Disusun oleh:
Kelompok 5
Akhmad Zhauqi T. 111611133144
M. Chalil Hukama B. 111611133150
Elvia Agustya T. 111711133065
Farisa Alyani D. 111711133109
Sheila N. Maulida 111711133140
Chansa Visyahra N. 111711133146
Psikopatologi C-1
Fakultas Psikologi
Universitas Airlangga
2019
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI 1
1
2.3 Diagnosa Multiaksial 37
3.1 Kesimpulan 39
3.2 Saran 39
DAFTAR PUSTAKA 40
LAMPIRAN...........................................................................................................41
2
BAB I
KERANGKA TEORI
3
1.1.1.2 Gejala
b) Terdapat keinginan yang kuat serta usaha yang tidak berhasil untuk
mengurangi atau mengontrol penggunaan tembakau.
4
i) Tetap menggunakan tembakau meskipun telah mengetahui dampak
yang ditimbulkan dapat membahayakan secar fisik maupun psikis.
Gejala Withdrawal
2) Cemas
3) Suslit konsentrasi
5) Gelisah
6) Depresi
7) Insomnia
5
c) Gejala dalam kriteria B yang menyebabkan distress klinis yang signifikan
ataupun penurunan dalam segi pekerjaan, sosial, atau fungsi penting lainnya.
d) Gejala yang muncul tidak dikarenakan oleh kondisi medis lain dan tidak
dapat dijelaskan oleh gangguan mental lainnya. Termasuk intoxication atau
withdrawal dari zat lain.
1.1.1.3 Etiologi
6
tembakau, zat nikotin yang terkandung di dalamnya mengaktifkan sistem ini
sehingga tubuh menghasilkan hormon dopamin atau hormon
kesenangan/kebahagiaan. Seiring berjalannya waktu, semakin terbiasa dengan
penggunaan tembakau ini, efek nikotin pada sistem dalam otak semakin kuat.
Sistem dopamin mesolimbik ini semakin peka pada efek yang ditimbulkan.
Apalagi, nikotin juga memberikan efek neoruadaptif di mana nikotin
menimbulkan dampak penurunan atau penumpulan kemampuan melepaskan
dopamin secara alami. Maka dari itu, individu yang mengalami tobacco use
disorder tidak bisa lepas dari rokok atau produk tembakau lain. Karena sistem
pada otak mereka telah mengalami sensitization dari efek nikotin. Para pengguna
tembakau ini tidak akan memperoleh kepusan apabila mereka belum
mengonsumsi tembakau tersebut.
b) Negative Reinforcement
7
mengkonsumsi rokok. Contoh, seseorang yang baisa merokok tidak memiliki
kesempatan untuk merokok dalam waktu yang lama karena alasan tertentu,
akhirnya jumlah serotonin dalam otaknya rendah akibat manipulasi jumlah yang
telah dilakukan nikotin. Ketika jumlah serotonin rendah, ia akan memiliki regulasi
emosi yang buruk, ia akan merasakan emosi-emosi negatif (misalnya gelisah,
resah, dll) dan membutuhkan rokok atau produk tembakau lain untuk
menghilangkan emosi negatif yang dialaminya. Apalagi, dengans eorong
berjalannya wkatu kemampuan pelepasan dopamin secara alami terus menurun
akibat nikotin. Sehingga harus ada nikotin yang diserap tubuh (mengkonsumsi
tembakau) untuk membahagiakan diri atau mencari kepuasan atau menghindari
emosi negatif yang dialaminya.
c) Classical Conditioning
1) Tempramen
2) Lingkungan
Orang dengan penghasilan yang lebih rendah serta pendidikan yang lebih
rendah memiliki kemampuan untuk merokok dan memiliki intensi yang lebih
8
rndah untuk berhenti. Tidak hanya itu, kebiasaan merokok biasa dimulai dari
lingkungan. Misalnya pada kasus remaja yang memiliki teman perokok akan lebih
berisiko untuk merokok. Begitu pula dengan anak yang memiliki ayah perokok
akan lebih mungkin untuk merokok, dalam beberapa kasus, pengalaman merokok
pertama yang dialami oleh seseorang adalah saat ia mencuri rokok ayahnya.
