Anda di halaman 1dari 31

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN MASALAH

A. Gambaran umum obyek yang diteliti

Kapal laut dalam pengoperasiannya harus dilengkapi dengan permesinan

yang memadai, mesin mesin ini di jalankan dengan bahan bakar. Sebagian dari

bahan bakar ini ada yang tidak dapat diproses, sehingga terakumulasi menjadi

limbah karena salah dalam penanggulangannya dan merugikan kepentingan

lingkungan laut, serta biota didalamnya. Kita harus dapat memproses / mengolah

limbah limbah dimaksud menjadi abu, sehingga dapat meminimalkan polusi

lingkungan.

Sebagaimana yang sudah ditetapkan oleh Marpol 73/78 Annex I: tentang

peraturan-peraturan untuk mencegah pencemaran minyak. Di laut dan Marpol

73/78 Annex V: tentang peraturan-peraturan untuk mencegah pencemaran sampah

dari kapal. maka diperlukan pengetahuan dan kemampuan serta tanggung jawab

penanganan masalah tersebut. Perlu adanya alat pembakar sampah dan minyak

kotor yang ada di kamar mesin yaitu incinerator. Incinerator adalah suatu alat

yang dipergunakan membakar lumpur minyak, minyak lumas kotor, sampah dan

kotoran lainnya yang ada di kamar mesin dengan suhu panas tertentu yang bekerja

secara sisternatis.
Sebelum dibakar kotoran minyak lumas dipanasi terlebih duhulu di waste

oil tank untuk menurunkan viskositas minyak kotor dengan harapan minyak bisa

terbakar semua, dalam pengoperasiannya harus dilengkapi dengan permesinan

yang memadai, mesin mesin ini dijalankan dengan bahan bakar. Sebagian dari

bahan bakar ini ada yang tidak dapat diproses, sehingga terakumulasi menjadi

limbah karena salah dalam penanggulangannya dan merugikan kepentingan

lingkungan laut, serta biota di dalamnya. Kita harus dapat memproses limbah

tersebut menjadi abu dengan cara dibakar dalam suhu tertentu dan bekerja secara

sistematis dalam mesin incinerator, sehingga dapat meminimalkan polusi

lingkungan dan pencemaran laut.

Masalah seperti ini juga terjadi di kapal MV. Clipper Brilliace pada saat

penulis melaksanakan praktek laut. Agar limbah yang ada di MV. Clipper Brilliace

tidak menimbulkan pencemaran di laut dan tidak menimbulkan masalah, maka

limbah dibakar dengan incinerator. Sampah-sampah tersebut dibakar

menggunakan minyak bekas dan bisa juga menggunakan minyak yang masih

bagus sebagai pertarna start mulai pembakaran karena pada saat kita mulai

pembakaran di incinerator diperlukan pembakaran yang sempurna atau objek yang

mudah terbakar yaitu menggunakan diesel oil dan bila sudah mencapai suhu

tertentu mesin akan secara otomatis memindahkan bahan bakar pada minyak

kotor. Dan objek yang dibakar akan dengan mudah terbakar karena pembakaran

karena sebelumnya sudah terjadi pembakaran secara sempurna menggunakan

bahan bakar diesel oil. Sehingga limbah minyak musnah dan sampah-sampah akan
menjadi abu, dengan menggunaan incinerator merupakan salah satu upaya

mencegah dan mengurangi terjadinya pencernaran di laut. Adapun data-data

incinerator yang ada di atas kapal saya melaksanakan praktek mempunyai

spesifikasi sebagai berikut:

Data spesifikasi incinerator MIURA BWG-30.

a. Max capicty
1). Kw : 417 Kw
2). Kcal/h : 358 x 1000
b. Waste oil
1). Amount of heat : 349
2). Max capicty : 37.5
c. Solid wate
1). Amount of heat
a). Kw : 68.0
b). Kcal/h : 58.405
2). Max capacity
a). Kg/h : 20.0
b). Kg/one charge : 20.0
:
d. Control system : Automatic combustion controller
e. Waste oil burner : Air automizing burner
f. Aux burner
1). Type : Pressurized atomizing burner
2). Fuel consumtion (kg/h) : 4.3 (Diesel oil)
3). Ignition : High voltage electric spark
g. Power : 440V, 60 Hz
h. Electric consump power supply :11.0 Kw
i. Dimension
1). Widht : 2,075 mm
2). Depth : 1,275 mm
3). High : 2,165 mm
j. Weight : 3,200 mm
k. Connection
1). Waste Oil Inlet :25 A
2). Atomizing air inlet :15 A
3). Diesel oil inlet :15 A
4). Chemney diameter :40
B. Analisis Hasil Penelitian
1. Faktor apa yang menyebabkan tidak optimalnya pembakaran waste oil

pada incinerator?

Berdasarkan observasi yang dilakukan penulis, maka penulis

maendapatkan faktor-faktor penyebab tidak optimalnya pembakaran waste oil

pada incinerator yaitu: kotornya electroda pada burner incinerator, berfungsi

sebagai alat untuk meletikkan api pada saat pertama kali penyalaan api, apabila

electroda tidak meletikkan api maka pembakaran tidak akan terjadi dan

pembakaran secara terus menerus dapat menyebabkan pemuaian pada ujung

electroda sehingga arus listrik tidak dapat mengalir.

