Anda di halaman 1dari 102

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Istilah manajemen dan kepemimpinan sering diartikan hanya berfungsi pada
kegiatan supervise, tetapi dalam keperawatan fungsi tersebut sangatlah luas.
Sebagai perawat professional seseorang tidak hanya mengelola orang tetapi
sebuah proses secara keseluruhan yang kemungkinan orang dapat
meneyelesaikan tugasnya dalam memberikan asuhan keperawatan serta
meningkatkan keadaan kesehatan pasien menuju ke arah kesembuhan.
(Nursalam, 2015).

Profesionalisasi keperawatan merupakan proses dinamis yang mengalami


perubahan dan perkembangan karakteristik sesuai dengan tuntutan profesi dan
kebutuhan masyarakat. Proses profesionalisasi merupakan proses pengakuan
terhadap sesuatu yang dirasakan, dinilai dan diterima secara spontan oleh
masyarakat (Nursalam, 2014).

Menurut Kholid Rosyidi (2013), manajemen didefinisikan sebagai suatu proses


dalam menyelesaikan masalah pekerjaan melalui orang lain, manajemen
merupakan suatu pendekatan yang dinamis dan proaktif dalam menjalankan
suatu kegiatan di organisasi, digunakan agar sistem berjalan dengan baik sesuai
dengan visi dan misi yang ada. Manajemen keperawatan keperawatan adalah
suatu proses bekerja melalui anggota staf keperawatan untuk memberikan
asuhan keperawatan secara professional (Gillies, 2005).

Manajemen keperawatan diaplikasikan dalam tatanan pelayanan keperawatan


nyata yaitu Rumah Sakit dan komunitas sehingga perawat perlu memahami
konsep dan aplikasinya. Konsep yang harus dikuasai adalah konsep manajemen
keperawatan, perencanaan yang berupa strategi melalui pengumpulan data
dengan pendekatan 5 M (Man, Money, Material, Method, Market), analisa
SWOT dan penyusunan langkah-langkah perencanaan, pelaksanaan model
keperawatan profesional dan melakukan pengawasan serta pengendalian.

1
2

Pemberian asuhan keperawatan profesional perlu ditunjang dengan adanya


manajemen keperawatan. Proses manajemen keperawatan sejalan dengan
proses keperawatan sebagai satu metode pelaksanaan asuhan keperawatan
secara profesional, sehingga diharapkan keduanya dapat saling menopang.

Tuntutan masyarakat terhadap kualitas pelayanan keperawatan dirasakan


sebagai fenomena yang harus direspon oleh perawat. Respon yang ada harus
bersifat kondusif dengan pengelolaan keperawatan dan langkah-langkah
konkret dalam pelaksanaannya. Praktek keperawatan profesional yang
diterapkan di rumah sakit diharapkan dapat memperbaiki asuhan keperawatan
yang diberikan untuk pasien dimana lebih diutamakan pelayanan yang bersifat
interaksi antar individu. Pernyataan tersebut juga sesuai dengan ciri-ciri dari
pelayanan keperawatan profesional yaitu memiliki otonomi, bertanggung jawab
dan bertanggung gugat (accountability), menggunakan metode ilmiah,
berdasarkan standar praktik dan kode etik profesin dan mempunyai aspek legal.

Rumah Dr. H. Soemarno Sosroatmodjo juga sebagai Rumah Sakit rujukan


Kabupaten Kapuas, serta wilayah sekitarnya sekaligus sebagai Rumah Sakit
Type C mempunyai beberapa ruangan yang menjadi ruang dalam menerapkan
model keperawatan MAKP. Ruang Kenanga merupakan salah satu ruangan
demgan pelaksanaan Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) dengan
Metode Modular yang ada di Rumah Sakit Dr. H. Soemarno Sosroatmodjo
Kuala Kapuas.

Berdasarkan fenomena tersebut, maka Mahasiswa Program Studi S1


Keperawatan Tahap Profesi Ners Universitas Muhammadiyah Banjarmasin
perlu melakukan praktik di rumah sakit dalam Stase Manajemen Keperawatan
guna meningkatkan pengetahuan, keterampilan keperawatan dan etika profesi
dalam melaksanakan manajemen keperawatan serta mencoba menerapkan
model keperawatan MAKP yang nantinya akan dilaksanakan role play yang
meliputi supervisi, ronde keperawatan, timbang terima, sentralisasi obat,
discharge planning, dan penerimaan pasien baru, serta dokumentasi dengan
melibatkan perawat ruangan.
3

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Setelah melaksanakan praktek profesi manajemen keperawatan,
mahasiswa diharapkan dapat mengerti dan memahami prinsip
manajemen keperawatan dan model pemberian Asuhan Keperawatan
profesional yang sesuai dengan prinsip Model Asuhan Keperawatan
Profesional (MAKP) metode Modular yang telah diterapkan di Ruang
Kenanga Rumah Sakit Dr. H. Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas.

1.2.2 Tujuan Khusus


Setelah melakukan praktik manajemen, mahasiswa diharapkan dapat:
1.2.2.1 Mampu memahami dan menganalisis pelaksanaan 5 fungsi
manajemen (perencanaan, pengorganisasian, pengaturan,
pengarahan dan pengawasan) di ruang perawatan.
1.2.2.2 Mampu melakukan analisis situasi dalam lingkup ruang
keperawatan (bangsal).
1.2.2.3 Mampu mengidentifikasi dan memprioritaskan masalah dalam
manajemen asuhan dan atau manajemen pelayanan
keperawatan.
1.2.2.4 Mampu merencakan dan melakukan penyelesaian masalah
melalui invasi atau Problem Solving Better Health.
1.2.2.5 Merencanakan ketenagaan keperawatan sederhana yang sesuai
dengan kebutuhan ruang rawat
1.2.2.6 Melaporkan kasus kelolaan dengan metode komunikasi efektif
(SBAR/TBAK) dalam upaya keselamatan pasien
1.2.2.7 Berperan sebagai anggota Tim/PN (primer nurse)
1.2.2.8 Melaporkan kasus kelolaan dengan metode SBAR
1.2.2.9 Memimpin ronde keperawatan
1.2.2.10 Berperan sebagai kepala ruangan dengan menerapkan gaya
kepemimpinan yang efektif
1.2.2.11 Memimpin laporan shift/timbang terima
1.2.2.12 Mengelola konflik
1.2.2.13 Memimpin preconference dan post conference
1.2.2.14 Mampu berkoordinir dengan Tim perawat lain
4

1.2.2.15 Mampu berkoordinasi dengan profesi kesehatan lain


1.2.2.16 Memberikan pengarahan
1.2.2.17 Melakukan suvervisi asuhan
1.2.2.18 Melakukan evaluasi kinerja
1.2.2.19 Melakukan perubahan sesuai dengan prioritas masalah di
ruangan
1.2.2.20 Mendesiminasikan hasil perubahan

1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat Teoritis
Dari hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan
informasi dalam bidang managemen keperawatan tentang prinsip
manajemen keperawatan dan model pemberian Asuhan Keperawatan
profesional yang sesuai dengan prinsip Model Asuhan Keperawatan
Profesional (MAKP) Metode Modular.

1.3.2 Manfaat Praktis


1.3.2.1 Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan untuk meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan dalam bidang manajemen keperawatan.
1.3.2.2 Bagi Instansi Akademik
Sebagai bahan masukan dalam kegiatan proses belajar
mengajar tentang pengelolaan ruangan dengan pelaksanaan
Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Metode
Modular.
1.3.2.3 Bagi Profesi Keperawatan
Sebagai sarana dan informasi dalam meningkatkan mutu dan
kualitas keperawatan dan profesi ners.
1.3.2.4 Bagi Pasien dan Keluarga
1) Pasien dan keluarga mendapatkan pelayanan yang
memuaskan.
2) Tingkat kepuasan pasien dan keluarga terhadap pelayanan
tinggi.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Unsur Input (M1-M5)


2.1.1. Men (manusia, orang-orang, tenaga kerja)
Tenaga kerja ini meliputi baik tenaga kerja eksekutif maupun
operatif.Dalam kegiatan manajemen faktor manusia adalah yang
palingmenentukan. Titik pusat dari manajemen adalah manusia,
sebabmanusia membuat tujuan dan dia pulalah yang melakukan
proseskegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkannya itu.
Tanpatenaga kerja tidak akan ada proses kerja. Hanya saja manajemen
itusendiri tidak akan timbul apabila setiap orang bekerja untuk
dirinyasendiri saja tanpa mengadakan kerjasama dengan yang
lain.Manajemen timbul karena adanya orang yang bekerjasama
untukmencapai tujuan bersama.

2.1.2. Money ( uang )


Uang merupakan unsur yang penting untuk mencapai tujuan,
disamping faktor manusia yang menjadi unsur paling penting (the
most important tool) dan faktor-faktor lainnya.Dalam dunia modern
yang merupakan faktor yang penting sebagai alat tukar dan alat
pengukur nilai suatu usaha.Jadi uang diperlukan pada setiap kegiatan
manusia untuk mencapai tujuannya.Terlebih dalam pelaksanaan
manajemen ilmiah, harus ada perhatian yang sungguh-sungguh
terhadap faktor uang karena segala sesuatu diperhitungkan secara
rasional yaitu memperhitungkan berapa jumlah tenaga yang harus
dibayar, berapa alar-alat yang dibutuhkan yang harus dibeli dan
berapa pula hasil yang dapat dicapai dari suatu investasi.

2.1.3. Methods ( metode atau cara )


Cara atau metode yang digunakan dalam usaha untuk mencapai suatu
tujuan. Dengan cara kerja yang baik akan memperlancar dan
memudahkan pelaksanaan pekerjaan. Tetapi walaupun metode kerja
yang telah dirumuskan atau ditetapkan itu baik, kalau orang yang
diserahi tugas pelaksanaannya kurang mengerti atau tidak
berpengalaman maka hasilnya juga akan tetap kurang baik. Oleh

5
6

karena itu hasil penggunaan/penerapan suatu metode akan tergantung


pula pada orangnya.

2.1.4. Materials ( bahan atau perlengkapan )

Manusia tanpa material atau bahan-bahan tidak akan dapat mencapai


tujuan yang dikehendakinya, sehingga unsur material dalam
manajemen tidak dapat diabaikan.Dalam setiap organisasi, peranan
mesin-mesin sebagai alat pembantu kerja sangat diperlukan. Mesin
dapat meringankan dan memudahkan dalam melaksanakan
pekerjaan.Hanya yang perlu diingat bahwa penggunaan mesin sangat
tergantung pada manusia, bukan manusia yang tergantung atau bahkan
diperbudak oleh mesin. Mesin itu sendiri tidak akan ada kalau tidak
ada yang menemukannya, sedangkan yang menemukan adalah
manusia. Mesin dibuat adalah untuk mempermudah atau membantu
tercapainya tujuan hidup manusia.

2.1.5. Market ( pasar )

Memasarkan  produk sudah barang tentu sangat penting, sebab bila


barang yang diproduksi tidak laku  maka proses barang akan berhenti.
Artinya,proses kerja tidak akan berlangsung. Oleh karena itu,
penguasaan pasar dalam arti menyebarkan hasil produksi merupakan
faktor menentukan dalam perusahaan. Agar  pasar dapat dikuasai maka
kualitas dan harga barang harus sesuai dengan selera konsumen dan
daya( kemampuan) konsumen.

2.2. Fungsi Manajemen (POSAC)


2.2.1. Pengertian Perencanaan
Perencanaan adalah adalah suatu keputusan untuk masa yang akan nya,
apa, kapan, mana, berapa, kapan, dan apa yang akan atau harus dilakukan
sesuai tujuan tertentu.

Sebelum mengetahui lebih lanjut tentang perencanaan terlebih dahulu


mengenal perbedaan visi, misi, nilai dasar, dan tujuan.Misi, visi, nilai
dasar dan tujuan adalah titik awal dari perencanaan strategi. Keempat
hal ini mengatur konteks landasan dari suatu proses dan untuk
menjalankan sesuatu serta unit perencana yang tertanam dalam suatu
7

organisasi. Perbedaan misi menggambarkan tujuan dari suatu organisasi


sedangkan visi menggambarkan keinginan untuk masa depan, seringkali
digambarkan dengan jelas, menggugah, singkat oleh manajemer suatu
organisasi.

Nilai dasar menyatakan secara filosofis komitmen yang diprioritaskan


oleh manajer, sedangkan tujuan adalah keinginan masa depan dari suatu
organisasi yang di usahakan untuk di wujudkan. Empat karakteristik
tujuan :Tepat dan terukur. Tujuan yang terukur dapat memberikan
seorang manajer standar pembanding terhadap hasil yang telah
dilaksanakan.Menyebutkan issue yang penting. Untuk membangun
manajer harus memilih beberapa tujuan major untuk menaksir kinerja
organisasi.Menantang tetapi realis.Memberikan sebuah tantangan
tersendiri bagi semua karyawan, anggota organisasi untuk
mengiprovisasi kinerja dalam organisasi.jika tujuan tidak realis atau
terlalu mudah akan membuat putus asa dan bosan pada diri karyawan
atau anggota organisasi.Menetapkan dalam periode waktu tertentu yang
seharusnya dapat dicapai. Tenggat waktu dapat menyuntikkan rasa
urgensi dalam pencapaian tujuan dan bertindak sebagai
motivator.Namun, tidak semua tujuan memerlukan kendala waktu.

Pentingnya perencanaan :

a. menghilangkan atau mengurangi ketidakpastian di masa datang


b. memusatkan perhatian pada setiap unit yang terlibat
c. membuat kegiatan yang lebih ekonomis
d. memungkinkan dilakukannya pengawasan

Unsur-unsur perencanaan

Unsur-unsur yang terlibat dalam perencanaan adalah:

a. meramalkan (forecasting), misalnya memperkirakan kecenderungan


masa depan (peluang dan tantangan)
b. menetapkan tujuan (establishing objectives), misalnya menyusun
acara yang urutan kegiatannya berdasarkan skala prioritas
c. menyusun jadwa pelaksanaan (scheduling), misalnya menetap
kan/memperhitungkan waktu dengan tepat
8

d. menyusun anggaran (budgeting), misalnya mengalokasikan sumber


yang tersedia (uang, alat, manusia) dengan memperhitungkan waktu
dengan tepat cara yang mengembangkan prosedur, misalnya
menentukan tata cara yang paling tepat
e. kebijakan (interpreting and establishing policy), misalnya
menafsirkan kebijakan atasan dan menetapkan kebijakan operasional

Sifat-sifat perencanaan
Ada beberapa sifat perencanaan yang harus diperhatikan agar dapat
dihasilkan rencana yang baik, yaitu: melihat jauh ke depan, sederhana,
jelas, fleksibel, stabil, ada dalam keseimbangan, tersedianya sumber-
sumber untuk pelaksanaan.

Teknik perencanaan
a. PPBS, yaitu system perencaaan, pembuatan program, dan pembuatan
anggaran (planning, programming, and budgeting system)
b. NwP, yaitu perencanaan jaringan kerja (network planning)
c. Perencanaan tradisional berdasarkan jenis pengeluaran
d. Perencanaan hasil keria yang berorientasi pada sasaran/hasil yang
ingin dicapai

2.2.2 Pengertian Organizing


Organizing, atau dalam bahasa Indonesia pengorganisasian merupakan
proses menyangkut bagaimana strategi dan taktik yang telah dirumuskan
dalam perencanaan didesain dalam sebuah struktur organisasi yang tepat
dan tangguh, sistem dan lingkungan organisasi yang kondusif, dan dapat
memastikan bahwa semua pihak dalam organisasi dapat bekerja secara
efektif dan efisien guna pencapaian tujuan organisasi.

Definisi sederhana dari pengorganisasian ialah seluruh proses


pengelompokan orang, alat, tugas, serta wewenang dan tanggung jawab
sedemikian rupa sehingga tercipta suatu organisasi yang dapat
digerakkan sebagai suatu kesatuan yang utuh dan bulat dalam rangka
pencapaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
9

Pengorganisasian adalah penentuan pekerjaan yang harus dilakukan,


pengelompokan tugas dan membagi pekerjaan kepada setiap karyawan,
penetapan berbagai departemen serta penentuan hubungan. Tujuan
pengorganisasian ini adalah untuk menetapkan peran serta struktur
dimana karyawan dapat mengetahui apa tugas dan tujuan mereka.

Prinsip Pengorganisasian
Proses pengorganisasian dapat dilakukan secara efisien jika manajer
memiliki pedoman tertentu sehingga mereka dapat mengambil
keputusan dan dapat bertindak. Untuk mengatur secara efektif, prinsip-
prinsip organisasi berikut dapat digunakan oleh seorang manajer,
sebagai berikut:

a. Prinsip Spesialisasi

Menurut prinsip, pekerjaan seluruh perhatian harus dibagi di antara


bawahan atas dasar kualifikasi, kemampuan dan keterampilan. Ini
adalah melalui pembagian kerja dapat dicapai yang menghasilkan
organisasi yang efektif. Pembagian kerja adalah pemecahan tugas
kompleks menjadi komponen-komponennya sehingga setiap orang
bertanggung jawab untuk beberapa aktivitas terbatas bukannya tugas
secara keseluruhan.

Tidak semua orang secara fisik dan psikologi mampu melaksanakan


semua operasi yang menyusun kebanyakan tugas kompleks, bahkan
dengan anggapan seseorang dapat memperoleh semua keterampilan
yang diperlukan untuk melaksanakan tugas tadi. Sebaliknya,
pembagian pekerjaan menciptakan tugas yang lebih sederhana yang
dapat dipelajari dan diselesaikan dengan relatif cepat.

Jadi hal ini memperkuat spesialisasi, ketika setiap orang menjadi


pakar dalam pekerjaan tertentu.Karena tindakan ini menciptakan
variasi pekerjaan, orang dapat memilih atau ditugaskan pada suatu
posisi yang sesuai dengan bakat dan minat mereka.
b. Prinsip Definisi Fungsional

Menurut prinsip ini, semua fungsi dalam kekhawatiran harus benar


dan jelas kepada manajer dan bawahan. Hal ini dapat dilakukan
10

dengan jelas mendefinisikan tugas-tugas, tanggung jawab, wewenang


dan hubungan orang terhadap satu sama lain. Klarifikasi dalam
otoritas-tanggung jawab membantu dalam mencapai hubungan
koordinasi dan dengan demikian organisasi dapat berlangsung
efektif.Sebagai contoh, fungsi utama dari produksi, pemasaran dan
keuangan dan hubungan tanggung jawab wewenang dalam
departemen ini harus jelas didefinisikan untuk setiap orang agar
melekat dalam pemikiran karyawan.Klarifikasi dalam hubungan
otoritas- tangggung jawab membantu dalam organisasi yang efisien.

c. Prinsip Rentang Pengendalian atau Pengawasan

Menurut prinsip ini, rentang kendali adalah rentang pengawasan yang


menggambarkan jumlah karyawan yang dapat ditangani dan
dikontrol secara efektif oleh seorang manajer tunggal.Menurut
prinsip ini, seorang manajer harus dapat menangani jumlah karyawan
yang dibawahinya.Keputusan ini dapat diambil dengan memilih baik
rentang lebar atau sempit froma.

