Anda di halaman 1dari 10

The Precaution Adoption Process Model (PAPM) dan Penerapannya dalam Bidang

Kesehatan Ibu dan Anak

1. Definisi
The Precaution Adoption Process Model atau biasa disingkat PAPM adalah suatu teori
yang menjelaskan tahapan-tahapan individu saat membuat keputusan untuk mengambil
tindakan. Tak hanya itu, individu tersebut harus menemukan cara bagaimana merealisasikan
keputusannya dalam bentuk tindakan. Keputusan bertindak tersebut memungkinkan individu
mempraktekkan perilaku baru dan menjaga konsistensinya. PAPM biasanya digunakan untuk
mengembangkan perilaku yang bersifat kontinyu seperti diet. PAPM lebih menekankan pada
rencana untuk bertindak, tidak hanya sekedar kemauan untuk bertindak. (Gibbons, Gerrard,
Blanton, and Russell, 1998).
PAPM ini berfungsi sebagai model yang menjelaskan bagaimana individu mengambil
keputusan untuk bertindak. Model ini merupakan sebuah model yang menjelaskan secara
kualitatif langkah-langkah perilaku sehat apa yang akan ia lakukan. Tujuan PAPM dari
definisi ini merujuk pada identifikasi tahap dalam berperilaku sehat dan proses tahapan
berperilaku. PAPM memiliki korelasi dengan stage theory. Teori ini memiliki empat prinsip
dan asumsi menurut Weinstein, Rothman, dan Sutton, 1998 yaitu:
a. Categories. Tahap ini merupakan konstruk teotitik yang berisi hal-hal apa saja yang
ideal harus ada dalam satu tahap
b. Ordering. Asumsi tahap ini adalah sebelum individu bertindak akan menata
perbuatannya. Hal ini tidak dapat bersifat bolak-balik atau irreversible (Bandura, 1995).
c. Common barriers yaitu tahap yang mengasumsikan halangan umum yang dihadapi
sehingga dapat diketahui langkah intervensinya.
d. Different barriers yaitu tahap yang mengasumsikan halangan berbeda untuk individu
yang berbeda.
PAPM ini hampir sama dengan transteoritical model (TTM). Persamaan antara kedua
model ini adalah teori yang berupa langkah-langkah dalam berperilaku. Ada bagian yang
sama yaitu inaction (belum berperilaku) dan action or acting (mengambil perilaku). Model
Proses Adopsi Perhatian (PAPM) serupa dengan Model Tahapan Perubahan, kecuali bahwa
PAPM berfokus pada pentingnya mendidik orang tentang bahaya kesehatan dan melibatkan
mereka dalam perubahan perilaku.
Menurut PAPM, begitu seseorang merasakan ancaman pribadi yang signifikan, dia akan
memeriksa tingkat keparahan bahaya, melihat efektivitas tindakan pencegahan, dan
menghitung biaya (uang dan usaha) yang terlibat sebelum memutuskan apakah akan
bertindak. Proses ini mengarah pada tiga tahap berikutnya dari PAM, keputusan untuk
bertindak atau tidak bertindak dan bertindak sendiri. Akhirnya, jika orang tersebut mengambil
tindakan dan kemudian memilih untuk melanjutkan perilaku yang telah dimulai, ia mungkin
mencapai tahap ketujuh, pemeliharaan tingkah lakunya.

2. Sejarah
Precaution Adoption Process Model yang dapat disingkat PAPM ini pertama kali
dijelaskan oleh Weinstein (1988), tetapi kemudian direvisi bersama rekan beliau yaitu
Sandman (1992). Perkembangan PAPM ini dilakukan oleh Irving Janis dan Leon Mann
(1977). Irving Janis adalah seorang psikolog sosial abad ke-20 yang mengidentifikasi
fenomena groupthink. Irving Janis memfokuskan sebagian besar karirnya pada mempelajari
pengambilan keputusan, khususnya di bidang tindakan kebiasaan menantang seperti merokok
dan diet yang berkaitan dengan fenomena groupthink. Leon Mann sendiri merupakan asisten
penulis dari Irving Janis. Beliau memiliki spesialisasi kemampuan dibidang kepemimpinan,
pengambilan keputusan, link kolaboratif, inovasi, dan evaluasi penelitian.