Berdasarkan wawancara dengan masinis 1 di kapal MV. Clipper

Brilliace, bahwa selama masinis 1 berada di MV. Clipper Brilliace kegagalan

pada saat pembakaran waste oil pada incinerator yaitu electroda tidak

meletikkan api sehingga tidak terjadi pembakaran pada incinerator, Dari hasil

wawancara yang didapat beberapa kemungkinan penyebab tidak optimalnya

pembakaran waste oil pada incinerator electroda kotor sehingga tidak dapat

meletikkan api pada saat pertama kali pembakaran. Fungsi dari electroda

tersebut adalah meletikkan api pada saat pembakaran pertama kali terjadi,

letikkan api tersebut berasal dari perpindahan arus pada ujung-ujung electroda,

oleh sebab itu pengecekan harus sering dilakukan oleh masinis yang

bertanggung jawab atas mesin tersebut, Penggantian electroda sendiri

mengikuti running hours, apabila electrode masih dalam keadaan baik maka
bisa digunakan kembali dan apabila sudah dalam kondisi yang tidak baik maka

perlu diadakannya penggantian.

Untuk memperkuat hasil pengamatan dan wawancara yang dilakukan,

penulis melakukan pengamatan dengan studi pustaka. Berdasarkan studi

pustaka yang dilakukan diperoleh beberapa dokumen sebagai sarana pendukung

dari skripsi ini. Dari dokumentasi yang diapat diatas kapal penulis menemukan

adanya kejadian yang sama pada incinerator pada tanggal 15 maret 2017 yang

tercatat pada log book kamar mesin. Isi dari log book tersebut bahwa pada

tanggal tersebut electroda pada incinerator tidak berfungsi dengan baik yaitu

tidak dapat meletikkan api, tidak hanya itu terjadi juga tertutupnya flame Eye

oleh karbon-karbon sisa pembakaran sebelumnya pada tanggal 17 october 2018

yang menyebabkan tidak terjadinya pembakaran.

2. Dampak yang terjadi apabila pembakaran waste oil pada incinerator tidak

terjadi secara maksimal

Dengan melakukan analisis komponensial terhadap fokus, maka pada

tahap ini peneliti telah menemukan karakteristik, kontras-kontras/ perbedaan

dan kesamaan antar kategori, serta menemukan hubungan antara satu kategori

dengan kategori lainnya. Dengan melakukan obsevasi dengan melihat keadaan

yang terjadi setelah terjadi kegagalan pembakaran waste oil pada incinerator

penulis melihat dampak langsung yang terjadi di atas kapal MV. Clipper

Brilliance antara lain adalah:


a. Terganggunya sistem pembakaran

b. Penumpukan sampah dan minyak bekas

c. Bertambahnya pekerjaan awak kapal

Berdasarkan wawancara dengan masinis 1 bahwa dampak terburuk dari

tidak optimalnya pembakaran waste oil adalah terganggunya sistem

pembakaran akibat penumpukan sampah dan waste oil sehingga menambah

pekerjaan bagi awak kapal yang seharusnya melakukan perawatan terhadap

mesin yang menjadi tanggung jawabnya

Untuk memperkuat hasil pengamatan dan wawancara yang dilakukan,

penulis melakukan pengamatan dengan studi pustaka. Berdasarkan studi pustaka,

diperoleh beberapa dokumen yang di dapat diantaranya order dari perusahaan

agar mengoptimalkan pembakaran waste oil dengan melakukan pengecekan tiap

komponen pendukung pembakaran waste oil agar tidak tidak terjadi penumpukan

sampah dan menambah pekerjaan bagi crew.

3. Bagaimana upaya agar pembakaran waste oil pada incinerator bekerja

secara maksimal?

Berdasarkan obsevasi yang penulis lakukan di atas kapal, bahwa upaya

yang dilakukan di atas kapal ketika tidak optimalnya pembakaran waste oil

pada incinerator adalah :

a. Melakukan pengaturan celah pada electroda dan pengaturan ulang jarak

ujung electroda

b. Melakukan pembersihan pada flame eye


c. Melakukan pembersihan pada filter waste oil

Berdasarka wawancara dengan masinis 1 didapat informasi upaya yang

dilakukan apabila tidak optimalnya pembakaran waste oil pada incinerator

yaitu melakukan pembersihan dan penyetelan ulang pada ujung electroda serta

melakukan pembersihan pada flame Eye dari karbon sisa pembakaran serta

pembersihan pada filter waste oil sebab objek yang dibakar merupakan minyak

kotor sehingga meninnggalkan kotoran pada filter dan mengakibatkan tekanan

turun.

Untuk memperkuat hasil pengamatan dan wawancara yang dilakukan,

penulis melakukan pengamatan dengan studi pustaka. Berdasarkan studi

pustaka, diperoleh beberapa data dari log book bahwa ada tindakan yang

dilakukan saat tidak optimalnya pembakaran waste oil pada incinerator adalah

pembersihan dan pengaturan ulang pada ujung electroda, pembersihan pada

flame eye dan pembersihan pada filter waste oil tank.

