PROPOSAL SKRIPSI
KONSENTRASI ELEKTRONIKA
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS TEKNIK
MALANG
2019
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.............................................................................................................i
DAFTAR TABEL...................................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................5
PENDAHULUAN....................................................................................................5
1.4. Tujuan...........................................................................................................8
1.5. Manfaat.........................................................................................................8
BAB II......................................................................................................................9
TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................9
2.1. Stroke............................................................................................................9
BAB III...................................................................................................................28
METODE PENELITIAN.......................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................2
2
DAFTAR GAMBAR
Gambar 6 Kanal Ion K+ dan Na+ Pada Membran (Guyton dan Hall, 2006)........17
Gambar 8 Model Efek Stimulasi Listrik Perifer dengan FES (Popovic, 2014)....19
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Klasifikasi Nilai MMT (Conable,2011)...................................................12
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Menurut laporan dari WHO (World Health Organization), stroke menjadi penyebab
kedua kematian di dunia, dengan jumlah total 6,7 juta kematian pada tahun 2012 baik di
negara maju maupun berkembang. Penderita stroke di Indonesia sebagai negara
berkembang juga selalu mengalami peningkatan terbukti dari jumlah penderita stroke
yang meningkat dari 8,3 per 1000 orang (2007) menjadi 12.1 per 1000 orang (Riskesdas,
2013). Stroke adalah suatu kondisi patologi yang disebabkan karena adanya gangguan
suplai darah ke otak baik karena iskemia (gangguan pembuluh darah) maupun
perdarahan internal sehingga dapat menyebabkan gangguan fungsi saraf akut dan
kehilangan fungsi otak lokal di daerah yang terganggu. Sebagian besar penderita stroke
yang telah sembuh mengalami kelumpuhan atau kecacatan pasca stroke. Majalah ilmiah
Cambridge University menyebutkan stroke merupakan penyebab kecacatan kedua
terbanyak di seluruh dunia pada individu berumuur 60 tahun. Selain itu, sepertiga dari
penderita stroke yang bertahan mengalami cacat yang signifikan (Cambridge University
Press, 2005).
Setiap penderita stroke akan mengalami kecacatan yang berbeda-beda tergantung dari
klasifikasi jenis stroke yang diderita. Terdapat suatu metode pengukuran kecacatan
pasca stroke terhadap efektivitas fungsi gerak tubuh
(motorik) yaitu dengan melakukan manual muscle testing (MMT) dengan range 0- 5
yang menunjukkan sejauh mana kemampuan fungsi gerak yang masih dapat dilakukan
oleh pasien. Semakin besar nilai MMT menunjukkan semakin banyak pula fungsi gerak
yang dapat dilakukan oleh pasien atau dengan kata lain tingkat keparahan pasien semakin
rendah (Conable, 2011).
Telah banyak usaha yang dilakukan untuk dapat mengembalikan fungsi motorik
pasien pasca stroke. Salah satunya adalah dengan upaya rehabilitasi dan terapi secara
berkala. Umumnya rehabilitasi dilakukan dalam jangka waktu yang lama terutama untuk
pasien dengan nilai MMT relatif kecil yaitu antara range 1-2. Kasus yang mulai banyak
berkembang saat ini stroke tidak hanya diderita oleh individu berusia rentah saja, banyak
pula penderita stroke usia produktif dikarenakan gaya hidup yang tidak sehat. Karena
masih dalam usia produktif inilah dibutuhkan suatu upaya rehabilitasi yang efektif untuk
4
mempercepat kembalinya fungsi motorik pasca stroke. Selain rehabilitasi terapi
konvensional, rehabilitasi dengan menggunakan stimulasi listrik telah banyak diteliti dan
diterapkan pada dunia medis akhir-akhir ini. Terapi dengan menggunakan stimulasi
listrik atau yang lebih dikenal sebagai functional electrical stimulator (FES) bertujuan
untuk menginduksi kontraksi otot.