Ada dua jenis rentang kendali:


1) Rentang kendali yang luas adalah salah satu di mana seorang
manajer dapat mengawasi dan mengendalikan secara efektif
sebuah kelompok besar orang pada satu waktu.
2) Rentang kendali yang sempit rentang ini, pekerjaan dan wewenang
dibagi antara banyak bawahan dan manajer tidak mengawasi dan
mengendalikan kelompok yang sangat besar dari orang di bawah
dia. Manajer sesuai dengan rentang yang sempit mengawasi
sejumlah karyawan yang dipilih pada satu waktu.

d. Prinsip Rantai Skalar


Rantai skalar adalah rantai komando atau otoritas yang mengalir dari
atas ke bawah.Otoritas dan tanggung jawab harus berjalan dalam
garis yang tegas dan tidak terputus dari eksekutif tertinggi sampai
yang paling rendah.Sebuah rantai skalar memfasilitasi alur kerja di
sebuah organisasi yang membantu dalam pencapaian hasil yang
efektif. Sebagai otoritas mengalir dari atas ke bawah, hal itu akan
11

menjelaskan posisi kewenangan untuk manajer di semua tingkatan


dan yang memfasilitasi organisasi yang efektif.

e. Prinsip Kesatuan Perintah

Ini menyiratkan satu bawahan-satu hubungan yang superior.Setiap


bawahan bertanggung jawab kepada satu manajer.Hal ini membantu
dalam menghindari kesenjangan komunikasi dan kesimpangan
tanggung jawab.Jika atasan yang lebih tinggi ingin memberikan
perintah atau hal-hal lain kepada para bawahan yang berada beberapa
tangga di bawah dalam hierarki organisasi, seyogianya hal itu
dilakukan melalui atasan langsung orang yang bersangkutan.Paling
tidak dengan sepengetahuan atasan langsung tersebut.

Implementasi
Pentingnya pengorganisasian, menyebabkan timbulnya sebuah struktur
organisasi, yang dianggap sebagai sebuah kerangka sebuah kerangka
yang masih dapat menggabungkan usaha-usaha mereka dengan baik.
Dengan kata lain, salah satu bagian penting tugas pengorganisasian
adalah mengharrmonisasikan kelompok orang yang berbada,
mempertemukan macam-macam kepentingan dan memanfaatkan
kemampuan-kemampuan kesemuanya kesuatu arah tertentu. (Terry
1979).

Maksud dari hal tersebut adalah dapat dihasilkannya sinergisme, yang


berarti perlu adanya tindakan-tindakan untuk mengelompokkan semua
kemampuan yang sesuai menjadi satu tempat dan memanfaaatkan
kemampuan tersebut agar dapat berguna bagi organisasi tersebut. Akan
tetapi suatu pengorganisasian tidak hanya mengelompokkan sumber
daya manusia saja, akan tetapi juga dengan sumber daya lainnya agar
dapat efektif. Jadi pengorganisasian merupakan sebuah kasus yang dapat
menimbulkan efek yang sangat baik dalam upaya menggerakan seluruh
aktivitas dan potensi yang bisa diwadahi serta sebagai pengawasan
manajerial.
12

2.2.3 Definisi Staffing


Fungsi staffing dalam manajemen diartikan sebagai suatu proses
prosedur langkah demi langkah yang berkesinambungan untuk menjaga
agar organisasi selalu memperoleh orang-orang yang tepat dalam posisi
yang tepat pada waktu yang tepat.

Langkah-langkah tersebut antara lain : (1) Perencanaan sumber daya


manusia (SDM), (2) Pengadaan pegawai baru (rekrutmen melalui
seleksi), (3) Pemilihan dan penempatan, (4) Induksi dan Orientasi.

1) Perencanaan Sumber Daya Manusia


Langkah-langkah perencanaan sumber daya manusia, yaitu :
a. Perencanaan untuk kebutuhan masa depan
b. Perencanaan untuk keseimbangan masa depan
c. Perencanaan untuk pengadaan dan seleksi atau pemberhentian
d. Perencanaan untuk pengembangan.

Untuk menyelesaikan langkah-langkah ini ada 2 faktor yang


pertimbangan, yaitu : Rencana strategi, tujuan dan sasaran serta taktik
untuk membuat organisasi menjadi realistik yang akan menentukan
kebutuhan personil dan organisasi. Perubahan-perubahan potensi pada
lingkungan luar, hal ini dapat berarti perubahan ketersediaan dana atau
tenaga kerja.

2) Pengadaan pegawaibaru (rekrutmen)


Dimaksudkan untuk menampung calon yang cukup banyak untuk
diadakan seleksi untuk mendapatkan calon pegawai yang memenuhi
syarat-sayarat administrasi secara umum.
Seleksi dapat dilakukan dalam 2 macam, yaitu seleksi umum (untuk
kebutuhan tenaga yang bersifat umum) dan seleksi khusus (untuk
kebutuhan tenaga-tenaga spesialis/ahli dibidang tertentu).

3) Pemilihan dan Penempatan


Jika telah ditentukan kualifikasi untuk masing kedudukan pekerjaan
maka selanjutnya adalah diadakan pemilihan (seleksi) melalui
13

tahapan-tahapan seleksi mulai test tertulis, kesehatan, test psikologi,


wawancara dan surat-surat pernyataan mengenai kesanggupan kerja
dan lokasi penempatan kerja.

4) Induksi dan Orientasi


Induksi dan orientasi mamberi kepada pegawai baru tentang :
a. Informasi umum tentang pekerjaan sehari-hari
b. Tinjauan tentang sejarah, lingkungan kantor, visi dan misi
organisasi serta
c. pengembangan kemasa depan.
d. Informasi mengenai kebijakan-kebijakan organisasi, aturan kerja
dan hal-hal mengenai
e. gaji dan tunjangan.

5) Pemindahan
Pemindahan terdiri dari promosi, mutasi dan demosi
a. Promosi, adalah memberikan tanggung jawab dan wewenang
yang lebih besar kepada pegawai, dengan kata lain promosi
adalah kenaikan pangkat/jabatan yang lebih tinggi, merupakan
salah satu usaha untuk memajukan/mengembangkan pegawai.
b. Mutasi, adalah memindahkan pegawai dari jabatan yang satu ke
jabatan yang lain dalam satu tingkatan secara horizontal.
c. Demosi, adalah suatu tindakan memberikan kekuasaan dan
tanggung jawab yang lebih kecil, dengan kata lain penurunan
pangkat/jabatan karena dinilai kurang cakap dan kurang
berprestasi pada jabatan tersebut.

6) Latihan dan Pengembangan


Latihan dan pengembangan adalah suatu pendekatan sistematik
untuk memberikan kesempatan kepada pegawai untuk
mengembangkan diri memanfaatkan kekuatan dan kemampuan
untuk keperluan organisasi.

7) Penilaian prestasi
14

Penilaian prestasi adalah salah satu hal yang penting dalan


pengorganisasian, namun dalam pelaksanaannya sangat sulit untuk
melihat hasil yang memadai.Penilaian prestasi dapat dibedakan
dalam 2 macam, yaitu formal dan informal.

2.2.4 Definisi Actuating


Actuating, dalam bahasa Indonesia artinya adalah menggerakkan.
Maksudnya, suatu tindakan untuk mengupayakan agar semua anggota
kelompok berusaha untuk mencapai sasaran sesuai dengan tujuan
organisasi. Jadi, actuating bertujuan untuk menggerakkan orang agar
mau bekerja dengan sendirinya dan penuh dengan kesadaran secara
bersama- sama untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan
efisien. Dalam hal ini dibutuhkan kepemimpinan (leadership) yang baik.

Actuating merupakan upaya untuk merealisasikan suatu rencana.Dengan


berbagai arahan dengan memotivasi setiap karyawan untuk
melaksanakan kegiatan dalam organisasi, yang sesuai dengan peran,
tugas dan tanggung jawab.Maka dari itu, actuating tidak lepas dari
peranan kemampuan leadership.

Leadership dan Actuating


Actuating jelas membutuhkan adanya kematangan pribadi dan
pemahaman terhadap karakter manusia yang memiliki kecenderungan
berbeda dan sifatnya dinamis.Maka dari itu, fungsi actuating ternyata
jauh lebih rumit dari kelihatannya, karena harus melibatkan fungsi dari
leadership.Premis yang terkenal pernah diungkapkan oleh Doghlas
McGregor, bahwa seorang karyawan selalu diasumsikan negatif dan
positif.
Di dalam proses actuating ini, keberadaan leadership adalah sebagai
pendukung. Karena actuating sendiri memiliki tujuan sebagai
penggerak, yang nantinya akan bertujuan mengefektifkan dan
mengefisienkan kerja dalam organisasi.

Prinsip Actuating
15

a. Pelaksanaan dan Penugasan.


Langkah lanjutan dari penetapan program kerja pengawasan adalah
pelaksanaan pengawasan dalam bentuk pemberian tugas. Tjuan
utama penugasan adalah untuk mencapai keseimbangan antara
beberapa faktor: persyaratan dan kualifikasi personal, keseimbangan
untuk pengembangan profesi, dan lain-lain.
b. Pengawasan Pengelolaan Dana
Pengelolaan terhadap dana atau anggaran yang digunakan oleh
organisasi penting dilakukan agar dana tidak disia-siakan.
c. Penyediaan dan Pemanfaatan Sarana Pengawasan.
Pengawasan juga membutuhkan saran dan alat untuk melakukan
pengawasan, misalnya teknologi yang digunakan untuk memantau
kerja anggota organisasi atau pekerja.
d. Dokumentasi Pengawasan.
Hal ini diperlukan unutuk mendapatkan bukti yang nyata bila terjadi
pelanggaran, kesalahan dalam melakukan aktivitas di dalam
organisasi.
e. Supervisi Audit.

Implementasi
Hal penting yang dipertimbangkan dalam melakukan actuating adalah
untuk memotivasi seorang karyawan untuk melakukan sesuatu, misalnya
saja:
a. Merasa yakin dan mampu melakukan suatu pekerjaan,
b. Percaya bahwa pekerjaan telah menambahkan nilai untuk diri mereka
sendiri,
c. Tidak terbebani oleh masalah pribadi atau tugas lain yang lebih
penting atau mendesak,
d. Tugas yang diberikan cukup relevan,
e. Hubungan harmonis antar rekan kerja.

2.2.5 Definisi Controling

Menurut G.R Terry, pengawasan dapat didefinisikan sebagai proses


penentuan, apa yang harus dicapai yaitu standar, apa yang sedang
dilakukan yaitu pelaksanaan, menilai pelaksanaan dan apabila perlu
16

melakukan perbaikan-perbaikan, sehingga pelaksanaan sesuai dengan


rencana yaitu selaras dengan standar.

Jelas sekali bahwa  fungsi pengawasan yang diambil dari sudut pandang


definisi sangat vital dalam suatu perusahaan. Supaya proses pelaksanaan
dilakukan sesuai dengan ketentuan dari rencana. Melakukan tindakan
perbaikan, jika terdapat penyimpangan.Hal ini dilakukan untuk
pencapaian tujuan sesuai dengan rencana.

Jadi pengawasan dilakukan sebelum proses, saat proses, dan setelah


proses. Dengan pengendalian diharapkan juga agar pemanfaatan semua
unsur manajemen menjadi efektif dan efisien.

Proses dalam Controlling


Dalam controlling ada beberapa proses dan tahapan, yaitu pengawasan.
Proses pengawasan dilakukan secara bertahap dan sistematis melalui
langkah sebagai berikut:
a. Menentukan standar yang akan digunakan sebagai dasar
pengendalian.
b. Mengukur pelaksanaan atau hasil yang sudah dicapai.

c. Membandingkan pelaksanaan atau hasil dengan standar dan


menentukan      penyimpangan jika ada.
d. Melakukan tindakan perbaikan, jika terdapat penyimpangan agar

pelaksanaan dan tujuan sesuai dengan rencana.


e. Meninjau dan menganalisis ulang rencana, apakah sudah realistis

atau tidak. Jika ternyata belum realistis maka perlu diperbaiki.

Implementasi
Beberapa cara pengendalian yang harus dilakukan oleh seorang
manajer yang meliputi pengawasan langsung, adalah pengawasan
yang dilakukan sendiri secara langsung oleh seorang manejer.
Manajer memeriksa pekerjaan yang sedang dilakukan untuk
mengetahui apakah dikerjakan dengan benar dan hasilnya sesuai
dengan yang dikehendakinya.
17

Pengawasan tidak langsung, adalah pengawasan jarak jauh, artinya


dengan melalui laporan secara tertulis maupun lisan dari karyawan
tentang pelaksanaan pekerjaan dan hasil yang dicapai.Pengawasan
berdasarkan pengecualian, adalah pengawasan yang dikhususkan
untuk kesalahan yang luar biasa dari hasil atau standar yang
diharapkan. Pengawasan ini dilakukan dengan cara kombinasi
langsung dan tidak langsung oleh manajer.

Pengawasan juga bisa dibedakan menurut sifat dan waktunya:


a. Preventive control, adalah pengawasan yang dilakukan sebelum

kegiatan dilakukan untuk menghindari terjadinya penyimpangan


dalam pelaksanaannya. Pengawasan ini merupakan pengawasan
terbaik karena dilakukan sebelum terjadi kesalahan namun
sifatnya prediktif.
b. Repressive control, adalah pengawasan yang dilakukan setelah

terjadinya kesalahan dalam pelaksanaanya. Dengan maksud agar


tidak terjadi pengulangan kesalahan, sehingga hasilnya sesuai
dengan yang diinginkan.
c. Pengawasan saat proses dilakukan, sehingga dapat segera
dilakukan perbaikan.
d. Pengawasan berkala, adalah  pengawasan yang dilakukan secara

berkala, misalnya perbulan, persmester, dll.


e. Pengawasan mendadak (sidak), adalah pengawasan yang
dilakukan secara mendadak untuk mengetahui apa pelaksanaannya
dilakukan dengan baik atau tidak.
f. Pengawasan Melekat (waskat), adalah pengawasan/pengendalian

yang dilakukan secara integratif mulai dari sebelum, pada saat,


dan sesudah kegiatan dilakukan.

Ada beberapa dasar proses dalam pengawasan, diantaranya adalah


teknik pengendalian dan sistem yang pada dasarnya sama untuk kas,
prosedur kantor, moral, kualitas produk atau apa pun.
Bisa  diasumsikan bahwa baik rencana dan struktur organisasi yang
jelas, lengkap, dan terintegrasi akan tercipta jika manajer yakin akan
tugasnya. Jika manajer tidak yakin dari tugasnya atau bawahan tidak
18

memiliki kekuatan atau tidak tahu bahwa dia memiliki kekuatan


untuk melaksanakan tugasnya, akan menjadi sulit untuk menentukan
siapa yang bertanggung  jawab.

2.3 Model Asuhan Keperawatan


3.3.1 Model SP2KP (Sistem Pemberian Pelayanan Keperawatan
Professional)
1) Pengertian 
SP2KP adalah sistem pemberian pelayanan keperawatan profesional
yang merupakan pengembangan dari MPKP ( Model Praktek
Keperawatan Profesional ) dimana dalam SP2KP ini terjadi
kerjasama profesional antara perawat primer (PP) dan perawat
asosiet (PA) serta tenaga kesehatan lainnya.

Pada aspek proses ditetapkan penggunaan metode modifikasi


keperawatan primer (kombinasi metode tim dan metode
keperawatan primer). Penetapan metode ini didasarkan pada
beberapa alasan sebagai berikut :
a) Pada metode keperawatan primer, pemberian asuhan
keperawatan dilakukan secara berkesinambungan sehingga
memungkinkan adanya tanggung jawab dan tanggung gugat
yang merupakan esensi dari suatu layanan profesional.
b) Terdapat satu orang perawat professional yang disebut PP, yang
bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas asuhan
keperawatan yang diberikan. Pada MPKP , perawat primer
adalah perawat lulusan sarjana keperawatan/Ners.
c) Pada metode keperawataan primer, hubungan professional dapat
ditingkatkan terutama dengan profesi lain. Metode keperawatan
primer tidak digunakan secara murni karena membutuhkan
jumlah tenaga Skp/Ners yang lebih banyak, karena setiap PP
hanya merawat 4-5 klien dan pada metode modifikasi
keperawatan primer , setiap PP merawat 9-10 klien.

Saat ini terdapat beberapa jenis tenaga keperawatan dengan


kemampuan yang berbeda-beda. Kombinasi metode tim dan
perawat primer menjadi penting sehingga perawat dengan
19

kemampuan yang lebih tinggi mampu mengarahkan dan


membimbing perawat lain di bawah tanggung jawabnya.

Metode tim tidak digunakan secara murni karena pada metode ini
tanggung jawab terhadap asuhan keperawatan terbagi kepada semua
anggota tim, sehingga sukar menetapkan siapa yang bertanggung
jawab dan bertanggung gugat atas semua asuhan yang diberikan.

Apabila ditinjau dari 5 sub sistem yang diidentifikasi oleh Hoffart &
Woods (1996), secara sederhana dapat diartikan sebagai berikut :

1) Nilai-nilai profesional sebagai inti model


Pada model ini, PP dan PA membangun kontrak dengan
klien/keluarga sejak klien/keluarga masuk ke suatu ruangr
rawat yang merupakan awal dari penghargaan atas harkat dan
martabat manusia. Hubungan tersebut akan terus dibina selama
klien dirawat di ruang rawat, sehingga klien/keluarga menjadi
partner dalam memberikan asuhan keperawatan. Pelaksanaan
dan evaluasi renpra, PP mempunyai otonomi dan akuntabilitas
untuk mempertanggungjawabkan asuhan yang diberikan
termasuk tindakan yang dilakukan PA di bawah tanggung
jawab untuk membina performa PA agar melakukan tindakan
berdasarkan nilai-nilai professional.
2) Pendekatan Manajemen
Model ini memberlakukan manajemen SDM, artinya ada garis
komunikasi yang jelas antara PP dan PA.performa PA dalam
satu tim menjadi tanggung jawab PP. PP adalah seorang
manajer asuhan keperawatan yang harus dibekali dengan
kemampuan manajemen dan kepemimpinan sehingga PP dapat
menjadi manajer yang efektif dan pemimpin yang efektif.
3) Metode pemberian asuhan keperawatan
Metode pemberian asuhan keperawatan yang digunakan adalah
modifikasi keperawatan primer sehingga keputusan tentang
renpra ditetapkan oleh PP. PP akan mengevaluasi
perkembangan klien setiap hari dan membuat modifikasi pada
renpra sesuai kebutuhan klien.
4) Hubungan professional
20

Hubungan professional dilakukan oleh PP dimana PP lebih


mengetahui tentang perkembangan klien sejak awal masuk ke
suatu ruang rawat sehingga mampu member informasi tentang
kondisi klien kepada profesi lain khususnya dokter. Pemberian
informasi yang akurat tentang perkembangan klien akan
membantu dalam penetapan rencana tindakan medic.
5) Sistem kompensasi dan penghargaan
PP dan timnya berhak atas kompensasi serta penghargaan untuk
asuhan keperawatan yang professional.Kompensasi san
penghargaan yang diberikan kepada perawat bukan bagian dari
asuhan medis atau kompensasi dan penghargaan berdasarkan
prosedur. Kompensasi berupa jasa dapat diberikan kepada PP
dan PA dalam satu tim yang dapat ditentukan berdasarkan
derajat ketergantungan klien. PP dapat mempelajari secara
detail asuhan keperawatan klien tertentu sesuai dengan
gangguan/masalah yang dialami sehingga mengarah pada
pendidikan ners spesialis.

Metode modifikasi Perawat Primer-Tim yaitu seorang PP


bertanggung jawab dan bertanggung gugat terhadap asuhan
keperawatan yang diberikan pada sekelompok pasien mulai dari
pasien masuk sampai dengan bantuan beberapa orang PA. PP dan
PA selama kurun waktu tertentu bekerjasama sebagai suatu tim
yang relative tetap baik dari segi kelompok pasien yang dikelola,
maupun orang-orang yang berada dalam satu tim tersebut . Tim
dapat berperan efektif jika didalam tim itu sendiri terjalin kerjasama
yang professional antara PP dan PA. selain itu tentu saja tim
tersebut juga harus mampu membangun kerjasama professional
dengan tim kesehatan lainnya.

