Anda di halaman 1dari 180

nd

2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020


Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

ISBN 978-623-93423-0-2

PROSIDING SEMINAR NASIONAL


Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Universitas Mercu Buana Menteng Jakarta, 1 Februari 2020

FAKULTAS PASCASARJANA
MAGISTER TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA

Page i
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

PROSIDING SEMINAR NASIONAL


Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Reviewer:
Dr. Ir. Sawarni Hasibuan, MT., IPU
Dr. Choesnul Jaqin, M.Eng.
Dr. Humiras Hardi Purba
Dr. Hasbullah, MT., IPM
Dr. Lien Herliani Kusumah, MT.

Editorial Board:
Dr. Ir. Sawarni Hasibuan, MT., IPU (Mercu Buana University)
Dr. Choesnul Jaqin, M.Eng (Mercu Buana University)
Dr. Humiras Hardi Purba (Mercu Buana University)
Dr. Hasbullah, MT., IPM (Mercu Buana University)
Dr. Lien Herliani Kusumah, MT (Mercu Buana University)

Setting/Layout:
Algi Fahri, ST
ISBN 978-623-93423-0-2
Publisher:
Fakultas Pascasarjana
Program Studi Magister Teknik Industri
Universitas Mercu Buana Jakarta
Editorial Staff:
Univeraitas Mercu Buana
Telp. (021) 31934471
mti.pasca.mercubuana.ac.id
mtimercubuana@gmail.com

Page ii
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang terus mencurahkan
rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua, Seminar Nasional dan Call for Papers Hasil
Penelitian 2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020 dapat
terlaksana dengan baik dan buku Prosiding ini dapat diterbitkan.

Tema “Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0”,
dipilih dengan alasan untuk memberikan perhatian dunia akademik tentang pentingnya
pengetahuan akan arah pengembangan penelitian/riset bidang Teknik Industri. Para akademisi
dari Perguruan tinggi di Indonesia sedang berupaya meningkatkan jumlah dan kualitas
penelitian, namun pengetahuan akan arah bidang yang potensial untuk diteliti di masa yang
akan datang, sangat perlu dipahami oleh para peneliti khususnya para Mahasiswa dan Dosen
Bidang Ilmu Teknik Industri khususnya yang terkait dengan era Revolusi Industri 4.0.

Seminar Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020 diikuti oleh


Mahasiswa dan Dosen yang aktif melakukan riset dan publikasi yang terkait dengan Ilmu
Teknik Industri dari berbagai Perguruan Tinggi di Indonesia. Para pemakalah membahas
hasil-hasil penelitian berbagai topik seperti: Manajemen Operasi, Productivity Improvement,
Quality Engineering, Manufacturing System, Value Engineering, Supply Chain dan
Manajemen Rantai Pasok, Quality Management, Simulasi Sistem Industri, Otomasi Industri,
Optimasi, Product Development, Production Planning, Innovation, Management Strategic,
dan bidang lainnya.

Akhir kata, kami segenap Panitia Pelaksana mengucapkan terima kasih kepada Pimpinan
Program Pascasarjana Universitas Mercu Buana Jakarta, Pemakalah, Pembicara Utama dan
segenap Peserta yang telah berupaya menyukseskan Mercu Buana Conference on
Industrial Engineering-MBCIE 2020 ini. Semoga Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa
meridhoi semua usaha baik kita.

Jakarta, 1 Februari 2020

Dr. Ir. Sawarni Hasibuan, MT., IPU


Kepala Program Studi Magister Teknik Industri
Universitas Mercu Buana Jakarta

Page iii
2ndMercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .............................................................................................................. iii
KATA PENGANTAR ............................................................................................................... iv
PENERAPAN LEAN WAREHOUSE PADA GUDANG PRODUK JADI UNTUK
MEMINIMASI PEMBOROSAN ............................................................................................. 1
Tri Joko Wibowo, Faturrohman

PERANCANGAN SISTIM INTEGRASI PENDISTRIBUSIAN BILL OF MATERIAL


(BOM) KE ENTERPRISE RESOURCE PLANNING (ERP) PADA PERUSAHAAN
KAROSERI.............................................................................................................................. 12
Andryansius Setu, Bonivasius Prasetya Ichtiarto

PENGAPLIKASIAN MATLAB DAN AUDACITY SEBAGAI PENDETEKSI BUNYI


KERUSAKAN PADA POMPA ROTARY TIPE GD 123 MC .............................................. 21
Andrian Fachriza, Gede Eka Lesmana, Nely Toding Bunga
FORECASTING INTERMITTENT DEMAND FOR MRO SPARE PARTS ....................... 28
Rachmat Darmawan, Bonivasius P. Ichtiarto

IMPLEMENTASI KAIZEN DALAM PROSES PASOKAN INSTRUMEN PANEL UPPER


DAN LOWER PADA BAGIAN OPERASIONAL LOGISTIK PT. XYZ ............................. 37
Dimas Lefi Dzulqarnain, Teguh Sri Ngadono

MANAJEMEN KINERJA DENGAN BALANCED SCORECARD PADA PERUSAHAAN


MANUFAKTUR MOLD & DIES .......................................................................................... 45
Fuad Fatahillah1, Saryanto, Moh. Nasir, Dana Santoso
IMPLEMENTASI QFD (QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT) UNTUK SERTIFIKASI
PADA LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI ...................................... 55
Tubagus Dian Hardiansyah, Syamsul Hadi, Arief Bagus Arjuna, Sawarni Hasibuan

ANALISA KEPUTUSAN JALUR DISTRIBUSI PRODUK DETERJEN MELALUI


DISTRIBUTION CENTER DENGAN METODE VOGEL PADA MINIMARKET DI
SERANG ................................................................................................................................. 64
Glory Riama Hosianna, Tri Wahyu Ningsih, Haryo Tuwanggono Dewanto
Analisa Efisiensi Dan Konservasi Energi Di Industri Purified Terephtalic Acid (PTA) Dengan
Pendekatan Sistem Manajemen Energi ISO 50001 : 2018 ................................................... 74
Syamsul Hadi, Lien Herliani K

MODEL DISTRIBUSI CROSS-DOCKING UNTUK PERMINTAAN PRODUK SUKU


CADANG PEMELIHARAAN ALAT BERATI .................................................................... 88
Yemani Hafiz Azzubaidi, Sawarni Hasibuan

Page IV
2ndMercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

FORECASTING KEBUTUHAN BIODIESEL UNTUK MENGGANTIKAN BAHAN BAKAR


SOLAR DI INDONESIA ............................................................................................................. 93
Rully Andika Listyantoko, Choesnul Jaqin

RANCANGAN PERBAIKAN TERHADAP WASTE PADA PROSES PRODUKSI OBAT


SEDIAAN LIQUID DI SEBUAH INDUSTRI FARMASI ...................................................... 100
Muhammad Julian Syaputra, Zulfa Fitri Ikatrinasari
PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING DENGAN MENGGUNAKAN VALUE STREAM
MAPPING UNTUK MENGELIMINASI PEMBOROSAN PADA PROSES PRODUKSI
CELANA JEANS ........................................................................................................................ 108
Rifqi Fauzan Narundana, Budi Aribowo
PENERAPAN METODE ECONOMIC ORDER QUANTITY PADA PERSEDIAAN
BAHAN BAKU KAIN DI PT. ALPINA (OUTDOOR SPORT EQUIPTMENT) .................... 116
Alma Mia Lestari, Nunung Nurhasanah
IMPLEMENTASI QFD (QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT) UNTUK SERTIFIKASI
PADA LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI ............................................. 124
Tubagus Dian Hardiansyah, Syamsul Hadi, Arief Bagus Arjuna, Sawarni Hasibuan

ANALISIS PENGARUH WEBSITE DAN MEDIA SOSIAL TERHADAP TRUST SERTA


DAMPAKNYA TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN .................................................. 133
Sampik Krisning Tyas, Zulfa Fitri Ikatrinasari
ANALISA KERUSAKAN DAN DOWNTIME PADA FORKIFT ELEKTRIK DENGAN
METODE FMEA (FAILURE MODE EFFECT ANALYSIS) DAN RCA (ROOT CAUSE
ANALYSIS) DI PT XYZ MOTORS INDONESIA (PERUSAHAAN OTOMOTIF) .............. 141
Deri Maryadi

PERANCANGAN SISTEM KANBAN PROSES PRODUKSI BISKUIT (STUDI KASUS PADA


PT. XYZ) ..................................................................................................................................... 157
Gayuh Lemadi, Dian Eko Adi Prasetio

ANALISIS PENGENDALIAN KUALITAS PADA PROSES PRODUKSI KOMPONEN


SEPATU DI PT. XYZ ................................................................................................................. 166
Mira Ramadhina, Budi Aribowo

Page V
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Penerapan Lean Warehouse Pada Gudang Produk Jadi Untuk Meminimasi Pemborosan
Tri Joko Wibowo, Faturrohman

Teknik Industri, Universitas Serang Raya

rb.bowo@gmail.com

Abstrak.
Untuk mengantisipasi perkembangan bisnis yang semakin cepat, efisiensi dan efektivitas proses bisnis harus
dilakukan terus menerus. Salah satu bentuk peningkatan efisiensi dan efektivitas adalah meminimalisir
pemborosan (waste) yang terjadi pada pengelolaan gudang bahan jadi maupun bahan baku. Penelitian
dilakukan di gudang PT. KP yang mencakup 5 stasiun kerja yaitu stasiun receiving, stasiun input, stasiun
storage, stasiun packing, stasiun output. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui jenis waste apa saja
yang terdapat di gudang, mengidentifikasi dan menganalisis waste yang memiliki nilai tertinggi, dan
mengurangi pemborosan (waste) pada proses pergudangan yang memiliki nilai tertinggi. BPM digunakan
untuk memetakan secara visual aliran informasi dan aliran fisik dari sistem yang ada hingga sampai ke
pelanggan akhir. Kuesioner dipergunakan untuk mengetahui pendapat dari pihak terkait di gudang
mengenai jenis-jenis pemborosan yang perlu segera dihilangkan. Analisa perbaikan dilakukan dengan
menggunakan fishbone diagram dan 5S. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa didapatkan waste dengan
nilai tertinggi yaitu waste over production di gudang 1 dan waste waitting di gudang 2. Setelah perbaikan
dengan penerapan 5S diperoleh hasil cukup baik yaitu berkurangnya kategori Red sebanyak 13 temuan
menjadi kategori White sebanyak 3 temuan untuk gudang 1 dan 2. Terjadi penurunan waktu alur proses di
gudang gudang 1 sebesar 43 menit dan gudang 2 sebesar 1 jam 33 menit 58 detik.

Kata Kunci : lean warehouse, big picture mapping, waste, fishbone diagram, gudang, 5S

Abstract: To anticipate faster business development, the efficiency and effectiveness of business processes
must be carried out continuously. One form of increasing efficiency and effectiveness is minimizing waste
that occurs in the management of finished and raw material warehouses. The study was conducted in the
warehouse of PT. KP which includes 5 work stations, namely receiving stations, input stations, storage
stations, packing stations, output stations. The purpose of this study is to determine what types of waste
are in the warehouse, identify and analyze the waste that has the highest value, and reduce waste in the
warehousing process that has the highest value. BPM is used to visually map the flow of information and
physical flow from the existing system to the end customers. Questionnaires are used to find out the
opinions of relevant parties in the warehouse regarding the types of waste that need to be eliminated
immediately. Repair analysis is done using fishbone diagrams and 5S. The results of this study indicate that
the highest value of waste obtained is waste over production in warehouse 1 and waste waitting in
warehouse 2. After improvement with the application of 5S, the results are quite good, namely Red
reduction of 13 findings into the White category of 3 findings for warehouse 1 and 2. There was a decrease
in process flow time in warehouse warehouse 1 by 43 minutes and warehouse 2 by 1 hour 33 minutes 58
seconds.
Keywords: lean warehouse, big picture mapping, waste, fishbone diagram, warehouse, 5S

Page 1
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

1. Pendahuluan
Di dalam persaingan dunia industri akhir-akhir ini sangat pesat sekali baik dalam industri jasa maupun
industry manukfaktur. Hal ini memacu perusahaan jasa dan manufaktur untuk terus menerus meningkatkan
proses kinerja dan hasil produksinya, baik dari segi kualitas, maupun pelayanan terhadap konsumen.
Gudang memiliki peran yang sangat penting untuk menjaga kualitas produk jadi hingga produk dikirim
kepada pelanggan. Kuantitas dan kualitas permintaan yang berbeda-beda setiap minggunya membuat
perusahaan harus siap siaga menyediakan persediaan sesuai dengan permintaan konsumen. Banyaknya
aktivitas yang penting pada gudang membuat perusahaan harus meningkatkan kinerjanya menjadi efektif
dan efisien secara terus menerus untuk mempertahankan kepercayaan pelanggan dan meningkatkan mutu
perusahaan.
Dari observasi yang dilakukan di gudang PT. KP terdapat beberapa waste yang ditemukan seperti over
production terjadi saat permintaan perusahaan meningkat mengkibatkan produk jadi memakan tempat dan
mulai mengganggu aliran proses di gudang, produk menunggu (waiting) yang ditemukan oleh customer
ataupun delay yang ditemukan petugas saat pemindahan produk ke penyimpanan dan ke mobil pengiriman
sehingga menimbulkan gerakan yang tidak perlu untuk membongkar ulang produk yang acak-acakan dan
pemrosesan yang tidak tepat. Untuk mengetahui secara detail waste yang terjadi maka perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut yaitu dengan melakukan penerapan Lean Warehouse. Dengan menerapkan lean
warehouse pada gudang diharapkan dapat membantu menimimalkan pemborosan (waste) yang ditemukan.
Tujuan dari penelitian yaitu mengetahui jenis waste apa saja yang terdapat di gudang, mengidentifikasi dan
menganalisis waste yang memiliki nilai tertinggi dan mengurangi pemborosan (waste) pada proses
pergudangan PT. KP yang memiliki nilai tertinggi.
2. Kajian Pustaka (Literatur Review)
A. Warehouse
Pengertian Gudang memiliki peran sebagai penyangga antara ketidak pastian pasokan dan permintaan
sehingga mampu menjaga keseimbangan rantai pasokan dalam aliran produksi. Adapun beberapa aktivitas
dasar dalam pergudangan menurut Gergova (2010) :
1. Receiving yaitu penerimaan bahan baku ataupun produk jadi yang akan disimpan dalam gudang.
2. Storing yaitu penyimpanan bahan baku atau produk jadi sesuai dengan kategori yang ditentukan oleh
masing-masing kebijakan gudang.
3. Order Picking yaitu proses pengambilan bahan baku atau produk jadi sesuai dengan permintaan.
4. Shipping yaitu pengiriman bahan baku atau produk jadi kepada pelanggan sesuai dengan permintaan.
B. Konsep Dasar Lean
Lean merupakan upaya terus-menerus untuk menghilangkan waste atau pemborosan dan meningkatkan
nilai tambah suatu produk dalam bentuk barang ataupun jasa sehingga dapat memberikan nilai kepada
pelanggan (customer value) (Gaspersz, 2007). Lean juga didefinisikan sebagai suatu pendekatan sistemik
dan sistematik untuk mengiddentifikasi serta menghilangkan pemborosan dan segala aktivitas yang tidak
memiliki nilai tambah secara terus-menerus dengan cara mengalirkan produk (material, work in process,
output) dan informasi menggunakan system tarik (pull system) dari pelanggan internal dan eksternal untuk
mengejar keunggulan dan kesempurnaan. Lean dapat diterapkan pada seluruh bagian perusahaan, sebagai
contoh apabila lean diterapkan pada manufacturing maka akan disebut sebagai lean manufacturing
sedangkan jika diterapkan ada bagian warehousing disebut sebagai lean warehousing dan sebagainya.
Adapun prinsip dasar lean (Gaspersz, 2007) :
1. Mengidentifikasi nilai produk berdasarkan perspektif pelanggan.
2. Mengidentifikasi value stream process mapping untuk setiap produk baik barang maupun jasa.
3. Menghilangkan pemborosan yang tidak memiliki nilai tambah.
4. Mengorganisasikan agar material, informasi, dan produk berjalan atau mengalir secara lancar dan
efisien sepanjang proses value stream mapping.
5. Terus-menerus mencari berbagai teknik dan alat untuk melakukan peningkatan kinerja dalam mencapai
perbaikan dan keunggulan.
C. Big Picture Mapping
Pengertian Big Picture Mapping merupakan proses pemetaan secara visual aliran informasi dan aliran fisik
dari sistem yang ada hingga sampai ke tangan konsumen akhir disertai dengan keterangan lead time pada
masing-masing proses yang ada dalam map. Tujuan utamanya yaitu untuk mengidentifikasi dimana
terjadinya waste pada value stream untuk mengurangi atau meminimalisir pemborosan (waste) tersebut
(Hines & Taylor, 2000).

Page 2
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

D. TIMWOOD Assessment
Pengertian Waste atau pemborosan dapat didefinisikan segala aktivitas kerja yang tidak memiliki nilai
tambah (non value added) dalam proses transformasi input hingga menjadi output sepanjang aliran value
stream (Gaspersz, 2007).
Terdapat 7 jenis pemborosan (waste) biasa disebut dengan TIMWOOD yang didefinisikan oleh Shigeo
Shingo diantaranya sebagai berikut (Hines & Taylor, 2000):
1. Over Production: dimana perusahaan melakukan produksi lebih banyak dari yang dibutuhkan atau
memproduksi lebih cepat dari pada waktu kebutuhan pelanggan.
2. Defects: terjadinya kerusakan atau adanya cacat pada produk sehingga pelanggan tidak menerimanya
yang akan menimbulkan biaya lebih untuk melakukan produksi ulang.
3. Unnecessary Inventories: waste yang muncul ketika pada aliran proses terjadi kelebihan bahan baku
atau kelebihan persediaan, hal ini dapat menimbulkan aktivitas penanganan tambahan yang seharusnya
tidak diperlukan.
4. Inappropriate Processing: pemborosan atau waste yang timbul akibat adanya proses yang berlebihan
dan tidak memberikan nilai tambah.
5. Excessive Transportation: waste yang ditimbulkan pada saat proses pemindahan material atau produk
dalam jarak yang jauh dari satu proses ke proses berikutnya yang dapat mengakibatkan waktu
penanganan material bertambah.
6. Waiting: waktu menunggu orang, barang, ataupun informasi untuk menunggu proses selanjutnya, hal ini
dapat terjadi karena kurangnya koordinasi dari hulu hingga ke hilir dalam sistem.
7. Unnecesarry Movement: waste yang timbul karena adanya gerakan yang tidak perlu baik pergerakan
dari pekerja ataupun material, dapat terjadi ketika pengaturan peralatan dan tempat kerja yang tidak
ergonomis sehingga mengakibatkan gerakan atau perpindahan yang berlebihan.
Untuk melakukan pembobotan nilai tinggi pada waste yang terjadi, terlebih dahulu dilakukan penyebaran
kuesioner dan melakukan diskusi dengan pihak-pihak yang berkepentingan pada stasiun produksi masing-
masing (Intifada & Wityanto, 2012).

E. Diagram Fishbone
Pengertian Diagram sebab akibat menggambarkan garis dan simbol yang menunjukkan hubungan antara
akibat dan penyebab suatu masalah yang kemudian akan diambil tindakan perbaikan. Ada empat kategori
sebab utama yang umumnya terjadi, yaitu mesin, manusia, material, dan metode (Munro, 2002).

F. 5S
Pengertian aktivitas inti konsep 5S yaitu pengorganisasian (organizing), pemesanan (ordering), pembersihan
(cleaning), standarisasi (standardizing), and (unstaning) yang merupakan aturan dasar dalam mengelola
tempat kerja yang efektif dan efisien. 5S merupakan singkatan dari lima kosa kata dalam bahasa Jepang
yang berkaitan dengan pemeliharaan tempat kerja yaitu sebagai berikut (Osada, 2002):

3. Metode
Tahapan penelitian ini antara lain melakukan observasi di lapangan, mengidentifikasi persoalan
pemborosan, kajian pustaka, pengambilan data baik data primer maupun data sekunder. Data dianalisa
dengan melakukan penyusunan BPM (big picture mapping), melakukan penyusunan kuesioner untuk
mengetahui prioritas pemborosan yang segera dihilangkan, menganalisa akar masalah dengan fishbone
diagram, melakukan perbaikan dengan menggunakan prinsip 5S, melakukan pengukuran ulang (assesment)
atas proses-proses yang terjadi di gudang dan memberikan kesimpulan atas data-data yang telah diperoleh.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


a. Big Picture Mapping
Big picture mapping dari proses pergudangan di PTKP dapat dilihat pada gambar 4.1 dan 4.2, serta untuk penjabaran
mengenai Big picture mapping dapat dilihat pada tabel 4.1 dan 4.2.

Page 3
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Gambar 4.1 Big Picture Mapping Gudang 1

Gambar 4.2 Big Picture Mapping Gudang 2

Dari big picture mapping gudang 1 dan 2 pada gambar 4.1 dan gambar 4.2 dapat dilihat aliran proses apa
saja yang terdapat pada gudang serta waktu yang dibutuhkan dalam setiap proses yang terjadi di gudang.
Beberapa contoh pemborosan (waste) yang terjadi di gudang 1 dan 2 adalah sebagai berikut:
1. Terdapat waste dari over production di gudang, dilihat dari data jumlah produksi pada bulan September
dan Oktober 2019 gudang 1 dan 2 menghasilkan selisih jumlah produksi dengan jumlah pengiriman
produk jadi sebanyak 3,925,606 ton atau 1,233 PCS gudang 1 dan 4,941,775 ton atau 2,009 PCS untuk
gudang 2 setiap minggu/bulannya. Dapat dilihat bahwa gudang 1 dan 2 menerima produk jadi melebihi
permintaan konsumen dan menghasilkan inventory yang menumpuk setiap minggu/bulannya.
2. Defects yang terjadi pada gudang yaitu kecacatan produk jadi yang terjadi pada warehouse diantaranya
timbulnya label tidak ada, gelombang, karat, coak, dan goresan pada produk jadi pada gudang
persediaan.
3. Unnecessary Inventory disebabkan adanya over production yang terjadi pada gudang, baik persediaan
bahan baku maupun produk jadi. Kelebihan persediaan ini menimbulkan aktivitas penanganan
tambahan seperti proses tambahan untuk menangani penumpukan produk pada gudang.
4. Inappropriate processing pada gudang yaitu penyimpanan produk di gudang memiliki ketentuan FIFO
(First In First Out), orderline, costomer, dan ukuran namun ketentuan ini belum diterapkan secara tertib.
Hal ini mengakibatkan saat penyimpanan letak produk masih bercampur sehingga menyebabkan proses
yang berlebih saat pemindahan produk.
5. Execessive transportation, Dalam sehari gudang 1 dan 2, gudang 1 menghasilkan produk sebanyak
75,284,457 ton atau 30,342 PCS produk jadi yang harus dipindahkan ke area penyimpanan, setiap
minggunya melakukan pengiriman produk sebanyak 3,925,606 ton atau 1,233 PCS dan gudang 2
menghasilkan produk sebanyak 100,141,525 ton atau 43,187 PCS PCS produk jadi yang harus
dipindahkan ke area penyimpanan, setiap minggunya melakukan pengiriman produk sebanyak

Page 4
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

4,941,775 ton atau 2,009 PCS produk yang harus diangkut oleh crane ke mobil pengiriman. Hal ini dapat
mengakibatkan kelelahan ataupun cidera pada pekerja.
6. Waiting atau waktu tunggu yang diakibatkan oleh adanya keterlambatan penyediaan bahan produk jadi
yang mau dikirim dari gudang 1 dan gudang 2 sehingga dapat membuat jadwal pengiriman lama, namun
bahan produk jadi akan mengalami penumpukan ketika stok barang produk jadi membuat alur proses
menunggu waktu pemrosesan.
7. Execessive movement di gudang setiap hari pekerja melalukan aktifitas moving produk jadi. Hal ini dapat
megakibatkan kelelahan ataupun cedera pada pekerja karena melakukan aktivitas berulang-ulang
seperti melalukan pemindahan, pengawalan dan mengatur produk jadi.
b. TIMWOOD Assesment
TIMWOOD assessment digunakan untuk pembobotan waste yang harus dihilangkan terlebih dahulu dengan
menyebarkan kuesioner kepada pekerja di gudang kemudian dilakukan pembobotan nilai dari semua
kuesioner yang didapat. Kuesioner dibagikan kepada pekerja di gudang 1 dan gudang 2 diantaranya yaitu:
1. Gudang 1
Pada gudang 1 kuesioner diberikan kepada 6 pegawai yang memiliki peran penting dalam semua aktivitas di
gudang 1. Hasil rekap kuesioner dan peringkat pembobotan yang telah diberikan kepada pekerja dapat
dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Peringkat Pemborosan (waste) Gudang 1

Nilai
No Jenis Pemborosan Jumlah Bobot Peringkat
1 2 3 4 5 6
1 Over production 2 4 4 4 5 1 20 0.176910 1
2 Defects 1 1 2 5 4 5 18 0.159210 3
3 Unnecessary Inventory 1 1 1 4 4 2 13 0.11505 6
4 Inapropriate Processing 2 2 2 2 4 4 16 0.141510 5
5 Excessive Transportation 0 0 2 3 2 3 10 0.088410 7
6 Waiting Time 2 2 2 4 4 5 19 0.16815 2
7 Unnecessary Movement 2 2 2 4 5 2 17 0.15045 4
Total Nilai 10 12 15 26 28 22 113 1

2. Gudang 2
Pada gudang 2 kuesioner diberikan kepada 6 pegawai yang memiliki peran penting dalam semua aktivitas di
gudang 2. Hasil rekap kuesioner dan peringkat pembobotan yang telah diberikan kepada pekerja dapat
dilihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.2 Peringkat Pemborosan (waste) Gudang 2

Nilai
No Jenis Pemborosan Jumlah Bobot Peringkat
1 2 3 4 5 6
1 Over production 2 2 2 4 4 1 15 0.13637 5
2 Defects 1 1 2 5 4 5 18 0.16364 2
3 Unnecessary Inventory 1 1 1 4 4 2 13 0.11819 6
4 Inapropriate Processing 2 2 2 2 4 4 16 0.14546 4
5 Excessive Transportation 0 0 2 3 2 3 10 0.09091 7
6 Waiting Time 2 2 2 5 5 5 21 0.19091 1
7 Unnecessary Movement 2 2 2 4 5 2 17 0.15455 3
Total Nilai 10 10 13 27 28 22 110 1

c. Fishbone Diagram
Dari hasil pembobotan waste pada gudang 1 dan gudang 2 didapatkan jenis pemborosan (waste) yang
harus dihilangkan terlebih dahulu yaitu pemborosan dari produksi berlebih (Over production) untuk gudang

Page 5
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

1 dan pemborosan akibat adanya kecacatan produk (Waiting Time) untuk gudang 2. Kedua pemborosan
tersebut dianalisis akar permasalahannya menggunakan diagram fishbone yang dijabarkan pada gambar 4.3
dan 4.4

Gambar 4.3 Fishbone Diagram Over Production


Dari penyebab-penyebab Over production pada gambar 4.3 mengakibatkan penumpukan persediaan
produk jadi pada gudang yang harus disimpan melebihi kapasitas gudang memakan tempat yang terlalu
banyak sehingga menganggu aliran proses pada gudang, banyaknya inventory mengakibatkan sulitnya
pengawasan dan menimbulkan kerusakan produk jadi yang tidak diketahui karena terlalu lama berada di
gudang penyimpanan.

Gambar 4.4 Fishbone Diagram Waiting Time


Dari penyebab-penyebab Waiting Time pada gambar 4.4 diakibatkan adanya proses penanganan yang
kurang baik terhadap produk jadi, dari penanganan produk jadi dalam sistem dan penanganan proses aktual
produk jadi dalam gudang.
d. 5S (Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, Shitsuke)
Untuk mereduksi pemborosan (waste) dari produksi berlebih dan defect dilakukan perbaikan dengan
menggunakan 5S (Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, Shitsuke) diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Seiri (Ringkas)
Pada Seiri, pertama dilakukan pemilahan barang dan pemilahan produk jadi dan pemberian label yang
sesuai no PK dengan order line, costomer, ukuran dan marking produks jadi. Pada penandaan produk
berisikan keterangan nomor produk, terdapat lebel dan marking yang dibuat yaitu atas dan samping untuk
mengetahui jenis produk, marking bet untuk penandaan penyimpanan pada gudang, order line untuk
menunjukkan costomer dan ukuran dari produk terdapat 2 jenis produk export dan domestic.
2. Seiton (Rapi)
Pada tahap Seiton perbaikan yang dilakukan diantaranya adalah sebagai berikut:

Page 6
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Pengelompokkan produk jadi dilakukan sesuai penataan bet, order line, ukuran dan costomer, pengiriman
untuk memudahkan pekerja saat pengangkutan produk ketika dikirim.
3. Seiso (Resik)
Perbaikan pada tahap Seiso yaitu melakukan kegiatan kebersihan di tempat kerja setiap saat agar tetap rapi
dan nyaman bagi seluruh pekerja.
Setelah penerapan ketiga tahap 3S (Seiri, Seiton, dan Seiso) kemudian dilakukan perawatan (Seiketsu) dan
Shitsuke (Rajin) untuk memelihara dan memantau agar 3S yang sudah diterapkan berjalan sesuai dengan
peraturan yang telah ditetapkan. Untuk menjaga ketertiban dalam pelaksanaan 3S dilakukan inspeksi secara
rutin, dari 3 kali inspeksi untuk span 1 dan 4 kali untuk span 2 yang dilakukan didapatkan penurunan
temuan ketidaksesuaian yang terjadi dalam gudang, pada inspeksi terakhir didapatkan temuan yang tidak
sesuai sebanyak 3 dan 4 macam. Temuan mengalami penurunan yang cukup signifikan dibanding dengan
temuan awal yaitu sebanyak 13 macam.
e. Tahap Penilaian
Pada tahap penilaian dilakukan dengan 2 cara yaitu yang pertama penilaian terhadap berjalannya
penerapan 5S melalui inspeksi oleh pemilik perusahaan dengan membandingkan hasil inspeksi yang
dilakukan sebelum penerapan dan sesudah penerapan 5S. Sebelum penerapan diperoleh 13 hal yang tidak
sesuai dengan konsep 5S setelah dilakukan penerapan 5S pada inspeksi awal secara sidak ditemukan 3 dan
4 macam ketidaksesuaian. Hal ini menunjukkan terjadi penurunan yang baik pada temuan ketidaksesuaian.
Cara penilaian yang kedua dengan melakukan pengukuran data waktu alur proses pada gudang. Hasil
pengukuran ulang waktu dapat dilihat pada tabel 4.3.
Tabel 4.3 Hasil Perbandingan Waktu Aliran Proses Produksi Sebelum dan Sesudah Penerapan 5S Pada
Gudang 1.
Sebelum Sesudah
Alur Non Non
No Aktivitas Value Value Selisih
Proses Value Value
Added Added
Added Added
time time
Time Time
1 Receiving Menunggu plate datang 43 sec 43 sec
& Inspeksi Memeriksa visual plate 41 sec 57 sec 41 sec 41 sec 16 sec
plate
Menulis marking
(tujuan blok pada plat)
7 sec 5 sec 2 sec
di bagian permukaan
plate
2 Sorting & Memasukan data plate
Enter dari sistem plate mill ke 14 sec 34 sec 14 sec 14 sec 20 sec
Storage sistem warehousing
Memeriksa dengan
kamera PK visual 15 sec 45 sec 15 sec 15 sec 30 sec
dengan PK sistem
Mencari span/bet
22 sec 33 sec 22 sec 11 sec
tujuan
Memasukan data plate 4 sec 4 sec -
Process pengiriman
2 mins 13 mins 2 mins 13 mins
plate dari control room -
17 sec 40 sec 17 sec 40 sec
ke tujuan blok/span
M M Proses down plate
10 sec 25 sec 10 sec 10 sec 15 sec
disistem crane
Process pengangkatan
plate dari roll table dan
1 mins 3 mins 1 mins 2 mins 1 mins 4
proses penyimpanan ke
30 sec 14 sec 30 sec 10 sec sec
bet tujuan dan
penataan plate di bet
3 Storage Pemeriksaan inventory
3 min 14 5 mins 3 min 5 mins 6
list inbound & dengan -
sec 6 sec 14 sec sec
aktual

Page 7
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

penyimpanan produk 2 1
2 sunday
jadi hingga dikirim Sunday month
4 Sorting & Pengecekan list
2 mins 1 mins
Loading shipping dan aktual di 57 sec 57 sec 57 sec
37 sec 40 sec
Packaging bet
Proses packaging,
mengangkat plate dari 4 mins 5 8 mins 4 mins 4 mins 5 4 mins
bet ke pilling untuk sec 40 sec 5 sec sec 35 sec
dirapihkan
Proses Perapihan 1 mins
54 sec 54 sec 54 sec 11 sec
dipilling 5 sec
Proses pemuatan dan
31 sec 47 sec 31 sec 31 sec 16 sec
perapihan ditrailer
Pengecekan list
shipping dan aktual di 46 sec 46 sec -
trailer
Proses down plate
48 sec 12 sec 36 sec
disistem crane
5 Shipping 1 h 10 1 h 54 1 h 10 1 h 11
Pemindahan produk
mins 24 mins 24 mins mins 22 43 mins
jadi ke truk pengiriman
sec sec 24 sec sec
Prosess trailer menuju 1 mis 6 4 mins 1 mis 6 4 mins
-
ke G.I sec 44 sec sec 44 sec
Pengecekan list
2 mins 3 mins 2 mins 2 mins
shipping dan aktual di 55 sec
43 sec 38 sec 43 sec 43 sec
trailer
Mengecek dan
mengambil gambar 1 mins 1 mins
-
trepal (penutup plate 37 sec 37 sec
ditrailer)
Memasukan data dan
2 mins 2 mins
foto plate ke dokumen -
33 sec 33 sec
output plate
2 mins 2 mins
Pembuatan surat jalan -
46 sec 46 sec
53 mins
Jumlah pengurangan waktu 51sec

Dari tabel 4.3 dapat dilihat terdapat pengurangan waktu setelah dilakukan penerapan 5S di gudang 1 yaitu
sebanyak 53 mins 51sec. Hal ini menunjukkan bahwa dengan melakukan penerapan 5S dan perbaikan pada
gudang 1 dapat meminimalisir atau menghilangkan waste yang terjadi di gudang 1 sehingga dapat
mengurangi waktu yang tidak memiliki nilai tambah (non value added time).
Tabel 4.4 Hasil Perbandingan Waktu Aliran Proses Produksi Sebelum dan Sesudah Penerapan 5S Pada
Gudang 2
Sebelum Sesudah
Non Non
No Alur Proses Aktivitas Value Value Selisih
Value Value
Added Added
Added Added
time time
Time Time
1 Receiving Menunggu plate
43 sec 43 sec
& Inspeksi dating
plate Memeriksa visual
41 sec 57 sec 41 sec 41 sec 16 sec
plate

Page 8
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Menulis marking
(tujuan blok pada
7 sec 5 sec 2 sec
plate) di bagian
permukaan plate
2 Sorting & Memasukan data
Enter plate dari sistem
14 sec 34 sec 14 sec 14 sec 20 sec
Storage plate mill ke sistem
warehousing
Memeriksa dengan
kamera PK visual 16 sec 45 sec 16 sec 16 sec 30 sec
dengan PK sistem
Mencari span/bet
22 sec 36 sec 22 sec 22 sec 11 sec
tujuan
Memasukan data
4 sec 4 sec -
plate
Process
pengiriman plate 13 13
2 mins 2 mins
dari control room mins mins -
17 sec 17 sec
ke tujuan 40 sec 40 sec
blok/span
Proses down plate
10 sec 25 sec 10 sec 10 sec 15 sec
disistem crane
Process
pengangkatan
plate dari roll table
dan proses 1 mins 4 mins 1 mins 3 mins
1 mins 9 sec
penyimpanan ke 30 sec 23 sec 30 sec 14 sec
bet tujuan dan
penataan plate di
bet
3 Storage Pemeriksaan
inventory list 4 min 6 mins 4 min 21 6 mins
-
inbound & dengan 21 sec 13 sec sec 13 sec
aktual
penyimpanan
2 1 1
produk jadi hingga 2 sunday -
sunday month month
dikirim
4 Sorting & Pengecekan list
3 mins
Loading shipping dan 57 sec 57 sec 57 sec 2 mins 40 sec
37 sec
Packaging aktual di bet
M M
Proses packaging,
10
mengangkat plate 5 mins 5 mins 5 5 mins
mins 5 mins 35 sec
dari bet ke pilling 5 sec sec 5 sec
40 sec
untuk dirapihkan

Proses Perapihan 1 mins


54 sec 54 sec 54 sec 11 sec
dipilling 5 sec
Proses pemuatan
dan perapihan 31 sec 47 sec 31 sec 31 sec 16 sec
ditrailer
Pengecekan list
shipping dan 46 sec 46 sec -
aktual di trailer

Page 9
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Proses down plate


48 sec 12 sec 36 sec
disistem crane
5 Shipping Pemindahan 1 h 44
1 h 44 3 h 17 1 h 44 1 h 33 mins 58
produk jadi ke truk mins
mins mins mins sec
pengiriman 58 sec
Prosess trailer 2 mis 6 mins 2 mis 6 mins
-
menuju ke G.I 6 sec 44 sec 6 sec 44 sec
Pengecekan list
1 mins 2 mins 1 mins 1 mins
shipping dan 55 sec
43 sec 38 sec 43 sec 43 sec
aktual di trailer
Mengecek dan
mengambil gambar 1 mins 1 mins
trepal (penutup 37 sec 37 sec
plate ditrailer)
Memasukan data
dan foto plate ke 2 mins 2 mins
dokumen output 33 sec 33 sec
plate
Pembuatan surat 2 mins 2 mins
jalan 46 sec 46 sec
1 h 46 mins 54
Jumlah pengurangan waktu sec
Dari tabel 3.6 dapat dilihat terdapat pengurangan waktu setelah dilakukan penerapan 5S di gudang 2 yaitu
sebanyak 1 jam 46 menit 54 detik. Hal ini menunjukkan bahwa dengan melakukan penerapan 5S dan
perbaikan pada gudang 2 dapat meminimalisir atau menghilangkan waste yang terjadi di gudang 2 sehingga
dapat mengurangi waktu yang tidak memiliki nilai tambah (non value added time).

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis yang telah dilakukan, dapat disimpulkan yaitu sebagai berikut:
1. Hasil analisis dari big picture mapping pada gudang 1 dan gudang 2 ditemukan beberapa pemborosan
(waste) yang paling menonjol diantaranya yaitu waste over production, inappropriate processing, waste
movement, waste waiting dan waste transportasi.
2. Dari pembobotan yang dilakukan terhadap waste yang terjadi di gudang didapatkan pemborosan
dengan bobot tertinggi di gudang span 1 adalah over production sedangkan untuk gudang span 2 adalah
waste waiting. Penyebab terjadinya over production diantaranya yaitu jumlah produksi yang tidak
dibatasi, produk jadi yang terus menerus, tidak seimbangnya alur pemerosessannya. Pada gudang span
2 waste waiting disebabkan kurang nya penanganan pada produk jadi yang tidak berjalan dengan baik,
inappropriate processing pada produk jadi, dan waste movement.
3. Berdasarkan penerapan 5S yang telah dilakukan diperoleh hasil yang cukup baik, dapat dilihat dari hasil
inspeksi terdapat pengurangan temuan ketidak sesuaian dari kategori Red sebanyak 13 temuan menjadi
White sebanyak 3 di gudang span 1 dan 4 di gudang span 2 temuan. Dilakukan pengukuran ulang waktu
alur proses di Gudang span 1 dan gudang span 2 setelah penerapan 5S didapatkan pengurangan waktu
sebesar untuk gudang span 1. 53 menit 51 detik dan untuk gudang span 2. 1 jam 33 menit 58 detik.

5.2 Saran
1. Melakukan penerapan 5S pada gudang span 1 dan gudang span 2 saat gudang beroperasi.
2. Membuat stasiun penyimpanan yang aman nyaman dan terkendali sehingga produk jadi dapat
terlindungi dengan baik hingga dikirim kepada konsumen.
3. Menjalankan inspeksi penerapan 5S pada setiap stasiun kerja di gudang span 1 dan gudang span 2
secara terus-menerus agar terhindar dari masalah.

Daftar pustaka
1. Gasperz, Vincent. (2007). Lean Six Sigma for Manufacturing and Service Industries. PT. Gramedia
Pustaka Utama Jakarta

Page 10
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

2. Hines, Peter and Taylor, David. (2000). Going Lean. Lean Enterprises Research Center Cardiff Business
School, USA.
3. Intifada, Goldie S., dan Wityanto. (2012). “Minimasi Waste (Pemborosan) Menggunakan Value Stream
Analysis Tool untuk Meningkatkan Efisiensi Waktu Produksi”. Jurnal Teknik POMITS, Vol. 1, No. 1.
4. Jakfar, Ahmad et al. (2015). “Reducing Waste Pendekatan dengan Menggunakan Lean Manufacturing".
Spektrum Industri, Vol. 13, No. 1.
5. Kurniawan, Taufik. (2012). Perancangan Lean Manufacturing dengan Metode VALSAT pada Line
Produksi Drum Brake Typ IMV di PT. Akebono Brake Astra Indonesia. Program Sarjana, Program Studi
Teknik Industri, Universitas Indonsia. Depok.
6. Munro, Roderick A. (2002). Six Sigma for the Office: A Pocket Guide. ASQ Quality Press
7. Novianto T, Edwin. (2015). Peran Semangat Kerja Sebagai Mediasi Pengaruh Budaya 5S (Seiri, Seiton,
Seiso, Seiketsu, Shitsuke), Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Terhadap Produktivitas Kerja Pada PT.
Sariguna Prima Tirta Cabang Jember. Program Magister, program studi Ekonomi, Universitas Jember.
Jember.
8. Osada. (2002). Sikap Kerja 5S. Penerbit PPM. Jakarta.
9. Wiratmani, Elfitria. (2010). “Implementasi Metode 5S Pada Divisi Gudng Barang Jadi”. Jurnal Ilmiah
Faktor Exacta, Vol. 3, No. 3.

Page 11
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

PERANCANGAN SISTIM INTEGRASI PENDISTRIBUSIAN BILL OF


MATERIAL (BOM) ke ENTERPRISE RESOURCE PLANNING (ERP)
PADA PERUSAHAAN KAROSERI

Andryansius Setu1, Bonivasius Prasetya Ichtiarto2


Universitas Mercu Buana

Andryansius.setu@gmail.com

Abstrak

Perkembangan teknologi komputer sangat pesat,hal ini juga dirasakan pada bidang-bidang
industri,tentunya manfaat sistem komputer sangat berperan besar dalam memajukan usaha pada
bidang industri. Sistem komputer sekarang seperti Enterprise Resource Planning (ERP)benar-benar
sangat membantu.Perusahaan pada bidang Otomotif dalam pembuatan karoseri kendaraan roda
empat saat ini telah mengunakan system ERP terutama untuk pengelolaan bisnis
managemantnya,namun pengunaaan sistem ERP memiliki kendala dan kelemahan.hal itu juga yang
di rasakan PT.XYZ sebagai perusahaan karoseri.Kendala dan kelemahan pada ERP yang di alami
PT.XYZ yaitu pada pendistribusian Bill of material (BOM) dari tim design kedalam
ERP,pendistribusian atau pengiinputan BOM kedalam ERP masih manual, sehingga kesalahan-
kesalahan pada saat penginputan bisa saja terjadi.Oleh karena itu dibutuhkan suatu sistem integrasi
pendistribusian BOM dari Tim design ke ERP sistem secara otomatis,sehingga kesalahan-
kesalahan penginputan manual dapat dihilangkan dan cost karena kesalahan penginputan yang
berakibat kesalahan dalam pembelian bill of material dapat di hilangkan.Tahap pembuatan sistem
integrasi ini dibuat dengan wawancara dengan pendekatan model prototyping dan studi literatur.

Kata kunci: Pendistribusian, penginputan ,otomatisasi, bill of material,ERP

Abstract.
The development of computer technology is very rapid, this is also felt in industrial fields, of course the
benefits of computer systems play a major role in advancing business in the industrial field. Today's
computer systems such as Enterprise Resource Planning (ERP) are really very helpful.Companies in the field
of Automotive in the manufacture of four-wheeled vehicle body currently use the ERP system, especially for
the management of its business management, but the use of the ERP system has obstacles and weaknesses.
that was also felt by PT. XYZ as a car body. Constraints and weaknesses in ERP experienced by PT. XYZ,
namely the distribution of Bill of materials (BOM) from the design team into ERP, the distribution or input of
BOM into ERP is still manual, so mistakes when inputting can occur. Therefore we need an integrated BOM
distribution system from the design team to the ERP system automatically, so that manual input errors can be
eliminated and costs due to input errors resulting in errors in purchasing bill of materials can be eliminated.
The stage of making this integration system is made by interviewing the prototyping model approach and
literature study.

Keywords: Distribution, inputting, automation, bill of materials, ERP.

Page 12
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

1.Pendahuluan

Perkembangan teknologi komputer sangat pesat seiring dengan peningkatan kebutuhan


dan kegiatan manusia yang semakin kompleks. Komputer menjadi kebutuhan yang utama
guna mambantu menyelesaikan tugas-tugas atau pekerjaan-pekerjaan manusia. Peranan
komputer terutama pada sistem komputer sangat banyak manfaatnya terutama pada
bidang industri. Sistem komputer sekarang seperti Enterprise Resource Planning
(ERP)benar-benar sangat membantu.Perusahaan pada bidang Otomotif dalam pembuatan
karoseri kendaraan roda empat saat ini telah mengunakan system ERP terutama untuk
pengelolaan bisnis managemantnya,namun pengunaaan sistem ERP memiliki kendala dan
kelemahan.hal itu juga yang di rasakan PT.XYZ sebagai perusahaan karoseri..Kendala
dan kelemahan pada ERP yang di alami PT.XYZ yaitu pada pendistribusian Bill of
material (BOM) dari tim Design kedalam ERP,pendistribusian atau pengiinputan BOM
kedalam ERP masih manual, sehingga kesalahan-kesalahan pada saat penginputan bisa
saja terjadi.
Penelitian pada Jurnal ” Configuration Management MetricsProduct Lifecycle and
Engineering Documentation Control rocess Measurement and Improvement,Bill of
material (BOM) process Chapter Five” membahas mengenai jajak pendapat yang diambil
dari seminar menerangkan bahwa perusahaan memiliki entri data tunggal informasi BOM
terbagi seperti pie chart berikut :

Gambar 1.1: Multiple data entries/BOMs


Sumber : Jurnal " Configuration Management MetricsProduct Lifecycle and
Engineering Documentation Control rocess Measurement and
Improvement,Bill of material (BOM) process Chapter Five "
Keterangan dari Pie Chart :
1. MRP/ERP input by Manufacturing/Materials/CM
2. Potentially another data entry for each plant building the same product
3. CAD input by Engineering
4. An Excel file input by Engineering in order to put the parts list on the assembly
drawing
5. PDM/PLM input by Engineering/CM
6. Desktop publisher by Publications (partial or complete)
7. Assembly instructions input by IE/ME.
Dari pie chart diatas dapat kita lihat input BOM manual mengunakan exel masih
sangat besar ini tentunya peluang kesalahan dapat terjadi.
Hal ini dapat kita lihat pada kurva dibawah mengenai BOM design data corrections
and reconciliations:

Page 13
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Gambar 1.2: BOM design data corrections and reconciliations


Sumber : Jurnal "Configuration Management MetricsProduct Lifecycle and
Engineering DocumentationControl rocess Measurement and
Improvement,Bill of material (BOM) process Chapter Five "
Dari keterangan hasil wawancara yang di dapat pada perusahaan karoseri pada
PT.XYZ,hasil BOM yang di input minimal 200 item untuk tiap projectnya.Jumlah
Kesalahan peng inputan ke ERP dan item apasaja yang salah dalam peng inputan secara
garis besar dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1.1 Pengumpulan data item kesalahan dan jumlah kesalahan per project
No Item Kesalahan yang terjadi Jumlah Kesalahan yang terjadi per project
1 Kesalahan dalam input file name 15
2 Kesalahan dalam input part number 15
3 Kesalahan dalam input quantity 20

4 Kesalahan dalam input material 20


5 Kesalahan dalam input material import part 20

Proses kerja secara manual ini juga dapat berdampak secara luas,berikut data yang di ambil
dari PT.XYZ seperti Table 1.2 berikut ini :

Tabel 1.2 Tabel proses dan resiko

No Proses Resiko
1 Input BOM yang manual  Kesalahan input BOM dapat terjadi kesalahan dalam
pembelian ini akan berdampak pada pembelian material
baru dan
 Kesalahan input BOM dapat terjadi kesalahan dalam
proses produksi
 Memakan waktu dalam proses penginputan ke
ERP,kalau dalam jumlah yang banyak tentunya dapat
berdampak pada cost untuk pekerja dalam hal overtime

2 Print BOM dari Tim Design Terdapat cost dalam pengunaan kertas

Proses kerja secara manual ini juga dapat memakan waktu yang cukup banyak,berikut data
yang diambil dari PT.XYZ seperti Table 1.3 berikut ini :

Page 14
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Tabel 1.3 Tabel proses dan waktu

No Proses Waktu
1 Proses Print BOM dari Tim Desain 5-10 menit / project
2 Proses pengelompokan Item BOM per assembly 2 Jam / project
3 Input BOM Material ke ERP 24 jam (8jam x 3 hari kerja) / project

Oleh sebab itu, penelitian ini dilakukan untuk dapat mengusulkan Perancangan Sistim
Integrasi Pendistribusian Bill Of Material Ke Enterprise Resource Planning (Erp) Pada
perusahaan karoseri,agar Sistem pendistribusian BOM dari Tim design ke ERP sistem
secara otomatis,sehingga kesalahan-kesalahan penginputan manual dapat dihilangkan.

2.Landasan Teori
Menurut Hau dan Kuzic (2010), ERP (Enterprise Resource Planning) adalah multi-modul,
solusi aplikasi pengemasan bisnis yang memungkinkan organisasi untuk mengintegrasikan
proses bisnis dan kinerja perusahaan, pendistribusian data umum, pengelolaan sumber daya
serta menyediakan akses informas secara actual Data yang di kumpulkan untuk penelitian
ini dilakukan dengan cara mencatat pendistribusian secara manual pada PT.XYZ dan
melihat problem yang terjadi,lalu di simpan di database pada sistem.informasi yang
dikumpulkan dengan cara wawancara dengan pendekatan model prototyping. Model
prototyping merupakan salah satu metode pengembangan sistem yang mengunakan
pendekatan sistem yang cepat dan bertahap (Himawan ,2014).
kerangka penelitian yang akan dipakai dari penelitian ini,kerangka pemikiran terdiri
dari beberapa tahapan antara lain:
1. Tahap Plan :
Pada tahap Plan peneliti menjabarkan rencana yang akan digunakan untuk
permasalahan yang di temukan.Pada studi kasus ini peneliti menemukan
pemsalahan mengenai penginputan BOM yang masih manual kedalam sistem
ERP.di tahap ini dilakukan wawancara dan observasi.
2. Tahap Do :
Pada tahap Plan peneliti menjabarkan metode yang dipakai untuk memecahkan
masalah yang terjadi pada PT.XYZ dengan studi literature serta menganalisa dan
merancang sistem integrasi pendistribusian bill of material (bom) ke enterprise
resource planning (erp) pada PT. XYZ.
3. Tahap Check :
Pada tahap Check peneliti melakukan testing pendistribusian yaitu input bill of
material (bom) dengan aplikasi design solidworks lalu ke aplikasi PDM dan
kedalam sistem integrasi dengan mengunakan metode Prototype.
4. Tahap Action :
Pada tahap Action peneliti mencoba melakukan BOM akan di cek apakah data
yang di input tim design sesuai dengan yang masuk dalam sistem ERP dan
penerapan sistem integrasi

Page 15
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Plan
Permasalahan yang terjadi:
1.Pendistribusian atau penginputan BOM ke ERP
masih manual
2.Pendistribusian atau penginputan BOM ke ERP
belum real time saat terjadi revisi dari tim design
Observasi Wawancara
Permasalahan

DO

Studi Literatur

Tahapan Perancangan sistem:


1.Pengelompokan BOM
2.Bagian-bagian apa saja akan di inputkan kedalam
sistem integrasi

Check
Pengunaan sistem Integrasi dengan
Model Prototyping

Testing sistem Integrasi

Action

Penerapan sistem Integrasi


pendistribusian BOM ke ERP

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran

3.Metodologi
Jenis penelitian yang dilakukan adalah jenis penelitian bersifat deskriptif dan pengambilan
data dengan cara wawancara tiga stack holder pada PT.XYZ yang memiliki keahlian di
bidang masing-masing. Data yang di kumpulkan untuk penelitian ini dilakukan dengan
cara mencatat pendistribusian secara manual pada PT.XYZ dan melihat problem yang
terjadi,lalu di simpan di database pada sistem.informasi yang dikumpulkan dengan cara
wawancara dengan pendekatan model prototyping. Metode prototype adalah suatu teknik
untuk mengumpulkan informasi tertentu mengenai kebutuhan-kebutuhan penguna secara
cepat,model ini berfokus pada aspek-aspek perangkat lunak yang akan di evaluasi oleh
pelanggan (susanto & Andriana,2016).

3.1 Usecase Diagram


Usecase diagram merupakan diagram yang bekerja dengan cara
mendeskripsikan tipikal interaksi antar user (pengguna) sebuah sistem dengan suatu
system tersendiri melalui sebuah kriteria yang dipakai (Wurdianarto et al,,2014).
Pada sistem yang akan dibangun peneliti yaitu membandingkan sistem yang sudah
berjalan dengan sistem usulan yang akan dibangun melalui usecase diagram.
Gambar Product

ERP
membuat
Input

BOM
membuat menerima
Staf design
Purchase

Pemesanan Product

customer

Gambar 3.1: Usecase diagram sistem yang berjalan

Page 16
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Gambar Product
ERP

membuat

membuat BOM sistem integrasi

Staf design

PDM

Pemesanan Product

customer

Gambar 3.2: Usecase diagram sistem yang di usulkan

3.2 Activity Diagram


Activity diagram digunakan untuk mengambarkan logika,proses bisnis dan alur
kerja (Nuari,2014),dibawah ini merupakan activity diagram yang ada gambar 3.3
merupakan activity diagram yang sedang berjalan dari customer memesan product,lalu tim
design membuat gambar dan membuat BOM lalu di berikan ke purchase untuk di inputkan
ke dalam sistem ERP.
Activity diagram

Customer Design Purchase

Hasil data gambar


Data Product dan BOM Ok
Start untuk membuat
konsep design

Pemesanan
Product Di input ke exel
Proses design

Data Product
untuk membuat Input Ke ERP
konsep design Pembuatan BOM

Data Masuk Data


gambar Base ERP

No

Cek Gambar
Proses Pembelian
Yes

Proses Print

Stop

Hasil data gambar


dan BOM Ok
Phase

Gambar 3.3: Activity diagram yang sedang berjalan


3.3 Sequence Diagram
Sequence Diagram digunakan untuk mengambarkan scenario untuk rangkaian
langkah-langkah yang akan dilakukan sebagai respon dari sebuah event untuk
menghasilkan output tertentu (Nuari,2014).
Berdasarkan activity diagram yang sedang berjalan di dapatlah sequence diagram yaitu:
Customer Staf design Purchase System Database

pemesanan product

Membuat
gambar 3d

Membuat 2d dan
pembuatan BOM

Print BOM Mengirim


input BOM Record BOM

Memberikan BOM
Ambil data BOM Mengambil
untuk PO Record BOM

Proses
Pembelian Material

Gambar 3.4: Squence diagram yang sedang berjalan


Sumber: (Gambar diolah penulis,2019)

4.Hasil dan Diskusi


Dari hasil analisa kebutuhan untuk Perancangan Sistim Integrasi Pendistribusian Bill Of
Material (Bom) Ke Enterprise Resource Planning (Erp) Pada Pt. XYZ. Didapatlah
ilustrasi sebagai berikut:

Page 17
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Gambar 4.1 ilustrasi bill of material (BOM)integrasi dengan ERP


Berikut adalah contoh dari sistem bill of material (BOM) yang akan dibuat untuk sistem integrasi
ke ERP:

Gambar 4.2 contoh bill of material (BOM) pada design


Berikut hasil sistem integrasi bill of material (BOM) ke ERP yang telah dibuat :

Gambar 4.3 sistem integrasi bill of material (BOM) ke ERP

Gambar 4.4 Gambar settingan BOM

5.Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah dengan wawancara dengan pendekatan
model prototyping dan studi literature,maka hasil yang didapat proses Perancangan Sistim
Integrasi Pendistribusian Bill Of Material (Bom) Ke Enterprise Resource Planning (Erp) Pada
Perusahaan Karoseri adalah:
Tabel 5.1 Perbandingan Pengumpulan data item kesalahan dan jumlah kesalahan per
project dari manual ke otomatis

Page 18
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

No Item Kesalahan yang terjadi Jumlah Kesalahan yang terjadi Jumlah Kesalahan yang
per project terjadi per project
(manual) (otomatis)
1 Kesalahan dalam input file name 15 Tidak ada
2 Kesalahan dalam input part 15 Tidak ada
number
3 Kesalahan dalam input quantity 20 Tidak ada

4 Kesalahan dalam input material 20 Tidak ada


5 Kesalahan dalam input material 20 Tidak ada
import part
Berikut kesimpulan perbandingan resiko dari system manual dan sistim otomatis

Tabel 5.2 Perbandingan Tabel proses dan resiko dari sistim manual ke otomatis
No Proses Resiko (pada sistem manual) Resiko (pada sistem
otomatis)
1 Input BOM  Kesalahan input BOM dapat terjadi kesalahan dalam  Kesalahan input
pembelian ini akan berdampak pada pembelian material tidak ada
baru dan  Kesalahan input
 Kesalahan input BOM dapat terjadi kesalahan dalam BOMyang berdampak
proses produksi ke produksi tidak ada
 Memakan waktu dalam proses penginputan ke  Tidak memakan
ERP,kalau dalam jumlah yang banyak tentunya dapat waktu
berdampak pada cost untuk pekerja dalam hal overtime
2 Print BOM dari Terdapat cost dalam pengunaan kertas Tidak mengunakan
Tim Design kertas
Berikut perbandingan proses kerja secara manual ke otomatis seperti Table 5.3 berikut ini:

Tabel 5.3 Tabel proses dan waktu


No Proses Waktu (sistim manual) Waktu (sistim otomatis)
1 Proses Print BOM dari Tim Desain 5-10 menit / project Tidak ada
2 Proses pengelompokan Item BOM per 2 Jam / project Tidak ada
assembly
3 Input BOM Material ke ERP 24 jam (8jam x 3 hari kerja) / 1 menit
project
Jumlah Waktu 26 jam 10 menit 1 menit
Kesimpulan hasil dari table 5.3 ,setelah pengujian didapat perbandingan total jumlah
sistem manual 26 jam 10 menit sedangkan sistim otomatis 1 menit,tentunya ini membuat
sangat waktu sangat efesien

Daftar Pustaka
B. N. Prashantha, R. Venkataramb (2017) Development of Modular Integration Framework
between PLM and ERP Systems
Frank B,Watss BSME,CCDM (2018) Configuration Management Metrics Product Lifecycle and
Engineering Documentation Control rocess Measurement and Improvement,Bill of
material (BOM) process Chapter Five
Hong-Bae Jun, Dimitris Kiritsis, Paul Xirouchakis (2017) Research issues on closed-loop PLM
Jang Hyun Lee , Seung Hyun Kim, Kyungho Lee (2012) Integration of evolutional BOMs for
design of ship outfitting equipment

Page 19
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Mourad. Messaadia, Farouk. Belkadi, Benoit. Eynard,Abd-El-Kader. Sahraoui (2012) System


Engineering and PLM as an integrated approach for industry collaboration management
Paula Serdeira Azevedoa, Carlos Azevedob, Mário Romão (2014) Application
Integration:Enterprise Resource Planning (ERP)systems in the hospitality industry A case
study inportugal
Tobón Valencia. Estefania Lamouri. Samir. Pellerin. Robert Dubois. Patrice (2018) The integration
of ERP and inter-intra organizational information systems:A Literature review
Uchitha Jayawickramaa, Shaofeng Liub, Melanie Hudson Smithb (2016) Empirical evidence of an
integrative knowledge competence framework for ERP systems implementation in UK
industries
Wen-Hsiung Wua, Lung-Ching Fangb, Wei-Yang Wangb, Min-Chun Yuc and Hao-Yun Kaoa
(2014) An advanced CMII-based engineering change management framework: the
integration of PLM and ERP perspectives
Yulia Kendengis and Leo Willyanto Santoso (2018) Integration Between ERP Software and
Business Intelligence in Odoo ERP: Case Study A Distribution Company
Zhengzhong Shi,Gang Wang (2018) Integration of big-data ERP and business analytics (BA)

Page 20
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

PENGAPLIKASIAN MATLAB DAN AUDACITY


SEBAGAI PENDETEKSI BUNYI KERUSAKAN PADA
POMPA ROTARY TIPE GD 123 MC

Andrian Fachriza1, I Gede Eka Lesmana,S.T.,M.T.2, dan Nely Toding


Bunga, S.T.,M.T.3
1.
Universitas Pancasila, Fakultas Teknik, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12640, Indonesia
2
Universitas Pancasila, Fakultas Teknik, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12640, Indonesia
3
Universitas Pancasila, Fakultas Teknik, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12640, Indonesia

Email korespondensi: andrianfachriza@gmail.com

Abstrak
Pada lingkungan dan kehidupan masyarakat kebisingan sangat berpengaruh terutama suara manusia. Dan
juga bisa berupa dari kendaraan, mesin yang sedang beroperasi, peralatan industri, dan lain sebagainya.
Seiring kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang sangat pesat kita bisa memanfaatkan
bunyi kebisingan tersebut untuk mengetahui keadaan suatu sistem permesinan yang sedang beroperasi.
Pada suatu bunyi pasti memiliki rentang frekuensi yang berbeda, dari perbandingan frekuensi tersebut bisa
diketahui keadaan suatu sistemnya. Aplikasi yang digunakan dalam menentukan rentang frekuensi tersebut
adalah Matlab dan Audacity dengan memasukkan codingan tentang rentang frekuensi. Hasil dari
perbandingan rentang frekuensi berupa grafik. Sistem permesinan yang digunakan adalah pompa rotary
bertipe GD 123 MC dalam pengambilan data digunakan beberapa kondisi yaitu kondisi normal, pipa inlet
tersumbat, dan terjadi kavitasi. Dari hasil pengolahan data memunculkan grafik rentang frekuensi, dari
grafik tersebut dapat dijadikan sebagai suatu acuan dari kondisi yang dimiliki oleh suatu sistem permesinan
tersebut. Grafik tersebut juga dijadikan suatu database awal untuk mendeteksi kondisi suatu permesinan
atau bahkan bisa mendeteksi suatu kegagalan pada suatu sistem permesinan. Hasil dari pola-pola di atas
dapat mempermudah untuk memeriksa kondisi suatu sistem permesinan secara preventif.