9
kegagalan dalam menyelesaikan tugas pada aspek penting, masalah sosial dan
inetrpersonal yang menonjol, serta penggunaan yang membahayakan fisik muncul
pada prevalensi menengah
1) Farmakoterapi
2) Psikoterapi
Marijuana atau yang dapat disebut sebagai Cannabis merupakan salah satu
narkotika yang dapat menyebabkan halusinasi yang berasalah dari tanaman perdu
liar Cannabis Sativa. Ketika daun bagian atas, pucuk, dan batang tanaman
dipotong, dikeringkan, dan digulung menjadi rokok, produk itu biasanya disebut
ganja (marijuana) atau bhang. Hashish adalah eksudat resin kering yang
merembes dari bagian atas dan bawah daun ganja; minyak ganja adalah istilah
hashish yang terkonsentrasi. Dalam beberapa tahun terakhir, potensi bentuk lain
dari cannabis, sensimilla, telah diproduksi di Asia, Hawaii, dan California.
Cannabinoid biasanya dihisap, tetapi juga dapat diminum, biasanya dicampur
dengan teh atau makanan.
1.1.2.2 Gejala
a. Ganja sering dikonsumsi dalam jumlah yang lebih besar atau periode
yang lebih lama dari yang seharusnya.
10
b. Ada keinginan yang terus-menerus atau upaya yang gagal untuk
mengurangi atau mengendalikan penggunaan ganja.
c. Banyak waktu yang dihabiskan dalam kegiatan yang diperlukan untuk
mendapatkan ganja, menggunakan ganja, atau pulih dari dampaknya.
d. Keinginan, atau keinginan kuat atau dorongan untuk menggunakan ganja.
e. Penggunaan ganja berulang yang mengakibatkan kegagalan untuk
memenuhi kewajiban peran utama di tempat kerja, sekolah, atau rumah.
f. Penggunaan ganja terus menerus meskipun memiliki masalah sosial atau
interpersonal yang berulang yang disebabkan atau diperburuk oleh efek
kannabis.
g. Kegiatan sosial, pekerjaan, atau rekreasi penting terhenti atau berkurang
karena penggunaan kannabis.
h. Penggunaan kannabis berulang dalam situasi di mana ia berbahaya secara
fisik.
i. Penggunaan ganja dilanjutkan walaupun mengetahui masalah fisik atau
psikologis yang kemungkinan disebabkan atau diperburuk oleh ganja.
j. Tolerance, sebagaimana didefinisikan oleh salah satu dari berikut ini:
11
b. Perubahan perilaku atau psikologis yang secara klinis (seperti mengalami
gangguan koordinasi motorik, euforia, kecemasan, sensasi waktu yang
lambat, gangguan penilaian, penarikan sosial) yang dikembangkan selama,
atau setelah, penggunaan.
c. Dua (atau lebih) dari gejala berikut berkembang dalam 2 jam penggunaan:
3. Mulut kering.
d. Gejala yang muncul tidak disebabkan oleh kondisi medis lain dan tidak
dapat dijelaskan oleh gangguan mental lain, termasuk keracunan dengan
zat lain.
3. Kesulitan tidur.
5.Gelisah.
12
6. Depresi.
1.1.2.4 Etiologi
a. Faktor Individu, adanya rasa keingintahuan yang tinggi pada individu serta
jika seseorang memiliki masalah yang tidak dapat terselesaikan.