3. Tahapan Precaution Adoption Process Model


Model Proses Adopsi Perhatian (Precaution Adoption Process Model / PAPM)
menentukan tujuh tahap yang berbeda dalam perjalanan dari kurangnya kesadaran untuk
adopsi dan / atau pemeliharaan perilaku. PAPM memiliki tujuh tahap. Tiga tahap pertama
membahas kepercayaan individu tentang kerentanannya terhadap bahaya. Seseorang pada
tahap pertama tidak menyadari bahaya tersebut. Pada tahap kedua, orang tersebut telah
mendengar tentang bahaya tersebut, namun tidak harus menerapkannya pada dirinya sendiri.
Tahapan ini mungkin termasuk kepercayaan yang salah bahwa risiko seseorang lebih rendah
daripada risiko orang lain. Karena informasi yang tidak jelas, yang diperoleh dari media
massa atau teman sebaya, orang mungkin gagal mempersonalisasikan risiko mereka sendiri.
Pada tahap ketiga, pesan bahaya tambahan meyakinkan orang bahwa risikonya signifikan
secara pribadi. Pengalaman pribadi, pendidikan tentang faktor risiko spesifik, dan
menyaksikan tindakan pencegahan yang dilakukan oleh teman sebaya bisa membantu
memindahkan seseorang ke tahap ini.
Menurut PAPM, orang-orang melewati setiap tahap adopsi pencegahan tanpa
melewatkan salah satu dari mereka. Mungkin orang mundur dari beberapa tahap ke tahap
yang lebih awal, tapi begitu mereka menyelesaikan dua tahap pertama model, mereka tidak
kembali kepada mereka. Misalnya, seseorang tidak beralih dari ketidaksadaran ke kesadaran
dan kemudian kembali ke ketidaksadaran. Tahapan telah diberi label dengan angka, namun
angka ini tidak lebih dari nilai ordinal. Mereka bahkan tidak memiliki nilai ordinal jika Tahap
4 disertakan, karena ini bukan tahap pada jalan menuju tindakan. Angka tersebut tidak boleh
digunakan untuk menghitung koefisien korelasi, menghitung rata-rata untuk sampel, atau
melakukan analisis regresi dengan tahap yang diperlakukan sebagai variabel independen
kontinyu. Semua perhitungan tersebut mengasumsikan bahwa tahapan tersebut mewakili
interval dengan jarak yang sama sepanjang dimensi dasar tunggal, yang melanggar asumsi
dasar teori tahapan.
Teori PAPM terdiri atas 7 tahapan yang dilalui individu ketika memutuskan untuk
melakukan suatu tindakan dan pada akhirnya menjadikan tindakan tersebut sebagai suatu
kebiasaan. Tahapan tersebut terdiri atas:
1. Unaware of issue
Pada tahap pertama, individu tidak sadar akan masalah kesehatannya. Individu tidak
mengetahui resiko dan bagaimana melakukan pencegahan dari perilakunya. Peran
media sangat dibutuhkan dalam tahap ini sebagai penyampai informasi. Informasi yang
disebarkan lewat media dapat menjadi pengetahuan bagi individu agar memiliki
kesadaran akan resiko dan bagaimana pencegahan dari permasalahan kesehatannya.
2. Unengaged by issue
Pada tahap kedua, individu mulai sadar akan masalah kesehatan. Individu mulai
memahami informasi-informasi tentang kesehatan yang rentan dan relevan terhadap
perilakunya. Namun individu belum memiliki kesadaran untuk melakukan tindakan
pencegahan. Pengalaman individu, media massa yang memberikan berbagai informasi,
dan saran atau berbagai pengalaman yang seringkali berasal dari orang-rang terdekat
dapat menimbulkan kesadaran terhadap dampak yang akan terjadi.
3. Deciding to act
Setelah mendapatkan informasi mengenai perilakunya, individu akan merasa ragu,
apakah ia akan melakukan perilaku itu atau tidak. Individu akan mulai
mempertimbangkan apa saja yang akan didapatkan dan apa saja yang akan mereka
hindari jika mereka melakukan perilaku sehat. Setelah individu mulai merasa seperti
yang pada tahap 2 dan merasa harus merubah perilakunya maka mereka akan masuk ke
dalam tahap 4. Jika individu memutuskan untuk melakukan perilaku sehatnya seperti
pada tahap 3, maka individu akan langsung lompat pada tahap 5 yang merupakan
proses realisasi perilaku sehat. Sehingga, dalam tahapan ini individu juga melakukan
persiapan untuk merealisasikan perilaku sehatnya.
4. Deciding not to act
Individu mulai dapat mempertimbangkan kelebihan maupun kelemahan atas perilaku
yang akan dilakukannya. Namun, pada tahap ini individu memutuskan untuk tidak
melakukan perilaku sehat. Keputusan yang diambil oleh individu ini dapat dipengaruhi
oleh beberapa hal, seperti, media massa dan persuasif dari orang-orang disekitarnya.
Keyakinan diri individu terhadap kemampuannya untuk berperilaku sehat juga
berpengaruh dalam pengambilan keputusannya. Kecemasan akan kegagalan apabila
menjalankan perilaku sehat juga mempengaruhi individu dalam pengambilan
keputusan.
5. Decided To Act
Pada tahap ini, individu memutuskan untuk melakukan tindakan apa saja yang diambil
sebagaimana mestinya. Tahap ini bertentangan dengan tahap keempat dimana individu
memutuskan untuk tidak melakukan perilaku sehat yang ia ketahui.