Kata Kunci: Kebisingan, kondisi, pompa, Matlab, Audacity,

Abstract
In the environment and people's lives, noise is very influential, especially human voice. And it can also be
in the form of vehicles, operating machines, industrial equipment, and so on. As the progress of Science and
Technology (IPTEK) is very rapid we can use the noise to find out the state of a machining system that is
operating. In a sound must have a different frequency range, from the comparison of these frequencies can
be known the state of a system. The application used in determining the frequency range is Matlab and
Audacity by entering a code about the frequency range. The results of the comparison of frequency ranges
are graphs. The machining system used is a rotary pump type GD 123 MC in data collection used several
conditions, namely normal conditions, clogged inlet pipes, and cavitation. From the results of data
processing, a graph of frequency ranges can be generated, from the graph it can be used as a reference of the
conditions possessed by such a machining system. The graph is also used as an initial database to detect the
condition of an engine or even detect a failure in a machining system. The results of the above patterns can
make it easier to check the condition of a machinery system preventively.

Key words: Noise, conditions, pumps, Matlab, Audacity

1. Pendahuluan

Kebisingan merupakan faktor penting dalam lingkungan terutama dalam kehidupan masyarakat.
Hasil kebisingan bisa berupa suara manusia yang keras dan juga bisa berupa dari kendaraan, mesin

Page 21
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

yang sedang beroperasi, dari peralatan industri, dan lain sebagainya. Seiring berkembangnya
zaman dan kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) kita bisa memanfaatkan suara
atau bunyi kebisingan tersebut untuk mengetahui keadaan dari suatu sistem permesinan yang
sedang beroperasi. Adapun pada penelitian bunyi sudah sampai ditahap dimana bunyi tersebut bisa
didengar atau ditangkap oleh pengelola bunyi. Pada suara atau bunyi pasti memiliki suatu
frekuensi dan daripada itu kita bisa menganalisa bunyi frekuensi tersebut untuk mengetahui
keadaan suatu sistem permesinan. Dengan cara menggunakan software audacity dan matlab. Pada
software audacity digunakan untuk merekam bunyi dari suatu sistem permesinan tersebut, dan
pada software matlab digunakan untuk memproses data dari audacity untuk menunjukkan
perbandingan rentang frekuensi dari keadaan suatu sistem permesinan.

2. Landasan Teori

Definsi dari bunyi yaitu suatu pemampatan gelombang longitudinal yang perambatannya
memerlukan suatu medium. Medium dalam perambatannya berupa zat perantara yang berjenis gas,
cair, dan padat. Manusia memiliki kapabilitas pendengaran yaitu berkisar antara 20 Hz sampai
dengan 20.000 Hz. Berdasarkan rentang frekuensinya bunyi dibagi menjadi beberapa jenis yaitu:
(Yasid, Yushardi and Dina, 2016)
1. Bunyi Ultrasonik, yaitu bunyi yang hanya bisa didengar oleh hewan seperti lumba-lumba dan
kelelawar. Rentang frekuensi bunyi ultrasonik ini melebihi dari 20.000 Hz.
2. Bunyi Audiosonik, yaitu bunyi yang didengar oleh pendengaran manusia. Rentang frekuensinya
berkisar antara 20 Hz sampai 20.000 Hz.
3. Bunyi Infrasonik, yaitu bunyi yang hanya bisa didengar oleh hewan seperti jangkrik dan laba-
laba. Rentang frekuensinya dibawah 20 Hz.
Frekuensi memiliki simbol “f” dan mempunyai satuan Hertz atau Hz yaitu suatu jumlah getaran
dalam satuan waktu. Dan juga dapat didefinisikan sebagai suatu jumlah gelombang listrik dalam
satuan waktu.
Gelombang mempunyai pengertian yaitu suatu medium yang merambat karena terjadi fenomena
tanpa disertai perpindahan materi medium secara permanen dalam perambatannya. Gelombang
dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu:
1. Gelombang Elektromagnetik, yaitu gelombang yang tidak memerlukan medium dalam
perambatannya. Seperti: sinar ultraviolet, sinar x. sinar gamma. Dan lain-lain.
2. Gelombang Mekanik, yaitu gelombang yang memerlukan medium dalam perambatannya.
Seperti: gelombang bunyi.
Menurut arah getarnya gelombang dapat dibagi menjadi 2, yaitu sebagai berikut: (Sipasulta, St and
Sompie, 2014)
1. Gelombang Tranversal, yaitu arah dan rambatannya tegak lurus.

Gambar 1. Bentuk Gelombang Transversal


(Sipasulta, St and Sompie, 2014)

2. Gelombang Longitudinal, yaitu arah dan rambatnya searah berimpit.

Page 22
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Gambar 2.Bentuk Gelombang Longitudinal


(Sipasulta, St and Sompie, 2014)
Matlab yaitu software yang digunakan untuk pemrograman, analisis, serta komputasi teknis dan
matematiis berbasis matriks.
Audacity adalah software yang memanipulasi bentuk gelombang audio digital. Format file yang ada
di audacity yaitu WAFF, AIFF, MP3. ( AirPutih, 2010 )
Pompa yaitu mesin fluida yang berfungsi untuk memindahkjan zat cair dari suatu tempat ke tempat
lainnya. Pompa berfungsi mengubah tenaga mekanis menjadi tenaga kinetis.

Gambar 3. Klasifikasi Pompa


(Pratomo, M.,2015)
Pompa rotary adalah pompa yang prinsip kerjanya memindahkan fluida dengan mekanisme rotary
efek vakum sehingga membuat fluida terhisap di sisi inlet, dan berpindah ke sisi outlet.

Gambar 4. Pompa kipas, Pompa screw, Pompa roda gigi


(Pratomo, M.,2015)

3. Metodologi

Pada penelitian ini, terdapat beberapa alat dan bahan yang digunakan, seperti laptop, software yang
digunakan, alat sumber bunyi dan bunyi. Adapun software yang digunakan adalah Matlab R2007a
dan Audacity. Selain laptop dan software ada juga pada penelitian ini menggunakan alat sumber
bunyi yaitu pompa air Nasional MC pump GD 123 MC yang merupakan pompa rotary.
Di penelitian ini, terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan secara beurutan adalah sebagai
berikut:
1. Melakukan pengaturan alat, pengaturan alat dilakukan untuk menyesuaikan posisi alat ketika
akan melakukan proses bunyi.

Page 23
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Pipa masuk

Pipa pengeluaran
Pompa air

Gambar 5. Instalasi pipa


2. Proses pengambilan data bunyi, proses pengambilan data bunyi menggunakan software
audacity dengan hasil rekaman tersebut disimpan dalam bentuk ekstansi “.wav”.

Gambar 6. Posisi pengambilan data


3. Proses pengolahan data, setelah rekaman data selesai di disimpan dengan ekstansi “.wav”,
selanjutnya dilakukan proses pengolahan data menggunakan Matlab R2007a dengan dilakukan
coding untuk proses perbandingan rentang frekuensi tersebut.

4. Hasil dan Diskusi

Hasil dari pengambilan data dari audacity ini berupa grafik wavefrom yang menunjukkan besarnya
amplitude setiap data diambil selama 2 menit. Untuk mendengar bunyi dari pompa air tersebut
ditentukan 3 kondisi pompa air yang sedang dioperasikan yaitu kondisi normal, pipa inlet tersumbat,
dan kavitasi.
Berikut grafik wavefrom dari beberapa kondisi tersebut.

Gambar 7. Kondisi normal

Page 24
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Gambar 8. Kondisi tersumbat

Gambar 9. Kavitasi

Pada gambar 7 dan 8 menunjukkan kondisi pompa air dan pada grafik wavefromnya tidak terlalu
signifikan perbedaannya. Tetapi, setelah kita konversi ke matlab menunjukkan perbedaan rentang
frekuensi yang sangat signifikan pada setiap kondisi tersebut.

Page 25
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Gambar 9. Grafik Perbandingan Rentang Respon Frekuensi

5. Kesimpulan

Pola-pola yang terbentuk pada grafik di atas dijadikan sebagai suatu acuan dari kondisi yang dimiliki
oleh suatu sistem permesinan tersebut. Grafik di atas juga dijadikan suatu database awal untuk
mendeteksi kondisi suatu permesinan atau bahkan bisa mendeteksi suatu kegagalan pada suatu
sistem permesinan. Hasil dari pola-pola di atas dapat mempermudah untuk memeriksa kondisi suatu
sistem permesinan secara preventif.

Rekomendasi

Peneltian ini masih kurang banyak dalam pengambilan data diusahakan setiap gangguan atau
kondisi pada suatu permesinan dicoba untuk menambahkan database.

Daftar Pustaka

Fithri, P., & Annisa, I. Q. (2015). Analisis Intensitas Kebisingan Lingkungan Kerja pada Area Utilities Unit
PLTD dan Boiler di PT.Pertamina RU II Dumai. Jurnal Sains, Teknologi Dan Industri, 12(2), 278–285.

Sipasulta, R. Y., St, A. S. M. L., & Sompie, S. R. U. A. (2014). Simulasi Sistem Pengacak Sinyal Dengan
Metode FFT (Fast Fourier Transform). E-Journal Teknik Elektro Dan Komputer, 3(2), 1–9.

Pratomo, M. (2015). Jenis-Jenis Pompa. Universitas Diponegoro, 6–18.

Sipasulta, R. Y., St, A. S. M. L. and Sompie, S. R. U. A. (2014) „Simulasi Sistem Pengacak Sinyal Dengan
Metode FFT ( Fast Fourier Transform )‟, E-journal Teknik Elektro dan Komputer, pp. 1–9. Wardjito.
(2008). Perencanaan Instalasi Pompa.

Mama, Y., Fostick, L., & Icht, M. (2018). The impact of different background noises on the Production Effect.
Acta Psychologica, 185(November 2017), 235–242. https://doi.org/10.1016/j.actpsy.2018.03.002

Mama, Y., Fostick, L., & Icht, M. (2018). The impact of different background noises on the Production Effect.
Acta Psychologica, 185(November 2017), 235–242. https://doi.org/10.1016/j.actpsy.2018.03.002

Airputih, T. (2010). Panduan Penggunaan Aplikasi FOSS. Airputiih.or.Id. Retrieved from


www.airputih.or.id%3Efile%3Ewwpw_audacity

Genescà, M., Romeu, J., Arcos, R., & Martín, S. (2013). Measurement of aircraft noise in a high background
noise environment using a microphone array. Transportation Research Part D: Transport and
Environment, 18(1), 70–77. https://doi.org/10.1016/j.trd.2012.09.002

Page 26
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Prabawa, S. (2012). Analisis Kebisingan dan Getaran Mekanis pada Traktor Tangan. Jurnal Agritech
Fakultas Teknologi Pertanian UGM, 29(2), 103–107. https://doi.org/10.22146/agritech.9770

Yasid, A., Yushardi, Y., & Handayani, R. (2016). PENGARUH FREKUENSI GELOMBANG
BUNYI TERHADAP PERILAKU LALAT RUMAH (Musca domestica). Jurnal Pembelajaran
Fisika Universitas Jember, 5(2), 190–196.

Page 27
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

FORECASTING INTERMITTENT DEMAND FOR MRO


SPARE PARTS

Rachmat Darmawan1, Bonivasius P. Ichtiarto2


1.
Universitas Mercu Buana, Jl. Meruya Selatan No. 1 RT. 4 / RW. 1, Meruya
Sel., Kec. Kembangan, Kota Jakarta Barat
2
Universitas Mercu Buana, Jl. Meruya Selatan No. 1 RT. 4 / RW. 1, Meruya
Sel., Kec. Kembangan, Kota Jakarta Barat

Email korespondensi: rachmatdarmawan93@gmail.com

Abstrak
Menghadapi tantangan ekonomi global saat ini, mempertahankan kompetensi merupakan inti manajemen
persediaan dan pemenuhan pesanan hal yang cukup penting bagi setiap industri alat berat yang ingin
mengubah rantai pasokan. Bersamaan dengan kompleksitas seperti peningkatan biaya, mempercepat
pemenuhan persediaan, pengiriman memenuhi komitmen pesanan ialah faktor utama. Terlihat beberapa
kondisi akibat aktivitas remanufaktur hal ini cukup menimbulkan kesenjangan (gap) antara permintaan
dan penjualan yang telah dilakukan. Bahwa kondisi peramalan masih jauh dari harapan untuk memenuhi
permintaan aktual penjualan, apabila hal ini terus dibiarkan mengakibatkan terjadinya loss sales dan
market share yang tidak tercapai. Fenomena yang ingin diketahui dalam penelitian ini meliputi harapan
akurasi peramalan atas ketersediaan spare part sehingga memenuhi kebutuhan pelanggan. Menggunakan
jenis penelitian kuantitatif, yang didasarkan dari data historis permintaan yang merupakan cerminan dari
karakter pola permintaan dengan meningkatkan ketepatan safety stock dan service level yang berkaitan
dengan aktivitas operasional pada harapan pemenuhan target serta realita hasil yang telah diperoleh. Data
aktual permintaan berdasarkan turnover ratio permintaan tahun 2017–2018, dalam pemilihan model
peramalan terbaik dilakukan trend analysis dengan hasil menetapkan exponential growth yang
memberikan nilai terkecil yaitu MAPE 12,789 MAD 11,333 MSD 271,595. Hasil analisis tren diketahui
bahwa plot data tidak berfluktuasi normal, selanjutnya dilakukan uji asumsi untuk perhitungan jumlah
permintaan (demand size) dan waktu inter-arrival antar permintaan (inter-demand interval). Pengujian
asumsi demand size (zt) mengikuti model ARIMA (0,1,1), diperoleh bahwa data sudah stasioner dari
output yang dihasilkan untuk plot ACF dan PACF data spare part pending yang telah di differencing 1
kali. Sebagai contoh hasil dari perhitungan safety stock dengan service level 95% seperti consumable part
spin-on oil filter mencapai angka 4,248 pcs dari forecast demand sebelumnya sejumlah 4,08 pcs.
Kedepannya tidak hanya pada melakukan peramalan dari data sekunder yang telah ada, tetapi melakukan
perbaikan dari model bisnisnya hingga last mile delivery sehingga industri ini kian kompetitif.

Kata Kunci: Suku Cadang, Persediaan, Peramalan, ARIMA, Minitab

Abstract
In the face of current global economic challenges, maintaining efficiency is the core of inventory
management and order fulfillment is crucial for any heavy equipment industry looking to change the
supply chain. Along with the complexity of increasing costs, accelerating inventory fulfillment,
delivery order commitment fulfills demand. It can be seen that some of the conditions caused by the
recycling activity have caused a gap between the demand and the sales made. That the forecast is still
far from expected to meet real sales demand, if it continues to allow for unrealized sales and market
losses. The phenomena to be known in this study include the expectation of accurate predictions about
the availability of spare parts so that it meets customer needs. Utilize this type of quantitative research,
based on historical demand data that reflects the nature of demand patterns by improving the accuracy
of stock stocks and the level of service related to operating activities against meeting target
expectations and the reality of results obtained. Real demand data based on demand turnover ratio in

Page 28
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0
2017-2018, in selecting the best forecast model of trend analysis is done with the result of setting
exponential growth giving the smallest value of MAPE 12,789 MAD 11,333 MSD 271,595. Trend
analysis results show that data plots do not fluctuate normally, so the assumption test is performed to
calculate the number of requests (demand size) and the time between arrival of requests (inter-demand
interval). Testing the assumption of demand size (zt) following the ARIMA model (0,1,1), it is found
that stationary data from outputs are produced for ACF plots and PACF replacement data have been
considered. As an example of the safety stock calculation results with a 95% service level such as
depleted, the spin-on oil filter reached 4,248 pcs from the previous forecast of 4,08 pcs. In the future, it
will not only be forecasting of existing secondary data, but will be upgrading from business model to
final delivery as the industry becomes more competitive.

Key words: Spare Part, Inventory, Forecasting, ARIMA, Minitab

1. Pendahuluan

Menghadapi tantangan ekonomi global saat ini, mempertahankan kompetensi merupakan inti dalam
manajemen persediaan dan pemenuhan pesanan merupakan suatu hal yang cukup penting bagi setiap
industri yang ingin mengubah rantai pasokan mereka. Namun, bagi sebagian besar organisasi
kompleksitas manajemen persediaan menimbulkan masalah, termasuk meningkatnya biaya rantai pasokan
dan tanggal janji yang tidak akurat serta inventaris persediaan yang lebih tinggi dari yang dibutuhkan.
Tantangan utama yang dihadapi yaitu memahami dan mengelola permintaan pelanggan secara efektif,
penting untuk dicatat bahwa permintaan yang akurat sangat penting untuk manajemen persediaan yang
efektif. Bersamaan dengan meningkatnya kompleksitas seperti peningkatan biaya. Mempercepat
pemenuhan persediaan, pengiriman untuk memenuhi komitmen pesanan ialah faktor utama yang
berkontribusi terhadap biaya. Singkatnya, tren ini ditambah dengan kenaikan bahan baku, meningkatnya
biaya transportasi, menimbulkan ancaman yang semakin besar bagi bisnis.

Kelesuhan industri alat berat di tanah air juga terekam dari data yang dirilis Himpunan Alat Berat
Indonesia (Hinabi). Menurut Hinabi, produksi alat berat pada semester pertama 2019 ini hanya 3.240 unit,
turun 4,1% dibandingkan periode Januari – Juni 2018 yang tercatat sebanyak 3.379 unit. Realisasi
produksi semester pertama 2019 ini meleset dari target Hinabi yang ditetapkan sebesar 4.000 unit. Tahun
ini, Hinabi memproyeksikan total produksi alat berat hanya 6.500 unit, lebih rendah dari produksi tahun
lalu yang mencapai 7.981 unit. Di tahun yang sama akibat dari dampak lesunya aktivitas impor, juga
dirasakan terhadap kebutuhan produk aftermarket yaitu persediaan spare part melayani skala nasional.
Penurunan penjualan spare part turun cukup dalam yaitu 4,15% dari US$ 22,17 juta menjadi US$ 21,25.
Mendapatkan keunggulan kompetitif dibedakan tidak hanya produk, tetapi juga proses pengiriman. Hal
ini diperlukan yang ditandai dengan persaingan intensif, variasi produk tinggi, jumlah besar produk yang
disesuaikan dengan pelanggan dan siklus hidup produk Hilletofth et al. (2009). Biaya timbul ketika
persediaan suatu produk melebihi atau gagal memenuhi permintaan, ditandai dengan praktik manajemen
yang meminimalkan ketidakpastian dengan penargetan segmen pasar yang dapat dibedakan berdasarkan
preferensi mereka terhadap karakteristik produk selain ketersediaan langsung dan harga yang murah.
Terlihat beberapa kondisi akibat aktivitas remanufaktur hal ini cukup sering menimbulkan kesenjangan
atau gap antara permintaan dan penjualan yang telah dilakukan, untuk mengetahui kondisi gap yang
terjadi maka ditampilkan dengan grafik batang sebagai berikut.

Page 29
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

GRAFIK BATANG

1100
1050
1000
950
900
850
800
Data Forecast Data Permintaan Aktual
(Penjualan)

Gambar 1. Komparasi Data Forecast dengan Data Permintaan Aktual


Sumber: Data After Sales Periode 2017 – 2018

Dilihat bahwa kondisi peramalan masih jauh dari harapan untuk memenuhi permintaan aktual penjualan,
dimana kebutuhan persediaan spare part hanya di suplai dari impor barang melalui Principal Asia Pacific
dengan estimasi waktu 1 sampai 2 minggu bahkan apabila spare part tersebut tidak tersedia bisa juga
didatangkan langsung dari Manufaktur yang berlokasi di Jerman dengan jangka waktu 3 sampai 4 minggu
melalui pengiriman transportasi laut, apabila hal ini terus dibiarkan mengakibatkan terjadinya loss sales.

2. Landasan Teori

Keandalan mesin merupakan aspek penting bagi jalannya roda bisnis suatu industri yang
menggunakan mesin sebagai proses bisnisnya, aspek tersebut menjaga mesin agar dalam keadaan
yang ideal. Upaya yang dilakukan agar selalu dalam kondisi ideal maka yang menjadi perhatian
khusus adalah kegiatan maintenance, salah satu faktor lancarnya pada kegiatan maintenance
yaitu tersediannya spare part (suku cadang) mesin. Berjalannya kegiatan maintenance yang rutin
dilakukan dengan baik, maka persediaan spare part harus terjaga dalam jumlah tertentu agar bisa
menyeimbangkan dengan permintaan spare part yang dibutuhkan. Pola siklus dan pola tak
beraturan didapatkan dengan menghilangkan kecenderungan dan pola tertentu tanpa
memperhatikan apakah hasil peramalan lebih besar atau lebih kecil dibandingkan kenyataannya
(Yuniastari & Wirawan, 2014). Menurut Bacchetti dan Saccani (2011) beberapa aspek yang
membuat permintaan dan persediaan spare part menjadi masalah yang kompleks yaitu tingginya
jumlah spare part yang dikelola, dengan adanya pola permintaan yang intermittent ataupun
lumpy.

Pengertian persediaan menurut Kasmir (2013) ialah sejumlah barang yang harus disediakan oleh
perusahaan pada suatu tempat tertentu. Menurut Relph & Milner (2015) persediaan adalah
barang dari beberapa macam jenis apa saja yang diadakan dalam sebuah perusahaan. Diketahui
secara umum, bahwa persediaan merupakan stok barang yang di simpan oleh sebuah organisasi
untuk memenuhi permintaan pelanggan internal ataupun eksternal, (Taylor & Russel, 2014).
Perubahan karena penerimaan dan penarikan stok, perintah yang dibatalkan dan kejadian serupa
juga dicatat dalam file (Jha, 2012). Dalam distribusi, persediaan diklasifikasikan menjadi
persediaan dalam perjalanan (in-transit), yang berarti persediaan tersebut sedang dipindahkan
dalam sistem dan persediaan dalam 30tatis (warehouse) atau pusat distribusi (Jacobs & Chase,
2014). Ristono (2013) menjelaskan bahwa persediaan yang terlalu banyak mengakibatkan
perusahaan menanggung risiko kerusakan dan biaya penyimpanan yang tinggi di samping biaya
investasi yang besar. Namun, persediaan mempunyai sejumlah fungsi menurut Stevenson dan
Chuong (2014), yang paling penting adalah untuk memenuhi permintaan pelanggan yang
diperkirakan, memperlancar persyaratan produksi, memisahkan operasi, perlindungan terhadap
kehabisan persediaan, mengambil keuntungan dari siklus pesanan, melindungi dari peningkatan

Page 30
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0
harga, memungkinkan operasi dan untuk mengambil keuntungan dari diskon kuantitas. Dobrican
(2013) mengungkapkan bahwa alasan perusahaan menyediakan stock, khususnya dalam pasar
aftermarket. Manajemen persediaan juga merupakan kegiatan yang berhubungan dengan
perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan penentuan kebutuhan material / barang lainnya
sehingga di satu pihak kebutuhan operasi dapat dipenuhi pada waktunya dan di lain pihak
investasi persediaan material / barang lainnya dapat ditekan secara optimal (Waluyo, 2011).

Adapun persediaan (inventory) adalah barang atau bahan yang merupakan salah satu kekayaan
organisasi berdasarkan yang disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan
(Handoko, 2011). Menurut Pujawan, et al (2015) bahwa permasalahan yang terkait dengan
kapasitas pergudangan atau stock item, pendekatan yang paling sesuai ialah pada faktor biaya
dan service level. Beda halnya dengan Sett, et al (2012) bahwa untuk mengatasi permasalahan
didalam statis dapat dilakukan dengan meningkatkan permintaan atau mengurangi waktu (lead
time) agar tidak terjadi stockout dan overstock didalam Gudang atau perbedaan antara pemesanan
dengan penggunaan. Penuturan penelitian Chitale dan Gupta (2014) pengendalian selektif dibagi
menjadi Sembilan kategori, yaitu ABC Analysis, HML Analysis, VED Analysis, SDE Analysis,
GOLF Analysis, SOS Analysis, XYZ Analysis, MUSIC-3D Analysis dan FSN Analysis.

Kendala di masa mendatang yang tidak dapat dipastikan, oleh praktisi ataupun akademisi hal ini
perlu dilakukan upaya penyelesaiannya dengan model pendekatan yang sesuai dengan perilaku
aktual data, begitu juga dalam melakukan sebuah peramalan. Bahwa peramalan (forecasting)
permintaan akan sebuah produk dan jasa di waktu mendatang dan bagian sangat penting dalam
perencanaan serta pengawasan produksi. Hal ini terutama karena fakta di negara berkembang
lebih sering terjadi berbagai perubahan structural dari pada negara maju, sehingga sebuah sistem
peramalan penjualan yang akurat ialah cara yang efisien untuk mengatasinya (Aye et al, 2015).
Hal ini dapat dilakukan dengan melibatkan pengambilan data historis dan memproyeksikannya
ke masa mendatang dengan suatu bentuk model matematis (Heizer & Render, 2011). Menurut
Ren dan Glasure (2010) bahwa nilai kesalahan (error) yang sering digunakan dalam peramalan
diantaranya mean absolute percentage errors (MAPE), mean absolute deviation (MAD) dan
mean square error (MSE). Implementasi metode peramalan merupakan cara memperkirakan apa
yang akan terjadi pada masa depan secara sistematis dan pragnatis atas dasar data yang relevan
pada masa yang lalu, sehingga dengan demikian metode peramalan harapannya dapat
memberikan objektivitas yang berpengaruh cukup besar. Pendekatan penggunaan teknik tersebut
diharapkan memberikan tingkat kepercayaan dan keyakinan lebih besar, karena dilakukan uji
penyimpangan (deviasi) yang terjadi secara ilmiah (A Hartanti, 2013).

Tujuan dari peramalan yaitu untuk mengurangi resiko dari pengambilan keputusan. Peramalan
kondisinya biasa menyimpang dari harapan, namun besar dari kesalahan peramalan (forecast
error) tergantung dari metode peramalan yang digunakan. Dengan menggunakan berbagai aspek
untuk melakukan uji coba peramalan, bahwa keakuratan peramalan seharusnya dapat
ditingkatkan dan mengurangi beberapa aspek ketidakpastian dalam proses pengambilan
keputusan berdasarkan hasil dari peramalan. Dikarenakan peramalan tidak secara signifikan
mengurangi resiko, maka diperlukan proses keputusan secara eksplisit untuk mempertimbangkan
masalah ketidakpastian dari hasil peramalan. Konseptual peramalan digambarkan dalam
persamaan berikut:

Actual Decision = Decision Assuming Forecast Is Correct + Allowance For Forecast Error

Peramalan idealnya menghasilkan hasil prediksi dari probabilitas penyebaran variabel yang dapat
diprediksi. Namun, kenyataannya peramalan tidak berakhir pada satu langkah proses saja. Perlu
diketahui peramalan bagian dari sebuah sistem manajemen yang luas dan sebagai sebuah
subsistem yang berinteraksi dengan komponen lainnya dari keseluruhan sistem tersebut sebagai
penentu kinerja secara keseluruhan. Pada penelitian ini, digunakan metode peramalan dengan

Page 31
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0
suatu pendekatan analisis deret waktu. Model time series yang digunakan adalah model
Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) yang dikembangkan oleh George E.P. Box
dan Gwilym M. Jenkins atau dikenal dengan metode Box-Jenkins Model. Analisis ini
menggunakan teknik pemodelan ARIMA Box-Jenkins (1976) salah satu model yang sesuai untuk
seri waktu ini (Alfaki dan Masih, 2015).

ARIMA diuraikan bahwa metode ini mengekplisitkan pemakaian autokorelasi dalam time series,
yaitu korelasi antar sebuah variabel, yang bersenjang satu periode lebih dengan variabel itu
sendiri. (kazmier, 2012). Diketahui pula bahwa ARIMA merupakan suatu metode yang
menghasilkan ramalan–ramalan berdasarkan sintesis dari pola data secara historis (Arsyad,
2011). Pada metode Box-Jenkins hanya dapat diterapkan, menjelaskan atau mewakili series yang
stasioner atau telah dijadikan stasioner melalui proses differencing. Karena di series stasioner
tidak punya unsur tren, maka yang ingin dijelaskan pada metode ini ialah unsur sisanya, yaitu
error. Di model time series linier yang termasuk di metode ini antaranya: autoregressive, moving
average, autoregressive-moving average dan autoregressive integrated moving average,
(Claveria & Datzira, 2010).

Ciri stasioner dalam time series yaitu nilai rata–rata (mean) dan varian selalu konstan untuk
setiap periode. Data time series yang tidak memiliki tren disebut stasioner. Stasioner berarti tidak
terdapat pertumbuhan atau penurunan pada data. Menjadi perhatian lebih ialah bahwa
kebanyakan deret berkala bersifat non-stasioner dan bahwa aspek–aspek AR dan MA dari model
ARIMA hanya berkenaan dengan deret berkala yang stasioner. Apabila suatu deret waktu yang
tidak stasioner harus diubah menjadi data stasioner dengan melakukan differencing. Bahwa juga
yang dimaksud differencing ialah menghitung perubahan atau selisih nilai observasi. Pada
penelitian yang dilakukan oleh Wardono et al (2016) penerapan ARIMA dapat menggunakan
software Minitab. Minitab dirancang untuk melakukan pengolahan statistic.

Sudana (2011) mengemukakan bahwa meskipun pada awalnya model EOQ hanya dapat
diterapkan dalam kondisi yang bersifat pasti, namun dalam kondisi yang bersifat tidak pasti,
model EOQ masih bisa diterapkan dengan di dukung oleh persediaan pengaman (safety stock).
Sofyan (2013) safety stock biasanya ditentukan berdasarkan kebijaksanaan perusahaan dan
pengalaman masa lalu. Seperti hasil yang diperoleh dari Guga dan Musa (2015) bahwa dapat
direkomendasikan untuk perusahaan agar menambah stock dan mengurangi pembelian kembali.

3. Metodologi

Desain Penelitian. Desain penelitian menggunakan metode penelitian deskriptif kuantitatif.


Penelitian yang dilakukan oleh (Nawawi, 2003) bahwa metode penelitian yang memusatkan
perhatian pada fenomena bersifat aktual pada saat dilakukan, kemudian menggambarkan akan
fakta tentang fenomena yang diselidiki beserta diiringi dengan interprestasi yang rasional dan
akurat. Demikian penelitian ini akan memproyeksikan fenomena dan menjelaskan keadaan dari
objek berdasarkan fakta di waktu lampau dan mencoba menganalisis kebenarannya berdasarkan
data yang telah dihimpun. Fenomena yang ingin diketahui dalam penelitian ini meliputi harapan
akurasi peramalan atas ketersediaan spare part sehingga memenuhi kebutuhan pelanggan.

Variabel Penelitian. Variabel penelitian yang digunakan pada penelitian ini merupakan
perencanaan yang meliputi dari akurasi peramalan meningkat yang di definisikan juga sebagai
esensi demand yang bersifat reaktif dan proaktif, peningkatan pendapatan penjual sebagai data
historic penjualan ke pelanggan yang merupakan cerminan dari karakter pola permintaan,
meningkatkan ketepatan safety stock dan service level yang berkaitan dengan aktivitas
operasional pada harapan pemenuhan target dan realita hasil yang telah diperoleh, seperti yang
terlihat pada Tabel 1. sebagai dasar acuan variabelnya sebagai berikut:

Page 32
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Tabel 1. Variabel yang digunakan dalam analisis

Sumber: Himpunan literatur yang sudah dikumpulkan

Teknik Pengumpulan Data. Pada teknik pengumpulan data ini melalui pengumpulan kajian
data sekunder yang diperoleh dari departemen After Sales dan Purchasing Logistic. Data
sekunder yaitu data yang diambil dari historis dan juga diperkuat oleh tinjauan literatur yang
sudah dikumpulkan.

Populasi dan Sampel. Kajian dalam penelitian ini menggunakan data yang dihimpun secara
overall sebagai populasi penelitian, akan kebutuhan spare part yang berada di lokasi workshop
tahun 2017–2018. Dari sebanyak 119 populasi spare part yang cukup beragam, akan
menggunakan sampel sejumlah 10 spare part. Dimana pada data pengolahan sejalan dengan
studi Scheaffer et al. (2012), bahwa n = 10 yang merupakan sampel pengambilan untuk nilai
sampel kecil pada aturan teoritisnya.

Kerangka Pemikiran. Mengenai kerangka penelitian yang digunakan dalam menganalisa


permasalahan persediaan yang menyebabkan performance industri jasa ini menurun sehingga
mengakibatkan loss sales dan market share yang tidak tercapai. Dalam penelitian ini dapat
digambarkan dalam bentuk kerangka pemikiran, seperti pada Gambar 2. sebagai berikut:

Fenomena: Strategi: • Apakah terdapat pengaruh trend kebutuhan,


• Gap peramalan & permintaan aktual spare part • Memahami trend kebutuhan spare part metode peramalan terhadap gap peramalan
• Stockout pada persediaan spare part • Menentukan metode peramalan dengan kebutuhan permintaan sparepart
• Penentuan Safety Stock dan Service Level • Penentuan ideal pada safety stock dan • Variabel manakah yang memiliki pengaruh
service level terbesar terhadap persediaan yang ideal

Analisis Data
• Trend Analysis
• ARIMA

• Pengaruh trend kebutuhan, metode peramalan


Umpan Balik
terhadap gap peramalan
• Variabel yang paling berpengaruh terhadap
persediaan yang ideal

Gambar 2. Bagan Kerangka Pemikiran

Page 33
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

4. Hasil dan Diskusi

Kontribusi lead time terhadap forecast error. Sejauh ini lead time pada industri alat berat yang
melakukan aktivitas penjualan aftersales spare part, berdasarkan dari permintaan pelanggan
untuk peramalan dengan harapan mengurangi ketidakpastian serta tingkat akurasi mendekati
kenyataan yang sebenarnya terjadi. Bahwa lead time yang terjadi kaitannya dengan dimulainya
proses Disassemble sampai dengan proses akhir Ready For Use (RFU) yang akhirnya akan di
suplai ke pelanggan Original Equipment Manufacturer (OEM) di wilayah Indonesia industri alat
berat. Data aktual permintaan spare part berdasarkan turnover ratio seperti pada Tabel 2.
sebagai berikut:

Tabel 2. Data aktual permintaan spare part berdasarkan turnover ratio

Sumber: Purchasing Logistic Departement (2018)

Data Tabel 2. mewakili aktual permintaan spare part tahun 2017 – 2018, harapannya dapat
melakukan kontrol atas ketersediaan spare part yang bersifat responsif. Tahapan selanjutnya
dilakukan mengenai pemilihan model peramalan terbaik. Mengikuti data yang diberikan dari
tabel sebelumnya, setelah dilakukan analisis trend permintaan didapatkan nilai–nilai MAPE,
MAD dan MSD untuk model Linear, Quadratic, Exponential Growth serta S-Curve pada Tabel 3.
berikut:

Tabel 3. Data Pembanding Trend Analysis


Linear Quadratic Exponential Growth S-Curve
MAPE 13.624 14.827 12.789 18.065
MAD 11.801 12.037 11.333 15.321
MSD 273.563 271.475 271.595 554.386

Hasil Tabel 3. menunjukkan pada model Exponential Growth yang memberikan nilai yang
terkecil yaitu MAPE 12,789 MAD 11,333 MSD 271,595. Oleh karena itu, kita menetapkan model
Exponential Growth sebagai model terbaik yang akan digunakan untuk peramalan data.
Berdasarkan Tabel 3. analisis tren diketahui bahwa plot data tidak berfluktuasi secara normal.
Selanjutnya, dilakukan uji asumsi untuk perhitungan jumlah permintaan (demand size) dan
waktu inter-arrival antar permintaan (inter-demand interval). Pengujian asumsi demand size (zt)
mengikuti model ARIMA (0,1,1). Sebelum melakukan asumsi zt ~ ARIMA (0,1,1) perlu dilakukan
pengujian stasioneritas data pada data demand size. Dengan uji Augmented Dickey Fuller (ADF)
untuk data demand size differencing pertama, diperoleh kesimpulan bahwa data demand size
sudah stasioner. Output dihasilkan untuk plot ACF dan PACF data dilihat pada Gambar 3 dan
Gambar 4.

Page 34
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Gambar 3. ACF Demand Size Overall of Spare Part Differencing 1 kali

Gambar 4. PACF Demand Size Overall of Spare Part Differencing 1 kali

Berdasarkan plot dengan menggunakan tool Minitab pada ACF dan PACF, tampak pada Gambar
3. grafik ACF langsung cut off di lag ke dua, sedangkan di Gambar 4. grafik PACF terlihat dying
down. Jika ACF menunjukkan pola cut off dan PACF menunjukkan dying down, maka dapat
dikatakan model ARIMA berupa MA murni. Ringkasnya, telah diketahui hasil perhtiungan
peramalan dengan menggunakan metode ARIMA (0,1,1) didapatkan prediksi permintaan untuk
duabelas bulan ke depan. Setidaknya strategi dibuat berdasarkan keputusan ingin mempunyai
jumlah safety stock di tingkat yang optimal, sehingga cost yang ditimbulkan dari kondisi
kelebihan persediaan maupun cost akibat stockout mencapai biaya minimum. Sebagai contoh
hasil dari perhitungan safety stock dengan service level 95% seperti pada consumable part spin-
on oil filter mencapai angka 4,248 pcs dari forecast demand sebelumnya sejumlah 4,08 pcs.

Kesimpulan

Penelitian ini telah menjawab pada tujuan pemikiran serta penelitian yang telah ditetapkan,
seperti menentukan trend analysis pada pola permintaan spare part, peramalan dengan
menggunakan metoda ARIMA (0,1,1) sampai dengan menentukkan strategi pada persediaan
sehingga tercapai jumlah safety stock dan harapan service level 95%. Kedepannya tidak hanya
peramalan dari data sekunder yang telah ada, tetapi juga perbaikan dari model bisnisnya hingga
ke pengiriman lini akhir (last mile delivery) sehingga industri alat berat kian kompetitif dan
memperluas market share.

Daftar Pustaka

Alfaki, M. A., & Masih, S. B. 2015. Modeling and Forecasting by using Time Series ARIMA Models.
International Journal of Engineering Research & Technology, Vol. 4 (3), 914-918.
Aye, G. C., Balcilar, M., Gupta, R., & Majumdar, A. 2015. Forecasting aggregate retail sales: The case of

Page 35
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0
South Africa. International Journal of Production Economic, 160, 66-79.
Chitale, A.K., R. C. Gupta. 2014. Materials Management: A Supply Chain Perspective 3rd Edition. Delhi:
PHI Learning Private Limited.
Claveria, O., and Datzira, J 2010. Forecasting tourism demand using consumer expectations. Tourism
Review, 65, 18-36.
Dobrican, O. 2013. Forecasting Demand for Automotive Aftermarket Inventories. Informatica
Economica. 17 (2), 119–129.
Guga, E., & Musa, O. 2015 Inventory Management Through EOQ Model, A Case Study of Sphresa Ltd.,
Albania. International Journal of Economics, Commerce and Management, 3 (12), 174–182.
Heizer, J., & Render, B. 2011. Manajemen Operasi, Jakarta: Salemba Empat.
Jacobs, FR., Chase, R.B. 2014. Operation and supply chain management. Fourteenth Global Edition.
New York: Mc Graw-Hill Publisher.
Jha, V. 2012. MRP-JIT Integrated Production System. International Journal of Engineering Research
and Applications (IJERA). V 2 (4) 2377-2387.
Kasmir. 2013. Analisis Laporan Keuangan. Edisi 1. Cetakan ke-6. Jakarta: Rajawali Pers.
Pujawan, N., Arief, M.M., Tjahjono, B., & Kritchanchai, D. 2015. An Integrated shipment planning and
storage capacity decision under uncertainty. International Journal of Physical Distribution & Logistics
Management, Vol. 45 No. 910, 913-937.
Relph, G., & Milner, C. 2015. Inventory Management: Advanced Methods for Managing Inventory within
Business System. London Kogan Page Publishers.
Ren, L., & Glasure, Y. 2010. Applicability of the Revised Mean Absolute Percentage Errors (MAPE)
Approach to Some Popular Normal and Non-normal Independent Time Series. International Atlantic
Economic Society, Vol. 15 No. 1, 409-420.
Ristono, A. 2013. Manajemen Persediaan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Russell, Roberta S., Bernard W. Taylor. 2014. Operation and Supply Chain Management 8th Edition.
Wiley.
Sett, B.K., Sarkas, B., & Goswami, A. 2012. A Two Warehouse Inventory Model with Increasing
Demand and Time Varying Deterioration. International Journal of Scientia Iranica, Vol. 19 No. 6,
1969–1977.
Sofyan, D.K. 2013. Perencanaan & Pengendalian Produksi. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sudana, I.M. 2011. Manajemen Keuangan Perusahaan Teori dan Praktik. Surabaya: Penerbit Erlangga.
Waluyo, 2011. Perpajakan Indonesia Edisi 10 Buku 1. Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
Wardono, Agoestanto, A., & Rosidah, S. 2016. ARIMA Method with The Software Minitab and Eviews
to Forecast Inflation in Semarang Indonesia. Journal of Theoretical and Applied Information
Technology, 94 (1), 61-76.
Yuniastari, N.L.A.K., Wirawan, IGP.W.W. 2014. Peramalan Permintaan Produk Perak Menggunakan
Metode Simple Moving Average dan Exponential Smoothing. Jurnal Sistem dan Informatika. V 9 (1)
97-106.

Page 36
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Implementasi Kaizen Dalam Proses Pasokan


Instrumen Panel Upper Dan Lower Pada Bagian
Operasional Logistik PT. XYZ

Dimas Lefi Dzulqarnain1, Teguh Sri Ngadono2


1.
Universitas Mercu Buana, Jalan Meruya Selatan No.1 Jakarta
2.
Universitas Mercu Buana, Jalan Meruya Selatan No.1 Jakarta

Email korespondensi: 41618320020@student.mercubuana.ac.id,


teguh.ngadono@mercubuana.ac.id

Abstrak
Kaizen yang berarti perbaikan terus- menerus pertama kali diperkenalkan oleh Masaaki Imai dan
dilakukan di beberapa perusahaan Jepang. Saat ini Kaizen telah banyak diadopsi oleh beberapa
perusahaan lain untuk mengurangi pemborosan yang terjadi. Pemborosan tersebut dapat
mengakibatkan biaya yang tidak diperlukan dan berkurangnya profit suatu perusahan. PT. XYZ
merupakan salah satu perusahaan Jepang yang secara konsisten menerapakn Kaizen untuk
memperbaiki beberapa proses produksi. Kaizen tersebut menjadi keharusan disetiap lini proses yang
ada di perusahaan. Pada kuartal kedua 2019 perusahaan telah meningkatkan takt time produksi
menjadi 2.0 sehingga terjadi peningkatan pasokan pada material sebesar 11%. Akan tetapi tidak
diimbangi dengan kesiapan dari pihak logistik pemasok material panel isntrumen. Hal ini
mengakibatkan terjadinya pemborosan proses pada lini pasokan panel instrumen tersebut ke proses
produksi yaitu adanya area transit dari pemasok ke lini proses perakitan. Diharapkan dengan adanya
kaizen, pemborosan pada area transit dapat dihilangkan seiring dengan meningkatnya takt time dan
jumlah produksi kedepannya. Siklus Plan Do Check Action (PDCA) merupakan tahapan yang
digunakan oleh perusahaan dalam mengontrol dan mengatur sebuah proses operasional yang
standard. . Perbaikan difokuskan pada bagaimana cara agar area transit tersebut bisa dihilangkan.
Setelah kaizen dilakukan, hasil perhitungan yang dilakukan dari tim Logistik didapatkan penghematan
biaya operasional logistik sekitar Rp. 160.000.000 per tahun.

Kata Kunci: Kaizen, PDCA, Efisiensi, Pasokan, Area Transit

Abstract
Kaizen, which means continuous improvement, firstly introduced by Masaaki Imai and carried out in
several Japanese companies. Currently kaizen has been widely adopted by several other companies to
reduce the waste that occurs. This waste can result in unnecessary costs and reduced profitability of a
company. PT. XYZ is a Japanese company that has consistently implemented Kaizen to improve
several production processes. Kaizen is a must in every process line in the company. In the second
quarter of 2019 the company has increased production takt time to 2.0 resulting in an increase in
supply of materials by 11%. However, this was not matched by readiness from the logistics of the
panel instrument material supplier. This resulted in a waste of the process on the panel instrument
supply line to the production process namely the transit area from the supplier to the assembly process
line. It is expected that with the existence of kaizen, waste in the transit area can be eliminated along
with the increase in takt time and the amount of future production. Plan Do Check Action (PDCA)
cycle is a stage used by companies in controlling and managing a standard operational process. .
Improvements are focused on how to make the transit area can be removed. After the kaizen was
conducted, the results of calculations carried out by the Logistics team found savings in logistics
operational costs of around Rp. 160,000,000 per year.
Key words: Kaizen, PDCA, Efficiency, Supply, Transit Area

Page 37
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

1. Pendahuluan

PT. XYZ merupakan salah satu produsen otomotif di Indonesia. Seiring dengan permintaan
pasar yang terus meningkat maka perusahaan harus melakukan inovasi dan perbaikan di
berbagai sektor. Salah satunya adalah dengan menaikkan takt time produksi menjadi 2.0 yang
mulai diimplementasikan sejak kuartal kedua tahun 2019. Peningkatan tersebut berdampak
pada peningkatan pasokan material juga pemningkat 11%. Salah satu bagian tersebut adalah
instrumen panel. Peningkatan tersebut tidak disertai kesiapan dari pihak logistik persiapan
material isntrumen panel sehingga harus menyiapkan area transit terlebih dahulu. Hal ini
berdampak pada terjadinya pemborosan pada logistik persiapan matrerial
Study case Kaizen yang dilakukan oleh Abdulmouti menyimpulkan bahwa dengan
dilakukannya kaizen membantu perusahaan untuk meningkatkan efisiensi mengurangi tenaga
kerja yang dibutuhkan, meningkatkan output tahunan, mengurangi persediaan dengan
penggunaan sistem kanban, dan beberapa penghematan yang tidak harus berinvestansi
dengan biaya besar (Abdulmouti, 2018). Kaizen berhasil meningkatkan kinerja usaha kecil
dan menengah (Bwemelo & Gordian, 2014). Dengan menggunakan metode lean six sigma
dan kaizen, defect ratio pada industri automotive dapat dikurangi (Mahmod et al., 2017).
Penelitian yang dilakukan oleh Kumar mengenai kaizen dengan menggunakan langkah-
langkah PDCA membantu menemukan akar permasalahan mengenai problem kualitas yang
terjadi di salah satu perusahaan manufaktur di India (Kumar, 2019). PDCA dipilih sebagai
panduan dalam melakukan kaizen costing di industri kecil menengah oleh Jayakumar
(Jayakumar, 2015)
Dari uraian fenomena diatas dan beberapa penelitian sebelumnya penulis fokus pada
bagaimana melakukan kaizen di area transit logistik persiapan material agar dapat
dihilangkan prosesnya untuk mengurangi pemborosan dengan menggunakan langkah-
langkah PDCA.

2. Landasan Teori

2.1. Kaizen
Cane (1998) dalam Paramita (2012) menjelaskan dalam bahasa Jepang, kaizen berarti
perbaikan yang berkesinambungan (continuous improvement). Kaizen juga dapat dipahami
sebagai cara sistematis untuk mengurangi biaya, tetapi hal tersebut bukan merupakan tujuan
utamanya. Tentu, hasil dari kegiatan kaizen dapat mengurangi biaya pemborosan, tetapi
kaizen menekankan cara berpikir yang berbeda (Stefanic et al., 2012). Ciri kunci manajemen
kaizen antara lain lebih memperhatikan proses dan bukan hasil, manajemen fungsional silang
dan menggunakan lingkaran kualitas dan peralatan lain untuk mendukung peningkatan yang
terus menerus.
Ardiansyah (2013) menjelaskan kaizen merupakan konsep payung yang mencakup sebagian
besar praktis khas Jepang yang belakangan ini terkenal di seluruh dunia”. Kaizen dapat
dikatakan sebagai suatu konsep yang "memayungi" berbagai praktek "unik", diantaranya
adalah:
- Customer orientation
- Total Quality Control
- Robotics
- Quality Control Circles
- Suggestion Systems
- Automation
- Discipline in the workplace
- Kanban

Page 38
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

- Quality Improvement
- Just In Time
- Zero Defects
Kaizen telah mengakar pada orang Jepang sejak dulu sebagai suatu national way of life, yang
sangat erat kaitannya dengan high quality consciousness orang Jepang (Brunet & New,
2003). Ferdiansyah (2011) menyatakan bahwa tujuan kaizen antara lain yaitu meningkatkan
QCD (Quality, Cost, Delivery) yang dimana sasaran utama dari hal-hal tersebut ialah
meningkatkan kepuasan pelanggan dan meningkatkan kesetiaan konsumen.
Paramitha (2012) menyatakan bahwa kaizen memiliki beberapa konsep yang dapat digunakan
perusahaan dalam melakukan perbaikan, konsep tersebut yaitu: Konsep 3M (Muda, Mura,
dan Muri), Konsep gerakan 5S (Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu dan shitsuke), konsep PDCA
(Plan, Do, Check dan Action).
2.2. Konsep Muda, Mura, Muri
Konsep Muda, Mura dan Muri menurut Kato dan Asrt Smalley (2011) sebagai berikut:
a. Muda adalah segala kegiatan yang bernilai mubasir atau aktivitas pemborosan yang
tidak menambahkan nilai pada produk atau jasa.
b. Mura dapat diartikan sebagai suatu proses yang tidak merata atau tidak teratur dalam
kegiatan proses produksi.
c. Muri dapat diartikan sebagai pembebanan yang berlebihan atau melampaui batas
kemampuan para pekerja dalam melakukan pekerjaannya.
Menurut K. Kobyłecka dalam Jakubiec & Brodnicka (2016) Muda terdiri dari produksi
yang berlebih, waktu tunggu, transportasi, proses, persediaan, gerakan, dan barang cacat.
2.3. Konsep Gerakan 5S (Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, Shitsuke)
Ekoanindiyo (2013) menjelaskan konsep 5S sebagai berikut:
a. Seiri (memisah misahkan). Seiri berarti memisahmisahkan berkas-berkas atau
barangbarang dalam beberapa kategori. Kategori tersebut terdiri dari barang yang
sering kita gunakan sehingga perlu diletakkan di tempat yang lebih dekat dari tempat
kerja kita, barang-barang yang tidak sering kita gunakan sehingga dapat diletakkan
di tempat yang jauh dari tempat kerja kita, dan barang-barang yang tidak pernah
digunakan dapat disingkirkan atau dihapus
b. Seiton (penataan). Dengan seiton ini kita mengatur secara baik, perbekalan kantor,
alat-alat, dokumen, suku cadang, buku dan lainlainnya untuk membuat pencariannya
kembali menjadi efisien dan efektif.
c. Seiso (pembersihan). Membersihkan disini tidak hanya berarti membersihkan gejala
yang kotor saja, tetapi meliputi pula analisis sebab timbulnya gejala kotor.
Pembersihan merupakan salah satu bentuk dari pemeriksaan. Disini diutamakan
pembersihan sebagai pemeriksaan terhadap kebersihan dan menciptakan tempat
kerja yang tidak memiliki cacat dan cela.
d. Seiketsu (pemantapan). Pemantapan berarti terus menerus dan secara berulang-ulang
memelihara pemeliharaan, penataan dan pembersihannya.
e. Shitshuke (disiplin), istilah ini berarti menanamkan (atau membiasakan) melakukan
sesuatu dengan cara yang benar. Dalam hal ini, penekanannya adalah untuk
menciptakan tempat kerja dengan kebiasaan dan perilaku yang baik.
2.4. Konsep PDCA (Plan, Do, Check, Action)
Ferdiansyah (2011) menyatakan bahwa dalam kaizen dikenal dua macam siklus atau
aliran yaitu siklus Plan-Do-Check-Action (PDCA) dan siklus Standardize-Do-Check-
Action (SDCA). Kedua siklus ini merupakan sarana yang menjamin terlaksananya
kesinambungan dari pelaksanaan kaizen, guna mewujudkan kebijakan memelihara dan
memperbaiki atau meningkatkan standar.
2.5. Siklus PDCA (Plan-Do-Check-Action)

Page 39
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Data diolah menggunakan prinsip Kaizen melalui siklus PDCA. Menurut Prošić (2011),
Kaizen merupakan budaya untuk mencapai peningkatan kinerja proses melalui perbaikan
kecil yang dilakukan secara bertahap dan terus menerus. Terdapat 14 langkah yang
ditempuh dalam siklus PDCA untuk mencapai perbaikan terus menerus (Gorenflo &
Moran, 2009):
a. Plan
 Identifikasi dan memprioritaskan permasalahan kualitas.
 Menetapkan pernyataan perbaikan kualitas.
 Mendeskripsikan keadaan proses saat ini.
 Mengumpulkan data terkait kondisi proses saat ini.
 Menetapkan target dari perbaikan yang dilakukan.
 Identifikasi root cause.
 Mengidentifikasikan usulan perbaikan potensial.
 Mengembangkan rencana aktivitas perbaikan.
b. Do
 Implementasi perbaikan.
 Mengumpulkan dan dokumentasi data.
 Mencatat permasalahan, hal-hal yang di luar dugaan, dan pengetahuan yang
didapatkan selama implementasi.
d. Check
 Evaluasi hasil perbaikan
 Mendokumentasikan hasil yang didapat selama perbaikan.
d. Action
Merupakan tahap akhir dari siklus PDCA dengan menarik kesimpulan dan mengambil
alternatif tindak lanjut terkait dengan upaya perbaikan yang dilakukan, meliputi:
 Menetapkan standard sesuai hasil perbaikan,
 Mengulang upaya perbaikan yang telah dilakukan dengan melakukan beberapa
perubahan untuk menyesuaikan keadaan,
Mengulang kembali tahap plan pada siklus PDCA apabila upaya perbaikan yang
dilakukan tidak memberikan hasil yang diharapkan atau tidak terjadi peningkatan pada
proses

3. Metodologi

Pendekatan kualitatif dipakai pada penelitian ini untuk menjelaskan tentang dampak kaizen
terhadap aktifitas operasional logistik dengan studi kasus perusahaan manufaktur adalah PT.
XYZ. Metodologi penelitian kualitatif dipakai pada penelitian ini, dengan menggunakan
teknik analisis mendalam. untuk pengumpulan data dilakukan melalui wawancara terstruktur,
wawancara semi terstruktur dan mendalam serta memfokuskan diskusi kelompok. Teknik
analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yang dikembangkan
oleh Miles dan Huberman yang meliputi (setelah pengumpulan data) reduksi data, pemisahan
data dari tidak fokus, terperinci dan lain-lain sehingga data akan menunjukkan pola.
Selanjutnya dilakukan proses untuk menampilkan data yang menyajikan pemahaman untuk
analisis lanjutan dari suatu informasi atau peristiwa. Proses terakhir merupakan penarikan
kesimpulan dari penelitian berdasarkan pola. Penarikan kesimpulan dilakukan terus menerus
sambil melakukan reduksi data dan tampilan data. (Miles, Huberman, & Saldana, 2014)

Page 40
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Gambar 1 Teknik Pengolahan data

4. Hasil dan Diskusi

Kaizen dilakukan secara bertahap melalui siklus PDCA:

a. Plan
Tahap perencanaan diawali dengan mengidentifikasi permasalahan. merunut pada
gambar 2. Terdapat gap berupa area transit pada kondisi aktual.