1. Peran Managerial dan Leadership


Ketua dalam tim betugas untuk membuat rencana asuhan
keperawatan, mengkoordinir kegiatan semua staf (PA) yang
berada dalam tim, mendelegasikan sebagian tindakan-tindakan
keperawatan yang telah direncanakan pada renpra dan bersama-
21

sama dengan PA mengevaluasi asuhan keperawatan yang


diberikan.

Seorang PP harus memiliki kemampuan yang baik dalam


membuat renpra untuk klien yang menjadi
tanggungjawabnya.Adanya renpra merupakan tanggung jawab
profesional seorang PP sebagai landasan dalam memberikan
asuhan keperawatan yang sesuai dengan standar.Renpra
tersebut harus dibuat sesegera mungkin pada saat klien masuk
dan dievaluasi setiap hari.

PP dituntut untuk memiliki kemampuan mendelegasikan


sebagian tindakan keperawatan yang telah direncanakan pada
PA.pembagian tanggung jawab terhadap klien yang menjadi
tanggung jawab tim, didasarkan pada tingkat ketergantungan
pasien dan kemampuan PA dalam menerima pendelegasian.

Metode tim PP-PA dituntut untuk memiliki keterampilan


kepemimpinan. PP bertugas mengarahkan dan
mengkoordinasikan PA dalam memberikan asuhan
keperawatan pada kelompok klien.PP berkewajiban untuk
membimbing PA agar mampu memberikan asuhan
keperawatan seuai dengan standar yang ada.Bimbingan tersebut
dapat dilaksanakan secara langsung, misalnya mendampingi
PA saat melaksanakan tindakan tertentu pada klien atau secara
tidak langsung pada saat melakukan konferens. PP juga harus
senantiasa memotivasi PA agar terus meningkatkan
keterampilannya,misalnya memberikan referensi atau bahan
bacaan yang diperlukan.

Selain terkait dengan bimbingan keterampilan pada PA, sebagai


bagian dari peran kepemimpinan seorang PP, PP seharusnya
juga memiliki kemampuan untuk mengatasi konflik yang
mungkin terjadi antar PA.PP harus menjadi penengah yang
bijaksana sehingga konflik bisa teratasi dan tidak mengganggu
22

produktifitas PA dalam membantu memberikan asuhan


keperawatan. 

2. Komunikasi tim melalui renpra, konferensi, dan ronde


keperawatan
Komunikasi yang efektif merupakan kunci keberhasilan dalam
melakukan kerjasama profesional tim antara PP-PA.
Komunikasi tersebut dapat melalui ;renpra, konferensi, dan
ronde keperawatan yang terstruktur dan terjadwal.
Rencana asuhan keperawatan (renpra) selain berfungsi sebagai:
a. Pedoman bagi PP-PA 
b. Landasan profesional bahwa asuhan keperawatan diberikan
berdasarkan ilmu pengetahuan

Kerjasama profesional PP-PA, selain berfungsi sebagai


penunjuk perencanaan asuhan yang diberikan juga berfungsi
sebagai media komunikasi PP pada PA. Berdasarkan renpra ini,
PP mendelegasikan PA untuk melakukan sebagian tindakan
keperawatan yang telah direncanakan oleh PP. Oleh sebab itu,
sangat sulit untuk tim PP-PA dapat bekerjasama secara efektif
jika PP tidak membuat perencanaan asuhan keperawatan
(renpra). Hal ini menunjukan bahwa renpra sesungguhnya
dibuat bukan sekedar memenuhi ketentuan ( biasanya ketentuan
dalam menentukan akreditasi rumah sakit ). Renpra seharusnya
dibuat sesegera mungkin, paling lambat 1 kali 24 jam setelah
pasien masuk karena fungsinya sebagai pedoman dan media
komunikasi. Berdasarkan ketentuan tugas dan tanggung jawab
PP tidak sedang bertugas (misalnya pada malam hari atau hari
libur), PA yang sebelumnya telah didelegasikan dapat
melakukan pengkajian dasar dan menentukan satu diagnosa
keperawatan yang terkait dengan kebutuhan dasar
pasien.Selanjutnya segera setelah PP bertugas kembali maka
pengkajian dan renpra yang telah ada harus divalidasi dan
dilengkapi.
23

Penting juga diperhatikan bahwa renpra yang dibuat PP harus


dimengerti oleh semua PA. Semua anggota tim harus memiliki
pemahaman yang sama tentang istilah-istilah keperawatan yang
digunakan dalam renpra tersebut. Misalnya dalam renpra, PP
menuliskan rencana tindakan keperawatan ; " monitor I/O
( Intake/Output = pemasukan / pengeluaran ) tiap 24 jam".

Maka harus dipahami oleh semua anggota tim yang dimaksud


dengan monitor I/O, contoh lain dalam perencanaan PP
menuliskan "berikan dukungan pada pasien dan keluarganya" ,
maka baik PP dan PA dalam timnya harus memiliki persepsi
yang sama tentang tindakan yang akan dilakukan tersebut. Oleh
sebab itu PP harus menjelaskan kembali pada PA tentang apa
yang disusunnya tersebut. 

Pendelegasian tindakan keperawatan yang berdasarkan pada


renpra, PP terlebih dahulu harus memiliki kemampuan masing-
masing PA.Hal yang tidak dapat didelegasikan pada PA adalah
tanggung jawab dan tanggung gugat seorang PP (Dunville dan
McCuock, 2004).Tindakan yang telah didelegasikan pada PA,
PP tetap berkewajiban untuk tetap memonitor dan
mengevaluasi tindakan yang dilakukan oleh PA.

3. Komunikasi tim oleh konferensi


Konferensi adalah pertemuan yang direncanakan antara PP dan
PA untuk membahas kondisi pasien dan rencana asuhan yang
dilakukan setiap hari.Konferensi biasanya merupakan
kelanjutan dari serah terimashift.Hal-hal yang ingin dibicarakan
lebih rinci dan sensitif dibicarakan didekat pasien dapat dibahas
lebih jauh didalam konferensi. Konferensi akan efektif jika PP
telah membuat renpra, dan membuat rencana apa yang akan
dibicarakan dalam konferensi. Konferensi ini lebih bersifat 2
arah dalam diskusi antara PP–PA tentang rencana asuhan
keperawatan dari dan klarifikasi pada PA dan hal lain yang
terkait.

4. Komunikasi tim melalui Ronde Keperawatan


24

Ronde keperawatan yang dilakukan dalam tim ini harus


dibedakan dengan ronde keperawatan yang dilakuan
dengan clinical manager (ccm). Tujuan ronde keperawatan
dalam tim adalah agar PP dan PA bersama-sama melihat proses
yang diberikan. 

5. Kerjasama dengan tim lain


Tim kesehatan lain adalah dokter, ahli gizi, ahli farmasi,
fisioterapi, staf laboratorium dll. Peran PP dalam melakukan
kerjasama dengan tim lain tersebut adalah : 
a. Mengkolaborasikan. 
b. Mengkomunikasikan.
c. Mengkoordinasikan semua aspek perawatan pasien yang
menjadi tanggung jawabnya.
d. PP dituntut untuk memiliki pengetahuan yang memadai
baik segi tingkat pendidikan dalam pengalamannya.

PP bertanggung jawab untuk memberikan informasi kondisi


pasien yang terkait dengan perawatannya. PP dapat
memberikan informasi yang akurat bagi tenaga kesehatan lain,
sehingga keputusan medis atau gizi misalnya akan membantu
perkembangan pasien selama dalam perawatan, agar PP
melakukan komunikasi yang efektif dengan tim kesehatan lain
tersebut, maka haruslah disepakati waktu yang tepat untuk
mengkomunikasikan pada tim kesehatan yang lain, misalnya
melalui ronde antar profesional. 

Kondisi dimana dokter tidak berada di ruang perawatan dapat


menyebabkan komunikasi langsung sangat sulit dilakukan oleh
karena itu komunikasi antar tim kesehatan dapat juga terbina
melalui dokumentasi keperawatan. Dokumentasi tersebut
dibuat oleh PP tetapi sebelumnya harus telah disepakati oleh
semua tim kesehatan bahwa dokumentasi yang ada juga
dimanfaatkan secara efektif sebagai alat komunikasi.

Terciptanya komunikasi yang efektif dengan tim kesehatan dari


profesi lain, seorang PP harus memenuhi kepribadian yang baik
25

serta keterampilan berkomunikasi, misalnya memiliki sikap


mampu menghargai orang lain, tidak terkesan memerintah atau
menggurui atau bahkan menyalahkan orang lain dalam hal ini
tim kesehatan dari profesi lain, merupakan kemampuan yang
harus dimiliki PP. Melakukan komunikasi antar profesi ini PP
dituntut untuk selalu berpegang pada etika keperawatan.

Seorang PP harus melakukan tugas mengkordinasikan semua


kegiatan yang terkait dengan pengobatan dan perawatan pasien,
misalnya dokter menjadwalkan pasien untuk di rontgen dada
dan di USG abdoment sekaligus pemeriksaan mata pada hari
yang sama, maka seorang PP harus mampu mengkoordinasikan
semua kegiatan tersebut agar tidak melelahkan dan
membingungkan bagi pasien dan keluarganya. Misalnya dalam
hal ini perawat dapat menjadwal ulang semua kegiatan tadi.

6. Tantangan yang dihadapi dalam dinamika tim PP-PA dan


tenaga kesehatan lainnya

Tim PP-PA dapat dipandang sebagai suatu kelompok.Masalah


atau tantangan yang dapat dialami dalam membina kerjasama
profesional dalam kelompok dan antar profesi. Tersebut
diantaranya adalah : 
a. PP tidak mampu ( tidak kompeten ) melakukan perannya,
misalnya tidak mampu membuat renpra, atau memberikan
pendelegasian kepada PA yang tidak sesuai dengan
kemampuan PA tersebut.
b. PA tidak mampu menjalankan perannya, misalnya PA
tidak mampu melakukan tindakan yang sesuai dengan
tugas yang telah didelegasikan oleh PP.
c. Sikap tenaga kesehatan lain yang kurang menghargai
keberadaan profesi keperawatan.
d. Adanya friksi diantara sesama PA.

Tantangan seperti disebutkan diatas dapat di pandang sebagai


dinamika yang terjadi dalam kelompok. Menghadapi tantangan
26

tersebut seluruh pihak yang terkait dalam komunikasi perawat


pasien baik secara tidak langsung seperti CCM (Clinical Care
Manajer) , kepala ruangan, dan secara langsung PP dan PA
sendiri harus melakukan evaluasi dan mencari alternatif
penyelesaiannya.

7. Peran dan Tanggung Jawab Perawat sesuai dengan Jabatannya


a. Peran Kepala Ruangan ( KARU)
1) Sebelum melakukan sharing dan operan pagi KARU
melakukan ronde keperawatan kepada pasien yang
dirawat.
2) Memimpin sharing pagi.
3) Memimpin operan.
4) Memastikan pembagian tugas perawat yang telah di
buat olek Katim dalam pemberian asuhan keperawatan
pada pagi hari.
5) Memastikan seluruh pelayanan pasien terpenuhi
dengan baik, meliputi : pengisian Askep, Visite Dokter
(Advise), pemeriksaan penunjang (Hasil Lab), dll.
6) Memastikan ketersediaan fasilitas dan sarana sesuai
dengan kebutuhan.
7) Mengelola dan menjelaskan komplain dan konflik
yang terjadi di area tanggung jawabnya.
8) Melaporkan kejadian luar biasa kepada manajer.

b. Peran Ketua Tim ( KATIM )


1) Tugas Utama : Mengkoordinir pelaksanaan Askep
sekelompok pasien oleh Tim keperawatan di bawah
koordinasinya.
2) Mengidentifikasi kebutuhan perawatan seluruh pasien
oleh Tim keperawatan di bawah koordinasinya pada
saat Pre Croference
3) Mengidentifikasi seluruh PP membuat rencana asuhan
keperawatan yang tepat untuk pasiennya.
27

4) Memastikan setiap PA melaksanakan asuhan


keperawatan sesuai dengan rencana yang telah dibuat
PP.
5) Melaksanakan validasi tindakan keperawatan seluruh
pasien di bawah koordinasinya pada saat Post
Conference.

c. Penanggung Jawab Shift (PJ Shift)


1) Tugas Utama : menggantikan fungsi pengatur pada
saat shift sore/malam dan hari libur.
2) Memimpin kegiatan operan shift sore-malam
3) Memastikan PP melaksanakna follow up pasien
tanggung jawabnya
4) Memastikan seluruh PA Melaksanakan Asuhan
Keperawatan sesuai dengan rencana yang telah dibuat
PP
5) Mengatasi permasalahan yang terjadi di ruang
perawatan
6) Membuat laporan kejadian kepada pengatur ruangan.

d.  Perawat Pelaksana (PP) dan Perawat Asosiet (PA)


1) Tugas Utama : Mengidentifikasi seluruh kebutuhan
perawatan pasien yang menjadi tanggung jawabnya,
merencakan asuhan keperawatan, melaksanakan
tindakan keperawatan dan melakukan evaluasi (follow
Up) perkembangan pasien.
2) Mengevaluasi tindakan keperawatan yang sudah
dilaksanakan oleh PA
3) Memastikan seluruh tindakan keperawatan sesuai
dengan rencana.

3.3.2 KonsepModel Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP)


3.3.2.1 Pengertian
MAKP adalah suatu kerangka kerja yang mendeffinisikan empat
unsur, yakni: Standar, Proses keperawatan, pendidikan keperawatan
28

dan Sistem MAKP. Definisi tersebut berdasarkan prinsip-prinsip


nilai yang diyakini dan akan menentukan kualitas produksi/jasa
layanan keperawatan. Jika perawat tidak memiliki nilai-nilai tersebut
sebagai suatu pengambilan keputusan yang indevenden, maka tujuan
pelayanan kesehatan/keperawatan dalam memenuhi kepuasan pasien
tidak akan dapat terwujud. Dalam menetapkan suatu model, keempat
hal tersebut harus menjadi bahan pertimbangan karena merupakan
satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan (Nursalam, 2011).

3.3.2.2 Faktor-Faktor yang berhubungan dalam Perubahan MAKP


a. Kualitas Pelayanan Keperawatan
Menurut Nursalam (2011) setiap upaya umtuk meningkatkan
pelayanan keperawatan selalu berbicara menganai kualitas.
Kualitas sangat diperlukan untuk:
1) Meningkatkan asuhan keperawtan kepadda pasien
/konsumen.
2) Menghasilkan keuntungan (pendapatan) institusi.
3) Mempertahankan eksistensi institusi
4) Meningkatkan kepuasan kerja
5) Meningkatkan kepercayaan konsumen/pelanggan
6) Menjalankan kegiatan sesuai aturan/standar.

b. Standar Praktik Keperawatan


Standar praktik keperawatan di Indonesia yang disusun oleh
Depkes RI (1995) dalam Nursalam (2011) terdiri atas beberapa
standar :
1) Meningkatkan hak-hak pasien
2) Penerimaan sewaktu pasien masuk rumah sakit (SPMRS).
3) Obsevasi keadaan pasien
4) Pemenuhan kebutuhan Nutrisi
5) Asuhan pada tindakan nonperatif dan administrative
6) Asuhan pada tindakan oprasi dan prosedur invassif
7) Pendidikan kepada pasien dan keluarga
8) Pemberian asuhan secara terus menerus dan
berkesinambungan.
29

Standar intervensi keperawatan yang merupakan lingkup


tindakaan keperawatan dalam upaya pemenuhan kebutuhan
dasar manusia (14 kebutuhan dasar manusia dari Henderson),
meliputi:
1) Oksigen
2) Cairan dan elektrolit
3) Eleminasi
4) Keamanan
5) Keberhasilan dan kenyamanan fisik
2) Istirahat dan tidur
3) Aktivitas dan gerak
4) Spiritual
5) Emosional
6) Komunikasi
7) Mencegah dan mengatasi resiko psikologis
8) Pengobatan dan membantu proses penyembuhan
9) Penyuluhan
10) Rehabilitasi

c. Model Praktik di Rumah Sakit


Perawat profesional (Ners) mempunyai wewenang dan
tanggung jawab melaksanakan praktik keperawatan dirumah
sakit dengan sikap dan kemampuannya . untuk itu, perlu
dikembangkan pengertian praktik perawatan rumah sakit dan
lingkup cakurannya sebagi bentuk praktik keperawatan
profesional, sperti proses dan prosedur registrasi, dan legislasi
keperawatan.

d. Praktik keperawatan rumah


Bentuk praktik keperawatan rumah diletakan pada pelaksanaan
pelayanan asuhan keperawatan sebagai kelanjutan dari
pelayanan rumah sakit. Kegiatan ini dilakukan oleh peraawat
profesional dirumah sakit, atau melalui pengikutsertaan
perawat profesional yang melakukan praktik keperawatan
berkelompok.
30

e. Praktik keperawatan berkelompok


Beberapa perawat professional membuka praktik keperawatan
selama 24 jam kepada masyarakat yang memerlukan asuhan
keperawatan dengan pola yang diuraikan dalam pendekatan
dan pelaksanaan praktik keperawatan rumah sakit dan rumah.

f. Praktik keperawatan individual


Pola pendekatan dan pelasanaan sama seperti yang diuraikan
untuk praktik keperawatan rumah sakit. Perawat professional
senior dan berpengalaman secara sendiri/ perorangan membuka
praktik keperawatan dalam jam praktik tertentu untuk memberi
asuhan keperawatan khusunya konsultsi dalam keperawatan
bagi masyarakat yang memerlukan (Nursalam. 2011).

3.3.2.3 Metode Pengelolaan Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan


Profesional
Menurut nursalam (2011), metode system pemberian asuhan
keperawatan profesianal diantaranya:
a. Dasar Pertimbangan Pemilihan Model Metode Asuhan
Keperawatan (MAKP)
1) Sesuai dengan visi dan misi institusi
2) Dapat diterapkan proses keperawatan dalam asuhan
keperawatan
3) Efisien dan efektif dalam penggunaan biaya
4) Terpenuhinya kepuasan pasien, keluarga, dan masyarakat
5) Kepuasan dan kinerja perawat
6) Terlaksananya komunikasi yang adekuat antara perawat dan
tim kesehatan lainnya.

3.3.2.4 Jenis Model Metode Asuhan Keperawatan (MAKP)


a. Fungsional (Bukan Model MAKP)
Metode fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan
asuhan keperawatan sebagai pilihan utama pada saat perang
dunia ke dua. Pada saat itu, karena masih terbatasnya jumlah dan
kemampuan perawat, maka setiap perawat hanya melakukan satu
31

dan dua jenis intervensi keperawatan saja (misalnya merawat


luka) kepada semua pasien dibangsal

Skema 2.1 Sistem pemberian asuhan keperawatan fungsional

Kepala Ruangan

Perawat Perawat : Penyiapan Kebutuhan Dasar


pengobatab Merawat luka Instrumen

Pasien/Konsumen

Kelebihan
1) Manajemen klasi yang menekankan efisiensi, pembagian tugas
yang jelas dan pengawasan yang baik
2) Sangat baik untuk rumah sakit yang kekurangan tenaga
3) Perawat senior menyibukkan diri dengan tugas manajerial,
sedangkan perawat pasien diserahkan kepada perawat
junior/belum berpengalaman.