C. Pembahasan masalah

Dalam pembahasan suatu masalah dengan menggunakan metode fault tree

analysis memerlukan suatu diagram yang disebut pohon kesalahan, dalam

penyusunan diagram ini akan menghasilkan basic event. Basic event adalah

kegagalan mendasar yang tidak perlu dicari penyebabnya yang merupakan batas

akhir penyebab suatu kejadian.


1. Faktor apakah yang menyebabkan tidak optimalnya pembakaran waste oil pada

incinerator ?

a. Top event

Dalam skripsi ini didapato beberapa top event dari tidak optimalnya

pembakaran waste oil tank pada incinerator berikut adalah gambar diagram

pohon kesalahan tidak optimalnya pembakaran waste oil pada incinerator,

akan dijelaskan penjelasan-penjelasan pada setiap faktor-faktor yang

menyebabkan top event terjadi

A B C D

Keterangan :

X : Kurang optimalnya pembakaran waste oil tank pada incinerator

A : Electroda tidak meletikkan api

B : Flame Eye kotor

C : Filter waste oil kotor

D : Aux Burner tidak bekerja maksimal

b. basic event
Dari bagan diatas dapat dijabarkan beberapa dari top event masing-

masing penjabaran basic event yang terjadi. Dari menjabarkan faktor-faktor

tersebut dapat diketahui top event dari masing-masing masalah yang timbul

dari masalah A: Electroda tidak meletikkan api, B: flame eye kotor, C: filter

waste oil kotor, D: aux burner tidak optimal, dari basic event tersebut akan

dijabarkan menggunakan pohon kesalahan fault tree analysis.

Tabel kebenaran faktor-faktor tidak optimalnya pembakaran waste oil

pada incinerator

A B C D Output
0 0 0 0 0
0 0 0 1 1
0 0 1 1 1
0 1 1 1 1
1 1 1 1 1

Gerbang AND akan berlogika 1 atau keluarannya akan berlogika 1

apabila salah satu masukannya 1, namun apabila semua masukannya

berlogika 0 maka keluarannya akan berlogika 0. Dari penjelasan gerbang

AND bisa dijelaskan tabel diatas bahwa jika salah satu komponen terjadi

kerusakan maka akan menyebabkan kegagalan pembakaran pada

incinerator. Berikut ini adalah komponen pendukung proses pembakaran

pada incinerator.
1) Electroda tidak meletikkan api

Pada pembakaran yang dilakukan secara berulang-ulang dapat

menyebabkan ujung electroda sedikit memuai sehingga jarak sehingga

jarak antara kedua ujung electroda menjadi merenggang, juga kadang-

kadang kotoran sering menempel pada kedua ujung electroda yang

ditandai dengan terlihat warna hitam di kedua ujung electroda.

Ketika ujung electroda menjadi merenggang dan juga karena

kotoran, tidak terjadi perpindahan arus listrik diantara ujung electroda

tersebut sehingga percikan api yang diperlukan untuk penyalaan awal

pembakaran tidak akan terjadi dan pembakaran akan gagal terjadi,

menurut hasil wawancara Masinis 1 electroda tidak memercikan api

upaya yang dilakukan kita harus selalu mengecek kebersihan sudut dan

mensetting kembali ukuran celah pada electroda di burner incinerator

sesuai manual book.

2) Flame Eye kotor

Flame Eye adalah alat sensor api yang berfungsi untuk membaca

apakah terjadi proses pembakaran pada burner. Pada proses penyalaan

awal incinerator akan menggunakan bahan bakar MDO. Dengan bantuan

ignitor sebagai pemantik apinya, MDO akan terbakar di dalam ruang

bakar dengan jarak aman tertentu. Jika proses pembakaran dengan

menggunakan MDO dirasa telah stabil maka pulverized fuel dapat


dimasukkan ke dalam proses pembakaran dengan tanpa menghentikan

supply MDO. Supply MDO akan dihentikan jika flame scanner telah

membaca pulverized fuel terbakar di ujung burner. Jarak api yang

terbentuk pads ujung burner harus dijaga pada jarak aman tertentu, hal ini

berhubungan dengan keselamatan kerja agar api tidak menjalar ke pipa-

pipa supply pulverized fuel.

Gangguan pada flame eye disebabkan antara lain

a) Permukaan Flame Eye kotor

b) Pemasangan flame eye tidak tepat.

c) Flame eye terbakar.

d) Sambungan pada flame eye terputus.

Hasil wawancara Masinis 1.menyebutkan bahwa untuk

mengetahui flame eye bisa bekerja dengan baik yaitu dengan mencabut

flame eye dari dudukanya dan posisikan incinerator pada posisi on ambil

senter dan arahkan ke flame eye kemudian matikan senter bila alarm

bunyi berarti flame eye bisa bekerja dengan baik (Masinis 1, Wawancara).

3) Filter waste oil kotor

Filter waste oil berfungsi sebagai saringan minyak kotor sebelum

minyak kotor melewati burner dan kemudian dibakar di ruang bakar.

Perlu kita ketahui bahwa object yang kita bakar adalah lumpur

minyak dan minyak lumas kotor yang pastinya terdapat banyak kotoran
yang sifatnya masih keras dan kasar dan yang terjadi di lapangan adalah

minyaknya kurang panas sehingga minyak yang ditransfer susah karena

kental sehingga banyak menempel di saringan dan tekanan waste oil

turun.

