Anda di halaman 1dari 4

Duhai Muslimah, Berbekallah!

Publikasi: 08/02/2005 11:19 WIB

eramuslim - Saya pernah membaca kisah seorang wanita pengusaha


yang memulai usahanya dari nol. Uniknya si ibu muda ini dulunya
pernah mengenyam bangku kuliah sebuah universitas swasta terkenal
di Jakarta. Semasa kuliah ia aktif dalam salah satu organisasi di
kampusnya. Setelah menikah ia tinggalkan semua aktifitas di luar,
karena sang suami yang seorang pengusaha menginginkan ia menjadi
seorang ibu rumah tangga sejati yang hanya mengurusi rumah tangga
dan anak-anaknya.

Kisah usaha ibu muda ini berawal dari kegagalan usaha sang suami
yang berujung pada kebangkrutan. Sang suami saat itu mengalami
depresi karena kegagalannya tersebut. Melihat kondisi seperti itu,
wanita tegar ini langsung berinisiatif untuk menghidupkan kembali
salah satu usaha milik suaminya. Saat itu yang masih mereka punyai
hanya beberapa unit mesin jahit bekas usaha konveksi suaminya.

Dengan semangat ia mulai mempelajari teknik membuat pola dan


menjahit hingga akhirnya ia bisa membuat sebuah blazer yang
kemudian ia jajakan contoh jahitannya itu dari satu toko ke toko lain
di sebuah pasar di Jakarta.

Awal usahanya ini memang berat, toko-toko yang ia datangi menolak


contoh jahitannya itu. Beberapa hari kemudian akhirnya sebuah toko
bersedia menjual blazernya. Dan ternyata kegigihannya membuahkan
hasil; blazernya laku keras, orderan pun mengalir deras, hingga
akhirnya ia bisa mempekerjakan banyak karyawan, memperbesar
usahanya dan tentu saja berhasil menyelamatkan biduk rumah
tangganya yang hampir karam.

***
Baru-baru ini ada kisah menarik tentang seorang ibu muda berusia 34
tahun asal Wonocolo Surabaya. Ia adalah seorang pengusaha mikro
lulusan sekolah menengah atas. Pada tanggal 18 November yang lalu
ia menghadiri sekaligus berbicara di Ruang Konferensi II Markas Besar
PBB setelah memenangi lomba Micro Credit Award 2005 yang
diselenggarakan oleh Kantor Menko Perekonomian. Ia berada di forum
internasional yang dihadiri 250 delegasi negara anggota PBB itu untuk
menghadiri pencanangan Tahun Kredit Mikro Internasional 2005.

Penuturan ibu muda berputra tiga orang ini tentang usaha kecilnya
mengundang decak kagum siapa pun yang hadir saat itu. Ia tidak
hanya telah berhasil mengembangkan usaha membuat pakaian, tas,
aksesori, dan barang kerajinan dari kain atau percanya yang
diawalnya pada tahun 1998 dengan hanya bermodalkan uang 500 ribu
rupiah itu dengan secara profesional tapi juga ia telah berhasil
membina dan memberdayakan para pekerjanya yang 80 persen
adalah tuna daksa.

Atas hadiah yang diterima, ia mengatakan uang itu akan digunakan


membangun paviliun guna menampung para tuna daksa dan remaja
putus sekolah yang dilatih di rumahnya, karena selama ini para
pekerjanya tidur di setiap celah yang ada di rumahnya.

***

Seperti kata Ibu Dewi Sartika, salah satu Pahlawan Emansipasi Wanita
Indonesia, bahwa wanita harus mempunyai pengetahuan untuk hidup.
Perkataannya itu keluar sebagai kesadarannya yang timbul setelah
bapaknya yang seorang patih di Bandung meninggal dunia, dan
kekayaan keluarganya disita oleh pemerintah Belanda. Saat itu
usianya masih belasan tahun, tapi Dewi sartika dan ibunya harus
berjuang untuk hidup.

Ya, wanita memang harus mempunyai pengetahuan untuk hidup. Ada


kalanya kehidupan datang tidak seperti yang kita inginkan. Seperti
kejadian ibu muda di atas yang tiba-tiba harus berjuang
menyelamatkan rumah tangganya. Beruntung si ibu ini pernah
mengenyam pengalaman berorganisasi sehingga pada dirinya sudah
tertanam keterampilan interpersonal yang baik juga semangat untuk
berjuang dan belajar. Bagaimana halnya jika hal ini terjadi pada
wanita yang selama hidupnya serba lancar-lancar saja, maksudnya
belum pernah mengalami terpaan hidup? Bisa jadi ia pun bisa menjadi
penyelamat biduk rumah tangganya, tapi bukankah sesuatu yang
datangnya tiba-tiba akan memberikan goncangan jiwa yang tidak bisa
dianggap enteng?

Banyak para suami, karena terlalu sayang pada istri, tidak


mengizinkan para istri untuk bekerja. Hal ini memang bisa dipahami
karena suamilah yang bertugas mencukupi kehidupan keluarga. Tapi
alangkah baiknya jika para suami pun memberikan keterampilan hidup
bagi para istrinya atau memberikan kesempatan kepada mereka untuk
mengembangkan potensi yang ada pada dirinya sehingga istrinya bisa
memiliki peranan tidak hanya dalam rumah tangganya saja tapi juga
peranan dalam membina lingkungan masyarakatnya seperti halnya ibu
muda pengusaha mikro yang saya ceritakan di atas.

Ada juga wanita yang setelah anak-anaknya tumbuh dewasa, baru


bisa membantu finansial keluarga ataupun turut aktif dalam
mewujudkan keshalehan sosial di lingkungannya. Selama masa-masa
membesarkan anak-anaknya, dia tidak pernah berhenti belajar
sehingga ketika saatnya tiba dia bisa berperan lebih.

Memang sulit bagi wanita zaman sekarang untuk berperan ganda. Di


zaman yang penuh tantangan ini tidaklah mudah mendidik anak
sementara dia juga harus aktif di luar rumah, seperti bekerja ataupun
aktif dalam kegiatan masyarakat. Jangan-jangan sukses di luar tapi
anak-anaknya mengalami degradasi moral akibat kurangnya perhatian
orang tua yang sibuk bekerja. Hal ini dikembalikan kepada istri dan
sang suami karena ternyata tidak sedikit keluarga yang istrinya
bekerja tapi bisa mengantarkan anak-anaknya menjadi pribadi yang
mandiri dan berakhlak baik.
Ada baiknya kita renungkan kembali perkataan Ibu Kita Dewi Sartika
juga pengalaman sebagian wanita "petarung", seperti cerita wanita di
atas, tentang pentingnya wanita memiliki keterampilan hidup sejak
dini, agar di saat yang tepat mereka mampu berperan lebih dan tampil
mandiri tanpa harus merepotkan orang-orang di sekitarnya di saat-
saat biduk rumah tangganya berada pada kondisi gawat darurat.

***
Iswanti

Anda mungkin juga menyukai