Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

PENANGGUNGAN PRIBADI (PERSONAL GUARANTEE)

Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Perikatan Jaminan

Dosen Pengampu :
Hj. Ifa Mutiatul Choiroh, SH.,M.Kn

Disusun Oleh :
Marcelina Rifqyzeny Setiawan (C92218146)

PRODI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2020

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas karunia, rahmat,
dan nikmat-Nyalah sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang
berjudul “Penanggungan Pribadi (Personal Guarantee)”. Makalah ini juga diajukan
untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Hukum Perikatan Jaminan.
Penulis menyadari bahwa selama penulisan makalah ini penulis banyak
mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan
terimakasih kepada :
1. Ibu Hj. Ifa Mutiatul Choiroh, SH., M.Kn
2. Teman-teman yang telah memotivasi penulis untuk menyelesaikan
penyusunan makalah ini.
3. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.

Makalah ini juga masih jauh dari kata sempurna karena memiliki banyak
kekurangan, baik dalam hal isi serta sistematika dan teknik penulisannya. Oleh sebab
itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan makalah ini dan untuk penulisan makalah kedepannya. Semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi
para pembaca.

Surabaya, 1 April 2020

ii
DAFTAR ISI

COVER......................................................................................................................................i
KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................................iii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan..........................................................................................................3
BAB II.......................................................................................................................................4
PEMBAHASAN.......................................................................................................................4
1) Penanggungan Pribadi..................................................................................................4
A. Definisi........................................................................................................................4
B. Dasar Hukum.............................................................................................................7
2) Hubungan Antara Kreditur, Debitur Dengan Guarantor........................................8
3) Penanggung Hutang......................................................................................................9
A. Hak Istimewa Penanggung Hutang.........................................................................9
B. Akibat Penanggung Hutang Terhadap Ahli Warisnya.........................................9
4) Perjanjian Garansi......................................................................................................11
A. Sifat-sifat Perjanjian Garansi................................................................................11
B. Jenis-Jenis Garansi..................................................................................................13
5) Bank Garansi...............................................................................................................13
A. Definisi......................................................................................................................13
B. Jenis-jenis Bank Garansi........................................................................................14
6) Hal-Hal Yang Harus Ada Dalam Perjanjian Bank Garansi...................................15
7) Eksekusi Tagihan........................................................................................................16
BAB III....................................................................................................................................18
PENUTUP...............................................................................................................................18
Kesimpulan.........................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................19

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dengan seiringnya perkembangan zaman, jaminan perorangan ternyata mulai
banyak digunakan oleh kreditur paling tidak sebagai tambahan jaminan terhadap
klaimnya demi adanya keamanan modal dan kepastian hukum bagi si pemberi kredit atau
kreditur. Adanya pelanggaran yang dilakukan debitur yang tidak membayar tagihan
karena harta debitur sudah habis. maka hal ini sangat tidak adil dan dapat merugikan bagi
pihak kreditur. Di sinilah peran penting lembaga jaminan, bahkan terhadap debitur
debitur yang memiliki kredibilitas yang tinggi, instrumen ini kadang lebih dipentingkan
daripada jaminan yang lainnya.

Sebagai suatu bentuk hubungan hukum, pihak pemberi jaminan perorangan oleh
seseorang atau perusahaan sebenarnya bukanlah suatu instrumen yang baru, karena hal ini
telah diatur dalam KUH Perdata yang telah diberlakukan sejak pemerintahan Hindia
Belanda yaitu tahun 1848. Dalam KUH Perdata tersebut penjaminan diatur dalam Buku
III Bab XVI, dimana Borg atau penjaminan perorangan.

Dalam istilah Borgtocht memiliki arti yang beragam dalam bahasa Indonesia, ada
yang menggunakan istilah penanggungan dan ada pula yang menggunakan istilah
penjaminan, sebab hal ini sebenarnya terdapat seorang pihak ketiga yang bersedia
memberikan jaminan terhadap utang debitur demi kepentingan kreditur bahwa ia
menanggung pembayaran sejumlah kredit yang diberikan oleh kreditur kepada debitur.
Maka dalam arti sebagai tindakan dari penanggung untuk jaminan bagi debitur utama jika
tidak memenuhi kewajibannya, misalnya tidak membayar hutang hutangnya maka
penanggung inilah yang akan melaksanakan atau mengambil alih hutang-hutangnya atau
kewajiban tersebut.1

Dalam Pasal 1820 KUH Perdata berbunyi “Penanggungan adalah suatu


persetujuan dengan mana seorang pihak ketiga guna kepentingan si berpiutang,

1
Hartono Hadisoeprapto, Seri Hukum Perdata Pokok-pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan,
(Yogyakarta: Liberty, 1984), 54.

1
mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya si berhutang manakalah orang ini sendiri
tidak memenuhinya”.2

Adanya yang menyebut Personal Guarantee atau jaminan perorangan sebagai


jaminan immaterial hal ini dilakukan untuk membedakan jaminan yang berupa kebendaan
atau jaminan materiil. Dalam hal Personal Guarantee, penjamin atau penanggung utang
tidak memberikan atau menunjukkan benda tertentu sebagai jaminan kepada kreditur
melainkan hanya menyatakan menjamin atau kesepakatan antara penjamin dengan
kreditur yaitu mengikatkan diri dengan harta kekayaan yang ada untuk memenuhi
kewajiban debitur pada waktunya dengan syarat-syarat tertentu. Oleh sebab itu pada
dasarnya menanggung utang bertanggung jawab untuk membayar utang tersebut dari
seluruh harta kekayaannya.3

