

c. Activating (Pelaksanaan Pengadaan SDM Kesehatan)


18

Pelaksanaan pengadaan SDM Kesehatan termasuk ke dalam langkah


utama dalam manajemen SDM Kesehatan. Kegiatan yang dilakukan diantaranya
adalah registrasi tenaga kesehatan, penentuan anggaran, jumlah, dan alokasi
tenaga kesehatan.

d. Controlling (Pendidikan dan Pelatihan SDM Kesehatan)


Dalam menjaga agar kualitas skill yang dimiliki oleh Tenaga Kesehatan
baik, maka dilakukan berbagai pelatihan, workshop, dan pendidikan bagi SDM
Kesehatan. Dalam ruang lingkup nasional dan lokal, SDM Kesehatan dijaga
kualitasnya melalui masa berlaku STR selama 5 tahun dengan mengumpulkan
minimal 25 SKP.

e. Evaluating
Evaluasi terhadap manajemen SDM Kesehatan dilakukan setiap tahun
demi tercapainya SDM Kesehatan yang berkualitas dan merata dalam mencapai
pembangunan kesehatan Indonesia yang berkelanjutan.

2.4.6 Manajemen SDMK antar Sektor


a. Proses Rencana Pengembangan SDMK
Penyelenggaraan rencana Pengembangan SDMK: rencana pengembangan
nakes yang diajukan oleh Pemerintah Pusat yang menghasilkan produk peraturan
perundang-undangan yang mengikat. Sosialisasi rencana PSDMK yang
dilaksanakan oleh Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat.
Fasilitasi rencana PSDMK dilakukan juga oleh Kementrian Koordinator Bidang
Kesejahteraan Rakyat, yang dalam operasionalnya dibantu pula oleh Tim
Koordinasi dan Fasilitasi Pengembangan Tenaga Kesehatan yang dibentuk di
Pusat dan Provinsi.

b. Pengembangan SDMK
1. Dukungan Pengembangan Tenaga Kesehatan oleh:
19

• DPR : pembahas dan mengesahkan peraturan perundangan dan


kebutuhan anggaran dalam pelaksanaan pengembangan tenaga
kesehatan.
• Kemenkokesra: mengkoordinasikan dan menyerasikan peran dan
kontribusi semua pemangku kepentingan dalam pengembangan tenaga
kesehatan.
• Kemenkeu: ketersediaan anggaran
• Kemendagri: mengkoordinasikan dan melakukan pembinaan
terhadap Pemerintah Daerah dalam pengembangan tenaga kesehatan di
daerah, baik di provinsi maupun kabupaten/kota.
2. Perencanaan Kebutuhan Nakes
• Kemenkes: mengkoordinasikan dan melaksanakan perencanaan kebutuhan
tenaga kesehatan, baik jumlah maupun jenisnya guna penyelenggaraan
pembangunan kesehatan dan pelayanan kesehatan bagi rakyat.
• Kemenkes juga melaksanakan dan mengkoordinasikan penyusunan
kebijakan dan NSPK (norma, standar, prosedur dan kriteria)
pengembangan tenaga kesehatan yang meliputi perencanaan kebutuhan
tenaga kesehatan, pendayagunaan tenaga kesehatan, serta pembinaan dan
pengawasan mutu tenaga kesehatan.
• Sektor lainnya dalam pemerintahan termasuk TNI/POLRI, pemerintah
daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota, serta swasta
memberikan masukan dan usulan kebutuhan tenaga kesehatan.
3. Pengadaan/Pendidikan Nakes
• Kemendiknas dan kemenristekdikti: koordinasi dan bertanggung jawab
dalam pengadaan/pendidikan tenaga kesehatan, serta pembinaan dan
pengawasan terhadap institusi pendidikan tenaga kesehatan,
termasuk pengaturan dalam perizinan pembukaan institusi
pendidikan dan program studi tenaga kesehatan.
• Kemenkes: rekomendasi teknis sesuai bidang dalam pemberian ijin
pembukaan institusi pendidikan dan program studi tenaga kesehatan.
4. Pendayaan Gunaan Tenaga Kesehatan
• Kemenkes memfasilitasi rekrutmen tenaga kesehatan
20