Dalam proses penanggulangannya agar saringan tidak cepat kotor

yaitu dengan menjaga panas minyak kotor di waste oil tank dengan suhu

90°C-110°C, waste oil tank dicampur dengan solar bila sludge terlalu

kental kemudian di flushing biar sludge tercampur rata dengan solar,

membersihkan saringan setiap incinerator selesai dipakai dengan cara

pastikan incinerator sudah off kemudian dilepas dari tempat dudukanya

angkat dan rendam dengan solar dan bersihkan.

Hasil wawancara dengan Masinis 1 menyatakan bahwa Saringan

cepat kotor itu terjadi karena suhu minyak kotor, sludge kurang atau

terlalu rendah dan banyak lumpur yang masih kasar upaya yang dilakukan

adalah membersihkan saringan setelah incinerator operasi dengan solar,

menjaga temperatur minyak kotor 90-100°C sebelum bahan bakar atau

minyak kotor di pindahkan ke ruang bakar." (Masinis l. Wawancara).

4) Auxiliary burner

Merupakan peralatan yang berfungsi sebagai alat penyalaan

pertama kali pada saat pembakaran. Bahan bakar untuk Auxiliary burner

menggunakan Diesel Oil. Auxiliary burner bekerja pada saat pertama kali
penyalaan dan akan berhenti apabila waste oil burner menyemprotkan

bahan bakar dan api dalam dapur api sudah terdeteksi oleh flame eye

sehingga sinyal dari flame eye akan diteruskan ke kontaktor selanjutnya

akan memutus arus ke auxiliary burner dan menyemprotkan bahan bakar

dan api dalam dapur api sudah terdeteksi oleh fame eye sehingga sinyal

dari flame eye akan diteruskan ke kontaktor selanjutnya akan memutus

arus ke auxiliary burner dan mengirim sinyal ke alarm bahwa

pembakaran miss fire dan incinerator mati.

D1 D2
Keterangan

D : auxiliary burner tidak optimal

D1 : nozzle burner kotor

D2 : Temperatur waste oil rendah

Dari semua alat bantu pada incinerator yang paling penting

fungsinya adalah burner maka incinerator tidak dapat beroperasi. Jadi

kita harus memperhatikan dan merawat burner tersebut.

Sesuai dengan pengalaman penulis di atas kapal penyebab utama

tersumbatnya burner adalah disebabkan oleh karbon bekas dari hasil


pembakaran minyak kotor (waste oil) itu sendiri karena seperti yang kita

ketahui waste oil adalah minyak kotor yang sudah tidak layak pakai jadi

kandungan lumpurnya sudah banyak.

Selain itu faktor lain penyebab tersumbatnya burner pada

incinerator adalah akibat temperatur pada waste oil tank terlalu rendah

serta adanya sisa minyak kotor yang menggumpal pada line minyak kotor

yang akan dibakar. Tersumbatnya burner akan menyebabkan terjadinya

pembakaran yang tidak sempuma, sedangkan untuk mendapatkan hasil

pembakaran yang sempurna yaitu minyak yang meninggalkan mulut

pembakaran mempunyai kecepatan yang cukup dan dalam keadaan

melayang (mengabut) dan tidak mengenai bagian-bagian dinding ruang

pembakaran.

Pengabutan pada incinerator umumnya adalah pengabutan tekan.

Maka dari itu timbul kesulitan pada pengawasan pada proses

pengoperasian incinerator. Untuk mendapatkan hasil pembakaran yang

sempurna perlu diperhatikan

1) Minyak bekas harus bersih dari segala macam kotoran yang sifatnya

padat dan cair.

2) Minyak harus dipanasi terlebih dahulu sampai pada suhu tertentu, hal

ini dimaksudkan agar terjadinya pembakaran pada minyak bisa

berlangsung dengan cepat di dalam ruang bakar. Penurunan nilai

viscositas (kekentalan) pada minyak dapat dicapai sehingga


pemompaan dan pengabutan untuk proses pembakaran dapat tercapai

dengan mudah dan menghasilkan bagian-bagian minyak yang cukup

sehingga syarat dapat dipenuhi.

3) Minyak dapat meninggalkan nozzle pada burner dengan kecepatan

yang cukup dan dalam keadaan melayang dan tidak mengenai bagian

dinding pada ruang pembakaran sehingga pembakaran dapat terjadi

dengan mudah.

4) Udara yang masuk juga mempunyai kecepatan yang cukup dan

mempunyai cara pencampuran dengan bahan bakar yang baik, hingga

tiap bagian minyak bertemu dengan sejumlah udara yang bisa

menjamin terjadinya pembakaran yang merata. Dan untuk menunjang

terjadinya proses ini maka pesawat-pesawat bantu seperti waste oil

burner, pump, burner, pemanas minyak dan lainnya dapat bekerja

secara optimal dan terpisah sehingga pengawasannya dapat diatur

tersendiri. Menurut Masinis 1 nozzle kotor maka buka burner dan

bersihkan nozzle dengan solar dan menjaga suhu waste oil tank 90-

100°C serta membersihkan saringan minyak kotor setelah incinerator

beroperasi.