Yang termasuk jaminan perorangan adalah borgtovht atau sering disebut borg saja
atau (Personal guarantee), jaminan perusahaan (corporate guarantee), dan Bank garansi
(bank guarantee). Dalam borg, sebagai pemberi jaminan adalah pihak ketiga yang
bersifat perorangan, sedangkan corporate guarantee, yang memberi jaminan adalah
badan usaha yang berbadan hukum. Selanjutnya, garansi bank diberikan oleh bank guna
menjamin pembayaran suatu jumlah tertentu apabila pihak yang dijamin melakukan
cedera janji.4

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Definisi Dan Dasar Hukum Dari Penanggungan Pribadi?
2. Bagaimana Hubungan Antara Kreditur, Debitur Dengan Guarantor?
3. Bagaimana Hak Istimewa Penanggung Hutang Dan Apa Akibat Penanggung Hutang
Terhadap Ahli Waris?
4. Bagaimana Sifat Dan Jenis-Jenis Dari Garansi?
5. Bagaimana Definisi Dan Jenis-Jenis Dari Bank Garansi?
6. Apa Saja Hal-Hal Yang Harus Ada Dalam Perjanjian Bank Garansi?
7. Bagaimana Maksud Dari Eksekusi Tagihan?
2
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: PT Pradnya Paramita,
2004), 462.
3
Atik Indriyani, “Aspek Hukum Personal Guaranty”, Jurnal Hukum Prioris, Vol. 1. No. 1 (September 2006),
27.
4
Rachmadi Usman, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001),
290.

2
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Definisi Dan Dasar Hukum Dari Penanggungan Pribadi.
2. Untuk Mengetahui Hubungan Antara Kreditur, Debitur Dengan Guarantor Dalam
Penanggungan Pribadi.
3. Untuk Mengetahui Hak Istimewa Penanggung Hutang Dan Akibat Penanggung
Hutang Terhadap Ahli Warisnya.
4. Untuk Mengetahui Sifat Dan Jenis Dari Garansi.
5. Untuk Mengetahui Definisi Dan Jenis-Jenis Bank Garansi.
6. Untuk Mengetahui Hal-Hal Yang Harus Ada Dalam Perjanjian Bank Garansi.
7. Untuk Mengetahui Maksud Dari Eksekusi Tagihan.

3
BAB II

PEMBAHASAN

1) Penanggungan Pribadi
A. Definisi
Istilah penanggungan pribadi atau sering disebut Jaminan perorangan yang
berasal dari kata Borgtocht, dan ada juga yang menyebutnya dengan istilah jaminan
imateril. Jaminan perorangan (personal guarantee) adalah jaminan berupa pernyataan
kesanggupan yang diberikan oleh pihak ketiga guna menjamin pemenuhan kewajiban
kewajiban debitur kepada kreditur apabila debitur yang bersangkutan melakukan
wanprestasi atau kesalahan. Jaminan ini diatur pada pasal 1820 sampai 1850 KUH
Perdata.5

Jaminan perorangan adalah jaminan yang menimbulkan hubungan langsung


pada perorangan tertentu, yang yang berupa perjanjian antara kreditur dengan pihak
ketiga, bahkan jaminan perorangan ini dapat diadakan tanpa sepengetahuan debitur.
Yang termasuk jaminan perorangan adalah borgtovht atau sering disebut borg saja
atau (Personal guarantee), jaminan perusahaan (corporate guarantee), dan Bank
garansi (bank guarantee). Dalam borg, sebagai pemberi jaminan adalah pihak ketiga
yang bersifat perorangan, sedangkan corporate guarantee, yang memberi jaminan
adalah badan usaha yang berbadan hukum. Selanjutnya, garansi bank diberikan oleh
bank guna menjamin pembayaran suatu jumlah tertentu apabila pihak yang dijamin
melakukan cedera janji.6

Dalam jaminan perorangan kurang disukai dalam praktik karena kreditur


hanya berkedudukan sebagai kreditur konkuren yang harus bersaing dengan kreditur
lain dalam pemenuhan kewajiban debitur, dan karena pihak ketiga juga tidak
mengikatkan harta tertentu dalam perjanjian sehingga pihak ketiga sering melakukan
pengingkaran terhadap kesanggupannya. Jaminan perorangan ini tidak memiliki hak
privilege atau hak yang diistimewakan terhadap kreditur lain, maka sebab itu jaminan
ini hampir tidak berarti bagi pihak debitur, karena pihak kreditur menginginkan
5
Thomas Suyatno, dkk, Dasar-dasar Pengkreditan, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2007), 94.
6
Imron Rosyadi, Jaminan Kebendaan Berdasarkan Akad Syariah (Aspek Perikatan, Prosedur Pembebanan dan
Eksekusi), (Depok: KENCANA, 2017), 40.

4
jaminan yang lebih kuat dan bersifat khusus sehingga bila ada suatu saat debitur tidak
memenuhi utangnya, maka dapat dengan mudah menyita dan melelang barang yang
dijadikan jaminan tersebut.7

Alasan adanya perjanjian penanggungan ini antara lain karena si penanggung


mempunyai persamaan kepentingan ekonomi baik secara langsung maupun tidak
langsung. Misalnya si penjamin sebagai direktur perusahaan selaku pemegang saham
terbanyak dari perusahaan tersebut secara pribadi ikut menjamin utang perusahaan
tersebut dan kedua perusahaan induk menjamin perusahaan cabang. Dalam hal ini si
penjamin berhak untuk menuntut agar. Pertama, si debitur ditagih terlebih dahulu, bila
ada kekurangan barulah kekurangan tersebut ditagih kepadanya atau ditagih kepada
penjamin (recht van eerdereuitwinning) sesuai pasal 1831 KUH Perdata. Kedua, jika
ada penjamin lain, utang tersebut dipecah-pecah atau dibagi di antara para penjamin
yang ada (recht van schuldsplitsing) terdapat pada pasal 1837 KUH Perdata.8

