Anda di halaman 1dari 5

Madzhab adalah aliran dalam fiqih islam.

Perbedaan pendapat dalam fiqih, maka masing-masing kelompok


yang berbada disebut dengan madzhab. Jika perbedaan pendapat dalam hal akidah dan tidak mengeluarkan
seseorang dari Islam, maka disebut firqah. Namun jika mengeluarkan seseorang dari agama Islam, maka
disebut dengan agama baru.

Bagaimana munculnya madzhab2? Madzhab fiqih dalam Islam yang terkenal ada 4, yaitu madzhab Hanafi,
Maliki, Syafi’i dan Hambali.

Kalau mau memehami itu kita hrs memahami bagaimana sejarah fiqih sebelum terbentuknya madzhab, yang
dibagi menjadi 3, yaitu sebagai berikut:

1. Fiqih di masa rasulullah


Bagaimanakah Fiqih di masa Rasulullah? Kita harus memahami bahwa kaum muslimin sudah belajar
fiqih semnjak Rasulullah diutus. Dan saat Rasulullah hidup, Beliau adalah satu-satunya sumber fiqih
bagi kaum Muslimin, karena memnag diutus unt menagajari manusia oleh Allah.dalam surat al-
maidah 67, an-nahl 44. Ini dalil yg menunjukkan Rasulullah diutus untuk mengajari manusia,
diantaranya dalah hukum-hukum fiqh. Tp secara fiqih yg benar benar menunjukkan karakter fiqih
baru dimulai saat nabi muhammad hijrah ke madinah. Mengapa? Karena pada saat di Mekkah
meskupin ada beberapa ajaran mereka yang dalam fiqih, tetapi masih belum membentuk ilimu fiqih.
Pada saat itu di mekkah penekannya masih dalam hal akidah. Al-Quran turun 2/3 di Mekkah dan
banyak mengurus mengenai akidah, dakwah kepada Islam. Jikalau ada syariat itu masih baru
pionirnya yang belum membentuk ilmu fiqih, misalnya larangan berzina, larangan mengubur anak
hidup-hidup, larangan mengurangi timbangan, sehingga belum membentuk fiqih secara detail.
Saat di madinah barulah bisa dikatakan sejarah fiqih dimulai, yang mana kaum muslimin belajar
hukum-hukum baik terkait dengan diri mereka dan juga kemasyarakatan. 1/3 Al-Quran yang turun di
madinah juga terkait dengan fiqih, sehingga kondisinya sudah mapan dan sudah membentuk
masyarakat. Pada saat Rasulullah masih hidup, tidak ada satupun sahabat yang berani memberikan
pendapat hukum, karena Rasulullah yang berhak menjelaskannya. Adapun riwayat-riwayat yang
menunjukkan bahwa sahabat ada yang berijtihad ketika Nabi masih hidup, maka hal itu tidak
menunjukkan bahawa ijtihad mereka adalah sumber hukum, tetapi ijtihad tersebuat adalah
pemahaman terhadap syariat berdasarkan perintah Rasulullah.
Misalnya Ali ketika diutus oleh Rasulullah menjadi Qadhi, Rasulullah memerintahkan Ali untuk
mendengarkan .............terlebih dahulu, kemudian barulah memutuskan dengan ilmu yang diberikan
Allah kepadanya, termasuk ketika Allah mengutus Muaz bin Jabbar. Rasulullah dalam suatu hadist
menyatakan jika suatu penguasa menghadiri, berijtihad, kemudian benar maka pahalanya 2. Dan jika
salah pahlanya 1.

Kesimpulan:
Fikih di masa Rasulullah tidak ada ikhtilaf, kalaupun ada bukan ikhtilaf yang sifatnya esensial.
Contohnya pada saat Rasulullah memrintahkan untuk shalat berjama’ah. Ibnu Quraidah??//////////