• Kemendagri membina pemda provinsi dan kab/kota dalam distribusi nakes


di daerah
• Kemenkes dan Kemennakertrans bekerja sama dalam pendayagunaan
nakes untuk pemenuhan permintaan nakes dari luar negeri
• Kemenpan-RB berkoordinasi dngan BKN dalam penyediaan formasi PNS
untuk memenuhi kebutuhan nakes.
5. Pembinaan dan Pengawasan Mutu Tenaga Kesehatan
• Kemenkes dengan KKI, KFN, MTKI organisasi profesi kesehatan,
asosiasi institusi pendidikan tenaga kesehatan, dan asosiasi fasilitas
pelayanan kesehatan melaksanakan pembinaan dan pengawasan mutu
nakes.

2.5 Tingkat Daerah


Perubahan politik dan kebijakan kesehatan dalam hal desentralisasi,
memberikan dampak yang signifikan terhadap sistem kesehatan. Desentralisasi
diartikan sebagai pelimpahan kewenangan atau pengembalian kewenangan.
Sedangkan tujuan dari desentralisasi kesehatan adalah mengoptimalkan
pembangunan kesehatan melalui pemberian wewenang pada pemerintah daerah
untuk menciptakan upaya kesehatan yang lebih efektif, efisien dan sesuai dengan
kebutuhan masyarakat [ CITATION Pud12 \l 1033 ]. Hal ini menyebabkan Dinas
Kesehatan (Dinkes) Kabupaten/Kota memiliki peran yang sangat vital terhadap
manajemen SDMK.

2.5.1 Manajemen SDMK Pra Desentralisasi


Sebelum desentralisasi terdapat empat lembaga yang mengatur sistem
kesehatan di daerah, yang terdiri dari [ CITATION Mis10 \l 1033 ]:
1. Kantor Wilayah Depkes, yang menjadi kepanjangan tangan Depkes di
Provinsi
2. Kantor Departemen yang menjadi subordinat kantor wilayah provinsi di
tingkat kabupaten.
3. Dinas kesehatan propinsi, sebagai lembaga yang berada di bawah
koordinasi pemerintah provinsi
21

4. Dinas kesehatan kabupaten/kota, sebagai lembaga yang berada di bawah


koordinasi pemerintah kabupaten/kota

Dengan adanya keempat lembaga yang mengatur sistem kesehatan, maka


kegiatan supervisi di lapangan menimbulkan masalah yang berkaitan dengan
power and respect. Kegiatan human resource planning berada di Depkes sehingga
pola rekruitmen dan transferral tenaga kesehatan sepenuhnya berada dalam
kebijakan pusat. Kemudian timbul masalah yang berkaitan dengan pola
ketenagaagn dan distribusi karena tidak tersedianya informasi mengenai
kebutuhan tenaga dan realokasi tenaga di masing-masing daerah. Untuk transfer
tenaga kesehatan yang terjadi adalah kelambatan pengiriman tenaga ke daerah
karena lamanya prosedur administrasi[ CITATION Mis10 \l 1033 ].

2.5.2 Manajemen SDMK Masa Desentralisasi


SDMK merupakan aspek penting karena merupakan input dalam
pelaksanaan program pelayanan kesehatan sebagai bagian dari upaya
meningkatkan status kesehatan masyarakat. Peranan SDM sebagai input juga
sangat menentukan derajat kesehatan suatu bangsa, yang dapat dilihat dari
indikator-indikator kesehatan [CITATION Mis10 \l 1033 ].
Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten dan Kota diharuskan mampu
mengelola dan mengembangkan kegiatannya sesuai dengan visi dan misi yang
telah ditetapkan. Selain itu, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten dan Kota juga
dituntut untukmengembangkan sistem kesehatan yang sesuai dengan kondisi
setempat dengan kata lain harus mampu melakukan penataan sistem kesehatan
wilayah dan SDMK sesuai dengan kebutuhan daerah [ CITATION Pud12 \l
1033 ].
Desentralisasi mengakibatkan perubahan manajemen SDMK, diantaranya
adalah:
1. Terjadinya perubahan pola manajemen SDM yang tadinya sangat
sentralis menjadi lebih desentralis.
2. Terjadinya perubahan pola perencanaan dan pengelolaan SDM
kesehatan yang tadinya sangat top down menjadi bottom up
22

