Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH ANTROPOLOGI MAKANAN DAN GIZI

“FOOD IDEOLOGY”

OLEH
KELOMPOK 1 :

Abdul Haq 1711212040


Devia Sri Wahyuni 1711213045
Fadhilla Puja Sridefi 1711213020
Muhammad Ilham 1711212004
Rahilla Syofyana 1811216026
Sri Hayati Indah 1611212026
Yuninda Nur Shadrina 1711212049

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS ANDALAS
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyusun makalah
berjudul “Food Ideologi”
Penyusunan makalah ini ditujukan kepada Fakultas Kesehatan
Masyarakat sebagai pemenuhan syarat untuk melaksanakan tugas makalah mata
kuliah Antropologi Makanan dan Gizi ini.
Terima kasih kami ucapkan kepada dosen mata kuliah Antropologi
Makanan dan Gizi yang telah memberikan materi dalam pembelajaran sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Dalam Penyusunan makalah ini kami menyadari masih memiliki banyak
kekurangan. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritikan dan saran dari
pembaca, agar penyusun dapat mengoreksi kekurangan tersebut. Semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi kita semua, terutama bagi tim penyusun.

Padang, Oktober 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii

DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ....................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .................................................................................. 1

C. Tujuan ..................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Defenisi Food Ideology........................................................................... 3


B. Batasan Food Ideology ........................................................................... 3
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Food Ideology .............................. 12

D. Studi Kasus Makanan Nusantara ............................................................ 13

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................................... 16

B. Saran ...................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 17

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pola makan atau kebiasaan makan adalah cara seseorang atau kelompok
memilih dan mengonsumsi sebagai tanggapan terhadap fisiologi, psikologi, sosial,
dan budaya. Pola makan adalah susunan beragam pangan dan hasil olahannya
yang biasa dimakan oleh seseorang yang dicerminkan dalam jumlah, jenis,
frekuensi, dan sumber bahan makanan (Harper, Deaton, Driskel, 1986). Pola
makan dinilai secara kualitatif mencakup apa yang dimakan dan kuantitatif
meliputi jenis, jumlah dan frekuensi yang dimakan. Pangan merupakan kebutuhan
pokok manusia yang harus dipenuhi agar dapat mempertahankan hidup dan
melaksanakan kewajiban dalam kehidupan. Berbeda dengan kebutuhan hidup
lainnya, kebutuhan pangan hanya dibutuhkan secukupnya sebab kelebihan atau
kekurangan pangan akan menimbulkan masalah gizi dan penyakit (Suhardjo,
1989).
Pantangan adalah tidak melakukan sesuatu dalam kehidupan baik untuk
jangka waktu pendek maupun jangka waktu yang panjang. Hal ini dilakukan
karena alasan kesehatan, kebiasaan atau keyakinan tertentu. Pada pantangan, hal
ini terjadi pada daerah – daerah tertentu di Indonesia.
Tabu pada makanan adalah hal menarik dalam pemilihan makanan dari segi
budaya. Adanya konsep tabu ini adalah menghindari apa yang diyakini.
Sedangkan tabu pada makanan adalah tindakan untuk menghindari makanan
tertentu berdasarkan penjelasan sebab akibat yang bersifat supranatural (Sanjur, A
1982). Hal tersebut kadang susah dijelaskan secara rasional.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan food ideology ?
2. Apa saja Batasan food ideology ?
3. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi food ideology ?
4. Contoh studi kasus makanan nusantara ?

1
C. Tujuan
1. Uuntuk mengetahui definisi food ideology.
2. Untuk mengetahui batasan food ideology.
3. Untuk mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi Food Ideologi.
4. Untuk mengetahui studi kasus makanan nusantara.