Ideal
LINE SIDE
Stock : 8 unit

Main
Supplier Part Line
(Intrument panel) Aktual TRANSIT AREA
LINE SIDE
Stock : 8 unit
Stock : 8 unit

Gambar 2 Gap antara ideal dan aktual

Langkah selanjutnya adalah menetapkan target yang akan dicapai melalui Kaizen yang
akan dilakukan. Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan, ditetapkan target yaitu
menghilangkan area transit part instrumen panel upper & lower
Tahap perencanaan dilanjutkan dengan mencari akar penyebab permasalahan melalui
genba genchi genbutsu. Maka, didapatkan akar permasalahan yaitu prioritas pasokan part
yang terbalik antara upper & lower, dan Offset pasokan yang belum di-setting

b. Do
Upaya perbaikan dilakukan sesuai dengan rencana yang telah dibuat, meliputi:
1. Merubah prioritas pasokan dari sebelumnya menpasokan terlebih dahulu Instrumen
panel upper lalu pasokan instrumen panel lower menjadi mendahulukan pasokan
instrumen panel lower baru setelahnya pasokan instrumen panel upper

Page 41
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

2. Membuat setting offset antara persediaan intrumen panel upper dengan instrumen
panel lower sebesar 2 unit untuk covering waktu yang dibutuhkan untuk pasokan dari
kedua area penyimpanan part tersebut.

c. Check
Setelah dilakukan upaya perbaikan, dilakukan evaluasi dengan pengamatan langsung.
Perbaikan yang telah dilakukan memiliki dampak yang positif terhadap proses pasokan
part instrumen panel upper & lower, dimana area transit dapat dihilangkan. Seperti terlihat
pada gambar 3. Dimana antara ideal dan aktual tidak terdapat gap berupa transit area.

Ideal LINE SIDE


Stock : 8 unit

Main
Supplier Part Line
LINE SIDE
(Intrument panel) Aktual Stock : 8 unit

Gambar 3 Penghilangan area transit


d. Action
Ditetapkan standardisasi terhadap proses perbaikan yang dilakukan sehingga dapat
dilanjutkan secara rutin. Berikut adalah perbaikan yang ditetapkan menjadi standar:
1. Merubah proses pasokan dengan mendahulukan part instrumen panel lower daripada
instrumen panel upper
2. Mengatur offset sebesar 2 unit pada area simpan instrumen panel upper.
Benefit yang didapatkan berupa hilangnya area transit yang setara dengan 160,000,000 per
tahun seperti yang terlihat di tabel 1.
Tabel 1 Rekapitulasi Penurunan biaya operasional
No Penurunan Biaya Operasi Nominal
1 Penghematan (konsumsi) material Rp 40.000.000
2 Penurunan biaya depresiasi/sewa plant/gedung terkait Rp 120.000.000
dengan peningkatan utilisasi
Total Keuntungan Rp 160.000.000

5. Kesimpulan

Dari hasil kaizen dengan menggunakan langkah langkah PDCA dapat disimpulkan bahwa:
1. Dengan merubah prioritas pasokan antara instrumen panel upper dan instrumen panel
lower serta mengatur offset sebanyak 2 unit maka area transit dapat dihilangkan
2. Dengan hilangnya transit area maka perusahaan dapat menghemat biaya operasional pada
area logistik hingga Rp. 160.000.000/Tahun
Penulis menyarankan agar hasil perbaikan tersebut dapat segera dibuatkan Standard
Opertional Procedure (SOP) dan kaizen tetap terus dilakukan untuk mengurangi Muda, Mura
dan Muri yang terjadi tidak hanya di area transit persiapan material dari pemasok ke lini
produksi.

Page 42
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Daftar Pustaka

A. Khan. (2011). KAIZEN: the Japanese strategy for continuous improvement. VSRD
International Journal of Business & Management Research, vol. 1: 177-184
A. N. M. Rose et al.. (2013). Lean Manufacturing Practices Implementation in Malaysian's
SME Automotive Component Industry. Applied Mechanics and Materials, (315): 686-
690
Abdulmouti, H. (2018). Benefits of Kaizen to Business Excellence: Evidence from a Case
Study. Industrial Engineering & Management. 07(02): 1-15
Antonowicz M., (2014). Logistic innovations in transport. LogForum 10 (1): 21-30.
Arief Fatkhurrohman, Subawa. (2016). Penerapan kaizen dalam meningkatkan efisiensi dan
kualitas produk pada bagian Banbury PT Bridgestone Tire Indonesia. Jurnal
Administrasi Kantor 4(1): 14-31.
Bwemelo, & Gordian. (2014). KAIZEN as a Strategy for Improving SSMEs’ Performance:
Assessing its Acceptability and Feasibility in Tanzania. European Journal of Business
and Management Online, 6(35):2222–2839.
Cane, S. (1998). Kaizen Strategies for Winning through People. Batam:Penerbit Interaksara
Darmawan, H., Hasibuan, S., & Hardi Purba, H. (2018). Application of Kaizen Concept with
8 Steps PDCA to Reduce in Line Defect at Pasting Process: A Case Study in Automotive
Battery. International Journal of Advances in Scientific Research and Engineering, 4(8):
97–107.
Ferdiansyah H. (2012). Usulan Rencana Perbaikan Kualitas Produk Penyangga Duduk Jok
Sepeda Motor Dengan Pendekatan Metode Kaizen (5W+1H) Di PT EKA
PRASARANA. Artikel Teknologi Industri Universitas Gunadarma. No. 30402505.
Gorenflo, G. dan Moran, J.W. (2009). The ABCs of PDCA. Minnesota: Accreditation
Coalition.
Jakubiec, M., & Brodnicka, E. (2016). Kaizen concept in the process of a quality
improvement in the company. Przedsiębiorstwo We Współczesnej Gospodarce – Teoria i
Praktyka, 16(1): 89–101
Jayakumar, K. (2015). Kaizen Costing – A Management Technique. International Journal of
Business and Management Invention. 4(9), 1–5
Kherbach, O., & Mocan, M. L. (2016). The Importance of Logistics and Supply Chain
Management in the Enhancement of Romanian SMEs. Procedia - Social and Behavioral
Sciences, (221):405–413
Kumar, R. (2019). Kaizen a tool for continuous quality improvement in Indian manufacturing
organization. International Journal of Mathematical, Engineering and Management
Sciences, 4(2):452–459
Liker, K. J., & Meier, D. (2006). The Toyota Way Fieldbook A Practical Guide for
Implementing Toyota’s 4Ps. Mc Graw-Hill: New York
Mahmod, R., Mashahadi, F., & Amirah, N. (2017). The influence of lean six sigma and
Kaizen to reduce defect products in automotive industry. Journal of Emerging
Economies & Islamic Research, 5(4), 81–90.
Ngadono Teguh Sri. (2018). Penerapan Kaizen Pada Line Trimming Untuk Meningkatkan
Jumlah Produksi Kaca Pengaman. Operations Excellence, 10(2): 197-208
Paramita PD. (2012). Penerapan Kaizen Dalam Perusahaan. Jurnal Manajemen, : 1-11.
Patel, P. M., & Deshpande, V. A. (2017). Application Of Plan-Do-Check-Act Cycle For
Quality And Productivity Improvement - A Review. International Journal for Research
in Applied Science & Engineering Technology (IJRASET), 5(I): 197–201.
Prosic, S. (2011). Kaizen Management Philosophy. Dalam International Symposium
Engineering Management And Competitiveness: 173-178

Page 43
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Shimokawa, K. and T. Fujimoto. (2010). The Birth of Lean. New York: Lean Enterprise
Institute, Inc.
Smalley A, Isao K. (2011). Toyota Kaizen Methods. Jakarta: Gradien Mediatama.
Stefanic, N., Tosanovic, N., & Hegedic, M. (2012). Kaizen workshop as an important
element of continuous improvement process. International Journal of Industrial
Engineering and Management. 3(2): 93–98.
Sundana, S. dan Hartono. (2014). Penerapan Konsep Kaizen Dalam Upaya Menurunkan
Cacat Appearance Unit Xenia-Avanza Proses Painting Di PT. Astra Daihatsu Motor.
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi. Jakarta: Fakultas Teknik, Universitas
Muhammadiyah Jakarta.

Page 44
2ndMercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Manajemen Kinerja Dengan Balanced Scorecard


Pada Perusahaan Manufaktur Mold & Dies
Fuad Fatahillah1, Saryanto2, Moh. Nasir3, Dana Santoso4
1,2,3
Mahasiswa Program Studi Magister Teknik Industri, Universitas Mercu Buana
4
Program Studi Magister Teknik Industri, Universitas Mercu Buana

Corresponding author: fuad.fatahillah@gmail.com

ABSTRAK
Data proyeksi Indonesian Mold & Dies Industry Association (IMDIA) terjadi peningkatan permintaan 3%
pertahun hingga diperkirakan tahun 2020 naik menjadi 22% atau 144 Ton. PT UAS merupakan perusahaan
bergerak pada industri pembuatan mold base berkapasitas total produksi tahun 2018 adalah 624,4 Ton (49,4%
pasar) perlu membuat perencanaan strategi perusahaan dengan metode Balanced Scorecard dalam menyikapi
peluang bisnis tersebut. Tujuan penelitian adalah menganalisa proses perencanaan strategis dan pengaruh
objektif yang dipilih dalam roadmap strategi perusahaan. Metode penelitian yang dilakukan adalah
menggunakan kualitatif deskriptif dengan teknik pengumpulan data melalui interview terjadwal tidak terstruktur,
observasi sebagai participant observer, literatur tentang konsep dan metode perencanaan strategis perusahaan,
serta melakukan pengumpulan data finansial maupun non finansial. Kesimpulan penelitian adalah pemilihan
objektif yang tepat merupakan faktor penting pencapaian setiap satuan target pada Key Performance Indicator
(KPI) berdampak sebab akibat positif terhadap objektif-objektif pada masing-masing perspektif. Hal penting
lainnya yaitu dukungan komitmen manajemen puncak, kerjasama dan kesamaan cara pandang dari segenap
elemen organisasi dalam iklim kerja yang produktif dan kondusif sehingga organisasi dapat bertahan,
bertumbuh, berkembang dan berinovasi menghadapi tantangan dan persaingan dunia industri saat ini dan masa
datang.

Kata kunci: Manajemen Strategik, Balanced Scorecard, Objektif, Roadmap, Key Performance Indicator.

ABSTRACT
Indonesian Mold & Dies Industry Association (IMDIA) projection data shows an increase in demand 3% per
year until it is estimated that in 2020 it will increase to 22% or 144 tons. PT UAS is a company engaged in the
mold base manufacturing industry with a total production capacity in 2018 is 624.4 tons (49.4% market) needs to
make a corporate strategy planning using the Balanced Scorecard method in addressing these business
opportunities. The research objective is to analyze the strategic planning process and the objective influences
selected in the company's strategic roadmap. The research method used is to use descriptive qualitative data
collection techniques through unstructured scheduled interviews, observation as a participant-observer, literature
on concepts and methods of corporate strategic planning, and to collect financial and non-financial data. The
conclusion of the research is that choosing the right objective is an important factor in achieving each target unit
in the Key Performance Indicator (KPI) having a positive causal effect on the objectives in each perspective.
Another important thing is the support of top management commitment, cooperation and the same perspective
from all elements of the organization in a productive and conducive working climate so that the organization can
survive, grow, develop and innovate to face challenges and competition in the industrial world today and in the
future.

Keywords: Strategic Management, Balanced Scorecard, Roadmap, Objective, Key Performance Indicator.

Page 45
2ndMercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

1. Pendahuluan
Perkembangan informasi dan globalisasi menghadapkan perusahaan/organisasi pada
kenyataan persaingan ketat dalam industri mereka secara terbuka dan transparan berdasarkan harga
kompetitif produk dan layanannya. Potensi pasar yang sangat besar di masa depan juga perlu direspon
secara positif terhadap dunia bisnis dengan meningkatkan produktivitas hingga dapat memasok produk
dan layanan sesuai dengan kebutuhan pasar. Dalam upaya perusahaan tetap dinamis sehingga mampu
bertahan dan bertumbuh, diperlukan strategi perencanaan yang tepat sebagai panduan bagi manajemen
dalam menjalankan perusahaan.
Hal ini diperkuat oleh realisasi dan proyeksi data permintaan di industri mold dan dies di
Indonesia dari 2006 hingga 2020 yang dikeluarkan oleh Asosiasi Industri Mold & Dies Indonesia
(IMDIA) yang berlokasi di Jakarta Timur, pada 2016 sebagai berikut:

Grafik: Realisasi dan Proyeksi Permintaan Mould & Dies Indonesia Tahun 2006 s/d 2020 (Ton) (IMDIA, 2016)

PT UAS adalah perusahaan manufaktur yang didirikan pada tahun 2006 dan berlokasi di
Bekasi, Jawa Barat dengan kegiatan bisnis di industri manufaktur moldbase. Data produksi 2018
adalah:

Page 46
2ndMercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Grafik: Data Produksi & Penjualan Moldbase PT UAS Tahun 2013 hingga 2018 (UAS, 2018)
Beberapa hal tersebut menjadi dasar kebutuhan PT UAS untuk memiliki dan mengembangkan
rencana strategis perusahaan dalam upaya menangkap potensi dan peluang pasar serta memenangkan
persaingan sehingga perusahaan bertumbuh dan berkembang.
Penelitian ini menganalisis proses perencanaan strategis perusahaan dan pengaruh tujuan yang
dipilih dalam roadmap strategi perusahaan di PT UAS. Penelitian tidak membahas dan memeriksa
proses penciptaan Visi dan Misi perusahaan serta penentuan dan pemilihan indikator kinerja utama
serta pencapaian target perusahaan.

2. Landasan Teori
2.1.Perencanaan Strategik
Perencanaan adalah pengambilan keputusan untuk masa depan dengan penentuan prioritas
yang akan dilaksanakan secara berkesinambungan menyesuaikan dengan perubahan atau
perkembangan di lingkungan/bisnis sekitar organisasi (Gaol, 2014); (Stoner, 1996). Strategi adalah
sekumpulan komitmen menjadi keputusan manajemen yang diambil dalam menghadapi persaingan
yang mempengaruhi masa depan perusahaan dengan memanfaatkan sumber daya yang ada demi
pencapaian tujuan perusahaan (David & David, 2013); (Assauri, 2016); (Rumelt, 2016). Perencanaan
strategis merupakan proses organisasi/perusahaan dalam menentukan sasaran dan membuat strategi
untuk mencapai tujuannya (Brian Aprinto, 2013); (Wibowo, 2016); (David & David, 2013).

2.2.Balanced Scorecard
Balanced Scorecard merupakan contemporary management tools dan alat komunikasi yang
digunakan untuk mendongkrak kemampuan organisasi dalam melipatgandakan kinerja keuangan
(Brown, 2017). Balanced Scorecard merupakan metode holistik yang efektif digunakan
menerjemahkan strategi ke dalam serangkaian tujuan, dan tingkat tujuan diukur dengan menggunakan
seperangkat kinerja (Niță & Goga, 2018); (Dhamayantie, 2018); (Wu, Li, Xu, Wu, & Zhang, 2019).
Organisasi merupakan institusi pencipta laba/kekayaan, Balanced Scorecard digunakan
mengelola peningkatan kemampuan organisasi dalam menciptakan kekayaan/laba. Balanced scorecard
terdiri dari kata: (1) Kartu Skor (Scorecard) dan (2) berimbang (Balanced). Kartu skor digunakan
untuk mencatat skor hasil kinerja, berimbang menunjukkan bahwa kinerja diukur dari aspek keuangan
dan non keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, intern dan ekstern (Mulyadi, 2001).

Gambar: Tolok Tolok Ukur Balanced Scorecard (Robert S. Kaplan, 1996)

Peta strategis terdiri dari lima komponen dasar, pada umumnya: Perspektif Keuangan,
Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan, Perspektif Proses Internal, Perspektif

Page 47
2ndMercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Stakeholder/Customer, di samping Visi, Misi, dan Dorongan Strategis; menyediakan kerangka kerja
visual yang menggambarkan pola sebab dan akibat menghubungkan hasil yang diinginkan dengan
pendorong utama untuk mencapainya (Al-Hosaini, Fahmi Fadhl , & Sofian, 2015); (Foster, Ferguson-
Boucher, & Broady-Preston, 2010); (Dhamayantie, 2018); (Reda, 2017).
2.2.1. Perspektif Finansial
Perspektif keuangan membahas masalah bagaimana organisasi memandang pemegang saham
mereka (Robert S. Kaplan, 1996); (Machado, 2013); (Reda, 2017).
2.2.2. Perspektif Pelanggan
Perspektif pelanggan berisi masalah tentang bagaimana organisasi merespons dan memuaskan
kebutuhan pelanggan mereka (Robert S. Kaplan, 1996); (Abdi & Awartani, 2011); (Reda, 2017).
2.2.3. Perspektif Proses Bisnis Internal
Proses bisnis internal berisi proses yang harus dikuasai organisasi (Robert S. Kaplan, 1996);
(Lin, 2013); (Reda, 2017).
2.2.4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan membahas bagaimana organisasi meningkatkan dan
menciptakan nilai secara terus menerus (Robert S. Kaplan, 1996); (Chopra & Gupta, 2019); (Reda,
2017).
BSC menyeimbangkan empat perspektif kinerja: keuangan, pelanggan, proses, dan
pembelajaran dan pertumbuhan, memungkinkan organisasi mudah memahami hubungan sebab-akibat
antara tindakan dan hasil, sehingga memfasilitasi penyelarasan langsung antara strategi organisasi dan
pendorong bisnis utama (Brown, 2012). Kartu penilaian berfungsi menetapkan sejumlah tujuan dan
tindakan sehingga tujuan keuangan untuk bertahan hidup diukur dengan arus kas, sedangkan tujuan
pelanggan terkait dengan pengembangan layanan baru diukur dengan persentase pengambilan layanan
tersebut (Foster et al., 2010).

2.3.Penentuan Indikator Pengukuran Keberhasilan Kinerja (Key Performance Indicator) dan


Target
Key Performance Indicator (KPI) atau Measure adalah indicator/ukuran yang digunakan untuk
mengukur tingkat pencapaian kinerja terhadap sasaran strategi yang telah ditentukan (Luis, Suwardi,
2007) dan sebagai penanda kesehatan perusahaan secara real-time (Harvey & Sotardi, 2018).
Hubungan pengukuran kinerja organisasi dalam empat perspektif utama pada BSC didasarkan
pada indikator lagging dan leading berisi tindakan untuk mencapai target yang telah ditentukan
(Dhamayantie, 2018). Dua ukuran sasaran strategic untuk mewujudkan visi dan tujuan organisasi
melalui strategi yang dipilih, yaitu (Mulyadi, 2001); (Khakbaz & Hajiheydari, 2015):
1. Ukuran hasil (outcome measure) atau dikenal juga dengan Lag Indicator.
2. Ukuran pemacu kinerja (performance driver measure) atau dikenal dengan Lead Indicator.
Penentuan target dilakukan pada saat penyusunan rencana strategic tetapi bersifat sementara
dan dapat direvisi setelah manajemen menjabarkan program dan memperhitungkan alokasi sumber
daya untuk mewujudkan inisiatif strategik.
Proses penyelarasan strategis dimulai ketika manajemen mengkomunikasikan peta strategi dan
kartu skor tingkat grup perusahaan. Informasi itu digunakan oleh unit dan manajer untuk
mengembangkan tujuan, tindakan, dan target strategis mereka, yang sejalan dengan scorecard grup
perusahaan (Ayoup, Omar, & Rahman, 2016). Strategi membentuk identitas perusahaan, dimana
identitas perusahaan dipengaruhi oleh tindakan dan perilaku perusahaan sehingga perlu menyelaraskan
strategi dengan identitasnya (Abdi & Awartani, 2011); (Quesado, Guzman, & Rodrigues, 2014).

3. Metodologi

Page 48
2ndMercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Penelitian yang dilakukan menggunakan pendekatan pendekatan kualitatif (grounded theory)


yang menghasilkan data deskriptif. Data dikumpulkan berupa data primer melalui obeservasi, interview
(in depth interview), dan Forum Group Discussion (FGD). Sedangkan data sekunder didapat dari
laporan/dokumen yang dikeluarkan perusahaan, Indonesian Mold & Dies Industry Association
(IMDIA) dan studi kepustakaan. Pengambilan sampel dengan Snowball Sampling, kemudian analisis
data dan pengambilan kesimpulan menggunakan reduksi data serta data display.

Gambar 3: Metodologi “Input-Process-Output-Feedback”

4. Hasil dan Diskusi


4.1.Penetapan Strategi dan Peta Strategi Korporat (Roadmap) Dengan Balanced Scorecard
Hasil analisa dan kajian pada tahapan perencanaan strategi korporat PT UAS menggunakan
Balanced Scorecard dengan pendekatan 4 perspektif sebagai berikut:

Gambar 4.1: Peta Strategi/Roadmap PT UAS (UAS, 2018)

4.2.Analisa Hubungan Sebab Akibat Objektif Pada Peta Strategi


BSC menggunakan ukuran finansial untuk menentukan kinerja organisasi berdasarkan dimensi
dan indikator penting termasuk hubungan pelanggan, kompetensi inti, dan kemampuan organisasi.
Pengukuran BSC didasarkan potensi pengembangan, pencapaian dan hubungan sebab dan akibat,
menghubungkan proses yang saling tergantung, elemen-elemen dari aspek non-finansial (pelanggan

Page 49
2ndMercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

saat ini, proses internal, karyawan, dan kinerja sistem) untuk kesuksesan finansial jangka Panjang (Al-
Hosaini, Fahmi Fadhl , & Sofian, 2015); (Dobrovic, Lambovska, Gallo, & Timkova, 2018);
(Anjomshoae, Hassan, Kunz, Wong, & de Leeuw, 2017).
Setiap objektif pada peta strategi/roadmap diasumsikan memiliki hubungan sebab akibat,
yaitu:
Objektif “Increase revenue from sales”

Gambar 4: Peta Strategi/Roadmap objective “Increase revenue from sales” (UAS, 2018)

Analisa hubungan sebab akibat tujuan/obyektif “Increase revenue from sales”, yaitu:
 Revenue penjualan/sales positif bila Sales & Services tercapai kenaikan 40%
 Revenue penjualan/sales positif bila “Marketing Program & Intelegent” dilakukan (100%)
 Revenue penjualan/sales positif bila “Expand market outside Jabodetabek & Japanese Company”
bertambah 20 perusahaan/tahun.
 Sasaran strategis pada Penjualan (Sales) dan Pemasaran (Marketing) didukung positif “Increase
production”, “Develop Maintenance Management Plan” dan “Increase utilization machinery”
 Sasaran strategis pada Proses Bisnis Internal didukung positif melalui implementasi “Training,
couching & counseling leaders about leadership & people management”, “Develop performance
appraisal” serta “Develop gathering/motivation program”
Objektif “Increase revenue from sales” berhubungan sebab akibat positif dari objectif
lainnya.

Objektif “Menaikkan collectabilitas piutang”

Page 50
2ndMercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Gambar: Peta Strategi/Roadmap objective “Menaikkan collectabilitas piutang” (UAS, 2018)

Analisa hubungan sebab akibat tujuan/obyektif “Menaikkan collectabilitas piutang”, yaitu:


 Revenue penagihan piutang positif bila tidak ada komplain konsumen (Zero Complaint).
 Revenue penagihan piutang positif bila “Marketing Program & Intelegent” dilaksanakan (100%).
 Revenue penagihan piutang positif bila “Update government policy” diimplementasikan (100%).
 Sasaran strategis pada Penjualan (Sales) dengan menghilangkan komplain (Zero Complaint)
didukung positif “Regenerasi Mesin > 20 tahun”.
 Sasaran strategis Proses Bisnis Internal didukung positif “Improve in custom moulding technology
& engineering” dan “Training, couching & counseling leaders about leadership & people
management”.
Objektif “Menaikkan collectabilitas piutang” berhubungan sebab akibat positif dari objektif
lainnya.

Objektif “Budget Effectivity”

Gambar: Peta Strategi/Roadmap objective “Budget Effectivity” (UAS, 2018)

Page 51
2ndMercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0
Analisa hubungan sebab akibat tujuan/obyektif “Budget Effectivity”, yaitu:
 Peningkatan margin keuntungan akibat positif dari “Marketing Program & Intelegent” (100%).
 Peningkatan margin keuntungan akibat positif dari Sales & Services naik 40% sesuai anggaran.
 Peningkatan margin keuntungan akibat positif implementasi “Update government policy” (100%).
 Sasaran strategis pada Penjualan (Sales) dan Pemasaran (Marketing) didukung positif “Increase
production” dari “Develop Maintenance Management Plan” dan “Increase utilization machinery”.
 Sasaran strategis pada perspektif Proses Bisnis Internal didukung positif implementasi “Training,
couching & counseling leaders about leadership & people management” dan “Develop
performance appraisal” serta “Develop gathering/motivation program”
Objektif “Budget Effectivity” berhubungan sebab akibat positif dari objektif lainnya.

4.3.Penentuan Indikator Kunci Kinerja (Key Performance Indicator) dan Target


Selanjut adalah tahap penentuan indikator kunci kinerja pada perspektif dan target:

Tabel: KPI perspektif Financial, Customer, Internal Process & Learning & Growth (UAS, 2018)

Organisasi dalam merancang pengukuran kinerja dapat menggunakan tolok ukur organisasi
bisnis di industri yang sama (Dhamayantie, 2018). Aspek penting lainnya adalah penciptaan
manajemen strategis, yang mengintegrasikan dan mengoordinasikan kegiatan semua departemen untuk
mematuhi kebijakan dan operasi (Boiko, 2013). BSC dirancang untuk implementasi strategi, sehingga
ketika datanya digunakan secara interaktif, model BSC hanya dapat memberikan saran penyesuaian
strategi dan tidak mempertanyakan dasar perencanaan strategis seperti yang dapat dilakukan sistem
kontrol strategis (Aureli, Cardoni, Del Baldo, & Lombardi, 2018).

5. Kesimpulan
Faktor-faktor penting yang mempengaruhi pencapaian objektif dalam pelaksanaan
perencanaan strategi perusahaan, yaitu:
• Pemilihan objektif yang tepat berdasarkan hasil evaluasi internal dan eksternal memberikan dampak
sebab akibat positif terhadap objektif-objektif terkait lainnya.
• Setiap pencapaian satuan target pada Key Performance Indicator (KPI) objektif perspektif
Pembelajaran dan Pertumbuhan memberikan dampak sebab akibat positif pada perspektif Proses
Bisnis Internal, Konsumen dan pada akhirnya perspektif Keuangan.

Page 52
2ndMercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0
• Komitmen manajemen puncak penting dalam mengoptimalkan segenap sumber daya, kesatuan cara
berpikir dan bersinergi para pimpinan organisasi dalam upaya menciptakan sistim manajemen yang
efektif dan efisien untuk mencapai target/hasil yang optimal.
• Kerjasama dan kesamaan cara pandang segenap elemen organisasi dalam iklim kerja produktif dan
kondusif sehingga organisasi dapat bertahan, bertumbuh, berkembang dan berinovasi menghadapi
tantangan dan persaingan dunia industri saat ini dan masa datang

DAFTAR PUSTAKA
Abdi, M. R., & Awartani, A. (2011). Business strategy and corporate identity using balanced scorecards. Journal
of Current Issues in Finance, Business and Economics, 6(2/3), 213–235.
Al-Hosaini, Fahmi Fadhl , & Sofian, S. (2015). A Review of Balanced Scorecard Framework in Higher
Education Institution (HEIs). International Review of Management and Marketing, 5(1), 26–35.
Anjomshoae, A., Hassan, A., Kunz, N., Wong, K. Y., & de Leeuw, S. (2017). Toward a dynamic balanced
scorecard model for humanitarian relief organizations’ performance management. Journal of Humanitarian
Logistics and Supply Chain Management, 7(2), 194–218.
Assauri, S. (2016). Strategic Management: Sustainable Competitive Advantages. Jakarta: Rajawali Pers.
Aureli, S., Cardoni, A., Del Baldo, M., & Lombardi, R. (2018). The balanced scorecard logic in the management
control and reporting of small business company networks: A case study. Journal of Accounting and
Management Information Systems, 12(2), 191–215.
Ayoup, H., Omar, N., & Rahman, I. K. A. (2016). Balanced scorecard and strategic alignment: A Malaysian
case. International Journal of Economics and Financial Issues, 6(4), 85–95.
Boiko, I. (2013). Instruments of implementing the enterprises’ strategy. Economics and Sociology, 6(2), 73–81.
Brian Aprinto, F. A. J. (2013). Pedoman lengkap profesional SDM Indonesia. Jakarta: PPM Manajemen.
Brown, C. (2012). Application of the Balanced Scorecard in Higher Education. Planning for Higher Education,
40(4), 40–50.
Brown, C. (2017). Balanced Scorecard Implementation in a School of Nursing: A Case Study Analysis. Planning
for Higher Education, 45(4), 1.
Chopra, M., & Gupta, V. (2019). Linking knowledge management practices to organizational performance using
the balanced scorecard approach. Kybernetes, (2014).
David, F. R., & David, F. R. (2013). Strategic Management Concepts and Cases : A Competitive Advantage
Approach. In Pearson.
Dhamayantie, E. (2018). Designing a Balanced Scorecard for Cooperatives. International Journal of
Organizational Innovation, 11(2), 220–227.
Dobrovic, J., Lambovska, M., Gallo, P., & Timkova, V. (2018). Non-Financial Indicators and Their Importance
I. Journal of Competitiveness, 10(2), 41–55.
Foster, A., Ferguson-Boucher, K., & Broady-Preston, J. (2010). Unifying information behaviour and process: A
balanced palette and the balanced scorecard. Performance Measurement and Metrics, 11(3), 280–288.
Gaol, C. J. L. (2014). A to Z Human Capital (Manajemen Sumber Daya Manusia) Konsep, Teori, dan
Pengembangan dalam Konteks Organisasi Publik dan Bisnis. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana.
Harvey, H. B., & Sotardi, S. T. (2018). Key Performance Indicators and the Balanced Scorecard. Journal of the
American College of Radiology, 15(7), 1000–1001.
IMDIA. (2016). Realisasi & Proyeksi Fabrikasi Mold & Dies Indonesia Periode Tahun 2006 s/d 2020. Jakarta:
IMDIA.
Khakbaz, S. B., & Hajiheydari, N. (2015). Proposing a basic methodology for developing balanced scorecard by
system dynamics approach. Kybernetes, 44(6–7), 1049–1066.
Lin, W.-C. (2013). Balanced Scorecard and IPA Enables Public Service in Township Management: Local
Government Performance. Lex Localis - Journal of Local Self-Government, 11(1), 21–32.
Luis, Suwardi, & P. A. B. (2007). Step by Step in Cascading Balanced Scorecard to Functional Scorecards.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Machado, M. J. C. V. (2013). Balanced Scorecard: an empirical study of small and medium size enterprises.
Review of Business Management, 15(46), 129–148.
Mulyadi. (2001). Balanced Scorecard: Alat Manajemen Kontemporer untuk Pelipatganda Kinerja Keuangan

Page 53
2ndMercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0
Perusahaan. Jakarta: Salemba Empat.
Niță, A. M., & Goga, C. I. (2018). Strategic Management in the Local Public Administration Institutions . Case
study : Application of the Balanced Scorecard instrument in the Zalău City Hall. (59), 69–81.
Quesado, P. R., Guzman, B. A., & Rodrigues, L. L. (2014). Factores determinantes de la implementación del
cuadro de mando integral en portugal: Evidencia empírica en organizaciones públicas y privadas. Revista
Brasileira de Gestao de Negocios, 16(51), 199–222.
Reda, N. W. (2017). Balanced scorecard in higher education institutions: Congruence and roles to quality
assurance practices. Quality Assurance in Education, 25(4), 489–499.
Robert S. Kaplan, & D. P. N. (1996). The Balanced Scorecard: Translating Strategy into Action. Boston, USA:
Harvard Business School Press.
Rumelt, R. P. (2016). Good Strategy Bad Strategy: Strategi Baik dan Buruk dalam Bisnis. Jakarta: Kepustakaan
Populer Gramedia.
Stoner, J. A. F. (1996). Manajemen Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
UAS, P. (2018). Dokumen Perusahaan. Jakarta: PT UAS.
Wibowo. (2016). Manajemen Kinerja. Jakarta: Rajawali Pers.
Wu, X., Li, S., Xu, N., Wu, D., & Zhang, X. (2019). Establishing a balanced scorecard measurement system for
integrated care organizations in China. International Journal of Health Planning and Management, 34(2),
672–692.

Page 54
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

IMPLEMENTASI QFD (QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT)


UNTUK SERTIFIKASI PADA LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA
KONSTRUKSI
QFD IMPLEMENTATION (QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT) FOR CERTIFICATION OF
CONSTRUCTION SERVICE DEVELOPMENT INSTITUTIONS

Tubagus Dian Hardiansyah1, Syamsul Hadi2, Arief Bagus Arjuna3, Sawarni Hasibuan4

Email : tb.dian81@gmail.com1, syamsulalya6@gmail.com2, arief.arjuna69@gmail.com.3,


sawarni02@yahoo.com 4

1,2,3
Program S2 Magister Teknik Industi, Fakultas Teknik, Universitas MercuBuana, Jakarta
4
Dosen, Universitas MercuBuana, Jakarta

Abstrak
Penelitian ini memiliki tujuan utama adalah membuat desain system pelayanan dan produk sertifikasi
Sertifikat badan Usaha (SBU) yang tepat sesuai dengan kebutuhan pelanggan yaitu badan Usaha Jasa
Konstuksi dengan penerapan Quality Function Deployment (QFD) di Lembaga Pengembangan Jasa
Konstruksi (LPJK). Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan peringkat kepuasan pelaku badan
usaha dengan pendapat dan usulan pelaku badan usaha jasa konstruksi. Berdasarkan perhitungan
dengan menggunakan metode QFD, hal ini menunjukkan bahwa faktor pertama server data internet
harus tinggi 29%, faktor kedua adalah SOP sertifikasi dibuat fleksibel 17%, dan kemudian faktor
ketiga adalah komputer atau laftop harus dengan kualitas/spek tinggi 16%. Oleh karena itu, para
peneliti dapat merekomendasikan beberapa strategi untuk peningkatan kualitas berdasarkan keinginan
pelanggan badan usaha jasa konstruksi untuk sertifikasi di LPJK.

Kata kunci : Konstruksi, LPJK, QFD, SBU

Abstract
This study has the main objective is to design a service system and certification products Business
Entity Certificates (SBU) that are appropriate to customer needs, namely the Construction Services
Business entity with the application of Quality Function Deployment (QFD) in Construction Services
Development Institutions (LPJK). This research was carried out by using satisfaction ratings of
business entity actors with the opinions and proposals of the construction service business actors.
Based on calculations using the QFD method, the first factor this indicates that the internet data server
must be 29% high, the second factor is the certification SOP made 17% flexible, then the third factor
is computers or laptops with high quality / specs of 16%. Therefore, researchers can recommend
several strategies for quality improvement based on the wishes of customers of construction service
companies for certification at LPJK.

Key words: Construction, LPJK, QFD, SBU

Page 55
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

I. PENDAHULUAN
Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) adalah lembaga independen dan mandiri sesuai
amanat Undang-undang nomor 18 tahun 1999 dan turunannya Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun
2000 tentang usaha dan peran masyarakat jasa konstruksi. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
nomor 29 tahun 2000 tentang penyelenggaraan jasa konstruksi. Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia nomor 30 tahun 2000 tentang penyelenggaraan pembinaan jasa konstruksi, Peraturan
Pemerintah nomor 4 tahun 2010 tentang perubahan atas peraturan pemerintah nomor 28 tahun 2000
tentang usaha dan peran masyarakat jasa konstruksi, Peraturan Pemerintah Republik.Indonesia nomor
59 tahun 2010 tentang perubahan atas peraturan pemerintah nomor 29 tahun 2000 tentang
penyelenggaraan jasa konstruksi, Peraturan Pemerintah nomor 92 tahun 2010 tentang perubahan
kedua atas peraturan pemerintah nomor 28 tahun 2000 tentang usaha dan peran masyarakat jasa
konstruksi, serta perubahan terakhir Undang-undang nomor 2 tahun 2017 tentang jasa konstruksi.
Didalman LPJK memiliki dua produk sertifikasi yaitu Sertifikat Badan Usaha (SBU), Sertifat
Keahlian (SKA) dan sertifikat Keterampilan (SKT).

Pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian kegiatan yang meliputi pembangunan,
pengopererasian, pemeliharaan, pembongkaran, dan pembangunan- kembali suatu bangunan. Usaha
penyediaan bangunan adalah pengembangan jenis usaha jasa konstruksi yang dibiayai sendiri oleh
pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Badan Usaha, atau masyarakat, dan dapat melalui pola kerja
sama untuk mewujudkan, memiliki, menguasai, mengusahakan, dan/atau meningkatkan kemanfaatan
bangunan. melalui uji kompetensi sesuai dengan standar kompetensi kerja nasional indonesia, standar
internasional, dan/atau standar khusus. sertifikat kompetensi kerja adalah tanda bukti pengakuan
kompetensi tenaga kerja konstruksi. tanda daftar usaha perseorangan adalah izin yang diberikan
kepada usaha orang perseorangan untuk menyelenggarakan kegiatan jasa konstruksi. izin usaha jasa
konstruksi yang selanjutnya disebut lzin usaha adalah izin yang diberikan kepada badan usaha untuk
menyelenggarakan kegiatan jasa konstruksi.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Quality Function Deployment


QFD ini di temukan oleh Yoji Akao pada tahun 1966. QFD merupakan suatu metode yang
dikembangkan untuk menghubungkan perusahaan atau lembaga dengan konsumen. Melalui QFD,
setiap keputusan dibuat untuk memenuhi kebutuhan yang diekspresikan oleh pelanggan. Pendekatan
ini menggunakan sejenis diagram matriks untuk mempresentasikan data dan informasi (Sobhanallahi,
M. A., Nobari, N. Z., Hamid, S., & Pasandideh, R. 2019) (Evans et al, 2007).
Penggunaan QFD berfokus pada penyebab-penyebab utama kepuasan serta ketidakpuasan pelanggan,
sehingga menjadikannya alat yang berguna untuk analisis kompetitif kualitas produk oleh manajemen.

2.1.1 Pengertian Quality Function Deployment


(Ariani, 2002). (Subagyo dalam Marimin 2004), QFD adalah suatu cara untuk meningkatkan kualitas
barang atau jasa dengan memahami kebutuhan konsumen, lalu menghubungkannya dengan ketentuan
teknis untuk menghasilkan barang atau jasa ditiap tahap pembuatan barang atau jasa yang dihasilkan.
QFD digunakan untuk memperbaiki pemahaman tentang pelanggan dan untuk mengembangkan
produk, jasa serta proses dengan cara yang lebih berorientasi kepada pelanggan (Venkata, K., Koneru,
S., Sai, Y., & Suresh, C. 2016)

2.1.2 Manfaat Quality Function Deployment


Ada 3 manfaat utama yang diperoleh perusahaan bila menggunakan metode QFD, yaitu:
1. Mengurangi Biaya: Hal ini dapat terjadi karena produk yang dihasilkan benar-benar sesuai dengan
kebutuhan konsumen dan harapan konsumen sehingga tidak ada pengulangan pekerjaan dan

Page 56
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

pembuangan bahan baku yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan oleh
konsumen. Pengurangan biaya dapat dicapai dengan pengurangan biaya pembelian bahan baku,
biaya overhead atau pengurangan upah dan penyederhanaan proses produksi.
2. Meningkatkan Pendapatan: Dengan pengurangan biaya, untuk hasil yang kita terima akan lebih
meningkat. Dengan QFD produk atau jasa yang dihasilkan akan lebih dapat memenuhi kebutuhan
dan harapan pelanggan.
3. Mengurangi Waktu Produksi: QFD akan membuat tim pengembangan produk atau jasa untuk
memfokuskan pada program pengembangan kebutuhan dan harapan konsumen (Ariani, 2002).

2.1.3 Tahap-tahap Implementasi Quality Function Deployment


Menurut Subagyo dalam Marimin (2004), tahapan QFD adalah:
1. Mengidentifikasikan kemauan pelanggan. Dalam hal ini, pelanggan atau konsumen ditanya
mengenai sifat yang diinginkan dari suatu produk.
2. Mempelajari ketentuan teknis dalam menghasilkan barang atau jasa. Hal ini didasarkan data yang
tersedia. Aktivitas dan sarana yang digunakan dalam menghasilkan barang atau jasa, dalam rangka
menentukan mutu pemenuhan kebutuhan pelanggan.
3. Hubungan antara keinginan pelanggan dengan ketentuan teknis. Hubungan ini dapat berpengaruh
kuat, sedang atau lemah. Setiap aspek dari konsumen diberi bobot, untuk membedakan
pengaruhnya terhadap mutu produk.
4. Perbandingan kinerja pelayanan. Tahap ini membandingkan kinerja perusahaan dengan pesaing.
5. Evaluasi pelanggan untuk membandingkan pendapat pelanggan tentang mutu produk yang
dihasilkan oleh perusahaan dengan produk pesaing. Menggunakan Skala Likert dengan pendekatan
distribusi Z, kemudian dibuat rasio antara target dengan mutu setiap kategori.
6. Trade off untuk memberikan penilaian pengaruh antar aktivitas atau sarana yang satu dengan
lainnya.

2.1.4 Matrix House of Quality


Matrix House of Quality (HoQ) atau rumah mutu adalah bentuk yang paling dikenal dari representasi
QFD. Matriks ini terdiri dari dua bagian utama, yaitu bagian horizontal dari matriks berisi informasi
yang berhubungan dengan konsumen dan disebut dengan customer table, bagian vertikal dan matriks
berisi informasi teknis sebagai respon bagi input konsumen dan disebut dengan technical table. Dua
aspek utama matriks rumah kualitas dapat dilihat pada gambar 2.1. (Gaspersz dalam Marimin, 2004),
(Nahm, Y., Ishikawa, H., & Inoue, M. 2013).

Correlation Matrix

HOW
W Customer
H Competitive
Relatio Matrix
A Assessement
T

Benchmark
Service Repair / Cost Data
Legal / Safety Control Item
Technical Importance Rating

Page 57
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Gambar 2.1 Gambar Dua aspek utama matriks rumah kualitas.

Adapun langkah yang harus dilakukan dalam mengaplikasikan QFD adalah:


1. Mendengarkan suara konsumen (atribut) untuk menentukan harapan pelanggan. Caranya:
a. Penentuan konsumen ahli dengan judgment sampling
b. Wawancara dengan konsumen ahli Hasil wawancara adalah atribut kualitas.
2. Membuat karakteristik proses yang ada dalam perusahaan.
3. Menentukan hubungan karakteristik antara atribut dengan karakteristik proses dengan nilai yang
sudah ditetapkan.

4. Menentukan kepuasan konsumen dan juga perbandingan kinerja perusahaan. Untuk mengetahui
kepuasan konsumen dilakukan dengan cara penyebaran kuesioner, dimana untuk setiap pertanyaan
diberikan pilihan jawaban dalam bentuk skala likert yang bersifat ordinal. Skor butir pernyataan
pada skala ordinal tidaklah tepat dilakukan penjumlahan dari sejumlah skor, tetapi penjumlahan
skor dapat dilakukan bila skor pernyataan merupakan skala interval atau skala rasio. Untuk
memperoleh skor butir pernyataan yang sifatnya interval diperlukan transformasi data dengan
pendekatan distribusi Z.

5. Menentukan trade off atau keterkaitan antara karakteristik proses yang satu dengan yang lainnya.
Hubungan ini dapat dinyatakan dengan hubungan kuat positif (++) apabila salah satu karakteristik
proses naik maka akan berdampak kuat pada kenaikan proses yang berkaitan tersebut. Hubungan
kuat (+) pengaruhnya akan sama dengan hubungan kuat positif hanya saja dampak yang dihasilkan
tidak sekuat hubungan kuat positif. Hubungan negatif (-) apabila hubungan berjalan tidak searah,
hal ini terjadi bila suatu karakteristik mengalami penurunan tetapi karakteristik yang lainnya akan
mengalami kenaikan. Hubungan kuat negatif (--) apabila dampak yang dihasilkan lebih kuat dari
hubungan negatif.
6. Menentukan tingkat kepentingan kebutuhan teknis.

2.2 Validitas dan Reliabilitas


Sebelum data hasil kuesioner dipergunakan untuk pengujian statistik, maka perlu diuji validitas dan
reliabilitasnya terlebih dahulu untuk memperoleh data yang valid dan andal. Reliabilitas merupakan
terjemahan dari kata reliability. Suatu pengukuran yang mampu menghasilkan data yang memiliki
tingkat reliabilitas tinggi disebut sebagai pengukuran yang reliabel (reliable). Reliabilitas dapat
diartikan sebagai tingkat keandalan suatu alat ukur dalam mengukur nilai pada subjek dengan kondisi
yang sama, tetapi dalam waktu yang berbeda. Menduga reliabilitas suatu alat ukur dapat dilakukan
dengan beberapa metode antara lain yaitu test-retest dan internal konsistensi.
Test-retest menduga nilai reliabilitas alat ukur dengan mengukur subyek atau obyek yang sama pada
dua waktu yang berbeda. Internal konsistensi menduga nilai reliabilitas alat ukur dengan melakukan
perhitungan ragam terhadap jawaban pertanyaan dalam satu kelompok pertanyaan. Cara umum
digunakan untuk mengukur reliabilitas kuesioner dengan metode internal konsistensi adalah
Cronbach’s Alpha, yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
α=( )( ) (2.1)
Keterangan:
α = reliabilitas instrumen
k = banyaknya butir pertanyaan
Si2= ragam skor butir ke-i

Page 58
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

St2= ragam skor total


langkah-langkah dalam pengujian validitas: Mendefenisikan secara operasional suatu konsep yang
akan diukur. Konsep yang akan diukur hendaknya dijabarkan terlebih dahulu sehingga operasionalnya
dapat dilakukan. Melakukan uji coba pengukur tersebut pada sejumlah responden. Responden diminta
untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada. Disarankan agar jumlah responden untuk uji coba
minimal 30 orang. Dengan jumlah minimal 30 orang ini, distribusi skor (nilai) akan lebih mendekati
kurva normal. Mempersiapkan tabel tabulasi jawaban. Menghitung nilai korelasi antara data pada
masing-masing pertanyaan dengan skor total. Untuk mengetahui tiap instrumen pernyataan valid atau
tidak, maka nilai korelasi tersebut dibandingkan dengan 0,3. dimana jika nilai korelasi (r) lebih besar
dari 0,3 maka, intrumen tersebut dinyatakan valid, begitu pula sebaliknya. Sebagaimana yang
dinyatakan Masrun yang dikutip oleh Sugiyono (2008) bahwa: “Item yang mempunyai korelsi positif
dengan kriterium (skor total) serta korelasi yang tinggi, menunjukkan bahwa item tersebut
mempunyai validitas yang tinggi pula. Biasanya syarat minimum untuk dianggap memenuhi syarat
adalah kalau r = 0,3. Jadi kalau korelasi antara butir dengan skor total kurang dari 0,3 maka butir
dalam instrumen tersebut dinyatakan tidak valid”.

2.3 Skala Likert


skala likert sebagai skala ordinal, maka kita perlu melihat definisi dari skala ordinal terlebih dahulu.
Skala ordinal adalah skala yang sudah memiliki tingkatan namun jarak antar tingkatan belum pasti.
Pada skala likert dengan skala lima terdapat lima alternatif jawaban yaitu: sangat setuju, setuju, netral,
tidak setuju dan sangat tidak setuju. Pada skala likert lima skala tersebut maka sangat setuju pasti
lebih tinggi daripada yang setuju, yang setuju pasti lebih tinggi daripada yang netral, yang netral pasti
lebih tinggi daripada yang tidak setuju, sedangkan yang tidak setuju pasti lebih tinggi daripada yang
sangat tidak setuju. Namun jarak antara sangat setuju ke setuju dan dari setuju ke netral dan
seterusnya tentunya tidak sama, oleh karena itu data yang dihasilkan oleh skala likert adalah data
ordinal. Sedangkan cara scoring bahwa sangat setuju 5, setuju 4, netral 3, tidak setuju 2 dan sangat
tidak setuju 1 hanya merupakan kode saja untuk mengetahui mana yang lebih tinggi dan mana yang
lebih rendah. Dari cara scoring tersebut kita tidak bisa memaknai bahwa sangat setuju adalah netral
ditambah setuju (Sewindu Statistika, FMIPA UNDIP 2011).

Tabel 2.1. Transformasi Z-skor


Tabel yang diadaptasi dari Edwards (1957) dalam bukunya Techniques of Attitude Scale
Contruction

Kategori Pilihan

No Butir SS S RR TS STS
Pernyataan

cp

m-cp

Z skor

Page 59
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Dengan menggunakan Tabel 2.1. dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:


Pertama. Menghitung frekuensi (f) jawaban responden pada setiap kategori.
Kedua. Menentukan proporsi (p), yaitu dengan membagi setiap frekuensi dengan banyaknya subyek.
Ketiga. Menentukan proporsi kumulatif (cp), yaitu proporsi suatu kategori ditambah dengan proporsi-
proporsi kategori di kirinya.
Keempat. Menentukan titik tengah proporsi kumulatif (m-cp).
Kelima. Nilai z diperoleh dengan membandingkan tabel z untuk masing-masing titik tengah prporsi
kumulatifnya.
Keenam. Penambahan suatu bilangan sedemikian hingga nilai z yang negatif menjadi satu.
Keterangan:
f = frekuensi jawaban pada setiap kategori.
p = proporsi setiap kategori.
cp = proporsi kumulatif.
m-cp = titik tengah proporsi kumulatif
Z skor = skor dari distribusi normal baku.

2.4 Koefisian Korelasi Berperingkat Spearman


Charles Spearman, ahli statistik Inggris, memperkenalkan sebuah hubungan antara dua variable untuk
data berperingkat atau data ordinal. Koefisian korelasi Spearman berkisar dari -1 sampai 1. Apabila
koefisian mendekati 1 dan -1 menunjukkan hubungan yang semakin kuat. Sebaliknya apabila
mendekati nilai 0, maka hubungan semakin lemah. Tanda positif dan negatif menunjukkan arah
hubungan dua variabel apakah positif atau negatif (Suharyadi, 2009).
Berikut beberapa langkah dalam menghitung keofisien korelasi Spearman:
a. Menyusun peringkat data, yaitu menyusun data menjadi ururtan dari terkecil sampai terbesar.
Setelah data berurut diberikan peringkat. Untuk data yang mempunyai nilai sama diberikan
peringkat rata-rata.
b. Mencari selisih peringkat antara satu variabel dengan variabel lainnya. Selisih ini biasa
dilambangkan dengan “d”.
c. Menghitung koefisien korelasi Spearman, dengan rumus:


(2.2)

Keterangan:
rs = koefisien korelasi Spearman
S = notasi jumlah
di = perbedaan rangking antara pasangan data
n = banyaknya pasangan data

Jika terdapat Rank Kembar dalam perangkingan untuk kedua variabel (baik X maupun Y), harus
digunakan faktor koreksi yang mengharuskan kita menghitung ∑ X2 dan ∑Y2 terlebih dahulu
sebelum menghitung besarnya rs.

( ) ( )
∑ ∑ ∑ ∑ (2.3)

Besarnya T dalam perumusan diatas merupakan faktor korelasi bagi tiap kelompok dengan angka
yang sama dirumuskan sebagai berikut :
(2.4)

Keterangan:
t = Jumlah variabel yang mempunyai angka yang sama.
Maka Korelasi Spearman kemudian dapat dirumuskan sebagai berikut:

Page 60
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

∑ ∑ ∑
(2.5)
√∑ ∑

Besarnya koefisien Korelasi Spearman (rs) bervariasi yang memiliki batasan batasan antara – 1≤ = r =
≤1, interprestasikan dan nilai koefisien korelasinya adalah :
a. Jika nilai r > 0, artinya telah terjadi hubungan yang linier positif, yaitu makin besar nilai variabel X
(independent) maka besar pula nilai variabel Y (dependent), atau makin kecil nilai variabel X
(independent) maka makin kecil pula nilai variabel Y (dependent).
b. Jika nilai r < 0, artinya telah terjadi hubungan yang linier negatif, yaitu makin kecil nilai variabel X
(independent) maka makin besar nilai variabel Y (dependent), atau makin besar nilai variabel X
(independent) maka makin kecil pula nilai variabel Y (dependent).
c. Jika nilai r = 0, artinya tidak ada hubungan sama sekali antara variabel X (independent) dengan
variable Y (dependent).
d. Jika nilai r = 1 atau r = -1, artinya telah terjadi hubungan linier sempurna berupa garis lurus,
sedangkan untuk nilai r yang makin mengarah ke angka 0 maka garis makin tidak lurus.

III. Hasil dan Diskusi


Berdasarkan hasil curah pendapat dan perhitungan HOQ matric QFD (Gambar 3.1) ada sembilan
kebutuhan pelanggan yang diperlukan untuk transformator produk. Kebutuhan tertinggi adalah produk
tahan lama dengan garansi dalam dua tahun. Yang kedua adalah waktu cepat produk. Dalam langkah
untuk menerjemahkan kebutuhan pelanggan ke dalam keseluruhan bobot prioritas, ini akan mencakup
posisi CS perusahaan relatif terhadap rencana CS pesaing dan juga titik penjualan. Dari benchmark
posisi CS terlihat bahwa peningkatan tertinggi yang dibutuhkan adalah dalam aspek layanan dan
pengujian, Total prioritas 16, 17 dan 29 dimana Server data internet harus lebih bagus cepat untuk
diakses menjadi sekala proritas.
(Gambar 3.1)

Matrix QFD Peningkatan registrasi sertifikasi Jasa Konstruksi

Type of Correlation
Interrelationships + = Supportive
8 = 9 (High) - = Impending
m = 3 (Medium)
r = 1 (Weak)
harus dengan sfek tinggi

Kelengkapan alat kantor


berbahan yang baik dan

penghasilan asesor dan

SOP sertifikasi dibuat


komputer atau laftop

komputer atau laftop


Server data internet

Schedule sertifikasi
kualitas/spek tinggi

dengan tepat (Y/N)

harus ready (Y/N)

Peningkatan cara
staff di tingkatkan

Pelayanan (Y/N)
Kertas sertifikat

fleksibel (Y/N)
harus dengan

cost produksi
harus tinggi

Page 1
bagus

1 Biaya sertifikasi murah 5 8


+
5 5 1 1 5 12%
2 proses sertifikasi bisa lebih cepat 3 8 m 8 2 3 1,2 1 3,6 9%
3 Dokumen registrasi tidak rumit 4 8 8 m 3 4 1,2 1 4,8 12%
kelengkapan dan kekurangan dokumen registrasi memiliki 2 5 1,6 1,5 7,2 18%
4
toleransi
3 8 8
5 setatus proses sertifikasi bisa diakses mudah 2 8 2 2 1 1 2 5%
6 proses sertifikasi dibuat mudah 4 m r 3 4 1,2 1 4,8 12%
7 Registrasi sertifikasi cukup 1 kali selama sertifikat berlaku 2 8 2 2 1 1 2 5%
8 sertifikasi bisa diakses dengan mudah dengan online 3 8 1 4 1,6 1,5 7,2 18%
9 Bentuk sertifikat dibuat lebih detail 4 8 4 4 1 1 4 10%
Technical Bechmark

% of Total
Actual

Plan

Overall
Weighting
Improvement

Sales Point

Weight
Factor

Technical Priorities 133,2 49,8 75,6 10,8 18 21,6 43,2 79,2 32,4
463,8
% of Total Priorities 29 11 16 2 4 5 9 17 7

Our Product Voice Of Customer 5 4000 No 1jt No No No No No

Design Targets 8 3000 Yes 1.3jt Yes Yes Yes Yes Yes

IV. Kesimpulan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik teknik yang dapat
digunakan untuk meningkatkan kepuasan pelanggan dengan menggunakan metode
HOQ. Kunci poin persyaratan teknis untuk perusahaan tersebut adalah Sertifikasi bisa

Page 61
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

diakses dengan mudah dengan online 18 %, Kelengkapan dan kekurangan dokumen


sertifikasi registrasi memiliki toleransi 18% dan Biaya sertifikasi murah 12%,
Dokumen registrasi tidak rumit 12%, Proses sertifikasi dibuat mudah 12% dari total
peringkat.
HOQ pada produk yang sama dengan pelanggan yang sama dapat menghasilkan basis
hasil yang berbeda pada situasi perusahaan. HOQ tidak dipengaruhi oleh peringkat
Kepentingan pelanggan saja tetapi juga diseimbangkan dengan posisi perusahaan
dibandingkan dengan pesaing dan upaya untuk memperbaiki situasi saat ini

Referensi
Fiorenzo, F., Maurizio, G., Domenico, M., & Luca, M. (2017). Ordinal aggregation operators to
support the engineering characteristic prioritization in QFD. International Journal Advanced
Manufacturing Technology, 40(8).

