Mahasiswa mampu menganalisis perbedaan pendapat pasca
Rasulullah wafat Mahasiswa mampu memberi contoh perbedaan pendapat dalam bidang Fiqh Ibadah Mahasiswa mampu memahami kondisi politik yang terjadi pasca Rasulullah wafat Mahasiswa mampu mengungkapkan permasalahan yang menimbulkan perbedaan pendapat Mahasiswa mampu mengambil sikap atas perbedaan pendapat di kalangan umat Perbedaan Pendapat Setelah Rasulullah SAW Wafat Setelah wafatnya Rasulullah, sahabat mengalami perbedaan pendapat seputar pemahaman keagamaan. Perbedaan pendapat yang terjadi di kalangan sahabat tidak lain merupakan konsekuensi dari ijtihad mereka mengenai suatu perkara yang tidak ada satupun teks yang menegaskannya, baik dari al-Qur`an atau as- Sunnah, dan karena belum pernah terjadi Ketika Rasulullah saw masih hidup, atau karena tidak semua sahabat menyaksikan secara langsung apa yanga dikatakan/dilakukan Rasul, juga adanya pebedaan pemahaman terhadap kontek yang diterima Rasulullah sendiri di masa hidup beliau telah mengajarkan kepada para sahabat cara melakukan istinbâth (pengambilan kesimpulan hukum) dan cara melakukan ijtihad dalam hal yang belum mendapat ketegasan hukum secara tekstual, yaitu diperbolehkan untuk berijtihad dengan mengunakan Ra’yu/Akal sebgaimana sahabat Muazd bin Jabal Ketika bertugas ke Yaman oleh Nabi diperkenankan berijtihad dengan ra’yu /akal/rasio. Lanjutan Timbulnya perbedaan pendapat dikalangan sahabat , menunjukkan suatu ciri- ciri: 1. Perbedaan pendapat ini tidak sampai menyentuh inti agama Islam yang mendasar yaitu masalah aqidah , kewajiban-kewajibannya dan cara pelaksanaannya 2. Perbedaan mengenai ‘aqidah dianggap sesuatu yang tidak terpuji. Hal ini didasarkan hadis dari Zainab binti Jahsyi, Riwayat Imam Bukhori ب ِ َو ْي ٌل لِ ْل َع َر,ََهَ إِالَّ هللاG الَِإل:ى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َمحْ َم ًّرا َوجْ هَهُ يَقُ ْو ُلGصَّل َ ب ِم ْن َشرِّ قَ ْد اَ ْق َر َ اِ ْستَ ْيقَظَ النَّبِ ُّي Artinya; Nabi bangun dari tidur dengan wajah berseri seri seraya berkata : “Tidak ada Tuhan selain Allah, celakalah orang orang Arab karena kejahatan telah dekat” Hadis diatas mengisayaratkan akan terjadi perelisihan di kalangan Kaum Mslimin setelah wafatnya dan mempeselisihkan aqidah adalah suatu yang dianggap celaka Lanjutan… 3. Perbedaan pendapat para sahabat terkait masalah di dalam bidang fiqh yang tidak ada nashnya dalam al-Qur’an maupun Sunnah karena merupakan pengkajian yang mandalam tentang makna-makna al-Qur’an dan Sunnah serta penggalian hukum dari keduanya dalam bentuk ijtihad. Hal itu bukan perpecahan, melainkan sekedar perbedaan pandangan. Setiap ahli fiqh akan terbantu oleh penemuan terbaik ahli fiqh yang lain, baik penemuan itu disetujuinya ataupun tidak 4. Ijtihad akan dilakukan jika sudah ada kejadian/ masalah yang terjadi di kalangan kaum Muslimin, para sahabat tidak mau membuat asumsi atau hipotes terkait hal—hal yang belum terjadi, karena al-Qur’an dan Sunnah dianggap sudah mencukupi 5. ketika dihadapkan pada sebuah perkara yang menuntut penjelasan suatu hukum, mereka mencarinya di dalam al-Qur`an, kemudian di dalam as-Sunnah. Apabila mereka menemukannya di dalam kedua pedoman