2
BAB II
PEMBAHASAN
Defenisi Food Ideology

Ideologi secara etimologis berasal dari kata idea yang berarti gagasan,
konsep, pengertian dasar, cita-cita, pemikiran dan kata logos yang berarti ilmu.
Makanan diartikan sebagai bahan selain obat yang mengandung zat-zat gizi atau
ikatan kimia yang dapat diubah menjadi zat gizi oleh tubuh, berguna bila
dimasukkan ke dalam tubuh.
Dari defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa food ideoly atau ideology
makanan merupakan gabungan dari sikap, kepercayaan dan kebiasaan serta tabu
yang mempengaruhi diet kelompok tertentu.
Batasan Food Ideology
1. Food Taboo (Tabu Makanan)
Food Taboo atau tabu makanan adalah kebijaksanaan pembatasan atau
larangan untuk menghindari makanan tertentu, atau larangan untuk
mengkonsumsi jenis makanan tertentu, karena terdapat ancaman bahaya
terhadap barang siapa yang melanggarnya.
Adapun latar belakang timbulnya tabu makanan berdasarkan pada dua
hal yaitu:
 Agama
Suatu tabu yang berdasarkan agama (Islam) disebut haram
hukumnya, dan individu yang melanggar tabu disebut berdosa. Hal
demikian karena makanan atau minuman tertentu menggangggu
kesehatan jasmani atau rohani bagi pemakannya.
 Kepercayaan
Tabu yang berdasarkan kepercayaan umumnya mengandung
nasehat-nasehat yang baik dan tidak baik yang lambat laun menjadi
kebiasaan (adat) terlebih dalam suatu masyarakat yang masih
sederhana.
Macam-macam tabu makanan menurut Simons yang dikutip Suharjo (1989)
telah melakukan penelitian mengenai asal tabu makanan :

3
 Tabu terhadap makanan karena makanan tersebut asing bagi
masyarakat tersebut
 Tabu terhadap makanan karena alasan tidak higienis
 Adanya kepercayaan bahwa makan makanan tertentu akan
menimbulkan ketidaksuburan
 Kepercayaan atau religi, merupakan dari alasan tabu terhadap
makanan tertentu
Masyarakat mengenal bermacam-macam tabu makanan yang
diiklasifikasikan sebagai berikut :
 Menurut waktu
o Tabu yang bersifat permanen
o Tabu yang bersifat sementara
 Menurut besarnya kelompok
o Tabu berdasarkan kelas sosial
o Tabu menurut jenis kelamin
 Menurut periode-periode di dalam lingkaran hidup
o Tabu pada saat puber
o Tabu pada saat hamil
2. Food Fad
Bertentangan dengan pendapat umum, food beliefs dan prakteknya tidak
lagi aneh bagi masyarakat petani atau budaya dari negara berkembang. Food
Fad berkaitan dengan Food movements yaitu pertumbuhan pangan organik,
vegetarian, atau diet tinggi protein pada kelompok masyarakat menengah ke
atas dan berpendidikan.
Faktor Penyebab Food Fad :
 Faktor eksternal, seperti keluarga, iklan, televisi dan program
pendidikan
 Faktor internal, seperti nilai, kepercayaan, kebutuhan sosiogenic dan
biogenic, tingkah laku dan self-concept
Setiap individu memiliki faktor internal dan eksternal dalam realita
yang sesungguhnya yang merupakan acuan untuk menerapkan perilaku
makanan.

4
Konsekuensi Food Fad
Konsekuensi dari food fad oleh Schafer dan Yetley yaitu jiwa
menjadi lebih stabil dan sebagai acuan kerangka utuh untuk perilaku
makanan bagi individu yang terlibat dalam food fad tersebut. Hal ini
adalah penting bagi pengikut food fad untuk menjaga rasa aman dalam
makanan sehingga dapat memenuhi kebutuhan pokoknya.
Implikasi
Jellife mengklasifikasikan praktik - praktik budaya terkait makanan
tersebut menjadi 4:
 Praktik yang menguntungkan :
Perlu didukung dan diadopsi untuk memberikan pendidikan
kesehatan dan gizi di masyarakat
 Praktik yang bersifat netral :
Tidak memperlihatkan nilai ilmiah dan bisa ditinggalkan perlahan-
lahan
 Praktik yang tidak dapat diklasifikasikan :
Bisa ditinggalkan, tetapi bisa juga dilakukan penelitian lebih jauh
 Praktik yg merugikan :
Perlu dihilangkan, namun dengan cara yang bisa diterima oleh
budaya masyarakat tersebut
3. Food Habit (Kebiasaan Makan)
Pangan merupakan persoalan yang biocultural. Bio berkaitan dengan zat
gizi yang terdapat dalam pangan yang akan mengalami proses biologi setelah
masuk ke dalam tubuh manusia dan mempunyai pengaruh terhadap fungsi
organ tubuh. Cultural merupakan faktor budaya yang menyangkut aspek
sosial, ekonomi, politik dan proses budaya mempengaruhi seseorang dalam
memilih pangan (jenisnya, cara pengolahan dan cara konsumsi). Menurut
Ritenbaugh (1982) makanan adalah contoh sempurna (a perfect example) dari
‘batas’ (boundary) antara faktor biologi manusia dengan budaya.