3. Terjadinya transfer otoritas yang tadinya pusat sangat power full


menjadi sharing power dengan daerah
4. Terjadinya tuntutan perubahan regulasi SDMK yang tadinya otoritas
sangat terpusat menjadi lebih diwarnai otoritas daerah. Status tenaga
dipekerjakan dan diperbantukan mungkin perlu ditinjau ulang, untuk
memberikan otoritas lebih besar kepada daerah untuk mengelola SDM
kesehatan sesuai dengan kebutuhan mereka.
5. Terjadinya perubahan jelas terhadap fungsi dan tanggung jawab pusat
dengan daerah secara jelas. Separasi bidang kerja antara pusat dan
daerah menjadi hal yang perlu ditentukan secara jelas dan konsisten.

Pada era desentralisasi, terdapat tiga tahap utama dalam manajemen


SDMK Daerah, yakni [ CITATION Mis10 \l 1033 ]:
A. Perencanaan
Secara garis besar perencanaan kebutuhan SDM kesehatan dapat
dikelompokkan ke dalam tiga kelompok besar, yaitu[ CITATION Mis10 \l
1033 ] :
1. Perencanaan kebutuhan SDM pada tingkat institusi ; ditujukan pada
perhitungan kebutuhan SDM kesehatan untuk memenuhi kebutuhan
sarana pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik,
dan lain-lain.
2. Perencanaan kebutuhan SDM kesehatan pada tingkat wilayah ;
ditujukan untuk menghitung kebutuhan SDM kesehatan berdasarkan
kebutuhan di tingkat wilayah (propinsi/kabupaten/kota) yang
merupakan gabungan antara kebutuhaninstitusi dan organisasi.
3. Perencanaan kebutuhan SDM kesehatan untuk bencana ; dimaksudkan
untuk mempersiapkan SDM kesehatan saat prabencana, terjadi
bencana dan pasca bencana, termasuk pengelolaan kesehatan
pengungsi.

B. Pengadaan SDMK
23

Pada umumnya jumlah SDMK di daerah belum memadai. Rasio tenaga


kesehatan dengan jumlah penduduk masih rendah. Produksi dokter setiap tahun
sekitar 2.500 dokter baru, sedangkan rasio dokter dengan jumlah penduduk adalah
1 : 5000. Produksi perawat setiap tahun sekitar 40.000 perawat baru, dengan rasio
terhadap jumlah penduduk adalah 1 : 2.850, sedangkan produksi bidan setiap
tahun sekitar 600 bidan baru dengan rasio terhadap jumlah penduduk adalah 2 :
2.600. Namun daya serap tenaga kesehatan oleh jaringan pelayanan kesehatan
masih terbatas [CITATION Mis10 \l 1033 ].

C. Pendayagunaan SDMK
Pendayagunaan SDM belum sepenuhnya memperhatikan segi
perimbangan kebutuhan pemerintah dan unsur masyarakat yang disesuaikan
dengan kebijakan yang berlaku, keadaan dan penyebaran penduduk, keadaan
geografi serta sarana dan prasarana [ CITATION Mis10 \l 1033 ].
Akan tetapi, dalam pengelolaan program dan pengembangan SDMK yang
dilakukan Dinkes Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan desentralisasi masih
menghadapi beberapa kendala, diantaranya adalah[ CITATION Pud12 \l 1033 ]:
1. Masih terdapat kerancuan pada aturan bidang kesehatan mengenai
peran Pemerintah Daerah.
2. Kendala kelembagaan di bidang kesehatan adalah lambatnya kinerja
petugas kesehatan pada institusi pemerintah. Dinkes Kabupaten/Kota
harus memperhatikan faktor sistem rekrutmen SDMK dan sistem
pengakuan kinerja petugas kesehatan.
3. Makin bertambahnya pola penyakit telah menyebabkan adanya
‘kompetisi’ dalam prioritas dan alokasi biaya kesehatan, khususnya
antara pelayanan primer yang berbasis program kesehatan masyarakat
yang bersifat publik, pelayanan sekunder dan tersier yang berbasis
pelayanan kuratif serta rumah sakit yang bersifat privat.
Dinkes Kabupaten Kota harus segera menata struktur organisasi dan
programnya sesuai dengan kedua ciri tersebut
24