Uraian di atas menjadi dasar penulis untuk melakukan penelitian mengenai functional
electrical stimulator (FES) sebagai terapi pasien pasca stroke. Functional electrical
stimulator (FES) merupakan stimulasi listrik yang akan merangsang saraf tepi (perifer)
sebagai bantuan dinamis untuk mengembalikan fungsional tubuh, baik ekstremitas atas
dan ektremitas bawah. Macam-macam gerakan tersebut yaitu gerakan fleksi,
ekstensi, abduksi, adduksi, dan hiperekstensi (Floyd, 2007). Dasar yang menjadi
acuan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Addawiyyah (2015) yaitu
rancang bangun FES untuk membantu fungsi ekstremitas atas penderita stroke dengan
menggunakan gelombang square monophasic. Penelitian yang telah dilakukan tersebut
ternyata mampu memberikan efek positif sesuai dengan tujuan perancangan, namun
berdasarkan teori yang ada, gelombang spike diyakini lebih baik atau lebih nyaman
digunakan untuk terapi pasien daripada gelombang square dikarenakan nilai tegangan
efektif gelombang spike lebih kecil daripada gelombang square (Tri Anggono, dkk,
2012). Pada penelitian ini akan dibuat rancang bangun FES dengan menggunakan
gelombang monophasic spike. Selain itu penelitian ini juga dianggap lebih mudah dalam
hal pembangunan program pada Arduino karena menggunakan input PWM daripada
penelitian sebelumnya yang menggunakan input DAC.
FES yang akan dirancang pada penelitian ini akan lebih difokuskan untuk
mengembalikan fungsional ekstremitas atas khususnya daerah flexor group pergelangan
tangan untuk membantu gerakan fleksi pasien pasca stroke. Lum et al, 2009 menyebutkan
dari beberapa penelitian 65% individu stroke tidak dapat menggunakan fungsi ekstremitas
atas dalam kehidupan sehari-hari. FES dirancang dengan menggunakan gelombang spike
monophasic berbasis Arduino Uno. Arduino berfungsi sebagai pembangkit pulsa yang
sesuai dengan parameter masukan: amplitudo, frekuensi, dan lebar pulsa. Selain itu,
arduino juga berfungsi sebagai pengolah data dari keypad ke lcd. Parameter
electrical stimulation menurut Erick et al adalah amplitude 20-200 V. Untuk mencapai
tegangan 200 V. dibutuhkan sumber tegangan yang juga besar. Namun dengan sumber
tegangan yang kecil saja dapat membangkitkan tegangan sebesar 200 V dengan
5
menggunakan rangkaian penguat tegangan. Hal ini dilakukan karena tujuan perancanagan
FES ini adalah sebagai alat bantu yang diharapkan dapat dibawa kemana saja (portable)
sehingga tidak memungkinkan jika menggunakan sumber tegangan yang besar.
Alasan pertimbangan perancangan FES portable ini adalah melihat banyaknya pasien
pasca srtoke yang harus mengantri untuk mendapat terapi di instalasi rehabilitasi medik
RSUD Dr. Soetomo Surabaya, maka dari itu penulis mencoba merancang suatu alat terapi
FES portable sehingga nantinya diharapkan pasien pasca stroke tidak perlu lagi datang ke
rumah sakit dan mengantri untuk mendapatkan terapi, namun cukup melakukan sendiri
terapi di rumah dengan bantuan perawat atau operator sehingga proses terapi akan
menjadi lebih efisien. Tegangan keluaran alat diberikan melalui keypad oleh user yang
akan mengaktifkan pembangkitan pulsa dengan keluaran yang sama dengan masukan
pengguna. Terdapat beda potensial antara elektroda dengan kulit dan juga hambatan kulit
(resistastansi kulit) sehingga arus yang timbul akan masuk ke dalam tubuh. Dalam
penelitian ini akan dianalisa pengaruh variasi frekuensi terhadap efektivitas dari FES
dalam mengembalikan fungsi motorik fleksi ekstremitas atas pasien pasca stroke.
Dari permasalahan yang mengacu pada latar belakang, maka rumusan masalah dapat
disusun sebagai berikut:
2. Berapa nilai kuantitatif amplitudo, frekuensi, dan lebar pulsa yang diberikan
untuk dapat melakukan fungsi ekstremitas atas gerakan fleksi pada pasien pasca
stroke ?
3. Apa makna dari nilai kuantitatif amplitude, frekuensi, dan lebar pulsa yang diberikan
terhadap pasien pasca stroke ?
3. Pengujian FES dilakukan pada otot ekstremitas atas otot fleksor sekitar pergelangan
tangan.
6
4. Frekuensi yang dipilih untuk pengujian stimulus yaitu 22, 24, 25, 26, 30, 33, 36, 48,
dan 50 Hz.
