Sukmariah tinggal tak jauh dari rumah saya. Hanya berjarak 3 Km saja. Masih dalam satu
kecamatan yang sama hanya berbeda desa. Tak sulit menemuinya. Tak perlu appointment,
bila sedang tidak ada acara keluar seperti mengisi seminar, memberikan materi pelatihan atau
rapat dengan para relawan. Sukmariah biasanya ada dirumah mengurusi usaha konveksi
berbasis pemberdayaan penjahit fakir miskin, atau mengurusi Taman Bacaan Masyarakat
(TBM) yang baru beberapa bulan berdiri.
Pertemuan saya dirumahnya yang sederhana pagi itu ditemani sang suami . Secangkir kopi
dan beberapa panganan ringan disuguhkan . Walau saya telah kenal baik dengan Sukmariah
dan keluarganya . Wawancara untuk kebutuhan data menulis baru kali ini saya lakukan. Tak
terlalu formal , pertanyaan saya ajukan dalam bincang bincang yang diselingi suasana santai.
Saya pun merangkum semua cerita Sukmariah selama lebih dari empat jam perbincangan.
Berikut ini hasil wawancara saya dengan Sukmariah .
Kegiatan Sukmariah memang segudang. Tak ada hari tanpa aktifitas sosial. Wanita
berkerudung ini seperti ditakdirkan menjadi relawan sosial yang tak pernah diam. Ada saja
program kegiatan yang ia kerjakan. Mulai mengurus fakir miskin, anak telantar,
pemberdayaan ekonomi melalui koperasi hingga melakukan advokasi sosial ekonomi ke
dinas terkait di pemerintahan daerah.
Lahir dari keluarga sederhana yang tidak terlalu mementingkan pendidikan. Apalagi
lingkungan keluarga besarnya kurang mendukung seorang wanita menempuh pendidikan
tinggi. Sukmariah bagai cadas yang keras. Ia tetap nekat melanjutkan pendidikan formalnya
hingga jenjang sarjana. Sebuah kenekatan yang tak pernah didukung. Merantaulah ia ke
ibukota, menumpang pada salah satu keluarganya. Kehidupannya selama di Jakarta penuh
keprihatinan. Berkuliah di salah satu perguruan tinggi swasta. Mengambil jurusan ekonomi.
Bergulatlah Sukmariah menyelesaikan kuliah dengan keterbatasan dana. Saking sulitnya ia
tak pernah memiliki sepatu ketika kuliah. Kemana mana pakai sendal yang kurang layak.
Namun mau apalagi . Didalam pikirannya hanya menyelesaikan kuliahnya secepat mungkin.
Selepas kuliah Sukmariah kembali ke kampung halamannya di Tangerang. Mengabdi sebagai
guru . Menjadi pendidik ternyata bukan dunianya. Hanya dua tahun . Sukmariah hengkang
dan mencoba hal baru. Berjualan berbagai macam barang. Hasratnya menjadi pengusaha
begitu kuat. Walau tak ada modal uang yang cukup. Hanya bermodalkan semangat pantang
menyerah. Berpindah dari satu pasar kaget ke pasar kaget yang lain. Kalau hujan kehujanan,
kalau panas kepanasan kenangnya ketika itu.
Pada tahun oktober 2004, Sukmariah menikah. Seorang lelaki asal Purworejo yang tinggal
tak jauh dari rumahnya menjadi pendamping setianya. Kehidupan pernikahan yang dibangun
menjadi tambahan semangat baginya. walau karir suaminya juga tak banyak membantu.
Pekerjaan suaminya di salah satu pabrik pengolahan besi tak banyak membantu modal
usahanya. Maklum , tempat suaminya bekerja hanyalah perusahaan keluarga yang tak terlalu
besar. Gajinya hanya cukup untuk makan sehari hari ungkapnya polos.