tersebut atau di salah satunya, maka dengan penuh keimanan mereka mengamalkannya. Lanjutan 6. Jika tidak menemukan teks di dalam al-Qur`an maupun as-Sunnah, maka sang Khalifah akan mengumpulkan para sahabat yang dianggap kompeten dalam masalah hukum untuk melakukan musyawarah. Kalau nantinya mereka sependapat dalam suatu hukum, maka sang khalifah akan langsung menerapkannya. Tetapi bila terjadi perbedaan di antara mereka, maka sang khalifah akan memilih yang menurutnya lebih mendekati kebenaran demi terwujudnya maslahat kaum muslimin secara umum, tanpa menganggap hal itu sebagai penghalang untuk merubah pilihannya tersebut jika nantinya terdapat pendapat lain yang lebih benar. Lanjutan 7. Adanya kebebasan ijtihad di kalangan sahabat. Artinya bahwa setiap orang dari mereka melakukan ijtihad dalam hal yang dianggapnya benar, meski demikian mereka tetap menghargai pendapat-pendapat sebagian yang lain ketika terjadi perbedaan . Sebagaimana perbedaan yang terjadi antara Ibn ‘Abbas dan Zaid bin Tsabit mengenai bagian “ibu” dari harta warisan yang mencakup suami, ayah dan ibu, atau istri, ayah dan ibu. Ibnu ‘Abbas berpendapat, “Dia mempunyai hak sepertiga dari harta itu.” Berbeda dengan Zaid bin Tsabit yang berpendapat, “Dia mempunyai hak sepertiga sisa dari harta itu.”. Kemudian Ibnu ‘Abbas bertanya, “Adakah di dalam al-Qur`an sepertiga sisa dari harta?” Zaid menjawab, “Aku hanya mengatakan dengan pendapatku, dan kau juga mengatakan dengan pendapatmu.” Jadi keduanya tidak saling menyalahkan, justru saling menghargai. lanjutan Umar ibn ‘Abdul ‘Aziz sangat senang dengan adanya perbedaan pendapat di kalangan sahabat Nabi tentang masalah furu’ (cabang, bukan masalah pokok). Ia berkata, “Saya tidak suka apabila sahabat Nabi tidak berbeda pendapat. Apabila mereka semua berpendapat sama tentang setiap masalah, sedangkan mereka adalah para pemimpin yang diikuti maka kaum Muslimin akan berada dalam kesempitan. Oleh sebab itu, apabila seseorang mengambil pendapat dari salah seorang sahabat Nabi, berarti telah mengikuti sunnah” Dalam Al-Milal wa al-Nihal Asy-Syahrastani mendokumentasikan berbagai kejadian tentang bagaimana perbedaan terjadi di antara sahabat Nabi. Dan itu terus berlanjut di zaman tabi’in, tabi’at tabi’in, kemudian pada generasi ulama setelahnya hingga sampai zaman sekarang. Lanjutan Ijtihad di zaman sahabat telah dicontohkan oleh para sahabat, seperti: Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin Khaththab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Masing-masing sahabat pun memiliki kecenderungan maupun orientasi yang khas tentang pemikirannya. Hal tersebut dipengaruhi oleh sikap mental dan ketajaman pola pikir mereka. Namun demikian perbedaan tersebut tidaklah menjadi pertentangan, sebaliknya para sahabat Nabi itu telah mengajarkan kepada kita untuk bersikap terbuka, saling menghargai, dan toleran. Sebab sikap fanatic, eksklusif dan tdk menghargai orang lain justru akan menjauhkan umat dari hikmah yang sudah di praktekkan Nabi saw sepanjang kehidupan beliau Lanjutan sekeras apapun gesekan perbedaan yang terjadi di antara sahabat, para sahabat tetap memegang teguh adab yang didasarkan pada