Kasus Sirosis Hepatis (Peny)
Kasus Sirosis Hepatis (Peny)
DESKRIPSI KASUS
Tn. B (45 tahun) adalah seorang pensiunan dini yang memiliki kebiasaan merokok dan beretnik
Banjar. Ia tinggal di rumah sendiri bersama istri dan dua anaknya. Keluarga Tn. B tergolong dalam
kelas ekonomi menengah. Tn. B datang ke RS Ulin Banjarmasin dengan keluhatan utama mual, mata
dan telapak tangan berwarna kuning, buang air kecil berwarna gelap dan adanya pembesaran perut.
Saat ditanyai mengenai riwayat medisnya, ternyata ia memiliki riwayat penyakit hepatitis B.
Tn. B memiliki tinggi badan 165 cm dengan berat badan 58,5 kg. Namun ia mengeluhkan
bahwa berat badannya turun 6,6 kg dari berat badan normalnya ketika sehat, atau sekitar 10%
penurunan BB dalam satu minggu terakhir. Jika diamati, Tn. B memiliki kulit yang tampak berwarna
kuning, terlihat lemah dan seolah-olah seperti orang kelelahan. Ternyata, selama dua minggu terakhir
ia merasa bahwa nafsu makannya menurun, ada perasaan mual ketika makan, nyeri perut bagian
kanan atas dan ia juga tidak BAB selama 3 hari terakhir. Ia pun mengeluhkan bahwa ia cepat sekali
terserang flu dan batuk akibat penurunan daya tahan tubuhnya.
Menurut hasil recall 24 jam, Tn. B diketahui telah mengonsumsi makanan dengan energi total
1350 kkal dengan bentuk makanan rumah. Ia tidak memiliki elergi makanan apapun, namun ia kurang
menyukai susu sehingga ia merasa bebas memakan segala bentuk makanan yang ada di rumah dan
sekitar tempat tinggalnya, kecuali susu. Hal itu dikarenakan kurangnya pengetahuan Tn. B terhadap
faktor resiko makanan yang aman terkait Hepatitis B.
Perawat menemukan asites (+) dibagian perut Tn. B. Dokter menyatakan bahwa sirkulasi
mikro, anatomi pembuluh darah besar dan ada beberapa bagian sistem arsitektur hati Tn. B
mengalami perubahan menjadi tidak teratur serta terjadi penambahan fibrosis di beberapa lokasi
disekitar parenkim hati. Untuk memastikan diagnosa dokter, Tn. B bersedia menjalani uji
laboratorium dengan hasil sebagai berikut:
SGPT = 205 U/L
SGOT = 500 U/L
Bilirubin total = 2,5 mg/dL
Hemoglobin = 14 g/dl
Albumin = 3 g/L
PENYELESAIAN KASUS
Dengan Penerapan Konsep Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT)
PAGT
(FH 1.2.2)
FH 2.1.2.5 – Elergi makanan: tidak ada
Riwayat Diet
Riwayat Gizi dan FH 2.1.3.1 – Lokasi: Selalu makan di rumah,
(FH 2.1)
Makanan (FH) Kec Banjarbaru Utara
FH 4.1.1 – Area dan tingat pengetahuan:
Pengetahuan/ tidak tau faktor resiko makanan
Kepercayaan/
Sikap yang aman terkait Hepatitis B.
(FH 4) FH 4.2.12 – Kesukaan makanan:
tidak suka susu.
AD 1.1.1 – Tinggi Badan: 165 cm = 1,65 m
AD 1.1.2 – Berat badan sebelum sakit: 65 kg
Komposisi/ BB dengan asites: 58,5 kg
Pertumbuhan BB koreksi: 52,65 kg
Data Antropometri
tubuh/ Riwayat AD 1.1.4 – Perubahan BB:
(AD) berat badan Penurunan BB yang tidak
(AD 1.1) diharapkan sebanyak 10% dalam
satu minggu.