6. Acting

Pada tahap ini, individu yang telah memutuskan untuk mengadopsi tindakan
pencegahan akan melaksanakan intervensi kesehatan.

7. Maintenance

Pada tahap pemeliharaan ini, individu akan berusaha mempertahankan dan memelihara
perilakunya sehingga dapat berlangsung secara berkelanjutan sesuai yang diharapkan.
Gambar 1. Tahap-tahap yang terjadi dalam Precaution Adoption Process Model
Sumber: Glanz K, Rimer BK, Lewis FM. Health Behavior and Health Education: Theory, Research, and
Practice (3rd Edition). San Francisco, Calif.: Jossey-Bass, 2002.

Dalam proses transisi antar tahap dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang diterima oleh
pasien. Faktor-faktor tersebut antara lain seperti terlihat pada tabel III (Glanz et al., 2002).

Tabel 1. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses tansisi individu ke tahapan proses berikutnya dalam
model PAPM
Sumber: Glanz K, Rimer BK, Lewis FM. Health Behavior and Health Education: Theory, Research, and
Practice (3rd Edition). San Francisco, Calif.: Jossey-Bass, 2002

4. Kelebihan dan Kekurangan Precaution Adoption Process Model


Kelebihan The Precaution Adotion Process Model :
a) Dapat menggabungkan tahapan-tahapan yang ada.
b) Dapat mengidentifikasi halangan setiap tahap sehingga dapat di intervensi
pertahapannya.
c) Mampu menjelaskan tahapan berperilaku sehat yang lebih lengkap dengan variabel
perilaku atau komponen pembentuk perilaku.
d) Mudah diaplikasikan terhadap berbagai permasalahan kesehatan yang ada.
e) Mudah diaplikasikan pada fenomena kesehatan yang sedang berlangsung.
Kekurangan The Precaution Adoption Process Model:
a) Seringkali ditafsirkan sebagai model yang memfokuskan secara eksklusif pada
persepsi risiko bukan pada keadaan mental terhadap perilaku pelindung.
b) Tahapannya sulit untuk menentukan perilaku yang kompleks.
c) Tidak menjelaskan terjadinya relapse dan akibat yang ditimbulkan. Relapse yaitu
suatu keadaan dimana individu tidak lagi beraksi secara berkala atau berhenti
melakukan perilaku tertentu.
5. Penerapan Precaution Adoption Process Model dalam Bidang Kesehatan Ibu
dan Anak
Penerapan PAPM dalam pengambilan skrining Pap smear di kalangan ibu rumah tangga.
Tahap 1: Tidak memiliki kesadaran terhadap pemeriksaan kanker serviks (Pap Smear)
Pada tahap ini, seseorang tidak memiliki kesadaran dan pengetahuan tentang kanker
serviks dan tujuan melakukan tes Pap smear. Mayoritas wanita memiliki kekurangan
pengetahuan tentang risiko kanker serviks dan mengurangi partisipasi dalam skrining kanker
serviks. Ada banyak faktor mengapa wanita tidak menyadari masalah ini. Faktor utamanya