Nahm, Y. (2013). New Competitive Priority Rating Method of Customer Requirements for Customer-
oriented Product Design. International Journal of Precision Engineering and Manufacturing,
14(8), 1377–1385.

Nahm, Y., Ishikawa, H., & Inoue, M. (2013). New rating methods to prioritize customer requirements
in QFD with incomplete customer preferences. International Journal Advanced Manufacturing
Technology, 65, 1587–1604.

Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000 Tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Jasa
Konstruksi
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan
Pembinaan Jasa Konstruksi
Peraturan Pemerintah Nomor 04 Tahun 2010 Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor
28 Tahun 2000 Tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi
Peraturan Pemerintah Nomor 92 Tahun 2010 Tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah
Nomor 28 Tahun 2000 Tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi
Poel, I. van de. (2007). Methodological problems in QFD and directions for future development.
Research in Engineering Desain, 18, 21–36.

Prasad, K., & Chakraborty, S. (2015). Development of a QFD-based expert system for CNC turning
centre selection. Journal of Industrial Engineering International, 11(4), 575–594.

Sireli, Y., Kauffmann, P., & Ozan, E. (2007). Integration of Kano ’ s Model Into QFD for Multiple
Product Design. IEEE Transactions On Engineering Management, 54(2), 380–390.

Sobhanallahi, M. A., Nobari, N. Z., Hamid, S., & Pasandideh, R. (2019). An Aggregated Supplier
Selection Method Based on QFD and TOPSIS ( Case Study : a Financial Institution ).
International Journal of Optimization in Industrial Engineering, 12(1), 31–40.

Undang-undang No.18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi

Undang-undang No.02 Tahun 2017 perubahan pertama Tentang Jasa Konstruksi

Page 62
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Venkata, K., Koneru, S., Sai, Y., & Suresh, C. (2016). QFD – ANP Approach for the Conceptual
Design of Research Vessels : A Case Study. Journal of The Institution of Engineers (India):
Series C, 97(4), 539–546.

Page 63
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

ANALISA KEPUTUSAN JALUR DISTRIBUSI PRODUK


DETERJEN MELALUI DISTRIBUTION CENTER DENGAN
METODE VOGEL PADA MINIMARKET DI SERANG

Glory Riama Hosianna 1), Tri Wahyu Ningsih 2) dan Haryo Tuwanggono
Dewanto 3)
1,2,3)
Magister Teknik Industri, Fakultas Teknik Industri
Universitas Mercubuana
Jl. Meruya Selatan No.1, RT.4/RW.1, Meruya Sel., Kec. Kembangan,
Kota Jakarta Barat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 11650
e-mail: glory.sitanggang@yahoo.com 1) ,trie23.twn@gmail.com 2)
Dewanto.master@gmail.com 3)

Abstrak
Seiring dengan semakin berkembangnya daerah-daerah disekitaran kota serang
mengakibat kan terjadinya pertumbuhan lokasi ritel modern (minimarket) di pinggiran
kota serang. Penelitian ini mengamati perkembangan minimarket pada kota-kota kecil di
wilayah kota serang berdasarkan fungsi spesifiknya, yaitu sebagai kawasan indutri padat
karya (Cikande). Dimana untuk dapat menyalurkan produknya ke pelanggan maka
digunakanlah saluran distribusi logistic untuk dapat memenuhi demand di setiap lokasi
retail. Saluran distribusi merupakan suatu jalur yang harus dilalui oleh arus barang dari
produsen ke agen atau perantara atau pedagang besar terhadap pemakai, dalam hal ini
konsumen. Saluran distribusi merupakan hal yang sangat penting dalam kegiatan
perusahaan. Karena hal ini akan mempengaruhi keputusan yang dibuat oleh manajer
perusahaan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa jalur distribusi produk
dari Distribution Center ke lokasi Retail dengan menggunakan metode Vogel dimana
Vogel‟s Approximation Method (VAM) adalah salah satu metode yang sering digunakan
untuk mencari biaya minimum pada persoalan transportasi. Hasil penelitian ini adalah
penggunaan 2 Distribution Center lebih menguntungkan dari sisi biaya.

Abstract
Along with the development of the areas around the city of Serang caused the growth of
modern retail locations (minimarkets) on the outskirts of the city of Serang. This research
observes the development of minimarkets in small cities in the area of Serang based on
their specific function, namely as a labor-intensive industrial area (Cikande). Distribute
the products to customer use logistical distribution channels to meet the demands of each
retail location. Distribution is a path that must be traversed by the flow of goods from
producers to agents or intermediaries or wholesalers to users, in this case consumers.
Distribution are very important in company activities, because this will affect the
decisions made by company managers. The purpose of this study is to analyze the product
distribution path from the Distribution Center to the Retail location by using the Vogel
method where Vogel‟s Approximation Method (VAM) is one method that is often used to
find the minimum cost for transportation problems. The result of this case is use 2
Distribution Centers for minimum cost

Kata kunci: Vogel‟s Approximation Method (VAM), jalur distribusi , Minimarket

Page 64
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

1. Pendahuluan

Pertumbuhan ritel modern yang cukup pesat terjadi setelah


dicanangkannya era otonomi daerah. Pendirian ritel modern yang berkapasitas
besar (supermarket dan hypermarket) merupakan salah satu sumber bagi
pemerintah Kabupaten dan Kota untuk meningkatkan pendapatan asli daerahnya.
Selain itu, terdapat juga suatu fenomena menjamurnya persebaran ritel modern
(minimarket) di permukiman penduduk dan di kawasan pinggiran kota-kota besar
di Indonesia (Bappeda Kota Bandung, 2007; Natawidjaja, 2005).
Dimana pertumbuhan ritel modern tersebut dipengaruhi oleh adanya
saluran distribusi logistic sehingga pemenuhan demand dapat terpenuhi. Logistik
dalam perkembangannya hingga kini sudah merupakan ilmu yang harus dapat
perhatian khusus mengingat sejarah pertumbuhan ekonomi yang semakin
kompleks seperti produktivitas barang-barang yang dihasilkan pabrik atau
perusahaan, bagaimana penyalurannya dan penyimpanannya serta pengelolaan
hasil produk secara menyeluruh memerlukan penanganan khusus dan serius.
Untuk mencapai hasil yang efisien dan efektivitas semua itu mutlak memerlukan
pengorganisasian yang baik atau sering diistilahkan dengan manajemem logistik
yang terpadu sehingga tidak terjadi ketimpangan dalam melaksanakan
kegiatannya.
Istilah logistik mencakup banyak aspek dan kegiatan yang sangat luas,
maka pengertian dan definisi dapat diuraikan beraneka macam. Pada dasarnya
kegiatan logistik sama tuanya dengan peradaban umat manusia, tetapi istilah itu
sendiri relatif baru, secara sadar atau tidak sadar setiap manusia, rumah tangga,
kantor, perkumpulan atau organisasi-organisasi lain, memiliki unsur dan atau
menyelenggarakan logistik, meskipun kenyataannya tidak selalu menggunakan
istilahnya. Perusahaan mengantarkan produknya ke pelanggan menggunakan
jaringan distribusi logistik. Sebuah jaringan distribusi terdiri dari aliran produk
dari produsen ke konsumen melalui titik-titik pemindahan, pusat distribusi
(gudang), dan pengecer.
Saluran distribusi merupakan suatu jalur yang harus dilalui oleh arus
barang dari produsen ke agen atau perantara atau pedagang besar terhadap
pemakai, dalam hal ini konsumen. Saluran distribusi merupakan hal yang sangat
penting dalam kegiatan perusahaan. Karena hal ini akan mempengaruhi keputusan
yang dibuat oleh manajer perusahaan. Dalam rangka memberikan suatu pelayanan
yang baik terhadap konsumen, perusahaan harus memperhatikan saluran
distribusi, yaitu dengan cara menyeleksi saluran distribusi yang akan digunakan.
Bila ada kesalahan dalam memilih saluran distribusi, akan menghambat dalam
menyalurkan barang atau jasa.
Permasalahan yang terjadi pada kesalahan menyeleksi saluran distribusi
adalah dikarenakan adanya permasalahan di aspek transportasi yangmasih
menjadi permasalahan klasik yang muncul pada banyak bidang diantaranya
manajemen kan pendistribusian barang dari sumber (source) ke tujuan
(destination). Telah banyak penelitian untuk menemukan biaya minimal pada
permasalahan transportasi ini. Salah satu penyelesaian yang banyak di pakai
adalah Vogel‟s Approximation Method (VAM). Telah banyak penelitian yang
bertujuan untuk menyempurnakan VAM.

Page 65
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Berikut ini adalah beberapa penelitian yang bertujuan menemukan biaya


minimum yang lebih rendah daripada VAM. Soomro, memodifikasi VAM untuk
menentukan banyaknya barang yang dapat dikirimkan dari source ke destination
sehingga kebutuhan dapat terpenuhi dan biaya pengiriman minimal (Soomro,
2015). Sebuah permasalahan transportasi memiliki permasalahan utama yang
bergantung dari keefektifan fungsi yang dijalankannya. Keefektifan fungsi ini
mengatur hubungan antara Source dengan peluang alokasinya ke beberapa
pekerjaan atau job. Permasalahan akan diketahui dari jumlah source dan job atau
destination yang tersedia. Tujuan dari penyelesaian masalah ini ditujukan untuk
menemukan hubungan yang paling efektif diantara keduanya sesuai dengan batas
yang telah ditentukan (Singh, 2012)

2.Landasan Teori

2.1 Definisi Logistik


Logistik menurut Council of Supply Chain Management Professionals (CLM,
(2000) adalah bagian dari manajemen rantai pasok (supply chain) dalam
perencanaan, pengimplementasian, dan pengontrolan aliran dan penyimpanan
barang, informasi, dan pelayanan yang efektif dan efisien dari titik asal ke titik
tujuan sesuai dengan permintaan konsumen. Untuk mengalirkan barang dari titik
asal menuju titik tujuan akan membutuhkan beberapa aktivitas yang dikenal
dengan „aktivitas kunci dalam logistik‟ diantaranya:
1) customer service,
2) demand forecasting/planning,
3) inventory management,
4) logistics communications,
5) material handling,
6) traffic and transportation, dan
7) warehousing and storage (Lambert et al., 1998).
Konteks logistik identik dengan organisasi, pergerakan, dan penyimpanan
dari material dan manusia. Domain dari aktivitas logistik sendiri adalah
menyediakan sistem dengan produk yang tepat, di lokasi yang tepat, pada waktu
yang tepat (right product, in the right place, at the right time) dengan
mengoptimasikan pengukuran performansi yang diberikan contohnya
meminimalisir total biaya operasional dan memenuhi kualifikasi yang diberikan
sesuai dengan kemampuan dari klien dan sesuai dengan kualitas pelayanan
(Ghiani et al., 2004).

2.2 Algoritma VAM


VAM adalah model solusi heuristik dan biasanya menghasilkan solusi
awal yang lebih baik daripada metode lain (Nort West dan biaya terkecil). Namun
pada kenyataannya, solusi yang dihasilkan VAM belum tentu sebuah solusi yang

Page 66
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

optimal. Adapun langkah-langkah metode VAM adalah sebagai berikut (Singh,


2012):
1. Hitung penalti dari setiap baris dan kolom. Nilai penalti didapat dari selisih
antara nilai terkecil dari baris atau kolom dengan nilai terkecil kedua dari
baris atau kolom yang sama.
2. Pilih Penalti terbesar.
3. Alokasikan sebanyak mungkin barang pada sel dengan biaya terkecil.
4. Hentikan proses bila semua barang telah dialokasikan dan semua
permintaan telah dipenuhi. Bila belum,
5. Ulangi langkah 1 dengan syarat baris/kolom dengan jumlah barang 0 tidak
ikut diperhitungkan pada iterasi berikutnya.
VAM biasanya menghasilkan nilai yang optimal atau mendekati optimal dengan
tingkat akurasi hingga 80%.

3. Metodologi

Menentukan rute distribusi pemenuhan kebutuhan deterjen pada mini


market yang tersedia diantara 2 distribution center sehingga didapat biaya
distribusi yang minimum. Penelitian ini dilaksanakan di mini market di area
Cikande, tanggerang dengan 17 outlet. Penelitian dilakukan dengan asumsi jenis
sarana tranportasi menggunakan truck 24 CBM. Adapun variable yang di gunakan
adalah variable terikat (Biaya Distribusi Yang minimum) dan variable bebas (Data
Lokasi Agen, Data Jarak Tempuh, dan Data Biaya Bahan Bakar). Adapun
pengumpulan data yang di gunakan adalah dengan cara wawancara langsung
terhadap staff gudang. Sedangkan pengolahan data yang di gunakan dalam
menyelesaikan permasalahan rute terpendek perusahaan adalah menggunakan
Metode Vogel Approximation.

4. Hasil dan Diskusi

Analisa Rute dan Biaya Bahan Bakar Dengan Menggunakan Metode


Vogel Approximation Method perhitungan Jarak yang di lakukan adalah dengan
mengukur jarak awal yang di tempuh oleh distribution ceter ke masing-masing
outlet. Jarak distribusi tiap DC ke lookasi gerai mini market terlihat pada table
dibawah ini:

Tabel 3.1 Jarak DC ke Gerai Mini Market


Lokasi
Lokasi DC Tujuan Jarak DC Tujuan Jarak
Balaraja Modern Cikande 22.9 Serang Modern Cikande 32.3
Balaraja Kp Baru Cikande 23.3 Serang Kp Baru Cikande 32.7
Balaraja Gorda 22.2 Serang Gorda 31.6
Balaraja Pengkola Asem 15.6 Serang Pengkola Asem 36.8
Balaraja Kaman Sari 16.8 Serang Kaman Sari 35.5
Balaraja Cikande Permai 31.3 Serang Cikande Permai 40.7
Balaraja NN Blok 30.3 Serang NN Blok 33.3

Page 67
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Lokasi
Lokasi DC Tujuan Jarak DC Tujuan Jarak
Balaraja Soggom Jaya 30.4 Serang Soggom Jaya 39.8
Balaraja Jayanti 16.6 Serang Jayanti 35
Balaraja Gorda Baru 22.2 Serang Gorda Baru 31.7
Balaraja Warudoyong 16.1 Serang Warudoyong 39.1
Balaraja Gorda 2 38.6 Serang Gorda 2 32
43
Balaraja T049 Pengkolan Asem 33.6 Serang T049 Pengkolan Asem
Balaraja Sempur 15.7 Serang Sempur 40.1
Balaraja 4922 Pengkolan asem 15.6 Serang 4922 Pengkolan asem 35
Balaraja Lopang 2 32.2 Serang Lopang 2 34
Balaraja Gardu, Majasari 35.4 Serang Gardu, Majasari 44.8

Perhitungan dengan Vogel Approximation dihitung dengan software QM


Windows dimana data yang digunakan adalah biaya pengiriman, kebutuhan tiap
gerai mini market dan kapasitas tiap DC. Adapun perhitungan rute dan biaya
dilakulan dengan 3 cara, yaitu direct shipment dari DC balaraja, direct shipment
dari DC Serang, dan penggabungan rute dari DC balaraja dan serang, untuk
menentukan biaya paling minimum.
Penentuan Biaya Operasional Kendaraan dihitung berdasarkan biaya tetap
dan tidak tetap per tahun dan per hari, yang terdiri dari biaya penyusutan
kendaraan per tahun dan per hari, biaya pajak kendaraan per tahun dan per hari,
biaya gaji supir kendaraan per tahun dan per hari. Setiap DC memiliki biaya
masing-masing berdasarkan jarak tempuh yang akan dilewati. Biaya per DC dapat
dilihat pada tabel 3.2 – tabel 3.5
1. Biaya Tetap

Tabel 3.2 Biaya Tetap DC Balaraja

Keterangan Biaya
Penyusutan Kendaraan Rp 43,400,000
Pajak Kendaraan Rp 2,000,000
Biaya Uji pemeriksaan Rp 600,000
Asuransi Kendaraan Rp 7,000,000
Gaji Supir (2 x Rp 1.000.000) Rp 2,000,000
Jumlah biaya tetap/tahun Rp 55,000,000
Jumlah biaya tetap/hari Rp 152,778

Tabel 3.3 Biaya Tetap DC Serang

Keterangan Biaya
Penyusutan Kendaraan Rp 55,400,000
Pajak Kendaraan Rp 3,000,000
Biaya Uji pemeriksaan Rp 600,000
Asuransi Kendaraan Rp 13,500,000
Gaji Supir (2 x Rp 1.000.000) Rp 2,000,000

Page 68
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Keterangan Biaya
Jumlah biaya tetap/tahun Rp 74,500,000
Jumlah biaya tetap/hari Rp 206,944

2. Biaya tidak tetap

Tabel 3.4 Biaya tidak tetap DC Balaraja

Keterangan Biaya
BBM (solar) Rp 1,430,900
Oil + Filter Rp 2,000,000
Ban (luar + dalam) Rp 10,000,000
Perawatan Rp 280,000
Biaya Lain-lain Rp 9,000,000
Jumlah biaya tidak tetap / tahun Rp 22,710,900
Jumlah biaya tidak tetap/hari Rp 63,086

Tabel 3.5 Biaya tidak tetap DC Serang

Keterangan Biaya
BBM (solar) Rp 2,109,450
Oil + Filter Rp 2,000,000
Ban (luar + dalam) Rp 16,000,000
Perawatan Rp 280,000
Biaya Lain-lain Rp 5,000,000
Jumlah biaya tidak tetap /
Tahun Rp 25,389,450
Jumlah biaya tidak tetap/hari Rp 70,526

Berikut adalah perhitungan dengan QM Windows


1. Pengiriman dengan 2 DC, total biaya transport Rp 84.270.260

Gambar 3.1 Jalur 2 DC

Page 69
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

2. Pengiriman Direct dari DC Balaraja dengan total biaya Rp 85.758.550

Gambar 3.2 Jalur dari DC Balaraja

3. Pengiriman Direct dari DC Serang dengan total biaya Rp 122.352.570

Gambar 3.3 Jalur DC Serang

Page 70
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Page 71
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

5. Kesimpulan

Dari hasil perhitungan didapatkan biaya termurah adalah dengan


menggabungkan 2 DC. Adapun perbedaan ini terletak pada gerai Gorda 2. Secara
lokasi Gerai Gorda 2 lebih dekat DC serang. Sehingga kesimpulan rute
distibusinya dengan skema sebagai berikut:
Modern Cikande
Gorda

Pengkola Asem

Kp Baru Cikande

Kaman Sari

Cikande Permai

NN Blok

Soggom Jaya

Jayanti

Balaraja
Gorda Baru

Warudoyong

T049 Pengkolan
Asem
Sempur

Produk Deterjen

4922 Pengkolan
asem
Lopang 2
Serang Gorda 2

Gardu, Majasari

Gambar 5.1 Jalur pengiriman

DAFTAR PUSTAKA

Amaliah, B. Krisdanto A. dan Perwita Dyah A. (2016) Metode Max Min Vogel‟s
Approximation Methood untuk menemukan biaya minimal pada
permasalahn transportasi. Prosiding Seminar Nasional Manajemen
Teknologi XXIV.
Chandra, Afridel, (2013). Analisis Kinerja Distribusi Logistik pada Pasokan
Barang dari Pusat distribusi ke gerai indomaret di kota semarang.
Singh, S., Dubey, G. dan Shrivastava, R. (2012). Optimization and analysis of
some variants through Vogel's approximation method (VAM). IOSR
Journal of Engineering, 2(9), pp. 20-30.

Page 72
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Soomro, A. S., Junaid, M. dan Tularam, G. A. (2015). Modified Vogel's


Approximation Method for Solving Transportation Problems.
Mathematical Theory and Modeling, 5(4).
Paramita, E. R. (2014). Manajemen Logistik Pada Perusahaan Retail PT.
Indomarco Prismatama “Indomaret”.
Ardhyani, I. W. (2017). Mengoptimalkan Biaya Distribusi Pakan Ternak Dengan
Menggunakan Metode Transportasi (Studi Kasus di PT. X Krian). Teknika
: Engineering and Sains Journal, 1(2), 95–100.
Gultom, T. S. S., Hariyani, & Ismail, H. Z. (2014). Pengaruh Merek, Saluran
Distribusi Terhadap Kepuasan Pelanggan, Loyalitas Pembelian Produk
Aqua (Studi Kasus Pada PT. Bintang Suryasindo Cabang Pangkalpinang
Bangka). Jurnal Ilmiah Progresif Manajemen Bisnis (JIPMB), 1(1), 1–11.
Simbolon, L. D., Situmorang, M., & Napitupulu, N. (2014). Aplikasi metode
Transportasi Dalam Optimasi Biaya Distribusi Beras Miskin (Raskin) Pada
Perum Bulog Sub Drive SUSTAINABLE COMPETITIVE
ADVANTAGE-9 (SCA-9) FEB UNSOED (206) Medan. Saintia
Matematika, 02(03), 299–311.
Liu, L., Wang, H., & Xing, S. (2019). Optimization of distribution planning for
agricultural products in logistics based on degree of maturity. Computers
and Electronics in Agriculture, 160(February), 1–7.

Page 73
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Analisa Efisiensi Dan Konservasi Energi Di Industri Purified Terephtalic


Acid (PTA) Dengan Pendekatan Sistem Manajemen
Energi ISO 50001 : 2018
Syamsul Hadi1, Lien Herliani K2
1
Mahasiswa Program Studi Magister Teknik Industri, Universitas Mercu Buana
2
Program Studi Magister Teknik Industri, Universitas Mercu Buana

Corresponding author: syamsulalya6@@gmail.com

ABSTRAK
Menurut laporan kementrian Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) tahun 2018 dalam Handbook
of Energy & Economic Statistic of Indonesia, sektor industri adalah pengguna energi terbesar setelah
sektor transportasi dan menurut Energy Outlook harga energi dari tahun ke tahun akan terus
meningkat, sebagai konsekuensinya sektor industri harus melakukan usaha efisiensi dan konservasi
energi untuk mengurangi konsumsi energi dan untuk menekan biaya produksinya. Demikian juga
dengan industri Purified Terephtalic Acid (PTA) bahan baku serat polyester, PET botol dan PET Film
adalah salah satu industri petrokimia yang dalam produksinya mengkonsumsi energi untuk
menjalankan peralatan produksinya. Tujuan dari makalah ini adalah untuk menganalisa upaya efisiensi
dan konservasi energi di Industri PTA dengan pendekatan sistem manajemen energi ISO 50001 : 2018,
Penelitian tentang tema ini akan dilakukan lebih lanjut.

Kata kunci: Purified Terephtalic Acid (PTA), Serat Polyester, PET botol, PET film, Sistem manajemen
energi ISO 50001 : 2018.

ABSTRACT
According to the 2018 Ministry of Energy and Mineral Resources (ESDM) report in the Handbook of
Energy & Economic Statistics of Indonesia, the industrial sector is the biggest energy user after the
transportation sector and according to the Energy Outlook energy prices will continue to increase from
year to year, as a consequence the industrial sector must make energy efficiency and conservation
efforts to reduce energy consumption and to reduce production costs. Likewise, the industrial Purified
Terephtalic Acid (PTA) raw material of polyester fiber, PET bottles and PET Films is one of the
petrochemical industries which in their production consumes energy to run their production equipment.
The purpose of this paper is to analyze energy efficiency and conservation efforts in the PTA Industry
with an energy management system approach ISO 50001: 2018. Research on this theme will be carried
out further.

Keywords: Purified Terephtalic Acid (PTA), Polyester fiber, PET bottle, Energy management system
ISO 50001:2018.

Page 74
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

1. Pendahuluan
Secara umum, industri petrokimia dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar yaitu industri
hulu yang produknya masih berupa bahan dasar, industri antara yang memproduksi barang setengah
jadi dan industri hilir yang produknya berupa barang jadi. Industri petrokimia menghasilkan berbagai
macam jenis produk yang memiliki manfaat beragam.
Salah satu industri petrokimia yang mengolah bahan mentah menjadi bahan setengah jadi adalah
industri yang memproduksi PTA (Purified Terephtalic Acid). PTA adalah senyawa organik dengan
rumus C6H4 (COOH)2. Produk ini berupa bubuk tak berwarna dan merupakan komoditas kimia yang
sebagian besar 60% digunakan sebagai bahan baku serat poliester (industri tekstil), 30% untuk bahan
baku PET botol dan 10% untuk PET Film.
Sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk Indonesia, maka Kebutuhan PTA juga akan terus
meningkat. Seperti terlihat pada gambar proyeksi permintaan PTA di Indonesia enam tahun ke depan
dari tahun 2018 hingga tahun 2023 terus meningkat, tetapi peningkatan ini lebih rendah dari pada
peningkatan supply. Terdapat kelebihan supply terhadap permintaan/demand untuk enam tahun
mendatang yang akan mengakibatkan persaingan pasar PTA yang semakin sengit, yang menuntut
perusahaan untuk meningkatkan daya saing dengan melakukan efisiensi proses produksinya.

Gambar 1 : Supply-Demand PTA di Indonesia, sumber plasticsinsight 2018


Pembuatan PTA terdiri atas 2 tahap yaitu tahap oxidation dan tahap .

Page 75
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Gambar 2 : Flow Diagram Produksi PTA

Dalam proses produksi PTA membutuhkan energi guna mengoperasikan peralatan-peralatan


produksinya. Energi yang dipergunakan terdiri atas listrik dan natural gas. Energi listrik dipergunakan
untuk menjalankan alat-alat produksi sepert agitator, compresor, pompa, blower dan untuk mensuplai
sarana pendukung. Natural gas sebagai bahan bakar untuk steam boiler dan hot oil boiler yang akan
menghasilkan panas dan panas ini akan digunakan untuk proses produksi.
Konsumsi energi industri PTA di Indonesia kurang efisien dibandingkan dengan industri PTA
di Thailand. Intensitas energi, yaitu konsumsi energi yang dibutuhkan untuk memproduksi 1 ton PTA di
Indonesia adalah sebesar 2.17 GJ, ini lebih besar (12.4%) daripada Thailand yang hanya membutuhkan
energi sebesar 1.9 GJ.

Tabel 1 : Perbandingan Kapasitas Produksi PTA, Konsumsi Energi dan Intensitas Energi di
Beberapa Negara

Biaya energi untuk industri PTA di Indonesia dalam setahun kira-kira sebesar 1.55 Trilyun rupiah atau
untuk memproduksi per ton PTA membutuhkan biaya energi sebesar Rp. 413.600. Dan harga energi
dari tahun-tahun yang akan terus meningkat.

Page 76
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Gambar 3 : Perkiraan Harga Energi


Sumber : Indonesia Energy Outlook, 2016
Dengan situasi seperti ini, agar industri PTA di Indonesia dapat bertahan dan dapat bersaing dengan
industri PTA negara lain maka harus terus berusaha untuk melakukan efisensi penggunaan energi.

2. Landasan Teori

Konservasi Dan Efisiensi Energi

Pengertian Konservasi Energi


Berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia pengertian konservasi adalah pemeliharaan dan
perlindungan sesuatu secara teratur untuk mencegah kerusakan dan kemusnahan dengan jalan
mengawetkan, pengawetan, pelestarian.

Menurut PP Nomor 70 tahun 2009 di atas pada Pasal (1) ayat (1) : Konservasi energi adalah upaya
sistematis, terencana, dan terpadu guna melestarikan sumber daya energi dalam negeri serta
meningkatkan efisiensi pemanfaatannya.

Menurut Zaki Siregar, 2018, Konservasi energi adalah any behavior that results in the use of less
energy, atau setiap perilaku yang pada akhirnya mengkonsumsi energi lebih sedikit. Konservasi energi
difokuskan pada perilaku manusia pengguna energi. Namun, pengurangan konsumsi energi itu harus
dilakukan dengan cara-cara rasional tanpa mengurangi penggunaan energi yang memang benar-benar
diperlukan; atau tanpa mengurangi keselamatan, kenyamanan dan produktivitas. Konservasi energi bisa
dilakukan mulai dari yang tanpa biaya hingga butuh biaya besar. Konservasi energi itu terkait dengan
perubahan perilaku.

Pengertian Efisiensi Energi


Berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia pengertian efisiensi adalah ketepatan cara (usaha, kerja)
dalam menjalankan sesuatu (dengan tidak membuang waktu, tenaga, biaya) dan atau kemampuan
menjalankan tugas dengan baik dan tepat (dengan tidak membuang waktu, tenaga, biaya).

Page 77
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Menurut Peraturan menteri ESDM Nomor 14 tahun 2016 tentang penyelenggaraan usaha jasa
konservasi energi pada pasal 1 ayat 3 : Efisiensi Energi adalah upaya menggunakan energi secara
efisien dan tepat guna tanpa mengurangi kenyamanan, keselamatan, dan produktivitas.

Menurut Zaki Siregar, 2018, Efisiensi adalah pengurangan jumlah energi yang dipakai untuk
mendapatkan hasil yang sama atau bahkan lebih pada suatu proses konversi energi atau pada suatu
proses yang memanfaatkan energi..Efisiensi energi sangat berfokus pada peralatan atau mesin yang
mengkonsumsi energi. Efisiensi energi seringkali merupakan penggunaan teknologi pemakai energi
yang lebih efisien.

Manajemen Energi

Pengertian Manajemen Energi


Menurut Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 14 tahun
2012, Manajemen energi adalah kegiatan terpadu untuk mengendalikan konsumsi energi agar tercapai
pemanfaatan energi yang efektif dan efisien untuk menghasilkan keluaran yang maksimal melalui
tindakan teknis secara terstruktur dan ekonomis untuk meminimalisasi pemanfaatan energi termasuk
energi untukproses produksi dan meminimalisasi konsumsi bahan baku dan bahan pendukung.

Manajemen energi berlaku untuk sumber daya serta pasokan, konversi dan pemanfaatan energi.
Manajemen energi melibatkan pemantauan, pengukuran, pencatatan, analisis, pemeriksaan kritis,
mengendalikan dan mengarahkan energi dan material mengalir melalui sistem sehingga sedikit daya
dikeluarkan untuk mencapai tujuan yang bermanfaat (O'callaghan & Probert, 1977 dalam Schulze et
al., 2015)

Manajemen energi adalah strategi untuk memenuhi kebutuhan/permintaan energi yang dibutuhkan. Ini
dapat dicapai dengan mengoptimalkan energi menggunakan sistem dan prosedur untuk mengurangi
konsumsi energi sehingga dapat mempertahankan atau mengurangi total biaya yang dibutuhkan
(Schulze et al., 2015)

Sistem Manajemen Energi ISO 50001


Sistem Manajemen Energi ISO 50001 merupakan standar internasional untuk Manajemen Energi
dibuat oleh International Organization for Standardization (ISO) dan dikembangkan oleh komite teknis
ISO/PC 242 "Energy Management" (Yao et al., 2016). Komite ini dibentuk pada tahun 2008, dan draft
terakhir ISO 50001 dirilis pada bulan Agustus 2018. Standar Manajemen Energi ISO 50001
menguraikan persyaratan/spesifikasi untuk setiap organisasi dalam membangun, menerapkan,
memelihara dan memperbaiki sistem manajemen energi/Energy Management System (EnMS) melalui
pendekatan sistematis yang akan terus meningkatkan kinerja energi sebuah organisasi.

Penerapan standar Manajemen energi dapat disesuaikan agar sesuai dengan kebutuhan atau persyaratan
spesifik dari organisasi manapun, terlepas dari mana kompleksitas sistem manajemen energi, tingkat
dokumentasi yang digunakan, dan jumlah sumber daya yang dibutuhkan/tersedia.
Standar Manajemen Energi/Energy Management System (EnMS) ISO 50001 menggunakan metodologi
Plan-Do-Check-Act (PDCA) untuk terus meningkatkan penggunaan energi dalam sebuah organisasi

Page 78
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

dengan memasukkan praktik pengelolaan energi ke dalam praktik organisasi sehari-hari yang normal
(International Standard ISO 50001, 2018).

Gambar 4 : Sistem Improvement manajemen energi,


Sumber : ISO 50001 Energi Manajemen Sistem

 Plan: Memahami konteks organisasi, menetapkan kebijakan energi dan tim manajemen energi,
mempertimbangkan tindakan untuk mengatasi risiko dan peluang, melakukan tinjauan energi,
mengidentifikasi penggunaan energi signifikan/significant energy uses (SEUs) dan menetapkan
indikator kinerja energy/Energy performance indicators (ENPIs), garis dasar energy/Energy base
lines (ENBs) tujuan dan target energi, dan rencana aksi yang diperlukan untuk memberikan hasil
yang akan meningkatkan kinerja energi sesuai dengan kebijakan energi organisasi.
 Do: Mengimplementasikan rencana aksi, kontrol operasional dan pemeliharaan, memastikan
kompetensi dan mempertimbangkan kinerja energi dalam desain dan pengadaan.
 Check: memantau, mengukur, menganalisa, mengevaluasi, mengaudit dan melakukan tinjauan
ulang/management review dari kinerja energy dan sistem managemen energi.
 Act: mengambil tindakan untuk mengatasi ketidaksesuaian/nonconformities dan terus
meningkatkan kinerja energi dan sistem manajemen energy/Energy Management System (EnMS).

Beberapa istilah penting dalam sistem energi :


a) Significant Energy Use (SEU) : Penggunaan energi yang melibatkan konsumsi energi yang besar
dan/atau memiliki potensi yang cukup besar untuk peningkatan kinerja energi
b). Energy Base Line (EnB) : Referensi kuantitatif yang memberikan dasar untuk perbandingan kinerja
energi. Energi base line didasarkan pada periode tertentu atau kondisi tertentu yang didefinisikan oleh
organisasi.
c). Energy Performance Indicator (EnPI) : Ukuran penggunaan energi dan efisiensinya per unit kerja
seperti energi per unit mesin produksi atau proses tertentu, energi per unit material atau orang, energi
per unit cahaya, dan sebagainya. Ini digunakan sebagai alat manajemen untuk menilai kinerja sistem
energi secara berkala.

Implementasi Penghematan Energi


Dalam industri, efisiensi energi dapat ditingkatkan dengan tiga pendekatan yang berbeda sebagai
berikut (Abdelaziz at al, 2011)
a). Penghematan energi dengan manajemen.

Page 79
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

b). Hemat energi dengan teknologi.


c). Penghematan energi dengan kebijakan / peraturan.

a). Penghematan Energi Dengan Manajemen Energi


Manajemen energi mulai dianggap sebagai salah satu fungsi utama manajemen industri pada 1970-an
sebagai hasil kenaikan harga energi dan laporan tentang mendekatnya kelelahan sumber daya energi
dunia (Petrecca, 1992 dalam Abdelaziz et al., 2011). Saat ini, peran manajemen energi sangat besar
diperluas di industri.

Ada banyak jenis penghematan energi oleh manajemen.


a.1). Audit energi.
a.2). Kursus efisiensi energi dan program pelatihan.
a.3). Housekeeping.

a.1). Audit energi


Audit energi adalah inspeksi, survei, dan analisis aliran energi untuk konservasi energi untuk
mengurangi jumlah input energi sistem tanpa mempengaruhi output secara negatif. Audit energi adalah
kunci untuk pengambilan keputusan di bidang manajemen energi. Audit energi merupakan pendekatan
yang andal dan sistematis dalam sektor industri. Ini membantu organisasi mana pun untuk menganalisis
penggunaan energinya dan menemukan area di mana penggunaan energi dapat dikurangi dan
limbah/waste bisa terjadi.

a.2). Kursus dan program pelatihan efisiensi energi


Kursus dan pelatihan efisiensi energi sangat penting untuk meningkatkan kesadaran orang-orang yang
terlibat di sektor industri.

a.3). Hemat energi dengan housekeeping


Dalam industri, produksi yang efisien dan lingkungan kerja yang baik saling melengkapi. Penghapusan
inefisiensi dan bahaya kecelakaan yang disebabkan oleh kondisi yang tidak menguntungkan di tempat
kerja sangat penting dalam menyelesaikan pekerjaan secara efisien dan dengan aman. Housekeeping
melibatkan setiap fase operasi industri. Itu lebih dari sekadar kebersihan.

b). Penghematan Energi dengan Teknologi


Aplikasi teknologi memiliki potensi yang besar dalam penghematan energi. Penggunaan energi industri
dapat dikurangi dengan menggunakan variabel speed drive dalam motor, motor efisien tinggi, nozel
yang efisien dalam sistem udara tekan, recovery panas buangan/waste heat recovry dalam boiler.

b.1). Variabel Speed Drive (VSD)


Variabel Speed Drive (VSD) adalah konverter daya elektronik menghasilkan multi-fase, keluaran
frekuensi variabel yang bisa digunakan untuk menggerakkan motor induksi ac standar, dan untuk

Page 80
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

memodulasi dan mengontrol kecepatan motor, torsi, dan output daya mekanis. Aplikasi ini
menawarkan penghematan energi yang signifikan jika diterapkan di banyak aplikasi industri (Mecrow
dan Jack, 2008 dalam Abdelaziz et al., 2011). VSD telah digunakan untuk memberikan penghematan
yang signifikan di sejumlah aplikasi di seluruh dunia (Saidur et al, 2009; Saidur, 2008 dalam Abdelaziz
et al., 2011). Hukum afinitas (juga disebut Hukum kubik) menyatakan output aliran pompa berbanding
lurus dengan kecepatan pompa. Oleh karena itu, untuk menghasilkan aliran 50%, pompa akan
dijalankan pada 50% kecepatan. Pada titik operasi ini, pompa hanya membutuhkan 12,5% dari tenaga
kuda terukur (0,5 x 0,5 x 0,5 = 0,125 atau 12,5%) (Lonnberg, 2007 dalam Abdelaziz et al., 2011). VSD
juga menawarkan penghematan tagihan tahunan dan pengurangan emisi yang signifikan; misalnya,
produsen makanan Northern Foods di Inggris mencapai penghematan energi sebesar 769 MWh /
tahun, menghemat biaya listrik lebih dari £ 30.000 per tahun, periode pengembalian hanya 10 bulan
dan pengurangan CO2 tahunan sebesar 338 ton (Tolvanen, 2008 dalam Abdelaziz et al., 2011).

b.2). Waste Heat Recovery dari Gas Buang Dengan Economizer


Waste heat adalah panas yang dihasilkan dalam proses pembakaran atau reaksi kimia, dan kemudian
‘‘dibuang’’ ke lingkungan meskipun masih bisa digunakan kembali. Strategi bagaimana recovery panas
ini sebagian bergantung pada suhu gas panas yang terbuang dan ekonomi yang terlibat. Economizer
adalah alat yang digunakan untuk recovery waste heat dari gas buang. Manfaat waste heat recovery
dapat secara luas diklasifikasikan dalam dua kategori; Manfaat langsung dan tidak langsung; Manfaat
langsung termasuk waste heat recovery yang memiliki efek pada efisiensi proses dan pengurangan
konsumsi utilitas & biaya. Manfaat tidak langsung antara lain: pengurangan polusi, pengurangan dalam
peralatan ukuran seperti kipas, tumpukan, saluran, pembakar dan konsumsi bahan bakar. Hasil
penghematan energi oleh economizer. Menurut Abdelaziz (Abdelaziz, 2010 dalam Abdelaziz et al.,
2011), saat memasang economizers di boiler industri hasil total penghematan energi tahunan telah
ditemukan 2.529 MWh. Apalagi menurut Willems (Willems, 2009 dalam Abdelaziz et al., 2011) ,
economizers dapat meningkatkan efisiensi boiler sebesar 2,5-4%, tergantung pada jumlah tabung,
penambahan sirip tabung, dan tekanan yang diijinkan jatuh, tetapi itu paling tergantung pada suhu air
umpan boiler. Untuk setiap pengurangan suhu 40oF di outlet gas boiler, keuntungan efisiensi adalah
1%.

b.3). Motor efisiensi tinggi


Sebagian besar konsumsi listrik di sektor industri adalah oleh motor listrik. Aktivitas dan proses dalam
industri tergantung banyak pada motor listrik termasuk untuk memadatkan, memotong, penggilingan,
pencampuran, kipas angin, pompa, pengangkutan material, kompresor udara dan pendingin.
Ada empat tipe dasar kerugian dalam induksi sangkar-tupai motor: Kerugian stator dan Rotor (kerugian
I2 R pada belitan stator dan rotor), Kerugian inti (Magnetik); ini adalah jumlah dari histeresis dan
kerugian arus eddy dari stator dan inti rotor, gesekan dan angin, Kerugian arus lir/Stray losses; ini
adalah lump sum dari semua kerugian pada motor yang tidak dapat dikaitkan dengan salah satu dari
empat komponen lainnya. Ini terutama karena harmonik listrik dan arus liar di motor. Harus ditekankan
bahwa motor standar sudah efisien dengan efisiensi di atas 80% naik hingga di atas 90% pada beban
penuh. Namun, produsen motor telah dapat meningkatkan efisiensi lebih lanjut dengan peningkatan
sifat baja ditingkatkan, laminasi lebih tipis, meningkatkan volume konduktor, desain slot yang
dimodifikasi, celah udara yang menyempit, insulasi rotor ditingkatkan,desain kipas yang lebih efisien.

b.4). Penghematan energi melalui pencegahan kebocoran pada kompresor udara

Page 81
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Kebocoran merupakan sumber energi terbuang yang signifikan dalam sistem udara tekan industri.
Kebocoran udara adalah yang terbesar sumber kehilangan energi di fasilitas manufaktur dengan
kompresi sistem. Kebocoran dapat membuang 20-50% dari output kompresor. Menghentikan
kebocoran bisa sesederhana memperkuat koneksi/sambungan atau kompleks seperti mengganti
peralatan yang rusak seperti kopling, alat kelengkapan, bagian pipa, selang, sambungan, saluran air,
dan perangkap. Kebocoran paling sering terjadi pada sendi, sambungan, siku, ekspansi mendadak,
sistem katup, selang, tabung, filter, selang, periksa katup, katup pelepas, ekstensi, dan peralatan yang
terhubung ke saluran udara bertekanan. Kebocoran ini bisa menyebabkan penurunan tekanan sistem
yang mempengaruhi produksi. Tambahan dengan meningkatnya konsumsi energi, kebocoran dapat
membuat alat udara lebih sedikit efisien dan berdampak buruk pada produksi, mempersingkat masa
pakai peralatan, mengarah pada persyaratan perawatan tambahan dan peningkatan downtime yang tidak
terjadwal. Kebocoran menyebabkan peningkatan energi kompresor dan biaya perawatan.

b.5). Penghematan energi karena penurunan tekanan


Dalam banyak kasus, tekanan sistem dapat diturunkan, sehingga menghemat energi. Sebagian besar
sistem memiliki satu atau lebih aplikasi kritis untuk menentukan tekanan minimum yang dapat diterima
dalam sistem. Suara desis kebocoran udara terkadang dapat didengar bahkan dalam kebisingan tinggi
fasilitas pabrik. Penurunan tekanan di titik pengguna/user akhir dengan tekanan 40% dari tekanan
keluar kompresor tidak umum. Namun umumnya untuk masalah seperti itu adalah dengan memasang
kompresor yang lebih besar daripada memeriksa sistem dan mencari tahu apa masalahnya. Tindakan
korektif yang terakhir diambil adalah biasanya hanya setelah kompresor yang lebih besar juga gagal
menghilangkan masalah. Energi terbuang dalam udara terkompresi sistem karena instalasi dan
pemeliharaan yang buruk dapat dipertanggungjawabkan hingga 50% dari energi yang dikonsumsi oleh
kompresor, dan itu diyakini bahwa sekitar setengah dari jumlah ini dapat dihemat dengan langkah-
langkah konservasi energi (Saidur et al, 2010 dalam Abdelaziz et al., 2011).

Meminimalkan penurunan tekanan memerlukan pendekatan sistem dalam desain dan pemeliharaan.
Komponen perawatan udara harus dipilih dengan penurunan tekanan serendah mungkin pada yang
ditentukan kondisi operasi maksimum dan kinerja terbaik. Mengoperasikan sistem udara tekan pada
tekanan terendah yang memenuhi persyaratan produksi akan menghasilkan penghematan energi.
Misalnya, mengurangi pengaturan tekanan hingga 13 kPa mengurangi konsumsi energi sebesar 1%.
Contoh lain adalah mengurangi tekanan sekitar (70-84 kPa), penghematan 5-6% dari permintaan listrik
udara terkompresi dapat dihemat (Galitsky dan Worrell, 2008 dalam Abdelaziz et al., 2011).

c). Penghematan Energi Dengan Kebijakan/Peraturan


Kebijakan Energi adalah keputusan yang digunakan suatu entitas (sering kali pemerintah) untuk
menangani masalah pengembangan energi termasuk produksi energi, distribusi, dan konsumsi. Atribut
kebijakan energi dapat mencakup undang-undang, internasional perjanjian, insentif untuk investasi,
perjanjian, pedoman untuk konservasi energi, perpajakan, standar efisiensi energi. Kebijakan energi
digunakan secara luas dalam sektor industri untuk memenuhi penggunaan energi tertentu atau target
efisiensi energi. Kebijakan energi industri dapat dipandang sebagai alat untuk mengembangkan rencana
strategis jangka panjang, yang mencakup periode 5-10 tahun, untuk meningkatkan efisiensi dan
pengurangan energi industri emisi gas rumah kaca. Kebijakan ini tidak hanya melibatkan insinyur dan
manajemen di fasilitas industri, tetapi juga termasuk pemerintah, asosiasi industri, lembaga keuangan,
dan lain-lain..

Page 82
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

c.1). Peraturan / standar


Peraturan dan standar adalah kebijakan wajib untuk meningkatkan efisiensi energi. Peraturan dan
standar biasanya diterapkan pada peralatan tertentu seperti motor, boiler, dll. Selain itu, peraturan dapat
mewajibkan fasilitas industri tersebut melakukan audit energi, mempekerjakan manajer energi, atau
mengadopsi sistem manajemen energi.

c.2). Kebijakan fiskal


Kebijakan fiskal meliputi pengenaan pajak, potongan pajak, kredit pajak investasi, dan pinjaman bank
investasi kriteria untuk promosi efisiensi energi. Kebijakan perpajakan adalah sarana wajib untuk
mempengaruhi pengenalan energi efisiensi. Kebijakan perpajakan juga dapat memengaruhi efisiensi
energi melalui penggunaan potongan pajak atau kredit pajak investasi.Kriteria pinjaman bank investasi
dapat ditetapkan untuk diberikan prioritas lebih tinggi untuk mendanai proyek yang meningkatkan
efisiensi energi (Price dan Worrel, 2000 dalam Abdelaziz et al., 2011)

c.3). Kesepakatan / target


Perjanjian digunakan secara luas di sektor industri untuk penggunaan energi tertentu atau target
efisiensi energi. Perjanjian seperti itu, yang biasanya tetapi tidak selalu sukarela, didefinisikan sebagai
‘‘ Perjanjian antara pemerintah dan industri untuk memfasilitasi tindakan sukarela dengan hasil sosial
yang diinginkan, yaitu didorong oleh pemerintah, untuk dilakukan oleh peserta, berdasarkan pada
kepentingan pribadi peserta ‘'. Sebuah perjanjian dapat dirumuskan dengan berbagai cara: dua metode
umum adalah yang didasarkan pada peningkatan efisiensi energi yang ditentukan target dan mereka
yang didasarkan pada penggunaan energi spesifik atau emisi karbon komitmen pengurangan. Baik
perusahaan individu atau subsektor industri, sebagaimana diwakili oleh pihak seperti industri asosiasi,
dapat masuk ke dalam perjanjian tersebut.

3. Metodologi
Penelitian ini menggunakan jenis campuran antara kuantitatif dan kualitatif. Konsep yang dipakai
adalah adalah sistem manajemen energi ISO 50001 : 2018. Data dan informasi yang dibutuhkan berupa
variabel penelitian, dimensi dan indikatornya. Variabel dan dimensi penelitian diambil dari konsep
teori, semua indikator operasional dijadikan sebagai acuan yang sesuai dengan konsep tersebut.
Penelitian ini mengunakan 2 (dua) jenis data yang dipakai sebagai bahan penelitian yaitu data primer
dan data sekunder.
Populasi penelitian ini adalah industri PTA. sampel penelitian akan dilakukan di salah satu perusahaan
tersebut. Dalam penelitian ini teknik yang dipakai pada pengambilan sampel adalah teknik non
probability sampling yaitu teknik yang digunakan untuk pengambilan sampel yang tidak memberikan
kesempatan atau peluang yang sama bagi setiap anggota populasi atau setiap unsur untuk dipilih
menjadi sebuah sampel.
Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut
1. Mendapatkan data intensitas energi industri PTA
2. Mendapatkan data energy performance indicator (base line)
3. Mendapatkan data energi performance indicator (pencapaian)
4. Memferifikasi significant energy use (penggunaan energi yang signifikan)

Page 83
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

5. Membandingkan energi performance indicator (pencapaian) vs energi performance indicator (base


line) dari significant energy use
6. Identifikasi significant energy use yang mempunyai performance indicator (pencapaian) melebihi
performance indicator (base line)
7. Melakukan analisa penyebab energy performance indicator (pencapaian) yang melebihi nilai base
line dengan menggunakan fish bone diagram. Adapun faktor-faktor yang dianalisis meliputi Machine,
Material, Methode, Man, Environment
8. Melakukan langkah perbaikan
Dalam melakukan perbaikan yang dilakukan pada penelitian ini malalui alat/tools 5W + 1H untuk
mengendalikan faktor-faktor yang menjadi penyebab masalah berdasarkan metode analisis yang telah
digunakan.

Gambar 5 : Langkah-Langkah Penelitian

4. Hasil dan Diskusi


Hasil menunggu penelitian lebih lanjut.

Page 84
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Daftar Pustaka

Abdelaziz, E. A., Saidur, R., & Mekhilef, S. (2011). A review on energy saving strategies in industrial
sector. Renewable and Sustainable Energy Reviews, 15(1), 150–168.
https://doi.org/10.1016/j.rser.2010.09.003
António, V., José, F., & Santos, M. (2019). Energy management system ISO 50001 : 2011 and energy
management for sustainable development. Energy Policy, 133(July), 110868.
https://doi.org/10.1016/j.enpol.2019.07.004
A Study on Energy Efficiency Index In Petrochemical Industry. Department of Alternative Energy
Development and Efficiency Minister of Energy
Dzene, I., Polikarpova, I., Zogla, L., & Rosa, M. (2015). Application of ISO 50001 for implementation
of sustainable energy action plans. Energy Procedia, 72, 111–118.
https://doi.org/10.1016/j.egypro.2015.06.016
Eccleston, Charles, H., Fredderic, March., Timothy, Cohen. (2012). Inside Energy Developing and
Managing an ISO 50001 Energy Management System. Boca Raton : CRC Press Taylor & Francis
Group
Farouk, A., & Moneim, A. (2017). Energy Efficiency Evaluation in Petrochemicals Industry. (Wu
2012), 1058–1069.
Flick, D., Ji, L., Dehning, P., Thiede, S., & Herrmann, C. (2017). Energy efficiency evaluation of
manufacturing systems by considering relevant influencing factors. 63, 586–591.
https://doi.org/10.1016/j.procir.2017.03.097
Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia. (2018). Ministry of Energy and Mineral
Resources Republic of Indonesia
Indonesia Energy Outlook. (2016). Sekretariat Jenderal Dewan Energi Nasional
International Standard ISO 50001. (2018).
Jadi Pionir Industri 4.0 Kemenprin Fokus Kembangkan Sektor Kimia. Diakses pada September 15,
2019 dari https://Kemenprin.go.id
Javied, T., Rackow, T., & Franke, J. (2015). Implementing energy management system to increase
energy efficiency in manufacturing companies. Procedia CIRP, 26, 156–161.
https://doi.org/10.1016/j.procir.2014.07.057

Page 85
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Kanneganti, H., Gopalakrishnan, B., Crowe, E., Al-shebeeb, O., Yelamanchi, T., Nimbarte, A., …
Abolhassani, A. (2017). Speci fi cation of energy assessment methodologies to satisfy ISO 50001
energy management standard. Sustainable Energy Technologies and Assessments, 23(August
2016), 121–135. https://doi.org/10.1016/j.seta.2017.09.003
Menghia, R., Papetti, A., Germani, M., & Marconi, M. (2019). Energy efficiency of manufacturing
systems : A review of energy assessment methods and tools. Journal of Cleaner Production.
https://doi.org/10.1016/j.jclepro.2019.118276
Montomery, D.C. (2009). Introduction to Statistical Quality Control. USA. John Wiley & Sons.
Neelis, M., Worrell, E., & Masanet, E. (2008). Energy Efficiency Improvement and Cost Saving
Opportunities for the Petrochemical industry An ENERGY STAR ® Guide for Energy and Plant
Managers. (June).
Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral Nomor 14 tahun 2016
Peraturan Meneteri Energi Sumber Daya Mineral Nomor 14 tahun 2012
Peraturan Pemerintah Nomor 70 tahun 2009 Tentang Konservasi Energi
Peter, O., Mbohwa, C., Peter, O., & Mbohwa, C. (2019). ScienceDirect Industrial Energy Conservation
Initiative and Prospect for Industrial Energy Conservation Initiative and Prospect for Sustainable
Manufacturing Sustainable Manufacturing. Procedia Manufacturing, 35, 546–551.
https://doi.org/10.1016/j.promfg.2019.05.077
Purified Terephtalic Acid (PTA) Properties, Production, Price and Market, Diakses 15 September 2019.
https://www.plasticsinsight.com/resin-intelligence/resin-prices/purified-terepthalic acid-PTA
Report on Developing Baseline Specific Energy Consumption in Petrochemical Industry in India
Sa, A., Thollander, P., & Cagno, E. (2017). Assessing the driving factors for energy management
program adoption. Renewable and Sustainable Energy Reviews, 74(January 2016), 538–547.
https://doi.org/10.1016/j.rser.2017.02.061
Saygin, D., Patel, M. K., Worrell, E., Tam, C., & Gielen, D. J. (2011). Potential of best practice
technology to improve energy efficiency in the global chemical and petrochemical sector q.
Energy, 36(9), 5779–5790. https://doi.org/10.1016/j.energy.2011.05.019
Schulze, M., Student, D., Nehler, H., Ottosson, M., & Thollander, P. (2015). SC. Journal of Cleaner
Production. https://doi.org/10.1016/j.jclepro.2015.06.060
Song, C., Li, M., Wen, Z., He, Y., Tao, W., Li, Y., & Wei, X. (2014). Research on energy efficiency

Page 86
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

evaluation based on indicators for industry sectors in China. Applied Energy, 134, 550–562.
https://doi.org/10.1016/j.apenergy.2014.08.049
Siregar, Zaki. (2018). "Konservasi dan efisiensi apa bedanya?', diakses 12 Januari 2020. Artikel energi
https://environment-indonesia.com/konservasi-energi
Vassallo, D. (2014). Optimizing energy efficiency : an imperative for improved business performance.
Procedia Engineering, 83, 441–447. https://doi.org/10.1016/j.proeng.2014.09.064
Yao, D., Zhang, X., Wang, K., Zou, T., Wang, D., & Qian, X. (2016). An Energy Efficiency Evaluation
Method Based on Energy Baseline for Chemical Industry. 2016.

Page 87
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

MODEL DISTRIBUSI CROSS-DOCKING UNTUK PERMINTAAN


PRODUK SUKU CADANG PEMELIHARAAN ALAT BERAT

Yemani Hafiz Azzubaidi1, Sawarni Hasibuan2

1
Mahasiswa Program Magister Teknik Industri, Universitas Mercu Buana, Jakarta, Indonesia.
2
Dosen Magister Teknik Industri, Universitas Mercu Buana, Jakarta, Indonesia.

Email korespondensi: yemanihafizazzubaidi@gmail.com

Abstrak
Masifnya pembangunan infrastruktur untuk meningkatkan daya saing, harus didukung dengan
ketersedian rantai pasok sumber daya yang mencukupi. Alat berat karena pemakaiannya selalu
mengalami penurunan kondisi, baik komponen utama ataupun komponen pendukung. Sistem
distribusi di Indonesia dihadapakan pada cakupan pasar, geografi yang luas dengan densitas pasar
di setiap daerah berbeda. Distribusi menentukan ketersedian dan kecepatan produk menjangkau ke
pasar dan pelanggan. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan model distribusi untuk variasi
permintaan produk suku cadang pemeliharaan alat berat. Metode yang digunakan gravity location
models untuk mendapatkan fasilitas cross-docking untuk variasi permintaan produk suku cadang
pemeliharaan alat berat.

Kata Kunci: Alat berat, Distribusi, Cross-docking, Gravity Location Models

Abstrak
The massive development of infrastructure to increase competitiveness must be supported by the
availability of sufficient supply chain of resources. Heavy equipment because its use always
experiences a decrease in conditions, both the main component or supporting components. The
distribution system in Indonesia is faced with market coverage, broad geography and market
density in each different region. Distribution determines the availability and speed of products
reaching the market and customers. The purpose of this study is to obtain a distribution model for
variations in demand for heavy equipment maintenance parts. The method used is gravity location
models to obtain cross-docking facilities for variations in product demand for heavy equipment
maintenance parts.