Sesuai dengan sifat dari pada minyak jika suhu pada tangki

terlalu rendah maka minyak akan menjadi kental sehingga akan

mengubah Specific Grafity (SG) dari pada minyak tersebut. Pada

waktu dioperasikan pembakaran yang terjadi tidak sempurna setelah


diteliti dan diperiksa ternyata pada Waste Oil Tank temperaturnya

hanya 75°C sedangkan kita ketahui bahwa minyak kotor tersebut

mempunyai kandungan lumpur yang banyak sehingga kekentalan

(Viscositas) dari pada minyak tersebut sangat tinggi dan menyebabkan

minyak menjadi berat. Oleh karena itu kita harus selalu

memperhatikan temperatur tangki pada bahan bakar dan memberikan

temperatur suhu yang tepat antara 90-100°C, untuk mencegah terlalu

rendahnya temperatur pada tangki ataupun sebaliknya, jika temperatur

pada tangki terlalu tinggi akan menyebabkan banyaknya air pada

tangki bahan bakar, sehingga dapat menyebabkan kegagalan

pembakaran atau tidak sempurnanya pembakaran

Tabel kebenaran tidak optimalnya auxiliary burner

D1 D2 Output
0 0 0
0 1 1
1 0 1
1 1 1

Dari tabel diatas dapat ditarik persamaan boolean

D = D1 + D2

Hasil analisa kualitatif dari analisis tidak optimalnya pembakaran

waste oil pada incinerator dengan top event yaitu tidak optimalnya

auxiliary burner yaitu :


D : tidak optimalnya auxiliary burner

D1 : Nozzle kotor

D2 : temperatur waste oil rendah

c. cut set

Hasil penelitian yang diperoleh dari pengujian masing-masing

intermediate event sampai basic event untuk memperoleh penyebab dari top

event adalah sebagai berikut

A B C D

D D
1 2

Setelah membuat pohon kesalahan dan tabel kebenaran tentang

Incinerator, maka langkah selanjutnya adalah dengan membuat minimal cut

set, Penentuan minimal cut set didasarkan pada gambar pohon kesalahan.

Berikut penjabaran seluruh kejadian yang terjadi berdasarkan pohon


kesalahan dengan metode aljabar Boolean, Pertama beri pemisahan pada

tiap-tiap gerbang dan kejadian. Misalkan :

T adalah top event

P adalah primary event atau basic event

G adalah intermediate event

Dan misalkan

X : Tidak optimalnya pembakaran waste oil pada incinerator

A : Electroda tidak meletikkan api

B : flame eye kotor

C : Filter waste oil kotor

D : Auxiliary burner tidak optimal

D 1 : Nozzle kotor

D2 : Temperatur terlalu rendah

Dari gambar diatas dapat diambil persamaan booleannya :

X=A+B+C+D

D = D1 + D2

Menggunakan pendekatan dari atas di dapat

X = A + B + C + D (karenaD = D1 + D2)

X = A + B + C + D1 + D2

Maka minimal cut set adalah {A}, {B}, {C}, {D1 }, {D2}

Analisa kualitatif adalah untuk mendapatkan kombinasi kegagalan

yang menyebabkan top event (acara puncak) pada suatu sistem atau minimal
cut set (potongan) itu sendiri. Dari minimal cut set (potongan) dapat diketahui

berapa banyak kejadian yang dapat langsung menyebabkan top event (acara

puncak) terjadi. Jika terdapat satu basic event (acara dasar) yang dapat

langsung menyebabkan top event (acara puncak) terjadi, maka basic event

(acara dasar) tersebut lebih dahulu diperhatikan dalam perbaikan sistem

dibandingkan dengan yang disebabkan dua/basic event (acara dasar), Karena

jika terdapat dua basic event (acara dasar) dalam minimal cut set (potongan),

berarti kedua basic event (acara dasar) tersebut harus terjadi baru kemudian

top event (acara puncak) terjadi.

Dengan mengetahui penyebab-penyebab yang mengakibatkan

kegagalan pembakaran burner pada incinerator, seorang engineer dapat

langsung melakukan perbaikan pada bagian sistem yang mengalami

kerusakan.

Dari hasil penelitian yang penulis dapatkan dan penulis paparkan

dalam analisa hasil penelitian di atas, ada beberapa masalah yang penulis

anggap perlu dibahas.

1. Dampak apa yang terjadi apabila pembakaran waste oil pada incinerator

tidak bekerja secara maksimal

a. Apabila di dalam sistem pembakaran minyak kotor tersebut masih

kental dan masih terdapat air, maka akan menggangu sistem

pembakaran yang berakibat pada saat awal penyalaan ketika Auxiliary

burner berhenti bekerja dan hanya Waste Oil Burner saja yang bekerja
dimana jika kandungan air didalam minyak masih banyak maka

pembakaran susah terjadi bahkan akan sulit terjadi karena sesuai

dengan kaidah segitiga api dimana apabila salah satu dari ketiga unsur

yaitu panas, udara, dan bahan bakar dihilangkan maka pembakaran

tidak akan terjadi, dan kalaupun terjadi pembakaran tidak akan stabil

dan tidak akan mencapai suhu pembakaran yang diinginkan yaitu

antara 900°C - 1000°C.

Apabila membakar minyak dengan kekentalan yang masih

tinggi akan memerlukan waktu yang lebih lama disebabkan karena

berat jenis minyak masih tinggi dan titik bakar minyak masih tinggi

pula sehingga untuk membakar minyak tersebut memerlukan panas

yang banyak, oleh karena itu waktu pembakarannya menjadi lebih

lama.