Kehidupan ekonomi keluarganya tak kunjung meningkat. Sukmariah tak menyerah apalagi
mengeluh. Ia tak lantas menyalahkan suaminya atau mengemis minta bantuan kepada
keluarga besarnya. Sukmariah terus berjuang. Apalagi saat itu ia telah dikarunia dua orang
anak. Ia tetap berjualan. Membuka warung sembako kecil , menjual barang kelontong hingga
menggelar barang dagangan di lapak lapak terbuka. Setiap ada keramaian , sukmariah
menggelar dagangannya. Dibawa serta anak anaknya . Duduk menunggu pembeli. Bila nasib
baik sedang berpihak kepadanya terkumpullah uang ditangannya. Namun bila sedang sepi ,
tak banyak uang yang dibawa pulang . namanya juga dagang , tak selalu bisa diprediksi.
Pada tahun 2007 atas keinginan sendiri suaminya mengundurkan diri dari tempatnya bekerja.
Keputusan yang telah dipikirkan masak masak. Ini adalah terjun bebas untuk merubah nasib.
Melepas pekerjaan lalu banting stir menjadi pedagang. Sebuah keputusan sulit ketika itu
namun tekad di hati sudah bulat. Maju terus pantang mundur.
Bersama suami , Sukmariah terus bertahan dan menggapai mimpinya. Kehidupannya yang
sulit terus dinikmati sekaligus dilawan. Ia tak mau menyerah. Berbagai usaha digelutinya.
Saat itu ada tawaran usaha waralaba Tela tela. Sebuah produk makanan ringan dari bahan
baku singkong. Sukmariah dan suami akhirnya membeli usaha itu. Dengan menggunakan
gerobak dorong , Sukmariah mencari tempat strategis. Biasanya di dekat sekolah atau dekat
mini market. Usaha Tela tela awalnya cukup menjanjikan, berkembanglah dari satu gerobak
ke gerobak berikutnya. Dari satu lapak ke lapak lainnya. Beberapa sanak saudaranya di rekrut
untuk ikut membantu berjualan.
Namun usaha Tela tela tak berlangsung lama. Kejenuhan pasar karena produk yang kurang
variasi membuat penjualan terus mengalami penurunan . Omset tergerus. Sementara biaya
operasional tetap harus dikeluarkan. Perlahan, satu demi satu lapak akhirnya ditutup. Hingga
akhirnya usaha Tela tela benar benar gulung tikar. Kapokkah Sukmariah ? wanita sederhana
itu tak pernah kapok. Ia melangkah untuk memulai usaha lainnya. Sukmariah yang punya
keahlian menjahit mulai mencoba usaha konveksi kecil kecilan. Hanya bermodalkan satu
mesin jahit manual peninggalan orang tuanya. Beberapa pola dibuatnya lalu dipotong dan
dijahit sendiri. Awalnya hanya berproduksi beberapa potong baju dan celana. Dijual sendiri,
hasilnya cukup diterima pasar.
1. Kriteria BPS, Kemiskinan adalah suatu kondisi seseorang yang hanya dapat memenuhi
makanannya kurang dari 2.100 kalori perkapita per hari
2. Kriteria BKKBN. Kemiskinan adalah keluarga miskin prasejahtera apabila : 1) Tidak
dapat melaksanakan ibadah menurut agamanya, 2) Seluruh anggota keluarga tidak mampu
makan dua kali sehari. 3) Seluruh anggota keluarga tidak memiliki pakaian berbeda untuk
dirumah, bekerja atau sekolah dan bepergian. 4) Bagian terluas dari rumahnya tanah. 5) Tidak
mampu membawa anggota keluarga ke sarana kesehatan.
3. Kriteria Bank Dunia. kemiskinan adalah keadaan tidak tercapainya kehidupan yang layak
dengan penghasilan U$D 1 perhari bagi negara negara berkembang dan U$D 2 bagi negara
negara maju.
Di daerahnya Sukmariah masih banyak melihat orang orang yang kehidupannya
sangat memprihatinkan. Mereka tak memiliki rumah yang layak. Terbuat dari gedhek yang
tidak sesuai dengan standar kesehatan. Sanitasi buruk dan jumlah asupan kalori yang rendah.
ia pun memutar otak agar orang orang ini dapat dibantu sekaligus diberdayakan ekonominya.