keniscayaan dan rahmat adanya perbedaan, serta kebenaran hanya ada pada Qur’an dan Sunnah. Imam Ahmad bin Hambal pernah memberi nasehat kepada salah seorang “Janganlah ikuti aku, jangan pula ikuti Malik Auza’i Abu Hanifah dan lain-lainnya. Tentukan hukum dari sumber yang mereka gunakan, yaitu Qur’an dan Sunnah.” Adapun Imam Syafi’i pernah berkata pada Muzanni bahwa, “Wahai Ibrahim, jika hadits itu Shahih, Maka itulah madzhabku. Janganlah ikuti setiap yang aku katakan, hendaklah kamu mempunyai pandangan sendiri, itulah agama”. Imam madzhab sangat memegang adat untuk selalu kembali pada al- Qur’an dan Sunnah serta penghormatan yang begitu tinggi pada setiap pendapat. Perbedaan Pendapat dalam Bidang Fiqh Ibadah Masalah al-Qur‟an. Diikarenakan gugurnya para penghafal (huffazh alQur’an) dalam peperangan, sementara al-Qur‟an pada saat itu belum terkodifikasikan, sehingga menurut pendapat dari „Umar r.a., alQur‟an harus dikumpulkan dan ditulis dalam satu mushhaf. Namun pada awalnya Abu Bakar tidak setuju dengan pendapat „Umar r.a., karena hal itu tidak pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Perbedaan pendapat itu berakhir dengan persetujuan Zaid bin Tsabit r.a. yang diberi tugas sebagai ketua panitia pengumpulan ayat-ayat alQur‟an. Masalah hukuman dera bagi peminum khamr. Rasulullah SAW menderanya 40 kali (Abu Dawud 2:242; Shahih Muslim 2:52). Umar ra atas saran Abd al- Rahman bin Auf menderanya 80 kali. Ali ra kembali menderanya 40 kali Rasulullah SAW menetapkan thalaq tiga dalam satu majlis itu dihitung satu (Shahih Muslim 1:574; Musnad Ahmad 1:314), Begitu pula Ali., tetapi Umar menetapkan thalaq tiga itu jatuh tiga sekaligus. Lanjutan Pembangkang Zakat .Terjadinya kasus orang yang tidak mau membayar zakat., Umar ra berijtihad para pembangkang tidak perlu diperangi. Dia beralasan pada hadits Nabi bahwa Rasulullah diperintahkan Allah untuk memerangi manusia, kecuali mereka yang telah mengikrarkan syahadat. Sedangkan Sayyidina Abu Bakar berijtihad sebaliknya yakni harus diperangi dengan alas an karena mereka telah memisahkan antara kewajiban sholat dengan membayar zakat Penambahan jumlah adzan Jum’at. Khalifah Utsman pernah melakukan penambahan jumlah adzan pada hari Jum’at hingga tiga kali yang tidak pernah dilakukan pada zaman Nabi. Dalam Shahih Bukhari dituturkan bahwa Saib bin Yazid berkata, “Adzan di hari Jum’at pada awalnya ketika imam duduk di atas mimbar pada masa Nabi, Abu Bakar, dan Umar. Lalu, pada saat Utsman menjabat sebagai khalifah dan manusia sudah semakin banyak, beliau juga memerintahkan orang-orang untuk mengumandangkan adzan yang ketiga. Adzan tersebut dilakukan di atas Zaura’ (nama pasar di Madinah) Lanjutan
Maslaha Haji Tamattu’. Umar pernah melarang haji tamattu’,