13
1.1.3 Opioid (Opioid-Related Disorder)
1.1.3.2 Gejala
1. Opioid digunakan dalam jumlah yang lebih besar atau dalam waktu yang
lebih lama dari yang diperbolehkan untuk tujuan medis,
2. Adanya keinginan untuk terus menerus mengkonsumsi dan kegagalan
untuk mengurangi atau mengontrol penggunaan opioid,
3. Menghabiskan waktu yang banyak untuk mencari, menggunakan, atau
melakukan recovery dari efek opioid,
4. Adanya keinginan yang kuat atau dorongan untuk menggunakan opioid,
5. Penggunaan opioid mengakibatkan individu tidak memenuhi kewajiban
utamanya (lingkungan kerja, sekolah, rumah),
14
6. Tetap menggunakan opioid meskipun memiliki masalah sosial
(interpersonal) yang disebabkan oleh penggunaan opioid,
7. Kegiatan sosial ataupun yang berhubungan dengan pekerjaan atau kegiatan
rekreasional dianggap kurang penting bahkan menghilang akibat
penggunaan opioid,
8. Menggunakan opioid sehingga dapat membahayakan fisik (overdosis),
9. Terus menggunakan opioid meskipun mengerti bahaya untuk fisik maupun
psikologis,
10. Toleransi: Keinginan untuk menambah jumlah konsumsi opioid untuk
mencapai intoksikasi, dan berkurangnya efek opioid saat mengkonsumsi
dengan jumlah yang sama,
11. Withdrawal.
4. Tanda-tanda atau gejala yang bukan disebabkan oleh kondisi medis lain
dan tidak dijelaskan pada gejala gangguan mental lainnya, termasuk
intoksikasi dari zat lain.
15
Gejala Opioid Withdrawal
B. Mengalami tiga atau lebih gejala dibawah ini yang berkembang beberapa
menit atau beberapa hari setelah mengalami gejala dalam kriteria A:
D. Tanda-tanda atau gejala yang bukan disebabkan oleh kondisi medis dan
tidak dijelaskan pada gejala gangguan mental lainnya, termasuk intoksikasi
dan withdrawal dari zat lain.
1.1.3.3 Etiologi
16
a. Faktor psikologis, komorbiditas psikiatri seperti bipolar, major
depression, PTSD, kecemasan, atau gangguan kepribadian akan
meningkatkan resiko penyalahgunaan zat, termasuk opioid [ CITATION
Kra98 \l 1033 ].
c. Faktor sosial, seperti adanya tekanan dari teman sebaya, keadaan keluarga
yang bermasalah, serta sejarah atau pengalaman dalam lingkungan sekitar
terkait penggunaan opioid.
Zat opioid dapat terdeteksi melalui tes urin sekitar 12-36 jam setelah
penggunaan. Pengawasan dalam penggunaan opioid dapat dilakukan melalui tes
urin secara rutin.
17
Selain itu, dapat melakukan asesmen terhadap klien yang mencakup aspek
psikologis, fisiologis, dan faktor sosial yang bertujuan untuk mengetahui
penyebab klien menggunakan opioid. Asesmen ini dapat berupa interview klinis
dan self-report.
1.1.4.2 Gejala
18
1. Stimulan sering dikonsumsi dalam jumlah yang lebih besar atau dengan
periode yang lama dari yang sudah dianjurkan.
2. Ketika stimulan dikonsumsi dengan dosis yang tinggi dengan dihisap,
dicerna, atau diberikan secara intravena akan menyebabkan perilaku
agresif dan kekerasan.
3. Adanya keinginan secara terus-menerus untuk menggunakannya dan
adanya upaya yang gagal dalam mengurangi dan mengendalikan
penggunaan stimulan.
4. Banyaknya waktu yang dihabiskan pada kegiatan yang diperlukan untuk
mendapatkan stimulan, menggunakan stimulan, atau pulih dari efek
stimulan
5. Dorongan secara kuat untuk menggunakan stimulan.
6. Penggunaan stimulan yang secara berulang atau terus menerus dan
mengakibatkan kegagalan untuk melakukan kewajiban peran utama di
tempat kerja, sekolah, dan rumah.
7. Kegiatan sosial, pekerjaan, atau rekreasi dihentikan atau dikurangi yang
disebabkan pada penggunaan stimulan.
8. Penggunaan stimulan secara terus menerus sehingga membahayakan
kondisi fisiknya
9. Penggunaan stimulan dilanjutkan meskipun sudah mengetahui bahwa
penggunaan stimulan yang berulang akan memberikan dampak buruk bagi
fisik maupun psikologis.
10. Tolerance, sebagaimana didefinisikan sebagai berikut ini:
a. Kebutuhan terhadap jumlah stimulan yang sangat meningkat untuk
mencapai efek yang diinginkan
11. Withdrawal, sebagaimana didefinisikan sebagai berikut ini:
a. Stimulan yang digunakan untuk menghilangkan atau menghindari
penarikan gejala.