Metode memberi ikan tanpa memberi kail nampaknya akan membuat orang menjadi
tergantung dan tidak mandiri. Setelah beraudensi dengan pihak Pemerintah daerah hingga
Kementerian sosial terbersitlah sebuah harapan. Program Kelompok Usaha Bersama (KUBE)
. Fasilitas program ini ditujukan kepada fakir miskin yang persyaratannya harus mengajukan
bersama dalam satu kelompok. Dengan berkelompok diharapkan timbul sinergi bersama
dalam pengelolaan sebuah usaha pemberdayaan.
Sukmariah mulai berkeliling desa mencari orang yang layak untuk dibantu. Perjuangannya
mencari fakir miskin bukan perkara mudah. Ada pihak lain yang juga ingin mendapatkan
bantuan padahal mereka tidak layak dan akan membuat program tidak tepat sasaran. Belum
lagi masih ada kecurigaan dari pihak yang dibantu. Karena memang ada pihak lain, biasanya
LSM abal abal yang menawarkan program bantuan dengan embel embel minta DP diawal .
Bahkan mereka terang terangan minta porsi bagian hingga 50%. Ngenes, melihat ulah orang
yang memanfaatkan bantuan untuk fakir miskin. Sukmariah tak patah arang. Dengan modal
sendiri dan niat tulus membantu ia terus mencari fakir miskin yang layak dibantu. Saat
pertama kali terjun , masih banyak yang ragu malah ada yang tak percaya. Namun dengan
penjelasan yang baik dan tak neko neko mulai banyak juga yang ingin dibantu.
Awalnya 10 kelompok fakir miskin diajukan . Prosesnya memang cukup berbelit.
Persyaratannya harus melalui perangkat desa. Ada yang kooperatif ada yang tidak . Belum
lagi kelompok harus membuka rekening di bank untuk pencairan bantuan. kalau dipikir
fakir miskin itu tidak pernah berhubungan dengan pihak bank, apalagi punya rekening bank.
Akhirnya Sukmariah-lah yang mengurus segala persyaratan hingga pembukaan rekening
bank. Kalau ditanya lelah , pekerjaan membantu fakir miskin cukup menguras tenaga juga
pikiran. Kadang proposal yang sudah diajukan dikembalikan lagi karena kurang persyaratan
bahkan tak jarang proposal bantuan ditolak karena ada penilaian yang tidak sesuai.
Sukmariah tetap berjuang. Hasilnya beberapa kelompok usaha bersama (KUBE) berhasil
mendapatkan bantuan dan segera memulai usaha pemberdayaan ekonomi. Ada yang berusaha
membuka usaha konveksi, peternakan lele, peternakan domba, usaha bengkel hingga warung
sembako. Dengan modal yang diberikan pemerintah melalui fasilitas KUBE , fakir miskin
yang tak punya modal usaha kini sudah mendapatkan bantuan dana . Sayangnya,dalam
perkembangan usaha produktif yang dilakukan kelompok fakir miskin ini tidak mendapatkan
pendampingan. Akibatnya banyak kelompok KUBE tumbang dengan modal usaha yang
habis menguap.
Melihat hal itu Sukmariah akhirnya turun menjadi pendamping swadaya. Tanpa ada
SK dari pemerintah , tanpa dana operasional hanya bermodal niat menyelamatkan fakir
miskin agar entas dari kemiskinan. Karena ia punya keahlian menjahit, ia pun mengadakan
pelatihan menjahit gratis untuk ibu rumah tangga. Siapa saja yang mau ia layani selama ia
punya waktu. Jadwal pelatihan yang cukup padat itu dilanjutkan dengan bantuan pinjaman
mesin jahit miliknya. Untuk pinjaman mesin jahit , Sukmariah mencari orang dengan
selektif. Ia melihat kesungguhan dan juga kemauan berusaha yang kuat. Karena ada orang
yang dipinjamkan mesin jahit malah dijual untuk hal konsumtif. Untuk hal ini Sukmariah
hanya tersenyum pahit , maksud membantu malah disalahgunakan .