4. Permintaan SDMK yang meningkat pesat melebihi kemampuan


pasokan. Dibutuhkan peran pemda sebagai fasilitator, pembina, dan
pengawas dalam distribusi SDMK.
5. Masuknya investor asing yang mengejar keuntungan ekonomi, serta
tenaga asing dengan keterampilan dan kompetensi yang lebih
kompetitif.

2.6 Penilaian Kinerja Manajemen Organisasi SDM Kesehatan


Performa atau kinerja ialah hasil kerja atau prestasi kerja yang dapat
dicapai seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan
wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai
tujuan organisasi yang bersangkutan tanpa melanggar hukum, legal, dan sesuai
dengan moral maupun etika[ CITATION Pra99 \l 1033 ].
Sedangkan indikator kinerja karyawan adalah alat yang digunakan untuk
mengukur prestasi kerja seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi
sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing untuk mencapai
tujuan organisasi[ CITATION Lin19 \l 1033 ].
Penilaian kinerja dibutuhkan untuk mengetahui tingkat keberhasilan
kinerja setiap karyawan. Penilaian kinerja digunakan untuk menilai keberhasilan
atau kegagalan pelaksanaan kegiatan atau kebijaksanaan sesuai dengan tujuan
yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi institusi. Penilaian
kinerja SDM Kesehatan tertuang secara lengkap dalam Permenkes No. 857 Tahun
2009 tentang Penilaian Kinerja SDM Kesehatan di Puskesmas. Puskesmas sebagai
organisasi pelaksana teknis yang paling dekat dengan masyarakat diharuskan
memiliki penliaian kinerja yang baik.
Terdapat beberapa variabel-variabel penilaian dari SDM Kesehatan di
Puskesmas, yaitu terdiri dari[ CITATION Kem09 \l 1033 ]:
1. Variabel kelompok SDM: variabel yang menilai SDM Puskesmas
berdasarkan tugas pokok dan fungsinya.
2. Variabel Pendidikan: variabel yang menilai SDM Puskesmas
berdasarkan tingkat pendidikannya.
25

3. Variabel masa kerja: variabel yang menilai SDM Puskesmas


berdasarkan masa kerja yang dihitung sejak SDM Puskesmas tersebut
bekerja di institusi pemerintah.
4. Variabel kehadiran: variabel yang menilai SDM Puskesmas
berdasarkan kehadiran setiap bulan.
5. Variabel pengurang: variabel yang menilai SDM Puskesmas
berdasarkan ada tidaknya teguran dan surat peringatan yang diperoleh
selama masa penilaian. Teguran dan surat peringatan yang dapat
dinilai adalah yang tertulis dan telah disetujui kepala puskesmas.
6. Variabel penambah: variabel yang menilai SDM Puskesmas
berdasarkan ada tidaknya penghargaan yang diperoleh selama masa
penilaian. Penghargaan yang dapat dinilai adalah yang tertulis dan
telah disetujui oleh kepala puskesmas.
7. Variabel produktifitas: variabel yang berlaku khusus dimana masing-
masing SDM Puskesmas memiliki unsur penilaian tersendiri sesuai
dengan tugas pokok dan fungsi serta tugas lain diluar tugas pokok
yang dibebankan kepadanya.