Di dalam prakteknya lazim diperjanjikan bahwa penjamin menanggalkan


kedua hak tersebut sehingga bila debitur cidera janji, maka kreditur dapat langsung
menuntut menjamin untuk pelunasan hutang seluruhnya. Jika seorang penjamin
membayar utang debitur, maka penjamin berhak dapat menuntut kembali dari debitur
atas pembayaran utang sepenuhnya yang terdiri dari uang pokok, berupa uang dan
biaya-biaya lain. Serta dapat dengan sendirinya mengambil alih segala hak-hak dari
kreditur terhadap debitur, seperti gadai dan hipotek.9

Jaminan dalam bentuk jaminan perorangan (borgtoch) yang diatur KUH


Perdata mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:10

1. Jaminan borgtocht mempunyai sifat accessoir. Artinya, jaminan borgtocht


bukan hak yang berdiri sendiri tetapi lahirnya, keberadaannya, atau hapusnya
tergantung dari perjanjian pokoknya yaitu perjanjian kredit atau perjanjian
hutang.

7
Ibid.
8
Thomas Suyatno, dkk, Dasar-dasar Pengkreditan, 94.
9
Ibid.
10
A. Patra M, Paduan Bantuan Hukum di Indonesia: Pedoman Anda Memahami dan menyelesaikan Masalah
Hukum, (Jakarta: YLBHI, 2007), 141-142.

5
2. Borgtocht termasuk jaminan perorangan. Yang artinya adanya pihak ketiga
(orang pribadi atau badan hukum) yang menjamin untuk melunasi hutang
debitur bila debitur wanprestasi.
3. Borgtocht tidak memberikan hak preferent (diutamakan). Yang berarti, bila
seorang penjamin atau penanggung tidak dengan sukarela melunasi hutang
debitur maka harta kekayaan penjamin itu yang harus dieksekusi. Akan tetapi
harta kekayaan si penanggung atau penjamin bukan semata-mata untuk
menjamin hutang debitur kepada kreditur dan tentu saja tetapi sebagai jaminan
hutang kepada semua kreditur. Jikalau harta kekayaan si penjamin dilelang
maka hasilnya dibagi kepada para kreditur yang ada secara proporsional
kecuali penjamin tidak memiliki kreditur lainnya.
4. Besarnya penjamin atau penanggungan tidak melebihi atau syarat-syarat yang
lebih berat dari perikatan pokok. Yang mana maksudnya penjamin hanya
menjamin pelunasan hutang debitur yang besarnya telah ditegaskan dalam
Perjanjian jaminan. Misalnya sebesar hutang pokok saja atau sebesar hutang
pokok di tambah dengan bunganya. Hal ini telah diatur pada pasal 1822 KUH
Perdata.
5. Penjamin memiliki hak-hak istimewa dan tangkisan-tangkisan. Yang artinya,
seorang penjamin adalah cadangan yang mana penjamin baru membayar
hutang debitur jika debitur tidak memiliki kemampuan lagi. Adapun hak-hak
istimewa yang dimiliki oleh penjamin tercantum pada pasal 1832 KUH
Perdata, seperti berikut:
a) Hak untuk menuntut agar harta kekayaan debitur disita dan dieksekusi
terlebih dahulu untuk melunasi hutangnya. Bila hasil eksekusi tidak
cukup untuk melunasi hutangnya maka baru kemudian harta kekayaan
Benjamin yang dieksekusi.
b) Hak tidak mengikatkan diri bersama-sama dengan debitur secara
tanggung menanggung. Yang artinya hari ini adalah hak-hak
kemungkinan penjamin telah mengikatkan diri bersama-sama debitur
dalam suatu perjanjian secara jamin menjamin. Penjamin yang telah
mengikatkan diri bersama-sama debitur dalam satu akta perjanjian
dapat dituntut oleh kreditur untuk tanggung menanggung bersama
debitur nya masing-masing untuk seluruh utang.

6
c) Hak untuk mengajukan tangkisan (Pasal 1849 dan 1850 KUH Perdata).
Penjamin mempunyai hak untuk mengajukan tangkisan yang dapat
dipakai debitur kepada kreditur kecuali tangkisan yang hanya
mengenai pribadinya debitur (pasal 1847 KUH Perdata). hak
mengajukan tangkisan merupakan hak penjamin yang lahir dari
perjanjian penjaminan. Tangkisan dapat diajukan misalnya perjanjian
terjadi karena kesesatan.
d) Hak untuk membagi hutang. Bila dalam perjanjian penjamin ada
beberapa penjamin yang mengikatkan diri untuk menjamin satu debitur
dan hutang yang sama maka masing-masing penjamin tarikat untuk
seluruh hutangnya.
e) Hak untuk diberhentikan dari penjamin. Seorang penjamin berhak
meminta kepada kreditur untuk diberhentikan atau dibebaskan dari
kedudukannya sebagai seorang penjamin jika ada alasan untuk itu.
6. Kewajiban penjamin bersifat subsider. Yang artinya, kewajiban pemenuhan
utang debitur terjadi manakala debitur tidak memenuhi hutangnya.
7. Perjanjian borgtocht bersifat tegas, tidak dipersangkakan. Hal ini maksudnya,
seorang penjamin harus menyatakan secara tegas dalam perjanjian borgtocht
untuk menjamin hutang seorang debitur.
8. Penjamin beralih kepada ahli waris. Maksudnya adalah jika penjamin
meninggal dunia maka kewajibannya akan berpindah kepada ahli warisnya.