Diawali Dari Laman Kompasiana
Dengan upayanya itu Sukmariah pernah ditulis orang seorang kompasianer di laman
kompasiana pada tahun 2013. Melalui kompasiana , Sukmariah terpilih menjadi kandidat
pemilihan social entrepleneur DanamonAward pada tahun itu juga. Terpilihnya Sukmariah
pada ajang itu bukan keinginan darinya. Ia malah tak mengerti dirinya bisa terpilih menjadi
kandidat penerima penghargaan yang selama ini tak pernah ia impikan. Hanya saja sepak
terjangnya menarik perhatian. Seorang wanita mau bersusah payah membantu mengentaskan
kemiskinan dengan menjadi relawan dengan mengadvokasi dan beraudiensi dengan berbagai
pihak. Padahal Sukmariah dan keluarganya juga belum mapan secara ekonomi.
Pada ajang pemilihan Danamonaward yang ketika itu bekerja sama dengan kompas TV
Sukmariah terpilih menjadi pemenang favorit. Sebuah pencapaian yang diluar dugaan sama
sekali. Ia hanya mengucapkan syukur kepada Tuhan. Terpilihnya Sukmariah pada ajang ini
membuka banyak peluang dan kerjasama dengan berbagai pihak. Baik pemerintahan daerah ,
perusahaan swasta hingga LSM berbasis pemberdayakan ekonomi mikro. Menurut
Sukmariah, terpilihnya ia sebagai pemenang Favorit menjadi berkah bukan hanya untuk
dirinya namun untuk semua relawan sosial di seluruh Indonesia. Karena peran relawan yang
mau tulus bekerja jumlahnya tak banyak. Perlu menjaga niat yang lurus, jangan bengkok
karena ada saja tawaran yang membuat relawan tidak lurus lagi. Urai Sukmariah
mengingatkan.
Menjadi relawan sosial dan membantu masyarakat miskin terus dilakukan Sukmariah.
Berbagai kegiatan terus ia lakukan, termasuk program bedah rumah fasilitas dari
Kementerian Sosial. Program ini memberikan bantuan dana renovasi bagi rumah yang tidak
layak huni. Untuk mendapatkan program ini Sukmariah juga bekerja sama dengan tim
lainnya . Termasuk mencari rumah yang layak mendapatkan bantuan. Bedah rumah lebih
kepada bantuan fisik. Hanya bangunan rumah yang direnovasi. tak ada pembinaan terhadap si
pemilik rumah. bantuan terhenti pada renovasi fisik . Padahal si pemilik rumah perlu
mendapatkan pencerahan pemikiran agar segera berubah menjadi orang yang mampu
menolong dirinya sendiri.
Sukmariah melihat kelemahan pada program ini dan berupaya untuk merubah pola
pikir si pemilik rumah agar mau berjuang. Bila pola pikirnya belum tersentuh dan belum
berubah berapapun bantuan yang dikucurkan tak akan memberikan dampak apapun.
Maka dengan bertahap Sukmariah memberikan pemahaman tentang konsep mandiri. Bila
ternyata berhasil akan dilanjutkan dengan pelatihan ketrampilan dan diikut sertakan pada
program pemberdayaan lainnya seperti bantuan bibit lele, program KUBE dan pemberdayaan
lainnya. Jadi ada tahapannya. Tidak asal membantu terus ditinggalkan tanpa didampingi.
Masyarakat miskin itu seperti bayi yang belajar berjalan. Kita kan tidak bisa melepaskan dulu
sampai mereka mampu berjalan sendiri baru kita lepas . Bila dipegangin terus juga kapan
mandirinya. Ada waktunya kita lepas untuk mandiri. Urai Sukmariah kepada saya. Sukmariah
pun menceritakan beberapa kasus pemberdayaan yang menemui kegagalan karena kita
(relawan) tak berhasil memdampingi dengan benar dan tulus.