1.4. Tujuan
2. Mengetahui nilai kuantitatif amplitudo, frekuensi, dan lebar pulsa yang diberikan
untuk dapat melakukan fungsi ekstremitas atas gerakan fleksi pada pasien pasca
stroke.
1.5. Manfaat
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Stroke
8
Gambar 1 Otot Ekstremitas Atas (Sobotta,2003)
9
Gambar 3 Anatomi Otot Fleksor Pergelangan Tangan (Floyd, 2007)
tersebut sebenarnya bisa dikendalikan. Virgil Brown, MD, dari Emory University,
Atlanta, menyebutkan bahwa stroke merupakan akibat dari life style (gaya hidup)
manusia modern yang tidak sehat seperti mengonsumsi makanan yang tinggi
10
kolesterol dan rendah serat, kurang dalam aktivitas fisik serta berolahraga, akibat
stress/kelelahan, konsumsi alkohol berlebihan, dan kebiasaan merokok. Berbagai faktor
risiko itu selanjutnya akan berakibat pada pengerasan pembuluh arteri (arteriosklerosis),
sebagai salah satu pemicu stroke (Dewanto, 2009).
berkurang atau bahkan hilangnya fungsi yang dikendalikan oleh jaringan tersebut,
salah satu gejala yang paling sering timbul adalah kelemahan otot pada anggota
gerak tubuh (Wiwit, 2010). Gangguan fisik stroke seperti kelemahan otot, nyeri,
penggunaan fungsi lengan dan tangan ini secara berangsur dapat menyebabkan
keterampilan motorik halus. Selain itu, pasien pasca stroke juga seringkali
Sejauh ini pedoman klinis untuk menentukan kekuatan otot pasien stroke
memiliki range pengukuran dari 0-5. Justifikasi nilai MMT dilakukan oleh
dokter.
pada bagian tubuh pasien yang lumpuh. Menurut Kendall dan Kendall dan
11
American Medical Association (AMA) yang dikemukakan oleh Conable pada
tahun 2011, terdapat kalsifikasi nilai MMT sebagaimana yang tertulis pada Tabel
2.1
meskipun kecil
4 Otot dapat memegang suatu Pasien dapat bergerak dengan
namun melepaskannya
12
5 Pasien dapat bergerak dengan
Otot dapat melalui uji tes
gerakan penuh melawan resistansi
posisi dengan tekanan penuh
penuh
Tabel 1 Klasifikasi Nilai MMT (Conable,2011)
Ektremitas atas memiliki peran penting dalam melakukan aktivitas sehari- hari
seperti makan, mandi, kebersihan diri, toileting, dan lain-lain. Ekstremitas atas
merupakan bagian tubuh yang paling aktif, sehingga gangguan atau lesi pada bagian otak
seperti stroke yang mengakibatkan kelemahan akan sangat menghambat dan menggangu
kemampuan dan aktivitas sehari-hari seseorang.
.Jaringan otot (muscle tissue) terdiri atas sel-sel yang disebut serabut otot
yang bersifat kontraktil, yaitu mampu berkontraksi ketika dirangsang oleh implus
saraf. Sifat kontraktilitas ini disebabkan sel-sel otot memiliki protein kontraktil,
yaitu aktin dan miosin. Otot merupakan jaringan yang paling banyak terdapat
Kontraksi otot terjadi akibat adanya potensial aksi yang berasal dari Motor
Unit Action Potential (MUAP). Proses ini diawali dengan adanya pengiriman
impuls dari sistem saraf pusat melalui neuron motoric ke motor unit pada
otot.
yang proses inervasinya seperti pada Gambar 2.4 (Guyton dan Hall, 2006).
Implus pada motor unit selanjutnya akan diteruskan ke otot. Selain potensial
aksi, terdapat beberapa proses lain yang saling berkaitan sehingga menyebabkan
13
Gambar 4 Mekanisme Penghantaran Impuls Kontraksi Otot
14
2.4. Potensial Aksi Motor Unit
depolarisasi, dan repolarisasi seperti yang tertera pada Gambar 2.5. Dalam
keadaan istirahat atau polarisasi, antara sisi dalam dan luar membran sel terdapat
suatu beda potensial yang disebut dengan potensial istirahat sel (cell resting
membran antara membrane dalam dan luar. Potensial ini berpolaritas negative
pada membran di sisi dalam dan positif di sisi luar membran sel. Konsentrasi ion
membran (K+) di sisi dalam membran sekitar 35 kali lebih tinggi dibandingkan
konsentrasi di sisi luar. Sebaliknya, konsentrasi ion sodium (Na+) di sisi luar
membran sel sekitar 10 kali lebih tinggi dibandingkan konsentrasi di sisi dalam.
