Salah satu mekanisme ijtihad yang dilakukan pada masa Khafilah Abu
Bakar As-Shiddiq adalah dengan mengumpulkan para sahabat untuk
bermusyawarah menentukan hukum terhadap suatu permasalahan.
Suatu hari, salah seorang sahabat yakni Amr bin Ash diketahui
melaksanakan shalat tanpa terlebih dahulu mandi padahal dia dalam
keadaan junub. Amr ketika itu hanya bertayamum. Kontan hal
tersebut menimbulkan pertanyaan di kalangan para sahabat.
Terdapat tiga hukum ijtihad seperti ditetapkan oleh ahli ushul fikih,
antara lain fardlu ain (wajib bagi setiap orang), fardlu kifayah (cukup
dilakukan sebagian orang) serta mandub (sunah).
"Maka ketika ada sementara pihak yang melakukan inovasi dalam hal
shalat dan ibadah lainnya, tentu saja para ulama dan umat Muslim
sangat keberatan. Karena memang tidak pernah ada ijtihad untuk
praktek ibadah sejak dahulu kala," tegas Ahmad Satori.
Namun begitu, Ahmad menolak jika dikatakan Islam agak kaku terkait
penerapan inovasi pada bidang ibadah. Dia mengatakan bahwa dalam
persoalan tauhid ini, ada hal-hal yang sifatnya konstan dan tidak bisa
diganggu gugat dan ada pula hal-hal yang dapat disesuaikan."Misalnya
saja kiblat umat Islam yakni Kabah di Makkah, apakah bisa begitu saja
kita alihkan ke tempat lain? Tentu saja tidak bisa kan."
Dijelaskan lebih lanjut, Majelis Tarjih ini tidak harus menunggu saat
penyelenggaraan muktamar untuk berkumpul dan membahas suatu
permasalahan. Melainkan bisa sewaktu-waktu diperlukan utamanya
apabila hal yang hendak dibicarakan mendesak sifatnya bagi umat
seperti penanganan korupsi dan sebagainya. (RioL)
(yus )