Mengepakkan Sayap Untuk Terbang Lebih Tinggi
Mutiara akan tetap mutiara walau terpendam didalam lumpur . Seperti juga
Sukmariah, perjalanan hidupnya yang berat dan sulit dilaluinya dengan hati ikhlas. Semuanya
dimulai dengan niat tulus , lalu lakukan segalanya dengan sepenuh hati jangan setengah
setengah. Setelah semuanya dijalankan jangan pernah berharap dari orang yang kita bantu.
Balasannya minta dari Tuhan saja. Biar Tuhan yang membalas. Itulah resep kehidupan
Sukmariah yang ia tularkan pagi itu kepada saya. Lewat logat sunda yang begitu kentara ,
kadang beberapa kalimat sunda meluncur dari mulutnya.
Dulu hidupnya sulit, uang juga terbatas. Tak banyak materi yang ia punya. Kesulitan
ekonomi yang ia rasakan menjadi sumber kekuatan tersendiri. Sukmariah tak ingin kesulitan
ekonomi yang ia alami dialami orang lain. Paling tidak Sukmariah membuka peluang,
membuka akses bantuan, memberikan pelatihan gratis, meminjamkan mesin jahit,
memberikan pencerahan dan motivasi . Sukmariah memang tidak punya uang banyak , tak
ada materi yang bisa ia sumbangkan. Tapi Sukmariah punya semangat, punya niat tulus,
punya kemauan keras. Konsep From zero to hero benar benar melekat dan menjadi
sumbernya untuk bergerak di masyarakat.
Sukmariah saat ini dipercaya beberapa pihak untuk menjadi fasilitator dan pembicara
di beberapa seminar , forum diskusi hingga pelatihan terkait pemberdayaan sosial. kalau dulu
pelatihannya dari kampung ke kampung dari satu desa ke desa dengan peserta hanya belasan
orang kini Sukmariah mengisi pelatihan dari hotel ke hotel dengan peseta ratusan orang. Dari
berbagai latar belakang mulai akademisi, praktisi, birokrat pemangku kebijakan hingga para
anggota DPR . Peran pemberdayaannya naik tingkat . Advokasi yang dilakukannya jauh lebih
luas. Konsep pemberdayaanya yang ia beri nama : Gerakan Sukses ( Gerakan Sahabat
Usaha Kecil Segera Sejahtera) mulai dilirik banyak fihak. Sukmariah sedang membukukan
konsep gerakan sukses . Proses pembuatan buku pemberdayaan ekonomi berbasis ekonomi
mikro ini menjadi salah satu cita cita besarnya. Sukmariah berharap konsepnya ini bisa
menjadi inspirasi bagi semua orang atau lembaga sosial dalam upaya pemberdayaan
masyarakat.Isi dari buku itu lebih banyak menceritakan apa yang telah ia kerjakan. Tak
banyak teori , tapi lebih kepada aplikasi dan contoh pemberdayaan masyarakat. Buku ini
diharapkan selesai dan diperbanyak pada tahun ini. Menurut Sukmariah buku ini memang
jauh dari sempurna , buku ini juga belum layak jadi role model pemberdayaan di Indonesia.
Karena pemberdayaan itu unik , berbeda sesuai karakter daerahnya. Pemberdayaan
masyarakat di Tangerang akan berbeda dengan pemberdayaan masyarakat di Papua. Cuma
menurut Sukmariah ada benang merahnya, pemberdayaan harus berdasarkan niat ikhlas dan
tulus, dilakukan dengan sungguh sungguh dan berkerjasama dengan pihak lain yang
kompeten. Pemberdayaan masyarakat tidak mungkin dilakukan sendirian. Ada peran
pemerintah, ada peran LSM, ada peran tokoh masyarakat , ada peran tokoh agama, ada peran
perusahaan swasta, ada peran akdemisi hingga peran para peneliti. Semua punya porsi
penting. Tugas relawan sosial menjadi jembatan penghubung yang baik. Menyelaraskan
program dengan kebutuhan.