Terdapat langkah-langkah yang harus dilakukan oleh organisasi agar


penilaian kinerja SDM Kesehatan dapat berjalan efektif:
a. Mewujudkan Kepemimpinan Organisasi
Penilaian kinerja memerlukan kepemimpinan yang efektif.
Kepemimpinan yang efektif dimulai dengan visi yang jelas yang dapat
mendorong terjadinya perubahan dalam organisasi dengan membawa
orang-orang atau organisasi yang dipimpinnya menuju suatu tujuan
yang jelas.
b. Membentuk Tim Penilai Kinerja
Tim penilai kinerja merupakan tim yang bertanggung jawab dalam
melaksanakan penilaian kinerja untuk seluruh SDM di Puskesmas.
Berdasarkan peran dan fungsinya, SDM di Puskesmas dapat
dikelompokkan menjadi:
26

 Kelompok manajemen: pimpinan puskesmas, kepala subbag TU,


coordinator program, kepala unit perawatan.
 Kelompok medis/profesi: dokter, dokter gigi, dokter spesialis,
apoteker, perawat.
 Kelompok tenaga kesehatan lainnya: nutrisionis, sanitarian, asisten
apoteker.
 Kelompok administrasi: bendaharan, staf TU, petugas pendaftaraan
dan pekarya.
 Kelompok penunjang: supir, satpam dan pramuhusada
Kelima kelompok tersebut dapat diwakili agar penilaian kinerja dapat
berlangsung objektif.
c. Membangun Komitmen
Komitmen seluruh SDMK dalam proses pelaksanaan penilaian kinerja
sangat diperlukan. Diantaranya komitmen dalam hal:
 Penetapan tugas pokok dan uraian pekerjaan
 Penentuan kurun waktu penilaian
d. Pelaksanaan Penilaian Kinerja
Hal ini dilaksanakan melalui penentuan pembobotan setiap variabel
penilaian kinerja yang telah disebutkan di atas.
e. Klarifikasi
Tim penilai harus penyampaikan hasil penilaian ke kepala organisasi
untuk selanjutnya disampaikan kepada SDM yang bersangkutan.
f. Evaluasi
27

BAB 3
ANALISIS STRUKTUR KEORGANISASIAN DAN
HUBUNGAN ANTAR LEVEL

3.1 Hubungan Struktur Keorganisasian SDMK Level Global dan


Nasional
Secara global, PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) atau UN (United
Nations) merupakan suatu organisasi global yang terdiri dari berbagai negara di
dunia yang bergabung untuk kerjasama dan penyelesaian bersama isu global,
seperti pemanasan global, kebijakan perdangangan internasional, HAM, serta isu
kemanusiaan lainnya. Akan tetapi, terdapat 2 negara sebagai Non-Anggota PBB,
yakni Palestina dan Vatikan. Meskipun begitu, kedua negara ini memiliki
kewenangan untuk berpartisipasi sebagai observer dalam General Assembly
(Sidang Majelis Umum) dan disediakan akses untuk dokumen-dokumen PBB.
Status Non-Anggota PBB mulai ada di tahun 1946 ketika Pemerintahan
Swiss diberikan status tersebut oleh Sekretaris Jenderal. Biasanya, negara dengan
status Non-Anggota akan menjadi anggota penuh PBB ketika kemerdekaan negara
mereka diakui oleh lebih banyak anggota penuh dan pemerintahan serta
perekonomian mereka telah cukup stabil untuk menyediakan dukungan dan
kerjasama dalam hal finansial, militer, dan kemanusiaan PBB[ CITATION
Ros20 \l 1033 ].
Selain Non-Anggota, terdapat pula negara yang tidak memiliki status
keanggotaan PBB. Negara-negara ini tidak diakui oleh PBB akan tetapi telah
28