AD 1.1.5 – IMT: 19,34 kg/m2 (Ideal)
BD 1.4.2 – ALT / SGPT: 205 U/L (tinggi)
Profil BD 1.4.3 – AST / SGOT: 500 U/L (tinggi)
Gastrointestinal
(BD 1.4) BD 1.4.6 – Bilirubin total: 2,5 mg/dL
Data Biokimia (Normal: -0,3 – 1 mg/dL)
(BD) Profil Anemia BD 1.10.1 – Hemoglobin: 14 g/dl (normal)
(BD 1.10)
Profil Protein BD 1.11.1 – Albumin: 3g/L (Child-pugh II)
(BD 1.11)
PD 1.1.1 – Penampilan Keseluruhan:
Tampak lemah dan kelelahan.
PD 1.1.5 – Sistem Pencernaan:
Nutrition-Focused Nutrition-focused
Nafsu makan menurun, nausea
Physical Findings physical findings
(mual), nyeri perut bagian kanan
(PD) (PD 1.1)
atas dan konstipasi (3 hari tanpa
BAB).
PD 1.1.8 – Kulit: kuning (jaundice)
NI 1.2 – Asupan energi inadekuat (P)
Diagnosis Gizi
1. Terapi diet : Diet Hati II, Diet Rendah Garam II (DH II, DRG II)
2. Bentuk makanan : Lunak
3. Cara pemberian : Oral 3x makan
4. Tujuan diet : Mencapai dan mempertahankan status gizi optimal tanpa
memberatkan fungsi hati, dengan cara:
a. Meningkatkan regenerasi jaringan hati dan mencegah
kerusakan lebih lanjut dan/atau meningkatkan fungsi
jaringan hati yang tersisa.
b. Mencegah katabolisme protein.
c. Mencegah penurunan berat badan atau meningkatkan berat
badan bila kurang.
d. Mencegah atau mengurangi asites, varises esofagus, dan
hipertensi portal.
e. Mencegah koma hepatik.
5. Syarat diet :
a. Energi tinggi untuk mencegah pemecahan protein, yang diberikan bertahap sesuai
dengan kemampuan pasien, yaitu 40 – 45 kkal/kg BB.
b. Lemak cukup/sedang, yaitu 20-25% dari kebutuhan energi total, dalam bentuk yang
mudah dicerna atau dalam bentuk emulsi. Bila pasien mengalami steatorea, gunakan
lemak dengan asam lemak rantai sedang (Medium Chain Triglyceride/MCT). Jenis
lemak ini tidak membutuhkan aktivitas lipase dan asam empedu dalam proses
absorbsinya. Pemberian lemak sebanyak 45 gram dapat mempertahankan fungsi imun
dan proses sintesis lemak.
c. Protein agak tinggi. Pada DH II, protein diberikan 1 g/kg BB.
d. Vitamin dan mineral diberikan sesuai dengan tingkat defisiensi. Bila perlu, diberikan
suplemen vitamin B kompleks, C dan K serta mineral seng dan zat besi bila ada
anemia.
e. Natrium diberikan rendah, tergantung tingkat edema dan asites. Bila pasien mendapat
diuretika, garam natrium dapat diberikan lebih leluasa.
Pada DRG II, kadar natrium dalam makanan sehari yaitu 600-800 mg. Saat memasak
boleh ditambah ¼ sendok teh garam dapur (1 g) dan bahan makanan tinggi natrium
dihindarkan. Makanan ini untuk penderita dengan edema, asites, dan/atau hipertensi
tidak terlalu berat (Primadhani, 2006).
f. Cairan diberikan lebih dari biasa, kecuali bila ada kontraindikasi.
g. Bentuk makanan lunak bila ada keluhan mual dan muntah, atau makanan biasa sesuai
kemampuan saluran cerna.
6. Prinsip Diet:
Tinggi KH
Agak tinggi protein
Rendah lemak
Vitamin dan mineral diberikan sesuai dengan tingkat defisiensi
Batasi pemberian garam (adanya asites).
Batasi jumlah cairan (adanya asites).
Usia = 45 tahun
TB = 165 cm
BB Aktual = 58,5 kg