Key words: Heavy equipment, Distribution, Cross-docking, Gravity Location Models

Page 88
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

1. Pendahuluan

Masifnya pembangunan infrastruktur untuk meningkatkan daya saing, harus


didukung dengan ketersedian rantai pasok sumber daya yang mencukupi. Sebagai upaya
untuk mendukung ketersedian rantai pasok sumber daya kontruksi, Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) memberlakukan registrasi alat berat.
Alat berat karena pemakaiannya selalu mengalami penurunan kondisi, baik komponen
utama ataupun komponen pendukung. Yang diartikan sebagai batas kondisi suku cadang
masih cukup aman untuk tetap dipergunakan dalam pengoperasian (Aras, 2018).
Dalam manajemen rantai pasok, informasi menjadi sangat penting. Dalam tahapan
sistem rantai pasok, permintaan kebutuhan persedian disebabkan oleh permintaan pembeli
pengguna akhir. Variabilitas terjadi bila permintaan persedian aktual berbeda dengan
estimasi permintaan. Persedian dalam jumlah besar akan berimplikasi pada peningkatan
biaya dan lead time yang akan menyebabkan peningkatan biaya logistik dalam manajemen
rantai pasok (Zaroni, 2015). Dalam pemeliharaan alat berat, membutuhkan ketersedian
suku cadang pengganti digudang. Jumlah ketersedian suku cadang digudang yang lebih
besar dibandingkan kebutuhan beresiko terhadap peningkatan biaya, sebaliknya jumlah
persedian yang sedikit dibandingkan kebutuhan akan menimbulkan kekurangan suku
cadang (Nurainun & Khitob, 2015).
Sistem distribusi di Indonesia dihadapakan pada cakupan pasar, geografi yang luas
dengan densitas pasar di setiap daerah berbeda. Distribusi menentukan ketersedian dan
kecepatan produk menjangkau ke pasar dan pelanggan (Zaroni, 2018). Pada saat ini model
langsung ke pelanggan tanpa melalui gudang. Model distribusi ini digunakan untuk barang
yang umurnya pendek, berbeda halnya dengan produk suku cadang untuk pemeliharaan
alat berat yang memiliki umur yang cukup panjang dalam hal pemeliharaan dan
penggantian suku cadangnya. Penempatan lokasi fasilitas menjadi upaya dalam
mendistribusikan barang lebih dekat dengan pelanggan. Dengan adanya fasilitas,
perusahaan dapat mendistribusikan barang untuk menentukan dimana dan berapa jumlah
barang yang akan dikirim untuk memenuhi permintaan (Gede, Kartika, Andreawan &
Nugraheni, 2017). Sistem distribusi cross docking dapat mengurangi biaya simpan dan
angkut dalam rantai pasok (Anshori, Fudhla & Hidayat, 2017).

2. Landasan Teori

Supply Chain Management


Supply chain management adalah manajemen dari sebuah aliran material dan
informasi sebagai fasilitas penunjang antar rantai pasok, seperti dengan supplier
(pemasok), vendor (penjual), manufacturing plants (perencanaan pembuatan produk),
assembly plants (perencanaan penggabungan produk), warehouse facilities (fasilitas
pergudangan), distribution center (pusat distribusi), dan retailers (pengecer). Supply chain
juga memiliki arti integrasi dan koordinasi dari “kunci proses bisnis”, mulai dari supplier

Page 89
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

sampai ke pengguna akhir melalui jaringan distribusi yang memberikan nilai tambah
terhadap ketersedian barang atau pelayanan kepada pelanggan (Masudin, 2017).

Manajemen Distribusi
Distribusi dapat diartikan sebagai lembaga-lembaga penyalur yang mempunyai
kegiatan untuk menyalurkan barang atau jasa dari produsen ke konsumen. Produsen harus
mempertimbangkan berbagai macam faktor yang sangat berpengaruh dalam pemilihan
saluran distribusi. Pemilihan saluran distribusi yang efektif akan mampu mendorong
peningkatan penjualan, sehingga kelangsungan hidup perusahaan dapat terjamin.
Transportasi merpakan faktor yang harus diperhatikan, karena aktivitas pengangkutan
meliputi proses memindahkan barang atau produk ke tempat tujuan yang membutuhkan
biaya yang tidak sedikit (Suparjo, 2017).
Secara umum ada tiga strategi distribusi produk dari pabrik ke pelanggan. Tiga
strategi ini dengan asumsi bahwa pengiriman melewati sampai ke toko (Pujawan &
Mahendrawati, 2017). Ketiga strategi tersebut sebagai berikut:
1. Pengiriman langsung (Direct Shipment)
Strategi distribusi ini cocok digunakan untuk barang yang umurnya pendek dan barang
yang mudah rusak dalam proses bongkar muat atau pemindahannya. Strategi ini akan
menanggung risiko yang lebih tinggi bila ketidakpastian permintaan maupun
ketidakpastian pasokan relatif tinggi.
2. Pengiriman melalui warehouse
Pada strategi distribusi ini, gudang berfungsi sebagai tempat melakukan konsolidasi
muatan dari sejumlah supplier ke sejumlah pelanggan sehingga pengiriman bisa dilaksanakan
dengan skala ekonomi yang lebih tinggi, baik dari sumber menuju ke gudang maupun dari
gudang menuju ke pelanggan.
3. Cross-docking
Pada model ini produk akan mengalir melalui fasilitas cross-dock yang berada antara
pabrik dan pelanggan. Kendaraan penjemput dan pengirim akan bertemu dan terjadi
transfer beban, juga memungkinkan terjadinya konsolidasi yang melibatkan banyak pabrik
dan pelanggan. Secara umum keunggulannya adalah pengiriman bisa relatif cepat dan tetap
bisa mencapai economies of transportation yang baik karena adanya konsolidasi.

Grafity Location Models


Grafity Locaion Models digunakan untuk menentukan lokasi suatu fasilitas yang
menjadi penghubung antara sumber-sumber pasokan dan beberapa lokasi pasar.
Tujuannya adalah mendapapatkan lokasi yang meminimalkan biaya-biaya transportasi
bahan baku dari supplier ke pabrik dan biaya-biaya transportasi dari pabrik ke pasar. Logika
yang sama bisa digunakan bila fasilitas yang dimaksud adalah gudang yang menjadi
penyangga antara beberapa pabrik yang memproduksi barang tersebut dan beberapa lokasi
pasar tempat produk-produk tersebut akan didistribusikan. Model ini menggunakan beberapa
asumsi. Pertama, ongkos-ongkos transportasi diasumsikan naik secara linier sebanding
dengan volume yang dipindahkan. Kedua, baik sumber-sumber pasokan maupun pasar bisa
ditentukan lokasinya pada suatu peta dengan koorrdinat x dan y (Pujawan & Mahendrawati,
2017).
Jarak antara dua lokasi pada model ini dihitung sebagai jarak geometris antara dua lokasi
Page 89
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

yang dihitung dengan formula berikut:


(x0 , y0) adalah kandidat koordinat fasilitas yang dipertimbangkan. Dengan tujuan
mendapatkan lokasi fasilitas yang meminimumkan total ongkos-ongkos pengiriman yang
diformulasikan sebagai berikut:

Keterangan:
: Ongkos transportasi per unit beban per kilometer antara kandidat lokasi
fasilitas dengan lokasi sumber pasokan.
: Beban yang akan dipindahkan antara fasilitas dengan sumber pasokan.
) : Koordinat x dan y untuk lokasi sumber pasokan i.
: Jarak antara lokasi fasilitas dengan sumber pasokan i.

3. Metodologi

Jenis penelitian menggunakan metode penelitian kuantitatif. Dengan berdasarkan


fenomena masalah yang telah dijabarkan. Desain penelitian ini mempunyai hubungan dua
variabel proses-proses yang berpengaruh satu dengan lainnya. Yang menjadi populasi
dalam penelitian ini adalah alat berat untuk pekerjaan lahan yaitu excavator. Yang menjadi
sampel adalah suku cadang dari alat berat excavator yang memerlukan pemeliharaan
secara berkala untuk menjaga kondisi tetap aman dalam pengoperasiannya. Teknik analisis
data menggunakan teknik cluster sampling dengan menggunakan metode grafity location
models.

4. Hasil dan Diskusi

Berdasarkan fenomena masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, data kategori


alat berat yang telah terdaftar dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Data kategori alat berat

No Kategori Alat Berat Jumlah Alat Berat Persentase


1 Concrete Activity 452 1.52%
2 Earth Works 7574 25.45%
3 Erection Equipment 8 0.03%
4 Foundation Equipment 381 1.28%
5 Lifting Equipment 2839 9.54%
6 Light Equipment 2583 8.68%
7 Material Production 2071 6.96%
8 Others 1000 3.36%
No Kategori Alat Berat Jumlah Alat Berat Persentase
9 Paving Equipment 5342 17.95%

Page 90
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

10 Prestress Concrete Equipment 3 0.01%


11 Special Equipment 57 0.19%
12 Surveying and Testing 175 0.59%
13 Transportation 7274 24.44%
Sumber: Laporan Registrasi Alat Berat Kementerian PUPR (2020)

Dari tabel 1, menunjukkan kategori alat berat untuk pekerjaan lahan atau earth
work tercatat paling banyak didaftarkan sebanyak 7574 unit. Kemudian alat berat
transportasi menyusul dengan jumlah terdaftar sebanyak 7274 unit dan diurutan ketiga ada
alat berat paving equipment sebanyak 5342 unit.
Pada gambar 1. dapat dilihat grafik pertumbuhan tertinggi lapangan usaha
diperoleh jasa lainnya sebesar 10.73%, diikuti jasa perusahaan sebesar 9.94%, informasi
dan komunikasi sebesar 9.60%. Perekonomian di Indonesia didominasi oleh lapangan
usaha industri pengolahan, industri pertanian, perdagangan dan kontruksi (Statistik, 2019).

Gambar 1. Grafik Pertumbuhan PDB Lapangan Usaha

5. Kesimpulan

Dalam upaya untuk memenuhi ketersedian rantai pasok sumber daya kontruksi
dalam bagian dari kegiatan pembangunan infrastruktur, jasa perusahaan mempunyai
peluang dalam mengembangkan produk jasa untuk meningkatkan daya saing pada sektor
kontruksi. Hasil yang didapatkan dari metode gravity location models yaitu, untuk
mendapatkan model distribusi berupa fasilitas cross-docking untuk variasi permintaan
produk suku cadang pemeliharaan alat berat. Dengan biaya yang dikeluarkan dari jarak
lokasi permintaan pemeliharaan suku cadang alat berat dapat diminimalkan.

Page 91
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

DAFTAR PUSTAKA
Anshori, M., Fudhla, A. F., & Hidayat, A. (2017). Penentuan Lokasi Fasilitas Crossdock Pada
Kota Metropolis Dengan Pendekatan Center of Gravity. Teknika : Engineering and Sains
Journal, 1(2), 83–88.

Aras, M. (2018). Buku Informasi. Politane Pangkep, 20.

Gede, L., Kartika, S., Andreawan, I. M. A., & Nugraheni, Y. (2017). Penentuan Lokasi Fasilitas
Supply Chain Dengan Metode Gravity Location Models. Konferensi Nasional Sistem &
Informatika 2017, 2(Agustus), 425–430.

Ii-, T. (2019). STATISTIK Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan II-2019. (65), 1–12.

Masudin, I. (2017). Supply Chain Management And Reverse Logistics, Universitas


Muhammadiyah Malang, UMM Press.

MPK Bina Kontruksi, 2018. Sistem Registrasi Alat Berat. mpk.binakontruksi.pu.go.id

Nurainun, T., & Khitob, M. (2015). Pengendalian Persedian Suku Cadang Di PT. XXX
Menggunakan Metode Probabilitas Model Q Dengan Backorder. Universitas Islam
Negeri Sultan Syarif Riau. Pekanbaru.

Pujawan, I.N., & Mahendrawati. (2017). Supply Chain Management Edisi 3. ANDI. Yogyakarta.
Suparjo, (2017). Metode Saving Matrix Sebagai Metode Alternatif Untuk Efisiensi Biaya
Distribusi. Makalah. Media Ekonomi dan Manajemen.

Zaroni, (2015). Mengelola Bullwhip Effect. Retrieved from


http://supplychainindonesia.com/new/wp-
Zaroni, (2018). Standardisasi Sistem Distribusi Mendesak untuk Dilakukan.
http://supplychainindonesia.com/new/

Page 92
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

FORECASTING KEBUTUHAN BIODIESEL UNTUK MENGGANTIKAN


BAHAN BAKAR SOLAR DI INDONESIA
Rully Andika Listyantoko1, Choesnul Jaqin2
1.
Universitas Mercu Buana, Jl. Meruya Selatan No. 1 RT. 4 / RW. 1,
Meruya Sel., Kec. Kembangan, Kota Jakarta Barat
2.
Universitas Mercu Buana, Jl. Meruya Selatan No. 1 RT. 4 / RW. 1,
Meruya Sel., Kec. Kembangan, Kota Jakarta Barat

Email korespondensi: Listyantoko23@gmail.com

Abstrak

Cadangan minyak bumi semakin lama semakin menipis, dipresiksi pada tahun 2026 cadangan
minyak bumi akan habis dan cadangan gas bumi akan habis pada tahun 2050. Maka di
perlukannya energi alternatif untuk pengganti. pemakain biodiesel dengan di campur dengan
solar merupakan keputusan yang tepat sebagai pengganti energi alternatif yang terbaharukan.
Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetauhi kebutuhan biodiesel yang akan datang dan berapa
campuran biodiesel dengan solar di masa yang akan datang. Metode penelitian yang dipakai
untuk meramalakan kebutuhan biodiesel yang akan datang menggunakan metode moving
Average,exponential smooting, weight mooving average, dari ketika metode tersebut diperoleh
hasil MAD,MAP, dan MAPE yang terkecil yaitu expontential smooting. Tahapan selanjutnya
hasil dari permalan solar akan dioptimalkan menggunakan metode grafik, diperoleh hasil pada
tahun 2023 untuk campuran solar dengan biodesel 30% atau B30 bisa terpenuhi, dan tahun
2028 campuran solar dan biodesel 40% atau B40 bisa terpenuhi.

Kata Kunci: Biodiesel, Solar & Energi alternaif

Abstract

Petroleum reserves are declining, predicted by 2026 that oil reserves will be depleted and
natural gas reserves will be depleted by 2050. Then the need for alternative energy to replace.
the use of biodiesel mixed with diesel is the right decision in lieu of renewable energy
alternatives. The purpose of this study is to address the future needs of biodiesel and how much
biodiesel will be mixed with diesel in the future. The research method used to predict future
biodiesel needs using moving averages, exponential movements, average mooving weight
methods, from which the MAD, MAP, and MAPE results are obtained, namely exponential
restraint. The next step is that the solar system results will be optimized using the graphical
method, the results obtained in 2023 for a 30% or B30 biodiesel mix will be achieved, and by
2028 a 40% or B40 diesel and biodiesel mix will be achieved.

Key words: Biodiesel, Solar & Energy alternatif

Page 93
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

1. Pendahuluan

Pada tahun 2050 jumlah penduduk Indonesia diprediksi mencapai 359,37 juta jiwa, dan
konsumsi energi pada tahun 2050 di prediksi mencapai 3.289,44 juta (Kuncahyo.2013).
Cadangan minyak pada tahun 1980 bumi Indonesia sebanyak 11,6 miliar barel dan pada tahun
2019 hanya sekitar 3,2 miliar barel, diperkirakan cadangan minyak bumi akan habis pada tahun
2026 sedangkan gas bumi diprediksi akan habis pada tahun 2050 (Portal Indonesia.2019).
Diperlukan adanya bahan bakar baru dan energi alternatif untuk menghemat cadangan minyak
bumi, penggunaan biodiesel sebagai bahan bakar baru dan alternatif penggati mesin diesel telah
menarik banyak perhatian masyarakat karena dengan pemakaian biodiesel dapat mengurangi
ketergantungan pada bahan bakar fosil dan mengurangi pencemaran lingkungan (Yasin, et
al.2017). Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman yang berpotensi dijadikan bahan baku
untuk dijadikan biodiesel, kemudian digunakan untuk suplemen bahan bakar motor diesel
(Kuncahyo,dkk.2013), pemerintah melakukan kebijakan yaitu mewajibkan pencampuran Bahan
Bakar Nabati (BBN) dengan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar. Untuk mengetauhi
kebutuhan solar yang akan datang diperlukan peramalan (forcasting).
Dalam kesempatan kali ini dilakukan kajian terhadap kebutuhan bahan bakar solar untuk masa
yang akan datang. Peramalan dilakukan dengan menggunakan tiga metode yang ada dalam
analisis deret waktu, yaitu metode moving average, metode expontial smoothing,dan metode
weight mooving average. Dengan menggunakan ketiga metode tersebut akan dipilih model
peramalan yang cocok untuk meramalkan volume kebutuhan solar. Selanjutkan menggunakan
metode optimasi yang optimal untuk menentukan jumlah campuran biodiesel dengan solar.
Dengan mengetauhi model/ metode yang cocok untuk meramalakan kebutuhan solar diwaktu
yang akan datang tentunya akan diperoleh hasil peramalan yang terandalkan, sehingga akan
memudahkan menentukan kebutuhan biodiesel. Serta dapat mengurangi import solar dalam
memenuhi kebutuhan dalam negeri.

2. Landasan Teori

Moving average menurut Markidakis (1999) adalah suatu metode peramalan umum dan
mudah untuk menggunakan alat-alat yang tersedia untuk analisis teknis. Moving average
menyediakan metode sederhana untuk pemulusan data masa lalu. Metode ini berguna untuk
peramalan ketika tidak terjadi tren. Jika terdapat tren, gunakan estimasi berbeda untuk
mempertimbangkannya. Hal ini disebut dengan ”bergerak” karena sebagai data baru yang
tersedia, data yang tertua tidak digunakan lagi.
Tujuan utama penggunaan rata-rata bergerak adalah untuk menghilangkan atau mengurangi
acakan dalam deret waktu. Teknik rata-rata bergerak dalam deret waktu terdiri dari
pengambilan suatu kumpulan nilai-nilai yang diobservasi, mendapatkan rata-rata dari nilai ini,
dan kemudian menggunakan nilai rata-rata tersebut sebagai ramalan untuk periode yang akan
datang (Assauri.1984).
Peramalan dengan teknik Moving Average melakukan perhitungan terhadap nilai data yang
paling baru sedangkan data yang lama akan dihapus. Nilai rata-rata dihitung berdasarkan
jumlah data yang angka rata-ratanya bergeraknya ditentukan dari harga 1 sampai N data yang
dimiliki. Peramalan moving average (rataan bergerak) menggunakan sejumlah data aktual masa
lalu untuk menghasilkan peramalan .

Page 94
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Exponential smoothing adalah metode yang menunjukkan pembobotan menurun secara


eksponensial terhadap nilai pengamatan yang lebih tua. Terdapat satu atau lebih parameter
penulisan yang ditentukan secara eksplisit, dan hasil pilhan ini menetukan bobot yang
dikenakan pada nilai observasi (Markidakis.1999).
Metode ini digunakan untuk melakukan pemulusan terhadap suatu deret berkala dengan
membuat rata-rata tertimbang dari sederetan data yang lalu. Metode ini sangat efektif untuk
peramalan jangka pendek dan tidak membutuhkan banyak data. Metode Exponential Smoothing
cocok untuk data yang bergerak acak ke atas dan ke bawah secara terus menerus berarti tidak
ada tren maupun musiman. Exponential smoothing (penghalusan eksponensial) merupakan
metode peramalan rataan bergerak dengan pembobotan di mana titiktitik data dibobotkan oleh
fungsi eksponensial. Single Exponential Smoothing dapat digambarkan secara matematis
berikut:
Ft = Ft-1 + α (At-1 - Ft-1 )
Weighted Moving Average Saat terdapat tren atau pola yang terdeteksi, bobot dapat digunakan
untuk menempatkan penekanan yang lebih pada nilai terkini. Moving average dengan
pembobotan disebut juga Weighted Moving Average. Weighted Moving Average dapat
digambarkan secara matematik sebagai berikut:
WMA = ∑ Wt – At
Pada semua penelitian mengandung nilai ketidakpastian, mengenali fakta dengan memasukkan
nilai error dalam merumuskan peramalan deret waktu. Sumber penyimpangan dalam peramalan
bukan hanya disebabkan oleh unsur error tetapi ketidakmampuan model untuk meramlkan
unsur lain dalam peramalan deret data juga mempengaruhi besarnya penyimpangan dalam
peramalan. Jadi besarnya penyimpangan dalam peramalan bias disebabkan dari hal yang tidak
terduga, dimana tida ada metode peramalan yang menghasilkan data yang akurat atau bisa
disebabkan metode permalan yang digunakan tidak dapat memprediksi dengan tepat komponen
trend, komponen musiman, komponen siklusyang mungkin terdapat pada deret data. Yang
berarti metode yang digunakan tidak tepat (Bowerman.1987)
Ukuran akurasi hasil peramalan yang merupakan ukuran tentang tingkat perbedaan atau
kesalahan hasil peramalan dengan permintaan yang sebenarnya terjadi. Ada 4 ukuran yang
biasa digunakan, yaitu:
Rata – rata deviasi mutlak ( Mean Absolute Deviation = MAD )
Mean Absolute Deviation ( MAD ) merupakan rata – rata kesalahan mutlak selama periode
tertentu tanpa memperhatikan apakah hasil peramalan lebih besar atau lebih kecil jika
dibandingkan dengan kenyataannya. Secara sistematis, MAD dirumuskan sebagai berikut :

keterangan :
At = Permintaan aktual pada periode t
Ft = Peramalan permintaan pada periode t
n = Jumlah periode peramalan yang terlibat
Rata - rata kuadrat kesalahan ( Mean Square Error = MSE ) Mean Square Error ( MSE )
dihitung dengan menjumlahkan kuadrat semua kesalahan peramalan pada setiap periode dan

Page 95
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

membaginya dengan jumlah periode peramalan. Secara matematis, MSE dirumuskan sebagai
berikut :

keterangan :
At = Permintaan aktual pada periode t
Ft = Peramalan permintaan pada periode t
n = Jumlah periode peramalan yang terlibat
Rata – rata kesalahan peramalan ( Mean Forecast Error = MFE )
Mean Forecast Error ( MFE ) sangat efektif untuk mengetahui apakah suatu hasil peramalan
selama periode tertentu terlalu tinggi atau rendah. Bila hasil peramalan tidak bias, maka nilai
MFE akan mendekati not. MSE dihitung dengan menjumlahkan semua kesalahan peramalan
selama periode peramalan dan membaginya dengan jumlah periode peramalan. Secara
sistematis dirumuskan sebagai berikut :

keterangan :
At = Permintaan aktual pada periode t
Ft = Peramalan permintaan pada periode t
n = Jumlah periode peramalan yang terlibat
Rata – rata persentase kesalahan mutlak ( Mean Absolute Percentage Error = MAPE )
Merupakan ukuran kesalahan relatif. MAPE biasanya lebih berarti dibandingkan MAD karena
MAPE menyatakan persentase kesalahan hasil peramalan terhadap permintaan aktual selama
periode tertentu yang akan memberikan informasi persentase kesalahan telalu tinggi atau
rendah. Secara sistematis dirumuskan sebagai berikut :
( ) | |
keterangan :
At = Permintaan aktual pada periode t
Ft = Peramalan permintaan pada periode t

Pada saat ini penggunaan energi yang terbaharukan menjadi masalah yang sangat penting bagi
setiap negara, dengan berkurangnnya cadangan minyak global penggunaannya dianggap
sebagai salah satu sumber energi utama sebagai pengganti energi fosil (Raychudhuri & Ghosh.
2016), dan ramah lingkungan (lee, et al.2014). Biodiesel merupakan salah satu energi yang
terbaharukan, pada negara berkembang penggunaan biodiesel digunakan untuk sektor
transportasi (Yusoff, et al.2013) dan industri (Archer, et al.2018). Biodiesel dan solar memiliki
karakteristik pembakaran yang serupa sehingga dapat digunakan langsung pada mesin diesel
(Yasin, et al.2017), berbeda dengan pendapat sebelumnya biodiesel tidak dapat dipakai
langsung sebagai bahan bakar dan dapat berakibat kerusakan pada mesin diesel, akan tetapi
harus dicampur solar dengan berbagai macam rasio pencampuran(Ng & Yung.2019).
Penggunaan biodiesel juga dapat mengurangi Gas Rumah Kaca (GRK) (Abdullah, et al.2010),

3. Metodologi
Desain penelitian menggunakan penelitian diskriptif kuantitatif, variable penelitian yang
digunakan pada penelitian ini ialah solar dan biodiesel, sedangakan jenis data yang diambil dari
penelitian ini yaitu data sekunder,

Page 96
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Kebutuhan solar & Forecasting & Penyediaan &


produksi Biodiesel Optimasi Kebijakan
k

Gambar. Kerangka Pemikiran

Pada gambar kerangka pemikiran tahapan awal yang dilakukan adalah mendaatkan data akan
kebutuhan solar dan produksi biodiesel yang ada, selanjutnya dilakukan tahap forecasting dan
optimasi, untuk mengetauhi kebutuhan untuk menentukan kebijkan

4. Hasil dan Diskusi

Hasil
Hasil peramalan data kebutuhan solar untuk ketiga metode peramalan (Moving Average,
Exponential Smooting, Mooving Average) untuk mendeteksi ketepatan dan hasil nilai
peramalan data deret waktu perlu ditentukan nilai MSE dan MAPE serta MAD untuk ketiga
periode peramalan.
Tabel Perbadingan MAD,MSE dan MAPE
metode peramalan
ukuran ketepatan
moving Average Expnnetial Smooting Weighted Moving Average

MAD 2,33 1,88 2,67

MSE 7,54 7,54 9,61

MAPE 0,08 0,06 0,09

Tabel perbandingan MAD, MSE dan MAPE diatas menunjukkan metode peramalan
Exponential Smooting menghasilkan nilai MAD,MSE dan MAPE yang minimum sehingga
metode tersebut dianggap sebagai metode terbaik yang dapat digunakan untuk peramalan.
Tabel kebutuhan solar
Tahun Kebutuhan Solar Produksi Biodiesel
2020 29.352.835 7.266.822
2021 30.207.260 7.873.651
2022 31.007.759 8.480.479
2023 31.615.752 9.087.308
2024 31.827.247 9.694.136
2025 31.296.337 10.300.965
2026 30.635.976 10.907.793
2027 30.361.503 11.514.621
2028 30.481.736 12.121.450
Sumber, ESDM,2019; Lokadata,2016 (data diolah)

Page 97
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Pada tabel kebutuhan solar menunjukkan dari tahun 2020 sampai 2028 kebutuhan akan solar
tidak mengalami kenaikkan yang sangat signifikan. Berbanding terbalik dengan produski
biodiesel yang mengalami kenaikan yang sangat signifikan dari tahun ke tahun. Dari data
forecasting kebutuhan solar dan produksi biodiesel akan di optimasi dengan campuran biodiesel
B30, B50, dan B100 dengan menggunakan metode grafik.

35,000
30,000

25,000 Solar
20,000 b30

15,000 b50

10,000 b100
Biodisel
5,000

-
2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028

Grafik Optimasi Biodiesel Dengan Solar

Dari grafik optimasi biodiesel dengan solar menunjukan pertemuan garis biru (Biodiesel), garis
merah menunjukkan campuran biodesel (B30). Dari pertemuan garis tersebut artinya pada
tahun 2024 campuran biodiesel 30% (B30) dengan solar dapat terpenuhi. Sedangkan campuran
biodiesel 50% (B50) belum dapat terpenuhi,

Diskusi
Program B30 adalah program pemerintah untuk mewajibkan pencampuran 30% Biodiesel
dengan 70% bahan bakar jenis Solar, uji jalan(Road Test) untuk kendarran <3.5 ton dan >3.5
ton dilaksanakan pada bulan Mei-November 2019 dengan hasil yang posisitif (ESDM.2019)
dan memenuhi mutu yang ditetapkan pemerintah (EBTKE.2019). Penerapan biodiesel
berdampak negative pada penerimaan devisa Negara dan berdampak positif dengan
pengurangan eksport solar (Sutiawan.2019). Program pencampuran Solar dengan Biodiesel
30% (B30) pada tahun 2020 (Purba, dkk.2018). Berdasarkan hasil penelitian ini belum dapat
tercapai jika pemerintah tidak melakukan kebijakan dalam pemenuhan biodiesel 100%, perlu
adanya peningkatan produktivitas dan keberlanjutan industri hilir sawit di Indonesia khususnya
untuk menghasilkan biodiesel (Hasibuhan & Thaheer.2017)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, A. Z., Salamatinia, B., Mootabadi, H., & Bhatia, S. (2009). Current status and
policies on biodiesel industry in Malaysia as the world's leading producer of palm
oil. Energy Policy, 37(12), 5440-5448.

Page 98
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Archer, S. A., Murphy, R. J., & Steinberger-Wilckens, R. (2018). Methodological analysis of


palm oil biodiesel life cycle studies. Renewable and Sustainable Energy Reviews, 94, 694-
704
Assauri, S. (1984). Teknik dan Metode Peramalan Penerapannya Dalam Ekonomi dan Dunia
Usaha. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.
Bowerman, B. L. & O’Connell, R.T. (1987). Time Series Forecasting. Boston: Duxbury Press.
ESDM. (2019). Konsumsi atau Penjualan Bahan Bakar Minyak (BBM)
http://statistik.migas.esdm.go.id/index.php?r=konsumsiBbm/index
ESDM (2019). Program Mandatori Biodiesel B30.
http://ebtke.esdm.go.id/post/2019/12/19/2434/faq.program.mandatori.biodiesel.30.b30
Hasibuan, S., & Thaheer, H. (2017). Life Cycle Impact Assessment Produksi Biodiesel Sawit
Untuk Mendukung Keberlanjutan Hilirisasi Industri Sawit Indonesia. Prosiding
SENIATI, 3(2), 47-1.
Heyko, E. (2013). Strategi Pengembangan Energi Terbarukan: Studi Pada Biodiesel,
Bioethanol, Biomassa, dan Biogas di Indonesia. Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB, 2(1).
Keputusan Direktur Jenderal EBTKE Nomor 189 K/10/DJE/2019 tanggal 5 November 2019
Kuncahyo, P., Fathallah, A., & Sanuri, S. S. S. S. S. (2013). Analisa prediksi potensi bahan
baku biodiesel sebagai suplemen bahan bakar motor diesel di Indonesia. Jurnal Teknik
ITS, 2(1), B62-B66.
Lee, A.J., Tong, D., Cheston, M.Z., Yi, Z.H., & Olaganathan, R. (2014). Is Biofuel a Feasible
Long-Term Chief Energy Source? a Global Perspective
Lokadata. (2016). Konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia.
https://lokadata.beritagar.id/chart/preview/konsumsi-bahan-bakar-minyak-bbm-di-indonesia-
menurut-jenis-bbm-1483803697
Makridakis, S., Wheelright, S.C., & McGee, V. E. (1999). Metode dan Aplikasi Peramalan,
(U.S.Andriyanto dan A. Basith, terj.). Jakarta: Erlangga.
Ng, M. H., & Yung, C. L. (2019). Nuclear magnetic resonance spectroscopic characterisation of
palm biodiesel and its blends. Fuel, 257, 116008
Portal Indonesia.(2019).Minyak Mengalami Defisit, Potensi Panas Melimpah.
https://indonesia.go.id/narasi/indonesia-dalam-angka/ekonomi/minyak-alami-defisit-potensi-
panas-bumi-melimpah
Purba, H. J., Sinaga, B. M., Novianti, T., & Kustiari, R. (2018). Dampak Kebijakan
Perdagangan terhadap Pengembangan Industri Biodiesel Indonesia. Jurnal Agro
Ekonomi, 36(1), 1-24
Raychaudhuri, A., & Ghosh, S. K. (2016). Biomass Supply Chain in Asian and European
Countries. Procedia Environmental Sciences, 35, 914-924
Sutiawan,Iwan.2019.”B30 Diterapkan mulai Januari 2020”. Dalam Gatra Media Grup, 05
September 2019. Tersedia pada: https://www.gatra.com/detail/news/442501/teknologi/b30-
diterapkan-mulai-januari-2020
Yasin, M. H. M., Mamat, R., Najafi, G., Ali, O. M., Yusop, A. F., & Ali, M. H. (2017).
Potentials of palm oil as new feedstock oil for a global alternative fuel: A review. Renewable
and Sustainable Energy Reviews, 79, 1034-1049.
Yusoff, M. H. M., Abdullah, A. Z., Sultana, S., & Ahmad, M. (2013). Prospects and current
status of B5 biodiesel implementation in Malaysia. Energy Policy, 62, 456-462.

Page 99
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

RANCANGAN PERBAIKAN TERHADAP WASTE


PADA PROSES PRODUKSI OBAT SEDIAAN LIQUID
DI SEBUAH INDUSTRI FARMASI
Muhammad Julian Syaputra1, Zulfa Fitri Ikatrinasari2
1
Program Studi Magister Teknik Industri, Universitas Mercu Buana, Jl. Meruya Selatan
No.1 Kec. Kembangan, Jakarta Barat 11650
2
Program Studi Magister Teknik Industri, Universitas Mercu Buana, Jl. Meruya Selatan
No.1 Kec. Kembangan, Jakarta Barat 11650

Email: julian.syaputra@gmail.com

Abstrak
Melalui penerapan program pemerintah yakni Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), mendorong
peningkatan investasi lebih besar lagi bagi penyedia layanan kesehatan. Salah satunya perusahaan
farmasi PT. MAP yang mendukung program JKN tersebut. Akan tetapi terdapat permasalahan yang
dihadapi yakni sering terjadinya keluhan dari pelanggan mengenai keterlamabatan pengiriman dan
jumlah yang diterima berupa produk obat jadi sediaan liquid yang masih kurang dengan jumlah
pesanan, hal tersebut dikarenakan tidak tercapainya target hasil produksi yang disebabkan waktu
produksi yang panjang serta banyaknya pemborosan yang terjadi. Maka dari itu perlu dilakukan
identifikasi penyebab terjadinya penumpukan produk setengah jadi diantara stasiun kerja dengan
mengeliminasi pemborosan. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi, dan menganalisa jenis
pemborosan, serta memberikan usulan perbaikan pada proses produksi obat sediaan liquid berdasarkan
pendekatan Lean Manufactuing. Metode yang digunakan yakni Value Stream Mapping. Dari hasil
perbaikan tersebut dengan memperhatikan regulasi cGMP, terdapat penurunan yang signifikan dari
NVA yakni 7,378.23 detik, dan pengurangan operator dari filling liquid dan kemas sekunder, sekitar 6
operator menjadi 3 operator.

Kata kunci : Lean Manufactuing, Value Stream Mapping, cGMP

Abstract
Through the implementation of a government program, the National Health Insurance (JKN),
encourages even greater investment for health service providers. One of them is the pharmaceutical
company PT. MAP which supports the JKN program. However, this amount is less than the number of
orders, this causes the production target to be not achieved which results in shipments that increase
well the amount of waste that occurs. Therefore it is necessary to do about causing the accumulation
of semi-finished products from work stations by eliminating waste. The purpose of this study is to
discuss, and analyze the types of waste, and provide improvements to the production process of liquid
drugs that are provided based on Lean Manufacturing. The method used is Value Stream Mapping.
From the results of improvements with regard to cGMP settings, there is a significant decrease from
NVA, namely 7,378.23 seconds, and access operators from filling fluid and secondary packaging,
around 6 operators to 3 operators.

Key words: Lean Manufactuing, Value Stream Mapping, cGMP

Page 100
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

1. Pendahuluan
Kesehatan merupakan aspek yang sangat penting bagi kesejahteraan dan keberlangsungan
hidup manusia, yang dijadikan suatu keutamaan dalam program pembangunan nasional
ditiap-tiap negara. Pasar Farmasi global memainkan peran penting dalam cara pelanggan
mendapatkan produk berupa obat yang dibutuhkan. Pasar Farmasi global telah mengalami
pertumbuhan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2018 total pasar farmasi
global bernilai sekitar 1,2 Triliun dolar AS, Selama 10 tahun terakhir, hal ini merupakan
peningkatan yang signifikan dari tahun 2008 ketika pasar hanya dihargai 799 miliar dolar AS.
Serta di ASEAN pun, Indonesia merupakan pasar farmasi terbesar dengan pangsa pasar USD
9.4 miliar ditahun 2018 (IMS, 2018). Penerapan program pemerintah yakni Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN), mendorong peningkatan investasi lebih besar lagi bagi penyedia
layanan kesehatan Dalam waktu empat tahun pelaksanaannya. Data terbaru pada tahun 2018
menyatakan bahwa seluruhnya 182 juta orang (sekitar 80% penduduk Indonesia) saat ini telah
terdaftar dalam program pemerintah untuk pelayanan kesehatan (DBS Vickers, 2018). Telihat
adanya lonjakan jumlah kunjungan pasien sesudah dimulainya program JKN pada beberapa
rumah sakit dan klinik kesehatan (Zahra, 2015). PT MAP merupakan perusahaan industri
farmasi yang ikut serta dalam berkontribusi untuk memajukan program JKN. Permasalahan
yang dihadapi oleh perusahaan PT. MAP yakni sering terjadinya keluhan dari pelanggan
mengenai keterlamabatan pengiriman dan jumlah yang diterima berupa produk obat jadi
sediaan liquid yang masih kurang dengan jumlah pesanan (order), hal tersebut dikarenakan
waktu produksi yang panjang serta banyaknya pemborosan (waste) yang terjadi pada
departemen produksi III. Maka dari itu perlu dilakukan identifikasi penyebab terjadinya
penumpukan produk setengah jadi diantara stasiun kerja dengan mengeliminasi pemborosan.
Produk sediaan liquid merupakan salah satu produk utama yang bisa diandalkan, dikarenakan
banyak dari produk tersebut yang termasuk mampu berkontribusi untuk program JKN. Tujuan
penelitian ini adalah mengidentifikasi, dan menganalisa jenis pemborosan (waste), serta
memberikan usulan perbaikan pada proses produksi obat sediaan liquid berdasarkan
pendekatan Lean Manufactuing.

2. Landasan Teori
Konsep Lean Manufacturing
Konsep Lean Manufacturing pertama kali diperkenalkan oleh Toyota dan dikenal dengan
Toyota Production System. Suatu Sistem Produksi Toyota yang di gambarkan oleh Taiichi
Ohno pendirinya, yakni bagaimana perusahaan melihat kedalam time line dari saat pelanggan
memberikan pesanan sampai titik dimana perusahaan peroleh uang tunai dan memperpendek
time line dengan menghilangkan non value added wastes (Liker, 2004). Konsep lean
merupakan suatu metode dan prinsip yang berfokus pada identifikasi secara sistematis untuk
mengeliminasi non value added dalam suatu industi manufaktur dan pelayanan pelanggan
(Ikatrinasari, Hasibuan, & Kosasih, 2018), serta pemborosan secara totalitas (Waring &
Bishop, 2010). Entah bagaimana konsep lean dapat diterapkan dengan baik dalam siklus
produksi obat (Jaiganesh & Sudhahar, 2013). Meningkatkan efisiensi produksi obat melalui
konsep lean dengan perencanaan, pengembangan sistem, pelaksanaan dan dukungan
(Sieckmann, Ngoc, Helm, & Kohl, 2018). Pemanfaatan efisiensi sebagai pengendali di lantai
produksi ketika memprioritaskan perbaikan (Bellgran, Kurdve, & Hanna, 2019), serta
mengatur tempat kerja dan meningkatkan pemanfaatan ruang (Abu, Gholami, Mat Saman,
Zakuan, & Streimikiene, 2019). Standar cGMP harus bersama prinsip lean (Božanić &

Page 101
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Vojislav, 2010), dan peraturan cGMP pun dicari untuk diterapkan dalam filosofi manufaktur
(Chowdary & George, 2011), penerapan konsep lean telah menunjukan bahwa pedoman
cGMP tidak terancam bahaya (Khairi, Rahman, & Rushidi, 2016). Untuk cGMP di sektor
farmasi membatasi konversi elemen pengaturan internal ke elemen pengaturan eksternal
(Bevilacqua, Ciarapica, De Sanctis, Mazzuto, & Paciarotti, 2015). Salah satu karakteristik
cGMP ialah banyaknya proses dokumentasi seperti Standar Operational Prosedeur (SOP)
(Arief & Ikatrinasari, 2018), dan membutuhkan banyak laporan sehingga mempengaruhi lead
time (Khlat, Harb, & Kassem, 2014). Pembelajaran untuk topik lean serta tambahan tools lean
manufacturing yang relevan yang sudah mapan di industri farmasi dapat meningkatkan
kesediaan karyawan dan mengimplementasikannya (Petrusch, Sieckmann, Menn, & Kohl,
2019).
Value Stream Mapping
VSM ialah suatu teknik perbaikan yang diciptakan oleh Toyota dalam Toyota Production
System, untuk mengidentifikasi dan mengeliminasi waste. Sistem kerja Value Stream
Mapping berfokus pada keseluruhan mapping pada area yang terdapat waste untuk
menghilangkan waste yang tersedia di area tersebut (Wilson, 2010). Melalui tools VSM dapat
dipastikan akan terlaksanakannya perbaikan berkesinambungan (Qassim, Reyes, & Kumar,
2018), meningkatkan fleksibilitas produksi (Lopes, Freitas, & Sousa, 2015), dapat mereduksi
waktu tempuh (Purba, Mukhlisin, & Aisyah, 2018), dan penumpukan inventory (Karam,
Liviu, Cristina, & Radu, 2018).
Penelitian Sebelumnya
Berdasarkan penelitian (Purnama & Ikatrinasari, 2013) hasil analisis dan perbaikan proses
produksi FreshCare melalui lean manufacturing, maka produkivitas akan meningkat. Hal ini
dapat dilihat dari penurunan cycle time dari 538,96 detik menjadi 445,68 detik. Serta pada
penelitian (Khairunnas, Ceha, & Muhammad, 2016) tingkat pemborosan pada aliran proses
produksi kapsul Piroxicam 20 mg sangat tinggi sebesar 98% sedangkan value added proses
produksi hanya 2%. Persentase aktivitas pada Process Activity Mapping (PAM) dan current
state adalah delay 55.88%, storage 42.37%, operasi 1.60%, transpotasi 0.12%, dan Inspeksi
0.03%. Pengurangan WIP meningkat 7% dan walkthrough 16 menit (Nenni, Giustiniano, &
Pirolo, 2014).

3. Metodologi
Kesulitan yang biasa dihadapi dalam menerapkan konsep lean pada objek industri farmasi
yakni bisa berasal dari pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Tetap menjaga
mutu pada produk dan bahan, hendaklah dilindungi terhadap kontaminasi dari lingkungan
sekitar pada tiap tahap pengolahan (CPOB, 2018). Untuk mengetahui permasalahan pada
waktu kegiatan proses produksi dapat dianalisa dengan aktivitas gemba serta menggunakan
pemetaan fungsi waktu dasar, yangmana terdapat waktu dasar serta aktivitas dasar untuk
mengidentifikasi hal-hal yang tidak diperlukan.
Value Stream Mapping
Mengidentifikasi dan Mengeliminasi
Cycle Waste, dan CycleTime Cycle
Time Improvement layout, dan sistem Time
tinggi material handling pada lini produksi rendah
liquid
Pemenuhan kebutuhan pelanggan
sesuai dengan waktu & jumlah,
Mendukung program JKN

Page 102
Feedback
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan Gambar 1. Kerangka Pemikiran, output yang dihasilkan yakni cycle time rendah
melalui konsep lean manufacturing.

4. Hasil dan Diskusi


Identifikasi Waste
Proses identifikasi pemborosan (waste) melalui aktivitas gemba pada lini proses produksi obat
sediaan liquid serta menggunakan pemetaan fungsi waktu dasar. Setelah dilakukan
identifikasi pemborosan (waste) dapat dilihat pada Tabel 1. Rekapitulasi waktu proses operasi
dan Gambar 2. VSM Current State di lini produksi obat sediaan liquid.

Tabel 1. Rekap Waktu Operasi pada Proses Operasi dan Transportasi pada lini produksi obat
sediaan liquid
No. Non Value Value added
Aktivitas Jenis Waste
Urut added Time Time
Mengambil bahan baku di ruang
1 antara material in untuk 24.08 detik Transportation
ditimbang
Proses penimbangan bahan baku
2 30 menit Motion
di ruang penimbangan
3 Proses Inspeksi 57.50 detik Motion, Defect
Memindahkan bahan baku yang
4 21.18 detik Transportation
sudah ditimbang ke ruang staging
Penyimapanan bahan baku per
5 3 jam Inventory
batch di ruang staging
Mengambil bahan baku dari ruang
6 59.88 detik Transportation
staging ke ruang mixing liquid
Memasukkan purified water dan
7 bahan eksipien ke dalam tangki 8.21 Menit Motion
mixer liquid
8 Proses mixing 1 Jam Waiting
Memasukkan zat aktif ke dalam
9 15.60 detik Motion
tangki mixer liquid
10 Proses mixing 1 jam Waiting
Memasukkan gula ke dalam
11 56.67 detik Motion
tangki mixer liquid
12 Proses mixing 1 jam Waiting
13 Proses Inspeksi 54.60 detik Motion, Defect

14 Setelah mixing, memindahkan 5 Menit Motion

Page 103
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

produk ke tangki storage

Memindahkan tangki storage ke


15 82.21 detik Transportation
ruang Work In Process
Penyimapanan produk per batch
16 1 hari Inventory
di ruang Work In Process
17 Persiapan filling liquid 30 Menit Motion
Mengambil produk yang sudah
release di ruang Work In Process
18 25.43 detik Transportation
untuk dilakukan proses filling ke
dalam botol
19 Proses filling liquid 2.5 jam Motion
20 Proses Inspeksi 55.14 detik Motion, Defect
Memindahkan produk (per 3 rak)
1,396.2 detik
yang sudah dilakukan filling ke
21 (1 batch = 44rak Transportation
dalam botol (kemas primer) ke
= 93.08 detik)
ruang antara material out
Memindahkan produk (per 3 rak)
1284.15 detik
yang sudah di ruang antara
22 (1 batch = 44rak Transportation
material out, ke ruang kemas
= 85.61 detik)
sekunder

Dari analisa waste pada proses operasi diatas, maka dapat dibuat Value Stream Mapping
Current State sebagai berikut :

Page 104
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Gambar 2. Value Stream Mapping Current State Proses Produksi Obat Liquid

Dari Gambar 2. Value Stream Mapping Proses Produksi Obat Liquid diatas, terdapat
permasalan yakni ketidak seimbangan proses produksi yang menyebabkan hasil produksi
rendah, dan transportasi (material handling) yang kurang efektif yang menyebabkan besarnya
nilai Non Value Added Time. Beberapa proses operasi
bisa dilakukan perbaikan tanpa mengganggu proses pembuatan obat liquid, baik dengan
mengurangi, menghilangkan atau menggabungkan beberapa proses menjadi satu.
Menganalisa penyebab pemborosan yang terjadi pada proses produksi obat sediaan liquid
serta memberi rancangan perbaikan yaitu dengan memakai analisa 5W+1H. berdasarkan
analisa 5W+1H, diperoleh jenis pemborosan, yakni :
1. Transportasi berlebih terlihat pada selesai proses filling, kemudian dipindahkan ke
ruang material out, dan kemas sekunder.
2. Inventory yang tidak diperlukan, terlihat pada penumpukan produk di WIP.
3. Proses berlebih, proses yang seharusnya bisa digabungkan atau dieliminasi.
4. Gerakan yang tidak dibutuhkan, seperti operator mencari, mengambil peralatan,
menyimpan produk di WIP, dan pemakaian mesin.
5. Defect, Masih terdapat beberapa hasil filling yang TMS, seperti allucap penyok.
6. Waiting Time, dikarenakan ketidak seimbangan produksi, serta pemeriksaan
labroatorium untuk produk siap filling.

Tabel 2. Rekapitulasi Non Value Added Curent State


Material
Filling -
Waktu Gudang - Weighing Staging- Mixing - WIP - Out –
Material Total
Proses Weighing - Staging Mixing WIP Filling Kemas
Out
Sekunder
Sec. / 24.08 78.68 59.88 136.81 25.43 1,396.2 1,284.15 3,005.23
batch
Sec. / 288.96 944.16 239.52 547.24 76.29 4,188.6 3,852.45 10,137.22
day

Tabel 3. Perhitungan Non Value Added setelah perbaikan


Filling –
Waktu Gudang - Weighing Staging- Mixing - WIP -
Kemas Total
Proses Weighing -Staging Mixing WIP Filling
Sekunder
Sec. / 24.08 78.68 59.88 136.81 25.43 220.94 545.94
batch
Sec. / 288.96 944.16 239.52 547.24 76.29 662.82 2,758.99
day

Usulan Perbaikan
Perbaikan Perencanaan Produksi, dan Ketidak Seimbangan Proses
Usulan perbaikan pada jadwal produksi harus disesuikan dengan kapasitas di setiap stasuin
kerja (mixing dan filling), agar tidak terjadi penumpukan produk yang siap filling di ruang
WIP liquid
Perbaikan Layout dan Alur Proses Produksi Obat Liquid
Dilakukan improvement yakni penggabungan pada dua proses pemindahan obat liquid siap
kemas sekunder (dari ruang filling liquid – Material Out dengan pemindahan dari Material

Page 105
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Out – kemas sekunder) menjadi satu proses, yakni proses pemindahan obat liquid yang sudah
dilakukan filling (per botol) langsung di pindahkan ke ruang kemas sekunder. Untuk
memperhatikan regulasi cGMP, bahwa tetap menjaga mutu pada produk, hendaklah
dilindungi terhadap kontaminasi dari lingkungan sekitar pada tiap tahap pengolahan.
Dikarenakan ruang proses produksi obat liquid masih dalam lingkup grey area, dan untuk
kemas sekunder lingkupnya black area, Maka dilakukan instalasi grill supply udara
bersumber dari compressor air yang sudah disterilkan pada pintu keluar botol hasil filling.
Flow udara tersebut mengarah ke ruangan kemas sekunder agar udara dari luar tidak masuk
ke ruang filling liquid. Untuk alur proses dan layout dapat dilihat pada Gambar 3.

(a) (b)
Gambar 3. Alur proses dan Layout sebelum (a) dan sesudah (b) perbaikan

5. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa dan perbaikan, yakni menghilangkan serta mereduksi pemborosan
pada proses produksi obat sediaan liquid dengan konsep lean manufacturing. Dari hasil
perbaikan tersebut dengan memperhatikan regulasi cGMP, terdapat penurunan yang
signifikan dari NVA yakni 7,378.23 detik, dan pengurangan operator dari filling liquid dan
kemas sekunder, sekitar 6 operator menjadi 3 operator.

Daftar Pustaka
Abu, F., Gholami, H., Mat Saman, M. Z., Zakuan, N., & Streimikiene, D. (2019). The implementation
of lean manufacturing in the furniture industry: A review and analysis on the motives, barriers,
challenges, and the applications. Journal of Cleaner Production, 234, 660–680.
https://doi.org/10.1016/j.jclepro.2019.06.279
Arief, F. N., & Ikatrinasari, Z. F. (2018). Perbaikan Waktu Setup Dengan Menggunakan Metode Smed
Pada Mesin Filling Krim. Jurnal Ilmiah Teknik Industri, 6(1), 213–220.
https://doi.org/10.24912/jitiuntar.v6i1.3015
Bellgran, M., Kurdve, M., & Hanna, R. (2019). Cost driven green kaizen in pharmaceutical
production – Creating positive engagement for environmental improvements. 81, 1219–1224.
https://doi.org/10.1016/j.procir.2019.03.297
Bevilacqua, M., Ciarapica, F. E., De Sanctis, I., Mazzuto, G., & Paciarotti, C. (2015). A Changeover
Time Reduction through an integration of lean practices: A case study from pharmaceutical
sector. Assembly Automation, 35(1), 22–34. https://doi.org/10.1108/AA-05-2014-035
Božanić, & Vojislav. (2010). 259 Katarina Pavlović 1) Lean and Six Sigma Concepts-Application in
Pharmaceutical Industry. 259–268. Retrieved from www.pharmafocusasia.com,
Chowdary, B. V., & George, D. (2011). Improvement of manufacturing operations at a pharmaceutical
company: A lean manufacturing approach. Journal of Manufacturing Technology Management,
23(1), 56–75. https://doi.org/10.1108/17410381211196285

Page 106
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

CPOB. (2018). Peraturan Kepala Badan pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor
34/2018 tentang Cara Pembuatan Obat yang Baik. Badan Pengawas Obat Dan Makanan, 53,
1689–1699. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
DBS Vickers, 2018. (2018). Perkembangan Peserta JKN 2012 – 2018.
Ikatrinasari, Z. F., Hasibuan, S., & Kosasih, K. (2018). The Implementation Lean and Green
Manufacturing through Sustainable Value Stream Mapping. IOP Conference Series: Materials
Science and Engineering, 453(1), 0–9. https://doi.org/10.1088/1757-899X/453/1/012004
IMS. (2018). pangsa pasar farmasi terbesar di ASEAN, dengan pasar USD 9.4 billion tahun 2018.
(September), 160–164.
Jaiganesh, V., & Sudhahar, J. C. (2013). Sketching out the hidden lean management principles in the
pharmaceutical manufacturing. International Journal of Scientific and Research Publications,
3(2), 1–12.
Karam, A. A., Liviu, M., Cristina, V., & Radu, H. (2018). The contribution of lean manufacturing
tools to changeover time decrease in the pharmaceutical industry. A SMED project. Procedia
Manufacturing, 22, 886–892. https://doi.org/10.1016/j.promfg.2018.03.125
Khairi, S., Rahman, A., & Rushidi, K. (2016). Preface: International Conference on Recent Trends in
Physics (ICRTP 2016). Journal of Physics: Conference Series, 755(1).
https://doi.org/10.1088/1742-6596/755/1/011001
Khairunnas, J., Ceha, R., & Muhammad, C. (2016). Meminimasi Lead Time Produksi Menggunakan
Pendekatan Lean Manufacturing di PT Indofarma ( Persero ) Tbk ( dengan Studi Kasus Kapsul
Piroxicam 20 mg ). 9–18.
Khlat, M., Harb, A. H., & Kassem, A. (2014). Lean manufacturing: implementation and assessment in
the Lebanese pharmaceutical industry. International Journal of Computing and Optimization,
1(2), 47–62. https://doi.org/10.12988/ijco.2014.433
Liker. (2004). The Toyota Way Field Book (Vol. 19). Retrieved from
http://eprints.uanl.mx/5481/1/1020149995.PDF
Lopes, R. B., Freitas, F., & Sousa, I. (2015). Application of lean manufacturing tools in the food and
beverage industries. Journal of Technology Management and Innovation, 10(3), 120–130.
https://doi.org/10.4067/s0718-27242015000300013
Nenni, M. E., Giustiniano, L., & Pirolo, L. (2014). Improvement of manufacturing operations through
a lean management approach: A case study in the pharmaceutical industry. International Journal
of Engineering Business Management, 6(1), 1–6. https://doi.org/10.5772/59027
Petrusch, N., Sieckmann, F., Menn, J. P., & Kohl, H. (2019). Integration of Active Pharmaceutical
Ingredient production into a pharmaceutical Lean Learning Factory. Procedia Manufacturing,
31, 245–250. https://doi.org/10.1016/j.promfg.2019.03.039
Purba, H. H., Mukhlisin, & Aisyah, S. (2018). Productivity improvement picking order by appropriate
method, value stream mapping analysis, and storage design: A case study in automotive part
center. Management and Production Engineering Review, 9(1), 71–81.
https://doi.org/10.24425/119402
Purnama, R. I., & Ikatrinasari, Z. F. (2013). Perbaikan Sistem Produksi Minyak Angin Aromatherapy
Melalui Lean Manufacturing Di Pt. Us, Jawa Barat. J@Ti Undip : Jurnal Teknik Industri, 8(2),
99–106. https://doi.org/10.12777/jati.8.2.99-106
Qassim, I. E., Reyes, J. A., & Kumar, V. (2018). Lean readiness – the case of the European
pharmaceutical manufacturing industry. International Journal of Productivity and Performance
Management, 67(1), 20–44. https://doi.org/10.1108/IJPPM-04-2016-0083
Sieckmann, F., Ngoc, H. N., Helm, R., & Kohl, H. (2018). Implementation of lean production systems
in small and medium-sized pharmaceutical enterprises. Procedia Manufacturing, 21(2017), 814–
821. https://doi.org/10.1016/j.promfg.2018.02.188
Waring, J. J., & Bishop, S. (2010). Lean healthcare: Rhetoric, ritual and resistance. Social Science and
Medicine, 71(7), 1332–1340. https://doi.org/10.1016/j.socscimed.2010.06.028
Wilson. (2010). How to Implement Lean Manufacturing. New York: McGraw-Hill.

Page 107
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING DENGAN MENGGUNAKAN


VALUE STREAM MAPPING UNTUK MENGELIMINASI PEMBOROSAN
PADA PROSES PRODUKSI CELANA JEANS

Rifqi Fauzan Narundana1 , Budi Aribowo1


1
Teknik Industri, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Al-Azhar Indonesia, Komplek Masjid
Agung Al-Azhar, Jalan Sisingamangaraja, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12110

Email Korespondensi : fauzannarundana@gmail.com

Abstrak
Value atau nilai tambah pada suatu produk menjadi sangat penting bagi perusahaan atau
industri agar produk yang dihasilkan dapat bersaing dengan kompetitior. Memberikan nilai
tambah pada produk dapat dilakukan dengan mendesain proses produksi yang lebih efektif
dan efisien. Salah satu caranya adalah dengan meminimalkan dan menghilangkan waste atau
pemborosan pada proses produksi. Apabila hal tersebut dapat dicapai maka perusahaan dapat
memenuhi nilai tambah yang diinginkan oleh konsumen dengan sumber daya yang minimal.
Tujuan utama dari makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana value stream mapping
(VSM) adalah alat yang ampuh dalam implementasi yang ramping dan untuk mengatasi area
peningkatan dari kondisi saat ini & tujuan statis masa depan yang membantu dalam
mengurangi lead time, biaya produksi dan pengiriman di waktu tanpa mengurangi kualitas
produk. VSM membantu perusahaan untuk memahami dan meningkatkan terus menerus
untuk bekerja menuju menjadi perusahaan yang ramping. CV. X merupakan perusahaan
konveksi celana jeans, perusahaan ini memiliki tujuh statiun kerja yang terdapat pada bagian
produksi yaitu pemolaan, pemotongan, penjahitan, pasang kancing, pasang rivet, setrika,
packing, dan shipping. Usulan rekomendasi perbaikan tersebut adalah melakukan continuos
flow pada statiun kerja pasang kancing sampai dengan statiun kerja packing dan mengganti
jadwal pengiriman bahan baku serta melakukan perencanaan safety stock yang tepat untuk
CV.X. setelah diberikan usulan rekomendasi perbaikan maka langkah terakhir adalah
menggambar future state mao dan menganalisis perubahan yang terjadi sehingga didapatkan
hasil yaitu berkurangnya process lead time menjadi sebesar 4,34, penurunan total inventory
menjadi 1345, penurunan total travel time menjadi 25,3 dan yang terakhir adalah penurunan
Travel distance menjadi 3,9.

