Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

PRECAUTION ADAPTION PROCESS MODEL (PAPM)

ANGGOTA KELOMPOK :
- ERLIN PUSPITA N. (111811133006)
- BRIOTY SAVITA (111811133058)
- NUR AINIYAH (111811133068)
- EKA NIDA'UL KH. (111811133073)
- RACHMATUL ISNIYA (111811133075)
- FARAH SEPTIANA (111811133077)
- ROIQOTULLAILY (111811133087)
- ISMI NUR CH. (111811133090)
- SHINTA TRI DEWI (111811133091)
- NITA INDRIANI (111811133097)

PERILAKU SEHAT C-1


FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Perilaku Sehat
dengan tema “Precaution Adoption Process Model (PAPM)”.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun
inpirasi terhadap pembaca.

Surabaya, 25 Agustus 2019

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perilaku sehat tentu menjadi suatu keinginanan yang ingin diterapkan oleh setiap
orang pada kehidupannya, tapi masih banyak pula yang tidak menyadari bahkan di
kehidupan kita sehari hari jauh dari kata sehat itu sendiri. Brdasarkan data Riskesdas oleh
Kementerian Kesehatan kondisi kesehatan Indonesia saat ini yang mengalami tiga masalah
gizi. Di antaranya adalah Stunting sebesar 30 persen, obesitas 8 persen dan anemia 22 persen.
Bahkan dari hasil Riskesdas pada 2018 penderita anemia naik sebesar 50 persen. Selain itu,
hasil yang diperoleh Riskesdas didapatkan 1/4 remaja Indonesia adalah perokok. Padahal
rokok adalah salah satu faktor penyumbang berbagai penyakit berbahaya, mulai dari jantung,
paru-paru, dll.

Oleh karena itu banyak sekali model-model yang menjelaskan mengenai


pembentukan perilaku sehat itu sendiri, salah satunya adalah Precaution Adoption Process
Model (PAPM). PAPM ini adalaha salah satu model psikologis yang berfokus dalam
penggambaran bagaimana seseorang sampai pada suatu keputusan baru, dan bagaimana
orang itu dapat mengambil keputusan dan membuatnya menjadi suatu tindakan. PAPM
berupaya pula dalam menjelaskan bagaimana seseorang membuat keputusan untuk
mengambil tindakan, dan bagaimana ia menerjemahkan keputusan itu kedalam sebuah
tindakan. Hal ini sangat penting karena dengan Precaution Adoption Process Model (PAPM)
kita dapat mencegah perilaku ataupun menghilangkan perilaku yang tidak sehat dalam
keseharian kita.

1.2 Tujuan Penulisan


 Dapat mengetahui sejarah dari Precaution Adoption Process Model (PAPM)
 Dapat memahami definisi dari Precaution Adoption Process Model (PAPM)
 Dapat mengetahui pengaplikasian Precaution Adoption Process Model (PAPM)
 Dapat mengetahui contoh kasus perihal Precaution Adoption Process Model (PAPM)
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah

Precaution Adaption Process Model yang dapat disingkat PAPM ini dipublikasikan
pada tahun 1988 oleh Neil D Weinstein, sebelumnya PAPM pertama kali diteliti oleh Irving
Jannis dan Leon Mann yang berusaha menjelaskan tentang respon individu terhadap ancaman
ditentukan oleh keyakinan individu sendiri untuk mengatasi ancaman. Irving Janis adalah
seorang psikolog sosial abad ke-20 yang mengidentifikasi fenomena groupthink. Irving Janis
memfokuskan sebagian besar karirnya pada mempelajari pengambilan keputusan, khususnya di
bidang tindakan kebiasaan menantang seperti merokok dan diet yang berkaitan dengan
fenomena groupthink. Leon Mann sendiri merupakan asisten penulis dari Irving Janis. Beliau
memiliki beberapa spesialisasi kemampuan dalam dibidang kepemimpinan, pengambilan
keputusan, link kolaboratif, inovasi, dan evaluasi penelitian.