B. Dasar Hukum
Perjanjain penanggungan utang diatur dalam Buku III, Bab XVII mulai pasal
1820 sampai dengan 1850 KHUPerdata tentang penanggungan utang. Yang diartikan
dengan penanggungan adalah” suatu perjanjian dimana pihak ketiga demi
kepentingan kreditur, mengikatnykan dirinya untuk memenuhi perikatan debitur, bila
debitur itu tidak memenuhi perikatannya”

2) Hubungan Antara Kreditur, Debitur Dengan Guarantor


Dalam personal guarantee atau penanggungan pribadi, terdiri dari tiga subjek
hukum, yaitu:11

11
Atik Indriyani, “Aspek Hukum Personal Guaranty”…, 29.

7
1. Pihak kreditur, kreditur di sini berkedudukan sebagai pemberi kredit atau orang
yang berpiutang.
2. Pihak debitur utama, yaitu debitur yang berkedudukan sebagai peminjam.
3. Pihak guarantor, di sini guarantor berkedudukan sebagai pihak ke-tiga yaitu,
debitur yang berkedudukan sebagai penjamin adalah penanggung utang, karena ia
sendiri yang memberikan janjinya akan membayar utang bila debitur utama tidak
dapat memenuhinya.

Syarat untuk menjadi penanggung utang sesuai dengan pasal 1827 KUH
Perdata, adalah orang yang cakap melakukan perbuatan hukum. Seperti halnya
dengan perjanjian pada umumnya maka penanggungan ini akan berpindah ke ahli
warisnya (Pasal 1826 jo Pasal 1318 KUH Perdata). Dalam jaminan penanggungan ada
dua perjanjian yang berbeda tetapi berkaitan erat satu sama lain, yaitu perjanjian
pokok yang dijamin dan perjanjian penanggulangannya.

Pada perjanjian pokok yang terlibat adalah kreditur dan debitur utama. Di sini
debitur utama adalah sebagai pihak yang berkewajiban untuk memenuhi perikatan
yang telah dibuat dan dia harus bertanggung jawab atas kewajibannya dengan seluruh
harta bendanya dalam artian kekayaannya bisa dijual secara paksa atau dieksekusi
untuk diambil sebagai pelunasan utang.

Sedangkan dalam perjanjian penanggungan yang terlibat adalah kreditur dan


pihak ketiga atau guarantor, di sini pihak ketiga juga berkedudukan sebagai debitur.
Hubungan hukum antara kreditur dan pihak ketiga adalah pihak ketiga dengan
sukarela telah mengikatkan diri sebagai debitur kepada kreditur untuk, Oleh karena itu
sesuai dengan pasal 1820 KUH Perdata, maka sesudah debitur utama wanprestasi,
kreditur mempunyai dua orang debitur yang sama-sama bisa ditagih untuk seluruh
hutangnya.12

3) Penanggung Hutang
A. Hak Istimewa Penanggung Hutang
Adapun hak-hak istimewa yang dimiliki oleh penjamin tercantum pada pasal
1832 KUH Perdata, seperti berikut:13
12
J. Satrio, Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Pribadi, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996), 42.
13
A. Patra M, Paduan Bantuan Hukum di Indonesia: Pedoman Anda Memahami…., 142.

8
a) Hak untuk menuntut agar harta kekayaan debitur disita dan dieksekusi terlebih
dahulu untuk melunasi hutangnya. Bila hasil eksekusi tidak cukup untuk
melunasi hutangnya maka baru kemudian harta kekayaan Benjamin yang
dieksekusi.
b) Hak tidak mengikatkan diri bersama-sama dengan debitur secara tanggung
menanggung. Yang artinya hari ini adalah hak-hak kemungkinan penjamin telah
mengikatkan diri bersama-sama debitur dalam suatu perjanjian secara jamin
menjamin. Penjamin yang telah mengikatkan diri bersama-sama debitur dalam
satu akta perjanjian dapat dituntut oleh kreditur untuk tanggung menanggung
bersama debitur nya masing-masing untuk seluruh utang.
c) Hak untuk mengajukan tangkisan (Pasal 1849 dan 1850 KUH Perdata).
Penjamin mempunyai hak untuk mengajukan tangkisan yang dapat dipakai
debitur kepada kreditur kecuali tangkisan yang hanya mengenai pribadinya
debitur (pasal 1847 KUH Perdata). hak mengajukan tangkisan merupakan hak
penjamin yang lahir dari perjanjian penjaminan. Tangkisan dapat diajukan
misalnya perjanjian terjadi karena kesesatan.
d) Hak untuk membagi hutang. Bila dalam perjanjian penjamin ada beberapa
penjamin yang mengikatkan diri untuk menjamin satu debitur dan hutang yang
sama maka masing-masing penjamin tarikat untuk seluruh hutangnya.
e) Hak untuk diberhentikan dari penjamin. Seorang penjamin berhak meminta
kepada kreditur untuk diberhentikan atau dibebaskan dari kedudukannya sebagai
seorang penjamin jika ada alasan untuk itu.

B. Akibat Penanggung Hutang Terhadap Ahli Warisnya


Sesuai ketentuan hukum waris apabila ada seorang pewaris meninggal dunia
maka segala hak dan kewajibannya di bidang hukum harta kekayaan akan beralih
kepada sekalian ahli warisnya. Hal tersebut dikenal dengan asas Saisine sebagaimana
ditentukan dalam pasal 833 KUH Perdata. Jadi dengan demikian dengan
meninggalnya seorang segala harta kekayaan seseorang yang meninggal dunia beralih
menjadi hak milik para ahli waris yang ditinggalkan. hal ini secara tegas disebutkan
dalam pasal 833 ayat (1) KUH Perdata, yaitu “sekalian ahli waris dengan sendirinya
karena hukum memperoleh hak milik atas segala barang, segala hak dan segala
piutang dari yang meninggal”.14
Lenny Nadriana dan Sonny Dewi, “Aspek Pertanggung Jawaban Ahli Waris Dari Pewaris Pemegang Personal
14

Garansi Pada Perusahaan Yang Pailit Di Indonesia”, Jurnal Notarill, Vol. 2. No. 2, (November 2017), 105.