2. Fiqih di masa sahabat


Setelah Rasulullah wafat, para sahabat memandang bahwa mereka berkewajiban untuk menyebarkan
islam. Termasuk diantaranya untuk menyebarkan fikih. Karena fikih itu tidak mungkin bisa
disebarkan tanpa orang itu memahami Al-Qur’an dan As-sunnah. Maka, sahabat menyebarkan Al-
Qur’an dan As-sunnah sebagai sumber hukum. Di masa sahabat,
Muncul masalah dalam kehidupan yang membutuhkan pemecahan hukum. Karena, tidak pernah
terjadi di masa Rasulullah. Jadi para sahabat mulai memberikan fatwa hukum berdasarkan
pemahaman mereka terhadap Al-Qur’an dan As-Sunnah. Metode sahabat dalam memberikan fatwa
adalah mengambil nash Secara langsung jika ada nash yang secara lugas menerangkan tentang hal
tersebut. Namun jika tidak ada lafadz jelas yang menerangkan hal tersebut, maka akan dilakukan
ijtihad. Mereka berijtihad dengan bertumpu pada nash, juga pada intensitas konsentrasi mereka pada
Rasulullah, pengetahuan mereka terhadap asbabun nuzul dan penerapannya. Para sahabat hanya
mengertui maslahat yang dijelaskan dalam dalil bukan akal. Diantara kisah para sahabat yang sangat
berhati-hati dalam memberikan fatwa hukum. Contohnya pada Umar bin Khattab mengqisos
pembunuhan berkelompok dengan cara membunuh semua pelaku pembunuhan tersebut.

Contoh lainnya adalah kisah Abu Bakar As-Sidiq yang selalu mencari sumber-suber hukum untuk
mengatasi masalah yang ada di masyarakat yang dimulai dari Al-Quran, jika tidak terdapat dalam
Al-Quran maka Abu Bakar mencari di As-Sunnah, dan jika tidak ditemukan dalam As-Sunnah Abu
Bakar mencari dengan cara bertanya kepada kaum muslimin yang mengetahui hukum tersebut dari
Rasulullah SAW dan masih mengingatnya dengan baik. Kemudian Abu Bakar langsung memanggil
para ulama’ untuk musyawarah dan mengambil keputusan terhadap hukum tersebut.

Umumnya para sahabat dalam memberikan hukum atau fatwa atau ijtihad, mereka saling menunjuk,
berdiskusi, musyawarah dan saling berdebat suatu persoalan sebelum menjadi suatu hukum.
Sehingga ikhtilaf yang mungkin terjadi sangat kecil. Kemudian pada saat para sahabat melakukan
penaklukan ke tempat-tempat tertentu dalam menyebarkan agama Islam, mereka menjadi sulit untuk
bertemu, sehingga ketika ada permasalahan, mereka akan berijtihad sendiri-sendiri . Namun, tidak
ada perbedaan-perbedaan yang cukup berpengaruh, sebab perbedaannya hanya sampai cara
pemahaman nash saja, bukan metode dari ijtihad.

Sumber ijtihad yang selalu digunakan oleh para sahabat dalam menaggapi suatu persoalan adalah
sebagai berikut ini:
a. Mencari hukum dari sumber utama yaitu Al-Quran dan Hadist
b. Berusaha mencari Nash jika belum menemukan maslahat dan hanya mengakuinya jika
dinyatakan oleh dalil
c. Menggunakan Qias berdasarkan mslahat yang dinyatakan oleh dalil tersebut.

3. Fiqih di masa Tabi’in


Fiqih di masa Tabi’in tidak jauh berbeda dengan fiqih di masa sahabat, karena metode yang
digunakan sama, hanya terdapat penambahan sumber , yaitu dengan mempertimbangkan fatwa-fatwa
dari sahabat, sehingga ikhtilaf yang muncul sangat kecil dan tidak berpengaruh dalam kehidupan dan
tidak sampai membentuk madzhab.

Fiqih di tiga masa itu tidak menimbulkan ikhtilaf yang bsar, karena perbedaannya hanya sampai pada
pemahaman Nash belum sampai ke metode ijtihad.Setelah masa Tabi’in ini barulah terbentuk madzhab.

ASAL-USUL TERBENTUKNYA MADZHAB

Pada masa Tabi’Tabi’in barulah terbentuk madzhab karena ikhtilafnya buka hanya dari sisi pemahaman
terhadap Nash, tetapi juga metode ijtihad, dan juga sumber yang dijadikan dalil.

Menurut An-Nabhani, ada 2 peristiwa yang melahirkan madzhab, yaitu:

1. Fitnah Utsman/ tragedi Ustman.


Pada saat Utsman terbunuh, Ali dibaiat menjadi khalifah, kamudian ditentang oleh Muawiyah dan
akhirnya terjadi perang, lalu berakhir dengan majelis Tahkim dan kemudian muncullah partai politik
yang awalnya hanya membahas fiqih khalifah, namun meluas ke cabang-cabang fiqih yang lain.
Dimulai dari munculnya Khawarij yaitu sekelompok orang yang tidak senang dengan dengan partai-
politik Utsman, juga tidak senang pada partai politik Ali, serta tidak senang pada Muawiyah karena
merebut kekuasaan dengan senjata, sehingga mereka memutuskan untuk tidak memihak kepada
siapapun. Mereka sendiri berpendapat, khalifah itu semestinya dibaiat kaum muslimin yang murni
karena pilihan mereka tanpa paksaan. Mereka juga memahami untuk tidak wajib taat kepada khalifah
selain dalam batas-batas Al-Quran dann As-Sunnah. Kelompok ini tidak mau mengambil hukum
yang didasarkan hadist diriwayatkan oleh Utsman, Ali, Muawiyah atau siapappun di kalangan
sahabat yang mendukung salah satu dari mereka. Golongan ini juga tidak mengambil hukukm yang
didasarkan fatwa-fatwa dari ketiga pemimpin tersebut. Mereka hanya menerima pendapat dari
Ulama’-Ulama’ mereka dan orang-orang yang mereka ridhai.
Sedangkan kelompok yang justru mencintai Ali dan keturunannya, mereka adalah kaum syi’ah yang
memiliki fiqih khusus.

2. Munadharat/ perdebatan
Perdebatan yang terkenal adalah perdebatan antara Rabi’ah bin ... Abdurrahman dan Muhammad
bin .... Al-Bukhkri yang akhirnya mengakibatkan banyak fuqaha’ yang meninggalkan majelis
Rabi’ah. Di Kuffah juga ada perdebatan antara Ibrahim An-Nakho’i dengan dengan as-syawi. Dari
perdebatan itulah kemudian muncul variasi metode ijtihad. Pada pertengahan abad ke-2 (tahun 150
H) metode-metode semakin menonjol dan setiap Tabi’in yang memiliki materi ijtihad diikuti oleh
sejumlah Ulama’ dalam mujtahid yang akhirnya mengikuti metode mereka.
Dari sinilah kemudian mulai terbentuk madzhab-madzhab karena setiap madzhab memiliki metode
sendiri-sendiri dan memiliki sumber-sumber dalil tersendiri yang diakui. Menurut Syech Abidin
perbedaan materi ijtihad itu pada intinya kembali pada 3 hal, yaitu sebagai berikut:
a. Perbedaan karena sumber dalil yang digunakan itu ............ Sebabnya ada 4 perkara, yaitu:
- Perbedaan metode dalam memnentukan kevalidan Al-Quran dan As-Sunnah. Contoh ???
- Perbedaan sikap terhadap fatwa sahabat
Ada ulama’ yang menjadikan fatwa ssebagai dalil dan ada juga yang hanya sebagai
pertimbangan, tergantung dengan kesesuaiannya dengan As-Sunnah.
- Perbedaan sikap terhadap qiyas, ada yang menerima dan adapula yang menolak.
- Perbedaan sikap terhadap ijma’
Ada yang menerima ada juga yang menolak. Golongan yang menerima pun berbeda
penadapat tergantung Ijma’ siapa yang diterima. Contohnya Ijma’ ahlul bait, Ijma’ penduduk
Madinah, Ijma’ kaum muslimin.

b. Perbedaan cara pandang terhadap Nash syara’


Ada mujtahid yang terikat dengan pemahaman lafadz Nash saja, yang semacam ini dinamakan
ahlul hadist. Ada yang memahami makna implisit yang dinamakan ahlul ro’yi. Perbedaan kedua
ini melahirkan 2kelompok yaitu ahlul Hadist dan ahlul ro’yi.

c. Perbedaan pemakanaan, ada yang mengambil manthuq (eksplisit) dan ada yang mengambil
mafhum (implisit).

Ragam madzhab tidak bermakna penyimpangan dalam fiqih. Jadi, perbedaan pendapat di kalangan
mujtahid itu tidak boleh dipahami penyimpangan karena sejak zaman sahabat sendiri sudah ada
perbedaan pendapat. Misalnya Ibnu Abbas berbeda pendapat dengan Ali, dengan Zaid bin Tsabit,
dengan Umar, padahal mereka semua adalah gurunya Ibnu abbas, tapi bukan berarti Ibnu Abbas
tidak sopan terhadap gurunya. Banyak juga Tabi’in yang berbeda pendapat dengan guru-gurunya.
Abu hanifah berbeda pendapat dengan Ja’far Shadiq, yang merupakan imamnya orang Syi’ah.
Syafi’i berbeda pendapat dengan Malik, padahal Malik adalah gurunya. Ini semua adalah wajar
karena Islam memang mendorong Ijtihad. Dalam hadist Nabi, saat berijtihad, jika benar pahalanya 2
dan jika salah pahalanya 1. Dan Islam terikat oleh hukum syara’ bukan terikat oleh tokoh, itulah
yang menyebabkan banyak perbedaan dalam fiqih dan hal tersebut bukanlah suatu penyimpangan.

Anda mungkin juga menyukai