adalah Pap smear adalah prosedur yang sangat intim yang dapat menyebabkan rasa malu
karena banyak wanita tidak sadar bahwa prosedur semacam itu ada di antara alasan yang
menghalangi wanita menjalani skrining Pap smear. Budaya tersebut jelas mempengaruhi
persepsi seseorang terhadap pengobatan. Karena wanita tidak sadar akan kanker serviks dan
berisiko tidak melakukan Pap smear, mereka hanya menerima begitu saja mengenai masalah
ini. Keyakinan individu bahwa dia tidak akan terkena kanker dan tidak pernah menyadari
masalah ini.
Media massa memainkan peran penting dalam meningkatkan kesadaran perempuan
terhadap masalah serius ini. Media massa seperti televisi, radio dan bahan cetak lainnya harus
digunakan untuk menyebarkan informasi tentang kanker serviks dan pentingnya tes Pap
smear untuk mencegah terbentuknya kanker serviks. Penggunaan iklan di televisi akan
mempublikasikan tes Pap smear yang penting dan risikonya jika wanita tidak mendapatkan
skrining dan bagaimana hal itu akan mempengaruhi dirinya. Isi iklan harus menentukan apa
itu kanker serviks, pentingnya melakukan tes Pap smear untuk mencegah kanker manfaat dan
risikonya jika wanita tidak memeriksakan pap smear. Selain itu, iklan di radio, internet dan
media teknologi baru lainnya seperti mms, sms dan blog juga penting dan bisa mengenalkan
kesadaran tersebut dan memberi informasi kepada para wanita. Waktu iklan harus sesuai
untuk ibu rumah tangga. Misalnya, iklan harus ditunjukkan di pagi hari dan di malam hari
dimana ibu rumah tangga beristirahat di rumah dan tidak sibuk memasak dan membersihkan
rumah. Pesan harus sesuai dan menggunakan akal emosional untuk meyakinkan ibu rumah
tangga melakukan tes Pap smear. Penggunaan pengalaman dan akibat tidaknya tes Pap smear
kepada anak-anak akan membuat pesan lebih efektif. Selain itu, materi cetak seperti koran,
majalah, buku, poster, pamflet, buklet, kaos dan spanduk pada kanker serviks dan
pencegahannya harus didistribusikan secara nasional. Distribusi bahan cetak harus dilakukan
di lokasi dimana ibu rumah tangga selalu pergi. Misalnya di pasar, komplek perbelanjaan, di
sekolah dan distribusikan di area perumahan. Pesannya harus jelas, ringkas dan kata-kata
yang digunakan harus sesuai dengan tingkat pendidikan mereka. Penjelasan tentang tes Pap
smear harus dibersihkan, tidak bertentangan dengan agama dan tidak menyakitkan.
Pengetahuan tentang kanker serviks dan pengobatan pencegahannya adalah yang paling
penting untuk menginduksi kesadaran. Dengan penuh pengetahuan dan sikap positif terhadap
prosedur skrining, bisa meningkatkan serapannya.