9
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa pada hakekatnya dalam sistem KUH
Perdata yang berpindah kepada ahli waris itu tidak hanya hal-hal yang bermanfaat
saja melainkan juga tanggung jawab terhadap hak untuk membayar atau melunasi
hutang-hutang mereka. Sehingga yang beralih kepada ahli waris itu meliputi seluruh
harta kekayaan baik berupa aktiva ataupun passiva yang berupa harta benda dan
hutang-hutangnya. Sistem hukum KUH Perdata memberikan objek pewarisan itu
tidak hanya kekayaan pewaris yang berwujud aktiva melainkan juga segala hutang
yang dimilikinya sehingga yang beralih kepada ahli waris itu meliputi seluruh harta
dan hutang pewaris.15

Akibat dari ketentuan tersebut, maka undang-undang memberikan hak kepada


ahli waris untuk berpikir dan menentukan sikap. Adapun jangka waktu yang diberikan
untuk berpikir dan menentukan sikap tersebut adalah empat bulan. Bila sudah
melewati waktu empat bulan, dan ahli waris masih belum menentukan sikapnya,
maka pengadilan negeri dapat memperpanjang waktu berpikir dan menentukan sikap
tersebut untuk satu dan beberapa kali atas permintaan ahli waris yang bersangkutan.
Biasanya hak berfikir hanya digunakan oleh ahli waris yang dipaksa oleh kreditur
untuk segera menentukan sikapnya, yaitu menerima secara murni, menerima
beneficier atau menolak warisannya. Sebaliknya bila ahli waris tidak dalam keadaan
terpaksa, maka ia dapat mengulur waktu hingga 30 tahun. Tetapi apabila selama
kurun waktu tersebut ahli waris belum juga dapat menentukan sikapnya, maka ahli
waris berikutnya diberikan hak untuk menerima harta warisan tersebut.16

Kalau pewaris meninggal dunia maka utangnya tersebar kepada ahli warisnya.
Hal ini merupakan kerugian bagi kreditur, karena akan lebih mudah menuntut seluruh
utang dari 1 orang daripada menuntut beberapa orang untuk baginya masing-masing.
Walaupun demikian, pada Pasal 1147 KUH Perdata, memberikan hak kepada kreditor
harta peninggalan untuk menuntut budel seluruhnya sebagai satu kesatuan dalam
waktu 1 tahun setelah pewaris meninggal dunia dan kreditur masih tetap berhak untuk
menuntut setiap ahli waris atas bagiannya.

Ahli waris juga bertanggung jawab juga atas dipailitkan nya pewaris yakni
penanggung (borg) yang telah melepaskan hak istimewanya pada saat
penandatanganan akta personal guarantee terhadap kreditur. Di dalam akta personal
15
R. Wirjono Prodjodikoro, Azaz-azaz Hukum Perdata, (Jakarta: Sumur Bandung, 1993), 150.
16
Ibid.

10
guarantee telah dinyatakan apabila pihak penanggung sudah bersedia melepaskan hak
istimewanya apabila debitur itu cidera janji maka penanggungan diwajibkan bersama-
sama bertanggung jawab atas harta debitur pailit tanpa menunggu debitur tersebut
wanprestasi ataupun hartanya telah dijual terlebih dahulu. Dari berbagai putusan
yurisprudensi pengadilan tentang penanggung dapat dipailitkan sepanjang telah
melepaskan hak istimewanya di dalam akta personal guarantee, hal ini berdampak
penanggung juga dapat dinyatakan pailit dengan debitur pailit. Sehingga dengan
demikian tanggung jawab ahli waris juga berdampak pada harta harta pewaris yang
telah dinyatakan pailit.

4) Perjanjian Garansi
A. Sifat-sifat Perjanjian Garansi
Perjanjian pemberi garansi atau penanggungan ini mempunyai beberapa
karakteristik, seperti berikut:17

1. Perjanjian Garansi bersifat Assesoir.


Perjanjian garansi merupakan perjanjian ikutan atau perjanjian assesoir
dari perjanjian pokok antara yang menerima jaminan sebagai kreditur dengan
pihak terjamin sebagai debitur. Dalam perjanjian pokok itu harus ada lebih
dahulu. Jikapun kemudian perjanjian pokoknya batal atau tidak berlaku lagi, maka
secara otomatis (by the operation of law) perjanjian pemberian garansi juga
menjadi batal atau tidak berlaku lagi.
2. Hak-hak dari Perjanjian Garansi Bersifat Kontraktual, Bukan Hak Kebendaan.
Berbeda dengan jaminan kredit seperti gadai, hipotek, hak tanggungan
yang menimbulkan hak kebendaan maka hak-hak dari jaminan garansi hanya
bersifat kontraktual. Sebagai konsekuensi dari tidak adanya hak kebendaan atas
pemberi garansi, maka pihak kreditur hanya dapat mempertahankan haknya
terhadap pihak guarantor (pemberi garansi), tidak terhadap pihak-pihak lainnya.
3. Pemberi Garansi Turun ke Ahli Waris.
Kewajiban yang timbul dari suatu pemberian garansi ini, dalam hal
personal garansi ini, dapat diturunkan ke ahli warisnya. Ketentuan ini dapat
dijumpai dalam pasal 1826 KUH Perdata, bahwa perikatan-perikatan yang dibuat
17
James Julianto Irawan, Surat Berharga: Suatu Tinjauan Yuridis dan Praktis, (Jakarta: KENCANA, 2014),
266-267.