Gejala Intoksikasi
19
a. Penggunaan amfetamin, kokain, atau stimulan lainnya dalam waktu
belakangan ini.
b. Perubahan perilaku secara klinis atau perubahan psikologis (euforia atau
ketumpulan afektif, perubahan dalam kemampuan sosial, hypervigilance,
sensitif secara interpersonal, kecemasan, tekanan darah tinggi atau marah,
stereotyped behavior, dan gangguan penilaian) hal tersebut berkembang
setelah penggunaan stimulan.
c. Munculnya dua atau lebih gejala berikut ini selama atau setelah
penggunaan stimulan:
1) Takikardi atau bradikardi
2) Pelebaran pupil
3) Naik-turunnya tekanan darah
4) Keringat dingin
5) Mual atau muntah
6) Penurunan berat badan
7) Agitasi atau retardasi psikomotor
8) Otot melemah, frekuensi pernapasan menurun, rasa sakit di dada, atau
detak jantung tidak teratur
9) Kebingungan, kejang, dyskinesias, dystonias, atau koma
d. Gejala-gejala tersebut yang muncul bukan disebabkan oleh sindrom lain
dan tidak dapat dijelaskan oleh gangguan mental lainnya.
Gejala Withdrawal
20
4) Nafsu makan bertambah
5) Agitasi atau retardasi psikomotor
c. Gejala dalam kriteria B yang menyebabkan ditress klinis yang signifikan
atau penurunan dalam bidang pekerjaan, sosial, atau fungsi penting
lainnya.
d. Gejala-gejala tersebut yang muncul bukan disebabkan oleh sindrom lain
dan tidak dapat dijelaskan oleh gangguan mental lainnya.
1.1.4.3 Etiologi
a. Faktor Biologis
b. Faktor Sosial
21
gejala yang sudah dijelaskan di sub bab 1.1.4.2. Asesmen dilakukan
mencakup aspek psikologis, fisiologis dan faktor social melalui interview
klinis, dan self-report.
22
Halusinogen terdiri dari berbagai kelompok zat yang memiliki struktur
kimia yang berbeda dan mungkin melibatkan mekanisme molekuler yang berbeda,
menghasilkan perubahan persepsi, suasana hati, dan kognisi yang sama pada
pengguna. Pada DSM-V, penggolongan gangguan penggunaan halusinogen secara
umum dibagi menjadi 2, yaitu gangguan penggunaan phencyclidine dan gangguan
penggunaan halusinogen lainnya.
Ekstasi dan LSD (Lysergic Acid Diethylamide) merupakan dua zat yang
termasuk dalam halusinogen. Halusinogen biasanya digunakan secara oral,
meskipun beberapa bentuk dihisap atau secara intranasal atau dengan injeksi
(suntikan).
1.1.5.2 Gejala
23
kali selama bekerja, kinerja kerja yang buruk, diskors atau
dikeluarkan dari sekolah, dan mengabaikan anak-anak atau rumah
tangga).
6. Penggunaan phencyclidine yang terus menerus meskipun sedang
mengalami masalah sosial atau interpersonal yang berulang kali
yang disebabkan atau diperburuk oleh efek samping dari
penggunaan phencyclidine (misalnya, berdebat dengan pasangan
tentang konsekuensi dari intoksikasi atau perkelahian fisik).
7. Kegiatan sosial, pekerjaan, atau rekreasi yang penting terhambat
karena penggunaan phencyclidine.
8. Penggunaan phencyclidine berulang dalam situasi dimana ia secara
fisik berbahaya (misalnya, mengendarai mobil atau
mengoperasikan mesin saat mengalami efek samping dari
phencyclidine).
9. Tetap menggunakan phencyclidine meskipun mengetahui
bagaimana dampaknya yang dapat ditimbulkan, baik secara
fisiologis maupun psikologis
10. Tolerance, sebagaimana didefinisikan oleh salah satu dari berikut
ini:
24
Tanda atau gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis lain dan tidak
dijelaskan dengan lebih baik oleh gangguan mental lain, termasuk keracunan
dengan zat lain. Dalam satu jam, dua (atau lebih) dari tanda atau gejala berikut
akan muncul (bila obat dihisap, "didengus," atau digunakan secara intravena,
onsetnya mungkin sangat cepat) :
1. Penggunaan halusinogen sering kali dalam jumlah yang lebih besar dan
digunakan dalam jangka waktu yang lebih lama dari yang sudah
ditetapkan
2. Adanya keinginan untuk menggunakannya secara terus-menerus atau
upaya yang gagal untuk mengurangi atau mengontrol penggunaan
halusinogen.