Ketika ujung electroda merenggang ataupun tertutup kotoran,

hal ini berakibat tidak terjadi perpindahan arus listrik di antara kedua

ujung electroda tersebut sehingga percikan api yang diperlukan untuk

penyalaan awal pembakaran tidak akan terjadi sehingga

mengakibatkan incinerator tidak dapat membakar minyak kotor

maupun sampah.

Selain berakibat pada Oily Water Separator dan Incinerator itu

sendiri, seperti kita ketahui bahwa didalam peraturan Internasional


Marpol 73/78 terdapat peraturan yang berisi tentang pencegahan

pencemaran dilaut yaitu :

Ketentuan Annex I Reg. 9 menyebutkan bahwa pembuangan

minyak atau campuran minyak hanya diperbolehkan apabila

1) Tidak dalam special area seperti laut mediteranean, Laut Baltic,

Laut Hitam, Laut Merah dan daerah teluk.

2) Lokasi pembuangan lebih dari 50 mil laut dari daratan.

3) Pembuangan dilakukan waktu kapal berlayar.

4) Tidak membuang lebih dari 30 liter atau nautical mile.

5) Tidak membuang tidak lebih besar dari 1 : 30.000 dari jumlah

muatan.

6) Tanker harus dilengkapi dengan Oil discharge monitoring dengan

kontrol sistemnya.

Pembuangan dari suatu kapal tidak boleh terjadi kecuali semua

ketentuan berikut dapat dipenuhi :

a) Kapal sedang melaju pada suatu pelayaran.

b) Kapal tidak berada dalam suatu daerah khusus (special area).

c) Kapal pada posisi lebih dari 12 mil dari daratan.

d) Kandungan minyak dari pembuangan adalah kurang dari 100 ppm.

b. Kapal untuk mengoperasikan sistem pemonitoran dan pengendalian

pembuangan minyak, perlengkapan pemisahan air berminyak, sistem


penyaringan minyak atau instalasi lain yang diisyaratkan oleh

peraturan-peraturan.

Dari peraturan peraturan diatas dapat diketahui bahwa jika

pesawat bantu yang berfungsi sebagai pencegah pencemaran laut,

dalam hal ini Oily Water Separator dan incinerator tidak berfungsi

dengan baik akan menimbulkan suatu masalah, yaitu kapal kita akan

berurusan dengan hukum dan akan mendapat sanksi juga harus

membayar denda jika diketahui telah membuang minyak atau kotoran

kelaut.

Menurut hasil wawancara dengan Masinis 1 menyatakan bahwa

"yang ditimbulkan bila incinerator tidak bisa optimal pembakaranya" itu

sampah dan minyak kotor serta sludge yang ada di kapal tidak bisa

terbakar semua, menambah pekerjaan yang semestinya tidak ada serta

penumpukan sampah dikapal terlalu banyak dan kemungkinana dibuang

kelaut (Masinis 1, Wawancara).

Menurut Marine Polution (1973-1978) pencemaran yang ditimbulkan

yang ditimbul akibat incinerator tidak bisa bekerja dengan optimal itu

bisa mematikan biota laut yang ada disekitarnya serta daerh larangan

yang harus dimengerti menururt Marpol: Ketentuan Annex I Reg. 9

menyebutkan bahwa pembuangan minyak atau campuran minyak hanya

diperbolehkan apabila
1) Tidak dalam special area seperti laut mediteranean, Laut Baltic, Laut

Hitam, Laut Merah dan daerah teluk.

2) Lokasi pembuangan lebih dari 50 mil laut dari daratan.

3) Pembuangan dilakukan waktu kapal berlayar.

4) Tidak membuang lebih dari 30 liter atau nautical mile.

5) Tidak membuang tidak lebih besar dari 1 : 30.000 dari jumlah muatan.

6) Tanker harus dilengkapi dengan Oil discharge monitoring dengan

kontrol sistemnya.

2. Upaya apa yang harus dilakukan agar pembakaran waste oil pada

incinerator bekerja secara optimal

a. Electroda

Agar Electroda burner pada incinerator dapat selalu

menimbulkan percikan api sebagai awal dari pembakaran, perlu

adanya tindakan sebagai berikut.

1) Lakukan pengecekan dan pembersihan secara rutin setiap

Incinerator selesai membakar minyak kotor.

a) Cek dan bersihkan nozzle chip.

b) Cek dan bersihkan electroda burner, jangan sampai ada minyak

di Insulating bushing yang akan menyebabkan konsleting.

c) Atur kembali celah electroda burner sesuai dengan Instruction

Manual Book (2000:37).


i) Jarak antara kedua ujung electroda : 3.5 ± 0.5 mm.

ii) Jarak ujung nozzle dengan ujung electroda : 5 ± 0.5 mm.