Keywords : Lean Manufacturing, Value Stream Mapping (VSM), Current State, future State,
Work In Process, Lead Time
Abstract

Added value to a product becomes very important for the company or industry so that the
product produced can compete with the competition. Providing added value to products can
be done by designing more effective and efficient production processes. One way is to
minimize and eliminate waste or waste in the production process. If this can be achieved, the
company can meet the added value desired by consumers with minimal resources.The main
purpose of the paper is to know how value stream mapping (VSM) is a powerful tool in lean
implementation and to tackle the improvement areas from the current state & purpose the
future state which helps in reducing the lead time, manufacturing cost and delivery in time
without compromising for the quality of the product. VSM helps firms to understand and to

Page 108
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

improve continuously to work towards becoming lean enterprise. CV. X is a jeans convection
company, this company has seven work stations found in the production section namely
patterning, cutting, sewing, pairs of buttons, pairs of rivets, irons, packing, and shipping. The
proposed recommendations for improvement are to carry out continuos flow at the work
station of the button pairs up to the work station of packing and to change the delivery
schedule of raw materials and to plan appropriate safety stock for CV.X. after the proposed
recommendations for improvement, the final step is to draw future state mao and analyze the
changes that occur so that the results obtained are reduced process lead time to 4.34, decrease
in total inventory to 1345, decrease in total travel time to 25.3 and the last is Travel distance
decreased to 3.9.

Keywords : Lean Manufacturing, Value Stream Mapping (VSM), Current State, future State,
Work In Process, Lead Time

1. Pendahuluan

Setiap perusahaan pada umunya bertujuan untuk memperoleh profit yang maksimal yang
akan didapatkan apabila biaya yang dikeluarkan dalam membuat produk dapat diminimalkan.
CV.X merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dibidang industri konveksi. CV.X
memproduksi pakaian jadi berbahan baku jenis denim atau yang lebih dikenal dengan blue
jeans. Adapun jenis pakaian yang dihasilkannya adalah celana pendek dan celana panjang.
Dalam memproduksi celana tersebut banyak peroses yang harus dilalui dimulai dari proses
pemolaan sampai dengan packing. Dari proses-proses tersebut timbul beberapa masalah yang
terjadi, seperti:
1.Mesin yang rusak dan tidak diperbaiki dengan cepat.
2. Karyawan yang sakit dan tidak ada pengganti.
3. Adanya karyawan yang menganggur pada saat jam kerja.
4. bahan baku yang tidak datang tepat waktu.

2. Landasan Teori

Lean manufacturing adalah kegiatan produksi yang berfokus pada pengurangan pemborosan
di segala aspek kegiatan produksi perusahaan (Sun, 2011). Dimana, lean manufacturing
merupakan suatu konsep atau metode yang berasal dari Toyota Production System (TPS)
yang dapat diterapkan pada suatu perusahaan dalam bidang jasa atau barang yang berguna
untuk meminimasi waste, sehingga memberikan nilai tambah didalam peningkatan kualitas
jasa perusahaan atau kualitas kegiatan produksi pada suatu perusahaan atau pabrik. Kegiatan
produksi merupakan rangkaian aktivitas produksi dengan mengubah input (material) menjadi
output (finish good), dimana dalam proses produksi tersebut terdapat aktivitas produksi yang
memberikan nilai tambah (added value) pada produk yang dihasilkan. Sehingga, produk yang
dihasilkan berkualitas tinggi, memenuhi kebutuhan atau permintaan konsumen dan
menambah nilai daya jual bagi produk tersebut. Disamping itu, terdapat aktivitas produksi
yang tidak memberikan nilai tambah (non added value) bagi produk yang akan dihasilkan,
dimana konsumen tidak memperdulikan atau tidak akan membayar untuk aktivitas tersebut.
Konsep lean manufacturing bertujuan dalam memaksimalkan nilai (value) bagi pelanggan
dan meningkatkan profitabilitas perusahaan dengan menghilangkan aktivitas yang tidak
memberikan nilai tambah (waste). Value Stream Mapping merupakan salah satu metode atau
tool untuk mengaplikasikan lean manufacturing pada suatu perusahaan, yaitu dengan
memetakan aliran material, informasi dan hal penting lainnya yang terkait dengan proses
pembuatan produk mulai dari bahan baku sampai bahan jadi diterima ke tangan konsumen.

Page 109
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Tujuan pemetaan ini adalah untuk mengidentifikasi seluruh jenis pemborosan di sepanjang
proses produksi dan untuk mengambil langkah dalam upaya mengeliminasi pemborosan
tersebut (Gaspersz, 2011). Pembuatan value stream mapping ini dapat menggunakan aplikasi
software Microsoft Office Visio 2007 untuk membantu mendesain peta VSM yang sesuai
dengan kondisi perusahaan sekarang (current state mapping). Tool ini dipergunakan untuk
mengidentifikasi lead time dan produktivitas baik aliran produk fisik maupun aliran
informasi, tidak hanya dalam ruang lingkup perusahaan maupun juga pada area lain dalam
supply chain. Tools ini digunakan untuk memetakan semua aktivitas (operasi, transportasi,
inspeksi, delay, dan storage). Tahap selanjutnya dengan mengelompokkan sesuai dengan tipe
aktivitas yang ada,yaitu value adding avtivities (VA), necessary but non-value adding
activities (NNVA), dan non-value adding activities (NVA). VA adalah aktivitas yang
memberikan nilai terhadap produk dan pelanggan sehingga aktivitas ini harus selalu
ditingkatkan. NNVA adalah aktivitas yang masih diperlukan dalam melakukan proses
produksi tetapi tidak memberikan nilai tambah terhadap produk. NVA adalah aktivitas yang
ada dalam proses yang tidak memiliki nilai tambah untuk produk. Hal ini bertujuan untuk
memahami aliran proses dan dimana terjadi waste agar dapat dilakukan perbaikan.
Ada lima tahap pendekatan dalam PAM secara umum :
a. Memahami aliran proses.
b. Mengidentifikasi pemborosan.
c. Mempertimbangkan apakah proses dapat disusun ulang pada rangkaian
yang lebih efisien.
d. Mempertimbangkan aliran yang lebih baik, melibatkan aliran layout dan
rute transportasi yang berbeda.
e. Mempertimbangkan apakah segala sesuatu yang telah dilakukan pada
tiap stage benar-benar perlu dan apa yang akan terjadi jika hal-hal yang
berlebihan tersebut dihilangkan.
PAM akan memberikan gambaran aliran fisik dan informasi, waktu yang diperlukan untuk
setiap aktivitas, jarak yang ditempuh dan tingkat persediaan produk dalam setiap tahap
produksi (Prabowo, 2012). Kemudahan identifikasi aktivitas terjadi karena adanya
penggolongan aktivitas menjadi 5 jenis yaitu:
a. Operasi (operation)
b. Transportasi(transportation)
c. Inspeksi (inspection)
d. Penyimpanan (storage)
e. Delay
Operasi (operation) dan inspeksi (inspection) adalah aktivitas yang memiliki nilai tambah
(value added). Sedangkan tranportasi (transportation) dan penyimpanan (storage) bersifat
necessary but non value added. Penundaan (delay) adalah aktivitas yang dihindari dalam
kelancaran proses produksi karena merupakan aktivitas yang tidak memiliki nilai tambah.

3. Metodologi

Penulis melakukan penelitian dan melakukan identifikasi masalah yang terjadi serta
menetapkan tujuan dan manfaat dari penelitian yang dilakukan. Pada tahap ini penulis
melakukan studi pustaka untuk mengetahui menganai metode motode yang akan digunakan
dalam pemecahan masalah, kemudian dilanjutkan dengan studi lapangan yang bertujuan
untuk mengetahui kondisi nyata dari perusahaan dan melihat produksi yang berkaitan dengan
obyek penelitian. Pada tahap identifikasi penulis menetapkan permasalahan yang diangkat
adalah mengenai mereduksi waste dalam meningkatkan efektivitas serta efisiensi pada sistem

Page 110
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

produksi CV.X. tahap selanjutnya adalah pengumpulan data diman aktifitas yang dilakukan
adalah brainstorming dan wawancara dengan pihak perusahaan terutama dengan kepala
bagian produksi, selain itu diperlukan juga data permintaan celana jeans satu tahun
kebelakang, waktu siklus proses, aliran informasi serta materia pada proses produksi. Tahap
selanjutnya adalah pengolahan data menggunakan current state map VSM dan setelah itu
mengidentifikasi pemborosan yang terjadi pada yang pada proses produksi celana jeans.
Tahap selanjutnya adalah anilisis dan pembahasan dan memberikan solusi perumusan dan
perancangan perbaikan terhadap sistem produksi yang ada untuk meminimasi pemborosan
yang terjadi berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan.

4. Hasil dan Diskusi

Penulis membuat current state map guna mmeperlihatkan aliran produksi dan proses
produksi yang terjadi di CV.X. current state map akan penulis letakkan di bagian lampiran.
Berikut ini adalah jumlah waktu value added dan non value added dalam produksi celana
jeans Panjang.

Tabel 4.1. Inventory On Hand antar proses


Proses Waktu (Hari)
Bahan baku dari gudang ke statiun pemolaan 9,17
WIP antara statiun pemolaan dengan pemotongan 0,00
WIP antara statiun pemolaan dengan penjahitan 0,00
WIP antara statiun penjahitan dengan pasang kancing 1,09
WIP antara pasang kancing dengan pasang rivet 0,00
WIP antara pasang rivet dan setrika 0,33
WIP antara statiun setrika dengan packing 0,34
WIP antara statiun packing dengan shipping 0,58
Lead Time 11,51

Tabel 4.2. Data value Added


Value Added Waktu
Pemolaan 136,4
Pemotongan 244
Penjahitan 347,6
Pasang Kancing 9,4
Pasang Rivet 22,7
Setrika 22,8
Packing 34
Total Value Added Time 816,9

Page 111
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Tabel 4.3. Data non value Added


Non Value Added Waktu
Gudang bahan baku ke pemolaan 58,3
Pemotongan ke penjahitan 22,6
Penjahitan ke pasang kancing 48,3
Pasang kancing ke pasang rivet 12,4
Pasang rivet ke setrika 12,9
Setrika ke packing 13,6
Bahan Baku dari gudang ke statiun
9,17 33.026,76
pemolaan
WIP antara statiun penjahitan dan
1,09 3.927,75
laundry
WIP antara statiun pasang rivet dan
0,33 1.178,88
setrika
WIP antara setrika dan packing 0,34 1.216,22
WIP antara packing & shipping 0,58 2.084,04
Total Non Value Added Time 41.601,76

Dari table 4.2 dan 4.3 dapat dihitung process lead time yang terjadi pada proses produksi ini:

Keterangan:
PLT : Process Lead Time
VA : Value Added
NVA: Non Value Added

Setelah mengetahui value added, non value added dan process lead time. Kita lanjutkan
dengan membuat future state map dengan menentukkan takt time.

Grafik Perbandingan Tack Time dengan waktu siklus

400 347,6
350
300 244
250
200136,4
150104,05 104,05 104,05 104,05 104,05 104,05 104,05
100 34
9,4 22,7 22,8
50
0
1 2 3 4 5 6 7
Waktu siklus

Gambar 4.1 Grafik Perbandingan Takt Time dengan Waktu Siklus

Page 112
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Grafik Perbandingan Takt Time dengan Waktu Siklus Statiun Kerja


Penjahitan

140104,05 122,7
104,05 104,05 104,05 104,05 104,05 104,05
120
100 72,7
80 52,3
60 32,9 31,8
40 14,1 6
20
0
1 2 3 4 5 6 7
Penjahitan Takt time

Gambar 4.1 Grafik Perbandingan Tack Time dengan Waktu Siklus Statiun Kerja Penjahitan

Setelah melakukan perhitungan takt time dilanjutkan dengan pembuatan future state map
yang akan penulis letakkan di bagian lampiran. Berikut hasil dari membuat current state map
dan future state map pada tabel 4.4

Tabel 4.4 Perbandingan Current dan future state map


Process
Travel Travel
Lead Inventory
Time Distance
Time (Pcs)
(detik) (Detik)
(Hari)
Current 11,51 3196 168,1 16,1
Future 7,17 1851 142,8 12,2
Improvement 4,34 1345 25,3 3,9

5. Kesimpulan

Berdasarkan hasil perhitungan dan analisis yang tela dilakukan dalam penelitian ini mengenai
pemborosan pada proses produksi celana jeans di CV.X dapat disimpulkan dari hasil
penggambaran current state map, maka didapatkan hasil identifikasi pemoborosan yang
tejadi pada proses produksi celana jeans di CV.X bagian pertama adalah “Defect” yaitu
ukuran celana yang tidak sesuai atau melewati batas toleransi pada CV.X. Bagian ke dua
adalah Unnecessary Inventory yaitu adanya penumpukan bahan baku, WIP, dan barang jadi.
Bagian ke tiga adalah Inappropiate Processing : adanya proses uji coba terhadap kain jeans
yang dilakukan untuk melihat seberapa besar ukuran berkurang dari ukuran yang seharusnya.
Bagian ke empat Transportasi : jarak angkut antara statiun kerja cukup jauh sehingga
membutuhkan waktu dalam perpindahan serta menciptakan waktu tunggu. Bagian yang ke
lima adalah Waiting : waktu menunggu ini terjadi akibat adanya inappropriate processing
serta perpindahan material. Bagian yang ke enam adalah Unnecessary Motion : peletakkan
bahan serta alat-alat tidak sesuai dan tidak adanya standar operasional prosedur (SOP) yang
diterapkan oleh perusahaan. Dari pemborosan yang telah terindentifikasi, usulan perbaikan
yang diberikan untuk mengeliminasi pemborosan pada proses produksi celana jeans adalah
melakukan continuos flow pada statiun kerja pasang kancing, pasang rivet, dan packing yang
ditunjukkan untuk mengeliminasikan pemborosan Transportasi Unnecessary Inventory,
Waiting pada statiun kerja pasang kancing sampai dengan packing. Kegiatan yang kedua
adalah melakukan pergantian jadwal pengiriman bahan baku serta menetapkan safety stock
yang ditujukkan untuk mereduksi unnecessary inventory pada bagian Gudang bahan baku.
Perubahan yang terjadi setalah usulan perbaikan adalah process lead time berkurang dari

Page 113
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

11,51 hari menjadi 7,17 hari turun sebanyak 4,34 hari. Perubahan kedua adalahTotal
inventory berkurang dari 3196 pcs menjadi 1851 pcs turun sebanyak 1345 pcs. Perubahan ke
tiga adalah Total waktu perpindahan berkurang dari 168,1 detik turun menjadi 142,8 detik
sebanyak 25,3 detik. Perubahan ke empat adalah Total jarak perpindahan material berkurang
dari 16,1 detik menjadi 12,2 detik turun sebanyak 3,9 detik.

Daftar Pustaka

Anvar, M. M., & Irannejad, P. P. 2010. Value Stream Mapping in Chemical Processes: A
Case Study in Akzonobel Surface Chemistry, Stenungsud, Sweden. Proccedings of the
Lean Advancement Initiative, Florida. Daytona Beach.
Elliott, G. 1993. Quality Assurance in Education. MCB UP Ltd. United Kingdom.
Gaspersz, Vincent. 2007. Lean Six Sigma For Manufacturing and Service Industries. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Gaspersz, Vincent. 2011. Lean Six Sigma Supply Chain Management. Jakarta: Gramedia
Pustaka
Heizer, J., dan Render, B. 2008. Manajemen Operasi, Edisi 9. Jakarta: Salemba Empat
Heizer, J., dan Render, B. 2014. Manajemen Operasi. Jakarta: Salemba Empat
Herjanto, Eddy. 2007. Manajemen Operasi. Jakarta: Grasindo.
Juran, J. M., dan Gryna, F. M. 1988. Juran’s Quality Control Handbook, McGraw-Hill, New
York.
Mutiasari, Azizah. 2017. Perancangan Value Stream Mapping Proses Produksi Mainan
Kayu pada CV. MK. Jurnal SNATIF Universitas Muria Kudus. Kudus.
Pike dan Barnes, R. 1996. Total Quality Management in Action. London: Chapman & Hall.
Prabowo, A. R., dan Aisyati, A. 2012. Identifikasi Waste di PT. Bridgestone Tire Indonesia
Menggunakan Pendekatan Lean Manufacturing. Jurnal Simposium Nasional RAPI XI
FT UMS, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.
Rother, M. and Shook, J. 2009. Learning to See VSM to Create Value and Eliminate Muda.
Lean Enterprise Institute. Cambridge.
Schwalbe, K. 2013. Information Technology Project Management. Boston, MA: Cengage
Learning.
Setianingsih, Yulis. 2015. Perancangan Value Stream Map Proses Produksi Lift Pada PT.
Louserindo Megah Permai. Laporan Kerja Praktek Universitas Al Azhar Indonesia.
Jakarta.
Stebbing, Lionel. 1990. Quality Assurance, The Route to Efficiency and Competiveness.
London: Ellis Horwood Limited.
Sun, S. 2011. The Seven Waste be Lean by Identifying Non Value Added Activities. Isixsigma
Magazine.
Wilson, Lonnie. 2010. How to Implement Lean Manufacturing. USA: McGraw-Hill.

Page 114
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Lampiran

Current State Mapping

Future State Mapping

Page 115
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

PENERAPAN METODE ECONOMIC ORDER QUANTITY PADA


PERSEDIAAN BAHAN BAKU KAIN DI PT. ALPINA (OUTDOOR
SPORT EQUIPTMENT)
Alma Mia Lestari1, Nunung Nurhasanah2
1
Teknik Industri, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Al Azhar Indonesia, Komplek Masjid
Agung Al Azhar, Jalan Sisingamangaraja, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12110

Email korespondensi: almamialestari@gmail.com

Abstrak
Perkembangan ekonomi saat ini tumbuh dengan pesat dan pekerja harus bekerja lebih giat dam efisien
untuk menghadapi persaingan yang ketat. Kelangsungan proses produksi dipengaruhi salah satunya
persediaan bahan baku. Persediaan bahan baku adalah faktor terpenting dalam perusahaan yang
melakukan proses produksi dalam bidang manufaktur. Persediaan ini harus dapat menyelamatkan
perusahaan dari kekurangan dalam memproduksi barang. Salah satu kunci utama dari persediaan
adalah persediaan pengaman (safety stock) dan pemesanan kembali (reorder point). Penelitian
berlokasi pada PT. Alpina di Bandung yang memproduksi kebutuhan outdoor dengan berbagai
macam produk yang sedang bersaing dengan merek-merek baru. Penelitian dilakukan karena
perusahaan belum pernah menghitung persediaan bahan baku dan menetapkan kebijakan pembelian
bahan baku, banyaknya pembelian bahan baku yang optimal dan frekuensi pemesanan dalam 1
periode sehingga waktu pengiriman dan pembelian tidak menentu sehingga biaya persediaan tinggi.
Perlu dilakukan perhitungan untuk memperkirakan budget yang dibutuhkan perusahaan dalam sekali
membeli bahan baku yaitu mengunakan metode Economic Order Quantity (EOQ). Perhitungan EOQ
menggunakan data penjualan dari tahun 2016-2019 untuk mengitung total biaya yang dikeluarkan
pada tahun 2016 hingga perkiraan untuk periode selanjutnya yaitu tahun 2020 dengan hasil
perhitungan menunjukan jika perusahaan menggunakan metode EOQ dan menerapkannya maka total
persediaan pada tahun 2020 mendatang yaitu sebesar Rp. 430.338.656 dengan masing-masing 5 kali
pemesanan dalam 1 periode sebesar 521 meter kain. Safety stock untuk tahun 2020 mendatang sebesar
705 meter atau setara dengan menyimpan produk sebesar 98 tas ransel saat periode pembelian bahan
hingga bahan baku kain datang dari Jepang ke gudang perusahaan selama lead time 28-30 hari dengan
titik pemesanan kembali (reorder point) yaitu sebesar 1.575 meter.

Kata Kunci : persediaan, bahan baku, pembelian optimal, eoq

Abstract
Current economic developments are growing rapidly and workers must work harder and more
efficiently to face intense competition. The continuity of the production process is influenced by the
availability of raw materials. Raw material inventory is the most important factor in companies that
carry out production processes in manufacturing. This inventory must be able to save the company
from shortages in producing goods. One of the main keys of inventory is safety stock and reorder
point. This research is located at PT. Alpina in Bandung, which manufactures outdoor needs with a
variety of products that are competing with new brands. The study was conducted because the
company had never counted the raw material inventory and established a policy of purchasing raw

Page 116
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0
materials, the optimal number of raw material purchases and the frequency of ordering within 1
period so that delivery and purchase times were uncertain and makes inventory costs were high. It is
necessary to calculate to estimate the budget needed by the company to buy raw materials once, using
the Economic Order Quantity (EOQ) method. The EOQ calculation uses sales data from 2016-2019 to
calculate the total costs incurred in 2016 until the forecast for the next period in 2020 with the
calculation results show if

the company uses the EOQ method and applies it, then the total inventory in 2020 will be Rp.
430,338,656 with 5 times orders in one period of 521 meters of fabric each. Safety stock for 2020 is
705 meters or equivalent to storing products of 98 backpacks during the period of purchase of
materials until raw materials come from Japan to the company's warehouse during the lead time of 28-
30 days with a reorder point of 1,575 meters.

Keywords : inventory, raw materials, optimal purchase, eoq

1. Pendahuluan

Persediaan barang selalu diperlukan untuk aktivitas produksi perusahaan. Keberhasilan suatu
perusahaan salah satunya dipengaruhi oleh pengendalian persediaan dengan begitu
diharapkan dapat mengurangi biaya-biaya yang tidak dibutuhkan. PT. Alpina merupakan
perusahaan legendaris dari tahun 1990 yang memproduksi beberapa kebutuhan perlengkapan
dan kebutuhan outdoor. Salah satu produk dengan penjualan tertinggi yaitu ransel yang
berbahan dasar kain Oxford Cordura Nilon. Dalam hal ini perusahaan belum pernah
menghitung total berapa kali pemesanan yang optimal dengan berapa simpanan cadangan
yang harusnya disimpan oleh perusahaan sehingga banyak biaya yang dapat disimpan oleh
perusahaan. Dalam proses penentuan perhitungan kuantitas pesanan perusahaan digunakan
metode EOQ dengan tahap pertama yaitu menghitung data permintaan yang kurang lengkap
dengan peramalan (forecasting) dengan metode Single Exponential Smoothing kemudian
dilanjut dengan perhitungan menggunakan metode Economic Order Quantity (EOQ). Metode
ini akan dapat membantu dalam menyelesaikan masalah perusahaan dalam mementukan
kuantitas pemesanan bahan baku. PT. Alpina tentu memiliki inventory atau gudang
persediaan sendiri yang merupakan pendukung proses bisnis sehingga dapat mengurangi
biaya. Penggunaan metode ini didukung oleh lead time yang konstan dan jumlah pembelian
tetap.

2. Landasan Teori

Peramalan
Peramalan adalah prediksi, proyeksi atau estimasi terjadinya suatu kejadian atau aktivitas
yang tidak pasti dimasa depan. Tujuan dari forecasting adalah menggunakan informasi
terbaik yang tersedia saat ini sebagai panduan aktivitas di waktu ke depan untuk mencapat
tujuan di organisasi (Eunike, dkk. 2018).

Eksponential Smoothing
Menurut Pakaja (Margi, 2015) Pemulusan Eksponensial merupakan metode menggunakan
pencatatan data masa lalu yang sangat sedikit. Model ini mengasumsikan data berfluktuasi di
sekitar nilai rata-rata yang tetap, tanpa mengikuti pola atau tren. Menurut Makridakis (1999)
Metode pemulusan Exponential Tunggal (Single Exponential Smoothing) mengasumsikan
bahwa data berfluktuasi di sekitar nilai mean yang tetap, tanpa trend atau pola pertumbuhan
konsisten (Putro, 2018). Nilai peramalan dapat dicari dengan menggunakan rumus berikut

Page 117
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

𝐹𝑡 = 𝛼 𝑋 𝑡+ (1 –
𝛼)𝐹𝑡−1............................................................................................................(1)
Dimana:
Ft = peramalan untuk periode t. ; Xt = nilai aktual pada waktu ke t-1
Ft-1 = peramalan pada waktu t-1 ; α = parameter Exponential dengan nilai antara 0 – 1

Dengan perhitungan error menggunakan nilai MSE yang dihitung dengan menjumlahkan
kuadrat semua kesalahan peramalan pada setiap periode dan membaginya dengan jumlah
periode peramalan. Kesalahan error merupakan selisih antara data aktual dengan hasil
ramalan (Hartini, 2011).

Persediaan
Menurut Rangkuti (Permadi, 2016), persediaan merupakan aktiva yang meliputi barang-
barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu usaha tertentu, atau
persediaan barang-barang yang masih dalam pengerjaan / proses produksi, ataupun
persediaan bahan baku yang menunggu penggunaannya dalam suatu proses produksi.

Jenis Persediaan
Menurut Tersine (1994) jenis permintaannya, persediaan dapat dibedakan menjadi dua
macam (Listianingsih, 2014) :
1. Independent Demand Inventory, yaitu persediaan yang jumlahnya tidak dipengaruhi
oleh jumlah persediaan barang lainnya.
2. Dependent Demand Inventory, yaitu persediaan yang jumlahnya dipengaruhi oleh
jumlah persediaan barang lainnya.

Economic Order Quantity


Terdapat beberapa asumsi dalam metode EOQ menurut Heizer dan Render 2011:92 (Yuliana,
2016), yaitu:
1. Jumlah pembelian tetap.
2. Lead time konstan.
3. Barang yang dipesan selalu tersedia.
4. Tidak ada diskon.
5. Biaya melakukan pemesanan dan biaya menyimpan persediaan merupakan biaya
variabel dalam waktu tertentu.

Penentuan jumlah pemesanan paling ekonomis (EOQ) dilakukan apabila, persediaan untuk
bahan baku tergantung dari beberapa pemasok, sehingga perlu dipertimbangkan jumlah
pembelian persediaan bahan sesuai kebutuhan proses konversi. Model ini merupakan bagian
dari jumlah yang dipesan kembali (Quantity Reorder) (Tampubolon, 2018). Menghitung
EOQ dapat digunakan rumus (Tersine,1994):
√ ............................................................................................................................(2)
Dimana :
EOQ / Q*= Biaya Pemesanan Ekonomis ; C = Biaya Pemesanan
R = Permintaan pada Periode (Unit) ; H = Biaya Penyimpanan

Page 118
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Untuk mengetahui berapa banyak unit yang dapat dibeli dalam satu periode yang ada dapat
dihitung menggunakan rumus berikut (Tersine,1994) :

....................................................................................................................................(3)
Dimana :
M = Banyaknya Pemesanan dalam Periode ; R = Permintaan pada Periode (Unit)
EOQ / Q*= Biaya Pemesanan Ekonomis
Setelah melakukan perhitungan perusahaan dapat memperkirakan berapa unit yang harus
dibeli dalam sekali pembelian.

Safety Stock
Safety stock adalah persediaan minimal (berfungsi sebagai persediaan pengaman) yang ada
dalam perusahaan. Tujuan safety stock adalah untuk meminimalkan terjadinya stockout dan
mengurangi penambahan biaya penyimpanan dan biaya stockout total.
𝑡 𝑡 √
σD................................................................................................(4)
Dimana :
Z = Tabel Safety Factor ; PC = Performance Cycle (Forecast Cycle)
σD = Standar Deviasi dari Demand ; T = Siklus Periode Demand

Apabila permintaan menurun dari permintaan rata-rata selama lead time, maka persediaan
akan over capacity pada tempat penyimppanan digudang. Faktor yang mempengaruhi safety
stock (Pandiangan, 2017) yaitu Pengalaman perusahaan dimasa lalu, Besarnya estimasi
dengan metode penaksiran yang digunakan, Besar dana yang dapat dialokasikan menjadi
persediaan pengaman, Tenggang waktu keterlambatan yang dapat terjadi.

Reorder Point
Jumlah persediaan yang diorder kembali sangat tergantung pada kebutuhan persediaan untuk
proses konversi. Pada kenyataannya penggunaan persediaan bahan tidak pernah konstan dan
selalu bervariasi (Tampubolon, 2018).
𝑡 ..............................................................................................................(5)
Dimana :
B : Pemesanan Kembali (Reorder Point) ; R = Permintaan pada Periode (Unit)
L = Lead Time / Waktu Tunggu

3. Metodologi

Page 119
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Kebijakan Pembelian Bahan


Baku

1. Biaya Administrasi
Biaya Pemesanan Bahan
2. Biaya Komunikasi
Baku
3. Biaya Pengiriman

Perhitungan Pembelian Kebijakan Pembelian Bahan


Bahan Baku Baku menggunakan EOQ

Pemilihan Kebijakan
Pemesanan Bahan Baku

Gambar. 1 Kerangka Berpikir Penelitian

4. Hasil Dan Diskusi

Data Penjualan

Data penjualan produk khusus ransel berwarna gelap / abu yang di produksi alpina diperoleh dari
tahun Januari 2016 hingga Juli 2019, oleh karena itu data penjualan pada bulan Agustus 2019 hingga
Desember 2020 perlu dilakukan peramalan. Berikut data penjualan ransel yang terjual di toko PT.
Alpina:
Tabel 1. Data Penjualan Ransel (pc) PT. Alpina Tahun 2016-2019

Tahun
No Bulan Total
2016 2017 2018 2019
1 Januari 107 240 0 185 532
2 Februari 373 0 216 209 798
3 Maret 52 459 71 183 765
4 April 327 228 10 136 701
5 Mei 303 34 70 134 541
6 Juni 80 17 0 193 290
7 Juli 0 24 64 358 446
8 Agustus 396 177 33 - 606
9 September 360 317 5 - 682
10 Oktober 178 98 232 - 508
11 November 171 15 332 - 518
12 Desember 207 13 244 - 464
Total 2554 1622 1277 1398

Peramalan
Perhitungan peramalan dimulai pada bulan Agustus 2019 hingga bulan Desember 2020. Perhitungan
menggunakan Metode Single Exponential Smoothing dengan alpha 0,25 karena data penjualan yang
tidak stabil. Kemudian untuk perencanaan selanjutnya dilakukan peramalan untuk tahun 2020. Nilai
perhitungan error yang dilihat menggunakan nilai MSE. Mean Squared Error atau MSE adalah dua
diantara banyak metode untuk mengukur tingkat keakuratan suatu model peramalan, dapat

Page 120
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0
dianalogikan sebagai varian ditambah dengan kuadrat bias dari suatu model. Perhitungan peramalan
yang digunakan menggunakan nilai MSE karena untuk meminimalisir nilai yang bias pada setiap nilai
error per periode dengan nilai MSE sebesar 17403,48.

Tabel 2. Perhitungan Peramalan Bulan 2019-2020

No Bulan 2019 2020

1 Januari 185 277


2 Februari 209 259
3 Maret 183 245
4 April 136 235
5 Mei 134 227
6 Juni 193 221
7 Juli 358 217
8 Agustus 163 214
9 September 204 211
10 Oktober 204 209
11 November 204 208
12 Desember 204 207

Biaya Persediaan
Tabel 3. Biaya Pesediaan PT. Alpina

2016 2017 2018 2019 2020


R 2.554 1.622 1.277 2.377 2.730
P Rp 135.000 Rp 145.000 Rp 150.000 Rp 150.000 Rp 150.000
C Rp 1.905.915 Rp 1.985.775 Rp 1.966.950 Rp 2.117.823 Rp 1.989.120
H Rp 35.000 Rp 35.000 Rp 40.000 Rp 40.000 Rp 40.000
L 28 29 30 30 30
Dimana :
R = Annual Demand (Unit) ; P = Price/Unit (Rp) ; C = Ordering Cost (Rp)
H = Holding Cost (Rp/Unit/Order) ; L = Lead Time (Week or Month)

Berdasarkan data diatas setelah dilakukan peramalan didapat nilai R atau permintaan per periode / 1
tahun. Kemudian pada Nilai P atau Price / unit merupakan harga ransel yang diteliti, memiliki harga
produk yaitu hingga tahun 2019 mencapai Rp. 150.000 untuk 1 produk ransel dan peramalan
selanjutnya tahun 2020 diasumsikan harga tas masih sama. Nilai C atau Ordering Cost merupakan
biaya pemesanan produk, karena bahan yang digunakan merupakan bahan import dari Jepang oleh
karena itu biaya pemesanan untuk sekali pesan sedikit lebih mahal dari biasanya dan tentunya
mengikuti kurs Yen (JPY) setiap tahun. Nilai H atau Holding Cost merupakan biaya penyimpanan
yang ada di gudang yang disediakan. Kemudian setiap pembelian bahan baku ini memiliki lead time
atau waktu tunggu yang berbeda dengan rentang sebulan yaitu 28-30 hari.

Biaya Pesan dan Biaya Simpan


Tabel 4. Biaya Pesan dan Biaya Simpan

Tahun Kurs Yen* Biaya Pesan (JPY) Biaya Pesan (Rp) Biaya Simpan
2016 JPY 115,51 JPY 16.500 Rp 1.905.915 Rp 35.000
2017 JPY 120,35 JPY 16.500 Rp 1.985.775 Rp 35.000
2018 JPY 131,13 JPY 15.000 Rp 1.966.950 Rp 40.000
2019 JPY 128,31 JPY 16.505 Rp 2.117.823 Rp 40.000
2020 JPY 124,32 JPY 16.000 Rp 1.989.120 Rp 40.000
* id.exchange-rates.org

Page 121
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Biaya pesan merupakan biaya yang dikeluarkan pembeli untuk penjual dapat mengirimkan produk
yang telah dibeli. Karena produk yang dipesan dari Jepang biaya yang dikeluarkan dibayar dengan
mengkonversi biaya dalam mata uang Yen (JPY) ke mata uang Rupiah (IDR) untuk menyesuaikan
pembayaran yang ditagih. Biaya simpan merupakan biaya yang dikeluarkan pembeli (PT. Alpina)
untuk menyimpan produk yang telah dibeli.

Economic Order Quantity


Tabel 5. Biaya Menggunakan EOQ

2016 2017 2018 2019 2020


EOQ / Q* 527 429 354 502 521
TC (Q*) Rp363.249.130 Rp 250.205.488 Rp 205.725.458 Rp376.618.015 Rp430.338.656
M 5 4 4 5 5
Dimana :
TC (Q*) = Total Cost in EOQ ; EOQ / Q* = Lot Size / Order Qty in Units
M = Number Of Order During Year

Terdapat nilai TC (Q*) atau Total Cost yang dihitung menggunakan rumus EOQ. Untuk nilai M
adalah banyaknya pemesanan dalam 1 periode (tahun) dan data nilai EOQ / Q* digunakan untuk dapat
mengoptimalkan pemesanan dan dalam 1 periode pembelian barang yang efisien menurut EOQ harus
sebanyak nilai tersebut.

Safety Stock
Tabel 6. Safety Stock Produk Ransel

2016 2017 2018 2019 2020


SS/tahun 4.313 4.713 3.684 1.793 705
SD 3310,76 3618,06 2827,98 1376,63 541,05
Dimana :
SS = Safety Stock ; SD= Standar Deviasi
Safety stock merupakan perhitungan banyaknya unit yang harus disediakan oleh PT. Alpina setiap
tahunnya untuk meminimalisir kekurangan barang jual untuk tetap dapat memberikan pelayanan jual
beli kepada pembeli. Safety stock didapat dengan menghitung standar deviasinya dengan
menggunakan perkiraan atau asumsi bahwa PT. Alpina dapat memenuhi permintaan atau service level
sebesar 90% dan persediaan cadangan sebesar 10%. Pada tahun 2020 perusahaan perlu menyimpan
sebesar 705 meter kain dengan rata-rata perbulan harus menyisakan meter kain perbulan yang
diperkirakan sesuai kebutuhan bahan yaitu dengan rata-rata 0,7 meter per tas bisa membuat 98 tas lagi
sampai bahan yang dipesan sampai ke gudang perusahaan.

Reorder Point
Reoder point merupakan titik dimana PT. Alpina harus melakukan pembelian bahan baku sebelum
bahan baku yang ada habis, karena lead time untuk memesan banyak memakan waktu oleh karena itu
PT. Alpina tidak boleh terlambat dalam melakukan pemesanan bahan baku, jika terlambat akan terjadi
keterlambatan produksi dan mempengaruhi stok yang ada digudang. PT.Alpina harus melakukan
pemesanan pada tingkat jumlah sebesar 1.375 meter pada tahun 2016 dan seterusnya hingga tahun
2020 sebesar 1.575 meter.
Tabel 7. Reorder Point Bahan Baku Ransel

2016 2017 2018 2019 2020


B 1.375 905 737 1.371 1.575

Page 122
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0
Dimana :
B = Reorder Point
Q

EOQ

1 Jan 1 Mar 1 Mei 1 Agustus 1 Nov


Safety Stock : 1.575 m

t
31 Jan 31 Mar 31 Mei `31 Agustus 1 Des

TIME

Gambar 2. Reorder Point Bahan Baku Tahun 2020

Tabel 8. Jadwal Pemesanan Bahan Baku Tahun 2020

No Tanggal Pesan Lead Time Tanggal Datang


1 01/01/2020 30 31/01/2020
2 01/03/2020 30 31/03/2020
3 01/05/2020 30 31/05/2020
4 01/08/2020 30 31/08/2020
5 01/11/2020 30 01/12/2020

5. Kesimpulan

Berdasarkan pengolahan data dan analisis yang telat dilakukan maka diperoleh yaitu Untuk
mendapatkan biaya yang ekonomis frekuensi pembelian bahan baku yang dapat dilakukan
PT. Alpina dalam 1 periode ( 1 tahun ) dapat mencapai 4-5 kali pembelian. Pembelian bahan
baku dapat dipesan sesuai dengan jumlah kebutuhan bahan baku PT. Alpina sampai
pembelian selanjutnya. Kemudian untuk Biaya pemesanan ekonomis yang didapat PT. Alpina
untuk memesan bahan baku pada tahun 2019 sebesar Rp. 376.618.015 dan untuk pemesanan
selanjutnya pada tahun 2020 sebesar Rp. 430.338.656. Jika PT. Alpina menetapkan safety
stock hanya 10%-20% dari penjualan tetapi menggunakan metode EOQ safety stock yang
disediakan oleh PT. Alpina dalam 1 periode pada tahun 2019 sebesar 1.793 meter dan pada
tahun 2020 sebesar 705 meter dengan reoder point berada di awal bulan setiap 2-3 bulan
sekali. Kemudian bahan baku yang dibutuhkan menggunakan metode EOQ setiap kali
pemesanan yaitu pada tahun 2019 sebesar 502 meter dan pada tahun 2020 mendatang sebesar
521 meter.

Rekomendasi

Kepada perusahaan untuk dapat mempertimbangkan menggunakan metode EOQ dalam


menghitung pemesanan bahan baku optimal kemudian melakukan penelitian kepada bahan
lain sehingga dapat mengidentifikasi pengaruh pembelian bahan lainnya.

Daftar Pustaka

Page 123
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Eunike, Agustina & Widha Setyanto, Nasir, Dkk. 2018. Perencanaan Produksi Dan Pengendalian
Persediaan. Malang : Penerbit UB Press.

Hartini, Sri. 2011. Teknik Pencapaian Produksi Maksimal. Bandung : Cv. Lubuk Agung

Listianingsih, Ajeng Putri.,Dkk. 2014. Perencanaan Sistem Persediaan Bahan Baku Industri Garmen
Di Pt.Dm. JOSI - Vol. 13 No. 2 Oktober 2014 - Hal 589-617

Margi S, Kristien.,Dkk. 2015. Analisa Dan Penerapan Metode Single Exponential Smoothing Untuk
Prediksi Penjualan Pada Periode Tertentu (Studi Kasus : PT. Media Cemara Kreasi).
Prosiding SNATIF Ke -2 Tahun 2015. Hal 259-266

Pandiangan, Syarifuddin. 2017. Operasional Manajemen Pergudangan. Bogor : Mitra Wacana Media

Permadi, Dodi. 2016. Manajemen Pergudangan. Yogyakarta : Penerbit Deepublish

Putro, Bossarito., Dkk. 2018. Prediksi Jumlah Kebutuhan Pemakaian Air Menggunakan Metode
Exponential Smoothing (Studi Kasus : Pdam Kota Malang). Jurnal Pengembangan Teknologi
Informasi dan Ilmu Komputer. Vol. 2, No.11, November 2018. Hal 4679-4686

Tampubolon, Manahan P. 2018. Manajemen Operasi Dan Rantai Pemasok Edisi Revisi. Bogor :
Penerbit Mitra Wacana Media

Tersine, Richard J. 1994. Principles of Inventory and Materials Management. USA : Prentice Hall,
Inc ; 4th edition

Yuliana, Candra., Dkk. 2016. Penerapan Model Eoq (Economic Order Quantity) Dalam Rangka
Meminimumkan Biaya Persediaan Bahan Baku (Studi Pada Ud. Sumber Rejo Kandangan-
Kediri). Jurnal Administrasi Bisnis (JAB). Vol. 36 No. 1 Juni 2016. Hal 1-9

Page 124
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

IMPLEMENTASI QFD (QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT)


UNTUK SERTIFIKASI PADA LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA
KONSTRUKSI
QFD IMPLEMENTATION (QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT) FOR CERTIFICATION OF
CONSTRUCTION SERVICE DEVELOPMENT INSTITUTIONS

Tubagus Dian Hardiansyah1, Syamsul Hadi2, Arief Bagus Arjuna3, Sawarni Hasibuan4

Email : tb.dian81@gmail.com1, syamsulalya6@gmail.com2, arief.arjuna69@gmail.com.3,


sawarni02@yahoo.com 4

1,2,3
Program S2 Magister Teknik Industi, Fakultas Teknik, Universitas MercuBuana, Jakarta
4
Dosen, Universitas MercuBuana, Jakarta

Abstrak
Penelitian ini memiliki tujuan utama adalah membuat desain system pelayanan dan produk sertifikasi
Sertifikat badan Usaha (SBU) yang tepat sesuai dengan kebutuhan pelanggan yaitu badan Usaha Jasa
Konstuksi dengan penerapan Quality Function Deployment (QFD) di Lembaga Pengembangan Jasa
Konstruksi (LPJK). Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan peringkat kepuasan pelaku badan
usaha dengan pendapat dan usulan pelaku badan usaha jasa konstruksi. Berdasarkan perhitungan
dengan menggunakan metode QFD, hal ini menunjukkan bahwa faktor pertama server data internet
harus tinggi 29%, faktor kedua adalah SOP sertifikasi dibuat fleksibel 17%, dan kemudian faktor
ketiga adalah komputer atau laftop harus dengan kualitas/spek tinggi 16%. Oleh karena itu, para
peneliti dapat merekomendasikan beberapa strategi untuk peningkatan kualitas berdasarkan keinginan
pelanggan badan usaha jasa konstruksi untuk sertifikasi di LPJK.

Kata kunci : Konstruksi, LPJK, QFD, SBU

Abstract
This study has the main objective is to design a service system and certification products Business
Entity Certificates (SBU) that are appropriate to customer needs, namely the Construction Services
Business entity with the application of Quality Function Deployment (QFD) in Construction Services
Development Institutions (LPJK). This research was carried out by using satisfaction ratings of
business entity actors with the opinions and proposals of the construction service business actors.
Based on calculations using the QFD method, the first factor this indicates that the internet data server
must be 29% high, the second factor is the certification SOP made 17% flexible, then the third factor
is computers or laptops with high quality / specs of 16%. Therefore, researchers can recommend
several strategies for quality improvement based on the wishes of customers of construction service
companies for certification at LPJK.

Key words: Construction, LPJK, QFD, SBU

Page 124
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

I. PENDAHULUAN
Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) adalah lembaga independen dan mandiri sesuai
amanat Undang-undang nomor 18 tahun 1999 dan turunannya Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun
2000 tentang usaha dan peran masyarakat jasa konstruksi. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
nomor 29 tahun 2000 tentang penyelenggaraan jasa konstruksi. Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia nomor 30 tahun 2000 tentang penyelenggaraan pembinaan jasa konstruksi, Peraturan
Pemerintah nomor 4 tahun 2010 tentang perubahan atas peraturan pemerintah nomor 28 tahun 2000
tentang usaha dan peran masyarakat jasa konstruksi, Peraturan Pemerintah Republik.Indonesia nomor
59 tahun 2010 tentang perubahan atas peraturan pemerintah nomor 29 tahun 2000 tentang
penyelenggaraan jasa konstruksi, Peraturan Pemerintah nomor 92 tahun 2010 tentang perubahan
kedua atas peraturan pemerintah nomor 28 tahun 2000 tentang usaha dan peran masyarakat jasa
konstruksi, serta perubahan terakhir Undang-undang nomor 2 tahun 2017 tentang jasa konstruksi.
Didalman LPJK memiliki dua produk sertifikasi yaitu Sertifikat Badan Usaha (SBU), Sertifat
Keahlian (SKA) dan sertifikat Keterampilan (SKT).

Pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian kegiatan yang meliputi pembangunan,
pengopererasian, pemeliharaan, pembongkaran, dan pembangunan- kembali suatu bangunan. Usaha
penyediaan bangunan adalah pengembangan jenis usaha jasa konstruksi yang dibiayai sendiri oleh
pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Badan Usaha, atau masyarakat, dan dapat melalui pola kerja
sama untuk mewujudkan, memiliki, menguasai, mengusahakan, dan/atau meningkatkan kemanfaatan
bangunan. melalui uji kompetensi sesuai dengan standar kompetensi kerja nasional indonesia, standar
internasional, dan/atau standar khusus. sertifikat kompetensi kerja adalah tanda bukti pengakuan
kompetensi tenaga kerja konstruksi. tanda daftar usaha perseorangan adalah izin yang diberikan
kepada usaha orang perseorangan untuk menyelenggarakan kegiatan jasa konstruksi. izin usaha jasa
konstruksi yang selanjutnya disebut lzin usaha adalah izin yang diberikan kepada badan usaha untuk
menyelenggarakan kegiatan jasa konstruksi.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Quality Function Deployment


QFD ini di temukan oleh Yoji Akao pada tahun 1966. QFD merupakan suatu metode yang
dikembangkan untuk menghubungkan perusahaan atau lembaga dengan konsumen. Melalui QFD,
setiap keputusan dibuat untuk memenuhi kebutuhan yang diekspresikan oleh pelanggan. Pendekatan
ini menggunakan sejenis diagram matriks untuk mempresentasikan data dan informasi (Sobhanallahi,
M. A., Nobari, N. Z., Hamid, S., & Pasandideh, R. 2019) (Evans et al, 2007).
Penggunaan QFD berfokus pada penyebab-penyebab utama kepuasan serta ketidakpuasan pelanggan,
sehingga menjadikannya alat yang berguna untuk analisis kompetitif kualitas produk oleh manajemen.

2.1.1 Pengertian Quality Function Deployment


(Ariani, 2002). (Subagyo dalam Marimin 2004), QFD adalah suatu cara untuk meningkatkan kualitas
barang atau jasa dengan memahami kebutuhan konsumen, lalu menghubungkannya dengan ketentuan
teknis untuk menghasilkan barang atau jasa ditiap tahap pembuatan barang atau jasa yang dihasilkan.
QFD digunakan untuk memperbaiki pemahaman tentang pelanggan dan untuk mengembangkan
produk, jasa serta proses dengan cara yang lebih berorientasi kepada pelanggan (Venkata, K., Koneru,
S., Sai, Y., & Suresh, C. 2016)

2.1.2 Manfaat Quality Function Deployment


Ada 3 manfaat utama yang diperoleh perusahaan bila menggunakan metode QFD, yaitu:
1. Mengurangi Biaya: Hal ini dapat terjadi karena produk yang dihasilkan benar-benar sesuai dengan
kebutuhan konsumen dan harapan konsumen sehingga tidak ada pengulangan pekerjaan dan

Page 125
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

pembuangan bahan baku yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan oleh
konsumen. Pengurangan biaya dapat dicapai dengan pengurangan biaya pembelian bahan baku,
biaya overhead atau pengurangan upah dan penyederhanaan proses produksi.
2. Meningkatkan Pendapatan: Dengan pengurangan biaya, untuk hasil yang kita terima akan lebih
meningkat. Dengan QFD produk atau jasa yang dihasilkan akan lebih dapat memenuhi kebutuhan
dan harapan pelanggan.
3. Mengurangi Waktu Produksi: QFD akan membuat tim pengembangan produk atau jasa untuk
memfokuskan pada program pengembangan kebutuhan dan harapan konsumen (Ariani, 2002).

2.1.3 Tahap-tahap Implementasi Quality Function Deployment


Menurut Subagyo dalam Marimin (2004), tahapan QFD adalah:
1. Mengidentifikasikan kemauan pelanggan. Dalam hal ini, pelanggan atau konsumen ditanya
mengenai sifat yang diinginkan dari suatu produk.
2. Mempelajari ketentuan teknis dalam menghasilkan barang atau jasa. Hal ini didasarkan data yang
tersedia. Aktivitas dan sarana yang digunakan dalam menghasilkan barang atau jasa, dalam rangka
menentukan mutu pemenuhan kebutuhan pelanggan.
3. Hubungan antara keinginan pelanggan dengan ketentuan teknis. Hubungan ini dapat berpengaruh
kuat, sedang atau lemah. Setiap aspek dari konsumen diberi bobot, untuk membedakan
pengaruhnya terhadap mutu produk.
4. Perbandingan kinerja pelayanan. Tahap ini membandingkan kinerja perusahaan dengan pesaing.
5. Evaluasi pelanggan untuk membandingkan pendapat pelanggan tentang mutu produk yang
dihasilkan oleh perusahaan dengan produk pesaing. Menggunakan Skala Likert dengan pendekatan
distribusi Z, kemudian dibuat rasio antara target dengan mutu setiap kategori.
6. Trade off untuk memberikan penilaian pengaruh antar aktivitas atau sarana yang satu dengan
lainnya.

2.1.4 Matrix House of Quality


Matrix House of Quality (HoQ) atau rumah mutu adalah bentuk yang paling dikenal dari representasi
QFD. Matriks ini terdiri dari dua bagian utama, yaitu bagian horizontal dari matriks berisi informasi
yang berhubungan dengan konsumen dan disebut dengan customer table, bagian vertikal dan matriks
berisi informasi teknis sebagai respon bagi input konsumen dan disebut dengan technical table. Dua
aspek utama matriks rumah kualitas dapat dilihat pada gambar 2.1. (Gaspersz dalam Marimin, 2004),
(Nahm, Y., Ishikawa, H., & Inoue, M. 2013).

Correlation Matrix

HOW
W Customer
H Competitive
Relatio Matrix
A Assessement
T

Benchmark
Service Repair / Cost Data
Legal / Safety Control Item
Technical Importance Rating

Page 126
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Gambar 2.1 Gambar Dua aspek utama matriks rumah kualitas.

Adapun langkah yang harus dilakukan dalam mengaplikasikan QFD adalah:


1. Mendengarkan suara konsumen (atribut) untuk menentukan harapan pelanggan. Caranya:
a. Penentuan konsumen ahli dengan judgment sampling
b. Wawancara dengan konsumen ahli Hasil wawancara adalah atribut kualitas.
2. Membuat karakteristik proses yang ada dalam perusahaan.
3. Menentukan hubungan karakteristik antara atribut dengan karakteristik proses dengan nilai yang
sudah ditetapkan.

4. Menentukan kepuasan konsumen dan juga perbandingan kinerja perusahaan. Untuk mengetahui
kepuasan konsumen dilakukan dengan cara penyebaran kuesioner, dimana untuk setiap pertanyaan
diberikan pilihan jawaban dalam bentuk skala likert yang bersifat ordinal. Skor butir pernyataan
pada skala ordinal tidaklah tepat dilakukan penjumlahan dari sejumlah skor, tetapi penjumlahan
skor dapat dilakukan bila skor pernyataan merupakan skala interval atau skala rasio. Untuk
memperoleh skor butir pernyataan yang sifatnya interval diperlukan transformasi data dengan
pendekatan distribusi Z.

5. Menentukan trade off atau keterkaitan antara karakteristik proses yang satu dengan yang lainnya.
Hubungan ini dapat dinyatakan dengan hubungan kuat positif (++) apabila salah satu karakteristik
proses naik maka akan berdampak kuat pada kenaikan proses yang berkaitan tersebut. Hubungan
kuat (+) pengaruhnya akan sama dengan hubungan kuat positif hanya saja dampak yang dihasilkan
tidak sekuat hubungan kuat positif. Hubungan negatif (-) apabila hubungan berjalan tidak searah,
hal ini terjadi bila suatu karakteristik mengalami penurunan tetapi karakteristik yang lainnya akan
mengalami kenaikan. Hubungan kuat negatif (--) apabila dampak yang dihasilkan lebih kuat dari
hubungan negatif.
6. Menentukan tingkat kepentingan kebutuhan teknis.

2.2 Validitas dan Reliabilitas


Sebelum data hasil kuesioner dipergunakan untuk pengujian statistik, maka perlu diuji validitas dan
reliabilitasnya terlebih dahulu untuk memperoleh data yang valid dan andal. Reliabilitas merupakan
terjemahan dari kata reliability. Suatu pengukuran yang mampu menghasilkan data yang memiliki
tingkat reliabilitas tinggi disebut sebagai pengukuran yang reliabel (reliable). Reliabilitas dapat
diartikan sebagai tingkat keandalan suatu alat ukur dalam mengukur nilai pada subjek dengan kondisi
yang sama, tetapi dalam waktu yang berbeda. Menduga reliabilitas suatu alat ukur dapat dilakukan
dengan beberapa metode antara lain yaitu test-retest dan internal konsistensi.
Test-retest menduga nilai reliabilitas alat ukur dengan mengukur subyek atau obyek yang sama pada
dua waktu yang berbeda. Internal konsistensi menduga nilai reliabilitas alat ukur dengan melakukan
perhitungan ragam terhadap jawaban pertanyaan dalam satu kelompok pertanyaan. Cara umum
digunakan untuk mengukur reliabilitas kuesioner dengan metode internal konsistensi adalah
Cronbach’s Alpha, yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
α=( )( ) (2.1)
Keterangan:
α = reliabilitas instrumen
k = banyaknya butir pertanyaan
Si2= ragam skor butir ke-i

Page 127
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

St2= ragam skor total


langkah-langkah dalam pengujian validitas: Mendefenisikan secara operasional suatu konsep yang
akan diukur. Konsep yang akan diukur hendaknya dijabarkan terlebih dahulu sehingga operasionalnya
dapat dilakukan. Melakukan uji coba pengukur tersebut pada sejumlah responden. Responden diminta
untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada. Disarankan agar jumlah responden untuk uji coba
minimal 30 orang. Dengan jumlah minimal 30 orang ini, distribusi skor (nilai) akan lebih mendekati
kurva normal. Mempersiapkan tabel tabulasi jawaban. Menghitung nilai korelasi antara data pada
masing-masing pertanyaan dengan skor total. Untuk mengetahui tiap instrumen pernyataan valid atau
tidak, maka nilai korelasi tersebut dibandingkan dengan 0,3. dimana jika nilai korelasi (r) lebih besar
dari 0,3 maka, intrumen tersebut dinyatakan valid, begitu pula sebaliknya. Sebagaimana yang
dinyatakan Masrun yang dikutip oleh Sugiyono (2008) bahwa: “Item yang mempunyai korelsi positif
dengan kriterium (skor total) serta korelasi yang tinggi, menunjukkan bahwa item tersebut
mempunyai validitas yang tinggi pula. Biasanya syarat minimum untuk dianggap memenuhi syarat
adalah kalau r = 0,3. Jadi kalau korelasi antara butir dengan skor total kurang dari 0,3 maka butir
dalam instrumen tersebut dinyatakan tidak valid”.

2.3 Skala Likert


skala likert sebagai skala ordinal, maka kita perlu melihat definisi dari skala ordinal terlebih dahulu.
Skala ordinal adalah skala yang sudah memiliki tingkatan namun jarak antar tingkatan belum pasti.
Pada skala likert dengan skala lima terdapat lima alternatif jawaban yaitu: sangat setuju, setuju, netral,
tidak setuju dan sangat tidak setuju. Pada skala likert lima skala tersebut maka sangat setuju pasti
lebih tinggi daripada yang setuju, yang setuju pasti lebih tinggi daripada yang netral, yang netral pasti
lebih tinggi daripada yang tidak setuju, sedangkan yang tidak setuju pasti lebih tinggi daripada yang
sangat tidak setuju. Namun jarak antara sangat setuju ke setuju dan dari setuju ke netral dan
seterusnya tentunya tidak sama, oleh karena itu data yang dihasilkan oleh skala likert adalah data
ordinal. Sedangkan cara scoring bahwa sangat setuju 5, setuju 4, netral 3, tidak setuju 2 dan sangat
tidak setuju 1 hanya merupakan kode saja untuk mengetahui mana yang lebih tinggi dan mana yang
lebih rendah. Dari cara scoring tersebut kita tidak bisa memaknai bahwa sangat setuju adalah netral
ditambah setuju (Sewindu Statistika, FMIPA UNDIP 2011).

Tabel 2.1. Transformasi Z-skor


Tabel yang diadaptasi dari Edwards (1957) dalam bukunya Techniques of Attitude Scale
Contruction

Kategori Pilihan

No Butir SS S RR TS STS
Pernyataan

cp

m-cp

Z skor

Page 128
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Dengan menggunakan Tabel 2.1. dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:


Pertama. Menghitung frekuensi (f) jawaban responden pada setiap kategori.
Kedua. Menentukan proporsi (p), yaitu dengan membagi setiap frekuensi dengan banyaknya subyek.
Ketiga. Menentukan proporsi kumulatif (cp), yaitu proporsi suatu kategori ditambah dengan proporsi-
proporsi kategori di kirinya.
Keempat. Menentukan titik tengah proporsi kumulatif (m-cp).
Kelima. Nilai z diperoleh dengan membandingkan tabel z untuk masing-masing titik tengah prporsi
kumulatifnya.
Keenam. Penambahan suatu bilangan sedemikian hingga nilai z yang negatif menjadi satu.
Keterangan:
f = frekuensi jawaban pada setiap kategori.
p = proporsi setiap kategori.
cp = proporsi kumulatif.
m-cp = titik tengah proporsi kumulatif
Z skor = skor dari distribusi normal baku.