25
3. Menghabiskan banyak waktu untuk melakukan kegiatan yang diperlukan,
seperti untuk mendapatkan halusinogen, menggunakan halusinogen, atau
pulih dari penggunaan halusinogen.
4. Adanya keinginan atau dorongan yang kuat untuk menggunakan
halusinogen.
5. Penggunaan halusinogen secara berulang dapat mengakibatkan
kegagalan untuk memenuhi kewajiban peran utama di tempat kerja,
sekolah, atau rumah (misalnya, absen berulang kali saat bekerja atau
performa kerja yang buruk, diskors atau dikeluarkan dari sekolah, dam
mengabaikan anak atau rumah tangga)
6. Penggunaan halusinogen yang terus-menerus meskipun memiliki
masalah sosial atau interpersonal yang disebabkan oleh efek penggunaan
halusinogen (misalnya, berdebat dengan pasangan mengenai konsekuensi
dari intoksikasi atau perkelahian fisik)
7. Kegiatan sosial, pekerjaan, atau rekreasi yang penting terhambat karena
penggunaan halusinogen.
8. Penggunaan halusinogen berulang dalam situasi dimana ia secara fisik
berbahaya (misalnya, mengendarai mobil atau mengoperasikan mesin
saat mengalami efek samping dari halusinogen).
9. Tetap menggunakan halusinogen meskipun mengetahui bagaimana
dampaknya yang dapat ditimbulkan, baik secara fisiologis maupun
psikologis
10. Tolerance, didefinisikan oleh sebagai berikut:
a. Kebutuhan dalam membah jumlah dosis halusinogen untuk
mencapai efek yang diinginkan.
b. Berkurangnya efek konsumsi stimulan karena dosis
konsumsi yang sama.
Gejala Intoksikasi
26
perubahan perilaku atau psikologis yang signifikan secara klinis pada pengguna
zat halusinogen, seperti kecemasan atau depresi, ide, ketakutan mengenai
kehilangan akal atau kehilangan sesuatu yang pernah dia miliki, paranoid, dan
adanya kesalahan terhadap penilaian yang berkembang pada saat penggunaan
maupun setelah penggunaan zat halusinogen.
Perubahan persepsi yang terjadi pada saat keadaan terjaga penuh (sadar)
dan waspada seperti depersonalisasi, derealisasi, ilusi, halusinasi, sinestetis yang
berkembang pada saat penggunaan maupun setelah penggunaan zat halusinogen.
Gejala yang tidak disebabkan oleh kondisi medis lain lebih baik tidak
dijelaskan oleh gangguan mental lain, termasuk intoksikasi zat lain. Dua (atau
lebih) dari tanda-tanda berikut akan muncul pada saat penggunaan maupun setelah
penggunaan zat halusinogen :
a. Pelebaran pupil
b. Takikardia
c. Berkeringat
d. Palpitasi
e. Pandangan kabur
f. Tremor
g. Susah atau tidak adanya koordinasi
1.1.5.3 Etiologi
a. Faktor Psikologis
Suatu rangkaian aspek yang ada dalam diri seseorang yaitu sikap, ekspektasi,
dan motivasi dalam menggunakan halusinogen secara luas dianggap sebagai suatu
penentu penting atas reaksinya terhadap lingkungan. Pengguna halusinogen
menentukan jika zat tersebut dapat meningkatkan keintiman insight, hubungan
interpersonal, mood, dan rasa percaya diri.
27
a. Faktor Gender
b. Faktor Lingkungan
c. Faktor Komorbiditas
Membedakan efek phencychdine dari zat- yang lainnya merupakan hal yang
penting, karena bisa jadi efek yang muncul adalah efek aditif biasa untuk zat
lainnya (misalnya, ganja dan kokain).
28
Beberapa efek dari phencychdine dan penggunaan zat terkait mungkin menyerupai
gejala gangguan kejiwaan lainnya, seperti psikosis (skizofrenia), mood atau
suasana hati yang rendah (major depressive disorder), perilaku agresif yang kasar
(gangguan perilaku atau membuat masalah dan gangguan kepribadian antisosial).