11
oleh para guarantor atau pemberi garansi turun ke ahli warisnya. Hal ini dapat
dihindari dengan cara penolakan warisan. Dengan adanya penolakan warisan ini
maka seluruh hak dan kewajiban dari pewaris tidak dapat diturunkan kepada ahli
warisnya lagi.
4. Kedudukan Kreditur Bersifat Konkuren.
Dalam kedudukan kreditur itu ada dua macam, yaitu kreditur preferen dan
kreditur konkuren. Kreditur preferen si merupakan kreditur yang didahulukan
haknya daripada kreditur konkuren. Sedangkan kreditur konkuren seperti kreditur
dalam pemberian garansi, memiliki kedudukan yang sama dengan kreditur
kreditur yang lainnya.
5. Guarantor sebagai Target Kedua
Sebagai kreditur, pihak pemberi garansi atau guarantor merupakan target
kedua, setelah pihak debitur. Yang artinya, pihak kreditur baru dapat menggugat
pihak guarantor setelah lebih dahulu menggugat pihak debitur. setelah ternyata
bahwa harta benda pihak debitur tidak mencukupi untuk membayar utang-
utangnya, maka pihak kreditur baru dapat menuntut pihak guarantor.
6. Pemberi Garansi Tidak Bisa Dipersangkakan.
Terdapat pada Pasal 1824 KUH Perdata yang berbunyi “Penanggungan
utang tidak dapat dipersangkakan, terapi harus diadakan dengan pernyataan yang
tegas”. Yang maksudnya adalah, jika suatu perjanjian pemberi garansi atau
penanggungan akan dibuat, haruslah dibuat dengan tegas untuk itu. Setidaknya
harus diucapkan secara lisan, karena undang-undang tidak mengharuskan
pembuatan perjanjian pemberian garansi dibuat secara tertulis, kecuali diatur
khusus harus dibuat secara tertulis seperti pada garansi bank yang memang
Menurut ketentuan perbankan harus dibuat secara tertulis.

B. Jenis-Jenis Garansi
Dalam garansi terdapat beberapa macam diantaranya yaitu, garansi
replacement (yaitu produk yang diklaim akan diganti dengan item yang sama),
garansi spare part (yaitu pada produk yang diklaim spare part yang rusak, maka akan
diganti dengan spare part yang sama juga), dan garansi service. Pada umumnya
penjual atau produsen akan mengganti atau memperbaiki produk yang mengalami
kerusakan sesuai dengan massa yang berlaku atau garansinya.18
18
Zaki Mubarok, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Garansi lifetime pada hardware, (Yogyakarta: UIN SUKA,
2009), 1.

12
5) Bank Garansi
A. Definisi
Bank Garansi atau juga disebut dengan jaminan Bank berasal dari bahasa
Inggris “bank guaranter”, yaitu pernyataan tertulis atau surat yang dikeluarkan oleh
bank atas permintaan nasabahnya (terjamin) untuk menanggung resiko tertentu
(penggantian kerugian atau biaya) yang timbul bila pihak terjamin atau nasabah tidak
dapat menjalankan kewajibannya dengan baik atau cidera janji atau prestasi kepada
pihak yang menerima jaminan (beneficiary).19

Karena bank garansi sendiri merupakan bentuk dari penanggungan utang atau
pemberian jaminan oleh pihak ketiga maka perlu untuk mengetahui apa yang
dimaksud dengan penanggungan utang tersebut menurut pasal 1820 KUH Perdata
yang berbunyi “penanggungan adalah suatu persetujuan dengan mana seorang pihak
ketiga, guna kepentingan si berpiutang, mengikatkan diri untuk memenuhi
perikatannya berutang manakala orang ini sendiri tidak memenuhinya”.

Jadi, yang dimaksud dengan penanggungan adalah suatu persetujuan atau


perjanjian, di mana pihak ketiga atau bank demi kepentingan kreditur (yang menerima
jaminan), mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan debitur atau nasabah atau yang
terjamin, bila debitur itu tidak memenuhi perikatan nya.

Bank garansi merupakan salah satu bentuk fasilitas kredit yang diberikan oleh
bank kepada nasabahnya. dikatakan salah satu bentuk pemberian fasilitas kredit
karena jika bank garansi tersebut ditagihkan kepada penanggung atau dicairkan dapat
menimbulkan kewajiban kepada bank untuk membayar kewajiban terjamin karena
pihak terjamin melakukan wanprestasi. untuk itu biasanya bank akan meminta
kontrak jaminan atas jaminan bank yang diberikan. Kontrak jaminan tersebut dapat
berupa setoran jaminan atau margin deposit sebesar sekian persen dari nilai jaminan
yang diberikan, dapat juga berupa tanah atau bangunan, deposito atau jaminan
lainnya.20

B. Jenis-jenis Bank Garansi


1. Berdasarkan bentuknya dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
19
James Julianto Irawan, Surat Berharga: Suatu Tinjauan Yuridis dan Praktis, 265.
20
Ibid., 266.

13
a) Penerimaan atau penerbitan jaminan dalam bentuk bank garansi baik
dalam rangka pemberian kredit, risk sharing dan standby loan maupun
dalam rangka pelaksanaan proyek.
b) Akseptasi atau endosemen surat berharga yaitu pemberian jaminan atau
garansi bentuk penandatanganan kedua atau seterusnya atas wesel dan
promes (aksep)
2. Berdasarkan kegunaannya, bank garansi dapat dibagi menjadi lima yaitu
digunakan dalam rangka:
a) Tender, yaituu bank garansi yang diberikan oleh bank untuk para
kontraktor maupun levelansir.
b) Perdagangan, yaitu bank garansi yang diberikan kepada pihak pabrikan
untuk kepentingan agen atau levelansir produk-produk pabrik tersebut.
c) Penanggungan bea masuk, yaitu bank garansi yang diterbitkan untuk
menjamin kepada dinas bea dan cukai untuk pembayaran bea masuk
barang impor.
d) Cukai rokok, yaitu bank garansi yang diberikan dalam rangka menjamin
atas pembayaran cukai rokok yang ditangguhkan, sementara rokok
tersebut sudah beredar atau dipasarkan.
e) Uang muka kerja, ya itu pan garansi yang diberikan untuk mengambil
uang muka pelaksanaan proyek dalam kontrak kontrak tertentu.