Kelemahan
1) Tidak memberikan kepuasan pada pasien maupun perawat
2) Pelayanan keperawatan terpisah-piash, tidak dapat
menerapkan proses keperawatan
3) Presepsi [erawat cenderung pada tindakan yang berkaitan
dengan keterampilan saja

b. MAKP Tim
Metode ini menggunakan tim yang terdiri dari anggota yang
berbeda-beda dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap
sekelompok pasien. Perawat ruangan menjadi dua atau 3 tim/grup
yang terdiri atas perawat professional, teknikal, dan pembantu,
dalam kelompok kecil yang saling membantu.
1) Kelebihan
a) Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh
b) Mendukung pelaksanaan proses keperawatan
c) Memungkinkan komunikasi antar tim, sehingga konflik
mudah diatasi dan memberi kepuasan kepada anggota tim.
32

2) Kelemahan
Komunikasi anggota tim terbentuk terutama dalam bentuk
konferensi tim, yang biasanya membutuhkan waktu yang sulit
untuk dilaksanakan pada waktu-waktu sibuk.
3) Konsep metode tim
a) Ketua tim sebagai perawat professional harus mampu
menggunakan berbagai teknik kepemimpinan,
b) Pentingnya komunikasi yang efektif angar kontinuitas
rencana keperawatan terjamin.
c) Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim
d) Peran kepala ruangan penting dalam model tim, model tim
akan berhasil bila didukung oleh kepala ruangan
4) Tanggung jawab anggota tim
a) Memberikan asuhan keperawatan pada psien dibawah
tanggung jawabnya
b) Kerjasama dengan anggota tim dan antar tim
c) Memberikan laporan
5) Tanggung jawab ketua tim
a) Membuat perencanaan
b) Membuat penugasan, supervise, dan evaluasi
c) Mengenal/mengetahui kondisi pasien dan dapat menilai
tingkat kebutuhan pasien
d) Mengembangkan kemampuan anggota
e) Menyelenggarakan konferensi
6) Tanggung jawab kepala ruangan
a) Perencanaan
(1) Menunjuk ketua tim yang akan bertugas diruangan
masing-masing
(2) Mengikuti serah terima psien pada sift sebelumnya
(3) Mengidentifikasi tingkat ketergantungan pasien :
gawat, transisi, dan persiapan pulang bersama ketua
tim.
(4) Mengidentifikasi jumlah perawat yang dibutuhkan
berdasarkan aktivitas dan kebutuhan pasien bersama
ketua tim, mengatur penugasan/penjadwalan.
33

(5) Merencanakan strategi pelaksanaan keperawatan


(6) Mengikutii visite dokter untuk mengetahui kondisi,
patofisiologi, tindakan medis yang dilakukan, program
pengobatan dan mendiskusikan dengan dokter tentang
tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien.
(7) Mengatur dan mengendalikan asuhan keperawatan,
termasuk kegiatan membimbing asuhan keperawatan,
membimbing penerapan proses keperawatan dan
menilai asuhan keperawatan , mengadakan diskusi
untuk pemecahan masalah, serta memberikan
informasi, kepada paien atau keluarga yang baru
masuk.
(8) Membantu mengembangkan niat pendidikan dan
latihan diri,
(9) Membantu membimbing peserta didik keperawatan
dan menjaga terwujudnya visi dan misi keperawtan
dan rumah sakit.

b) Pengorganisasian
(1) Merumuskan metode penugasan yang digunakan
(2) Merumuskan tujuan metode penugasan
(3) Membuat rincian tugas ketua tim dan anggota tim scara
jelas.
(4) Membuat rentang kendali, kepala ruangan membawahi
2 ketua tim dan ketua tim membawahi 2-3 perawat,
(5) Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan :
membuat proses dinas, mengatur tenaga yang ada
setiap hari dan lain-lain
(6) Mengatur dan mengendalikan logistic ruangan
(7) Mengatur dan mengendalikan situasi tempat praktik
(8) Mendelegasikan tugas, saat kepala ruangan tidak
berada ditempat kepada ketua tim.
(9) Memberi wewnang kepada tata usaha untuk mengurus
administrasi pasien.
34

(10) Mengatur penugasan jadwal pos dan pakarnya dan


identifikasi masalah dan cara penanganannya.
c) Pengarahan
(1) Memberi pengarahan tentang penugasan kepada ketua
tim
(2) Memberikan pujian kepada anggota tim yang
melaksanakan tugas dengan baik
(3) Memberi motivasi dalam peningkatan pengetahuan,
keterampilan dan sikap
(4) menginformasikan hal-hal yang dianggap pentingdan
berhubugan dengan askep pasien
(5) melibatkan bawahan sejak awal hingga akhir kegiatan
(6) membimbing bawahan yang mengalami kesulitan
dalam melaksanakan tugasnya
(7) meningkatkan kolaborasi dengan anggota tim

d) Pengawasan
(1) melalui komunikasi : mengawasi dan berkomunikasi
langsung dengan ketua tim maupun pelaksanaan
mengenai asuhan keperawatn yang diberikan kepada
pasien.
(2) Melalui Supervisi
(a) Pengawasan langsung dilakukan dengan cara
inspeksi, mengamati sendiri, atau melalui laporan
langsung secara lisa, dan memperbaiki/atau
mengawasi, kelemahan-kelemahan yang ada saait
itu juga
(b) Pengawasan tidak langsung, yaitu mengecek daftar
hadir ketua tim; membaca dan memeriksa rencana
keperawatn serta catatan yang dibuat selama dan
sesudah proses keperawatan dilaksanakan
(didokumentasikan), mendengar laporan ketua tim
tentang pelaksanaan tugas.
(c) Evaluasi
35

(d) Mengevaluasi upaya pelaksanaan dan


membandingkan dengan rencana keperawatan
yang telah disusun bersama ketua tim.
Bagan 2.1 Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan MAKP
Tim

Kepala Ruangan

Ketua Tim Ketua Tim Ketua Tim

Anggota Anggota Anggota

Pasien/Klien Pasien/Klien Pasien/Klien

a. MAKP Primer
Meode penugasan dimana satu orang perawat bertanggung jawab
penuh selama 24 jam terhadap asuhan keperawatn pasien mulai
dari pasien masuk sampai keluar rumah sakit.
Bagan 2.3 Sistem pemberian asuhan keperawatan Primer

Tim Medis Kepala Ruangan Sarana RS

PP I PP I
PA I
PA I
PA 2
PA 2

PA I
Pasien PA 2

Kelebihan
1) Bersifat kontinuitas dan koperehensif
2) Bersifat primer mendapatkan akuntabilitas yang tinggi
terhadap hasil dan memungkinkan pengembangan diri
3) Keuntungan antara lain terhadap pasien, perawat, dokter dan
Rumah Sakit.
Keuntungan yang dirasakan adalah pasien merasa dimanusiawikan
karena terpenuhinya kebutuhan secara individu, selain itu asuhan
keperawatan yang diberikan bermutu tinggi dan tercapai
36

pelayanan yang efektif terhadap pengobatan, dukungan, proteksi,


informasi, dan advokasi.

Kelemahannya adalah hanya dapat dilakukan oleh perawat yang


memiliki pengalaman dan pengetahuan yang memadai dengan
kriteria asetif, self direction, kemampuan mengambil keputusan
yang tepat, menguasai keperawatan klinis, penuh pertibangan,
serta mampu berkolaborasi dengan berbagai disiplin ilmu.

b. MAKP Kasus
Setiap perawat ditugaskan untuk melayani seluruh kebutuhan
pasien selama ia dinas, pasien akan dirawat oleh perawat yang
berbeda untuk setiap shif, dan tidak ada jaminan bahwa pasien
akan dirawat oleh perawat yang sama pada hari berikutnya.
Metode penugasan kasus biasa diterapkan satu pasien satu
perawat, dan hal ini umumnya dilaksanakan untuk perawatan
private dalam memberikan asuhan keperawatan khusus seperti
kasus isolasi dan intensive care.

Kelebihan
1) Perawat lebih memahami kasus perkasus
2) System evaluasi dari menejerial lebih mudah
Kekurangan
1) Belum dapat diidentifikasi perawat penanggung jawab
2) Perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai
kemampuandasar yang sama.
Bagan 2.4 Sistem pemberian asuhan keperawatan MSAKP
Kasus
Kepala Ruangan

Staf Perawat Staf Perawat Staf Perawat

Pasien Pasien Pasien

c. Modifikasi MAKP Tim-Primer


37

Model MAKP tim dan primer digunakan secara kombinasi dari


kedua system. Penerapan system model MAKP ini didasarkan
pada beberapa alasan:
1) Keperawatan primer tidak digunakan secara murni, karena
perawat primer harus mempunyai latar belakang pendidikan S-
1 Keperawatan atau setara.
2) Keperawatan tim tidak digunakan secara murni, karena
tanggung jawab asuhan keperawatan pasien terfragmentasi
pada bagian tim
3) Melalui kombinasi kedua model tersebut diharapkan
komunitas asuhan keperawatn dan akuntabilitas asuhan
keperawatan terdapat pada primer, karena saat ini perawat
yang ada di RS sebagian besar adalah lulusan D3, bimbingan
tentang asuhan keperawatan diberikan oleh perawat
primer/ketua tim.
d. Metode Modular
Metode ini adalah suatu variasi dan metode keperawatan primer.
Metode keperawatan modular memiliki kesamaan baik dengan
metode keperawatan maupun metode keperawatan primer (gillies,
1994).
Pengembangan model modular merupakan pengembangan dari
primary nursing yang digunakan dalam keperawatan dengan
melibatkan tenaga professional dan non professional.

Model modular mirip dengan model keperawatan tim, karena


tenaga profesional dan non profesional bekerjasama dalam
memberikan asuhan keperawatan kepada beberapa pasien dengan
arahan kepemimpinan perawat profesional. Metode keperawatan
modul merupakan metode modifikasi keperawatan tim-primer,
yang dicoba untuk meningkatkan efektifitas konsep keperawatan
tim melalui penugasan modular. Sistem ini dipimpin oleh perawat
register (Ners). Dan anggota memberikan asuhan keperawatan di
bawah pengarahan dan pimpinan modulnya. Idealnya 2-3 perawat
memberikan asuhan keperawatan terhadap 8-12 pasien. Aktifitas
tim sebagai suatu kesatuan mempunyai pandangan yang holistik
38

terhadap setiap kebutuhan pasien, asuhan diberikan semenjak


pasien masuk rumah sakit sampai pasien pulang. Keuntungan
pada metode modular mutu pelayanan keperawatan meningkat
karena pasien mendapat pelayanan keperawatan secara
komprehensif sesuai dengan kebutuhan perawatan pasien. Tidak
banyak tenaga perawat register (Ners) yang dimanfaatkan
sehingga biaya menjadi lebih efektif.

Sekalipun dalam memberikan asuhan keperawatan dengan


menggunakan metode ini dilakukan oleh dua hingga tiga perawat,
tanggung jawab paling besar tetap ada pada perawat professional.
Perawat professional memiliki kewajiban untuk memimbing dan
melatih non professional. Apabila perawat professional sebagai
ketua tim dalam keperawatan modular ini tidak masuk, tugas dan
tanggung jawab dapat digantikan oleh perawat professional
lainnya yang berperan sebagai ketua tim.
Tugas dan tanggungjawab kepala perawat :
1. Memfasilitasi pelaksanaan pemberian asuhan keperawatan
pasien.
2. Memberikan motivasi pada staf perawat.
3. Melatih perawat untuk bekerjasama dalam pemberian asuhan.

Tugas dan tanggung jawab ketua tim moduler :


1. Memimpin, mendukung, dan menginstruksikan perawat non
profesional untuk melaksanakan tindakan perawatan.
2. Memberikan asuhan keperawatan pasien meliputi: mengkaji,
merencanakan, melaksanakan dan menilai hasil asuhan
keperawatan.
3. Memberi bimbingan dan instruksi kepada perawat patner
kerjanya.
4. Tugas dan tanggung jawab anggota tim:
5. Memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan yang
ditugaskan ketua tim.
Keuntungan :
1. Tim mendukung pengembangan dan produktifitas kelompok.
39

2. Asuhan keperawatan diberikan secara komprehensif.


3. Membaiknya kontinuitas dan koordinasi asuhan.
4. Meningkatnya kepuasan pasien.
5. Biaya efektif.
Kerugian :
1. Sedikit perawat register yang digunakan untuk mengatasi
kondisi pasien yang tidak diharapkan.
2. Diperlukan pengalaman dan keterampilan ketua tim.
3. Diperlukan campuran keterampilan yang tepat.

3.3.3 Model MPKP


3.3.3.1 Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) adalah suatu
sistem (struktur, proses dan nilai-nilai profesional) yang
memungkinkan perawat profesional mengatur pemberian asuhan
keperawatan termasuk lingkungan, yang dapat menopang pemberian
asuhan tersebut (Hoffart & Woods, 1996).
3.3.3.2 Tujuan dari MPKP
a. Menjaga konsistensi asuhan keperawatan
b. Mengurangi konflik, tumpang tindih, dan kekosongan
pelaksanaan asuhan keperawatan oleh tim keperawatan
c. Menciptakan kemandirian dalam memberikan asuhan
keperawatan
d. Memberikan pedoman dalam menentukan kebijakan dan
keputusan
e. Menjelaskan dengan tegas ruang lingkup dan tujuan asuhan
keperawatan bagi setiap tim keperawatan.
3.3.3.3 Macam-macam Metode Penugasan MPKP dalam Keperawatan
a. Metode Kasus
Metode kasus merupakan metode pemberian asuhan yang
pertama kali digunakan.Sampai perang dunia II metode
tersebut merupakan metode pemberian asuhan keperawatan
yang paling banyak digunakan. Pada metode ini satu perawat
akan memberikan asuhan keperawatan kepada seorang klien
secara total dalam satu periode dinas. Jumlah klien yang
dirawat oleh satu perawat bergantung pada kemampuan
40

perawat tersebut dan kompleksnya kebutuhan klien.(Sitorus,


2006).

Setelah perang dunia II, jumlah pendidikan keperawatan dari


berbagai jenis program meningkat dan banyak lulusan bekerja
di rumah sakit. Agar pemanfaatan tenaga yang bervariasi
tersebut dapat maksimal dan juga tuntutan peran yang
diharapkan dari perawat sesuai dengan perkembangan ilmu
kedokteran, kemudian dikembangkan metode fungsional.
(Sitorus, 2006).

b. Metode Fungsional
Pada metode fungsional, pemberian asuhan keperawatan
ditekankan pada penyelesaian tugas atau prosedur.Setiap
perawat diberi satu atau beberapa tugas untuk dilaksanakan
kepada semua klien di satu ruangan.(Sitorus, 2006).

Pada metode ini, kepala ruang menentukan tugas setiap


perawat dalam satu ruangan. Perawat akan melaporkan tugas
yang dikerjakannya kepada kepala ruangan dan kepala
ruangan tersebut bertanggung jawab dalam pembuatan
laporan klien. Metode fungsional mungkin efisien dalam
menyelesaikan tugas-tugas apabila jumlah perawat sedikit,
tetapi klien tidak mendapatkan kepuasan asuhan yang
diterimanya.(Sitorus, 2006).

Metode ini kurang efektif karena (Sitorus, 2006) :


1) Proritas utama yang dikerjakan adalah kebutuhan fisik dan kurang
menekankan pada pemenuhan kebutuhan holistik
2) Mutu asuhan keperawatan sering terabaikan karena pemberian
asuhan keperawatan terfragmentasi
3) Komunikasi antar perawat sangat terbatas sehingga tidak ada satu
perawat yang mengetahui tentang satu klien secara komprehensif,
kecuali mungkin kepala ruangan.
41

4) Keterbatasan itu sering menyebabkan klien merasa kurang puas


terhadap pelayanan atau asuhan yang diberikan karena seringkali
klien tidak mendapat jawaban yang tepat tentang hal-hal yang
ditanyakan.
5) Klien kurang merasakan adanya hubungan saling percaya dengan
perawat.

Selama beberapa tahun menggunakan metode fungsional beberapa


perawat pemimpin (nurse leader) mulai mempertanyakan
keefektifan metode tersebut dalam memberikan asuhan keperawatan
profesional kemudian pada tahun 1950 metode tim digunakan untuk
menjawab hal tersebut(Sitorus, 2006).

a) Metode Tim
Metode tim merupakan metode pemberian asuhan keperawatan,
yaitu seorang perawat profesional memimpin sekelompok tenaga
keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada
sekelompok klien melalui upaya kooperatif dan kolaboratif
(Douglas, 1992). Metode tim didasarkan pada keyakinan bahwa
setiap anggota kelompok mempunyai kontribusi dalam
merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan sehingga
menimbulkan rasa tanggung jawab yang tinggi. (Sitorus, 2006).
Pelaksanaan metode tim berlandaskan konsep berikut (Sitorus,
2006) :
1) Ketua tim, sebagai perawat profesional harus mampu
menggunakan berbagai teknik kepemimpinan. Ketua tim harus
dapat membuat keputusan tentang prioritas perencanaan,
supervisi, dan evaluasi asuhan keperawatan. Tanggung jawab
ketua tim adalah:
a) Mengkaji setiap klien dan menetapkan renpra
b) Mengkoordinasikan renpra dengan tindakan medis
c) Membagi tugas yang harus dilaksanakan oleh setiap
anggota kelompok dan memberikan bimbingan melalui
konferensi
d) Mengevaluasi pemberian askep dan hasil yang dicapai
serta mendokumentasikannya
42

2) Komunikasi yang efektif penting agar kontinuitas renpra


terjamin. Komunikasi yang terbuka dapat dilakukan melalui
berbagai cara, terutama melalui renpra tertulis yang merupakan
pedoman pelaksanaan asuhan, supervisi, dan evaluasi.
3) Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim.
Peran kepala ruangan penting dalam metode tim. Metode tim
akan berhasil baik apabila didukung oleh kepala ruang untuk
itu kepala ruang diharapkatelah :
a) Menetapkan standar kinerja yang diharapkan dari staf
b) Membantu staf menetapkan sasaran dari unit/ruangan
c) Memberi kesempatan pada ketua tim untuk pengembangan
kepemimpinan
d) Mengorientasikan tenaga yang baru tentang fungsi metode
tim keperawatan
e) Menjadi narasumber bagi ketua tim
f) Mendorong staf untuk meningkatkan kemampuan melalui
riset keperawatan
g) Menciptakan iklim komunikasi yang terbuka

Hasil penelitian Lambertson dalam Douglas (1992)


menunjukkan bahwa metode tim jika dilakukan dengan benar
adalah metode pemberian asuhan yang tepat untuk
meningkatkan kemanfaatan tenaga keperawatan yang bervariasi
kemampuannya. (Sitorus, 2006).

Kekurangan metode ini, kesinambungan asuhan keperawatan


belum optimal sehingga pakar menge mbangkan metode
keperawatan primer.(Sitorus, 2006).

b) Metode perawatan primer


Menurrut Gillies (1989) “Keperawatan primer merupakan suatu
metode pemberian asuhan keperawatan, dimana terdapat hubungan
yang dekat dan berkesinambungan antara klien dan seorang perawat
tertentu yang bertanggungjawab dalam perencanaan, pemberian,
dan koordinasi asuha keperawatan klien, selama klien
dirawat.”(Sitorus, 2006).
43

Pada metode keperawatan primer perawat yang bertanggung jawab


terhadap pemberian asuhan keperawatan disebut perawat primer
(primary nurse) disingkat dengan PP. (Sitorus, 2006).

Metode keperawatan primer dikenal dengan ciri yaitu akuntabilitas,


otonomi, otoritas, advokasi, ketegasan, dan 5K yaitu kontinuitas,
komunikasi, kolaborasi, koordinasi, dan komitmen. (Sitorus, 2006).