Penelitian meengenai PAPM tersebut kemudian dikembangkan oleh Weinstein (1988),


tetapi kemudian direvisi bersama rekan beliau yaitu Sandman (1992). Hasil penelitian yang
dilakukan diperoleh hasil bahwa kesadaran individu tentang resiko terjangkit penyakit karena
melakukan perilaku tidak sehat masih rendah namun pada individu yang sudah terkena penyakit
memiliki kesadaran tinggi. Precaution adaption process model (PAPM) yang dapat menjawab
dan menjelaskan hasil penelitian sehingga memunculkan tahapan-tahapan individu yang dimulai
dari tidak mengetahui resiko terkena penyakit hingga menyadari sehingga segera mengambil
tindakan untuk mencegah. Precaution adaption process model (PAPM) dapat digunakan untuk
melihat bagaimana orang akan mengadopsi sebuah tindakan pencegahan dalam mendeteksi suatu
masalah yang bisa menyebabkan timbulnya penyakit yang diuraikan dalam 7 tahapan. Model
perilaku sehat ini berusaha mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan munculnya
perilaku sehat.

B. Pengertian

Precaution Adoption Process Model (PAPM) adalah model psikologis yang berfokus
pada penggambaran bagaimana seseorang sampai pada suatu keputusan baru, dan bagaimana
orang itu dapat mengambil keputusan dan membuatnya menjadi suatu tindakan. PAPM berupaya
menjelaskan bagaimana seseorang membuat keputusan untuk mengambil tindakan, dan
bagaimana ia menerjemahkan keputusan itu kedalam sebuah tindakan. Dalam mengambil
tindakan pencegahan ataupun pemberhentian perilaku beresiko tentu memerlukan langkah
langkah yang disengaja atau bisa dikatan sebagai langkah yang diambil dengan kesadaran karena
tidak mungkin tindakan itu terjadi diluar kesadaran (Gibbons, Gerard, Blanton, & Russell, 1998).

Precaution Adoption Process Model (PAPM) saat ini memiliki 7 tahapan yakni :

1. Stage 1 (unaware)
Individu tidak menyadari adanya masalah kesehatan. Media sering memiliki pengaruh
besar dalam membawa orang dari stage 1 PAPM ke stage 2 dan dari stage 2 ke stage 3,
dan jauh lebih sedikit pengaruhnya setelahnya.
2. Stage 2 (unengaged)
Saat individu mengetahui sesuatu tentang permasalahan tersebut, mereka menjadi sadar
tetapi tidak juga terlibat.
3. Stage 3 (undecided)
Individu yang mencapai pada tahap pengambilan keputusan mulai terlibat dalam
permasalahan tersebut dan mempertimbangkan respon mereka
4. Stage 4 (decided not to act)
Individu memutuskan untuk tidak mengambil tindakan dan menghentikan proses
precaution adoption
5. Stage 5 (decided to act)
Memutuskan untuk mengadopsi tindakan pencegahan
6. Stage 6 (acting)
Individu menginisiasikan perilaku
7. Stage 7 (maintenance)
Perilaku individu tersebut sudah dipertahankan dari waktu ke waktu

C. Aplikasi

Dalam pengaplikasian Precaution Adoption Process Model (PAPM) hingga saat ini telah
diterapkan pada beberapa perilaku yang telah diteliti oleh para ahli. Penelitian tersebut adalah
sebagai berikut:

1. Sebuah studi intervensi yang ditujukan untuk pencegahan osteoporosis (Blalock et al.
2002). Tujuan penelitian tersebut adalah untuk memberikan pemahaman tentang faktor
betapa pentingnya pengonsumsian kalsium dan melakukan latihan angkat beban bagi
perempuan di stage Precaution Adoption Process Model yang berbeda.
2. Studi tentang mammography (Mammography Screening) kepada wanita berusia 50-80 di
Massachusetts (Clemow et al. 2000).
3. Penerimaan vaksin Hepatitis B oleh Hammer (1998).
4. Home Radon Testing oleh Weinstein dan Sandman (1992); Weinstein et al. (1998a).
Penelitian dilakukan di Columbus, Ohio, sebuah kota dengan tingkat radon tinggi.