5
Kebiasaan (habit) adalah pola perilaku yang diperoleh dari praktik yang
terjadi berulang-ulang. Jadi Food Habit (kebiasaan makan) adalah suatu pola
perilaku konsumsi pangan yang diperoleh karena terjadinya berulang-ulang.
Tindakan manusia (what people do, practice) terhadap makan dan makanan
dipengaruhi oleh pengetahuan (what people think) tentang pangan / makanan,
perasaan (what people feel) tentang pangan / makanan dan persepsi (what
people perceive) tentang pangan / makanan.
Empat konsep tentang faktor yang mempengaruhi kebiasaan pangan:
1. Model Multidimensional
Diva Sanjur dan Scoma (1977) menyarankan penggunaan suatu
pendekatan multidimensional untuk menerangkan dan mencatat pola
pangan penduduk. Pendekatan ini mencakup deskripsi atau penjelasan
tentang kebiasaan makan dari empat komponen : konsumsi pangan,
preferensi terhadap makanan, ideology (pengetahuan) terhadap makanan
dan social budaya pangan.
a. Konsumsi Pangan
Konsumsi pangan baik keluarga, individu, maupun golongan
tertentu dapat diamati dengan cara “recall”. Metode ini umum
digunakan untuk mengetahui konsumsi pangan yang telah lalu (1 – 3
hari terakhir) baik dari segi kuantitas maupun kualitas dan contoh
yang cukup besar. Dalam metode ini enumerator minta agar
responden mengingat – ingat secara rinci apa yang telah dikonsumsi
dalam 1 – 3 hari terakhir. Untuk keperluan ini digunakan alat bantu
misalnya ukuran rumah tangga, food model, dsb untuk menentukan
perkiraan – perkiraan konsumsi pangan yang lebih mendekati. Cara
ini relative cepat dan murah, tetapi mengandung subyektivitas tinggi

6
dan menimbulkan kesalahan sistematik. Selain metode “recall”
seperti diuraikan di atas, konsumsi pangan dapat pula diukur dengan
cara penimbangan (Weighing Method). Pada cara ini semua bahan
makanan diitmbang baik sebelum maupun sesudah dimasak.
Demikian pula bagian pangan yang tidak dapat dimakan dan sisa –
sisa setelah makan semuanya harus ditimbang. Cara ini dapat
dilakukan untuk mengukur konsumsi pangan keluarga ataupun
individual seperti halnya pada metode “recall”.
b. Preferensi Pangan
Diasumsikan bahwa sikap seseorang terhadap makanan, suka
atau tidak suka, akan berpengaruh terhadap konsumsi pangan. Oleh
karena itu merupakan hal penting mempelajari pangan yang disukai
ataupun yang tidak disukai tersebut, dan makanan yang belum
pernah dirasakan serta menelusuri sebab – sebab yang
melatarbelakanginya. Selain itu perlu melihat hubungan antara
preferensi anak – anak dengan preferensi orang tua.
c. Ideology Pangan
Pengetahuan tentang pangan dan gizi yang berkaitan pula
dengan kepercayaan, taboo dan “prejudice” akan berpengaruh
terhadap kebiasaan makan. Oleh karena itu dalam model
multidimensional hal tersebut perlu dipertimbangkan sebagai
variabel penting.
d. Social Budaya
Banyak para ahli melaporkan bahwa kebiasaan makan
mempunyai hubungan erat dengan segi social budaya. Ada tidaknya
atau tingkat keeratan hubungan tersebut dapat ditelusuri dan
ditentukan. Misalnya, Diva Sanjur dan Scoma menganalisis
hubungan antara konsumsi pangan anak dengan umur ibunya, asal
ibu, pendidikan ibu, besar keluarga dan faktor social budaya lainnya.
Data mereka mengenai konsumsi anak dan umur ibu, kebiasaan
membaca, dan faktor – faktor lainnya dapat memberi gambaran
hubungan – hubungan yang ada.