Setiap PP biasanya merawat 4 sampai 6 klien dan


bertanggungjawab selama 24 jam selama klien tersebut dirawat
dirumah sakit atau di suatu unit. Perawat akan melakukan
wawancara mengkaji secara komprehensif, dan merencanakan
asuhan keperawatan. Perawat yang peling mengetahui keadaaan
klien. Jika PP tidak sedang bertugas, kelanjutan asuhan akan di
delegasikan kepada perawat lain (associated nurse). PP
bertanggungjawab terhadap asuhan keperawatan klien dan
menginformasikan keadaan klien kepada kepala ruangan, dokter,
dan staff keperawatan.(Sitorus, 2006).

Seorang PP bukan hanya mempunyai kewenangan untuk


memberikan asuhan keperawatan, tetapi juga mempunyai
kewengangan untuk melakukan rujukan kepada pekerja sosial,
kontrak dengan lembaga sosial di masyarakat, membuat jadwal
perjanjian klinik, mengadakan kunjungan rumah dan lain lain.
Dengan diberikannya kewenangan, dituntut akuntabilitas perawat
yang tinggi terhadap hasil pelayanan yang diberikan.Metode
keperawatan primer memberikan beberapa keuntungan terhadap
klien, perawat, dokter, dan rumah sakit (Gillies, 1989).(Sitorus,
2006).

Keuntungan yang dirasakan klien ialah mereka merasa lebih


dihargai sebagai manusia karena terpenuhi kebutuhannya secara
individu, asuhan keperawatan yang bermutu tinggi dan tercapainya
layanan yang efektif terhadap pengobatan, dukungan, proteksi,
44

informasi, dan advokasi. Metode itu dapat meningkatkan mutu


asuhan keperawatan karena (Sitorus, 2006) :
1) Hanya ada 1 perawat yang bertanggung jawab dalam
perencanaan dan koordinasi asuhan keperawatan
2) Jangkauan observasi setiap perawat hanya 4-6 klien
3) PP bertanggung jawab selama 24 jam
4) Rencana pulang klien dapat diberikan lebih awal
5) Rencana asuhan keperawatan dan rencana medik dapat berjalan
paralel.

Keuntungan yang dirasakan oleh PP adalah memungkinkan bagi PP


untuk pengembangan diri melalui implementasi ilmu
pengetahuan.Hal ini dimungkinkan karena adanya otonomi dalam
membuat keputusan tentang asuhan keperawatan klien. Staf medis
juga merasakan kepuasannya dengan metode ini karena senantiasa
mendapat informasi tentang kondisi klien yang mutakhir dan
komprehensif(Sitorus, 2006).

Informasi dapat diperoleh dari satu perawat yang benar-benar


mengetahui keadaan klien.Keuntungan yang diperoleh oleh rumah
sakit adalah rumah sakit tidak harus memperkerjakan terlalu banyak
tenaga keperawatan, tetapi harus merupakan perawat yang bermutu
tinggi (Sitorus, 2006).

Huber (1996) menjelaskan bahwa pada keperawatan primer dengan


asuhan berfoukus pada kebutuhan klien, terdapat otonomi perawat
dan kesinambungan asuhan yang tinggi. Hasil penelitian Gardner
(1991) dan Lee (1993) dalam Huber (1996) mengatakan bahwa
mutu asuhan keperawatan lebih tinggi dengan keperawatan primer
daripada dengan metode tim. Dalam menetapkan seseorang menjadi
PP perlu berhati-hati karena memerlukan beberapa kriteria, yaitu
perawat yang menunjukkan kemampuan asertif, perawat yang
mandiri, kemampuan menmgambil keputusan yang tepat,
menguasai keperawatan klini, akuntabel, bertanggung jawab serta
mampu berkolaborasi dengan baik dengan berbagai disiplin. Di
negara maju pada umumnya perawat yang ditunjuk sebagai PP
adalah seorang spesialis perawat klinis (clinical nurse specialist)
45

dengan kualifikasi master keperawatan. Menurut Ellis dan Hartley


(1995), Kozier et al (1997) seorang PP bertanggung jawab untuk
membuat keputusan yang terkait dengan asuhan keperawatan klien
oleh karena itu kualifikasi kemampuan PP minimal adalah sarjana
keperawatan/Ners. (Sitorus, 2006).

c) Differentiated practice
National League for Nursing (NLN) dalam kozier et al (1995)
menjelaskan baha differentiated practice adalah suatu pendekatan
yang bertujuan menjamin mutu asuhan melalui pemanfaatan
sumber-sumber keperawatan yang tepat. Terdapat dua model yaitu
model kompetensi dan model pendidikan.Pada model kompetensi,
perawat terdaftar (registered nurse) diberi tugas berdasarkan
tanggung jawab dan struktur peran yang sesuai dengan
kemampuannya.Pada model pendidikan, penetapan tugas
keperawatan didasarkan pada tingkat pendidikan. Bedasarkan
pendidikan, perawat akan ditetapkan apa yang menjadi tnggung
jawab setiap perawat dan bagaimana hubungan antar tenaga tersebut
diatur (Sitorus, 2006)
d) Manajemen kasus
Manajemen kasus merupakan system pemberian asuhan kesehatan
secara multi disiplin yang bertujuan meningkatkan pemanfaatan
fungsi berbagai anggota tim kesehatan dan sumber-sumber yang ada
sehingga dapat dicapai hasil akhir asuhan kesehatan yang optimal.
ANA dalam Marquis dan Hutson (2000) mengatakan bahwa
manajemen kasus merupakan proses pemberian asuhan kesehatan
yang bertujuan mengurangi fragmentasi, meningkatkan kualitas
hidup, dan efisiensi pembiayaan. Focus pertama manajemen kasus
adalah integrasi, koordinasi dan advokasi klien, keluarga serta
masyarakat yang memerlukan pelayanan yang ektensif. Metode
manajemen kasus meliputi beberapa elemen utama yaitu,
pendekatan berfokus pada klien, koordinasi asuhan dan pelayanan
antar institusi, berorientasi pada hasil, efisiensi sumber dan
kolaborasi (Sitorus, 2006).
46

3.3.4 Komponen dari MPKP


Berdasarkan MPKP ysng sudah dikembangkan diberbagai rumah sakit
Hoffart dan Woods menyimpulkan bahwa MPKP terdiri dari lima
komponen, yakni:
a. Nilai-nilai profesional
Nilai-nilai profesional menjadi komponen utama pada suatu praktik
keperawatan profesional.Nilai-nilai profesional ini merupakan inti
dari MPKP. Nilai-nilai seperti penghargaan atas otonomi klien,
menghargai klien, dan melakukan yang terbaik untuk klien harus
tetap ditingkatkan dalam suatu proses keperawatan.
b. Pendekatan manajemen
Dalam melakukan asuhan keperawatan adalah untuk memenuhi
kebutuhan dasar manusia, yang bilamana ingin memenuhi
kebutuhan dasar tersebut seorangperawat harus melakukan
pendekatan penyelesaian masalah, sehingga dapat diidentifikasi
masalah klien, dan nantinya dapat diterapkan terapi keperawatan
yang tepat untuk masalah klien.
c. Metode pemberian asuhan keperawatan
Dalam perkembangan keperawatan menuju layanan yang
profesional, digunakan beberapa metode pemberian asuhan
keperawatan, misalnya metode kasus, fungsional, tim, dan
keperawatan primer, serta manajemen kasus. Dalam praktik
keperawatan profesional, metode yang paling memungkinkan
pemberian asuhan keperawatan profesional adalah metode yang
menggunakan the breath of keperawatan primer.
d. Hubungan profesional
Pemberian asuhan kesehatan kepada klien diberikan oleh beberapa
anggota tim kesehatan. Namun, fokus pemberian asuhan kesehatan
adalah klien. Karena banyaknya anggota tim kesehatan yang
terlibat, maka dari itu perlu kesepakatan tentang cara melakukan
hubungan kolaborasi tersebut.
e. Sistem kompensasi dan penghargaan
Pada suatu layanan profesional, seorang profesional mempunyai hak
atas kompensasi dan penghargaan.Pada suatu profesi, kompensasi
yang didapat merupakan imbalan dan kewajiban profesi yang
47

terlebih dahulu dipenuhi.Kompensasi dan penghargaan yang


diberikan pada MPKP dapat disepakati di setiap institusi dengan
mengacu pada kesepakatan bahwa layanan keperawatan adalah
pelayanan profesional.

3.3.5 Karakteristik MPKP


a. Penetapan jumlah tenaga keperawatan. Penetapan jumlah tenaga
keperawatan berdasarkan jumlah klien sesuai dengan derajat
ketergantungan klien.
b. Penetapan jenis tenaga keperawatan. Pada suatu ruang rawat
MPKP, terdapat beberapa jenis tenaga yang memberikan asuhan
keperawatan yaitu Clinical Care Manager (CCM), Perawat Primer
(PP), dan Perawat Asosiet (PA). Selain jenis tenaga tersebut
terdapat juga seorang kepala ruang rawat yang bertanggung jawab
terhadap manajemen pelayanan keperawatan di ruang rawat
tersebut. Peran dan fungsi masing-masing tenaga sesuai dengan
kemampuannya dan terdapat tanggungjawab yang jelas dalam
sistem pemberian asuhan keperawatan.
c. Penetapan standar rencana asuhan keperawatan (renpra). Standar
renpra perlu ditetapkan, karena berdasarkan hasil obsevasi,
penulisan renpra sangat menyita waktu karena fenomena
keperawatan mencakup 14 kebutuhan dasar manusia (Potter &
Perry, 1997).
d. Penggunaan metode modifikasi keperwatan primer. Pada MPKP
digunakan metode modifikasi keperawatn primer, sehingga terdapat
satu orang perawat profesional yang disebut perawat primer yang
bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas asuhan keperawatan
yang diberikan. Disamping itu, terdapat Clinical Care Manager
(CCM) yang mengarahkan dan membimbing PP dalam memberikan
asuhan keperawatan. CCM diharapkan akan menjadi peran ners
spesialis pada masa yang akan datang.
3.3.6 Langkah-langkah dalam MPKP
a. Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan penerapan MPKP ini ada beberapa hal yang
harus dilakukan, yaitu (Sitorus, 2006):
48

2) Pembentukan Tim
Jika MPKP akan diimplementasikan di rumah sakit yang
digunakan sebagai tempat proses belajar bagi mahasiswa
keperawatan, sebaiknya kelompok kerja ini melibatkan staf dari
institusi yang berkaitan. Sehingga kegiatan ini merupakan
kegiatan kolaborasi antara pelayanan/rumah saklit dan institusi
pendidikan.Tim ini bisa terdiri dari seorang koordinator
departemen, seorang penyelia, dan kepala ruang rawat serta
tenaga dari institusi pendidikan.(Sitorus, 2006).
3) Rancangan Penilaian Mutu
Penilaian mutu asuhan keperawatan meliputi kepuasan
klien/keluarga kepatuhan perawat terhadap standar yang diniali
dari dokumentasi keperawatan, lama hari rawat dan angka
infeksi noksomial.(Sitorus, 2006).
4) Presentasi MPKP
Selanjutnya dilakukan presentasi tentang MPKP dan hasil
penilaian mutu asuhan kepada pimpinan rumah sakit,
departemen,staf keperawtan, dan staf lain yang terlibat. Pada
presentasi ini juga, sudah dapat ditetapkan ruang rawat tempat
implementasi MPKP akan dilaksanakan. (Sitorus, 2006).
5) Penempatan Tempat Implementasi MPKP
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penempatan
tempat implementasi MPKP, antara lain (Sitorus, 2006):
 Mayoritas tenaga perawat merupakan staf baru di ruang
tersebut. Hal ini diperlukan sehingga dari awal tenaga
perawat tersebut akan mendapat pembinaan tentang
kerangka kerja MPKP
 Bila terdapat ruang rawat, sebaiknya ruang rawat tersebut
terdiri dari 1 swasta dan 1 ruang rawat yang nantinya akan
dikembangkan sebagai pusat pelatihan bagi perawat dari
ruang rawat lain.
6) Penetapan Tenaga Keperawatan
Pada MPKP, jumlah tenaga keperawatan di suatu ruang rawat
ditetapkan dari klasifikasi klien berdasarkan derajat
ketergantungan. Untuk menetapkan jumlah tenaga keperawtan
49

di suatu ruangrawat didahului dengan menghitung jumlah klien


derdasarkan derajat ketergantungan dalam waktu tertentu,
minimal selama 7 hari berturut-turut.(Sitorus, 2006).
7) Penetapan Jenis Tenaga
Pada MPKP metode pemberian asuhan keperawatan yang
digunakan adalah metode modifikasi keperawatan primer.
Dengan demikian, dalam suatu ruang rawat terdapat beberapa
jenis tenaga, meliputi (Sitorus, 2006).:
 Kepala ruang rawat
 Clinical care manager
 Perawat primer
 Perawat asosiet
8) Pengembangan Standar rencana asuhan Keperawatan
Pengembangan standar renpra bertujuan untuk mengurangi
waktu perawat menulis, sehingga waktu yang tersedia lebih
banyak dilakukan untuk melakukan tindakan sesuai kebutuhan
klien.Adanya standar renpra menunjukan asuhan keperawtan
yang diberikan berdasarkan konsep dan teori keperwatan yang
kukuh, yang merupakan salah satu karakteristik pelayanan
professional. Format standar renpra yang digunakan biasanya
terdiri dari bagian-bagian tindakan keperawatan: diagnose
keperawatan dan data penunjang, tujuan, tindakan keperawatan
dan kolom keterangan. (Sitorus, 2006).
9) Penetapan Format Dokumentasi Keperawatan
Selain standar renpra, format dokumentasi keperawatan lain
yang diperlukan adalah (Sitorus, 2006) :
 Format pengkajian awal keperawatan
 Format implementasi tindakan keperawatan
 Format kardex
 Format catatan perkembangan
 Format daftar infuse termasuk instruksi atau pesanan
dokter
 Format laporan pergantian shif
 Resume perawatan
10) Identifikasi Fasilitas
50

Fasilitas minimal yang dibutuhkan pada suatu ruang MPKP


sama dengan fasilitas yang dibutuhkan pada suatu ruang rawat.
Adapun fasilitas tambahan yang di perlukan adalah (Sitorus,
2006) :
 Badge atau kartu nama tim
Badge atau kartu nama tim merupakan kartu identitas tim
yang berisi nama PP dan PA dalam tim tersebut. Kartu ini
digunakan pertama kali sat melakukan kontrak dengan
klien/keluarga.
 Papan MPKP
Papan MPKP berisi darfat nama-nama klien, PP, PA, dan
timnya serta dokter yang merawat klien.

11) Tahap Pelaksanaan


Pada tahap pelaksanaan MPKP dilakukan langkah-langkah
berikut ini (Sitorus, 2006) :
 Pelatihan tentang MPKP
Pelatihan MPKP diberikan kepada semua perawat yang
terlibat di ruang yang sudah ditentukan.
 Memberi bimbingan kepada perawat primer (PP) dalam
melakukan konferensi.
Konferensi merupakan pertemuan tim yang dilakukan
setiap hari. Konferensi dilakukan setelah melaukan operan
dinas, sore atau malam sesuai dengan jadwal dinas PP.
Konferensi sebaiknya dilakukan di tempat tersendiri
sehingga dapat mengurangi gangguan dari luar. (Sitorus,
2006).
 Memberi bimbingan kepada perawat primer (PP) dalam
melakukan ronde dengan porawat asosiet (PA)
Ronde keperawatan bersama dengan PA sebaiknya juga
dilakukan setiap hari.Ronde ini penting selain untuk
supervisi kegiatan PA, juga sarana bagi PP untuk
memperoleh tambahan data tentang kondisi klien.(Sitorus,
2006).
51

 Memberi bimbingan kepada PP dalam memanfaatkan


standar renpra.
Standar renpra merupakan acuan bagi tim dalam
melaksanakan asuhan keperawatan. Semua masalah dan
tindakan yang direncenakan mengacu pada standar
tersebut.(Sitorus, 2006).
 Memberi bimbingan kepada PP dalam membuat
kontrak/orientasi dengan klien/keluarga.
Kontrak antara perawat dan klien/keuarga merupakan
kesepakatan antara perawat dan klien/keluarganya dalam
pemberian asuhan keperawatan.Kontrak ini diperlukan
agar hubungan saling percaya antara perawat dan klien
dapat terbina.Kontrak diawali dengan pemberian
orientasibagi klien dan keluarganya.(Sitorus, 2006).
 Memberi bimbingan kepada PP dalam melakukan
presentasi kasus dalam tim.
PP secara teratur diharapkan dapat mempresentasikan
kasus-kasus klien yang dirawatnya.Melalui kasus ini PP
dan PA dapat lebih mempelajari kasus yang ditanganinya
secara mendalam.(Sitorus, 2006).
 Memberi bimbingan kepada Critical Care Manager (CCM)
dalam membimbing PP dan PA
Bimbingan CCM terhadap PP dan PA dalam melakukan
implementasi MPKP dilakukan melalui supervisi secara
berkala.Agar terdapat kesinambungan bimbingan,
diperlukan buku komunikasi CCM.Buku ini menjadi
sangat diperlukan karena CCM terdiri dari beberapa orang
yaitu anggota tim/panitia yang diatur gilirannya untuk
memberikan bimbingan kepada PP dan PA.Bila sudah ada
CCM tertentu untuk setiap ruangan, buku komunikasi
CCM tidak diperlukan lagi.(Sitorus, 2006).
 Memberi bimbingan kepada tim tentang dokumentasi
keperawatan.
52

Dokumentasi keperawatan menjadi bukti tanggung jawab


perawat kepada klien.Oleh karena itu, pengisisan
dokumentasi secara tepat menjadi penting.

12) Tahap Evaluasi


Evaluasi proses dapat dilakukan dengan menggunakan
instrumen evsluasi MPKP oleh CCM. Evaluasi prses dilakukan
oleh CCM dua kali dalam seminggu.Evaluasi ini bertujuan
untuk mengidentifikasi secara dini maslah-masalah yang
ditemukan dan dapat segera diberi umpan balik atau
bimbingan. Evluasi hasil (outcome) dapat dilakukan dengan
(Sitorus, 2006) :
a. Memberikan instrumen evaluasi kepuasan klien/keluarga
untuk setiap klien pulang.
b. Mengevaluasi kepatuhan perawat terhadap standar yang
dinilai berdasarkan dokumentasi.
c. Penilaian infeksi nosokomial (biasanya ditetapkan per
ruang rawat)
d. Penilaian rata-rata lama hari rawat

13) Tahap Lanjut


MPKP merupakan penataan struktur dan proses (sistem)
pemberian asuhan keperawatan. Agar implementasi MPKP
memberikan dampak yang lebih optimal, perlu disertai dengan
implementasi substansi keilmuan keperawatan.Pada ruang
MPKP diuji coba ilmu dan teknologi keperawatan karena sudah
ada sistem yang tepat untuk menerapkannya.(Sitorus, 2006).
a. MPKP pemula ditingkatkan menjadi MPKP tingkat I. Pada
tingkat ini, PP pemula diberi kesempatan meningkatkan
pendidikan sehingga mempunyai kemampuan sebagai
SKp/Ners. Setelah mendapatkan pendidikan tambahan
tersebut berperan sebagai PP (bukan PP pemula). (Sitorus,
2006).
b. MPKP tingkat I ditingkatkan menjadi MPKP tingkat II.
Pada MPKP tingkat I, PP adalah SKp/Ners. Agar PP dapat
53

memberikan asuhan keperawatan berdasarkan ilmu dan


teknologi mutakhir, diperlukan kemampuan seorang Ners
sepeialis yang akan berperan sebagai CCM. Oleh karena
itu, kemampuan perawat SKp/ Ners ditingkatkan menjadi
ners spesialis. (Sitorus, 2006).
c. MPKP tingkat II ditingkatkan menjadi MPKP tingkat III.
Pada tingkat ini perawat denga kemampuan sebagai ners
spesialis ditingkatkan menjadi doktor keperawatan.
Perawat diharapkan lebih banyak melakukan penelitian
keperawatan eksperimen yang dapat meningkatkan asuhan
keperwatan sekaligus mengembangkan ilmu keperawatan.
(Sitorus, 2006).
54

BAB 3
TINJAUAN LAHAN

3.1 Profil/Gambaran Umum Rumah Sakit


3.1.1 Sejarah Singkat

Dalam sejarah perkembangannya Rumah Sakit Umum Kuala Kapuas pada


awalnya berada di Kampung Barimba Kecamatan Kapuas Hilir dengan
nama “Rumah Sakit Hanggulan Sinta” yang didirikan oleh Zending Basle
misionaris agama Kristen Protestan.