Membedakan apakah perilaku ini terjadi sebelum asupan obat adalah hal yang
penting dalam diferensiasi akut efek obat dari gangguan mental yang sudah ada
sebelumnya. Gangguan psikotik yang diakibatkan oleh phencyclidine harus
diperhatikan apabila terdapat pengujian realitas, dimana individu yang mengalami
gangguan dalam persepsi akibat dari mengkonsumsi phencyclidine.
Efek dari halusinogen harus dibedakan dari zat lain (misalnya amfetamin),
terutama karena kontaminasi halusinogen dengan obat lain relatif umum.
b. Skizofrenia.
29
sebagainya. Catatan penggunaan obat secara hati-hati, laporan jaminan dari
keluarga dan teman (jika mungkin), usia, riwayat klinis, fisik pemeriksaan, dan
laporan toksikologi dapat digunakan hingga pada penentuan keputusan diagnostik
akhir.
30
Sedangkan gambling disorder merupakan salah satu gangguan perilaku
yang merupakan akibat melakukan judi tersebut yang mengakibatkan individu
tersebut mengalami distress yang di indikasikan oleh minimal 4 dari gejala yang
ada.
1.2.1.2 Gejala
1.2.1.3 Etiologi
Pada buku DSM-V, ada beberapa faktor yang menyebabkan perilaku
gambling disorder yaitu, adanya faktor lingkungan yang tidak sehat atau
banyaknya orang yang bermain judi di lingkungan sekitar dapat mendorong
individu tersebut melakuka judi, faktor genetik pun bisa jadi pemicunya, perikalu
judi sejak kecil juga bisa mengakibatkan gambling disorder ketika individu
tersebut beranjak dewasa.
31
1.2.1.4 Pengukuran dan Diagnosis
1.2.2.2 Gejala
32
c) Adanya keinginan untuk meningkatkan waktu untuk bermain game.
g) Menipu anggota keluarga, terapis, atau orang lain terkait kuantitas dalam
bermain game.
1.2.2.3 Etiologi
Setidaknya ada 5 gejala dalam jangka waktu selama 12 bulan atau 1 tahun
sebelum individu dinyatakan internet gaming disorder.
33
BAB II
ANALISA KASUS
34
hasil penangkapan polisi menyita sabu 0,23 gram sebagai barang bukti. Alasan
Sandy Tumiwa menggunakan zat adiktif dari perilakunya yaitu karena lagi galau.
Yang dinikmati oleh pengguna adalah sabu-sabu yang menyebabkan gejala yang
tampak dari pengguna adalah :
2. Terbukti adanya penggunaan zat adiktif masih bisa diatasi dan mengontrol
penggunanya, sejak galau pemakaian dosis penggunaan semakin meningkat.
5. Memesan sabu dua hari sekali, sebanyak setengah gram selama setahun
terakhir.
35
2.2 Analisa Kasus
Analisa etiologi dari kasus narkotika yang dialami oleh Sandy Tumiwa
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang pertama adalah faktor dari diri
pribadi. Sandy Tumiwa menjelaskan bahwa alasan dari ia mengkonsumsi
narkotika tersebut adalah karena ia merasa jika kondisi dirinya pada saat itu
sedang galau atau kurang kuat yang disebabkan oleh masalah pribadi. Faktor yang
kedua adalah lingkungan sekitar. Sandy Tumiwa juga menjelaskan jika dirinya
hanya diajak oleh temannya untuk mengkonsumsi narkotika tersebut.
36
peran keluarga dan lingkungannya dalam memberikan support kepada Sandy
Tumiwa dalam menjalani rehabilitasi tersebut. Pada proses rehabilitasi akan
diperlukannya proses konseling sebagai salah satu cara untuk mengetahui apa
yang dirasakan dan dipikirkan oleh Sandy Tumiwa saat mengkonsumsi sabu
selama kurang lebih satu tahun tersebut. Selain rehabilitasi sebagai salah satu
proses intervensi, juga diperlukannya intervensi terhadap keluarga Sandy Tumiwa
sebagai salah satu yang memberikan dampak positif berupa support dengan hal
tersebut perlu memberikan edukasi kepada keluarganya terhadap betapa
pentingnya peran keluarga, sehingga dengan memperbaiki hubungan atau
membangun kedekatan terhadap Sandy Tumiwa memungkinkan untuk
memberikan perubahan yang baik dan positif bagi Sandy Tumiwa.