6) Hal-Hal Yang Harus Ada Dalam Perjanjian Bank Garansi.


Syarat formal bank garansi diatur di dalam SEBI No. 23/7/UKU tanggal 18 Maret
1991 antara lain:

1. Judul “Garansi Bank” atau “Bank Garansi”.


2. Nama dan alamat bank penerbit.
3. Tanggal penerbitan
4. Uraian transaksi antara pihak yang dijamin dan penerima jaminan.
5. Jumlah uang yang dijaminkan ke bank
6. Tanggal mulai berlaku dan berakhirnya jaminan
7. Penegasan batas waktu pengajuan klaim
8. Penegasan bank memilih pasal 1831 KUH Perdata atau pasal 1832 KUH Perdata.

14
Adapun bank garansi yang digunakan untuk menjamin pembayaran pungutan bea
masuk, cukai, denda administrasi, dan pajak dalam rangka impor, yang diatur dalam SK
Menteri Keuangan No. 585/KMK.05/1996 tanggal 23 September 1996 mengatur secara
berbeda tentang syarat formal bank garansi. Sesuai dengan SK Menteri Keuangan
tersebut, syarat formal bank garansi antara lain:

1. Judul “Jaminan Bank” atau “Garansi Bank”.


2. Identitas bank penerbit.
3. Penegasan bank penerbit untuk melepas utama penjamin sesuai dengan pasal 1832
KUH Perdata.
4. Penegasan untuk membayar segera (selambat-lambatnya lima hari kerja setelah
berakhirnya garansi bank) dan sekaligus kepada penerima jaminan.
5. Uraian fasilitas yang diperoleh pihak yang dijamin.
6. Penegasan bahwa pihak yang dijamin wanprestasi.
7. Jangka waktu berlakunya jaminan.
8. Tanggal penerbitan jaminan.

Untuk syarat penerbitan, maka harus ada perjanjian pokok atau dasar transaksinya
dan dengan demikian, bank garansi bersifat independent. Selain syarat utama yang dilihat
dari sisi cover, dasar penerbitan bank garansi ada tiga hal penting yaitu:21

1. Setor margin 100%.


2. Setor margin kurang dari 100%
3. Atas dasar kotrak guarantee, dapat dilakukan salah satu atau kombinasi
diantaranya.

7) Eksekusi Tagihan
Eksekusi dalam bahasa Belanda disebut executie atau uitvoering, yang dalam
kamus hukum diartikan sebagai pelaksanaan putusan pengadilan. Secara terminologis
eksekusi adalah melaksanakan putusan atau vonis pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap.22

21
Ibid.
22
Mardani, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syari'ah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010),
142.

15
Menurut Ridwan Syahrani, bahwa eksekusi atau pelaksanaan putusan pengadilan
tidak lain adalah realisasi daripada apa yang merupakan kewajiban dari pihak yang
dikalahkan untuk memenuhi suatu prestasi yang merupakan hak dari pihak yang
dimenangkan, sebagaimana tercantum dalam putusan pengadilan. 23 Menurut Soepomo,
bahwa hukum eksekusi mengatur cara dan syarat-syarat yang dipakai oleh alat-alat negara
guna membantu pihak yang berkepentingan untuk menjalankan putusan hakim, apabila
yang kalah tidak bersedia dengan sukarela memenuhi putusan yang tidak ditentukan
dalam undang-undang.24

Putusan hakim yang amar atau diktumnya bersifat condemnatoir saja yang dapat
dimintakan eksekusi. Menurut Sudikno Mertokusumo ada tiga macam jenis pelaksanaan
putusan atau eksekusi, yaitu:

1. Eksekusi putusan yang menghukum pihak yang dikalahkan untuk membayar


sejumlah uang. Dalam eksekusi ini prestasi yang diwajibkan adalah membayar
sejumlah uang. Eksekusi ini diatur dalam pasal 196 HIR atau pasal 206 Rbg.
2. Eksekusi putusan yang menghukum orang untuk melakukan suatu perbuatan.
Eksekusi ini diatur dalam pasal 225 HIR atau 259 Rbg. Orang tidak dapat dipaksa
memenuhi prestasi berupa perbuatan akan tetapi pihak yang dimenangkan dapat
meminta pada hakim agar kepentingan yang akan diperolehnya dinilai dengan
uang.
3. Eksekusi Rill yaitu pelaksanaan putusan hakim yang memerintahkan pengosongan
benda tetap. Dalam hal orang yang dihukum oleh hakim untuk mengosongkan
benda tetap tidak mau memenuhi perintah tersebut, maka hakim akan
memerintahkan dengan surat kepada jurusita supaya dengan bantuan panitera
pengadilan dan an-nur perlu dengan bantuan alat kekuasaan negara, agar barang
tetap tersebut dikosongkan oleh orang yang dihukum beserta keluarganya.
Eksekusi ini diatur pada pasal 1033 Rv. Sedangkan dalam HIR hanya mengenal
eksekusi riil dalam penjual lelang, yang termuat dalam pasal 200 ayat 11 HIR atau
pasal 218 Rbg.

Cara mengajukan eksekusi hak tanggungan untuk perlindungan hukum kepada


kreditur. Eksekusi ini termasuk eksekusi pembayaran sejumlah uang yang meliputi cross

23
Ridwan Syahrani, Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Umum, (Jakarta: Pustaka Kartini, 1988),
106.
24
Soepomo, Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, (Jakarta: Gita Karya, 1995), 137.