Selanjutnya pada tahun 1966 berpindah tempat ke Jl. Piere Tendean hanya
melayani rawat jalan, kemudian pada tahun 1969 baru melayani rawat inap
dengan 48 tempat tidur dengan klasifikasi rumah sakit type D.

Kemudian pada tahun 1990 atas bantuan dana Loan Asian Developmant
Bank dibangunlah Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Soemarno
Sosroatmodjo Kuala Kapuas di atas tanah dengan ukuran 30.000 M2 yang
terletak di jalan Tambun Bungai No. 16 seperti sekarang ini masih dengan
klasifikasi type D.

Dengan berkembangnya pelayanan kesehatan terhadap masyarakat seiring


pula dengan pembenahan dalam melengkapi fasilitas fisik, penunjang
pelayanan dan peralatan medis canggih, serta sumber daya manusianya,
maka pada 10 Mei 1997 berdasarkan hasil penilaian rumah sakit
dikeluarkanlah SK Menkes RI Nomor : 487/MENKES/SK/V/1997 menjadi
type C dengan pelayanan 4 pelayanan spesialis dan pelayanan kesehatan
dasar IGD 24 jam. Dengan demikian pola pelayanannya menjadi tidak
hanya  bersifat kuratif dan rehabilitatif saja namun juga promotif dan
preventif.

Secara struktural BLUD RSUD Dr. H. Soemarno Soroatmodjo mengacu


pada Perda Kabupaten Kapuas Nomor : 5 Tahun 2008 meliputi : Direktur
dibantu oleh 3 Kabid.yaitu Kabid. Yanmed, Kabid. Keperawatan, Kabid.
Keuangan dan 1 Kabag. yaitu Kepala Bagian Kesekretariatan dan Rekam
Medis, kemudian mmasing-masing Kabid dan Kabag. dibantu oleh Kepala
Seksi. Namun secara fungsional seorang direktur rumah sakit membawahi
langsung  kelompok jabatan fungsional meliputi : UPF, Kepala Instalasi,
dan Kepala Ruangan Perawatan Rawat Inap  dan Poliklinik rawat Jalan.

Sasaran pembangunan pelayanan kesehatan pada awal tahun 2008 lebih


diarahkan pada pelayanan keluarga miskin dengan beberapa penambahan
pembangunan fisik ruang kelas III, dan juga pengadaan peralatan medis
55

untuk menunjang pelayanan kesehatan tersebut. Keberpihakan rumah sakit


dalam pelayanan kepada masyarakat miskin sangat tinggi sekali, hal ini
dibuktikkan dengan bentuk pelayanan bukan hanya melayani
Askeskin/Jamkesmas melainkan memperjuangkan dana yang cukup untuk
pelayanan Jamkesda (bagi masyarakat miskin yang tidak terdaftar dalam
Jamkesmas ). Pembenahan rumah sakit menuju pelayanan prima juga
sangat dirasakan oleh masyarakat, terbukti dengan banyaknya perbaikan-
perbaikan seperti : kebersihan ruangan dan lingkungan, keramahan petugas,
kasir satu pintu, prosedur yang pendek, pembiayaan yang transparan, dan
bentuk-bentuk pelatihan untuk pengembangan staf dalam pemberian
pelayanan.

Indikator kinerja dan keberhasilan BLUD RSUD Dr. H. Soemarno


Sosroatmodjo Kuala Kapuas sudah dilaporkan secara khusus dalam LAKIP
2014, namun beberapa hal yang dapat disampaikan dalam profil ini
setidaknya menjadi gambaran global dalam perkembangan rumah sakit kita
selama tahun 2014, dan menjadi bahan pertimbangan dalam penyusunan
perencanaan (RENSTRA tahun 2013-2018).

Sejak tahun 1939 sampai dengan 1966 rumah sakit tersebut dipimpin oleh :


Dr. CM Vischer (1939), Dr. H. Soemarno Sosroatmodjo (1939), Dr. C.
Maillola (1939), Dr. Hasberg (1947), Dr. Druchmyer (1947), Dr. Hu
Genkam (1952) Dr. AH Klokke (1952), Dr. JJ Findenik (1957), Dr. Med
Batke (1957), Dr. Med Kahvelt (1958), Dr. Ang Tiong Guan (1958), Dr.
Hery Darsono (1962).

Sejak tahun 1966, Zending Basle ingin memakai bangunan mereka, maka
Pemerintah Daerah memindahkan rumah sakit dari Barimba ke Jl. Kapten
Pierre Tendean Kelurahan Selat Hilir Kecamatan Selat menempati tanah
seluas 60.000 m2 yang berfungsi sejak Mei 1966 dengan dipimpin oleh Dr.
Hery Darsono khusus hanya melayani pasien rawat jalan.

Pada tahun 1969 rumah sakit dibawah pimpinan Dr. Irum J Sawong (1969-
1972) membuka pelayanan rawat inap dengan kapasitas 20 tempat tidur
yang melayani penduduk kota Kuala Kapuas dan sekitarnya disamping
pelayanan rawat jalan yang sudah ada sebelumnya.

Untuk selanjutnya rumah sakit dipimpin oleh Dr. Benny Sumartono (1972),
Dr. Yoyo Ambeng (1972-1975), Drg. Tukik Bundu Tumon, SKM (1975-
1976), Dr. Mursito Suprapto(1976-1979), Dr. Bobby P Simanjuntak
(1979), Dr. Paulus Ariestanto Suhamzah (1980), Dr. Bambang Sugiarto
(1981-1983), Dr. Duriyanto Oesman (1983-1985), Dr. Iskandar Zulkarnaen
56

(September 1985 sd 31 Oktober 1988), dan Dr. Qomaruddin Sukhemi (31


Oktober 1988 sampai 28 Februari 1996).

Pada masa inilah RSUD Dr. H. Soemarno Sosroatmodjo diresmikan oleh


Menteri Kesehatan RI pada tanggal 6 Februari 1993 dengan menempati
gedung baru yang ada di Jl. Tambun Bungai No. 16 Kuala Kapuas.

Setelah Dr. Qomaruddin Sukhemi pindah ke Dinas Kesehatan Daerah


Kabupaten Daerah Tingkat II Kapuas, RSUD Dr. H. Soemarno
Sosroatmodjo kemudian dipimpin oleh Dr. Dody Firmanda (1 Maret 1996),
Dr. Ikbal Ibuk Sindi (1997), Dr. Abdul Muin, SpOG (2000-2002), Dr. H.
Suherman Arifin MKes (2002-2006).

3.1.2 Falsafah, Motto, Visi, Misi, Dan Tujuan


3.1.2.1 Motto
Bajenta dan Pamasi (Artinya : Ramah dan Siap Menolong)
3.1.2.2 Visi
Terwujudnya Pelayanan Kesehatan Prima RSUD Yang Maju dan
Mandiri
3.1.2.3 Misi

1 Peningkatan performance pelayanan RSUD yang berbasis pada


keunggulan sumber daya manusia, kecukupan alat dan
profesionalisme manajemen pelayanan untuk pelayanan yang
mudah, murah dan berkualitas.
2 Menjadikan RSUD sebagai wadah pendidikan dan pelatihan
khususnya bidang kesehatan untuk peningkatan kualitas layanan
kesehatan.

2.1.2 Kedudukan, Tugas Dan Fungsi


Hasil laporan dan data empiris statistik Kabupaten Kapuas sejak berdirinya
Kabupaten ini,  menunjukkan bahwa masa dan periode
kepemimpinan rumah sakit daerah milik Pemerintah Kabupaten
Kapuas terjadi pergantian seiring waktu dan masa Pemerintahan RI
mulai  dari pelayanan kesehatan yang sifatnya dasar sampai dengan
pelayanan tingkat lanjutan rawat inap.
Selama perjalanannya Rumah Sakit dr. H. Soemarno Sosroatmodjo Kuala
Kapuas dalam pengabdiannya jabatan Direktur beberapa kali
mengalami penggantian sebagai berikut :
57

No. Periode ( Thn) Pimpinan / Direktur


1. 1939 dr. C.M. Viseher
2. 1939 dr. Soemarno Sosroatmodjo
3. 1939 dr. C. Maillola
4. 1947 dr. Hesberg
5. 1947 dr. Druchayer
6. 1952 dr. HU Genkam
7. 1952 dr. A.H. Klokka
8. 1957 dr. J.J. Findenik
9. 1957 dr. Med Batke
10. 1958 dr. Med Kahvelt
11. 1958 s/d 1962 dr. Ang Tiong Guan
12. 1962 s/d 1969 dr. Hery Harsono
13. 1969 s/d 1972 dr. Irum J. Sawong
14. 1972 dr. Benny Sunartono
15. 1972 s/d 1975 dr. Yoyo Ambeng
16. 1975 s/d 1976 dr. Tukik B. Tumon
17. 1976 s/d 1979 dr. Mursito Suprapto
18. 1979 dr. Robby Simanjuntak
19. 1980 s/d 1981 dr. Paulus Ariestanto
20. 1981 s/d 1983 dr. Bambang Sugiarto
21. 1983 s/d 1985 dr. Duryanto Usman
22. 1985 s/d 1988 dr. Iskandar Zulkarnain
23. 1988 s/d 1996 dr. Qomaruddin Sukhemi
24. 1996 s/d 1997 dr. Dody Firmanda
25. 1997 s/d 2000 dr. Iqbal Ibuk Sindi
26. 2000 s/d 2002 dr. Abdul Muin, Sp. OG
27. 2002 s/d 2006 dr. Suherman Arifin
28. 9 Juni 2006 s/d 3 Januari 2017 dr. Bawa Budi Raharja
28. 4 – 11 Januari 2017 Apendi, SKM, MM (Plt)
28. 12 Januari 2017 – sekarang dr. Agus Waluyo, MM

2.1.3 Jenis-Jenis Pelayanan Kesehatan


2.1.3.1 Rawat Jalan
Poliklinik terdiri dari Poli Dalam, Poli Anak, Poli THT, Poli Bedah,
Poli Jiwa, Poli Gigi, Poli Mata, Poli Saraf, poli gizi, dan Poli
kandungan, dengan jadwal Praktik sebagai berikut:
Jam : 07.00 - 14.00 wib
Hari : Senin - Sabtu
2.1.3.2 Rawat Inap
Ruang Rawat Inap Rumah Sakit dr. H. Soemarno Sosroatmodjo Kuala
Kapuas terdiri dari beberapa klasifikasi/jenis yang disesuaikan dengan
fasilitas antara lain : Air Conditioner Split, TV 21, TV 14, Kulkas,
Kipas Angin, Tempat Tidur Penunggu Pasien, Kamar Mandi/WC,
Makan 3 kali, Snack dan lain-lain.

3.2 Input

3.2.1 Data Umum Ruangan


3.2.1.1 Karakteristik Unit
a. Visi Ruangan Perawatan Kenanga
58

Belum mempunyai visi ruangan untuk sekarang, tetapi kepala


ruangan secepatnya akan membuat visi tersebut
b. Misi Ruangan Perawatan Kenanga
Belum mempunyai misi ruangan untuk sekarang, tetapi kepala
ruangan secepatnya akan membuat misi tersebut
3.2.1.2 Sifat Kekaryaan Ruang
a. Fokus Telaah
Dalam bidang pelayanan fokus telaah ruang kenanga tidak
memfokuskan pada kasus penyakit, dikarenakan ruang
kenanga menangani seluruh jenis keluhan penyakit secara
umum.
b. Lingkup Garapan
Dalam bidang pelayanan lingkup garapan ruang keperawatan
kenanga adalah pemenuhan kebutuhan dasar manusia.
Berdasarkan fokus telaah, maka lingkup garapan ruang
Kenanga adalah memberikan pelayanan secara terpadu dari
berbagai multi disiplin ilmu secara aman, berkualitas dan
berkesinambungan dengan segala aktivitas untuk mengatasi
gangguan/hambatan pemenuhan kebutuhan dasar manusia dan
meningkatkan kualitas hidup yang terjadi akibat
masalah/gangguan fisiologis pada satu atau berbagai sistem
tubuh yang dialami pasien. Secara umum lingkup garapan
ruang rawat inap kenanga meliputi penyakit dalam.
c. Basis Intervensi
Basis intervensi ruang rawat Kenanga merupakan salah satu
bagian dari pelayanan umum bagi pasien dengan berbagai
macam penyakit seperti:TB Paru, DM, HT, CHF, Demam
Tipoid, GEA, Dispepsia, CKD, anemia dan lain-lain.
Sehingga memerlukan penanganan yang baik dan benar agar
kualitas hidup pasien meningkat.

3.2.2 Tenaga dan Pasien (M1-Man)


3.2.2.1 Ketenagaan (Man)
Tenaga perawat di Ruang Kenanga berjumlah 16 orang, sudah
termasuk Kepala Ruangan, Perawat Assosiate dan Perawat Primer.
Jumlah perawat yang berada di Ruang Kenanga berdasarkan tingkat
pendidikan, jenis tenaga dan jenjang karir, sebagai berikut :
59

Tabel 2.1 Penghitungan Tenaga


No Pendidikan Jumlah Persentase
Tingkat Pendidikan
1 Ners 3 Orang 19 %
2 S.Kep 1 Orang 6%
3 D-3 12 Orang 75 %
Jenis Tenaga
1 Pegawai Tetap 4 Orang 25 %
2 Pegawai Kontrak 12 Orang 75 %
Jenjang Karir
1 Pra PK 9 Orang 45 %
2 PK I 5 Orang 25 %
3 PK II 5 Orang 25 %
4 PK III 1 Orang 5%

Berdasarkan tingkat pendidikan, didapatkan ketenagaan pada ruang


Kenanga, terdiri dari 19 % Ners, 6 % Sarjana Keperawatan dan 75 % D-3
Keperawatan.

Komposisi pendidikan perawat pada ruang Kenanga, tidak memadai, karena


19 % adalah tenaga professional dengan pendidikan Ners.

Tabel 2.2 Penghitungan Tenaga berdasarkan Pelatihan yang Pernah di ikuti


No Nama Pelatihan Tahun Jumlah Persentase
1 BHD 2016-2018 10 50 %
2 Patient Safety 2017 11 55 %
3 Komunikasi Efektif 2017 9 45 %
4 PPI 2017 7 35 %
5 K-3 2017 9 45 %
6 BTCLS 2018 12 60 %
7 Jenjang Karir, Kredensial 2017 3 15 %
Keperawatan dan
Dokumentasi Asuhan
Keperawatan
8 Keperawatan Intensif 2018 1 5%
Dasar
9 Manajemen Bangsal 2017 2 10 %
10 Program Microsoft Office 2017 1 5%

Berdasarkan tabel pelatihan diatas, dapat disimpulkan bahwa pelatihan dasar


yang harus dimiliki tenaga perawat di ruang Al-Biruni masih belum
merata, karena hanya 50 % perawat yang sudah mengikuti pelatihan BHD,
60 % sudah mengikuti pelatihan BTCLS, 55 % sudah mengikuti pelatihan
Patien Safety, 45 % sudah memiliki sertifikat pelatihan Komunikasi Efektif
dan K3, serta baru 35 % perawat yang bersertifikat pelatihan PPI. Hal ini
tentunya dapat menjadi pertimbangan bagi komite keperawatan dalam
perencanaan pengembangan pelatihan tenaga keperawatan.

Tabel 3.2 Perhitungan Tenaga Keperawatan Menurut


Depkes Tahun 2019
60

Rata-rata jam perawatan/


No Jenis/ kategori
pasien/ hari
1 Pasien penyakit dalam 3.5

Pasien yang dirawat di ruang Al-Biruni pada bulan Oktober


2019 sebanyak 211 pasien dengan rincian:
81
` Pasien PD : x 100% = 38% x 28 = 11 x 3,5 = 38,5
211
23
Pasien Bedah : x 100% = 11% x 28 = 3 x 4 = 12
211
20
Pasien Gawat : x 100% = 9% x 28 = 3x 10 = 30
211
4
Pasien Anak : x 100% = 2% x 28 = 1 x 4,5 = 4,5
211
83
Pasien Kebidanan : x 100% = 39% x 28 = 11 x 2,5 = 27,5
211

Total berdasarkan jenis penyakit adalah 112,5

Jadi jumlah tenaga keperawatan yang di perlukan adalah:

112,5
=19,7 = 20 perawat
5,7

78 hari
Loss day x 20 = 5,45 = 5 perawat
286

20+5
Koreksi 25% = x 25 = 6,26 = 6 perawat
100

Jadi total kebutuhan tenaga di ruang Al-biruni pada bulan


Oktober 2019 adalah 20 + 6 = 26 orang perawat.

Tabel 3.3 Perhitungan Tenaga Keperawatan Menurut Depkes


Tahun 2005
No Jenis/ kategori Rata-rata jam perawatan/
pasien/ hari
1 Pasien penyakit dalam 3.5
Pasien yang dirawat di ruang Kenanga pada bulan November
2019 sebanyak 172 pasien dengan rincian:
71
Pasien PD : x 100% = 41% x 28 = 11 x 3,5 = 38,5
172
19
Pasien Bedah : x 100% = 11% x 28 = 3 x 4 = 12
172
23
Pasien Gawat : x 100% = 13% x 28 = 4 x 10 = 40
172
61

2
Pasien Anak : x 100% = 1% x 28 = 0,28 x 4,5 = 1
172
57
Pasien Kebidanan : x 100% = 33 % x 28 = 9 x 2,5 = 22,5
172

Total berdasarkan jenis penyakit adalah 114

Jadi jumlah tenaga keperawatan yang di perlukan adalah:

114
= 20 perawat
5,7

78 hari
Loss day x 20 = 5,45 = 5 perawat
286

20+5
Koreksi 25% = x 25 = 6,26 = 6 perawat
100

Jadi total kebutuhan tenaga di ruang Al-biruni pada bulan


November 2019 adalah 20 + 6 = 26 orang perawat.

Tabel 3.4 Perhitungan Tenaga Keperawatan Menurut Depkes


Tahun 2005
Rata-rata jam perawatan/
No Jenis/ kategori
pasien/ hari
1 Pasien penyakit dalam 3.5
2 Pasien bedah 4
3 Pasien gawat 10
4 Pasien anak 4.5
5 Pasien kebidanan 2.5

Pasien yang dirawat di ruang Al-Biruni pada bulan Desember 2019 sebanyak
229 pasien dengan rincian:
104
Pasien PD : x 100% = 45% x 28 = 13 x 3,5 = 45,5
229
22
Pasien Bedah : x 100% = 10% x 28 = 3 x 4 = 12
229
17
Pasien Gawat : x 100% = 7% x 28 = 2 x 10= 20
229
5
Pasien Anak : x 100% = 2% x 28 = 1 x 4,5 = 4,5
229
81
Pasien Kebidanan : x 100% = 35% x 28 = 10 x 2,5 = 25
229

Total berdasarkan jenis penyakit adalah 107

Jadi jumlah tenaga keperawatan yang di perlukan adalah:


62

107
= 18,7 = 19 perawat
5,7

78 hari
Loss day x 19 = 5,45 = 5 perawat
286

19+5
Koreksi 25% = x 25 = 6 perawat
100

Jadi total kebutuhan tenaga di ruang Al-biruni pada bulan Desember 2019
adalah 19+ 6 = 25 orang perawat.