Selain itu PAPM dapat diterapkan pada masalah kesehatan seperti misalnya gigi
berlubang. Berikut tahapan menggunakan PAPM pada masalah gigi berlubang:

Tahap 1 : Individu tidak menyadari bahwa ia beresiko mengalami gigi berlubang. Individu tidak
punya kesadaran untuk menghindari perilaku penyebab gigi berlubang.

Tahap 2 : Individu mulai menyadari bahwa ia beresiko mengalami gigi berlubang namun belum
memiliki pemikiran untuk melakukan pencegahan. Individu masih bersikap acuh terhadap
informasi yang didapatkan.

Tahap 3 : Individu mulai mempertimbangkan untuk melakukan tindakan pencegahan terhadap


gigi berlubang. Tetapi individu yang tidak mempunyai pemikiran seperti itu langsung masuk ke
tahap 4.
Tahap 4 : Individu memutuskan untuk tidak melakukan tindakan pencegahan. Individu tersebut
akan berhenti di tahap ini.

Tahap 5 : Individu memutuskan untuk melakukan tindakan pencegahan seperti menyikat gigi
sebelum tidur.

Tahap 6 : Mulai melakukan tindakan pencegahan.

Tahap 7 : Mempertahankan tindakan tersebut. Yang akhirnya menjadi kebiasaan baru dan
meninggalkan kebiasaan lama yang buruk.

D. Studi Kasus

Studi Kualitatif Mengenai Perempuan di Amerika Serikat yang Tidak Menjalankan


Mammography

Berbagai studi menemukan bahwa screening kanker payudara dengan mammograms


yang dilakukan secara rutin dapat mengurangi angka kematian akibat kanker payudara yang
diderita wanita usia 50-70 tahun sebesar 30% sampai 50% . Meskipun screening mammography
telah dipromosikan selama 25 tahun lebih, ternyata 30% wanita Amerika tidak menjalani
screening ini selama dua tahun terakhir, yang mana dua tahun merupakan interval maksimum
yang direkomendasikan oleh dokter. Berbagai faktor telah diidentifikasi menjadi penyebabnya,
antara lain akses menuju layanan kesehatan yang sulit, rendahnya keyakinan terhadap risiko
kanker payudara, rendahnya keyakinan terhadap manfaat screening mammography, terlalu
skeptis terhadap rekomendasi dokter, merasakan efek yang merugikan dari hasil screening yang
pernah dilakukan sebelumnya, takut apabila screening akan berdampak pada kesehatan fisik dan
mental, masalah kesehatan serius lainnya, dan prokrastinasi.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan model PAPM untuk mengkategorikan para
subjek yang tidak menjalani screening mammography berdasarkan tahap-tahap yang ada dalam
PAPM. Alasannya karena tahapan dalam PAPM lebih mendetail dan hal ini cukup penting untuk
mengetahui lebih jauh isu apa saja yang menyebabkan para wanita ini tidak patuh pada
rekomendasi mammography yang disarankan oleh pakar kesehatan.
Peneliti kemudian bertanya kepada para subjek mengenai adakah rencana melakukan
screening, enam jawaban umum dari subjek masing-masing dapat dikategorikan menjadi : (1)
pasti tidak akan, (2) tidak namun ada keragu-raguan, (3) iya namun ada keragu-raguan, (4) pasti
iya namun tidak di waktu dekat, (5) pasti iya namun tidak memastikan kapan tepatnya, dan (6)
pasti iya dan mau melakukannya di waktu dekat.