Tahap 2: Sadar akan pemeriksaan kanker serviks (Pap Smear), tapi belum tergerak untuk
melakukan
Setelah melihat banyak iklan di televisi, mendengar tentang kanker serviks di radio dan
membacanya di pamflet, para wanita sudah memiliki pengetahuan tentang kanker serviks dan
prosedur Pap smear. Mereka tahu bahwa kanker serviks adalah masalah kesehatan yang
serius dan bisa membawa kematian dan mereka mengerti bahwa tes Pap smear adalah tes
paling penting untuk mendiagnosa kanker serviks. Pada tahap ini, para wanita mulai
menemukan lebih banyak informasi tentang tes Pap smear terutama dari dokter dan perawat
di klinik kesehatan. Kebanyakan wanita percaya bahwa, metode terbaik untuk menerima
informasi mengenai tes Pap smear dan kanker serviks berasal dari staf medis. Selain itu,
komunikasi yang efektif sekaligus diskusi yang nyaman mengenai masalah ini akan menjadi
batu loncatan untuk menjalani tes Pap smear.
Pada saat yang sama, jika wanita tersebut memiliki pengalaman untuk merawat orang
penting lainnya di sekitarnya yang menderita kanker bisa memicunya untuk melakukan tes
Pap smear. Sebagian besar penelitian mengklaim bahwa memiliki pengalaman pribadi pada
kanker serviks akan membawa dampak besar pada sikap terhadap tes Pap smear. Jika dia
memiliki tanda dan gejala terkena kanker seperti yang ditunjukkan dari iklan, situasi ini akan
mengubah sikapnya terhadap tes Pap smear.
Keyakinan, sikap dan norma yang salah harus dikoreksi saat ini. Pesan tentang manfaat
Pap smear, hak untuk melakukannya dalam konteks religius, dan beritahu wanita bahwa
prosedurnya tidak separah yang mereka percaya. Karena wanita masih sehat, dia merasa
bahwa dia tidak akan terkena penyakit itu, pesan yang ditransfer harus cukup kuat untuk
mengubah niatnya. Peran rekan sejawat dalam tahap ini juga penting. Jika wanita tersebut
melihat temannya melakukan tes tanpa efek samping dan menunjukkan sikap positif
terhadapnya, keyakinan wanita tentang pengobatan pencegahan akan berubah.

Tahap 3: Mempertimbangkan untuk diskrining


Pada tahap ini, para wanita belum memutuskan untuk diskrining. Mereka menimbang-
nimbang untuk memutuskan apakah akan melakukan tes Pap smear atau tidak. Pada periode
ini, komunikasi interpersonal sangat penting. Penggunaan teknik persuasi untuk membujuk
para wanita agar mendapatkan Pap smear yang diniatkan, terutama oleh suami mereka akan
membawa kesuksesan. Suami adalah orang yang paling penting untuk wanita menikah dan
dengan dukungan dan dorongan kuat mereka, para wanita mungkin mulai berpikir untuk
mendapatkan tes skrining atau tidak.
Ini adalah saat yang penting. Penyedia layanan kesehatan harus memberikan penjelasan
dan pedoman tes Pap smear kepada wanita. Bawa wanita untuk menemui dokter dan mengerti
sepenuhnya prosedurnya. Dijelaskan manfaat yang akan dia dapatkan jika dia melakukan tes
Pap smear. Dokter dan perawat harus menggunakan komunikasi persuasi dan menjadi
pendengar yang baik saat berbicara dengan individu. Wanita sekarang akan memutuskan
untuk melakukan tes pap smear jika mereka merasakan keparahan dan kerentanan terkena.
Mereka juga akan mengevaluasi penghalang yang harus diatasi jika dia memutuskan untuk
melakukan Pap smear. Seperti pengeluaran biaya dan waktu untuk pergi ke klinik untuk
melakukan tes. Pendidikan verbal dan konseling dapat mempengaruhi perilaku seseorang
dalam mendapatkan tes Pap smear.

Tahap 4: Memutuskan untuk tidak diskrining


Para wanita memutuskan untuk tidak diskrining setelah dia mengevaluasi kemungkinan
tidak terkena kanker serviks, tingkat keparahan penyakitnya, dan hambatan yang akan diatasi
nantinya. Pada saat ini, perilaku wanita masih bisa diubah. Bawa wanita untuk berkonsultasi
dengan dokter lain. Lakukan diskusi lain dan coba gunakan orang-orang terdekat sebagai cara
untuk membujuknya untuk berubah pikiran. Komunikasi interpersonal seperti konseling dan
diskusi mendalam sangat penting untuk membuat wanita menginduksi niatnya untuk
mengubah perilakunya.