padahal al-Qur’an dan al-Sunnah sangat tegas menetapkannya. Ketika Utsman juga melarangnya, Ali secara demonstratif melakukannya di depan Utsman. Kata Utsman: Aku melarang manusia melakukan tamattu, dan engkau sendiri melakukannya. Ali menjawab: Aku tak akan meninggalkan sunnah Rasulullah SAW hanya karena pendapat seseorang (Shahih al-Bukhari, 3:69); Sunan al-Nasa’i, 5:148; Sunan al-Baihaqi, 4:352; Shahih Muslim, 1:349). Setelah perdebatan ini, menurut riwayat lain dari Abdullah bin Zubair, Utsman berkata: Sesungguhnya laranganku itu hanya ra’yuku saja. Siapa yang mau boleh menjalankannya; siapa yang tak mau boleh meninggalkannya Perbedaan Pendapat dalam Bidang Politik Ada beberapa factor yang menyebabkan terjadinya perbedaan bidang politik dan pemerintahan, antara laian 1. Fanatisme (‘Ashaabiyyah) Arab. Sikap fanatic kesukuan / menjadi pemicu sikap membedakan dan perpecahan umat. Adanay larangan fanatisme seperti dalam Al-Qur’an surat al-Hujurat ayat 13 (lihat al-Qur’an). Begitu pula Hadis Nabi. Beliau bersabda: “ Bukanlah dari golongan kami orang yang menyerukan fanatisme (Riwayat Abu Daud). Hadis. Nabi saw bersabda: “Semua kamu berasal dari Adam, dan Adam berasal dari tanah.Tidak ada keistimewaan bagi bangsa Arab terhadap bangsa yang lain kecuali dari segi ketakwaan”. Lanjutan Pada masa Nabi, rasa fanatisme itu teredam dengan penjelasan-penjelasan di atas. Hal itu berlanjut sampai masa pemerintahan Khalifah ‘Utsman ibn ‘Affan. Baru pada akhir masa pemerintahannya kekuatan fanatisme ini mulai bangkit kembali, dimulai dengan timbulnya pertentangan antara Bani Umayyah dan Bani Hasyim. Sesudah itu, muncul pertentangan antara golongan Khawarij dan golongan yang lain. Pertentangan antara kedua golongan ini merupakan pertentangan lama yang pernah terjadi di masa jahiliah antara kabilah-kabilah Rabi’ dan kabilah- kabilah Mudhar. Pertentangan ini dapat diredam untuk sementara ketika agama Islam datang sampai akhirnya munculkembali karena disulut oleh tersebarnya mazhab Khawarij di kalangan kabilah Rabi’ 2. Perebutan Kepemimpinan . Setelah Rasul wafat, ada pertentangan pendapat tentang pengganti kepemimpinan Nabi saw, baik dari kalangan Anshar atau Muhajrin merasa paling berhak, karena terjadi perbedaan maka diadakan musyawarah dalam rangka ijtihad menetukan pengganti Nabi (Khalifah). Dalam hal ini Para tokoh mujtahid yang termasyhur di zaman sahabat di anataranya „Umar ibn al- Khaththab, „Ali ibn Abi Thalib, dan „Abdullah ibn Mas‟ud , Untuk pertama kalinya ijtihad dilakukan terhadap masalah polirik yang pertama timbul dalam Islam, yaitu tentang siapa pengganti Nabi Muhammad sebagai khalifah atau kepala negara setelah beliau wafat. Menurut ijtihad sahabat dalam bentuk musyawarah, ditetapkan bahwa Abu Bakar r.a. adalah sebagai khalifah pertama setelah melalui diskusi yang serius. Kasus penolakan Semua Gubernur yang diangkat oleh Utsman bin Affan ditolak oleh masyarakat setempat.di wilayah pendudukan Islam. Pengangkatan inilah yang memicu pemberontakan terhadap pemerntahan Utsman yang mengakibatkan ia sendiri mti terbunuh. Kematian Utsman ini juga menjadi issu yang berkembang sampai hari ini karena sampai hari ini belum diketahui dengan pasti siapa sebenarnya yang menjadi pembunuh Utsman. lanjutan Keadaan negara di masa kekhalifahan Utsman bin Affan tenteram, dakwah Islamiyah tambah meluas dan banyak daerah baru yang dikuasai umat Islam, keuangan negara melimpah ruah, semua orang merasa diperlakukan dengan adil dan masyarakat merasa diayomi dengan baik. Namun dari kalangan Bani Umaiyah (keluarga besar Utsman bin Affan) menyebarkan