Menurut hasil wawancara dengan Masinis 1 "elektroda di

incinerator tidak memercikan api" karena kurangnya perawatan secara

berkala yaitu dengan: Lakukan pengecekan dan pembersihan secara rutin

setiap Incinerator selesai membakar minyak kotor. Cek dan bersihkan

nozzle chip. Cek dan bersihkan electroda burner, jangan sampai ada

minyak di Insulating bushing yang akan menyebabkan konsleting. Atur

kembali celah electroda burner sesuai dengan Instruction manual book

menjaga kebersihan saringan karena dengan menjaga kebersihan saringan

pembkaran bisa lebih bersih dan sedikit menimbulkan karbon (Masinis 1,

Wawancara).

b. flame eye

Alat ini berfungsi untuk memberikan signal peringatan jika

dalam pengoperasian incinerator terjadi kegagalan Hal hal yang perlu

diperhatikan adalah :

1) Cek dan bersihkan permukaan flame eye dari kotoran minyak dan

karbon bekas hasil pembakaran.

2) Lakukan pengetesan terhadap flame eye dengan cara menjalankan

incinerator kemudian flame eye disinari dengan lampu senter,


pastikan alarm combustion failure berbunyi ketika lampu senter

dimatikan.

Menurut hasil wawancara dengan masinis 1 menyatakan bahwa

jika flame eye tidak berfungsi maka perlu adanya tindakan: Cek dan

bersihkan permukaan flame eye dari kotoran dan karbon bekas hasil

pembakaran. check keadaan kabel dan bagian fisik flame eye. Lakukan

pengetesan terhadap flame eye dengan cara menjalankan iincinerator

kemudian flame eye disinari dengan lampu senter, pastikan alarm

combustion failure berbunyi ketika lampu senter dimatikan (Masinis 1.

Wawancara).

c. Filter waste oil kotor

Filter merupakan saringan,dimana banyak terdapat kotoran di

dalamnya, apabila tidak dibersihkan akan meninggalkan masalah bagi

mesin, kotoran tersebut dapat mengeras dan membatu sehingga dapat

menghambat aliran minyak.

Dalam proses penamggulanganya agar saringan tidak cepat

kotor yaitu dengan menjaga panas minyak kotor di waste oil tank

dengan suhu 90°C - 110°C, waste oil tank dicampur dengan solar bila

sludge terlalu kental kemudian di flushing biar sludge tercampur rata

dengan solar, membersihkan saringan setiap incinerator selesai dipakai

dengan cara pastikan incinerator sudah off kemudian dilepas dari

tempat dudukanya angkat dan rendam dengan solar dan bersihkan.


Hasil wawancara dengan Masins 1 menyatakan bahwa

Saringan cepat kotor itu terjadi karena suhu minyak kotor, sludge

kurang atau terlalu rendah dan banyak lumpur yang masih kasar upaya

yang dilakukan adalah membersihkan saringan setelah incinerator

operasi dengan solar, menjaga temperatur minyak kotor 90 - 100°C

sebelum bahan bakar atau minyak kotor di pindahkan ke ruang bakar."

(Masinis 1. Wawancara).

d. Nozzle kotor

Dari semua alat bantu pada incinerator yang paling penting

fungsinya adalah burner atau rusaknya burner maka incinerator tidak

akan dapat beroperasi. Jadi kita harus memperhatikan dan merawat

burner tersebut.

Sesuai dengan pengalaman penulis diatas kapal penyebab

utama tersumbatnya burner adalah disebabkan oleh karbon bekas dari

hasil pembakaran minyak kotor (waste oil) itu sendiri karena seperti

yang kita ketahui minyak kotor yang sudah tidak layak pakai jadi

kandungan lumpurnya sudah banyak.

Selain itu faktor lain penyebab tersumbatnya burner pada

incinerator adalah akibat suhu pada waste oil tank terlalu rendah serta

adanya sisa minyak kotor yang menggumpal pada line dan saringan

minyak kotor yang akan dibakar. Tersumbatnya burner akan


menyebabkan terjadinya pembakaran yang tidak sempurna, sedangkan

untuk mendapatkan basil pembakaran yang sempurna yaitu minyak

yang meninggalkan mulut pembakaran mempunyai kecepatan yang

cukup dan dalam keadaan melayang (mengabut) dan tidak mengenai

bagian-bagian dinding ruang pembakaran.

Pengabutan pada incinerator umumnya adalah pengabutan

tekan. Maka dari itu timbul kesulitan pada pengawasan pada proses

pengoperasian incinerator. Untuk mendapatkan basil pembakaran

yang sempurna perlu diperhatikan :

1) Minyak bekas harus bersih dari segala macam kotoran yang sifatnya

padat dan cair.

2) Minyak harus dipanasi terlebih dahulu sampai pada suhu tertentu,

hal ini dimaksudkan agar terjadinya pembakaran pada minyak bisa

berlangsung dengan cepat di dalam ruang bakar. Penurunan nilai

viscositas (kekentalan) pada minyak dapat dicapai atau

viscositasnya rendah sehingga pemompaan dan pengabutan untuk

proses pembakaran dapat tercapai dengan mudah dan menghasilkan

bagian-bagian minyak yang cukup sehingga syarat pada point (a)

dapat dipenuhi.

3) Minyak yang dapat meninggalkan nozzle pada burner dengan

kecepatan yang cukup dan dalam keadaan melayang dan tidak


mengenai bagian dinding pada ruang pembakaran sehingga

pembakaran dapat terjadi dengan mudah.