7
2. Model Analisis Perilaku Konsumsi Pangan Anak-Anak
Model analisis ini dikemukakan oleh Lund dan Burk (1969),
dirancang untuk mempelajari bagaimana kebiasaan makan terbentuk
dalam proses perkembangan anak – anak. Kebutuhan hidup manusia
(termasuk anak-anak), pada dasarnya mencakup tiga macam:
a. Kebutuhan biologis :
Anak – anak memerlukan makanan dan zat gizi untuk
pertumbuhan dan perkembangannya. Dipengaruhi oleh berbagai
varibel: jenis kelamin, umur, berat badan terhadap tinggi badan, dan
status kesehatan.
b. Kebutuhan Psikologis :
Anak – anak memerlukan kasih sayang, rasa senang, perhatian,
dan sebagainya mencakup kaitannya dengan makanan. Dipengaruhi
oleh pengawasan orangtua terhadap makanan anak, reward and
punishment orangtua terkait kebiaaan makan anak, dsb.
c. Kebutuhan sosial
Anak – anak memerlukan hubungan dengan orang lain,
termasuk dengan saudara - saudaranya, orang tuanya dan
sebagainya, termauk hal-hal yang berhubungan dengan makanan.
Dipengaruhi oleh variabel: seberapa sering keluarga makan bersama,
seberapa sering keluraga bercakap-cakap ketika makan, dsb
Ada 2 faktor lingkungan yang bepengaruh terhadap pembentukan
kebiasaan makan anak, yaitu:
1. Lingkungan Keluarga
a. Struktur & organisasi keluarga
b. Status sosial dlm masyarakat
c. Mobilitas keluarga
d. Status ekonomi keluarga
e. Pengetahuan & kepercayaan terhadap makanan
f. Sikap keluarga terhadap makanan
g. Keadaan & sifat - sifat hidangan makanan keluarga

8
2. Lingkungan Sekolah
a. Pengalaman dr pendidikan gizi di sekolah
b. Pengetahuan dan sikap terhadap makanan dari guru yang
mengajarnya
Teori motivasi Maslow, relevan dengan model analisis perilaku makanan
anak-anak. Teori Maslow : Motivasi senantiasa menggerakkan individu
kepada pemenuhan kebutuhan yang mencakup:
 Kebutuhan fisiologis
 Kebutuhan keamanan dan pelindungan
 Kebutuhan hidup kemasyarakatan
 Kebutuhan akan pengakuan
 Kebutuhan akan kepuasan
3. Model Wenkam
Model yang dirancang oleh Wenkam (1969) didasarkan pada
keterkaitan antara kebiasaan makan dengan ketersediaan fisik dan budaya
pangan. Kekuatan – kekuatan obyektif dan subyektif pangan / makanan
mempunyai peranan besar dalam pembentukan kebiasaan makan. Orang
tidak dapat mengonsumsi suatu bahan makanan bila pangan yang
bersangkutan tiidak tersedia di sana, sementara itu pangan dapat
dianggap enak, berbahaya, tidak disukai, berharga, menarik dan
sebagainya karena nilai – nilai budaya.
Ketersediaan fisik pangan merupakan faktor penentu kebiasaan
makan di dalam suatu masyarakat. Ketersediaan fisik tergantung pada
berbagai faktor terutama:
a. Produksi pangan  dipengaruhi oleh lingkungan alam,
perkembangan teknologi, kekuatan sosial-ekonomi
b. Pengolahan pangan  misalnya pengeringan, pengasapan,
pengalengan, pembekuan, dsb
c. Distribusi pangan  Mulai dari distribusi pangan antar negara,
antar wilayah (propinsi / kabupaten), dalam mayarakat, hingga
dalam keluarga