issu (provokasi) yang menjelekkan Utsman yang mengakibatkan terjadinya kerusuhan yang kesemuanya itu akibat ulah Bani Umaiyah. (Di antara keluarga Bani Umaiyah melakukan bermacam-macam kejahatan atas nama Utsman. Bani Umaiyah sengaja mengalihkan pandangan, supaya perselisihan antara kaum Muslimin dan Bani Umaiyah dipandang sebagai perselisihan khalifah dengan kaum Muslimin. Dalam keadaan yang sangat genting/krisis, orang-orang Umaiyah tak sedikit juga memberikan sahamnya untuk membela Utsman 3. Pergaulan Kaum Muslimin dengan penganut berbagai agama terdahulu dan masuknya sebagian mereka ke dalam Islam Penganut berbagai agama terdahulu, yaitu Yahudi, Nashrani dan Majusi banyak yang memeluk agama Islam, ternyata mereka membawa sisa-sisa pemikiran- pemikiran keagamaan yang mereka anut sebelumnya dan Mereka memunculkan di tengah-tengah kaum Muslimin permasalahan keagamaan mereka, seperti masalah keterpaksaan dan kebebasan berkehendak (al-jabr wa al-ikhtiydr), serta sifat-sifat Allah: apakah sifat- sifat itu sesuatu yang lain dari dzat-Nya, ataukah sifat-sifat dan dzat itu sama. Masuknya kelompok ini dalam Islam hanya menciptakan kekacauan pada ajaran agama dan mengembangkan pemikiran keagamaan yang sesat. Karena itu, di kalangan kaum Muslimin ditemukan orang-orang yang menyebarkan berbagai maksud jahat, sebagaimana yang dilakukan orang-orang zindiq dan lainnya dalam bentuk pemikiran- pemikiran yang menyesatkan. Zindiq ialah paham yang mengatakan bahwa alam itu kekal, tidak percaya akan adanya hari kiamat dan keesaan Tuhan . Dari kondisi permasalahan politik, akhirnya membawa kekacauan di bidang Aqidah 4. Penerjemahan Buku-Buku Filsafat Pengaruh penerjemahan buku-buku filsafat terhadap perbedaan pendapat dalam Islam tampak sangat jelas. Nuansa pemikiran Islam banyak dipengaruhi oleh pertentangan antar mazhab filsafat kuno tentang alam, materi dan metafisika. Di kalangan ulama Islam ada yang mengikuti mazhab dan metode para filosof kuno Pada masa Daulah ‘Abbasiyyah muncul kaum skeptis yang meragukan segala sesuatu dengan metode kaum sufistik Lahir bermacam-macam pemikiran yang berbeda-beda mempengaruhi pemikiran keagamaan dan muncul beberapa pemikir yang melahirkan pemikiran filosofis di bidang ‘aqidah Islam. Seperti Dalam mazhab Kalam Mu’tazilah, umpamanya, terdapat para ulama yang menggunakan metode filosofis dalam menetapkan aqidah Islam yang nampak bertumpu pada rasio bahkan ada berani menafikan keberadan wahyu, meskipun ada dalil qath’I dalam teks al-Qur’an Faham-faham dengan Pemikiran filosofis seperti yang terjadi pada mazhab Kalam yang bertumpu pada rasio dalam bidang I’tiqad mempertajam perbedaan Dikalangan Ulama dan umat Islam dan berpotensi terjadinya penyesatan aqidah Perbedaan Akibat Munculnya Pendongeng Para pendongeng muncul pada masa pemerintahan ‘Utsman bin Affan. ‘Ali ra membenci hingga mengusir mereka dari masjid, ketika mereka mulai menanamkan khurafat dan cerita-cerita bohong ke dalam pikiran masyarakat luas, dan puncaknya pada masa Bani Umaiyyah Sebagian cerita itu berasal dari agama-agama terdahulu setelah lebih dahulu mengalami penyimpangan dan perubahan. Mereka dianggap penyebar