2.4 Koefisian Korelasi Berperingkat Spearman


Charles Spearman, ahli statistik Inggris, memperkenalkan sebuah hubungan antara dua variable untuk
data berperingkat atau data ordinal. Koefisian korelasi Spearman berkisar dari -1 sampai 1. Apabila
koefisian mendekati 1 dan -1 menunjukkan hubungan yang semakin kuat. Sebaliknya apabila
mendekati nilai 0, maka hubungan semakin lemah. Tanda positif dan negatif menunjukkan arah
hubungan dua variabel apakah positif atau negatif (Suharyadi, 2009).
Berikut beberapa langkah dalam menghitung keofisien korelasi Spearman:
a. Menyusun peringkat data, yaitu menyusun data menjadi ururtan dari terkecil sampai terbesar.
Setelah data berurut diberikan peringkat. Untuk data yang mempunyai nilai sama diberikan
peringkat rata-rata.
b. Mencari selisih peringkat antara satu variabel dengan variabel lainnya. Selisih ini biasa
dilambangkan dengan “d”.
c. Menghitung koefisien korelasi Spearman, dengan rumus:


(2.2)

Keterangan:
rs = koefisien korelasi Spearman
S = notasi jumlah
di = perbedaan rangking antara pasangan data
n = banyaknya pasangan data

Jika terdapat Rank Kembar dalam perangkingan untuk kedua variabel (baik X maupun Y), harus
digunakan faktor koreksi yang mengharuskan kita menghitung ∑ X2 dan ∑Y2 terlebih dahulu
sebelum menghitung besarnya rs.

( ) ( )
∑ ∑ ∑ ∑ (2.3)

Besarnya T dalam perumusan diatas merupakan faktor korelasi bagi tiap kelompok dengan angka
yang sama dirumuskan sebagai berikut :
(2.4)

Keterangan:
t = Jumlah variabel yang mempunyai angka yang sama.
Maka Korelasi Spearman kemudian dapat dirumuskan sebagai berikut:

Page 129
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

∑ ∑ ∑
(2.5)
√∑ ∑

Besarnya koefisien Korelasi Spearman (rs) bervariasi yang memiliki batasan batasan antara – 1≤ = r =
≤1, interprestasikan dan nilai koefisien korelasinya adalah :
a. Jika nilai r > 0, artinya telah terjadi hubungan yang linier positif, yaitu makin besar nilai variabel X
(independent) maka besar pula nilai variabel Y (dependent), atau makin kecil nilai variabel X
(independent) maka makin kecil pula nilai variabel Y (dependent).
b. Jika nilai r < 0, artinya telah terjadi hubungan yang linier negatif, yaitu makin kecil nilai variabel X
(independent) maka makin besar nilai variabel Y (dependent), atau makin besar nilai variabel X
(independent) maka makin kecil pula nilai variabel Y (dependent).
c. Jika nilai r = 0, artinya tidak ada hubungan sama sekali antara variabel X (independent) dengan
variable Y (dependent).
d. Jika nilai r = 1 atau r = -1, artinya telah terjadi hubungan linier sempurna berupa garis lurus,
sedangkan untuk nilai r yang makin mengarah ke angka 0 maka garis makin tidak lurus.

III. Hasil dan Diskusi


Berdasarkan hasil curah pendapat dan perhitungan HOQ matric QFD (Gambar 3.1) ada sembilan
kebutuhan pelanggan yang diperlukan untuk transformator produk. Kebutuhan tertinggi adalah produk
tahan lama dengan garansi dalam dua tahun. Yang kedua adalah waktu cepat produk. Dalam langkah
untuk menerjemahkan kebutuhan pelanggan ke dalam keseluruhan bobot prioritas, ini akan mencakup
posisi CS perusahaan relatif terhadap rencana CS pesaing dan juga titik penjualan. Dari benchmark
posisi CS terlihat bahwa peningkatan tertinggi yang dibutuhkan adalah dalam aspek layanan dan
pengujian, Total prioritas 16, 17 dan 29 dimana Server data internet harus lebih bagus cepat untuk
diakses menjadi sekala proritas.
(Gambar 3.1)

Matrix QFD Peningkatan registrasi sertifikasi Jasa Konstruksi

Type of Correlation
Interrelationships + = Supportive
8 = 9 (High) - = Impending
m = 3 (Medium)
r = 1 (Weak)
harus dengan sfek tinggi

Kelengkapan alat kantor


berbahan yang baik dan

penghasilan asesor dan

SOP sertifikasi dibuat


komputer atau laftop

komputer atau laftop


Server data internet

Schedule sertifikasi
kualitas/spek tinggi

dengan tepat (Y/N)

harus ready (Y/N)

Peningkatan cara
staff di tingkatkan

Pelayanan (Y/N)
Kertas sertifikat

fleksibel (Y/N)
harus dengan

cost produksi
harus tinggi

Page 1
bagus

1 Biaya sertifikasi murah 5 8


+
5 5 1 1 5 12%
2 proses sertifikasi bisa lebih cepat 3 8 m 8 2 3 1,2 1 3,6 9%
3 Dokumen registrasi tidak rumit 4 8 8 m 3 4 1,2 1 4,8 12%
kelengkapan dan kekurangan dokumen registrasi memiliki 2 5 1,6 1,5 7,2 18%
4
toleransi
3 8 8
5 setatus proses sertifikasi bisa diakses mudah 2 8 2 2 1 1 2 5%
6 proses sertifikasi dibuat mudah 4 m r 3 4 1,2 1 4,8 12%
7 Registrasi sertifikasi cukup 1 kali selama sertifikat berlaku 2 8 2 2 1 1 2 5%
8 sertifikasi bisa diakses dengan mudah dengan online 3 8 1 4 1,6 1,5 7,2 18%
9 Bentuk sertifikat dibuat lebih detail 4 8 4 4 1 1 4 10%
Technical Bechmark

% of Total
Actual

Plan

Overall
Weighting
Improvement

Sales Point

Weight
Factor

Technical Priorities 133,2 49,8 75,6 10,8 18 21,6 43,2 79,2 32,4
463,8
% of Total Priorities 29 11 16 2 4 5 9 17 7

Our Product Voice Of Customer 5 4000 No 1jt No No No No No

Design Targets 8 3000 Yes 1.3jt Yes Yes Yes Yes Yes

IV. Kesimpulan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik teknik yang dapat
digunakan untuk meningkatkan kepuasan pelanggan dengan menggunakan metode
HOQ. Kunci poin persyaratan teknis untuk perusahaan tersebut adalah Sertifikasi bisa

Page 130
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

diakses dengan mudah dengan online 18 %, Kelengkapan dan kekurangan dokumen


sertifikasi registrasi memiliki toleransi 18% dan Biaya sertifikasi murah 12%,
Dokumen registrasi tidak rumit 12%, Proses sertifikasi dibuat mudah 12% dari total
peringkat.
HOQ pada produk yang sama dengan pelanggan yang sama dapat menghasilkan basis
hasil yang berbeda pada situasi perusahaan. HOQ tidak dipengaruhi oleh peringkat
Kepentingan pelanggan saja tetapi juga diseimbangkan dengan posisi perusahaan
dibandingkan dengan pesaing dan upaya untuk memperbaiki situasi saat ini

Referensi
Fiorenzo, F., Maurizio, G., Domenico, M., & Luca, M. (2017). Ordinal aggregation operators to
support the engineering characteristic prioritization in QFD. International Journal Advanced
Manufacturing Technology, 40(8).

Nahm, Y. (2013). New Competitive Priority Rating Method of Customer Requirements for Customer-
oriented Product Design. International Journal of Precision Engineering and Manufacturing,
14(8), 1377–1385.

Nahm, Y., Ishikawa, H., & Inoue, M. (2013). New rating methods to prioritize customer requirements
in QFD with incomplete customer preferences. International Journal Advanced Manufacturing
Technology, 65, 1587–1604.

Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000 Tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Jasa
Konstruksi
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan
Pembinaan Jasa Konstruksi
Peraturan Pemerintah Nomor 04 Tahun 2010 Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor
28 Tahun 2000 Tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi
Peraturan Pemerintah Nomor 92 Tahun 2010 Tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah
Nomor 28 Tahun 2000 Tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi
Poel, I. van de. (2007). Methodological problems in QFD and directions for future development.
Research in Engineering Desain, 18, 21–36.

Prasad, K., & Chakraborty, S. (2015). Development of a QFD-based expert system for CNC turning
centre selection. Journal of Industrial Engineering International, 11(4), 575–594.

Sireli, Y., Kauffmann, P., & Ozan, E. (2007). Integration of Kano ’ s Model Into QFD for Multiple
Product Design. IEEE Transactions On Engineering Management, 54(2), 380–390.

Sobhanallahi, M. A., Nobari, N. Z., Hamid, S., & Pasandideh, R. (2019). An Aggregated Supplier
Selection Method Based on QFD and TOPSIS ( Case Study : a Financial Institution ).
International Journal of Optimization in Industrial Engineering, 12(1), 31–40.

Undang-undang No.18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi

Undang-undang No.02 Tahun 2017 perubahan pertama Tentang Jasa Konstruksi

Page 131
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Venkata, K., Koneru, S., Sai, Y., & Suresh, C. (2016). QFD – ANP Approach for the Conceptual
Design of Research Vessels : A Case Study. Journal of The Institution of Engineers (India):
Series C, 97(4), 539–546.

Page 132
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

ANALISIS PENGARUH WEBSITE DAN MEDIA SOSIAL TERHADAP


TRUST SERTA DAMPAKNYA TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN

Sampik Krisning Tyas1, Zulfa Fitri Ikatrinasari2

Master Of Industrial Engineering Program, Universitas Mercu Buana, Jakarta Barat


Jl. Meruya Selatan, Kebun Jeruk, Jakarta Barat 11650

Email korespondensi: tyas.sampik08@gmail.com

)
Abstrak
)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh website dan media sosial terhadap trust
konsumen serta dampaknya terhadap keputusan pembelian. Study kasus di PT. DMT, yang merupakan
perusahaan penyedia jasa kursus website, design, digital marketing dan mobile app. Analisis structural
equation modeling (SEM) adalah metode penelitian yang digunakan. Responden adalah murid pada PT.
DMT dan berjumlah 200 orang. Hasil penelitian yaitu hipotesis diterima semua. Trust konsumen paling
besar dipengaruhi oleh media sosial, serta dalam media sosial yang paling berpengaruh adalah respon
perusahaan dalam menanggapi pertanyaan saat melakukan diskusi di media sosial. Trust konsumen
berpengaruh terhadap keputusan pembelian, serta dalam trust yang paling berpengaruh terhadap
keputusan pembelian adalah ability, artinya ability perusahaan dalam memasarkan produk merupakan hal
yang harus dijaga atau ditingkatkan.

Kata Kunci: Website, Media Sosial, Trust, Keputusan Pembelian

Abstract
This study aims to determine the influence of websites and social media on consumer trust and their
impact on purchasing decisions. The case study at PT. DMT, which is a provider of website, design,
digital marketing, and mobile app courses. Structural equation modeling (SEM) analysis is the research
method used. Respondents are students at PT. DMT and totaling 200 people. The results of the study are
all accepted hypotheses. Consumer trust is most influenced by social media, and in social media, the most
influential is the company's response in responding to questions when conducting discussions on social
media. Consumer trust influences purchasing decisions, and in trust the most influential on purchasing
decisions is the ability, meaning that the company's ability to market products is something that must be
maintained or enhanced.

Keywords: Website, Social Media, Trust, Purchase Decision

1. Pendahuluan

Revolusi industri sudah memasuki era industri 4.0 dan dimulai dengan revolusi internet. APJII
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) melakukan survey pada tahun 2018 yaitu
sebesar 171,17 juta orang atau 64,8% dari jumlah populasi penduduk di Indonesia sudah
menggunakan internet, di Indonesia pengguna internet tumbuh mencapai lebih dari 20%
pertahun, angka ini diprediksi akan bertambah tiap tahunnya. Muljono (2018) menyatakan
“karena itu, kesempatan menjadikan dan mencapai pengguna internet sebagai target pasar
sangatlah besar”.

Page 133
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Kotler (2017) dalam bukunya yang berjudul Marketing 4.0 bergerak dari tradisional ke digital
menyatakan bahwa “pemasaran terkait dengan pasar yang senantiasa berubah, untuk memahami
pemasaran yang unggul, pemasar seharusnya memahami bagaimana pasar berkembang dalam
beberapa tahun terakhir ini”. Supaya kinerja bisnis dapat berkelanjutan disarankan untuk
membangun mitra dan menerapkan digital marketing dalam proses pemasaran (Sihotang,
Puspokusumo, Sun, & Munandar, 2020). Digital marketing adalah kegiatan promosi di Internet
dengan memasang iklan di internet, promosi melalui media sosial seperti youtube, ig, facebook
dapat menjangkau konsumen dengan tepat dan cepat (Septiao, 2017).

Gambar 1. Layanan Yang Diakses Oleh Pengguna Internet Tahun 2018


Sumber : APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia)
Berdasarkan gambar 1. pengguna internet menggunakan layanan internet hampir untuk segala
aktivitas sehari-hari, seperti komunikasi lewat pesan, mencari informasi, jualan dan belanja
online, serta mengakses media sosial termasuk urutan terbesar kedua. Pembisnis memanfaatkan
situasi ini untuk mempromosikan produk atau jasa yang mereka miliki agar dapat meningkatkan
kegiatan pemasaran secara digital, sehingga informasi tentang produk atau jasa tersebut dapat
sampai dengan cepat dan menjangkau seluruh masyarakat.

Pada saat ini, hampir semua pembisnis menggunakan situs online dengan memanfaatkan website
dan akun media sosial seperti facebook, instagram, twitter, youtube, linkedin dan lain-lain. Solis
(2010), salah satu bagian penting dari strategi pemasaran, komunikasi, pelayanan yang dapat
menyesuaikan diri dengan pasar adalah media sosial. Serta kurniawan, kusumawati & Priambada
(2018) menyatakan bahwa website merupakan bagian yang sangat penting, seseorang bergantung
pada informasi yang dimiliki website untuk membuat seseorang percaya, saat seseorang akan
membeli produk atau jasa melalui online.

PT. DMT, merupakan salah satu tempat kursus website, design, digital marketing, mobile app di
Jakarta. Beberapa tahun terakhir sudah menerapkan pemasaran secara digital dalam memasarkan
produk yang dimiliki. Namun, dari tahun 2016 – 2018, terjadi penurunan jumlah volume
penjualan, penurunan pertumbuhan penjualan dan penurunan pertumbuhan pelanggan.
Khususnya pada penjualan paket kursus website. Secara detail dapat dilihat pada tabel dibawah
ini:

Tabel 1. Data Penjualan Paket Kursus Website PT. DMT


Volume Pertumbuhan Pertumbuhan
Tahun
Penjualan Penjualan Pelanggan
2016 826 40% 560

Page 134
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

2017 486 33% 472


2018 391 27% 382
Berdasarkan permasalahan tersebut penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
pemasaran secara digital yaitu melalui website dan media sosial terhadap trust konsumen
sehingga menghasilkan keputusan pembelian dari konsumen (Kurniawan, Kusumawati &
Priambada, 2018), dengan demikian langkah selanjutnya perusahaan dapat menyusun marketing
plan yang membuat konsumen percaya dan tertarik sehingga memutusakan pembelian.

2. Landasan Teori

Website
Website secara garis besar merupakan penghubung dalam dunia digital serta merupakan bagian
terpenting dalam strategi pemasaran secara digital, karena website akan terarah secara langsung
ke konsumen. Beberapa page web saling berhubungan yang di isi informasi-informasi tentang
organisasi atau perusahaan yang dapat diakses melalui browser contohnya Chrome, Mozila
Firefox, Explorer dll, Abdulloh (2016).

Media sosial
Media sosial merupakan aplikasi yang berbasis internet serta memungkinkan pertukaran user-
generated content (Kaplan & Haenlein, 2010). Media sosial adalah situs yang dapat membuat
web page secara pribadi, serta dihubungkan dengan teman- teman yang dimiliki agar dapat
berbagi informasi. Berdasatkan data yang dirilis oleh APJII pada tahun 2018, tiga platform
media sosial yang paling popular di Indonesia yaitu facebook, instagram dan youtube. Nair
(2011), media sosial merupakan gabungan yang kompleks antara teknologi dan sosiologi,
sehingga dampaknya tidak dapat dianggap remeh pada proses pemasaran.

Trust
Trust merupakan keinginan konsumen atau individu pada penjual yang dapat dipercaya supaya
dapat bergantung (Subhash & Jain, 2011).Trust dapat timbul jika konsumen diberikan kepastian
dari pemasar terhadap produk atau jasa yang ditawarkan. Konsumen jika memiliki trust
terhadap pemasar, maka pemasar mendapat keuntungan yaitu pembelian kemungkinan akan
meningkat serta konsumen mempunyai loyalitas terhadap produk atau jasa tersebut.

Keputusan Pembelian
Sumarwan (2014), keputusan pembelian adalah keputusan dari konsumen jika konsumen merasa
keinginan untuk membeli produk atau jasa sudah bulat, sudah mengetahui produk atau jasa apa
yang akan dibeli, kapan akn dibeli, dimana membelinya, bagaimana cara pembayaran dll, lebih
jelasnya konsumen telah menemukan produk atau jasa sesuai kriteria yang sebelumnya telah
ditetapkan, dan terpengaruh oleh faktor-faktor yang menjadi penunjang terjadinya sebuah
pembelian. Biasanya rumitnya proses pembelian melibatkan beberapa alternative keputusan dan
suatu keputusan melibatkan beberapa alternative tindakan (Kotler & Keller, 2009).

Berdasarkan kajian teori diatas, hipotesis penelitian sebagai berikut:


1. H1: Website mempunyai pengaruh positif terhadap trust
2. H2: Media sosial mempunyai pengaruh positif terhadap trust
3. H3: Trust mempunyai pengaruh positif terhadap keputusan pembelian

Berdasarkan hipotesis diatas, model penelitian sebagai berikut:

Page 135
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Website (X1) H1
H3 Purchase
Trust (Y) Decision (Z)

Media Sosial (X2) H2

Gambar 2. Model Penelitian

3. Metodologi

Desain Penelitian
Jenis penelitian menggunakan model explanatory research yaitu penelitian yang melalui
pengujian hipotesis untuk menjelaskan hubungan kausal antar variabel (Siagian & Ikatrinasari,
2019). Pendekatan yang digunakan dalam perhitungan adalah kuantitatif. Perhitungan kuantitatif
fokus terhadap pengujian teori yang menggunakan prosedur statistika melalui pengukuran
variabel dalam penelitian (Abdillah, Willy & Jogiyanto, 2015).

Measurement
Penelitian menggunakan kuesioner dengan skala likers dan jumlah variabel yang diteliti ada
empat variabel, secara detail ada dibawah ini:

Tebel 2. Operasionalisasi Variabel


Variabel Dimensi Indikator
Website
Usability, Information and Service Interaction
Barnes & Vidgen (2002)
Social Media
Konteks, Komunikasi, Kolaborasi dan Koneksi
Solis (2010
Ability Skills, Preceived expertise and Successful
Trust
Benevolence Caring and Handling of complaint
Kotler & Keller (2016)
Integrity Consistency and Promise fulfillment
Pengenalan Kesadaran dari konsumen adanya kebutuhan atau
masalah masalah yang terjadi
 Mendapatkan informasi secara pribadi, misalnya
Pencarian dari teman, keluarga, rekan.
informasi  Mendapatkan pengaruh dari komersial, misalnya
dari kemasan, iklan.
Keputusan Pembelian Pemilihan Kesadaran konsumen bahwa sudah tepat akan pilihan
Kotler & Keller (2009) Alternative produk atau jasa yang diambil
 Aturan sederhana yang digunakan konsumen
Keputusan untuk menentukan pembelian
Pembelian  Penentuan keputusan pembelian dipengaruhi
oleh sikap orang lain
Perilaku Pasca  Kepuasan konsumen setelah pembelian
Pembelian  Perilaku konsumen setelah pembelian

Pengumpulan Data
Kuesioner diberikan kepada murid di PT. DMT dan Jumlah sampel sebanyak 200 responden.
Pengambilan data selama 1 bulan dari bulan November – Desember 2019. Teknik sampling
menggunakan purposive sampling. Sugiyono (2016), purposive sampling yaitu teknik sampling
yang anggota populasinya tidak diberi peluang yang sama untuk menjadi sampel, penentuan

Page 136
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

sampel menggunakan pertimbangan tertentu. Kriteria sampel penelitian yang digunakan adalah
murid PT.DMT yang masih aktif dan mengambil paket kursus website.

Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah structural equation modeling (SEM) dengan
menggunakan software lisrel 8.70. Sarjono (2015), software lisrel dapat memberikan hasil
statistik yang informatif, sehingga dengan mudah dapat diketahui penyebab buruknya atau tidak
fit suatu model dan diberikan saran untuk modifikasi atau perbaikan model tersebut.

4. Hasil dan Diskusi

Tahap metode SEM dalam pengolahan data yaitu analisis model pengukuran, analisis model
structural dan hasil pengujian hipotesis (Satriago,2010).

Analisis Model Pengukuran


Pengujian yang digunakan untuk uji validitas dan reliabilitas adalah confirmatory factor analysis
(CFA) two step approach. Terdapat 3 proses dalam analisis model pengukuran yaitu uji model
keseluruhan berdasarkan nilai Goodness Of Fit Index (GOFI), uji validitas dan reliabilitas.
Setelah semua indikator memenuhi persyaratan valid dan reliabel pada pengujian CFA tahap
pertama, selanjutnya dilakukan pengujian CFA tahap kedua dan hasilnya dapat dilihat pada
tabel 3, semua nilai GOFI menunjukan bahwa model tersebut fit dan mampu memberikan
gambaran yang baik terhadap hasil penelitian.

Tabel 3. Goodness Of Fit


Goodness Of Fit Hasil
Keterangan GOFI Kriteria Kesimpulan
Indicator Pengukuran
Root Mean Square Error
RMSEA ≤ 0,08 0,034 Fit is good
of Approximation
NFI Normed Fit Index ≥0,90 0,98 Fit is good
NNFI Non-Normed Fit Index ≥0,90 0,99 Fit is good
CFI Comparative Fit Index ≥0,90 1,00 Fit is good
IFI Incremental Fit Index ≥0,90 1,00 Fit is good
RFI Relative Fit Index ≥0,90 0,97 Fit is good

Std. RMR Standardized RMR ≤ 0,05 0,017 Fit is good

GFI Goodness of Fit Index ≥0,90 0,94 Fit is good

Page 137
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Tabel 4. Validitas dan Uji Reliabilitas


SLF≥0.5 T – Value CR≥0.7 VE≥0.5 Kesimpulan
Website 0,80 0,50 Reliabel
Web3 0,72 10,93 Valid
Web4 0,70 10,36 Valid
Web7 0,66 9,69 Valid
Web8 0,76 11,65 Valid
Media Sosial 0,88 0,59 Reliabel
Sosmed1 0,69 10,77 Valid
Sosmed2 0,81 13,51 Valid
Sosmed3 0,79 12,88 Valid
Sosmed4 0,85 14,23 Valid
Sosmed5 0,70 10,94 Valid
Trust 0,89 0,72 Reliabe;
Ability 0,89 6,83 Valid
Benevolence 0,82 13,36 Valid
Integrity 0,85 13,13 Valid
Keputusan Pembelian 0,76 0,52 Reliabel
Pemilihan Alternatif 0,69 8,60 Valid
Keputusan Pembelian 0,56 7,21 Valid
Perilaku Pasca 0,88 10,39
Valid
Pembelian

Semua indikator valid dengan nilai standardized loading factor >0,50 dan t-value >1,96 serta
indikator reliabel dengan nilai construct reliability > 0,70 dan nilai variance extracted > 0,50.

Analisis Model Structural


Analisis ini untuk menguji hubungan antara variabel eksogen dan endogen yang dihipotesakan
dan menganalisa tingkat signifikansi koefisien hubungan antar variabel.

Gambar 3. Path Diagram Model Struktural Standarized Solution

Pada gambar 3. diperoleh koefisien jalur direct dan indirect, sebagai berikut:

Tabel 5. Path Coeffisients Direct Impact dan Indirect Impact


Structural path Direct Indirect
Website Trust 0,58
Sosmed Trust 0,59
Trust Keputusan Pembelian 0,89
Website Trust Purchase decision 0,5162
Sosmed Trust Purchase decision 0,5251

Page 138
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Gambar 4. Path Diagram Model Struktural T-Values


Hipotesa diterima jika memiliki nilai t-value>1.96 atau nilai t-value<-1.96, dan hipotesa
ditolak jika memiliki nilai t-value diantara 1.96 dan -1,96.

Hasil Hipotesis
Tabel 6. Hasil Hipotesis
Hipotesis T-Value Kesimpulan
H1 Website mempunyai pengaruh terhadap trust 6,20 Positif dan signifikan
H2 Media Sosial mempunyai pengaruh terhadap trust 6,49 Positif dan signifikan
H3 Trust mempunyai pengaruh terhadap keputusan pembelian 9,42 Positif dan signifikan

5. Diskusi

Hipotesis 1: Website mempunyai hubungan secara langsung dengan trust dengan path
coefficient bernilai 0,58 dan pengaruhnya nyata karena t-value bernilai 6,20. T-value bernilai
positif menunjukkan hubungan searah antara website dan trust. Artinya semakin meningkatkan
kualitas website dalam proses pemasaran maka semakin meningkat trust konsumen, karena
kualitas website yang bagus akan berimbas pada pemenuhan harapan konsumen, jika harapan
tersebut terpenuhi, maka trust akan semakin tinggi. Penelitian ini mempunyai hasil yang sama
dengan penelitiannya kurniawan, kusumawati, & Priambada (2018), menyatakan bahwa website
mempunyai pengaruh positif dan signifikan pada trust konsumen dan mempunyai dampak pada
keputusan pembelian.

Hipotesis 2: Media sosial mempunyai hubungan secara langsung dengan trust dengan path
coefficient bernilai 0,59 dan pengaruhnya nyata karena t-value bernilai 6,49. T-value bernilai
positif menunjukkan hubungan searah antara media sosial dan trust. Artinya, semakin
memanfaatkan penggunaan media sosial dalam proses pemasaran, maka semakin meningkatkan
trust konsumen, karena pemanfaatan media sosial secara tepat dapat meningkatkan trust
konsumen. Penelitian ini mempunyai hasil yang sama dengan penelitiannya Mardalis & Hastuti
(2017), media sosial berpengaruh terhadap trust konsumen. Serta penelitiannya Esenyel &
Girgen (2019) hasilnya adalah interaksi di media sosial dapat meningkatkan trust konsumen.

Hipotesis 3: Trust mempunyai hubungan secara langsung dengan keputusan pembelian dengan
path coefficient bernilai 0,89 dan pengaruhnya nyata karena t-value bernilai 9,42. T-value
bernilai positif menunjukkan hubungan searah antara trust dan keputusan pembelian.
Mempunyai arti, semakin konsumen trust, konsumen tersebut menjadi cepat dalam pengambilan
keputusan pembelian produk atau jasa yang diinginkan. Penelitian ini mempunyai hasil yang
sama dengan penelitiannya Suhardi & Nuryanti (2018), yaitu trust berpengaruh signifikan dan
positif pada keputusan pembelian.

Page 139
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

6. Kesimpulan

Website dan media sosial sama-sama berpengaruh terhadap trust, tetapi trust paling besar
dipengaruhi oleh media sosial, serta dalam media sosial yang paling berpengaruh adalah respon
perusahaan dalam menanggapi pertanyaan atau dapat melakukan diskusi di media sosial. Trust
berpengaruh terhadap keputusan pembelian, serta dalam trust yang paling berpengaruh terhadap
keputusa pembelian adalah ability, artinya ability perusahaan dalam memasarkan produk
merupakan hal yang harus dijaga atau ditingkatkan.

Daftar Pustaka

Abdillah W, Jogiyanto HM. 2015. Partial Least Square (PLS) Alternatif Structural Equation
Modeling (SEM) dalam Penelitian Bisnis. Yogyakarta: Andi.
Abdulloh, R. 2016. Easy dan Simple Web Programming. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Barnes S J, Vidgen RT. 2000. WebQual : An Exploration of Website Quality. In: Procedings of the
Eighth European Conference on Information Systems (ECIS), Vienna, Austria, 298-305.
Esenyel I, Girgen M. 2019. Customer interactions on social media and their impact on trust and loyalty:
the moderating role of product learning. Management Science Letter, 9, 1497–1506.
https://doi.org/10.5267/j.msl.2019.5.003
Kotler P. 2017. Marketing 4.0 Bergerak daari Tradisional ke Digital (Hermawan Kartajaya & Iwan
setiawan, Penerjemah). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Kotler P, Keller K. 2016. Marketing Management,15th Edition. New Jersey:Pearson Pretice Hall, Inc
Kotler P, Keller K. 2009. Manajemen Pemasaran. Jilid I edisi Ke 13. Jakarta: Erlangga.
Kurniawan R, Kusumawati A, Priambada S. 2018. Pengaruh Kualitias website (WebQual 4.0) Terhadap
Kepercayaan dan Dampaknya Pada Keputusan Pembelian Pada Website E-Commerce. Administrasi
Bisnis (JAB), 62(1), 198–206.
Mardalis A, Hastuti AP. 2017. Pemanfaatan Media Sosial untuk Membangun Kepercayaan Merk.
Prosiding: Seminar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2017, “Perkembangan Konsep Dan Riset
E-Business Di Indonesia,” 50–62.
Muljono RK. 2018. Digital Marketing Concept. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Nair M. 2011. Understanding and measuring the value of social media. Journal of Corporate Accounting
and Finance. Vol 22: 45–51.
Sarjono H, Julianita W. 2015. Structural Equation Modeling. Jakarta: Salemba Empat
Satriago H. 2010. Examining The Followers’ Influence On Leaders’ Performance: A “Reverse”
Pygmalion Perspective. Dissertation, Dipublikasikan, Faculty Of Economics Graduate School Of
Management Universitas Indonesia.
Septiano. 2017. Apa itu Digital Marketing? Pengertian dan Konsep Dasarnya. Diakses 07 Januari 2020,
dari http://redtreeasia.com/info/apa-itu-digital-marketing-pengertian-dan-konsep-dasarnya/
Siagian GS, Ikatrinasari, ZF. 2019. Pengaruh Manajemen Pengetahuan Terhadap Inovasi : Kasus Industri
IT di Indonesia. Operations Excellence, 11(1), 71–80.
Sihotang J, Puspokusumo RAAW, SunY, Munandar D. 2020. Core competencies of women entrepreneur
in building superior online business performance in Indonesia. Management Science Letters, 10,
1607–1612. https://doi.org/10.5267/j.msl.2019.12.006
Solis B. 2010. Engage : The Complete Guide for Brands and Businesses to Build, Cultivate, and
Measure Success in the New Web. New Jersey : Wiley
Subhash C, Jain .2011. Marketing Planning and Strategy, sixth edition. Ohio: South-Western College
Publishing.
Sumarwan U. 2014. Perilaku Konsumen :Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran. Bogor : Ghalia
Indonesia
Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: PT Alfabet
Suhardi D, Nuryanti T. 2018. The Analysis of Ease of Use, Trust, and Website Quality towards
Purchasing Decision in Lazada.co.id. Indonesian Journal Of Business and Economics, 1(1), 38–48.

Page 140
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

ANALISA KERUSAKAN DAN DOWNTIME PADA FORKIFT


ELEKTRIK DENGAN METODE FMEA (FAILURE MODE
EFFECT ANALYSIS) DAN RCA (ROOT CAUSE ANALYSIS) DI
PT XYZ MOTORS INDONESIA (PERUSAHAAN OTOMOTIF)
1,*)
Deri Maryadi Program Studi Magister Teknik Industri Universtas Mercu Buana
Jakarta ,Email : derimaryadi40@yahoo.com

ABSTRAK
Salah satu syarat tercapainya efektivitas dalam pengoperasian forklift elektik secara
terus menerus adalah dengan mengurangi downtime akibat kegagalan yang lama. Maka
dari itu sangat dibutuhkan pengembangan serta penanggan yang baik terhadap forklift
elektrik ini dengan tujuan dapat menggurangi tingkat kerusakkan dan downtime. PT
XYZ Motors Indonesia merupakan salah manufaktur produsen otomotif mobil dan
forklift merupakan salah satu alat angkat-angkut utama dalam proses perpindahan
material di departemen Logistik. Forklift elektrik adalah alat angkat-angkut yang
menggunakan tenaga motor listrik sebagai penggerak utamanya. Penelitian ini bertujuan
memberikan usulan dalam pengurangan kerusaan dan downtime pada foklift eletrik
nichiyu . Hasil dari analisa metode Failure mode effect analysis (FMEA) menghasilkan
downtime Tyre Forklift memiliki nilai Risk Priority Number (RPN) yang tinggi yakni
360. Dan dengan metode Root Cause Analysis (RCA) yang memberikan saran
perbaikan dengan SOP perawatan dan pemakaian forklift, implementasi 5S yang efektif,
serta perbaikan lantai Warehouse yang kasar.

Kata kunci: Forklift Elektrik, Failue Mode Effect Analysis, Root Cause Analysis, Risk
Priority Number, Downtime.

ABSTRACT
One of the requirment for achivement an efectivity in the forklift electric operation as
continously is reduce downtime cause by failures. Because of that, development and
good handling for forklift it’s very needed aims to reduce failures and downtime. PT
XYZ Motors Indonesia is big automotive manufacturer which produce car and forklift
electric it’s one of lift truck for material handling in Logistics Department. Forklift
electric is one kind of lift truck are use electric power as main energy for teh operation.
This research aims to give feedback and recomendation is which to reduce failures and
downtime in forklift electric. Result from FMEA (Failure mode effect analysis) show
forklift have biggest number of RPN (Risk Priority Number) it’s Tyre forklift 360 . And
with Root Cause Analysis (RCA) there’s some recomendation for improvement as like
standard operating procedure (SOP) for maintenance and operations, efectivity
implementations for 5S, warehouse floor repair.

Key word: Forklift Elektrik, Failue Mode Effect Analysis, Root Cause Analysis, Risk
Priority Number, Downtime.

1. PENDAHULUAN
Kompetisi diera industri saat ini memaksa perusahaan meningkatkan produktivitas
disemua proses bisnisnya baik itu dari manusia ataupun mesin serta alat pedukung
produksi. Dan forklift merupakan salah alat perpindahan barang dalam pendukung
produksi yang digunakan oleh PT XYZ Motors Indonesia dalam proses produksi.
Page 141
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Dalam prakteknya di PT XYZ Motors Indonesia forklift belum memiliki jadwal dan
panduan dalam perawatan serta pengechekan rutin sehingga nilai downtime serta
kerusakan cukup signifikan yang menyebabkan nilai produktivitas yang belum
optimal di forklift elektrik ini. Di tabel 1, dapat dilihat data kerusakan dan lama
waktu downtime untuk forklift elektrik ini selama tahun 2018.
Dan dengan latar belakang masalah diatas penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan analisa metode analisa Failure Mode Effect Analysis serta Root
Cause Analysis dapat menghasilkan gagasan sistem perawatan, manajemen 5S dan
maintenance secara berkala dengan critical problem yang diketahui dari hasil
analisa dua metode diatas. Dengan integrasi kedua metode tersebut maka akan
didapatkan hasil analisa kerusakan serta faktor penyebabnya secara keseluruhan. Di
PT XYZ Motors Indonesia memiliki beberapa jenis forklift di Department Logistik
mereka, diantaranya forklift elektrik dan forklift diesel. Dan beberapa jenis forklift
elektrik yang ada merupakan brand NICHIYU dengan beberapa series type
diantaranya : FBT 15P, FB 15PB dan FBC 25&30 dengan beberapa kapasitas
angkat-angkut (Counter) 1.5 ton, 2.5 ton dan 3 ton dengan rincian sebagai berikut:

Kapasitas angkat –
angkut/ Counter
No Series Type forklift
1,5 T 2,5 T 3T
1 FBT 15P Nichiyu 20
2 FB 15PB Nichiyu 5
3 FBC 25 & 30 Nichiyu 15 10
Jumlah forklift 25 15 10

Tabel 1 : Jumlah armada forklift Dept Logistik PTXYZ Motors Indonesia

a. Klasifikasi Forklift Elektrik

Forklift elektrik nichiyu merupakan forklift dengan listrik sebagai bahan bakar
utama penggerak motornya. Forklift dengan brand nichiyu ini meruapakan forklift
jepang yang dibuat oleh thailand (Nichiyu asia thailandCo,.Ltd). Forklift elektrik
nichiyu terbagi menjadi 2 type yakni dengan tiga roda atau counterbalance truck
three wheeler dan dengan empat roda atau counterbalance truck four wheeler.
Untuk dengan type three wheeler forklift ini dibagi lagi menjadi dua model, Long
base dan standard type . Sedangkan untuk Four wheeler dibagi menjadi lima model
diantaranya, Standard model, Low Profile Model, Middle Series, Large Series dan
Mini Series. Untuk lebih detailnya jenis, model serta type forklift elektrik nichiyu
dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

No Jenis Roda Type Forklift Capacity Series


(Kg)
1 Three Wheeler Long Base 1600 – 2000 FBT16 PB
FBT18 PB
FBT20PBN
Standard 900 – 2000 FBT 9P
FBT 10P
FBT 13P
FBT 15P
FBT 18
FBT 20

Page 142
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

2 Four Wheeler Standard 1000 – 3000 FB10


FB14
FB15
FB18
FB20
FB25
FB30

Low Profile 2000 – 3000 FBC20


FBC25
T FBC30
a Midle Series 3500 – 4500 FB35
b FB40
e FB45
l Large Series 5000 – 6000 FB50
FB60
2
: Klasifikasi Forklift Elektrik Nichiyu

b. Prinsip Kerja Forklift Elektrik Nichiyu

Forklift Nichiyu memiliki prinsip kerja murubah energi listrik menjadi energi
mekanikal. Dan tenaga lsitrik sendiri diperoleh dari baterai forklift yang kemudian
dialirkan menuju motor roda yang disalurkan ke roda serta menggerakkan hydraulic
pump yang menjadi otak utama penggerak fork atau garpu forklift dalam
melaksakan perintah angkat dan angkut. Kontol motor serta hydraulic pump ini
melalui beberapa sensor dan potentiometer agar keduanya bisa berkerja sesuai
perintah operator forklift.
Pada forklift nichiyu yang ada di PT XYZ Motors indonesia ini terdapat dua jenis
forklift yang lama dengan motor berarus satu arah (AC) dan forklift yang baru
dengan berarus dua arah (DC) . Sedangkan pada forklift elektrik Nichiyu sendiri
terdapat tiga sistem motor utama, yaitu sistem motor traction, sistem motor
hydraulic dan sistem motor steering. Sistem kerja ketiga motor tersebut dijelaskan
dibawah ini:

1. Sistem Traction

Sistem traction adalah sistem yang baru bererja ketika sensor keamanan
atau safety sensor sudah memberika sinyal keamanan bahwa fokrlift
sudah bisa digunakan (dengan hilangnya lampu indikator hazard).
Control unit menerimaperintah dari direction valve yang menjadi
penenu kearah mana forklift beroperasi. Lalu sinyal dari potention
meter yang terdapat pada tegangan yang harus dialirkan control unit
melalui field effect transistor menuju motor, yang menjadikan forklift
dapat bergerak sesuai kebutuhan dan keingan operator. Pada saat motor
mulai bergerak , control unit bisa mengetahui kerja dan gerak dari
motor sudah sesuai perintah dari accelator dengan menggakan sinyal
yang diberikan oleh bearing sensor. Putaran inilah yang diteruskan ke
front axle forklift untuk menjalankan perintah gerak pada forklift.

2. Sistem Steering

Sistem steering bertugas pada saat steering wheel diputar oleh motor.
Lalu potention meter yang berada di steering wheel akan membagi

Page 143
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

sinyal kepada control unit yang kemudian akan menggerakkan motor


steering forklift. Putaran motor steering itu yang digunakan sebagai
motor yang mengerakkan roda belakang, membelokkan ke kanan dan ke
kiri menggunakan alat actuator linkage.
3. Sitem Hydaulic

Sistem hydraulic merupakan sistem yang dapat berfungsi ketika safety


sensor sudah mengirimkan sinyal ke control unit bahwa pengoperasian
sistem hydraulic telah aman. Dan pada saat Hydraulic lever
dioperasikan , dan menyebabkan control unit mengalirkan arus listrik
menuju motor hydaulic melalui field effect transistor yang
menyebabkan motor bergerak dan dapat dioperasikan. Dan putaran
motor tersebut yang akan menggerakkan hydraulic pump yang
menyebabkan oli dari hydraulic tank mengalir menuju ke control valve
yang selanjutnya diteruskan ke cyinder hydraulic melalui hose
hydraulic.

2. LANDASAN TEORI

a. Failure Mode Effect Analysis (FMEA)


Failure Mode Effect Analysis (FMEA) merupakan metode yang sistematis dan salah
satu tools yang paling sering digunakan dalam praktek bussiness performance
improvement, dan adalah teknik pertama yang diciptakan untuk menganalisa kesalahan
(failure) pada proses. FMEA pertama kali dirumuskan pada tahun 1950 dengan
melibatkan sebanyak mungkin komponen, sub-sistem, dan perangkat untuk
mengidentifikasi kesalahan, termasuk penyebeb serta efek yang muncul dalam proses.
Dengan setiap kesalahan, komponen dan efek yang disebabkan dalam sistem akan
ditulis dalam lembar FMEA. Kemudian menetapkan proses yang berguna untuk
mengatasi atau mencegah terjadinya kegegalan dalam suatu sistem itu dimasa yang akan
datang. Ada tiga parameter yang terdapat dalam metode FMEA yang terdiri dari :

Severity
Severity (“kegawatan”) merupakan tingkat keseriusan kerusakan atau downtime
yang ada, yang dihasilkan oleh kegagalan proses perbaikan serta maintenance
forklift elektrik.

Occurance
Occurance adalah probabilitas serta frekuensi terjadinya suatu kegagalan. Tingkat
waktu atau kemungkinan terjadi yang merupakan subjektifitas numerik dari
kemungkinan yang menyebabkan terjadinya kegagalan.

Detection Rate
Detection rate adalah kemungkinan untuk mendeteksi suatu kesalahan sebelum
dapak tersebut terjadi. Setelah diketahui kesalahan tersebut dapat dilakukan
tindakan perbaikannya.

Page 144
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

FMEA

Severity Detection Occurance


Figure 1: Parameter FMEA (Failure Mode Effect Analysis)

Sedangkan,FMEA (Failure Mode Effect Analysis) sendiri terdiri dari beberapa time
utama diantaranya :

a. System FMEA adalah analisis failure mode effect analysis yang digunakan
untuk menganalisa keseluruhan sistem atau sub-sistem pada saat penyusunan
konsep pada fase design pada siklus DMAIC (Define Measure Analysis Improve
Control).
b. Design FMEA adalah prose analisa yang digunakan untuk merangcang produk
sebelum dirilis atau diproduksi oleh manufaktur yang berguna untuk
mengurangai kegagalan atau defect produk dengan

a. Membatu mengevaluasi desain awal produk dalam proses asembbly atau


perakitan, service atau pelayanan serta recycle atau proses
b. Membantu mengevaluasi secara objektif dari desain yang termasuk
dalam persyaratan fungsional dan alternative desain.
c. Membantu meningkatkan kemungkinan bahwa mode potensi efek serta
kegagalan pada operation system telah dipertimbangkan dan dianalisa
pada proses desain.

c. Process FMEA merupakan jenis yang paling sering digunakan dan pada banyak
kasus merupakan metode yang paling mudah diterpkan daripada kedua metode
sebelumnya. PFMEA adalah analisa FMEA yang berguna untuk memastikan
jika petensi masalah yang terjadi telah dianalisa serta di pertimbangkan selama
proses pengembangan produk. Point utama dalam PFMEA ialah telah
dilaksanakan pembahasan tentang desian produk serta prosesnya, penelitian dan
modifikasi terhadap fungsi dalam aplikasi serta resiko yang muncul oleh potensi
kegagalan.

b. Root Cause Analysis (RCA)


Root Cause Analysis merupakan salah satu metode yang populer dilakukan oleh
organisasi yang menerapkan Lean Six Sigma . RCA adalah perangkat yang dapat
digunakan untuk menyelsaikan masalah, menemukan akar permasalahan atau root
cause dan mendapatkan langkah-langkah penyelsaian dari masalah yang dihadapi.
Melalui pendekatan terstruktur untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang
berpengaruh pada satu atau lebih kejadian –kejadian yang lalu agar dapat digunakan
untuk perbaikan serta meningkatkan kinerja dari suatu sistem.
Menurut Rooney dan Heuvel (2004) dalam metode Root Cause Analysis terdapat
empat langkah yakni :

Page 145
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

1. Pengumpulan data
2. Pembuatan diagram faktor penyebab atau Fishborn Diagram.
3. Identifikasi Akar peyebab masalah (Root Cause Analysis)
4. Pencarian rekomendasi serta tahap implementasi hasil.

3. Batasan Masalah

Penelitian ini dilakukan dengan objek pada forklift elektrik series FB 15P Nichiyu
dengan kapasitas counter 1,5 T dan pada forklift FBC 2,5 dengan kapasitas counter
2,5 T di area welding plant PT XYZ Motors Indonesia department Logistic
Production Control dengan jumlah armada 20 unit dengan rincian 10 unit FB15P, 6
unit dengan series FBC 25P dan 4 unit dengan series FBC 30P.

Dan pada tabel 3 merupakan data donwtime forklift elektrik di area


Logistic Welding plant pada tahun 2018. Terlihat niilai kegagagalan atau downtime
yang tinggi pada part tyre atau ban penghubung antara motor dengan baterai
forklift. Downtime yang sangat tinggi Ini sangatlah berpengaruh terhadap nilai
produktivitas yang dihasilkan oleh forklift elektrik yang dimiliki perusahaan. Dan
datanya dapat dilihat pada tabel 3 dibawah ini:

No Part and Equipment Jumlah Jam Persentase


unit kerusakan perbaikan
(Donwtime)
1 Oli dan filter hidrolik 60 100,5 25%
kotor
2 Master rem bocor 13 247,5 5%
3 Kanvas rem aus 43 34,5 18%
4 Baterai rusak 2 15 1%
5 Carbon brush steering 9 30 4%
aus
6 Conector aus 13 678,5 5%
7 Tie rod rusak 15 64 6%
8 Hose pecah 17 46,6 7%
9 Kipas pendingin 5 286,5 2%
rusak
10 Tyre 67 39 27%
Total 258,5 193 100%

Tabel 3: downtime data forklift elektrik periode 2018

4. METODOLOGY

Unuk menemukan penyebab dari kerusakan dan dowtime forklift dalam penelitian ini
metode yang digunakan ada dua yakni Failure Mode Effect Analysis dan Root
Cause Analysis. Dan tujuan dalam penelitian ini adalah Mencari penyebab downtime
fokrlift elektrik serta melakukan analisa faktor penyebab six big loss menggunakan
diagram sebab akibat. Analisa yang hanya dilakukan pada six big loss factor

Page 146
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

yang paling dominan. Metode FMEA ini digunakan untuk mengetahui titik
kritis dari tingkat kerusakan atau downtime yang teridentifikasi, jadi dari sana
dapat diketahui faktor- faktor mana yang menyebabkan failure mode pada forklift
elektrik di PT XYZ Motors Indonesia. Dalam figure 2 merupakan flowchart dari
penelitian ini yang berisi langkah serta tahapan hingga didapatkan hasil dari
penelitian ini.

Mengumpulkan data
dan informasi

Menentukan potensi
dan efekdari
kegagalan

Menetukan penyebab
dari setiap kegagalan

Nilai peringkat Membuat daftar Nilai peringkat


Occurance kontrol proses saverity

Membuat peringkat
detection

Membuat perhitungan
RPN

Pemeriksaaan Tidak
dan Perbaikan

Laporan
Tabel FMEA

Rekomendasi
tindakan perbaikan

modifikasi

Figure 2 : Flowchart Penelitian

Page 147
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Tabel Severity

Seperti yang sudah di jelaskan sebelumnya,Severity adalah penilaian tingkat keparahan


yang digunakan untuk mengukur pentingnya akibat dari kegagalan. Skala severity
tergantung pada akibat dari kegagalan kinerja komponen atau part dari forklift elektrik
itu sendiri. Sedangkan tingkat keparahan atau severity dapat diterjemahkan memakai
konsep MTTR (Mean Time To Repair) , mode kegagalan yang rendah dapat
diasumsikan sama seperti MTTR yang rendah.

Dan Kemudian dapat dilihat tingkatan severity seperti pada tabel 4 dibawah ini,

No Tingkat Deskripsi kegagalan Efek


Keparahan kegagalan

1 1-2 Tidak ada Tidak ada


2 3-4 Minor,Kerusakan ringan Low
3 5-6 Moderat, sistem berkerja kurang Moderate
maksimal dan tidak ada redundan
4 7-8 Tinggi,membahayakan sistem High
menyeabkan kegagalan sistem dan
downtime dalam waktu yang panjang
5 9-10 Sangat berbahaya bagi sistem yang ada Very high
dan juga keselamatan kerja operator
forklift

Tabel 4: Tingkatan keparahan atau severity

b. Frekuensi kejadian atau Occurance

Occurance merupakan frekuensi terjadinya kejadian yang menyebabakan terjadinya


kegagalan atau downtime pada suatu sistem. Frekuensi kejadian atau ocurance memiliki
perbedaan denga tingkat severity dengan bantuan konsep MTBF (Mean Time Between
Failure). Jika waktu antara tiap kegagalannya tinggi maka artinya part atau equipment
dalam sistem tersebut memiliki tingkat occurance yang tinggi.
Dibawah ini dapat dilihat tabel 5 tingkat occurance dari downtime atau kegagalan
forklift elektrik di PT XYZ Motors Indonesia.

Page 148
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Frekuensi
No Deskripsi Terjadinya

1 Lebih dari dua tahun 1


2 Anatar 20 - 24 bulan 2
3 Antara 12 - 20 bulan 4
4 Antara 2 – 12 8
5 Setiap Bulan 9
6 Setiap saat (dibawah 1 bulan,per 10
1 minggu atau per 2 minggu)

Tabel 5: Tingkat Occurance

c. Deteksi atau detection

Detection atau deteksi adalah untuk mengukur probabilitas penyebab kegagagalan yang
mampu diidentifikasi baik oleh sistem control maupun secara manual check. Penilaian
ini memiliki tingkat deteksi yang sangat subjektif yang dinilai berdasarkan pengalaman
dan deteksi yang terjadi. Di tabel 6 menunjukkan nilai dari deteksi dengan deskripsi
terjadinya kegagalan.

No Dettection Description Dettection Scale


(Skala Deteksi)
1 Dapat dideteksi dengan 1
mudah
2 Dapat dideteksi, dengan 3
kemungkinan yang
tinggi
3 Dapat terdeteksi, 5
dengan peluang yang
sedang
4 Dapat dideteksi dengan 7
peluang yang kecil
5 Tidak dapat dideteksi 9
(None)

Tabel 6: Skala probabilitas untuk deteksi

d. Availability analysis

Ketersediaan Pengoperasian forklift (Ao) dihitung pada bulan januari 2018


dengan rincian sebagai berikut
Pengoperasian forklift dengan rata - rata pemakaian 18,7 Hours di bulan januari
pada tahun 2018, yang digunakan sebagai Availablility Time. Cara mencari rata
- rata pemakaian menggunakan data histori form manual and dayly checking
yang diisi oleh operator fokrlift.
Downtime atau kegagalan adalah saat forklift rusak (tidak bisa digunakan) dan
atau dalam perbaikan.
Maka nilai dari kegagalan dalam sebulan dihitung dibawah ini
Page 149
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Available time = 18,7 Jam x 31 hari = 579,7 Jam


Down time = 158,1 jam
Jumlah Kegagalan = 16
MTBF = (579,7 – 158,7) Jam /16
= 26,35 Jam
MTTR = 158,1 Jam/ 816
= 9,88 Jam
Available Operation = 26,35 Jam /(26,35 + 9,88) Jam
= 0,727272 = 72%

Page 150
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

No Bulan Time Downtime Operation Jumlah MTBF MTTR Ao (%)


Job (Jam) Time (Jam) kegagalan
Lot
1 Januari 579,7 158,35 26,35 16 26,35 9,88 72%
2 Februari 484,4 40,6 63,4 7 63,4 5,8 91%
3 Maret 626,2 21,5 60,47 15 60,47 1,43 96%
4 April 579 12,5 28,325 20 28,325 0,65 98%
5 Mei 542,5 322 9,58 23 10,75 14 40%
6 Juni 549 286 26,3 10 26,3 28,6 47%
7 Juli 644,8 21,5 27,1 23 27,1 0,93 96%
8 Agustus 657,2 20,5 39,79 16 39,79 1,28 97%
9 September 645 248,5 17,23 23 17,23 10,80 61%
10 Oktober 647,9 59,9 49,03 12 49,03 4,98 90%
11 November 588 249,4 9,15 37 9,15 6,7 57%
12 Desember 370 102 14,10 19 14,10 5,36 72%

Tabel 7: Hasil dari perhitungan Ao, MTBF dan MTTR

Dan pada figure tiga merupakan grafik Ao yang didapatkan nilai produktivitas atau
average operation (%) forklift yang tinggi berada pada bulan juli 2018 dengan nilai
sebesar 96% dengan nilai downtime hanya 21,5 jam. Sedangkan untuk nilai
produktivitas forklift pada bulan mei tahun 2018 di departemen Logistik Poroduction
Control pada PT XYZ Motors Indonesia ada di bulan mei dengan nilai Average
operation sebesar 40% dengan nilai downtime mencapai 322 jam dengan nilai
downtime terlama pada spare part forklift Connector. Maka dari persentase Ao yang ada
menjadi acuan pemecahan permasalahan yang akan dicari solusi yang paling optimal.

Figure 3 : Grafik Average Operation Fokrlift Elektrik tahun 2018

e. Analisa Diagram Pareto

Berdasarkan data tahun 2018 terdapat total terjadi sebanyak 244 kali downtime forklift
elektrik dengan rincian 16 hari kerja, dengan nilai tertinggi yaitu 70 kali dengan jenis
kegagalan pada Tyre forklift dengan rincian waktu 39 Jam. Nilai downtime tyre
memang lebih kecil dibandingkan dengan Connector switch yang mencapai 678,5 jam,
tetapi nilai occurance atau kejadiannya lebih kecil yang hanya 15 kali dalam tahun
2018.Ini dikarenakan indent sparepart import dari jepang yang menyebabkan
shortagedari vendor yang menyebabkan downtime forklift untuk occurance connector
menjadi besar.

Page 151
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Figure 4 : Diagram Pareto

Berdasarkan data yang didapat dari diagram pareto diatas, didapatkan kesimpulan
penyebab tujuh downtime terbesar forklift elektrik, diantaranya :

Tyre forklift damage


Oli dan filter hidrolik kotor
Kanvas rem aus
Hose Pecah
Tie rod rusak
Master rem bocor
Conector aus

f. Root Cause Analysis

Setelah itu, analisa selanjutnya ialah dengan menggunakan Root Cause Analysis (RCA)
dengan menggunakan fishborn diagram terlebih dahulu untuk menganalisa penyebab
dari downtime di forklift elektrik. Dengan menganalisa dari faktor seperti man, metode,
material, work environtment dan faktor lainnya.
Man
Metode Awwarness
5S
Pengadaan
Spare part Kurang pengalaman Kurang
Training
Instruksi Kerja Tidak dijalankannya
yang belum jelas SOP oleh Operator
Forklift
Downtime
Low Quality
Work Load
spare part
forklift too much

Plant/WH Floor Sparepart


Too sharp not genuine

Work Enviroment Material

Figure 5 : Fishborn Diagram

Page 152
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Dengan hasil analisa dari diagram tulang ikan atau fishborn diagram, Beberapa
penyebab dari kegagalan atau downtime forklift elektrik nichiyu adalah sebagai beikut :

Damage Factor Cause


Operator forklift tidak menjalankan SOP pemakaian dan
pengoperasian forklift
Instruksi kerja yang belum mendetail dan jelas, terutama
Methode kecepatan saat membawa barang, saat pengoperasian forklift
(saat di area kerja loading dock area yang permukaan yang
kasar).
Teknik pengadaan sparepart yang sering shortage barang,
sehingga sering indent yang menyebabkan proses perbaikan lama
Kualitas material yang kurang bagus, seperti tyre atau ban forklift
Material yang menggunakan low quality brand. Sehingga menyebabkan
cepatnya kerusakan atau aus.
Prinsip 5S di forklift yang tidak dilakukan dengan baik dan benar
Man Kurangnya pengalaman , terutama operator forklift dengan
background fresh graduate.
Kurang training seperti, self maintaenance , manual operation,
Preventive maintenance dll
Lantai warehouse (area loading dock) yang jenis lantainya kasar
Work bukan epoxy paint yang halus, sehingga menyebabkan tyre
Environtment forklift aus lebih cepat
Beban kerja untuk beberapa forklift yang berlebihan.

Tabel 7 : Tabel Root Cause Analysis

g. Hasil analisa tabel FMEA (Failure Mode Efect Analysis)

Analisa terakhir ialah menggunakan tabel FMEA untuk mengidentifikasi downtime,


dengan ini maka akan diketahui potensi downtime dan juga saran improvement dalam
penanganan downtime. Dengan tujuan yakni kita dapat menyajikan penanganan yang
sesuai dalam maintenance forklift. Prosesnya ialah dengan menganalisa komponen atau
equipment sparepart yang kritis dari forklift elektrik tersebut.