Adanya perbedaan konsentrasi ion di sisi dalam dan luar membran ini mendorong
15
Gambar 5 Fase Stimulus Saraf (Guyton dan Hall, 2006)
Depolarisasi terjadi ketika beda potensial antara ekstrasel dan intrasel mengalami
perubahan. Pada fase ini, ion (Na+) dapat berdifusi masuk ke dalam membran karena
membran menjadi lebih permeable terhadap ion sodium (Na+)
karena teraktivasinya voltage-gated sodium channel yang ada pada membrane. Aktivasi
atau terbukanya voltage-gated sodium channel terjadi ketika potensial membran menjadi
lebih tidak positif dari keadaaan istirahat yaitu pada saat beda potensial naik menjadi -70
mV hingga -50 mV. Kondisi ini akan meningkatkan permeabilitas membran terhadap
ion sodium (Na+) sebesar 500 hingga 5000 kali (Guyton dan Hall, 2006).
Repolarisasi adalah suatu kondisi tertutupnya kanal sodium (Na+) dan terbukanya
kanal potasium (K+) sehingga ion K+ keluar melintasi membran. Bagian membran
sehingga gerbang potasium mulai terbuka penuh saat gerbang sodium mulai tertutup
16
Gambar 6 Kanal Ion K+ dan Na+ Pada Membran (Guyton dan Hall, 2006)
perubahan pada potensial membran sel. Perubahan tersebut adalah perubahan polaritas
dari negatif di sisi dalam berubah menjadi positif dan kemudian kembali lagi menjadi
negatif. Perubahan ini menghasilkan suatu impuls tegangan yang disebut potensial aksi
(action potential). Potensial aksi pada saraf tidak akan terjadi selama beda potensial
untuk mencapai potensial aksi adalah 15 mV-30 mV. Durasi terjadinya potensial aksi
pada otot skeletal adalah antara 1-5 ms dengan kecepatan konduksi sebesar 3-5 m/s.
aksi saraf merambat pada seluruh ujung saraf (terminal akson) akan menyebabkan
voltage gated calcium pada sinaps saraf terbuka sehingga ion kalsium (Ca2+) dapat
keluar dari membran saraf menuju gerbang reseptor Acethylcoline pada membran
17
otot. Keluarnya Acethylcoline dari membrane saraf ini menyebabkan kanal
Acethylcoline terbuka sehingga ion Na+ dapat masuk ke dalam membran otot.
listrik pada area end plate sebesar 50 mV-75 mV yang disebut dengan potensial
end plate. Perubahan tersebut juga menyebabkan keluarnya ion Ca2+ ke sitosol
melepas ikatannya dengan active site aktin. Active site aktin yang terbuka
selanjutnya berikatan dengan kepala miosin (binding site). Proses ini disebut
18
Electrical stimulator merupakan suatu instrumen elektronik yang dapat
menghasilkan rangsangan yang berupa gelombang listrik dengan bentuk gelombang,
frekuensi dan daya tertentu. Electrical stimulator banyak digunakan dalam bidang medis
terutama untuk fisioterapi yang berfungsi sebagai perbaikan dan pemulihan
keseimbangan biopotensial di dalam tubuh manusia. FES berperan sebagai stimulus pada
jalur aferen yang selanjutnya akan memberi potensial aksi pada sum-sum tulang
belakang. Hal tersebut akan menyababkan gerak refleks (Popovic, 2014). Model efek
stimulasi listrik perifer dengan FES ditunjukkan pada Gambar 2.8.
Gambar 8 Model Efek Stimulasi Listrik Perifer dengan FES (Popovic, 2014)
yang dikendalikan oleh kontroler untuk merangsang sistem saraf perifer dengan
atau fungsi gerak ekstremitas atas. FES digunakan terutama pada pasien yang
19
mengalami cedera tulang belakang atau menderita stroke untuk mencapai pola
Stimulator terbagi menjadi tiga macam yaitu sinus, square dan spike. Ketiga pola
(Prentice, 2002)
20
2.6.2. Mekanisme Kerja Functional Electrical Stimulator (FES)
terdiri dari rangkaian osilator, rangkaian penguat tegangan, dan pengatur tegangan
listrik. Arus listrik yang digunakan adalah arus searah (DC) atau arus bolak-balik
(AC). Arus searah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu arus searah tetap (smooth
DC) atau arus searah pulsasi (pulsating DC). Arus bolak-balik merupakan arus
yang berpulsasi dan memiliki gelombang positif dan negatif (Kenyon, 2003).