cerita- cerita Israiliyat yang mempengaruhi penfsiran teks- teks al-Qur;an dan juga sejarah Islam Berbagai cerita yang muncul mmerupakan bentuk pemikiran tidak yang tidak akurat yang telah tersebar telah menimbulkan perbedaan pendapat, khususnya apabila si pendongeng itu fanatik kepada suatu mazhab, tokoh pemikir, atau kepada sultan tertentu, sementara pendongeng yang lain berbeda dengannya. Perbedaan itu kemudian tersiar ke tengah masyarakat luas dan menimbulkan hal-hal yang negative dan berpotensi menimbulkan faham sesat. Keadaan ini berlangsung terus sepanjang sejarah umat Islam Perbedaan KarenaTerjadinya Pembahasan Masalah-Masalah Rumit Penyebaran pendekatan pemikian filosofis dalam menetapkan aqidah Dikalangan umat Islam telah menyeret mereka kepada berbagai kajian yang berada di luar kemampuan daya nalar akal manusia, seperti masalah menetapkan dan menegaskan sifat-sifat Tuhan serta daya (qudrah) manusia di samping daya Tuhan. Pembahasan dalam masalah-masalah ini membuka luas pintu perselisihan karena pandangan dan metode yang berbeda-beda. Setiap pihak memiliki orientasi yang berbeda-beda sesuai dengan kepentingan nya Perbedaan semacam ini sudah terjadi di kalangan Ulama’ Kalam seperti dari golongan Mu’tazilah, Jabariyah, Qadariyah, Maturidiyah,dan Asy’ariyah Perbedaan Karena Adanya Ayat-ayat Mutasyabihat dalam al-Qur’an Ayat Mutasyabihat adlah ayat ynag belum jelas maknanya. Atau yang memiliki banyak kemungkinan makna dan pemahaman sehingga perlu direnungkan agar diperoleh pemaknaan yang tepat yang sesuai dengan ayat-ayat muhkamat. Metode memahami ayat mutasyabihat adalah Pertama: Metode Salaf (orang yang hidup pada tiga abad hijriyah pertama), kebanyakan dari mereka menyerahkan maknanya kepada Allah tanpa mentakwilkannya, yaitu dengan mengimaninya serta meyakini bahwa maknanya bukanlah sifat-sifat jism (sesuatu yang memiliki ukuran dan dimensi), tetapi memiliki makna yang layak bagi keagungan dan kemahasucian Allah tanpa menentukan apa makna tersebut Kedua: Metode Khalaf, Mereka mentakwil ayat-ayat mutasyabihat secara terperinci dengan menentukan makna-maknanya sesuai dengan penggunaan kata tersebut dalam bahasa Arab. Seperti halnya ulama Salaf, mereka tidak memahami ayat-ayat tersebut sesuai dengan zhahirnya. Seperti pada firman Allah dalam QS. Ali ‘Imron: 7 ayat-ayat Mutasyabihat ini menjadi sebab terjadinya perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang makna yang sebenarnya. Lanjutan Keberadaan ayat-ayat Mutasyabihat itu yang menjadi sebab terjadinya perbedaan pendapat Dikalangan Ulama tentang makna sebenarnya Karenanya banyak ulama yang berusaha mencari ta’wil ayat-ayat itu dan mencapai hakikat makna-maknanya. Akibatnya, mereka berbeda pendapat mengenai ta’wil yang sebenarnya. Ada pula ulama yang sengaja menjauhi penta’wilan ayat-ayat tersebut dan menyerahkan makna yang sebenarnya kepada Allah Perbedaan dalam Penggalian Hukum Syar’i Sumber asli dan utama dari Syari’at Islam ialah al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah. Nash-nash/teks al-Qur’an dan hadis hanya mencakup hukum-hukum yang universal, dan tidak memuat hukum-hukum yang parsial. Setiap penggali hukum syar’I