4) Udara yang masuk juga mempunyai kecepatan yang cukup dan

mempunyai cara pencampuran dengan bahan bakar yang baik,

hingga tiap bagian minyak bertemu dengan sejumlah udara yang

bisa menjamin terjadinya pembakaran yang merata. Dan untuk

menunjang terjadinya proses ini maka pesawat-pesawat bantu

seperti waste oil burner pump, burner, pemanas minyak dan lainnya

dapat bekerja secara optimal dan terpisah sehingga pengawasannya

dapat diatur tersendiri.

5) Memberi solar pada waste oil tank kemudian dipompa dan

disirkulasi agar sludge yang masih kental bisa encer dan bisa di

bakar dengan semua atau pada sludge diberi chemical agar nilai

oktannya bisa rendah sehingga mudah terbakar, membersihkan

waste oil tank setiap 6 bulan sekali dari sluge yang sifatnya masih

kasar dan padat dengan harapan pemansasan pada minyak kotor

serta lumpur minyak bisa optimal sehingga proses pembakaran

waste oil bisa terbakar semua dan pencemaran minyak diatas kapal

bisa dicegah.

6) Perbaikan pada ruang bakar di incinerator dengan menambal

bagian dinding ruang bakar yang rapuh dengan semen yang

disarankan dari pabrik pembuatan, perbaikan itu dilakukan setiap


membersihkan sisa kotoran sampah yang dibakar atau setiap 3

bulan sekali dengan cara melihat kondisi ruang bakar bila ada yang

rapuh maka segera ditutup dengan semen, perbaikan tersebut

diharapkan panas yang terjadi diruang bakar tidak keluar sehingga

pada saat proses pembakaran bisa tercapai dan sampah dan minyak

kotor bisa terbakar semua. Hal hal yang perlu diperhatikan pada

burner yaitu :

a) Lakukan pengecekan dan pembersihan secara rutin setiap

incinerator selesai beroperasi dengan panduan manual book

dengan tujuan agar incinerator bisa bekerja lebih lama dan

pembakaran yang dihasilkan bisa lebih optimal dan sampah

diatas kapal bisa terbakar semua karena pembakarannya

sempurna bisa sesuai plan mantanance system.

1) diagram adjustmen burner pada incinerator.

Jarak automizer dengan stabilizer 9-10 mm Normal


Jarak utomizer dengan kedua
5-6 mm Normal
ujung electrode
Jarak 2 celah ujung electrode 5 mm Normal

2) Cek dan bersihkan nozzle chip dan dites dengan cara

memasukan solar dalam burner kemudian dimasuki udara

bertekanan dan lihat bahan bakar akar keluar dalam bentuk


spray dan bertekanan bila tidak atau mampet harus diganti

atau bila yang ditimbulkan bukan spray tapi seperti air

mancur berarti lubang nozle terlalu besar yang mana bila

dipasang akan terjadi pembakaran yang tidak sempurna

karena pencampuran bahan bakar tidak bagus karena tidak

bisa men-spray.

e. Temperatur waste oil tank yang tidak sesuai karena kurang panas.

Sludge atau minyak kotor merupakan bahan bakar yang sudah tidak

layak dipakai lagi dan spesifik Gravity minyak kotor tersebut tidak

menentu karena banyaknya enadapan lumpur yang telah tercampur,

jadi kita harus memberikan temperatur pada tangki tersebut dengan

tepat yaitu berkisar antara 90-100°C jika sampah minyak memiliki

kekentalan yang lebih besar itu harus dipanaskan sampai sekitar

110°C, disamping itu kita juga harus sering mencerat tangki bahan

bakar sebelum mengoperasikan atau menyalakan pesawat bantu

Incinerator. Dimana tujuannya untuk mengetahui banyak tidaknya

kandungan air dalam tangki dan mengurangi air dalam tangki bahan

bakar tersebut, sehingga pada saat pembakaran tidak akan terjadi

masalah oleh banyaknya air ataupun terlalu rendahnya temperatur pada

Waste Oil Tank yaitu :

1) Memanaskan Waste Oil Tank sampai temperatur 90-100°C, jika

minyak yang akan dibakar mempunyai kekentalan yang tinggi dan


masih banyak mengandung air, maka pemanasan Waste Oil Tank

dilakukan sampai mencapai suhu 100°C sehingga kekentalan

minyak tersebut akan turun dan berat jenis minyak tersebut akan

turun pula.

2) Cerat air selama dan sesudah pemanasan dari Waste Oil Tank

sampai bersih dan bila perlu cerat air dari drain plug pada saringan

minyak kotor sebelum masuk ke pompa.

Menurut hasil wawancara dengan menyatakan bahwa kurang

panasnya bahan bakar terjadi karena kurang panasnya dan upaya

yang dilakukan adalah menjaga suhu waste oil tank 90-100°C dan

pembersihan waste oil tank secara rutin 6-12 bulan sekali dari

sludge.

Menurut hasil wawancara dengan masinis 1 bila nozle kotor

langkah awal biar nozle tidak cepat kotor adalah: Bila nozle kotor

maka buka burner dan bersihkan nozle dengan solar dan menjaga

suhu waste oil tank 90-100°C serta membersihkan saringan minyak

kotor setelah incinerator beroperasi karena minyak yang kita bakar

adalah minyak sehingga minyak yang masuk ke pembakaran adalah

minyak bersih (Masinis 1. Wawancara ).

Anda mungkin juga menyukai