monophasic tidak selalu sinusoidal dan siklusnya halus (smooth cycle) terdiri dari
pulsa, yang dapat berbentuk persegi atau persegi panjang, gigi gergaji, tringular,
tersebut memiliki rise time yang berbeda dan karakteristik waktu peluruhan yang
berbeda pula. Pulsa terdiri dari fase bipolar yang kontinu, atau dipisahkan oleh
interval pendek. Untuk pulsa persegi panjang total waktu untuk pulsa lengkap
disebut sebagai durasi pulsa dan masing-masing bentuk pulsa memiliki durasi fase
sendiri. Waktu antara pulsa disebut sebagai interval interpulse. Untuk bentuk
21
gelombang non-rectangular, pulsa durasi didefinisikan sebagai durasi pada 50%
Frekuensi gelombang diukur dalam satuan yang disebut Hertz (Hz), atau siklus
frekuensi yang kurang dari 10 siklus per detik (<10 Hz), dan frekuensi tinggi
penelitian ini elektro stimulator yang akan dibuat menggunakan frekuensi sedang
yaitu antara 20–50 Hz, sesuai dengan parameter Functional Electrical Stimulator
dilakukan melalui elektroda atau dengan melalui jarum. Bila melalui jarum, harus
diperhatikan mana jarum yang dihubungkan dengan elektroda positif dan mana jarum
yang dihubungkan dengan elektroda negatif. Bila tidak menggunakan jarum, biasanya
Efektivitas FES berkaitan dengan ketepatan dari pemberian stimulus terhadap tujuan
gelombang listrik bergantung pada bentuk gelombang, frekuensi, intensitas, serta dosis
energi listrik.
2.6.4. BentukGelombang
22
Sebagaimana telah dijelaskan pada latar belakang penelitian ini, bentuk gelombang
spike lebih dianjurkan untuk terapi karena lebih nyaman digunakan ke tubuh pasien.
Pemilihan lebar pulsa yang relatif kecil memudahkan analisis respon sel terhadap
2.6.5. Frekuensi
elektrostimulator harus tepat disesuaikan dengan tujuan terapi. Penelitian ini akan
keefektivan FES yang dirancang terhadap perubahan nilai MMT pasien pasca
yang lebih tinggi dapat digunakan untuk memperoleh efek anastesi (Astuti, 2015).
2.6.6. Intensitas
listrik pada tubuh manusia akan menimbulkan aliran arus listrik. Hal ini
tinggi tegangan yang diberikan, maka energi listrik yang dialirkan ke dalam tubuh
pasien terapi juga akan semakin meningkat. Namun perlu diketahui, pemberian
23
energi listrik dengan intensitas yang berlebihan akan beresiko menyebabkan
Ketepatan dalam penentuan dosis energi yang diberikan selama proses terapi
spike seperti pada Gambar 2.10, maka perhitungan dosis energi listrik terapi
menggunakan peninjauan persamaan dosis energi listrik gelombang spike berikut ini.
2.6.8. Arduino
Arduino adalah suatu pengendali mikro single board yang dirancang untuk memudahkan
penggunaan elektronik dalam berbagai bidang yang bersifat open source. Arduino
merupakan kombinasi dari hardware, bahasa pemprograman dan Integrated Development
Environtment (IDE) yang canggih. IDE adalah sebuah software yang berperan untuk
menulis program, meng-compile menjadi kode biner serta meng-upload ke dalam
memori mikrokontroler 8 bit yang merupakan komponen utama dalam board arduino
dengan merk Atmega yang dibuat oleh perusahaan Atmel Corporation. Mikrokontroler
ini diprogram menggunakan bahasa pemrograman arduino yang hampir serupa dengan
bahasa pemrograman C. Berbagai board arduino menggunakan tipe Atmega yang
berbeda-beda tergantung dari spesifikasinya, misalnya Arduino Uno menggunakan
Atmega328 sedangkan Arduino Mega 2560 yang lebih canggih menggunakan
24
Atmega2560 (Feri Djuandi, 2011). Board arduino ditunjukkan pada Gambar 2.11
sedangkan tampilan IDE ditunujukkan pada Gambar 2.12.