16
akta pengakuan hutang dan sertifikat hak tanggungan yang disamakan dengan putusan
pengadilan karena memuat kata-kata “demi keadilan bersama ketuhanan Yang Maha
Esa”. Untuk selanjutnya sebelum pelaksanaan eksekusi dijalankan, ketua pengadilan
negeri melakukan beberapa tindakan yang merupakan proses eksekusi yaitu:

1. Aanmaning atau teguran.


Hal ini diatur dalam pasal 196 HIR atau 207 Rbg. Khusus untuk putusan
pengadilan atau putusan hakim yang dapat dieksekusi hanyalah putusan putusan
perdata yang bersifat condemnatoir atau penghukuman yang memberikan hak
saja, itupun atas permohonan diri pihak yang di menangkan, dan selanjutnya
panitera atau jurusita pengadilan negeri memanggil pihak yang dikalahkan untuk
menghadap ketua pengadilan negeri pada hari dan tanggal yang telah ditetapkan
guna ditegur agar bersedia memenuhi isi putusan yang dimaksud dalam tenggang
waktu 8 hari setelah teguran tersebut, jika waktu tersebut tidak juga dipenuhi
maka akan dilakukan peneguran sekali lagi atau dua kali lagi. dalam hal objek hak
tanggungan yang dimohonkan eksekusi kepada ketua pengadilan negeri maka
proses eksekusi nya sama.
2. Penyitaan
Apabila teguran tersebut juga tidak dihiraukan oleh debitur,,maka ketua
pengadilan negeri dapat memerintahkan kepada panitera atau sekretaris untuk
melakukan sita eksekusi sebagaimana diatur dalam pasal 197 HIR atau 208 Rbg.

17
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
Istilah penanggungan pribadi atau sering disebut Jaminan perorangan yang berasal
dari kata Borgtocht, dan ada juga yang menyebutnya dengan istilah jaminan imateril. Jaminan
perorangan (personal guarantee) adalah jaminan berupa pernyataan kesanggupan yang
diberikan oleh pihak ketiga guna menjamin pemenuhan kewajiban kewajiban debitur kepada
kreditur apabila debitur yang bersangkutan melakukan wanprestasi atau kesalahan. Jaminan
ini diatur pada pasal 1820 sampai 1850 KUH Perdata.

Dalam personal guarantee atau penanggungan pribadi, terdiri dari tiga subjek hukum,
yaitu Pihak kreditur, kreditur di sini berkedudukan sebagai pemberi kredit atau orang yang
berpiutang. Pihak debitur utama, yaitu debitur yang berkedudukan sebagai peminjam. Pihak
guarantor, di sini guarantor berkedudukan sebagai pihak ke-tiga yaitu, debitur yang
berkedudukan sebagai penjamin adalah penanggung utang, karena ia sendiri yang
memberikan janjinya akan membayar utang bila debitur utama tidak dapat memenuhinya.
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa pada hakekatnya dalam sistem KUH Perdata yang
berpindah kepada ahli waris itu tidak hanya hal-hal yang bermanfaat saja melainkan juga
tanggung jawab terhadap hak untuk membayar atau melunasi hutang-hutang mereka.
Sehingga yang beralih kepada ahli waris itu meliputi seluruh harta kekayaan baik berupa
aktiva ataupun passiva yang berupa harta benda dan hutang-hutangnya.

Bank Garansi atau juga disebut dengan jaminan Bank berasal dari bahasa Inggris
“bank guaranter”, yaitu pernyataan tertulis atau surat yang dikeluarkan oleh bank atas
permintaan nasabahnya (terjamin) untuk menanggung resiko tertentu (penggantian kerugian
atau biaya) yang timbul bila pihak terjamin atau nasabah tidak dapat menjalankan
kewajibannya dengan baik atau cidera janji atau prestasi kepada pihak yang menerima
jaminan (beneficiary).

Menurut Soepomo, bahwa hukum eksekusi mengatur cara dan syarat-syarat yang
dipakai oleh alat-alat negara guna membantu pihak yang berkepentingan untuk menjalankan
putusan hakim, apabila yang kalah tidak bersedia dengan sukarela memenuhi putusan yang
tidak ditentukan dalam undang-undang.
18
19
DAFTAR PUSTAKA

Hadisoeprapto, Hartono. Seri Hukum Perdata Pokok-pokok Hukum Perikatan dan Hukum
Jaminan. Yogyakarta: Liberty, 1984.
Indriyani, Atik. “Aspek Hukum Personal Guaranty”, Jurnal Hukum Prioris, Vol. 1. No. 1
(September 2006).

Julianto Irawan, James. Surat Berharga: Suatu Tinjauan Yuridis dan Praktis. Jakarta:
KENCANA, 2014.
Mardani. Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syari'ah. Jakarta: Sinar
Grafika, 2010.
Mubarok, Zaki. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Garansi lifetime pada hardware.
Yogyakarta: UIN SUKA, 2009.
Nadriana dan Sonny Dewi, Lenny. “Aspek Pertanggung Jawaban Ahli Waris Dari Pewaris
Pemegang Personal Garansi Pada Perusahaan Yang Pailit Di Indonesia”, Jurnal
Notarill, Vol. 2. No. 2, (November 2017).
Patra M, A. Paduan Bantuan Hukum di Indonesia: Pedoman Anda Memahami dan
menyelesaikan Masalah Hukum. Jakarta: YLBHI, 2007.
Rosyadi, Imron. Jaminan Kebendaan Berdasarkan Akad Syariah (Aspek Perikatan, Prosedur
Pembebanan dan Eksekusi). Depok: KENCANA, 2017.
Satrio, J. Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Pribadi. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996.

Subekti dan R. Tjitrosudibio, R. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jakarta: PT Pradnya


Paramita, 2004.
Suyatno, Thomas. dkk. Dasar-dasar Pengkreditan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2007.
Soepomo. Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri. Jakarta: Gita Karya, 1995.

Syahrani, Ridwan. Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Umum. Jakarta: Pustaka
Kartini, 1988.
Usman, Rachmadi. Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2001.
Wirjono Prodjodikoro, R. Azaz-azaz Hukum Perdata, (Jakarta: Sumur Bandung, 1993), 150.

20
21

Anda mungkin juga menyukai