Berdasarkan berita yang tersebar terkait kasus Sandy Tumiwa, kami dapat
mengambil beberapa poin untuk melakukan diagnosa multiaksial. Pertama, Sandy
kerap menggunakan sabu-sabu selama setahun terakhir ini dan jika sedang galau
ia mengkonsumsi sabu dengan dosis yang meningkat, bahkan Sandy memesan
sabu dua hari sekali sebanyak setengah gram. Sandy juga secara progresif
mengabaikan kesenangan atau minat lain diluar penggunaan sabu-sabunya.
Selanjutnya, Sandy memilih untuk tetap mengkonsumsi sabu-sabu meskipun ia
menyadari bahwa akan ada akibat yang merugikan kesehatannya. Kriteria-kriteria
ini termasuk dalam gejala dan menjadi dasar kami untuk mendiagnosis Sandy
Tumiwa mengalami Stimulant-Related Disorder (F15).
37
Pada aksis IV, istri Sandy mengaku bahwa Sandy sedang jenuh dalam
pekerjaan dan Sandy sendiri mengaku sedang galau serta memiliki masalah
pribadi dan juga karena ajakan teman sehingga ia mengkonsumsi sabu-sabu. Pada
aksis V, penilaian terhadap Sandy menggunakan skala Global Assessment of
Functioning (GAF) terkait fungsi dalam kehidupannya. Hasil skor GAF adalah
80-71 (gejala sementara dan dapat diatasi, disabilitas ringan dalam sosial dan
pekerjaan).
Masalah pekerjaan
GAF = 80-71 (gejala sementara dan dapat diatasi, disabilitas ringan dalam
sosial dan pekerjaan)
38
BAB III
3.1 Kesimpulan
Pada kasus yang ada pada Bab II, aktor yang bernama Sandy Tumiwa
mengalami ketergantungan terhadap narkotika jenis sabu. Pada kasus diatas aktor
Shandy Tumiwa menimbulkan 5 gejala dari 11 yang ada. Bisa diartikan bahwa
Shandy tumiwa termasuk moderate severity dalam tingkat keparahan
ketergantungan narkotika tersebut.
3.2 Saran
Minimnya informasi dari pihak yang berwajib dan juga dari pihak pelaku
menjadikan kasus ini kurang memiliki data yang banyak untuk gejala-gejala yang
timbul pada korban dan detil tentang bagaimana korban bisa kecanduan terhadap
narkotika tersebut. Diharapkan media yang meliput tentang kasus ini dapat
menjaga etika berbahasa supaya meminimalisir dugaan-dugaan yang tidak
seharusnya terjadi. Dan juga diharapkan pihak berwajib yang menangani kasus ini
paham betul pentingnya rehabilitasi untuk pelaku yang sudah kecanduan terhadap
narkotika tersebut dikarenakan, jika hanya dihukum sesuai dengan pasal yang
berlaku nantinya ketika telah keluar dari penjara kemungkinan untuk memakai
narkotika tersebut masih besar. Setidaknya dengan rehabilitasi bisa meminimalisir
kemungkinan tersebut.
39
DAFTAR PUSTAKA
Maslim, R. (2013). Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa. Jakarta: PT. Nuh Jaya.
40
LAMPIRAN
https://m.detik.com/news/berita/d-4450859/ditangkap-karena-sabu-sandy-
tumiwa-berpesan-jauhi-narkoba
https://m.detik.com/news/berita/d-4450546/sandy-tumiwa-ditangkap-polisi-
karena-narkoba
https://m.detik.com/news/berita/d-4451453/nasib-sandy-tumiwa-nangis-di-kasus-
penggelapan-kini-galau-pakai-narkoba
https://m.detik.com/news/berita/d-4450731/polisi-sandy-tumiwa-pesan-sabu-2-
hari-sekali
https://m.detik.com/health/berita-detikhealth/d-4451639/sandy-tumiwa-ngaku-
galau-ini-kemungkinan-psikologis-menggunakan-narkoba
41
42
43
44
45