9
d. Pemasakan  organoleptis dan keterkaitan makanan dengan
kesehatan, dipengaruhi oleh metode pemasakan
e. Peralatan  misal: keterbataan bahan bakar di China,
menyebabkan berkembangnya metode pemasakana stir-fry
(makanan dipotong kecil – kecil dan digoreng, supaya cepat
masak dan hemat bahan bakar)
Ketersediaan budaya oleh Wenkam diartikan sebagai pengakuan
suatu budaya bahwa bahan yang dapat dimakan dan diterima oleh budaya
yang bersangkutan, itulah yang disebut pangan. Ketersediaan budaya
yang dipelajari oleh Wenkam meliputi lima faktor yaitu :
a. Status sosial
Makanan mempunyai nilai prestise. Makanan tertentu
dihidangkan pada acara - acara tertentu
b. Status fisik
Tiap masyarakat punya “pengklasifikasian” makanan untuk
kelompok umur, jenis kelamin dan ciri fisik yang lain. Misalnya:
Susu dan makanan lumat untuk bayi, steak dan kentang dianggap
sebagai makanan yang maskulin, salad dianggap makanan feminin
c. Peranan dalam sistem social / upacara
Makanan merupakan bagian penting dalam acara ulang tahun,
upacara perkawinan, pemakaman, dsb
d. Etiket
Contoh : Anak anak diajari bagaimana cara makan makanan
tertentu
e. Pekerjaan
Contoh : Pada sebagian masyarakat nelayan, ketersediaan
pangan tergantung pada kapan ayah (sebagai pencari ikan/makanan)
pulang ke rumah. Berbeda dengan anak dari keluarga pada
masyarakat industri, makanan selalu tersedia tanpa harus mencari

10
Ketersediaan Fisik Ketersediaan budaya
- Produksi pangan - Status sosial
- Pengolahan pangan - Etiket
- Distribusi pangan - Status fisik
- Pemasakan - Pekerjaan
- Peralatan - Peranan sosial/ upacara

Struktur ekonomi

Kebiasaan Makan
Kerangka Model Analisis Kebiasaan Makan Menurut Wenkam
4. Teori Alur (Channel Teory)
Dalam tahun 1940-an, Kurt Lewin memperkenalkan Teori Alur yang
sekarang ini merupakan teori klasik dalam penelitian kebiasaan makan.
Asumsi I:
- Semua panganyang dikonsumsi seseorang bergerak selangkah
demi selangkah melalui alur yang sifat dan jumlahnya bervariasi
antar budaya.
- Jumlah langkah berbeda – beda untuk setiap alur untuk setiap
jenis pangan
- Setiap alur dalam setiap budaya diawasi oleh orangyang disebut
gatekeepers (penjaga pintu)
- Apa dan bagaimana pangan masuk ke suatu alur sangat
ditentukan oleh gatekeepers tersebut.
Asumsi II:
- Terdapat beragam kekuatan yang menggerakkan pangan dalam
alur

11
- Pada setiap alur terdapat kekuatan yang mendorong pangan
masuk ke dalam alur bersangkutan tetapi juga ada kekuatan
yang menghambat masuknya pangan dalam alur
- Kekuatanyang mendorong dan menghadang pangan dalam suatu
alur adalah: rasa, nilai sosial, manfaat bagi kesehatan dan harga
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Food Ideology
a) Kepedulian Terhadap Kesehatan (Health)
Alasan seorang dalam mepertimbangkan kesehatan dalam pemilihan
makanan dapat berasal dari status kesehatan saat ini, kesadaran terhadap
perilaku kesehatan, dan dampaknya di masa yang akan datang.
b) Kemudahan/ Kenyamanan (Convenience)
kenyamanan merupakan faktor yang paling utama dalam pemilihan
makanan dan pada saat yang sama, kenyamanan bagi responden juga dapat
berarti kemudahan dalam mempersiapkan makanan.
c) Keakraban (Familiarity)
Keakraban adalah kecenderungan sesorang untuk memilih makanan yang
sudah biasa dimakan dibandingkan mencoba makanan baru.
d) Perasaan (Mood)
Stress dan jadwal yang padat karena kondisi kerja dapat menjadi alasan
mengapa makanan yang dipilih berdasarkan apakah makanan tersebut
menenangkan dan menghibur.
e) Daya Tarik Sensorik (Sensory Appeal)
Aroma makanan yang menggugah selera dan disukai dapat memberi
rangsangan pada indra penciuman seseorang sehingga akan
mempengaruhinya untuk mengonsumsi makanan tersebut
f) Harga (Price)
Harga memiliki pengaruh yang kuat dalam pemilihan makanan. Harga
makanan merupakan elemen yang paling penting bagi masyarakat dengan
pendapatan rendah dibanding faktor yang lain.
g) Komposisi Makanan (Natural Content)
Sebagian besar masyarakat foodies maupun nonfoodies dalam pemilihan
makanan lebih memperhatikan terhadap komposisi makanan untuk

12
menjalankan diet yang seimbang dan cenderung menerapkan konsumsi
makan yang sehat.
h) Persepsi Resiko (Risk Perception)
Beberapa asosiasi menunjukkan bahwa persepsi risiko mendominasi
penentu dalam pilihan makanan dan isu yang terkait dengan efek buruk pada
kesehatan yang harus diamati oleh pemasok dalam sistem pangan (Gaskell, et
al, 2004).

