Batasan
Faktor-Faktor
Food Fad
Food Habit
1. Food Taboo (Tabu Makanan)
Food Taboo atau tabu makanan adalah kebijaksanaan pembatasan atau larangan
untuk menghindari makanan tertentu, atau larangan untuk mengkonsumsi jenis
makanan tertentu, karena terdapat ancaman bahaya terhadap barang siapa yang
melanggarnya.
Adapun latar belakang timbulnya tabu makanan berdasarkan pada dua hal yaitu:
A. Agama
Suatu tabu yang berdasarkan agama (Islam) disebut haram hukumnya, dan individu
yang melanggar tabu disebut berdosa. Hal demikian karena makanan atau minuman
tertentu menggangggu kesehatan jasmani atau rohani bagi pemakannya.
B. Kepercayaan
Tabu yang berdasarkan kepercayaan umumnya mengandung nasehat-nasehat yang
baik dan tidak baik yang lambat laun menjadi kebiasaan (adat) terlebih dalam suatu
masyarakat yang masih sederhana.
2. Food Fad
Food Fad berkaitan dengan Food movements yaitu pertumbuhan pangan organik, vegetarian,
atau diet tinggi protein pada kelompok masyarakat menengah ke atas dan berpendidikan.
Faktor Penyebab Food Fad :
A. Faktor eksternal, seperti keluarga, iklan, televisi dan program pendidikan
B. Faktor internal, seperti nilai, kepercayaan, kebutuhan sosiogenic dan biogenic, tingkah laku
dan self-concept
Jellife mengklasifikasikan praktik - praktik budaya terkait makanan tersebut menjadi 4:
I. Praktik yang menguntungkan :
Perlu didukung dan diadopsi untuk memberikan pendidikan kesehatan dan gizi di masyarakat
II. Praktik yang bersifat netral :
Tidak memperlihatkan nilai ilmiah dan bisa ditinggalkan perlahan-lahan
III. Praktik yang tidak dapat diklasifikasikan :
Bisa ditinggalkan, tetapi bisa juga dilakukan penelitian lebih jauh
IV. Praktik yg merugikan :
Perlu dihilangkan, namun dengan cara yang bisa diterima oleh budaya masyarakat tersebut
3. Food Habit (Kebiasaan Makan)
Empat konsep tentangfaktor yang mempengaruhi kebiasaan pangan:
1) Model Multidimensional
A. Konsumsi Pangan
Konsumsi pangan baik keluarga, individu, maupun golongan tertentu dapat diamati dengan
cara “recall”.Cara ini relative cepat dan murah, tetapi mengandung subyektivitas tinggi dan
menimbulkan kesalahan sistematik.
B. Preferensi Pangan
Diasumsikan bahwa sikap seseorang terhadap makanan, suka atau tidak suka, akan
berpengaruh terhadap konsumsi pangan. Oleh karena itu merupakan hal penting mempelajari
pangan yang disukai ataupun yang tidak disukai tersebut, dan makanan yang belum pernah
dirasakan
C. Ideology Pangan
Pengetahuan tentang pangan dan gizi yang berkaitan pula dengan kepercayaan, taboo dan
“prejudice” akan berpengaruh terhadap kebiasaan makan.
D. Social Budaya
Banyak para ahli melaporkan bahwa kebiasaan makan mempunyai hubungan erat dengan segi
social budaya. Ada tidaknya atau tingkat keeratan hubungan tersebut dapat ditelusuri dan
ditentukan.
2) Model Analisis Perilaku Konsumsi Pangan Anak-Anak
Model analisis ini dikemukakan oleh Lund dan Burk (1969), pada dasarnya mencakup tiga
macam:
A. Kebutuhan biologis
B. Kebutuhan Psikologis
C. Kebutuhan sosial
Ada 2 faktor lingkungan yang bepengaruh terhadap pembentukan kebiasaan makan anak,
yaitu:
A. Lingkungan Keluarga
Struktur & organisasi keluarga
Status sosial dlm masyarakat
Mobilitas keluarga
Status ekonomi keluarga
Pengetahuan & kepercayaan terhadap makanan
Sikap keluarga terhadap makanan
Keadaan & sifat - sifat hidangan makanan keluarga
B. Lingkungan Sekolah
Pengalaman dr pendidikan gizi di sekolah
Pengetahuan dan sikap terhadap makanan dari guru yang mengajarnya
3) Model Wenkam
Model yang dirancang oleh Wenkam (1969) didasarkan pada keterkaitan antara kebiasaan
makan dengan ketersediaan fisik dan budaya pangan. Kekuatan – kekuatan obyektif dan
subyektif pangan / makanan mempunyai peranan besar dalam pembentukan kebiasaan
makan.
Ketersediaan budaya yang dipelajari oleh Wenkam meliputi lima faktor yaitu :
A. Status sosial
Makanan mempunyai nilai prestise. Makanan tertentu dihidangkan pada acara - acara tertentu
B. Status fisik
Tiap masyarakat punya “pengklasifikasian” makananuntuk kelompok umur, jenis kelamin dan
ciri fisik yang lain. Misalnya: Susu danmakanan lumat untuk bayi, steak dan kentang dianggap
sebagai makanan yang maskulin, salad dianggap makanan feminin
C. Peranan dalam sistem social /upacara
Makanan merupakan bagian penting dalam acara ulang tahun, upacara perkawinan,
pemakaman, dsb
D. Etiket
Contoh : Anak anak diajari bagaimana cara makan makanan tertentu
E. Pekerjaan
Contoh : Pada sebagian masyarakat nelayan, ketersediaan pangan tergantung pada kapan
ayah (sebagai pencari ikan/makanan) pulang ke rumah. Berbeda dengan anak dari keluarga
pada masyarakat industri, makanan selalu tersedia tanpa harus mencari
Kepedulian
Terhadap
Kesehatan
(Health)
Persepsi Kemudahan/
Resiko (Risk Kenyamanan
Perception) (Convenience)
Komposisi
Makanan Keakraban
(Natural (Familiarity)
Content)
Perasaan
Harga (Price)
(Mood)
Daya Tarik
Sensorik
(Sensory
Appeal)
Pada hal ini mengambil contoh kasus mengenai tabu makanan yang sering terjadi. Studi kasus
mengenai tabu makanan ini diambil pada Propinsi Riau, yaitu di Rokan Hulu yang telah
dilakukan penelitian dari Desember 2005 sampai November 2006.
Alasan yang diberikan oleh responden tidak ada yang logis, contohnya daging ditabukan
karena akan menyebabkan penyakit tambah parah. Daging dan ikan laut sangat baik bagi ibu
hamil karena merupakan sumber protein namun sayangnya ditabukan. Hal ini jelas akan
mempengaruhi intake protein karena ibu hamil tersebut tidak berani mengkonsumsi makanan
tersebut.
Alasan yang diberikan oleh responden tidak ada yang logis, contohnya ikan dan telur
ditabukan karena akan menyebabkan air susu menjadi anyir. Seperti kita ketahui telur dan ikan
sangat baik bagi ibu menyusui karena merupakan sumber protein namun sayangnya ditabukan.
Hal ini jelas akan mempengaruhi intake protein karena ibu menyusui tidak berani
mengkonsumsi makanan tersebut dan ini adalah beberapa makanan yang dianggp tabu lainnya