Berdasarkan hasil observasi dengan perhitungan tenaga perawat total


kebutuhan tenaga di ruang Kenanga pada

Mahasiswa Praktek
Mahasiswa Program Profesi Ners Stase Manajamen Universitas
Muhammadiyah Banjarmasin periode praktek 30 Desember 2019 s/d 25
Januari 2020.

Pasien
Berdasarkan data yang didapat dari hasil pengkajian diruang Kenanga pada
bulan Oktober – Desember 2019, yaitu berjumlah orang dengan klasifikasi
sebagai berikut :
Tabel 2.3 Daftar 10 penyakit terbanyak diruang Kenanga
No Penyakit Jumlah Presentasi
1. Pneumonia 32 9%

2. Diare 30 7,5 %
3. DHF 28 6,8 %
4. CKD 22 6,4 %
5. CHF 17
6. Demam Dengue 16 6,1 %
7. SNH 15 5,7 %
8. DM 15 5,1 %
9. TB Paru 13 4%
10. Dypepia 7 3,3 %
Jumlah 195 100 %

Sumber: Laporan Bulanan Ruang Kenanga Rumah Sakit Dr.H.Soemarno


Sosroatmodjo Kuala Kapuas.

Berdasarkan tabel jumlah penyakit diatas, dapat disimpulkan bahwa jumlah


pasien dari bulan kebulan selalu mengalami peningkatan, terutama yang
paling signifikan adalah pasien pemyakit kandungan dan kebidanan.

3.2.3 Bangunan, Sarana dan Prasarana (M2 – Material)


63

3.2.3.1 Peralatan, sarana dan prasarana yang ada di Ruangan Kenanga RSUD
Dr. Soemarno Sostroatmodjo Kuala Kapuas dapat tergambar dalam
tabel-tabel berikut :
Tabel 2.4 Alat-alat kesehatan yang tersedia diruang Kenanga RSUD Dr.
Soemarno Sostroatmodjo Kuala Kapuas

Keadaan Barang Ket


N Jumlah
Jenis/ Nama Barang Baik Kurang Rusak
o Barang
Baik Berat
1 Ekg 1 √
2 Tensimeter digital + 2
2 √
manual
3 Spo2 2 √
4 Stastoskop 2 √
5 Infus pump 1 √
6 Siring pump 2 √
7 Nebulizer 2 √
8 Suction 2 √
9 Temp digital 4 √
10 Glocosa check 1 √
11 Gunting perban biasa 2 √
12 senter 2 √
13 Piala ginjal/ bengkok 3 √
14 Tong spatel 1 √
15 Klem anotomis 2 √
16 Nedl holder 1 √
17 Gunting anotomis 1 √
18 Bad instrumen 1 √
19 Gunting perban 1 √
20 Pimset sirugis 2 √
21 Timbangan manual 2 √

Tabel 2.5 Bahan habis pakai di ruang Kenanga


No Nama Barang
1 Handsrub
2 Handwash
3 Kasa gulung
4 Cairan alcohol
5 Kapas alcohol
6 Plester (kuning)
7 Hipapix
8 Spuit dan needle
9 Handscoon
10 Masker
11 Betadine
12 Cairan antiseptic
13 Infus set
14 Masker O2

Tabel 2.6 Daftar alat non kesehatan di Ruang Kenanga RSUD Dr. Soemarno
Sostroatmodjo Kuala Kapuas
Jumlah Keadaan Barang
Jenis Barang/ Barang
No Kurang Rusak K
Nama Barang Register Baik Baik Berat e
t
1 Lampu baca 1 1 0 0
rontgen
64

2 Kursi roda 2 2 0 0
3 Kipas Angin 16 16 0 0
4 Kursi Kayu 0 0 0 0
5 Kursi plastic 10 5 5 0
6 Kulkas kecil 4 4 0 0
7 Meja 3 3 0 0

Berdasarkan data daftar barang kesehatan maupun barang non kesehatan di


Ruang Kenanga di atas menunjukan bahwa material atau fasilitas yang berada
di ruangan Kenangai sudah cukup baik tetapi ada beberapa barang yang kurang
baik.Berdasarkan hasil observasi terdapat hand srub di dinding tetapi isinya
habis. Sabun cuci tangan di setiap wastafel ruangan pasien tidak tersedia
dengan baik.

Denah Ruangan :
65

6)

Adminitrasi Penunjang
Berdasarkan hasil observasi pada tanggal 30 Desember 2019, diketahui
bahwa sarana dan prasarana di Daftar Alat Rumah Tangga Ruang
Kenanga sudah cukup baik. Fasilitas penunjang seperti kamar mandi/WC
kondisinya cukup baik namun tidak terdapat pegangan untuk
pasien.Setiap pagi ruangan dibersikan oleh petugas CS dan kondisi
ruangan cukup tenang. Kondisi administrasi penunjang cukup baik, terdiri
atas : 1 buku laporan harian, 1 buku tanda-tanda vital, 1 buku visit dokter,
1 buku konsul, 1 buku injeksi dan obat oral, dan lain-lain.

3.2.3.2 Pembiayaan (Money)


66

Hasil wawancara dengan Kepala Ruangan Rumah Sakit Dr.H.Soemarno


Sosroatmodjo Kuala Kapuas merupakan rumah sakit swasta yang sumber
danaya berasal dari swadaya masyarakat atau pasien yang berobat,
pembayaran dari BPJS.

Proses pengajuan anggaran dan barang dengan cara Kepala Ruangan


mengajukan surat izin anggaran kepada Kepala Bidang Keperawatan,
kemudian Kepala Bidang Keperawatan mengeluarkan surat untuk
pemenuhan permintaan dan diserahkan ke bagian rumah tangga.

3.2.3.3 Metode Pemberian Asuhan (Methode)


a. Model asuhan keperawatan
Model asuhan keperawatan yang digunakan di Ruang Kenanga adalah
Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Tim Primer. Model
Asuhan Keperawatan Profesional adalah sebagai suatu sistem (struktur,
proses dan nilai- nilai) yang memungkinkan perawat profesional
mengatur pemberian asuhan keperawatan termasuk lingkungan untuk
menopang pemberian asuhan tersebut (Nursalam 2015 ). Metode yang
digunakan adalah metode Tim Primer. Model ini merupakan
pengembangan dari primary nursing yang digunakan dalam keperawatan
dengan melibatkan tenaga professional dan non professional. Tenaga
profesional dan non profesional bekerjasama dalam memberikan asuhan
keperawatan kepada beberapa pasien dengan arahan kepemimpinan
perawat profesional.

Perawat ruangan dibagi menjadi 3 tim. Masing-masing Tim terdiri dari 1


Ketua Tim dan 8 perawat pelaksana.Tim 2 terdiri 1 ketua tim dan 9
perawat pelaksana. Kedua kepala Tim dikepala oleh Kepala Ruangan.
Perawat bertanggung jawab terhadap asuhan beberapa pasien sesuai
dengan beban kasus, sejak pasien masuk, pulang dan setelah pulang
serta asuhan lanjutan kembali ke rumah sakit.  Agar model ini efektif
maka Kepala Ruangan secara seksama menyusun tenaga profesional dan
non profesionaln serta bertanggung jawab supaya kedua tenaga tersebut
saling mengisi dalam kemampuan, kepribadian, terutama
kepemimpinan.  Dalam menerapkan model ini, 2-3 tenaga keperawatan
bisa bekerjasama dalam tim, serta diberi tanggung jawab penuh untuk
mengelola 8-12 kasus.  Seperti pada model primer,  tugas tim
keperawatan ini harus tersedia juga selama tugas gilir (shift) sore-malam
dan pada hari-hari libur, namun tanggung jawab terbesar dipegang oleh
67

perawat profesional.  Perawat profesional bertanggung jawab untuk


membimbing dan mendidik perawat non profesional dalam memberikan
asuhan keperawatan.  Konsekuensinya peran perawat profesional dalam
model modular ini lebih sulit dibandingkan dengan perawat primer. 

b. Penerapan Standar Asuhan Keperawatan


1) Pengkajian
Berdasarkan hasil instrument studi dokumentasi penerapan standar
asuhan keperawatan pada bagian pengkajian didapatkan bahwa
sebesar 87,5 % dokumentasi pengkajian dinyatakan baik.
2) Diagnosa
Berdasarkan hasil instrument studi dokumentasi penerapan standar
asuhan keperawatan pada bagian diagnosa keperawatan didapatkan
sebesar 66,6 % dokumentasi keperawatan dinyatakan kurang baik.
3) Perencanaan
Berdasarkan hasil instrument studi dokumentasi penerapan standar
asuhan keperawatan pada bagian perencanaan keperawatan
didapatkan sebesar 55 % dokumentasi keperawatan dinyatakan
kurang baik.
4) Tindakan
Berdasarkan hasil instrument studi dokumentasi penerapan standar
asuhan keperawatan pada bagian tindakan keperawatan didapatkan
sebesar 57,5 % dokumentasi keperawatan dinyatakan kurang baik.
5) Evaluasi
Berdasarkan hasil instrument studi dokumentasi penerapan standar
asuhan keperawatan pada bagian diagnosa keperawatan didapatkan
sebesar 80 % dokumentasi keperawatan dinyatakan baik.
6) Dokumentasi
Berdasarkan hasil instrument studi dokumentasi penerapan standar
asuhan keperawatan pada bagian dokumentasi keperawatan
didapatkan sebesar 88 % dokumentasi keperawatan dinyatakan baik.

Jadi berdasarkan data yang didapat dari hasil pengkajian studi


dokumentasi penerapan standar asuhan keperawatan di ruang Al
Biruni Rumah Sakit Islam Banjarmasin, dapat dikatakan masih
belum optimal dengan beberapa masalah, yaitu :
a) Diagnosa keperawatan yang tidak berubah dari pasien masuk
sampai keluar
b) Tujuan keperawatan yang ingin dicapai tidak dicantumkan
68

c) Respons terhadap tindakan tidak d


d) Format hanya sampai SOAPI, tanpa ER
e) Evaluasi hanya menyebutkan Tanda-tanda Vital
f) Dinas Sore dan Dinas Malam tidak menuliskan pengkajian
secaara lengkap, hanya implementasi saja.
g) Tidak maksimalnya pelaksanaan discharge planning.

3.2.3.4 Pemasaran (Marketing)


Berdasarkan data yang di dapat dari Bagian Promosi Kesehatan dan bagian
pemasaran Rumah Sakit Dr.H.Soemarno Sosroatmodjo mengadakan acara
bakti sosial seperti operasi katarak gratis yang mana dari itu rumah sakit
dapat melakukan promosi untuk mengenalkan rumah sakit dan fasilitas yang
tersedia. Rumah Sakit Dr.H.Soemarno Sosroatmodjo juga telah melakukan
kerja sama dengan BPJS melalui promosi media sosial. Rumah Sakit
Dr.H.Soemarno Sosroatmodjo juga melakukan kerja sama dengan Dokter
Praktik, dimana pasien yang berobat di dokter praktik apabila disarankan
untuk rawat inap langsung di rujuk ke Rumah Sakit Dr.H.Soemarno
Sosroatmodjo Ruangan Kenanga adalah ruangan yang memiliki ruangan dan
bed yang banyak terdapat ruangan kelas 1, 2 dan 3 sehingga dapat
menampung pasien yang banyak dengan kasus penyakit yang banyak juga.

3.3 Proses
3.3.1 Fungsi Perencanaan
a) Visi, Misi & Tujuan Ruang Perawatan
1) Visi Ruangan Perawatan
Menjadikan ruang Al biruni sebagai ruangan perawat yang aman dan
nyaman berlandasan pada pemberian asuhan keperawatan yang
kholistik (Bio, Psioko, Sosio, Spiritual, dan Kultural).
2) Misi
a. Meningkatkan kebersihkan dan kerapiaan ruangan
b. Melindungi klien, pengujung dan tenaga medis dari resiko infeksi
nosokomial (INOS), serta mencegah terjadinya
penyakit/komplikasi lebih lanjut kepada pasien dan keluarga,
c. Memberikan asuhan keperawatan yang optimal dari tahap
preinteraksi, terminasi, dan komunikasi serta meningkatkan
komunikasi teraputik.
d. Berubah memberikan kenyamanan dan kepuasan pelayanan kepada
pasein dan keluarga.
69

3.3.2 Fungsi Ruang Perawatan


1) Visi, Misi Tujuan Perawatan
Dari hasil wawancara dengan kepala ruangan Al-biruni, didapatkan
informasi bahwa cara pembuatan visi, misi dan tujuan perawatan
melalui rapat dan usulan-usulan yang diajukan oleh perawat yang
kemudian disepakati bersama.

Berdasarkan hasil observasi didapatkan bahwa visi, misi dan tujuan


perawatan sudah terpampang dengan tulisan yang jelas di dinding di
ners station

Berdasarkan hasil kuesioner yang dibagikan kepada 9 orang perawat


yang bekerja di ruang Al Biruni ada 7 77,8 % yang slelau
melaksanakan tugas sesuai dengan visi dan misi

2) SOP dan SAK


Berdasarkan wawancara terkait SOP yang ada yaitu mengikuti SOP
yang ada dirumah sakit, sedangkan SAK yang dimiliki rumah sakit
terbanyak yaitu 10 SAK. Penanggung jawab menyusun dan merevisi
SOP dan SAK ialah Komite Keperawatan RS Islam Banjarmasin.

Hasil observasi ruangan Al Biruni sudah ada memiliki SOP dan SAK
dan sudah lenkap sesuai dengan yang ada dirumah sakit.Ruang Al
Biruni sudah memiliki SOP yang mengacu pada SOP Rumah Sakit
Islam berjumlah 195 buah dan SAK berjumlah 10 buah sesuai dengan
10 penyakit terbanyak. Persepsi perawat pelaksana tentang SOP dan
SAK sudah cukup baik.

Kemudian hasil observasi langsung terhadap perawat yang melakukan


beberapa tindakan didapatkan pada pemasangan infus vena hal yang
terkadang terlewatkan oleh perawat adalah point 12 di SOP, yaitu
perawat tidak patuh menggunakan sarung tangan. Pada pengambilan
darah vena hal yang sering terlupakan yaitu pada point 3 di SOP, yaitu
tidak meletakkan perlak kecil dibawah lengan/daerah yang akan
dilakukan punksi. Pada tindakan pemberian obat, rata-rata perawat
patuh dan melakukan tindakan sesuai SOP.

Pada hasil Kuisioner didapatkan persepsi perawat pelaksana tentang


SOP dan SAK yang dimiliki ruangan: seluruh perawat berpendapat
70

bahwa SOP dan SAK yang dimiliki sudah sesuai dengan standar
rumah sakit dan mudah diakukan karena sudah ada panduan terkait
SOP dan SAK.

Berdasarkan hasil kuesioner yang dibagikan kepada 9 orang perawat


yang melaksanakan Asuhan keperawatan sesuai SAK Selalu 5 orang
(55,6 %), Sering 4 orang (44,4 %).

Berdasarkan hasil kuesioner yang dibagikan kepada 9 orang perawat


yang melaksanakan Asuhan keperawatan sesuai SOP Selalu 4 orang
(44,4 %), Sering 5 orang (55,6 %).

3.3.3 Standar Kinerja


Standar kinerja perawat diruangan sesuai dengan ketetapan yang telah
diserah kepada kepala ruangan dan dibuat oleh sebagai standar kinerja di
Rumah Sakit dr. H. Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas. Seluruh perawat
wajib mematuhi dan mengikuti standar kinerja yang ada diruangan.

Menurut wawancara pada tanggal 30 Januari 2019 kepada Kepala Ruangan


diruang tidak memiliki kebijakan toleransi untuk kehadiran apabila ada
kejadian yang tidak di inginkan. Karena melalui finger print sehingga pihak
rumah sakit yang memberikan sanksi oleh komisi disiplin, dan yang disiplin
diberikan reward oleh pihak rumah sakit.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan dari tanggal 1 Januari 2019


diruangan tidak mempunyai kebijakan khusus untuk perawat yang tidak
disiplin. Namun hanya peraturan yang sudah di tetapkan oleh rumah sakit,
misalnya seperti pengaturan jam kerja, pengaturan penggunaan pakaian
dinas harian, namun belum adanya sanksi keterlambatan jam dinas.

Berdasarkan hasil kuesioner yang dibagikan kepada 9 orang perawat


didapatkan bahwa yang menjawab konsistensi dalam bekerja dengan
mengikuti standar kinerja adalah Selalu 5 orang (55,6 %), Sering 3 orang
(33,3 %), kadang-kadang 1 orang (11,1%).

3.3.4 Fungsi Pengorganisasian (Organizing)


1) Struktur Organisasi
STRUKTUR ORGANISASI RUANGAN KENANGA (PENYAKIT DALAM)
RSUD dr. H. SOEMARNO SOSROATMODJO KUALA KAPUAS

DIREKTUR
dr. AGUS WALUYO, MM

KABID KEPERAWATAN
KASI RAWAT INAP 71
SOLESYANTO, S.Kep, MM

MPP

KEPALA RUANGAN
TALENTA BAREGA, S.Kep., Ns

REKAM
MEDIK
PERAWAT PRIMER
DIAN EKA S, S.Kep., Ns

PERAWAT ASSOSIATE
PERAWAT ASSOSIATE PERAWAT ASSOSIATE YESI SUSANTI, Amd.Kep
DONA MARISA, Amd.Kep Hj. SALWA, S.Kep LUSIA, Amd.Kep
YENI, Amd.Kep ESTI. N, Amd.Kep
FATIMAH, Amd.Kep RA’YU, Amd.Kep
SITI AISYAH, Amd.Kep FINALIA, Amd.Kep
FITRIA SELVI, Amd.Kep WIMA FRANSISKA, Amd.Kep
AHMAD MUHLISIN, Amd.Kep NORKOMARIAH, S.Kep., Ns

Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala ruangan, didapatkan bahwa


sudah terdapat struktur organisasi.