Studi Kasus Makanan Nusantara


Pada hal ini mengambil contoh kasus mengenai tabu makanan yang sering
terjadi. Studi kasus mengenai tabu makanan ini diambil pada Propinsi Riau, yaitu
di Rokan Hulu yang telah dilakukan penelitian dari Desember 2005 sampai
November 2006.

Alasan yang diberikan oleh responden tidak ada yang logis, contohnya daging
ditabukan karena akan menyebabkan penyakit tambah parah. Daging dan ikan laut

13
sangat baik bagi ibu hamil karena merupakan sumber protein namun sayangnya
ditabukan. Hal ini jelas akan mempengaruhi intake protein karena ibu hamil
tersebut tidak berani mengkonsumsi makanan tersebut.

Alasan yang diberikan oleh responden tidak ada yang logis, contohnya ikan
dan telur ditabukan karena akan menyebabkan air susu menjadi anyir. Seperti kita
ketahui telur dan ikan sangat baik bagi ibu menyusui karena merupakan sumber
protein namun sayangnya ditabukan. Hal ini jelas akan mempengaruhi intake
protein karena ibu menyusui tidak berani mengkonsumsi makanan tersebut.

Tabu makanan untuk bayi tersebut sangat mengkhawatirkan karena makanan


yang ditabukan merupakan sumber vitamin, mineral, dan protein. Alasan tabu
yang diberikan sangat tidak masuk akal, misalnya buah-buahan ditabukan karena
sejak dahulu tidak diperbolehkan untuk dikonsumsi bayi.

14
Alasan ini sangat konyol dan sangat merugikan bagi balita, karena
sebagaimana kita ketahui bahwa telur mengandung protein dan banyak
mengandung zat gizi lainnya dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat. Oleh
karena itu penyuluhan untuk menyadarkan masyarakat dalam upaya mengurangi
bahkan menghilangkan tabu khususnya bagi balita perlu dilakukan.

Nangka ditabukan karena dapat menyebabkan maag bisa kambuh. Jeruk dan
nenas ditabukan karena dapat menyebabkan demam. Sayur nangka ditabukan
karena dapat menyebabkan sakit perut.

15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Food ideoly atau ideology makanan merupakan gabungan dari sikap,
kepercayaan dan kebiasaan serta tabu yang mempengaruhi diet kelompok tertentu.
Batasan food ideology:
a. Food taboo
b. Food fad
c. Food habit
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Food Ideology :
a. Kepedulian Terhadap Kesehatan (Health)
b. Kemudahan/ Kenyamanan (Convenience)
c. Keakraban (Familiarity)
d. Perasaan (Mood)
e. Daya Tarik Sensorik (Sensory Appeal)
f. Harga (Price)
g. Komposisi Makanan (Natural Content)
h. Persepsi Resiko (Risk Perception)

B. Saran
Dari penulisan makalah ini, kelompok berharap agar pembaca ataupun
pendengar dapat memahami pembelajaran tentang food ideology, agar makalah
ini dapat menjadi satu acuan. Dalam makalah ini banyak terdapat kesalahan,
untuk itu kelompok mohon kritik dan saran dari pembaca.

16
DAFTAR PUSTAKA

Susanto D. 1991. Fungsi-fungsi Sosio-Budaya Makanan. Majalah Pangan No 9.


July, halaman 51-56.

Den Hartog, et al. 2006. Food Habits and Consumption Developing Coutries.
Wageningen Academic Publisher. Netherlands
Sanjur, D. 1982. Social and Cultural Perspective In Nutrition. Prentice Hall, Inc.
Englewood Cliffs, N.J.

17

Anda mungkin juga menyukai