mendapat pengakuan kemerdekaan dari beberapa anggota PBB, diantaranya


adalah Kosovo (diakui oleh 109 negara anggota PBB), Western Sahara (diakui
oleh 44 negara anggota PBB), Taiwan (diakui oleh 16 negara anggota PBB),
South Ossetia (diakui oleh 5 negara anggota PBB), Abkhazia (diakui oleh 5
negara anggota PBB), dan Northern Cyprus (diakui oleh 1 negara anggota PBB)
[ CITATION Ros20 \l 1033 ].
Indonesia secara resmi menjadi negara anggota PBB ke-60 pada 28
September 1950, kurang dari satu tahun setelah pengakuan kedaulatan Indonesia
oleh Belanda dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag (23 Agustus – 2
November 1949). Pembangunan kapasitas dan kerjasama institusional dalam
bidang SDMK merupakan strategi global dan dalam hal ini, WHO sebagai
organisasi di bawah PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa/United Nations) berperan
dalam menyediakan dukungan teknis dan pembangunan kapasitas dalam
pengembangan kompetensi publik dalam hal kebijakan, perencanaan, proyeksi,
mobilisasi dan manajemen SDMK pada level nasional dan internasional
[ CITATION WHO18 \l 1033 ].
ILO (International Labour Organization) sebagai Organisasi Buruh
Internasional, yang memiliki kedudukan yang setara dengan WHO, dalam bidang
SDMK memiliki fungsi koordinasi dengan WHO. WHO dan ILO saling
berkoordinasi dalam pemberian dukungan teknis dan pembangunan SDMK secara
global. Dalam hubungannya dengan SDMK, WHO dan ILO menunjuk
perwakilannya untuk Indonesia dan memberi rekomendasi terhadap jalannya
pendistribusian dan pembangunan kapasitas SDMK, bersama dengan Kementrian
Kesehatan dan Kementrian Ketenagakerjaan.

3.2 Hubungan Struktur Keorganisasian SDMK Level Nasional dan


Daerah (Desentralisasi)
Desentralisasi di Indonesia sudah ada cukup lama, dimulai sejak tahun
1973, yaitu sejak diterbitkannya UU no. 5 tahun 1973 tentang pokok-pokok
pemerintahan daerah otonomi dan pokok-pokok penyelenggaraan pemerintahan
yang menjadi tugas pusat dan daerah. Dan terdapat pula pada PP No. 45 tahun
1992 dan dikuatkan lagi melalui PP No. 8 tahun 1995. Menurut UU No.22 Tahun
29

1999 tentang pemerintahan daerah, desentralisasi dikonsepsikan sebagai


penyerahan wewenang yang disertai tanggung jawab pemerintah oleh pemerintah
pusat kepada daerah otonom. Desentralisasi dalam arti umum didefinisikan
sebagai pernindahan kewenangan atau pernbagian kekuasaan dalarn perencanaan
dan pelaksanaan pernerintahan, rnanajemen dan pengarnbilan keputusan dari
tingkat nasional ke tingkat daerah atau secara lebih umum adalah pemindahan dari
tingkat yang lebih tinggi ke tingkat yang lebih rendah.
Desentralisasi kesehatan rnempunyai berbagai rnacarn bentuk yang tidak
hanya bergantung pada struktur politik pernerintahan dan administrasi tetapi juga
pada pola organisasi pelayanan kesehatan yang terdapat di masing-masing negara.
Bidang kesehatan merupakan satu dari berbagai fungsi pemerintahan sehingga
sangat dipengaruhi struktur pernerintahan. Akibatnya rnaka kebijakan yang
dikeluarkan pemerintah akan berkaitan dengan sektor kesehatan. Di Indonesia,
praktek desentralisasi kesehatan yang digunakan adalah dekonsentrasi yaitu
pernindahan beberapa fungsi administratif dari Departemen Kesehatan ke daerah.
Penyelenggaraan UU No 22 tahun 1999 tentang Pernerintah Daerah yang diikuti
PP No 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Provinsi Sebagai Daerah Otonom, menyebabkan perubahan yang rnendasar dalam
pelayanan kesehatan.
Dalam konteks penetapan kebijakan, maka pemerintah pusat saat ini masih
merangkap fungsi sebagai penetap kebijakan dan regulasi sekaligus sebagai
pernain, sebagai contoh Direktorat Jenderal Pelayanan Medik dengan masih
membawahi rurnah sakit umum pusat Perijinan rumah sakit hingga kini belum
jelas padahal secara perundangan kewenangan tersebut telah diserahkan kepada
daerah. Inti munculnya permasalahan yang ada dalam era desentralisasi kesehatan
ini adalah adanya kegagalan konsolidasi pemerintah daerah pada level provinsi
dan kabupaten lkota. Hal lain yang memperberat masalah desentralisasi kesehatan
adalah fakta bahwa kesehatan di Indonesia belum pernah menjadi isu politik yang
penting.
Pengembangan sumber daya manusia merupakan salah satu prioritas dari 8
(delapan) fokus prioritas pembangunan kesehatan dalam kurun waktu 2010 –
2014. Penetapan pengembangan sumber daya manusia kesehatan sebagai salah
30