E. Analisis Kasus

Berikut merupakan tahapan yang dikategorikan oleh penelitian ini terhadap para subjek

Stage 1: Unaware - belum mengetahui


informasi tentang mammography
Stage 2: Unengaged - sudah sadar atau aware
namun merasa dirinya tidak butuh
Stage 4: Decided no - sudah mengetahui,
tetap tidak punya rencana untuk
melakukannya
Stage 4A: Definite no (pasti tidak akan) –
sama sekali tidak ada rencana
melakukan screening
Stage 4B: Qualified no (tidak namun ragu-
ragu) - tidak melakukannya
sekarang, namun mungkin bisa
dipertimbangkan lagi
Stage 3: Deciding/undecided - masih berpikir
akankah melakukan screening atau
tidak
Stage 3B: Qualified yes (iya namun ragu-
ragu)—punya pikiran untuk
melakukannya namun masih takut
dengan dampaknya terhadap
kesehatan
Stage 5: Decided/planning – merencanakan
screening
Stage 5A: Definite yes (pasti iya) –
merencanakan namun tidak dalam
waktu dekat
Stage 5B: Definite yes—merencanakan
namun belum mengatur kapan
tepatnya
Stage 5: Definite yes dan dapat mengatur
tanggalnya dalam waktu dekat
Stage 6: Acting - telah menjadwalkan dan
sudah melakukannya
Stage 7: Maintenance - rutin datang
screening sesuai dengan interval
yang direkomendasikan oleh dokter

Sayangnya, analisis kualitatif ini tidak mencantumkan faktor yang sebenarnya cukup
berdampak terhadap ketidakpatuhan para subjek tersebut. Beberapa faktor tersebut antara lain
kurangnya penyedia layanan kesehatan yang primer (primary care provider), kurangnya
rekomendasi yang positif dari layanan kesehatan itu sendiri, dan kurang memadainya asuransi
kesehatan. Penelitian diatas hanya terfokus dalam menemukan keyakinan, ketakutan, dan alasan
apa yang dimiliki subjek sehingga tidak melalukan screening. Selain itu, penelitian ini juga tidak
menemukan faktor lain yang menyebabkan ketidakpatuhan subjek, yang sebenarnya sering
disebutkan dalam literatur yaitu ketakutan apabila tervonis kanker payudara, depresi, kecemasan,
dan takut dikucilkan oleh lingkungan (Lapelle, Constanza, Luckmann, Rosal, White, & Stark,
2008)
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Precaution Adoption Process Model (PAPM) adalah model psikologis yang berfokus
pada penggambaran bagaimana seseorang sampai pada suatu keputusan baru, dan bagaimana
orang itu dapat mengambil keputusan dan membuatnya menjadi suatu tindakan. PAPM berupaya
menjelaskan bagaimana seseorang membuat keputusan untuk mengambil tindakan, dan
bagaimana ia menerjemahkan keputusan itu kedalam sebuah tindakan. Dalam mengambil
tindakan pencegahan ataupun pemberhentian perilaku beresiko tentu memerlukan langkah
langkah yang disengaja atau bisa dikatan sebagai langkah yang diambil dengan kesadaran karena
tidak mungkin tindakan itu terjadi diluar kesadaran. Yang memiliki 7 tahapan yakni, unaware,
unengaged, undecided, decided not to ac, decided to ac, acting, maintenance. Dalam
pengeplikasiannya pun bisa dilakukan dalam berbagai macam kondisi seperti contoh, untuk
pencegahan osteoporosis ataupun pencegahan gigi berlubang.
DAFTAR PUSTAKA

Conner, Mark, & Norman, Paul (eds). 2005. Predirecting Health Behavior (2nd ed). New York:
Open University Press

Taylor, S. E., (1999), Health Psychology (5th edition). New York: McGraw-Hill Higher
Education

Hammer, G. P. “Hepatitis B Vaccine Acceptance Among Nursing Home Workers.”


Unpublished doctoral dissertation, Department of Health Policy and Management, Johns
Hopkins University, 1997.

Lapelle, N., Constanza, M. E., Luckmann, R., Rosal, M. C., White, M. J., & Stark, J. R. (2008).
Staging Mammography Nonadherent Women: A Qualitative Study. Journal of Cancer
Education , 114-121.

Anda mungkin juga menyukai