LCD atau Liquid Cristal Display adalah salah satu komponen elektronika yang berfungsi
sebagai tampilan suatu data, baik karakter, huruf ataupun grafik sesuai dengan program
yang telah dibuat. Modul LCD dapat dengan mudah dihubungkan dengan
mikrokontroler (Andrianto, 2008). LCD yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah LCD yang memiliki lebar tampilan 2 baris.
16 kolom atau biasa disebut sebagai LCD karakter 2x16 ini memiliki 16 pin konektor,
2 Vcc -5V
25
4 RS Register select
0 = Instruction register
1 = Data register
5 RW Read/Write
0 = Write mode
1 = Read mode
6 E Enable
26
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang dilakukan untuk menyelesaikan rumusan masalah dalam
penyusunan proposal ini adalah menguraikan blok diagram kinerja sistem, flowchart
kinerja sistem, dan pengujian sistem alat serta jadwal kegiatan perancangan alat.
Ekstremitas Atas Pasien Pasca Stroke” terbagi atas 5 tahapan yang diagram alirnya
27
3.2. Perancangan Alat
ada perancangan alat ini akan dibagi menjadi dua tahapan yaitu tahap
(FES). Perangkat sistem FES terdiri dari rangkaian button switch, Arduino sebagai
Secara singkat mekanisme kerja Functional Electrical Stimulator yang akan dibuat
adalah dimulai dengan pemilihan menu frekuensi pada tombol button switch yang
berfungsi sebagai selector yang dihubungkan pada Arduino. Pada Arduino selanjutnya
akan dilakukan aktivasi stimulus yang berupa gelombang pulsa pwm dengan lebar
pulsa yang diinginkan serta pengaturan frekuensi. Rangkaian power supply berfungsi
sebagai sumber tegangan. Output Arduino akan berupa pulsa pwm monophasic
square dengan lebar pulsa serta frekuensi tertentu namun dengan amplitudo yang
relatif kecil yang dihubungkan ke rangkaian penguat. Selanjutnya pulsa output dari
Arduino tersebut akan masuk ke rangkaian penguat untuk dikuatkan tegangannya
sekaligus untuk merubah pulsa pwm menjadi monophasic spike. Rangkaian penguat
ini berupa transformator yang dikendalikan transistor daya. Tegangan keluaran
transformator ini diharapkan berbentuk pulsa spike, dengan lebar pulsa sangat sempit
tetapi tinggi pulsa sangat tinggi. Tegangan keluaran transformator berupa pulsa sempit
dan tajam, kemudian dialirkan ke tubuh pasien dengan menggunakan elektroda
sebagai penghubung.
28
3.3. Perancangan Sistem Perangkat Keras (Hardware)
Button Switch digunakan sebagai selector aktivasi stimulus yang berupa pengaturan
frekuensi dan timer yang terhubung pada Arduino Uno. Pada saat button switch ditekan,
artinya pin konektor terhubung dengan vcc sehingga keluaran button switch adalah 1
atau high. Sebaliknya ketika button switch tidak di tekan, artinya pin konektor
terhubung dengan ground sehingga keluaran button switch adalah 0 atau low. Nilai
tersebut adalah nilai yang menjadi input arduino. Pengaturan frekuensi dan timer pada
button switch berupa tombol start, timer, up dan down. Pilihan frekuensi antara 20-50
Hz, sedangkan pilihan timer yaitu 10-20 menit.
tersusun atas beberapa komponen yaitu trafo CT, diode 1N4002, kapasitor
29
3.4. Perancangan Perangkat Lunak (Software)
gelombang pwm dengan lebar pulsa yang diinginkan serta program variasi
pwm (square)
Gambar 14 Flowchart
Pembangkit Pulsa PWM
Monophasic Square
30
3.5. Jadwal Faktual Kegiatan
Kegiatan penyusunan tugas akhir ini akan dikerjakan dalam waktu lima bulan
dengan kegiatan setiap bulannya sebagai berikut.
Studi Literatur
Pengumpulan
Bahan Baku
Pembuatan
Sistem Alat
Pengujian
Sistem Alat
Evaluasi
Penyusunan
Laporan
DAFTAR PUSTAKA
Adawwiyah, Robi’ah. 2016. Rancang Bangun Functional Electrical
Anggono, Tri Prijo dan Welina RK. 2012. Kajian Biofisika Terapi