satu prioritas adalah karena Indonesia masih menghadapi masalah tenaga


kesehatan, baik jumlah, jenis, kualitas maupun distribusinya. Sesuai dengan
Kepmenkes No. 81/Menkes/SK/I/2004 tentang Pedoman Penyusunan
Perencanaan Sumber Daya Manusia Kesehatan di Tingkat Propinsi,
Kabupaten/Kota serta Rumah Sakit, terutama dengan mengacu pada metode
perhitungan kebutuhan tenaga berdasarkan pendekatan rasio terhadap nilai
tertentu, maka ditetapkan sasaran strategis pada tahun 2019 diharapkan
ketersediaan tenaga dokter spesialis mencapai 24 per 100.000 penduduk, dokter
umum 96 per 100.000 penduduk, dokter gigi 11 per 100.000 penduduk, perawat
158 per 100.000 penduduk, bidan 75 per 100.000 penduduk, sanitarian 30 per
100.000 penduduk, tenaga gizi 48 per 100.000 penduduk.
SDM Kesehatan merupakan bagian dari sistem kesehatan nasional dan
dipandang sebagai komponen kunci untuk menggerakkan pembangunan
kesehatan, yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya. Permasalahan - permasalahan strategis SDM Kesehatan antara
lain : (1)Pengembangan dan pemberdayaan SDM Kesehatan belum dapat
memenuhi kebutuhan SDM untuk pembangunan kesehatan; (2)Perencanaan
kebijakan dan program SDM Kesehatan masih lemah dan belum di dukung sistem
informasi SDM Kesehatan yang memadai; (3)Masih kurang serasinya antara
kebutuhan dan pengadaan berbagai jenis SDM Kesehatan. Kualitas hasil
pendidikan SDM Kesehatan dan pelatihan kesehatan pada umumnya masih belum
memadai; (4)Dalam pendayagunaan SDM Kesehatan,pemerataan SDM Kesehatan
berkualitas masih kurang. Pengembangan karier, sistem penghargaan, dan sanksi
belum sebagaimana mestinya. Regulasi untuk mendukung SDM Kesehatan masih
terbatas; serta (5) Pembinaan dan pengawasan SDM Kesehatan serta dukungan
sumberdaya SDM Kesehatan masih kurang. Masalah SDM Kesehatan berimbas
pada ketersediaan SDM Kesehatan baik jumlah, jenis, maupun mutu yang belum
memadai. Isu tersebut menjadi semakin penting sejalan dengan berlakunya
Jaminan Kesehatan Nasional.
Tantangan permasalahan SDM Kesehatan yang kompleks tidak
memungkinkan untuk diatasi oleh Kementerian Kesehatan sendiri. Dukungan
31

kerjasama dan jalinan koordinasi yang baik dari para pemangku kepentingan
terkait dalam jangka panjang mutlak diperlukan, baik di tingkat pusat dan daerah.
Hal ini hanya dapat dicapai melalui komitmen politis di tingkat pimpinan yang
dapat menggalang berbagai upaya untuk pengembangan SDM kesehatan dari
berbagai pemangku kepentingan termasuk swasta dan masyarakat. Sejak tahun
2010, Indonesia telah membentuk Tim Koordinasi dan Fasilitasi Pengembangan
Tenaga Kesehatan yang beranggotakan lintas Kementerian/ Lembaga, perwakilan
organisasi profesi, asosiasi pendidikan tenaga kesehatan, asosiasi fasilitas
pelayanan kesehatan, dan perwakilan lembaga internasional, dibawah koordinasi
Kementerian Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat dan Kementerian
Kesehatan.
Sebagai upaya mengatasi permasalahan tersebut terutama dalam
peningkatan kompetensi dan mutu SDM kesehatan, Pusat Pelatihan SDM
Kesehatan mengembangkan pelatihan–pelatihan yang inovatif serta menyiapkan
kurikulum dan modul yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan pelatihan. Selain
pengembangan pelatihan, penetapan standar kompetensi teknis dan akreditasi
bidang kesehatan dilaksanakan dengan penyusunan NSPK serta penyusunan
kurikulum dan modul pelatihan dengan pengembangan yang inovatif dan
penilaian akreditasi yang diberlakukan pada pelatihan dan institusi kesehatan.
Akreditasi pelatihan dan akreditasi institusi dilakukan secara berkesinambungan
dan berkala sesuai dengan peraturan yang berlaku. Akreditasi pelatihan dilakukan
dalam upaya meningkatkan mutu penyelenggara pelatihan dengan pembinaan
yang terarah, sistematik dan berkesinambungan. Akreditasi Institusi Pelatihan
merupakan suatu pengakuan yang diberikan oleh Pemerintah kepada Institusi
Pelatihan yang telah memenuhi standard yang telah di tetapkan.
32