Tahap 5: Telah memutuskan untuk diskrining


Wanita memutuskan untuk melakukan tes pap smear setelah dia menganalisis
penghalang dan manfaat melakukan tes, kesiapannya untuk melakukan tes skrining. Pada saat
ini, dia membutuhkan dukungan penuh dari dokter, perawat dan terutama keluarganya.
Berikan informasi lengkap, motivasi untuk mendukung niatnya dan memberdayakannya
untuk melakukan keputusan sendiri. Dengan adanya isyarat tindakan seperti ketersediaan
klinik kesehatan, akses mudah ke puskesmas dalam hal transportasi dan dapat memilih klinik
kesehatan akan membuat dia melaksanakan tindakannya. Hal ini penting untuk
mengembangkan self efficacy yang tinggi terhadap perubahan perilaku baru. Di sisi lain,
keterlibatan suami, pemimpin agama, orang tua dan orang dewasa berpengaruh lainnya dapat
meningkatkan self efficacy wanita.

Tahap 6: Bertindak
Pada tahap ini seseorang sedang melakukan tes Pap smear. Penyedia layanan kesehatan
harus memberikan dukungan penuh untuknya. Berikan panduan kapan dan di mana Pap
smear akan selesai. Jika dia berhasil melakukan Pap smear, beri penguatan positif dan hargai
karena melakukan hal itu. Tapi jika dia tidak bisa melakukan tes karena rasa takut atau sakit,
beri dukungan moral dan selalu bersamanya jika memungkinkan. Dorong untuk melakukan
tes lagi dan mintalah anggota keluarga terutama suami untuk menemani dan memotivasi istri
mereka. Jika menemui beberapa masalah pada uang dan waktu, diskusikan dengan dia
tentang alternatif dan rujuk dia dengan orang yang tepat.

Tahap 7: Selesaikan skrining dan perawatan


Pada tahap ini seseorang telah menyelesaikan tes Pap smear pertama. Ingatkan dia
bahwa akan ada tes lain tahun depan dan mintalah dia untuk menindaklanjutinya. Tindak
lanjuti setiap tahunnya. Beri
TAHAP 2 panggilan kapan pun tanggalnya sudah dekat. Terus dukung
TAHAP 1 TAHAP 3 TAHAP 5
wanita dan tuntun keluarganya
Sadar akan untuk memberi dukungan penuh pada wanita. Individu
TAHAP 6 pada

pap smear, Mempertimban Memutuskan


Tidak peduli Proses
tahap ini memiliki kesempatan
terhadap belum untuk kambuh.
gkan untuk Mereka cenderung
melakukan Pap
untuk kambuh karena interaksi
melakukan Pap
melakukan
Pap smear tergerak smear smear
sosial. Jadi, masyarakat sendiri perlu memainkan peran Pap
melakukan mereka
smear untuk menjaga perilaku

individu dalam melakukan tes Pap smear. Dukungan kelompok terhadap skrining Pap smear
harus dilakukan untuk memperkuat dukungan masyarakat terutama dengan orang-orang yang
memiliki pengalaman dan masalah yang sama mengenai tes skrining Pap smear. Tokoh

TAHAP 4
TAHAP 7
Selesaikan skrining dan
Memutuskan untuk tidak
melakukan Pap smear perawatan
masyarakat dapat memainkan peran penting dalam mempertahankan perilaku serapan Pap
smear.

Referensi:
1. Gibbons, F.X., Gerrard, M., Blanton, H., & Russell, D.W. (1998). Reasoned action and
social reaction: Willingness and intention as independent predictors of health risk.
Journal of Personality and Social Psychology, 74, 11641181.
2. Glanz K, Rimer BK, Lewis FM. Health Behavior and Health Education: Theory,
Research, and Practice (3rd Edition). San Francisco, Calif.: Jossey-Bass, 2002
3. Weinstein, Neil D., Sandman, Peter M., Blalock, Susan J. (2001). The Precaution
Adoption Process Model. Diakses 08 September 2017, dari
www.psandman.com/articles/PAPM.pdf.

Anda mungkin juga menyukai