menggunakan metode yang berbeda, sesuai dengan pikiran dan logikanya serta sesuai dengan hasdist Nabi atau atsar/perkataan sahabat yang dipandang shohih atau valid oleh masing-masing Perbedaan pendapat yang lahir dari penggalian hukum di atas yang disandarkan pada sumber asli tidaklah berbahaya, bahkan hasil dan efeknya merupakan sesuatu yang baik. Dengan berbagai pendapat yang berbeda sehingga memungkinkan penggalian dan kedudukan hukum syar’i menjadi kokoh, ilmiah metodenya dan mampu mengakomodasi perubahan zaman serta sesuai dengan fitrah manusia yang sehat Konsekwensi Akibat Perbedaan Pendapat di Kalangan Umat Islam Terjadinya perbedaan pendapat yang berlangsung sejak masa Rasulullah, dapat disimpulkan bahwa dalam Islam telah terdapat tiga mazhab besar, yaitu: 1. Mazhab-mazhab dalam bidang politik yang mempunyai perwujudan praktis dan kadang-kadang perbedaan pendapat di dalamnya sangat tajam, 2. Mazhab-mazhab dalam bidang i’tiqad /Aqidah yang pada umumnya sebatas perbedaan dalam teoritis pemikiran 3. Mazhab-mazhab dalam bidang fiqh yang ada pada tatanan praktis yang bisa mengandung kebaikan dan keburuk Dibidang Politik Pemerintahan, kenegaraan, kepemimpinan, yang mula-mula muncul adalah paham Khawarij, kemudian muncul paham Syi’ah. Khawarij lebih dulu memberontak kepada Khalifah Ali bin Abi Thalib, kemudian baru berusaha mencari alsan begi pembenaran pemberontakannya. Sedangkan Syi’ah, pahamnya yang lebih dulu terbentuk, kemudian baru mulai mengadakan pemberontakan Jadi Khawarij, lebih dulu melancarkan aksi , kemudian baru menyusun teori bagi pembenaran aksinya. Menurut teorinya, kepemimpinan seorang imam, amir, khalifah batal, kalau kebijakannya mengacu kepada ijtihad, pendapat orang, bukan langsung mengacu pada Qur:an. Sedaangkan Syi’ah lebih dulu menyusun teori imamahnya, barulah kemudian melakukan aksi sesuai teori imamahnya. Menurut teori imamahnya, yang berhak memegang kendali pemerintahan setelah Rasulullah wafat adalah Ali bin Abi Thalib. Baik Khawarij, maupun Syi’ah menyusun teori, pahamnya berdasarkan interpretasinya masing-masing terhadap Qur:an. Dibidang Aqidah Di dalam akidah, kepercayaan muncul paham Qadariah, Jabariah, Asy’ariah, Maturidiah, dan lain-lain. Masing- masingnya menyusun teorinya berdasar pemahaman, interpretasinya pada Qur:an dan Hadis Dibidang Fiqh Di dalam fiqh muncul paham Hanafiah, Malikiah, Syafi’iah, Hanabilah, Zhahiriah, dan lain-lain. Masing-masing juga menyusun teori, paham, mazdhab dan metodenya berdasar interpretasinya pada Qur:an dan Hadis. Lanjutan Perpecahan, perbedaan paham bisa direduksi diminimalisir dengan membuang seluruh paham yang telah mencemari ajaran Quran dan Hadits Menyikapi perbedaan pendapat dengan berpegang kepada pesan Nabi saw dalam hadisnya yang menyatakan bahwa umat Islam tidak akan pernah tersesat selama ia berpegang teguh kepada Kitabullah dan Sunnah Nabi Perbedaan pendapat adalah suatu kenyataan. Dalam hadisnya Nabi saw sudah menyatakan bahwa umat Islam akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan, hanya satu golongan yang selamat yaitu ahlussunnah wal Jamaah yaitu golongan yang berpegang pada sunnah Nabi saw dan para sahabatnya