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmito W. 2009. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta: PT. Raja Grafindo


Persada.
BPPSDM. (n.d.). Badan PPSDMK. Retrieved from Badan PPSDMK:

http://bppsdmk.kemkes.go.id/web/content/12/visi-dan-misi

Kemenkes. (2019). Materi Inti Pengembangan Sumber Daya Manusia Kesehatan

(Revisi 2019). Jakarta: Kementerian Kesehatan.

Kementrian Kesehatan. (2009). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 857 Tahun

2009 tentang Penilaian Kinerja SDM Kesehatan di Puskesmas . Jakarta:

Kemenkes.

Kittrakulrat, J., Jongjatuporn, W., & Jurjai, R. (2014). The ASEAN Economic

Community and Medical Qualification. Global Health Action, 7:2475.

Linov HR. (2019, https://www.linovhr.com/indikator-penilaian-kinerja-

karyawan/). Indikator Apa Saja yang Digunakan untuk Penilaian Kinerja

Karyawan? Retrieved from LinovHR.

Litelnoni, K. (2019). Apa Itu ASEAN? Retrieved from Hipotesa Media:

https://medium.com/hipotesa-indonesia/apa-itu-asean-fd01c7bb8682

Malgieri, A., Michelutti, P., & Hoegaerden, M. V. (2015). Handbook on Health

Workforce Planning Methodologies Across EU Country. Bratislava:

Ministry of Health of the Slovak Republic.

Misnaniarti. (2010). Aspek Penting Pemngembangan dan Pemberdayaan Sumber

Daya Manusia Kesehatan di Era Desentralisasi. Jurnal Ilmu Kesehatan

Masyarakat, 01(1):12-20.
33

Peraturan Presiden No. 72 Tahun 2012 Tentang Sistem Kesehatan Nasional.

(2012).

Permenkes No. 46 Tahun 2013. (2013).

Perpres No. 90 Tahun 2017. (2017).

Prawirosentono, S. (1999). Manajemen Sumber Daya Manusia (Kebijakan

Kinerja Karyawan). Yogyakarta: BPFE.

Pudjirahardjo, W. J. (2012). Pengembangan SDM Kesehatan di Era Desentralisasi

dan Mekanisme Pasar. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, 15(1):66-70.

Te, V., Griffiths, R., Law, K., Hill, P., & Annear, P. (2018). The impact of

ASEAN economic integration on health worker mobility: a scoping review

of the literature. Health Policy Plan, 33(8):957-965.

World Health Organization. (2010). Working Together for Health. New York:

WHO.

World Health Organization. (2016). Global Strategy on Human Resources for

Health: Workforce 2030. Geneva: WHO.

World Health Organization. (2018). WHO. Retrieved from WHO:

https://www.who.int/hrh/HRH-SDG_infographic_Jan2016.png?ua=1

World Health Organization. (2018). WHO, ILO and OECD sign a MoU

operationalizing the Working for Health Multi-Partner Trust Fund.

Retrieved from WHO: https://www.who.int/hrh/news/2018/WHO-ILO-

OECD-sign-MoU-Work-for-Health/en/

World Health Organization. (Tanpa Tahun). Health Workforce. Retrieved from

World Health Organization: https://www.who.int/hrh/about/en/


34

Anda mungkin juga menyukai