Failure Cause Saran untuk perbaikan S O D RPN


Oli filter dan Using age oli yang Permeriksaan berkala serta 5S 8 6 3 144
Hidrolik kotor melewati batas dan pergantian sparepart yang
pemakaian sesuai SOP
Masuknya barang Penerapan 5S serta 8 5 5 200
asing ke area pompa pemeriksaan setelah proses
hidrolik pemakaian
Master rem Kualitas minyak rem Penggunaan minyak rem yang 8 7 5 200
bocor yang tidak sesuai sesuai standard dan SOP
standard Nichiyu
Usia seal valve minyak Pemeriksaan dayly dan 5S 8 7 5 200
rem yang sudah lama dayly serta lakukan pergantian
dan menjadi rusak seal sesuai SOP

Page 153
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Kanvas rem Pemakaian kanvas rem Pemakian yang harus sesuai 8 6 3 144
aus melewati standard usia prosedur, permeriksaan berkala
pakai (dayly), 5S dan pergantian
kanvas yang sesuai SOP
Terkontaminasi benda Penerapan 5S serta 8 5 5 200
asing seperti minyak pemeriksaan setelah proses
rem yang bocok, debu pemakaian
dan benda asing
lainnya
Baterai Rusak Air baterai atau Periksaan dan pembersihan 2 10 3 60
electrolyte yang berkala (dayly) sebelum dan
dibawah level sesudah pemakain => 5S
Korosif di area Melakukan pergantian 2 10 3 60
permukaan baterai electrolyte dengan benar serta
dikarenakan electrolyte pemeriksaan dan pembersihan
baterai secara berkala
Carbon brush Using age Carbon Permeriksaan berkala serta 5S 4 8 7 224
steering aus brush steering yang (disemprot dengan air
melewati batas pressure) dan pergantian
pemakaian sparepart yang sesuai SOP
Connector Aus Using age Connector Penggunaan minyak rem yang 8 7 5 200
switch yang melewati sesuai standard dan SOP
batas pemakaian dan Nichiyu
aus
Tie rod rusak Kurangnya lubricancy Melakukan lubricancy min 8 7 3 168
seminggu sekali serta weekly
cleanning secara berkala
Instalasi tie rod yang Perbaikan SOP pemasangan 8 7 3 168
kurang baik serta upgrade skill dari
maintenance
Kondisi genba yang Pengecatan ulang dengan epoxy 8 7 1 56
kurang baik paint (terutama diarea luar
(permukaan lantai loading dock)
kasar)
Hose Pecah Using age Hose yang Pergantian hose secara berkala 8 7 3 168
melewati batas
pemakaian
Perawatan dan Implementasi 5S yang lebih 8 7 1 56
pembersihan tidak Baik
dilakukan dengan baik
Kipas agin Kontaminasi benda Implementasi 5S yang lebih 8 4 5 160
pendigin rusak asing di area tersebut baik (penyemprotan secara
berkala: 5S weekly )
Input tegangan yang Penggunaan minyak rem yang 8 7 3 168
ada tinggi sesuai standard dan SOP
Nichiyu
Tyre Cara pengoperasian Pembuatan SOP, training serta 9 8 5 360
forklif yang belum sosialisai ke operator forklift,
benar dan sesuai SOP terutama yang minim
(saat membelokkan pengalaman dan fresh graduate
roda)
Kondisi lantai genba Permeriksaan berkala serta 5S 9 8 5 360
yang kasar (disemprot dengan air pressure)
dan pergantian sparepart yang
sesuai SOP

Tabel 8 : Analisa FMEA


Page 154
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Berdasarkan hasil analisa tabel FMEA diatas maka didapatkan nilai RPN yang palg
tinggi ialah tyre forklift dengan nilai FMEA 360. Dengan beberapa pendekatan solusi
untuk menyelesaikan penyebab dari kegagalan tyre tersebut yang menjadi fokus utama
agar bisa mengurangi downtime tersebut.

5. KESIMPULAN

Setelah menghitung dan menganalisa menggunakan metode FMEA beberapa hasil


analisa yang menjadi kesimpulan dalam penelitian ini adalah :

1. Berdasarkan nilai RPN, maka tyre menjadi nilai tertinggi yakni 360 disusul
dengan carbon steering dengan nilai 224, disusul dengan oli hidrolik dengan
nilai RPN 200

2. Dari analisa tersebut ada beberapa faktor utama dan faktor yang sering muncul
yang menjadi penyebab kegagalan forklift elektrik diantaranya : Implementasi
5S yang belum dilakukan dengan baik, SOP yang belum jelas baik itu
pengoperasian forklift maupun maintenance forklift.

3. Dan beberapa prioritas utama yang menjadi perhatian untuk spare part dengan
lama downtime yang tinggi tetapi nilai occurance nya rendah. Ini di sebabkan
faktor pengadaan spare part yang perlu perbaikan, seperti dengan mengubah ke
sistem “stock” di WH dengan pertimbangan data tahun sebelumnya. Agar tidak
terjadi shortage spare part lagi yang menyebabkan downtime ratio menjadi
sangat lama dan tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Suwandono, Heri. 2016 Analisa kerusakan pada forklift elektrik nichiyu FB20-75C
dengan metode FMEA. Teknik mesin Universitas Mercubuana. JTM Vol.05 No1

Assauri,Sofyan.1993. Manajemen Produksi. Edisi Ketiga. Lembaga Penerbit


Universitas Idonesia, Jakarta.

Alqais Irham and Erryrimawan.2019. Reducing main egine failure using the FMEA
Methode in LPG Refineries. Internasional Journal of Mechanical and Production
Engineering Research and Development (IJMPERD ISSN (P): 2249-6890. Magister
Teknik Industri Universitas Mercubuana

Priharanto.Y.M.et al.2017.Penilaian risko pada mesin pendigin di kapa penankap iikan


dengan pendekatan FMEA. Jurnal Airaha, Vol 6 No.1 :024 – 032

W.Nyoman Luh, 2014.Analisis Ganguan Sistem Transmisi Lisrik Menggunakan Metode


Root Cause Analysis (RCA). Teknik Industri Universitas Dionegoro.

Basori, Mochamad. Supriyadi. 2017. Analisis Pengedalian Kualitas Cetakan Packaging


degan Metode Failure Mode Efffect Analysis (FMEA). Jurusan Teknik Industri Fakultas
Teknik Universitas Serang Raya. Seminar Nasional Terapan 2017.

Page 155
2nd Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Alamsyah, Firman. 2015. Analisis Akar Penyebab Masala dalam Meningkakan Overall
Equipment Effectiveneess (OEE) Mesin Stripping Hipack III dan Unimack di PT PFI.
Jurnal OE, Volume VII, No.3. Universitas Esa Unggul.

Nichiyu Forklift (Thailand) Co. ,Ltd . March 2013. Electric Lift Truck Nichiyu
Operator’s Manual.

Bahrudin, Mohammad.Wahyuni, Catur, Hanna. 2017. Pengukuran Produktivitas kerja


Karyawan Pada Bagian Produksi dengan Menggunakan Metode Objective Matrix
(Omax) dan Root Cause Analyze (RCA). Prozima ,Vol 1 ,No.2. Teknik Industri
Univesitas Muhammadiyah Sidoarjo.

Page 156
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

PERANCANGAN SISTEM KANBAN PROSES PRODUKSI BISKUIT


(STUDI KASUS PADA PT. XYZ)

Gayuh Lemadi1, Dian Eko Adi Prasetio2


1.
Program Studi Teknik Industri Universitas Islam As-
Syafi’iyah, Jalan Raya Jatiwaringin 12
2
Program Studi Teknik Industri Universitas Islam As-
Syafi’iyah, Jalan Raya Jatiwaringin 12

Email korespondensi: gayuhlemadi@gmail.com

Abstrak

PT. XYZ adalah perusahaan yang bergerak dibidang industri makanan yang salah satu produknya yaitu
biskuit cookies. Dalam penyiapan bahan baku biskuit ternyata masih sering terdapat selisih saat pengiriman
bahan baku dari inventori ke produksi yang mengakibatkan terjadinya penumpukan bahan baku di
produksi. Salah satu cara untuk mengatasi masalah selisih dalam pengiriman bahan baku yaitu dengan
melakukan perancangan sistem Kanban pada proses produksi biskuit cookies. Tujun dalam penelitian ini
adalah melakukan perancangan Kanban pada proses pembuatan biskuit cookies serta mengukur efektivitas
Kanban pada proses permintaan bahan baku biskuit cookies. Hasil perancangan Kanban didapatkan 3
proses yang berupa perancangan planning produksi, perancangan Kanban tarik dan perancangan Kanban
produksi. Pengukuran efektivitas Kanban dilakukan setelah dilakukan implementasi Kanban, dan
didapatkan hasil dimana sebelum pengiriman Kanban terdapat selisih dalam proses pengiriman bahan
bakunya, dimana untuk bahan baku yang sering mengalami selisih yaitu MFLO17 dengan rata-rata
selisihnya yaitu 16% perbulan, selanjutnya MGUL06 dengan rata-rata selisihnya 24% perbulan, dan
MFAT15 dengan rata-rata selisihnya 29% perbulan. Setelah dilakukan implementasi dengan mengunakan
sistem Kanban didapatkan hasil selisih pada pengiriman bahan baku yaitu 0%, atau bisa dikatakan tidak ada
selisih. Maka dari itu dengan penerapan sistem Kanban dapat mengatasi masalah selisih pada pengiriman
bahan baku hingga 100%. Saat sistem Kanban sudah mulai diterapkan perlu dilakukan pelatihan yang
berguna untuk memberikan informasi dan pengetahuan tentang proses serta kegunaan Kanban, cara kerja
Kanban, penggunaan Kanban, dan perlu juga dilakukan pembentukan sebuah tim untuk menyusun SOP
(Standar Operasional Prosedur) tentang penerapan sistem Kanban, karena belum adanya SOP yang
membicarakan tentang proses penerapan sistem Kanban pada proses pembuatan biskuit cookies.

Kata kunci : Perancangan, Kanban, Produksi, Biskuit, Efektivitas

Abstract

PT. XYZ is a company engaged in the food industry whose product is cookie biscuits. In preparing biscuit
raw materials, it turns out that there are still often differences when shipping raw materials from inventory
to production, which results in the accumulation of raw materials in production. One way to overcome the
problem of the difference in the delivery of raw materials is to design a Kanban system in the cookies
biscuit production process. The goal in this research is to design the Kanban in the process of making
cookie biscuits and measure the effectiveness of the Kanban in the process of requesting cookies biscuit raw
material. The results of the design of the Kanban obtained 3 processes in the form of production planning
design, pull Kanban design and production Kanban design. The measurement of Kanban effectiveness is
done after the implementation of Kanban, and the results obtained are that before sending the Kanban
there is a difference in the process of sending raw materials, where for raw materials which often
experience a difference, namely MFLO17 with an average difference of 16% per month, then MGUL06
with an average the difference is 24% per month, and MFAT15 with an average difference of 29% per
month. After the implementation using the Kanban system, the difference in the delivery of raw materials is
0%, or it can be said that there is no difference. Therefore, the application of the Kanban system can
overcome the problem of the difference in the delivery of raw materials up to 100%. When the Kanban

Page 157
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

system has begun to be implemented it needs to be carried out training that is useful to provide information
and knowledge about the process and use of Kanban, how to work Kanban, use of Kanban, and it is also
necessary to establish a team to compile SOP (Standard Operating Procedure) about implementing the
Kanban system, because there is no SOP that talks about the process of implementing the Kanban system in
the process of making cookie biscuits.

Key words: Design, Kanban, Production, Biscuit, Effectiveness.

1. Pendahuluan

PT. XYZ yang bergerak dibidang industri makanan, dengan produk yang dibuat yaitu salah
satunya biskuit cookies. Permasalahan yang dihadapi dalam pembuatan biskuit cookies di PT.
XYZ adalah kurang tepatnya pengiriman bahan baku dari inventori ke line produksi, yang
mengakibatkan penumpukan atau kekurangan bahan baku di line produksi. Hal ini dikarenakan
belum adanya sistem yang mengatur pengiriman bahan baku dari inventori ke line produksi,
sehingga pengiriman bahan baku dari inventori ke line produksi menjadi tidak teratur, dan
berakibat pada kurangnya efisiensi, produktivitas yang berakibat pada pemborososan.

Just in time merupakan metode yang digunakan untuk meminimasi pemborosan. Salah satu
pemborosan yang harus diminimasi yaitu persediaan. Kondisi sistem persediaan yang ingin
dicapai just in time yaitu kondisi dimana barang dipesan dengan lot/ukuran yang kecil dengan
frekuensi pelayanan yang tinggi (Sulastri, 2012). Kanban adalah suatu kartu yang berfungsi
sebagai alat kontrol produksi Just in time (Monden, 2011). Penerapan sistem Kanban produksi
adalah dengan membuat kartu Kanban yang diperlukan menghitung jumlah Kanban
merencanakan aliran Kanban yang efisien dan sarana pendukung sistem Kanban.

Tujuan dalam penelitian ini adalah melakukan perancangan Kanban pada proses pembuatan
biskuit cookies serta mengukur efektivitas Kanban pada proses permintaan bahan baku biskuit
cookies. Dengan adanya Kanban yang merupakan suatu alat untuk mencapai proses Just in time,
diharapkan dapat menekan kelemahan-kelemahan yang terjadi pada proses pembuatan biskuit
cookies dengan perancangan sistem kontrol Kanban dan pembuat kartu Kanban pada proses
pembuatan biskuit cookies, sehingga dapat menghilangkan masalah yang terjadi pada proses
pembuatan biskuit cookies.

2. Landasan Teori

2.1 Perencanaan Produksi


Menurut (Sinurlingga, 2009), Perencanaan produksi merupakan suatu kegiatan yang berkenaan
dengan penentuan apa yang harus diproduksi, berapa banyak yang diproduksi, kapan diproduksi dan
apa sumber daya yang dibutuhkan untuk mendapatkan produk yang telah ditetapkan dalam
perencanaan produksi. Menurut (Assauri, 2008), perencanaan produksi merupakan perencanaan dan
pengorganisasian sebelumnya mengenai orang-orang, bahan-bahan, mesin-mesin dan peralatan lain
serta modal yang diperlukan untuk memproduksi barang-barang pada suatu periode tertentu di masa
depan sesuai dengan yang diperkirakan atau diramalkan.
2.2 Perencanaan Kebutuhan Material
Menurut (Heizer dan Render, 2015), perencanaan kebutuhan material adalah permintaan terikat
yang terdiri dari beberapa daftar kebutuhan bahan baku, dan catatan persediaan yang akurat.
Menurut (Irawan, 2017), Perencanaan kebutuhan material merupakan suatu prosedur logis, aturan
keputusan dan teknik pencatatan terkomputerisasi yang dirancang untuk menerjemahkan suatu
jadwal induk produksi menjadi kebutuhan bersih untuk semua item.
2.3 Sistem Kanban
Menurut Monden (2011), sistem Kanban merupakan suatu sistem informasi yang secara serasi
mengendalikan jumlah produksi dalam setiap proses pabrik dan juga di antara perusahaan-
perusahaan, yang ini dikenal juga dengan Just in time. Menurut Hiroyuki (2009), Kanban dalam
Page 158
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

bahasa jepang yaitu tanda atau kartu perintah. Kanban merupakan salah satu alat penting untuk
produksi just in time, yang mana penyediaan part yang tepat pada waktu yang tepat dan dengan
jumlah yang tepat.

a. Fungsi Kanban
Terdapat empat fungsi umum pada Kanban menurut Monden (2011), yaitu sebagai alat intruksi
produksi dan pengangkutan, sebagai alat untuk pengendalian secara visual, sebagai alat untuk
proses kaizen dan Kanban sebagai penyesuaian perubahan
b. Tipe Kanban
Menurut Hiroyuki (2009), Sistem Kanban memiliki dua tipe diantaranya yaitu:
 Production Instruction Kanban atau Kanban Perintah Produksi yaitu suatu kartu yang
menspesifikasikan tipe dan jumlah produksi yang harus diproduksi oleh proses sebelumnya.
Tipe ini dibagi lagi menjadi dua tipe proses, diantaranya In-Process Kanban,
 Parts Withdrawal Kanban atau Kanban Penarikan Parts. Yaitu suatu Kanban yang
menspesifikan jenis dan jumlah produk yang harus diambil oleh proses sebelumnya. Tipe ini
terbagi lagi menjadi dua bagian yaitu Intern-Process Kanban, yang digunakan untuk
pemindahan komponen pada proses-proses diantaranya pabrik-pabrik perusahaan.
c. Jenis-jenis Kanban
Menurut Monden (2011), bahwa Jenis dan jumlah unit yang dibutuhkan ditulis pada tag seperti
kartu disebut dengan kartu Kanban, yang dikirim dari pekerja dari satu proses untuk pekerja dari
proses sebelumnya. Terdapat beberapa jenis Kanban yang digunakan dalam proses produksi
terutama, yaitu Kanban pengambilan dan Kanban perintah produksi.
d. Penentuan Jumlah Kartu Kanban
Menurut (Monden, 2011), banyaknya Kanban yang dikeluarkan untuk permintaan bahan baku
tertentu biasanya dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
( ) ( ) ……………………(rumus 1)
Dimana:
KT = Kanban Tarik
KP = Kanban Produksi
D = Permintaan / Hari (Batch)
Q = Kapasitas Per Palet.

3. Metodologi

Melihat penelitian ini merupakan penelitian berbasis kuantitatif, maka jenis dari penelitian ini
merupakan penelitian berjenis evaluatif, dimana dalam penelitian ini pada bagian akhir akan
dilakukan perbandingan / evaluasi efektifitas produksi sebelum dan sesudah penggunaan Kanban.
Sementara kerangka penelitian ini dapat dijelaskan dalam Gambar 1 dibawah ini:

Observasi dilapangan Perlunya dilakukan perancangan alat Perlunya pula dibuktikan melalui
menujnukkan terjadinya bantu produksi berupa Kanban yang implementasi di lapangan untuk
keterlambatan pengiriman barang, akan memudahkan dan memastikan memastikan apakah Kanban yang dibuat
dari inventori atau gudang bahan produksi berjalan sesuai perintah mampu meningkatkan efektifitas
baku ke line proses produksi produksi produksi

Diharapkan permasalahan yang Setelah dirancang kemudian dilakukan Dilakukan perancangan Kanban yang
terjadi dapat berkurang dan implementasi di lapangan disesuaikan sesuai yaitu berupa Kanban planning
efektifitas produksi semakin dengan rencana produksi yang sudah produksi, Kanban tarik serta Kanban
baik. ada produksi

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian


Sumber : Data Olahan, 2019

Page 159
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

4. Hasil dan Diskusi

Proses produksi biskuit cookies mempunyai 4 proses umum yang sering dilakukan saat proses
produksi biskuit, proses-proses tersebut dapat dilihat pada Gambar 2 gambaran umum aliran
proses produksi dibawah ini

MIXING CUTTING BAKING/OVEN PACKING

Gambar 2. Gambaran Umum Aliran Proses Produksi


Sumber : PT. XYZ, 2019

Data kebutuhan bahan baku per batch diambil dengan melihat formula yang digunakan dalam
membuat bahan baku biskuit cookies dalam 1 batch. Total bahan baku yang dipakai dalam
pembuatan biskuit cookies adalah 12 jenis bahan baku, untuk Tabel kebutuhan bahan baku
biskuit cookies dalam 1 batch dijelaskan dalam Tabel 1 dibawah ini.

Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan biskuit cookies sendiri ada berbagai jenis dengan
berat yang bervasiasi. Tempat yang digunakan untuk menaruh atau menyusun bahan baku dengan
ukuran yang bervariasi dinamakan dengan palet. Kapasitas per palet sendiri bervariasi tergantung
total berat maksimum palet dan juga kebutuhan bahan baku yang harus disiapkan. Untuk
kapasitas bahan baku per palet dijelaskan dalam Tabel 2 dibawah ini.

Tabel 1. Kebutuhan Bahan Baku 1 Batch


Nama Bahan Berat Satuan Nama Bahan Berat Satuan
MFLO 17 475 Kg MR0003 8 Kg
MCHO 26 230 Kg MR0002 7 Kg
MGUL 06 220 Kg MGAR01 5 Kg
MFAT 15 135 Kg MEGG01 4 Kg
MCOC 21 15,5 Kg MA0207 2,5 Kg
MR0001 8 Kg MLEC03 2 Kg
Sumber : PT. XYZ, 2019
Tabel 2. Kapasitas Bahan Baku Per Palet
Nama Bahan Berat Satuan Nama Bahan Berat Satuan
MFLO 17 1260 Kg MR0003 25 Kg
MCHO 26 600 Kg MR0002 25 Kg
MGUL 06 1150 Kg MGAR01 25 Kg
MFAT 15 850 Kg MEGG01 25 Kg
MCOC 21 550 Kg MA0207 25 Kg
MR0001 25 Kg MLEC03 25 Kg
Sumber : PT. XYZ, 2019

Untuk jadwal induk produksi proses produksi biskuit cookies didapatkan dari perusahaan untuk 6
bulan kedepan, maka dari itu tidak perlu lagi melakukan pembuatan jadwal induk produksi

Tabel 3. Jadwal Induk Produksi


Bulan Jumlah Batch Juulah Karton
Januari 308 158.312
Februari 307 157.798
Maret 306 157,284
April 305 156,770
Mei 304 156,256
Juni 303 155,742
Sumber : PT. XYZ, 2019

Perhitungan kebutuhan bahan baku yaitu proses perhitungan bahan baku yang dilakukan untuk
mengetahui seberapa banyak kebutuhan bahan baku yang akan digunakan dalam proses produksi,
sehingga dapat ditentukan kapan dan berapa banyak bahan baku yang harus dipesan untuk produk

Page 160
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

yang akan dibuat.

Tabel 4. Perhitungan Kebutuhan Bahan Baku Biskuit Cookies Per Batch


Nama Bahan Berat (kg) Januari Februari Maret April Mei Juni
MFLO 17 475 146.300 145.825 145.350 144.875 144.400 143.925
MCHO 26 230 70.800 70.610 70.380 60.150 69.920 69.690
MGUL 06 220 67.760 67.540 67.320 67.100 66.880 66.660
MFAT 15 135 41.580 41.445 41.310 41.175 41.040 40.905
MCOC 21 15,5 4.774 4.759 4.743 4.728 4.712 4.697
MR0001 8 2.464 2.456 2.448 2.440 2.432 2.424
MR0003 8 2.464 2.456 2.448 2.440 2.432 2.424
MR0002 7 2.156 2.149 2.142 2.135 2.128 2.121
MGAR01 5 1.540 1.535 1.530 1.525 1.520 1.515
MEGG01 4 1.232 1.228 1.224 1.220 1.216 1.212
MA0207 2,5 770 768 765 763 760 758
MLEC03 2 616 614 612 610 608 606
Sumber : PT. XYZ, 2019

Proses perancangan sistem Kanban pada proses produksi biskuit cookies diantaranya terdiri dari :
a. Perancangan proses pembuatan planning produksi.
b. Perancangan proses pengiriman bahan baku dengan menggunakan Kanban tarik.
c. Perancangan proses produksi dengan mengunakan Kanban produksi.
Kanban Tarik
b
c

INVENTORI
Kanban
Produksi
PROSES
PRODUKSI
MIXING
a

PPIC

PROSES
CUTTING

MARKETING PROSES
BAKING

GUDANG PROSES
FINISH GOOD PACKING

Gambar 3. Diagram Alir Proses Produksi.


Sumber : PT. XYZ, 2019

a. Kanban Tarik
Kanban tarik yaitu Kanban yang digunakan untuk proses pengiriman bahan baku dari inventori ke
lini produksi. Hal-hal yang harus ada pada kartu Kanban tarik agar tidak terdapat masalah pada saat
penyiapan dan juga pengiriman bahan baku. Untuk isi dari Kanban tarik secara jelas adalah sebagai
berikut:
1). Asal alamat pengirim bahan baku.
2). Alamat tujuan line yang akan dikirimkan bahan baku.
3). Nama bahan baku yang akan dikirim.
4). LOT (tanggal kedatangan bahan baku) dari bahan baku yang akan dikirim.
5). Nama Produksi yang akan dibuat.
6). Tanggal pengiriman bahan baku.
7). Nomor Kanban, yaitu tanda untuk mengetahui berapa Kanban yang telah dikirim.
8). Qty Kanban, yaitu jumlah berat total Kanban.
9). Satuan Kanban, yaitu sebagai indikator untuk menentuan satuan dalam Kanban. Untuk satuan
yang digunakan dalam Kanban tarik adalah kg.
Pada Gambar 4 dibawah ini adalah hasil dari rancangan Kanban tarik, yang berisi informasi-
informasi pada ketentuan diatas.

Page 161
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

KANBAN TARIK
DIKIRIM NAMA BAHAN :

LOT BAHAN :

PRODUK :

TANGGAL :
TUJUAN

NO KANBAN QTY KANBAN S ATUAN

Gambar 4. Kartu Kanban Penarik


Sumber : Data Olahan, 2019

b. Kanban Produksi
Kanban produksi yaitu Kanban yang digunakan dalam proses produksi, isi dari Kanban produksi
tidak semuanya sama dengan Kanban tarik. Untuk isi dari rancangan Kanban produksi sendiri
adalah sebagai berikut:
1). Kode Produk yaitu kode dari produksi yang akan dibuat.
2). Nama line yaitu line yang akan dituju oleh proses selanjutnya.
3). Nomor SO (soft order) yaitu nomor yang memberikan informasi tentang nomor ke berapa
produksi akan dilakukan.
4). Tanggal Produksi yaitu tanggal yang memberitahu tentang tangal berapa produksi akan proses.
5). Nama produksi yaitu nama produk yang akan dibuat.
6). Nomor Kanban, yaitu tanda untuk mengetahui berapa Kanban yang telah dikirim.
7). Qty Kanban, yaitu jumlah berat total Kanban.
8). Satuan Kanban, yaitu sebagai indikator untuk menentuan satuan dalam Kanban. Untuk satuan
yang digunakan dalam Kanban tarik adalah batch.
Pada Gambar 5 dibawah ini adalah hasil dari rancangan Kanban produksi, yang berisi informasi-
informasi pada ketentuan diatas.

KANBAN PRODUKSI
KODE PRODUK
NOMOR S O :

TANGGAL
:
PRODUKS I

NAMA :
PRODUK
NAMA LINE

NO KANBAN QTY KANBAN S ATUAN

Gambar 5. Kartu Kanban Produksi.


Sumber : Data Olahan, 2019

Setelah kartu Kanban selesai dilakukan perancangaan maka selanjutnya yaitu dilakukan
penambahan perancangan pada kartu Kanban tarik dan kartu Kanban produksi berupa pewarnaan
yang berbeda-beda untuk setiap harinya. Untuk jumlah warna Kanban yang akan dibuat yaitu 7
warna, dengan masing-masing warna yang berbeda-beda setiap harinya. Untuk perancanganan
warna Kanban pada tiap-tiap hari dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Perancangan Warna Kanban Untuk Setiap Hari


No Hari Warna
1 Senin Biru
2 Selasa Kuning
3 Rabu Pink
4 Kamis Hijau
5 Jumat Ungu
6 Sabtu Coklat
7 Minggu Putih

Page 162
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Sumber : Data Olahan, 2019

Perhitungan jumlah Kanban digunakan untuk menghitung berapa jumlah Kanban yang akan
digunakan saat proses produksi. Untuk jumlah Kanban yang akan dihitung dalam proses produksi
biskuit cookies juga ada dua jenis yaitu Kanban penarik dan Kanban produksi. Untuk
perhitungannya sendiri menggunakan rumus 1. Berikut adalah detail perhitungan jumlah Kanban
dalam 6 bulan. Perhitungan Kanban produksi diketahui untuk planning produksi untuk 6 bulan
dijelaskan dalam Tabel 6 dibawah ini.

Tabel 6. Perhitungan Kanban Tarik Proses Produksi Biskuit Cookies.


Nama Bahan Berat Per Kebutuhan Kebutuhan Bahan Kapasitas 1 Kebutuha Kanban 6
Baku Batch Batch 6 Bulan Baku 6 Bulan Palet Bulan
MFLO 17 475 1798 854.040 1260 684
MCHO 26 230 1798 413.540 600 690
MGUL 06 220 1798 395.560 1150 344
MFAT 15 135 1798 242.730 850 389
MCOC 21 15,5 1798 27.869 550 51
MR0001 8 1798 14.384 25 288
MR0003 8 1798 14.384 25 288
MR0002 7 1798 12.586 25 252
MGAR01 5 1798 8.990 25 180
MEGG01 4 1798 7.192 25 133
MA0207 2,5 1798 4.495 25 90
MLEC03 2 1798 3.596 25 72
Sumber : Data Olahan, 2019

Tabel 7. Perhitungan Kanban Produksi Proses Produksi Biskuit Cookies.


Berat Kebutuhan Total Berat Kapasitas Kebutuhan
Nama Bahan
Adonan Per Batch 6 Adonan 6 Bulan Adonan 1 Palet Kanban 6
Baku
Batch (kg) Bulan (kg) (kg) Bulan
Adonan
Biskuit 1112 1798 1999.376 1112 1.798
Cookies
Sumber : Data Olahan, 2019

Efektivitas Kanban dilakukan untuk mengetahui seberapa efektif penggunaan Kanban yang
dilakukan pada penelitian ini, untuk efektivitas Kanban dilakukan dengan membandingkan
persentase sebelum mengunakan Kanban dan sesudah mengunakan Kanban. Hal ini dilakukan
untuk mendapatkan nilai berapa persen efektivitas yang dilakukan untuk mengatasi masalah yang
terjadi dengan penerapan dan pengunaan sistem Kanban. Data persentase sebelum penggunaan
Kanban didapatkan dari hasil penghitungan proses pengiriman bahan baku selisih pada saat
pengiriman bahan baku dalam 1 Bulan. Data persentase sesudah penerapan Kanban didapatkan
setelah Kanban di implementasikan. Berikut Tabel 8 dibawah merupakan hasil dari perhitungan
sebelum dan sesudah dilakukan penerapan Kanban.

Tabel 8. Perhitungan Selisih Sebelum Dan Sesudah Penerapan Kanban.


Nama Bahan Baku Sebelum Penerapan Kanban Sesudah Penerapan Kanban Keterangan
MFLO 17 16% 0% Tidak ada selisih
MCHO 26 0% 0% Tidak ada selisih
MGUL 06 24% 0% Tidak ada selisih
MFAT 15 29% 0% Tidak ada selisih
MCOC 21 0% 0% Tidak ada selisih
MR0001 0% 0% Tidak ada selisih
MR0003 0% 0% Tidak ada selisih
MR0002 0% 0% Tidak ada selisih
MGAR01 0% 0% Tidak ada selisih
MEGG01 0% 0% Tidak ada selisih
MA0207 0% 0% Tidak ada selisih
MLEC03 0% 0% Tidak ada selisih
Sumber : Data Olahan, 2019

Page 163
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

5. Kesimpulan

Hasil dari penelitian didapatkan perancangan sistem Kanban untuk proses produksi biskuit
cookies yang perancangannya diawali dengan perancangan sistem Kanban, yang terdiri dari 3
proses yaitu perancangan proses pengiriman planning produksi, perancangan proses pengiriman
bahan baku dengan mengunakan Kanban tarik, dan perancangan proses produksi dengan
mengunakan Kanban produksi. Setelah perancangan sistem Kanban selesai. Maka dilakukan
perancangan lainnya yaitu dilakukan perancangan dan pembuatan kartu Kanban tarik dan juga
kartu Kanban produksi. Pengukuran efektivitas Kanban dilakukan setelah dilakukan
implementasi pada sistem Kanban, dengan melihat persentase selisih pengiriman bahan baku
pada saat sebelum penerapan Kanban dengan setelah penerapan Kanban. Pada saat sebelum
penerapan Kanban didapatkan selisih pada pengiriman bahan baku MFLO17 dengan rata-rata
selisihnya 16% perbulan, MGUL06 dengan rata-rata selisihnya 24% perbulan, dan MFAT15
dengan rata-rata selisihnya 29% perbulan. Setelah dilakukan implementasi dengan mengunakan
sistem Kanban didapatkan selisih pada pengiriman bahan baku yaitu 0%, atau bisa dikatakan
tidak ada selisih. Maka dari itu penerapan Kanban dapat dikatakan mampu mengatasi masalah
pengiriman selisih pada proses pengiriman bahan baku hingga 100%.

Daftar Pustaka

Ayutami, S., Damajanti, D. D., & Juliani, W. (2019). Designing Electronic Kanban Using Conwip
Method To Reduce Delays On Pylon Assembly Line In Pt. Dirgantara Indonesia. eProceedings of
Engineering, 6(1).
Dinanty, Y. D., & Batubara, S. (2016). Perancangan Sistem P-Kanban Dan C-Kanban Untuk Meminimasi
Keterlambatan Material Pada Lini Produksi Perakitan Laundry Sytem Business Unit (LSBU) Di
PT. Y. Jurnal Teknik Industri, 6(3).
Hartini, S. (2013). Perancangan Sistem Kanban Untuk Pelancaran Produksi Dan Mereduksi
Keterlambatan. J@ ti Undip: Jurnal Teknik Industri, 8(3), 193-202.
Hartono, E., & Bendatu, L. Y. (2015). Perancangan Sistem Kanban Pada Line Machining Yoke Di PT. Inti
Ganda Perdana. Jurnal Titra, 3(2), 433-440.
Heizer, J., & Render, B. (2014). Principles of operations management, custom edition for The University
of West Florida.
Heizer, J., & Render, B. (2015). Manajemen Operasi: Manajemen Keberlangsungan dan Rantai Pasokan.
Hiroyuki, H. (2009). JIT Implementation Manual. CRC Pr.
Irawan, A. P. (2017). Perancangan dan Pengembangan Produk Manufaktur. Penerbit Andi.
Monden, Y. (2011). Toyota production system: an integrated approach to just-in-time. Productivity Press.
Ponda, H. (2019). Analisis Jumlah Kanban Pada Proses Produksi Support Assy Brake Pedal Part No. xxxx-
xxxx di Departemen Welding PT. NTC (Studi Kasus Perusahaan Spare Part Automotive). Jurnal
Teknik, 1(2).
PUAR, Z. P., & SIREGAR, M. T. (2017). Rancangan Sistem Elektronik Kanban untuk Meningkatkan
Efektivitas Produksi Just In Time. Jurnal Manajemen Industri dan Logistik, 1(1), 71-74.
Puspita, W. A., Juliani, W., & Suryadhini, P. P. (2015). Usulan Perbaikan Sistem Kanban Untuk
Mengurangi Penumpukan Work In Process Dan Lead Time Produksi Pada Lantai Produksi Bagian
Medium Prismatic Machines Pt Dirgantara Indonesia. eProceedings of Engineering, 2(1).
Sinurlingga, S. (2009). Perencanaan Dan Pengendalian Produksi, Graha Ilmu. Yogyakarta. Indonesia.
Siswanto, M. H., Sugiyanto, D., & Nofendri, Y. (2017). Pengaruh Line Stop Terhadap Line Menggunakan
Metode Kanban di PT Akashi Wahana Indonesia. Teknik dan Ilmu Komputer, 6(23).
Sofjan, A. (2008). Manajemen Produksi dan Operasi. Jakarta: LPFE Universitas Indonesia.
Sumanto, S., & Marita, L. S. (2017). Penerapan Ssistem Just In Time Persedian Di Produksi Studi Kasus:
PT. NITTO MATERIALS INDONESIA. JIMP-Jurnal Informatika Merdeka Pasuruan E-ISSN
2503-1945, 2(3).
Thadeus, H., & Octavia, T. (2018). Penerapan Kanban pada Sistem Inventori PT FSCM Manufacturing
Indonesia. Jurnal Titra, 6(2), 115-122.
Tombeg, C. G. (2017). Perancangan dan Penerapan Kanban di PT. X. Jurnal Titra, 5(2), 165-172.
Triana, N. E., & Beatrix, M. E. (2019). Production System Improvement Through Kanban Application in
Labor Intensive Company. Sinergi: Jurnal Teknik Mercu Buana, 23(1), 33-40.

Page 164
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Yuliani, H., & Aribowo, B. (2016). Perancangan Modul Kanban Praktikum Perancangan Sistem Kerja di
Program Studi Teknik Industri Universitas Al Azhar Indonesia. Prosiding Semnastek.

Page 165
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

ANALISIS PENGENDALIAN KUALITAS PADA PROSES PRODUKSI


KOMPONEN SEPATU DI PT. XYZ

Mira Ramadhina1, Budi Aribowo1


1
Jurusan Teknik Industri, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Al Azhar Indonesia, Komplek
Masjid Agung Al Azhar, Jalan Sisingamangaraja, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 12110
2
Jurusan Teknik Industri, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Al Azhar Indonesia, Komplek
Masjid Agung Al Azhar, Jalan Sisingamangaraja, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 12110

Email korespondensi: miraramadhina@gmail.com

Abstrak
Dalam dunia industri kualitas produk adalah salah satu faktor yang paling penting untuk produk yang
dihasilkan. Contoh nya pada PT.XYZ yang merupakan perusahaan manufaktur yang memproduksi
sepatu. Sepatu merupakan salah satu kebutuhan primer yang harus di penuhi manusia. Karena manusia
beraktivitas pasti menggunakan sepatu untuk melindungi kaki dari kegiatan aktivitas yang dilakukan.
Manfaat dari sepatu tidak hanya untuk melindungi kaki tetapi bisa membuat seseorang lebih percaya diri
karena sepatu yang digunakan berkualitas tinggi dan desain sepatu yang dapat mempercantik penampilan.
Salah satu model sepatu yang di produksi oleh PT.XYZ ialah Classic Cortez. Model sepatu tersebut di
buat dari material kulit hewan yaitu sapi. Material kulit tersebut akan di buat menjadi komponen sepatu
yang disebut quarter. Akan tetapi, banyak timbul permasalahan yang terjadi oleh komponen quarter
tersebut, seperti terjadinya cacat pada komponen quarter. Maka, tujuan penelitian ini dilakukan untuk
mengidentifikasi penyebab khusus cacat pada komponen quarter yang melewati upper control limit
(UCL) dan lower control limit (LCL), mengidentifikasi proporsi cacat yang banyak terjadi,
mengidentifikasi penyebab utama masalah pada komponen quarter dan mengidentifikasi apa yang
menjadi risiko kegagalan dalam proses pembuatan sepatu model Classic Cortez. Penelitian tersebut
dilakukan dengan menggunakan metode peta kendali atribut Np, diagram pareto, diagram fishbone dan
failure mode and effect analysis (FMEA). Hasil yang diperoleh pada peta kendali Np terdapat cacat pada
komponen quarter yang melewati upper control limit (UCL) dan lower control limit (LCL) yang
disebabkan karena faktor 5M+1E. Kemudian pada diagram pareto didapatkan jenis cacat tertinggi ialah
Cacat Kulit dengan jumlah 116 unit dan persentase kecacatan sebesar 42%. Kemudian penyebab utama
Cacat Kulit dibuat fishbone diagram 4M dimana setelah di analisa akar permasalahan terjadi pada bone
material. Serta potential failure mode yang terpilih dari lima jenis cacat ialah Cacat Kulit, Keriput dan
Robek serta rekomendasi aksi yang diberikan kepada PT.XYZ ialah audit vendor dan schedule
maintenance.

Kata Kunci : peta atribut np, diagram pareto, diagram fishbone, failure mode and effect analysis

Abstract
In the industrial world product quality is one of the most important factors for the product produced. For
example, PT. XYZ, which is a manufacturing company that manufactures shoes. Shoes are one of the
primary needs that must be fulfilled by humans. Because human activities must use shoes to protect the
feet from the activities carried out. The benefits of shoes are not only to protect the feet but can make a
person more confident because the shoes used are high quality and shoe designs that can enhance your
appearance. One model of shoes produced by PT. XYZ is Classic Cortez. The shoe model is made from
animal skin material, cow. The leather material will be made into a shoe component called the quarter.
However, many problems arise by the quarter component, such as the defects in the quarter component.
Thus, the purpose of this study is to identify the specific causes of defects in the quarter component that
pass through the upper control limit (UCL) and lower control limit (LCL), identify the proportion of

Page 166
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

defects that occur, identify the main causes of problems in the quarter component and identify what are
the risks failure in the process of making Classic Cortez model shoes. The research was conducted using
the Np attribute control chart method, pareto diagram, fishbone diagram and failure mode and effect
analysis (FMEA). The results obtained on the Np control chart are defects in quarter components that pass
through the upper control limit (UCL) and lower control limit (LCL) caused by 5M + 1E. Then in the
Pareto diagram, the highest type of defect is Skin Defect with 116 units and the percentage of disability is
42%. Then the main cause of Skin Defects is a 4M fishbone diagram which after analysis of the root
problem occurs in bone material. As well as the potential failure modes selected from the five types of
defects are Skin Defects, Wrinkles and Tearing as well as the action recommendations given to PT.XYZ
are vendor audits and maintenance schedules.

Key words : np attribute control, pareto diagram, fishbone diagram, failure mode and effect analysis

1. Pendahuluan

Penelitian yang dilakukan di PT.XYZ ialah sepatu model Classic Cortez. Model Classic
Cortez merupakan jenis sepatu lari (running) yang dirancang pada tahun 1970. Model tersebut
ini identik dengan swoosh berwarna merah dan sol berwarna biru. Desainnya yang klasik dan
terlihat old skool sangat di sukai oleh anak muda, pecinta sepatu klasik, dan khususnya pelari
karena sepatu Classic Cortez ini sangat nyaman digunakan karena memiliki permukaan yang
mulus pada materialnya. Material tersebut berasal dari kulit hewan yaitu sapi. Material tersebut
akan menjadi komponen quarter terlebih dahulu untuk menjadi bagian sepatu yang utuh.
Permasalahan yang terjadi ialah terdapat cacat pada proses poduksi komponen quarter tersebut.
Hal ini penting untuk perusahaan manufaktur karena harus menerapkan pengendalian kualitas
(quality control). Jenis cacat yang paling banyak terjadi pada komponen quarter ialah Cacat
Kulit. Setelah di lakukan analisa dengan menggunakan beberapa macam metode penyebab
terbesar terjadinya cacat kulit pada komponen quarter tersebut berasal dari Departement material
PT.XYZ. Maka, rekomendasi aksi yang di berikan kepada PT.XYZ ialah mengaudit vendor dan
melakukan schedule maintenance. Dimana rekomendasi aksi yang diberikan ada pada metode
failure mode and effect analysis (FMEA). Metode FMEA ini sangat penting agar PT.XYZ
melakukan continuous improvement pada material yang akan di produksi menjadi sepatu model
Classic Cortez.

2. Landasan Teori

Pengendalian Kualitas
Pengendalian Kualitas merupakan salah satu teknik yang perlu dilakukan mulai dari sebelum
proses produksi berjalan, pada saat proses produksi, hingga proses produksi berakhir dengan
menghasilkan produk akhir (Riani, 2016). Adapun menurut (Khomah I, Rahayu SE, 2015)
Pengendalian kualitas dengan alat bantu statistik bermanfaat pula mengawasi tingkat efisiensi.

Peta Kendali Atribut


Peta Kendali Atribut digunakan untuk memonitor aktivitas dari suatu proses yang sedang
berlangsung dengan menggunakan metode grafis. Sehingga dapat diketahui apakah proses
tersebut berada dalam batas kendali statistik atau tidak (Sinaga et al, 2015). Sedangkan menurut
(Wibowo et al, 2017) Peta Kendali Atribut digunakan untuk mengendalikan kualitas produk
selama proses produksi yang tidak dapat diukur tetapi dapat dihitung, sehingga kualitas produk
dapat di bedakan dalam karakteristik baik atau buruk, berhasil atau gagal.

Page 167
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Fishbone Diagram
Diagram sebab akibat memperlihatkan hubungan antara permasalahan yang dihadapi dengan
kemungkinan penyebabnya serta faktor-faktor yang mempengaruhinya (Elmas, 2017).
Sedangkan menurut (Murnawan H, Mustofa, 2014) Fishbone Diagram menunjukkan sebuah
dampak atau akibat dari sebuah permasalahan dengan berbagai penyebabnya.

Pareto Diagram
Diagram pareto juga dapat digunakan untuk mencari 20% jenis cacat yang merupakan 80%
kecacatan dari keseluruhan proses produksi (Ramadhani et al, 2014). Sedangkan menurut
(Yemima et al, 2014) Diagram Pareto adalah grafik batang yang menunjukkan masalah
berdasarkan urutan banyaknya kejadian.

Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)


FMEA merupakan metodologi yang digunakan untuk mengevaluasi kegagalan dalam sebuah
sistem, desain, proses dan pelayanan. FMEA juga juga dapat mengidentifikasi dan menilai risiko
yang berhubungan dengan potensi kegagalan yang terjadi (Windarti, 2014). Menurut (Hanif et
al, 2015) FMEA juga merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengidentifikasi dan
menganalisa suatu kegagalan dan akibatnya untuk menghindari kegagalan tersebut.

3. Metodologi

Metodologi dibuat mulai dari melaksanakan identifikasi masalah yang ada di PT. XYZ
melalui observasi lapangan, selanjutnya merumuskan kerangka masalah terhadap kejadian
masalah yang ada dilapangan yaitu bertempat di Departemen Quality pada factory upper stasiun
kerja cutting dengan fokus masalah yaitu komponen quarter sepatu model Classic Cortez yang
mengalami kecacatan. Selanjutnya melakukan perumusan masalah untuk dapat mengatasi solusi
terhadap komponen yang cacat tersebut. Kemudian melakukan studi literatur dengan membaca
jurnal-jurnal yang berkaitan dengan pengendalian kualitas. Kemudian melakukan pengumpulan
data dengan mengumpulkan data jumlah cacat pada komponen quarter yang diperiksa, data
jumlah unit komponen quarter n = 2880 dan data jenis cacat komponen quarter.
Kemudian melakukan pengolahan data untuk menyelesaikan permasalahan terhadap
komponen quarter yang cacat tersebut dengan menggunakan peta kendali Np untuk mengetahui
apakah cacat yang diteliti melewati batas kendali. Selanjutnya menggunkan diagram pareto
untuk mengetahui jenis defect apa yang paling banyak mengalami cacat, serta menggunakan
fishbone diagram untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab komponen
quarter tersebut menjadi cacat dan menggunakan pendekatan FMEA untuk mengetaui resiko
kegagalan yang menjadi penyebab utama komponen quarter tersebut dapat menjadi cacat.
Setelah melakukan pengolahan data selanjutnya menganalisis hasil dari pengolahan data
tersebut. Kemudian membuat kesimpulan dari analisis yang telah dilakukan dan memberi saran
untuk perusahaan agar perusahaan dapat meminimalisir cacat yang terjadi pada komponen
quarter.

4. Hasil dan Diskusi

Data Jumlah Cacat Pada Metode Peta Kendali Np


Data dibawah ini adalah data jumlah cacat pada komponen quarter sepatu model Classic Cortez
dengan size 5T, 4T, 6T, dan 9 pada factory upper stasiun kerja cutting pada waktu inspeksi
tanggal 12,13,14 Agustus dan 19,20,21 Agustus 2019.

Page 168
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Tabel 1. Data Cacat Komponen Quarter Sepatu Model Classic Cortez


Total
Total
Pengumpulan Data Jumlah
Defect
Unit
Percobaan ke 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Day 1 Jumlah Unit 48 48 48 48 48 48 48 48 48 48
Defect 7 6 3 9 4 4 5 6 7 10
Percobaan ke 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Day 2 Jumlah Unit 48 48 48 48 48 48 48 48 48 48
Defect 11 2 0 6 7 6 9 6 5 7
Percobaan ke 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Day 3 Jumlah Unit 48 48 48 48 48 48 48 48 48 48
Defect 12 8 2 2 5 3 6 2 3 6
2880 276
Percobaan ke 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Day 4 Jumlah Unit 48 48 48 48 48 48 48 48 48 48
Defect 12 1 5 3 4 2 7 4 4 3
Percobaan ke 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
Day 5 Jumlah Unit 48 48 48 48 48 48 48 48 48 48
Defect 3 7 3 2 1 7 4 3 2 0
Percobaan ke 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
Day 6 Jumlah Unit 48 48 48 48 48 48 48 48 48 48
Defect 3 0 3 4 2 2 8 3 2 3

Data Non Conformities Pada Diagram Pareto


Data dibawah ini adalah data jenis dan jumlah cacat pada komponen quarter sepatu model
Classic Cortez dengan size 5T, 4T, 6T, dan 9 pada factory upper stasiun kerja cutting pada
waktu inspeksi tanggal 12,13,14 Agustus dan 19,20,21 Agustus 2019.

Tabel 2. Data Non Conformities size 5T


Jenis Pisau
No Jenis Defect
Gigi 5T
1 Cacat Kulit/Urat 43
2 Kotor 6
3 Keriput 20
4 Bentuk tidak sama 1
5 Hairy/berbulu 0
6 Robek 6
Total 76

Tabel 3. Data Non Conformities size 4T

Page 169
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Jenis Pisau
No Jenis Defect
Gigi 4T
1 Cacat Kulit/Urat 37
2 Kotor 6
3 Keriput 24
4 Bentuk tidak sama 0
5 Hairy/berbulu 2
6 Robek 11
Total 80

Tabel 4. Data Non Conformities size 6T


Jenis Pisau
No Jenis Defect
Gigi 6T
1 Cacat Kulit/Urat 26
2 Kotor 6
3 Keriput 38
4 Bentuk tidak sama 2
5 Hairy/berbulu 1
6 Robek 11
Total 84

Tabel 5. Data Non Conformities size 9


Jenis Pisau
No Jenis Defect
Gigi 9
1 Cacat Kulit/Urat 10
2 Kotor 2
3 Keriput 19
4 Bentuk tidak sama 0
5 Hairy/berbulu 1
6 Robek 4
Total 36

Tabel 6. Akumulasi Jenis Defect


Jenis Defect Jumlah Persen (%) Akumulasi(%)
Cacat Kulit/Urat 116 42.03 42.03
Keriput 101 36.59 78.62
Robek 32 11.59 90.22
Kotor 20 7.25 97.46
Hairy/berbulu 4 1.45 98.91
Bentuk tidak sama 3 1.09 100.00
Total 276
Pada Tabel 2 hingga 6 merupakan data non conformities pada komponen quarter sepatu model
Classic Cortez dengan size 5T, 4T, 6T, dan 9. Diketahui pada tabel tersebut memiliki 6 jenis
cacat yang terdapat pada komponen Quarter. Jenis cacat tersebut antara lain: cacat kulit/urat,
keriput, robek, kotor, hairy/berbulu dan bentuk tidak sama. Diketahui pada tabel 6. Akumulasi
jenis cacat didapatkan cacat yang paling banyak terjadi ialah cacat kulit/urat dengan jumah cacat
sebanyak 116 dengan akumulasi %cacat sebanyak 42.03%.

Pengolahan Data Peta Kendali Np


Di bawah ini merupakan grafik Peta Kendali Np setelah di lakukannya pengolahan data
UCL,CL,LCL. Diketahui bahwa nilai CL yang didapatkan adalah sebesar 4,6, sedangkan nilai

Page 170
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

LCL didapatkan 0 dan nilai UCL sebesar 10.72. Berdasarkan data tersebut dapat dibuat grafik
yang menggambarkan seberapa besar cacat komponen quarter yang telah di inspeksi.

Gambar 1. Grafik Peta Kendali Np

Berdasarkan grafik pada Gambar 1 diatas yang telah diolah dapat disimpulkan bahwa terdapat
cacat pada komponen quarter yang melewati batas kendali atas (UCL) dan batas kendali bawah
(LCL). Dimana penyebab terjadinya keluar batas kendali tersebut karena faktor 5M+1E.

Diagram Pareto
Selanjutnya dari jumlah cacat komponen quarter sepatu model Classic Cortez yang telah
didapatkan, kemudian diolah dengan Diagram Pareto untuk mengetahui akumulasi dan
persentase cacat terbanyak pada komponen quarter. Berikut adalah hasil persentasenya.

Gambar 2. Hasil Diagram Pareto Dari Akumulasi Jenis Cacat Komponen


Kuarter Sepatu Model Classic Cortez

Dari hasil pengolahan data dengan menggunakan Diagram Pareto, terlihat bahwa persentase
cacat komponen Quarter pada sepatu model Classic Cortez banyak terdapat pada jenis Cacat
Kulit sebanyak 116 dan jenis Keriput sebanyak 101. Dengan percent terbesar yakni 42% untuk
Cacat Kulit dan 36.6 % untuk Cacat Keriput.
Fishbone Diagram

Page 171
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

Setelah mengetahui melalui pareto diagram untuk jenis Cacat Kulit terbanyak terjadi pada
pembuatan komponen quarter, kemudian untuk mengetahui sebab-akibat mengapa Cacat kulit
tersebut paling banyak mengalami cacat maka peneliti melakukan observasi menggunakan
fishbone diagram.

Gambar 3. Hasil Diagram Fishbone Untuk Komponen quarter dengan Jenis Cacat Kulit
Dari keempat kategori pada fishbone diagram pada Gambar 3 diatas, maka telah dianalisis
bahwa faktor akar permasalahan terdapat pada bone material.

Failure Mode and Effect Analaysis (FMEA)


Berikut merupakan FMEA yang telah di dapat berdasarkan diskusi dengan pakar yaitu pakar dari
departemen material dan departemen quality control, yaitu ; manager, QC PIC, Chief, dan
pengawas lapangan.

Tabel 7. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) untuk Cacat Kulit pada Komponen Quarter
Potentia Current
Potenti Potentia
l Cause Process
N al l Effecf Sever Occurre Detecti RP Recommen
Mechani Control
o Failure of ity nce on N ded Action
sm of Prevent
Mode Failure
Failure ion
Durabilit
100%
Cacat y sepatu Poor
visual Audit
1 Kulit/U tidak 7 vendor 9 8 504
inspecti vendor
rat tahan selection
on
lama
Audit
Sepatu 100%
Poor vendor/
tidak visual
2 Keriput 5 vendor 9 8 360 scoring
menjadi inspecti
selection vendor
aesthetic on
assesment
Cutting Visual
Custome
dies check Schedule
r tidak
3 Robek 5 penyok 7 sebelum 10 350 maintenanc
comforta
dan digunak e
ble
gompel an

Page 172
nd
2 Mercu Buana Conference on Industrial Engineering-MBCIE 2020
Arah Pengembangan Riset Industrial Engineering di Era Revolusi Industry 4.0

5. Kesimpulan

Terdapat proporsi cacat yang keluar dari batas upper control limit (UCL). Artinya bahwa
komponen quarter yang berasal dari material kulit sapi tersebut kurang berkualitas dengan
Grade yang dimiliki B or C grade. Sehingga banyak terjadi defect > 10% pada komponen
quarter. Kemudian jenis cacat yang paling banyak terjadi pada komponen quarter yaitu jenis
Cacat Kulit dan jenis Keriput yang memiliki total cacat sebanyak 116 unit dan 101 unit.
Kemudian akar faktor-faktor masalah yang terjadi pada komponen quarter menjadi cacat
(defect) pada jenis Cacat Kulit karena faktor man yaitu tidak memperhatikan kondisi material
akibatnya banyak Below Spec (BS) yang terpotong. Kemudian tidak mengikuti ISQ Cutting
sebab prinsip individu operator yang sudah berpengalaman. Kemudian karena mengejar target
produksi sebab tidak ingin terdapat loss pada orderan. Pada faktor machine yaitu mesin yang
digunakan masih manual akibatnya hasil cutting tidak gauging/konsisten. Kemudian karena
mesin atom yang pisau cutting nya sudah gompel, tumpul dan lying. Kemudian karena kalibrasi
mesin yang terlalu tinggi. Pada faktor material yaitu karena poor vendor selection akibatnya
defect >10%. Kemudian karena miss intercom pada Departemen Material. Kemudian karena
material kulit yang di supply B or C grade. Pada faktor methode disebabkan karena tidak
memperhatikan PFC dan 3TM (Tidak Menerima, Tidak Mengirim, Tidak Membuat) di lamtai
produksi tidak di jalankan. Risiko kegagalan dalam proses pembuatan komponen quarter
sehingga mengakibatkan komponen quarter tersebut dapat cacat yaitu pada kategori Material,
dilihat pada metode Failure Mode Effect and Analysis (FMEA) memiliki Risk Priority Number
(RPN) terbesar dengan nilai 504.

DAFTAR PUSTAKA

Elmas HSM. 2017. Pengendalian Kualitas Dengan Menggunakan Metode Statistical Quality Control
(SQC) Untuk Meminimumkan Produk Gagal Pada Toko Roti Barokah Bakery. Jurnal Penelitian
Ilmu Ekonomi WIG. 7:15-22.
Hanif YR, Rukmi SH, Susanty. 2015. Perbaikan Kualitas Produk Keraton Luxury Di PT. X Dengan
Menggunakan Metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) dan Fault Tree Analysis. Jurnal
Online Institut Teknologi Nasional. 3(3): 138.
Khomah I, Rahayu SE . 2015. Aplikasi Peta Kendali P Sebagai Pengendalian Kualitas Karet di PTPN IX
Batujamus/Kerjoarum. Jurnal UMY. 1(1): 13.
Murnawan H, Mustofa. 2014. Perencanaan Produktifiitas Kerja Dari Hasil Evaluasi Produktivitas Dengan
Metode Fishbone Di Perusahaan Percetakan Kemasan PT.X. Jurnal Teknik Industri Heuristic. 11 (1):
31.
Ramadhani SG, Yuciana, Suparti. 2014. Analisis Pengendalian Kualitas Menggunakan Diagram Kendali
Demerit. Jurnal Gaussian. 3(3): 401-410.
Riani PL. 2016. Analisis Pengendalian Kualitas Produk Tahu Putih (Studi Kasus Pada Home Industri
Tahu Kasih Di Kabupaten Trenggalek). Jurnal Akademika.14(1): 59.
Sinaga SH, Jannah FI, Tambunan VL, Aulia N. 2015. Pengendalian Kualitas Berdasarkan Komposisi
Produk Makanan Dan Minuman Melalui Atribut Control Charts (Observasi pada Supermarket Irian
Cabang Aksara). Jurnal Pengendalian Kualitas Statistik. 1(1): 15-16.
Wibowo H, Sulastri, Arifudin A. 2017. Analisis Peta Kendali Atribut Dalam Mengidentifikasi Kerusakan
Pada Produk Batang Kawat PT. Krakatau Steel (Persero) Tbk. Jurnal Seminar Nasional Teknik
Industri..ISSN 2338-7122.
Windarti T. 2014. Pengendalian Kualitas Untuk Meminimasi Produk Cacat Pada Proses Produksi Besi
Beton. J@TI Undip. IX(3): 175.
Yemina O, Nohe AD, Nasution NY. 2014. Penerapan Peta Kendali Demerit dan Diagram Pareto Pada
Pengontrolan Kualitas Produksi (Studi Kasus: Produksi Botol Sosro di PT. X Surabaya). Jurnal
Eksponensial..5 (2): 199.

Page 173

Anda mungkin juga menyukai