Dari hasil observasi didapatkan kalau struktur organisasi diruang Kenanga


sudah terpampang dalam bentuk tulisan di ners station

2) Pembagian Tugas
Uraian Tugas Kepala Ruang Pelayanan Rawat Inap
a. Menunjuk ketua tim yang bertugas di ruangan
b. Mengikuti serah terima pasien dari shift sebelumnya
c. Merencanakan metode penugasan dan penjadwalan staf
d. Merencanakan strategi pelaksanaan asuhan keperawatan
e. Merencanakan kebutuhan logistik dan fasilitas ruangan
f. Mengatur dan mengendalikan situasi ruangan
72

g. Mendelegasikan tugas kepada ketua tim


h. Memberikan pengarahan tentang penugasan kepada ketua tim
i. Menginformasikan hal-hal baru yang dianggap penting dan
berhubungan dengan asuhan keperawatan pasien
j. Memberikan motivasi kepada staf dalam meningkatkan pengetahuan,
keterampilan, dan sikap
k. Melakukan supervisi langsung di ruangan melalui pengamatan terhadap
pelaksanaan asuhan keperawatan
l. Melakukan supervisi tidak langsung dengan cara mengecek, membaca,
dan memeriksa rencana keperawatan yang dibuat selama proses
keperawatan dilaksanakan
m. Memberikan saran dan membantu memecahkan masalah yang terjadi di
ruangan
n. Membimbing bawahan dalam melaksanakan tugasnya
o. Melibatkan bawahan apabila ada kegiatan yang menyangkut ruangan
p. Memberikan teguran kepada bawahan yang membuat kesalahan
q. Mengevaluasi kerja ketua tim dan anggota tim dalam melaksanakan
asuhan keperawatan di ruangan
r. Menetapkan upaya tindak lanjut di ruangan
s. Memberikan umpan balik kepada ketua tim dan anggota tim
t. Melakukan pelaporan dan pendokumentasian kegitaan di ruangan
Uraian Tugas Ketua Tim
a. Membuat perencanaan tugas dan kewenangan yang didelegasikan oleh
kepala ruangan
b. Menyelengarakan konfrensi antar anggota tim
c. Mengikuti serah terima pasien dari shift sebelumnya
d. Menyusun rencana asuhan keperawatan
e. Bersama kepala ruangan melakukan pembagian tugas untuk anggota tim
f. Menyiapkan keperluan untuk pelaksanaan asuhan keperawatan
g. Mendelegasikan tugas pelaksanaan proses keperawatan kepada anggota
tim
h. Melakukan pelaporan dan pendokumentasian asuhan keperawatan
i. Mengawasi/melihat pelaksanaan asuhan keperawatan yang dibuat oleh
anggota tim serta menerima/mendengar laporan secara lisan dari
anggota tim tentang tugas yang dilakukan
j. Memperbaiki, mengatasi kelemahan/kendala yang dihadapi anggota tim
k. Mengevaluasi kinerja anggota tim

Uraian Tugas Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat


73

a. Mengadakan serah terima tugas bersama kepala ruangan dan ketua tim
b. Menerima pembagian tugas dari ketua tim
c. Menyiapkan keperluan untuk pelaksanaan asuhan keperawatan
d. Menerima pasien baru
e. Melakukan pelaporan dan pendokumentasian
f. Melaksanakan tugas yang diberikan oleh ketua tim
g. Melakukan koordinasi pekerjaan dengan tim kesehatan lain
h. Menyesuaikan waktu istirahat dengan anggota tim yang lain
i. Melaksanakan asuhan keperawatan

Dari hasil wawancara dengan kepala ruangan, di ketahui bahwa pembagian


tugas ruangan berdasarkan dengan jenjang karir dan uraian tugas yang dibuat
oleh Rumah Sakit dan ruangan secara tertulis.

Dari hasil observasi didapatkan kalau pembagian tugas di ruang Seruni sesuai
dengan status dan jabatan yang dimiliki perawat dan sudah terdokumentasi
dengan baik dalam uraian tugas.

Berdasarkan hasil kuesioner yang dibagikan kepada 9 orang perawat tentang


pembagian tugas, Selalu 5 orang perawat (55,6 %), Sering 4 orang (44,4 %).

3) Pengaturan pengorganisasian pasien


Pengaturan daftar pasien di Ruang Al Biruni mengikuti ketentuan yang diatur
oleh Rumah Sakit Islam Banjarmasin, yaitu pasien gawat atau pasien rujukan
dan poliklinik akan masuk melalui IGD dan dilakukan pengkajian di IGD,
bagi pasien yang rawat inap, akan dilanjutkan untuk mendaftar di Tempat
Pendaftaran pasien dan selanjutnya akan dikirim ke ruang rawat inap,
sedangkan bagi pasien yang bisa rawat jalan akan diperbolehkan pulang.

Skema Alur Pasien Masuk

Mendaftar
Direkam medik

POLI KLINIK IGD

Ke Ruangan
Rawat Jalan Rawat Inap

Pulang
74

Skema 2.1 Pengaturan Pendaftaran Pasien di Rumah Sakit Islam Banjarmasin

Berdasarkan wawancara dengan kepala ruangan Al Biruni, pengorganisasian


diruangan berpedoman pada asuhan keperawatan dengan menggunakan metode
asuhan keperawatan professional (MAKP), dimana perawat dibagi menjadi 2
tim. Masing-masing tim dipimpin oleh seorang ketua tim dan melayani pasien
sesuai yang sudah ditentukan, yaitu tim 1, memberikan perawatan pada pasien
kamar 702,703,704,705, 714,715,716 dan 717 (sayap kiri) dan tim 2
memberikan perawatan pada pasien kamar 706, 707,708,709,710,711,712 dan
713 (sayap kanan).

Berdasarkan hasil observasi pada tanggal 31 Januari 2019 bahwa pengaturan


pengorganisasian pasien dibagi kepada 2 tim yang masing masing tim
bertanggung jawab atas pasien kelolaannya.

Dari hasil kuisioner 9 perawat tentang pengorganisasian pasien didapatkan


bahwa jumlah tenaga keperawatan yang ada di ruangan telah sesuai dengan
beban kerja selalu 5 (55,6 %), sering 1 (11,1 %), kadang 2 (22,2 %), jarang, 1
(11,1 %)

4) Fungsi Pengaturan (Staffing)


a) Orientasi Staf perawat baru
Wawancara: Perawat staf baru disini harus orientasi ruangan, dan kami
memiliki SOP yang digunakan untuk Orientasi staf perawat yang baru.
Observasi: ada SOP Orientasi staf perawat baru
Pada hasil kuesioner, diruangan ini dilaksanakan orientasi staf pada
setiap perawat baru selalu 8 (88,9 %) dan kadan 1 (11,1%).

b) Pengaturan Jadwal Dinas


Wawancara: Berdasarkan wawancara dengan kepala ruangan, jadwal
dinas yang digunakan, mengikuti aturan Rumah Sakit dr. H. Soemarno
Sosroatmodjo Kuala Kapuas, yaitu setiap orang dalam 1 bulan 168 jam
(Pagi 6 jam, Siang 7 Jam, Malam 11 Jam), seandainya pada bulan yang
sedang berjalan terdapat kelebihan jam dinas, maka akan disesuaikan
pada bulan berikutnya.

Observasi:Jadwal dinas untuk bulan selanjutnya sudah ada. Bulan


Januari 2020 sudah ditetapkan jadwal dinas.
75

Berdasarkan hasil kuisioner sebagian besar 5 (55,6%) perawat


menyampaikan pengaturan shiff dinas berdasarkan ketergantungan
pasien dan Pengaturan jadwal dinas di ruangan ini dilakukan dengan
musyawarah dan fleksibel.

c) Perhitungan Jumlah Tenaga di Ruangan


Berdasarkan hasil wawancara Kepala Ruangan untuk perhitungan
ketenagakerjaan kami mengikuti UU Depkes tentang ketenagakerjaan.

5) Fungsi Pengarahan (Actuating)


a) Timbang terima (Hand Over)
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala ruangan tanggal 2 januari
2019, timbang terima dilakukan pada pergantian dinas oleh petugas yang
bertugas pada shift sebelumnya dengan shift yang akan dijalani. Timbang
terima dilakukan dengan metode SBAR di nurse station dengan
membacakan hal yang perlu disampaikan dari kondisi pasien dan akan di
konfirmasi saat visite perawat pada pergantian dinas.

Berdasarkan hasil observasi, timbang terima dilakukan di nurse station


saja tetapi tidak dilakukan ke ruangan pasien. Dan tidak semua petugas
yang mengikuti timbang terima.

Berdasarkan hasil kuesioner yang dibagikan kepada 9 orang perawat yang


menjawab Selalu mengikuti kegiatan timbang terima selalu 5 orang (55,6
%), Sering 3 orang (33,3 %), Kadang-kadang 1 orang (11,1 %).

b) Preconferen
Berdasarakan wawancara dengan kepala ruangan, Preconference masih
belum dilakukan.

c) Postconferen
Berdasarkan wawancara dengan kepala ruangan, Postconferens masih
belum dilakukan.

d) Motivasi
Berdasarkan wawancara dengan kepala ruangan motivasi kepada perawat
sudah dilakukan namun hanya secara lisan saja dan peningkatan motivasi
sebenarnya sudah dilakukan oleh rumah sakit baik secara langsung
76

maupun tidak langsung. Misalnya, Di Ruang Kenanga Kepala Ruangan


memberikan motivasi kepada petugas, berharap apa yang diberikan
kepada pasien menjadi amal ibadah untuk kita dan mampu memberikan
pelayanan keperawatan yang memuaskan
Berdasarkan hasil observasi, didapatkan bahwa motivasi selalu dilakukan
oleh kepala ruangan.

e) Pendelegasian
Berdasarkan wawancara dengan kepala Ruang Al-Biruni dalam
melakukan pendelegasian dilakukan antara Kepala Ruangan kepada
katim, Katim kepada perawat pelaksana yang dianggap kompeten, dan
antara dokter kepada dokter lainnya. Pendelegasian antar dokter biasanya
menggunakan surat pendelegasian dokter visite.

Berdasarkan hasil observasi pada tanggal 01 Januari 2019, format


pendelegasian secara khusus belum ada.

f) Supervisi
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala ruangan, kepal ruangan
mempunyai rencana untuk melakukan suvervisi secara rutin perbulan
sekali. Minimal dilakukan 3 bulan sekali. Untuk sekarang ini, suvervisi
masih belum dilakukan secara masimal da belun terjadwal secara rutin.

Hasil kuesioner dari 9 orang perawat tentang pelaksanaan supervisi, yang


menyatakan Selalu 5 (55,6 %), Sering 3 orang (33, 3%), Kadang-kadang
1 orang (11,1%).

g) Ronde keperawatan
Berdasarkan hasil wawancara pelaksanaan ronde keperawatan masih
belum dilakukan.

Berdasarkan hasil kuesioner dari 9 orang perawat tentang kegiatan ronde


keperawatan, perawat yang menyatakan selalu 5 (55,6%), sering 3
(33,3%) dan Kadang-kadang 1 orang (11,1 %) .

6) Fungsi Pengendalian (Controlling)


a) Indikator Mutu
Berdasarkan wawancara dengan kepala menurut kepala ruang Al Biruni
untuk indikator mutu seperti pasien infeksi nosokomial, kejadian
77

dekubitus dan kejadian jatuh sebagai tolak ukur untuk meningkatkan


mutu pelayanan ruangan Al Biruni masih belum optimal.

Berdasarkan data dari tim PPI Rumah Sakit Islam Banjarmasin,


didapatkan angka kejadian phlebitis pada bulan Juli 2019 sebanyak 15,8
%, Agustus 2019 sebanyak 13,6 % dan September 2019 sebanyak 16,6
%.Data Penilaian resiko jatuh dilakukan pada saat pengkajian awal
dengan menggunakan metode pengkajian resiko jatuh yang telah
ditetapkan oleh Rumah Sakit Islam Banjarmasin. Penilaian resiko jatuh
pada pasien dewasa menggunakan scoring morse dan anak menggunakan
scoring humpty dumpty.

Dari hasil wawancara dengan kepala ruang Al Biruni dan data yang
didapatkan dari rekam medik serta laporan safety officer rumah sakit,
tidak ditemukan kejadian pasien jatuh selama 6 bulan terakhir.

Tabel 2.9Angka Kepatuhan Cuci Tangan di Ruang Al Biruni Bulan


Juli 2019
Kepatuhan Perawat
No 5 Moment
Dilakukan Tdk Dilakukan
1. Sebelum kontak dengan 61% 39 %
pasien
2. Sebelum melakukan 71% 29 %
tindakan aseptic
3. Setelah melakukan 100% 0%
tindakan
4. Setelah terpapar cairan 71% 29 %
beresiko (urine, darah)
5. Setelah kontak dengan 79% 21 %
lingkungan pasien
Sumber : Laporan Komite PPI Rumah Sakit Islam Banjarmasin

Tabel 2.10 Angka Kepatuhan Cuci Tangan di Ruang Al Biruni Bulan


Agustus 2019
Kepatuhan Perawat
No 5 Moment
Dilakukan Tdk Dilakukan
1. Sebelum kontak dengan 59% 41 %
pasien
2. Sebelum melakukan 61% 39 %
tindakan aseptic
3. Setelah melakukan 100% 0%
tindakan
4. Setelah terpapar cairan 54% 46 %
beresiko (urine, darah)
5. Setelah kontak dengan 61% 31 %
lingkungan pasien
Sumber :Laporan Komite PPI Rumah Sakit Islam Banjarmasin
78

Tabel 2.11 Angka Kepatuhan Cuci Tangan di Ruang Al Biruni Bulan


September 2019
Kepatuhan Perawat
No 5 Moment
Dilakukan Tdk Dilakukan
1. Sebelum kontak dengan 71% 29 %
pasien
2. Sebelum melakukan 61% 39 %
tindakan aseptic
3. Setelah melakukan 100% 0%
tindakan
4. Setelah terpapar cairan 71% 29 %
beresiko (urine, darah)
5. Setelah kontak dengan 79% 21 %
lingkungan pasien
Sumber : Laporan Komite PPI Rumah Sakit Islam Banjarmasin

Data yang didapatkan dari PPI Rumah Sakit Islam Banjarmasin, pada
periode Juli, Agustus dan September 2019, menunjukkan bahwa
kepatuhan perawat mencuci tangan saat sebelum kontak dengan pasien
adalah 63,7 %, sebelum melakukan tindakan aseptic adalah 64,3 %,
setelah melakukan tindakan adalah sebanyak 100 %, setelah terpapar
cairan tubuh pasien sebanyak 65, 3 % dan setelah kontak dengan
lingkungan pasien sebanyak 73 %.

Berdasarkan hasil diatas, dapat disimpulkan bahwa angka kepatuhan


cuci tangan belum sesuai target (100 %), karena didapatkan masih
terdapat ketidakpatuhan pada saat sebelum kontak, yaitu sebanyak
36,3 %, sebelum melakukan tindakan aseptic 35,7 %, setelah terpapar
cairan tubuh pasien sebanyak 34,7 % dan setelah kontak dengan
lingkungan pasien sebesar 27 %. Hal ini tentunya harus menjadi
perhatian bagi Tim PPI untuk diatasi.

b) Audit Dokumentasi Keperawatan


Penetapan standar audit dokumentasi asuhan keperawatan telah dilakukan
oleh bagian keperawatan RSI Banjarmasin.

Berdasarkan hasil observasi, didapatkan bahwa dokumentasi keperawatan


diruang Al Biruni meliputi pengkajian, penetapan diagnosa keperawatan,
intervensi, implementasi, dan evaluasi keperawatan sudah terdokumentasi
tetapi belum maksimal.

c) Survey Kepuasan Pasien


79

Berdasarkan hasil wawancara standar kepuasan pasien kepada kepala


ruangan di Ruang Al-Biruni seharusnya mencapai 100 %. Artinya pasien
yang mendapatkan pelayanan kesehatan di ruang Al-Biruni diharapkan
100% puas terhadap pelayanan keperawatan yang diberikan.

Dari hasil kuesioner kepuasan pasien sebesar 80,9 % dapat dikatakan


baik. Berdasarkan kuesioner ketidakpuasan tertinggi adalah pada perawat
atau karu mengkonfirmasikan pasien tentang perawat yang bertanggung
jawab terhadap pasien 62 % mengatakan tidak puas.

d) Rekapitulasi Komplain Pasien


Berdasarkan wawancara dengan kepala ruangan rumah sakit sudah
memiliki tim untuk rekapitulasi tentang pelayanan di rumah sakit, pada
ruang al biruni belum memiliki rekapitulasi komplain pasien. Dari hasil
wawancara dengan petugas atau perawat jagadikatakan bahwa tidak ada
pasien yang komplain selama kami praktek di Ruang Al Biruni.

Melalui observasi hasil pengamatan kami tidak ada pasien yang datang
keruang jaga perawat untuk komplain.

Berdasarkan hasil kuesioner tidak ada ditemukan complain pasien atau


keluarga pasien tentang perawatan di ruang Kenanga.

3.4 Output
3.4.1 Indikator pelayanan Efisiensi Ruangan
BOR (Bed Occupancy Ratio = Angka penggunaan tempat tidur)

Jumlah Pasien Harian


BOR = x 100%
Bed x Priode

BOR = 55,03 % (Normalnya 70-85%)

ALOS ( Average Length Of Stay)

Jumlah lama dirawat


ALOS =
Pasien Keluar RS (hidup+ mati)/bulan

28.524
ALOS =
8.459/3

ALOS = 10 hari (Normalnya 7-10 hari)

BTO (Bed Turn Over)


80

Pasien Keluar RS (hidup+ mati)


BTO =
Jumlahtempat tidur

8.459
BTO =
144

BTO = 58,9 kali (Normalnya 4-45 hari)

TOI (Turn Over Invertal)

( Jumlah TT X Priode )−Hari Perawatan


TOI =
Jumlah pasien keluar RS(Hidup+ Mati )

TOI = 2,76 hari (Normalnya 1-3 hari)

NDR (Net Death Rate

jumlah pasien mati> 48 jam


NDR =
Jumlah pasienkeluar RS ( Hidup+ Mati)

NDR = 11,35 %

GDR (Gross Death Rate)

Jumlah Pasien Mati Seluruhnya


GDR = x 1000
Jumlah pasienkeluar RS ( Hidup+ Mati)

237
GDR = x 1000
8.459

GDR = 28,02 %

3.4.2 Instrumen ABC Pelaksana SAK


1) Instrumen Dokumentasi (Instrumen A)
Tabel 2.12 Aspek Pengkajian
KODE BERKAS REKAM MEDIK PASIEN
NO ASPEK YANG DINILAI
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
A. PENGKAJIAN
1 Mencatat data yang dikaji 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
sesuai dengan pedoman
pengkajian
2 Data dikelompokkan (bio – 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0
psiko - sosial – spiritual)
3 Data dikaji sejak pasien masuk 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1
sampai pulang
4 Masalah dirumuskan 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0
berdasarkan kesenjangan
antara status kesehatan dengan
norma dan pola fungsi
kehidupan
SUB TOTAL 4 4 4 4 4 3 3 4 2 2
TOTAL 35
PRESENTASE 87,5 %
81

Berdasarkan hasil instrument studi dokumentasi penerapan standar asuhan


keperawatan pada bagian pengkajian didapatkan bahwa sebesar 87,5 %
dokumentasi pengkajian dinyatakan baik. Data paling rendah pada data dikaji
pada pasien masuk dan pulang. Saran dan masukan : pengisian status baru
masuk dikaji ulang dan dilakukan langsung di hadapan pasien.

Tabel 2.12 Aspek Diagnosa


KODE BERKAS REKAM MEDIK PASIEN
NO ASPEK YANG DINILAI
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
B. DIAGNOSA
1 Diagnosa keperawatan 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
berdasarkan masalah yang
telah dirumuskan
2 Merumuskan diagnosa 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0
keperawatan aktual dan resiko
3 diagnose keperawatan risiko 0 0 0 0 0 0 1 1 1
dirumuskan 0
SUB TOTAL 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
TOTAL 20
PRESENTASE 66,6 %

Berdasarkan hasil instrument studi dokumentasi penerapan standar asuhan


keperawatan pada bagian diagnose didapatkan bahwa sebesar 66,6 %
dokumentasi dilakukan. Akan tetapi, pada diagnose keperawatan, ditemukan
bahwa diagnosa tidak berubah dari pasien masuk sampai akhir observasi ( saat
pulang) dan terdapat banyak diagnose keperawatan tidak merumuskan
diagnose resiko. Saran dan masukan agar dapat menuliskan diagnose
keperawatan tidak hanya satu diagnose.

Tabel 2.13 Aspek Perencanaan


KODE BERKAS REKAM MEDIK PASIEN
NO ASPEK YANG DINILAI
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
C. PERENCANAAN
1 Berdasarkan diagnosa 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1
keperawatan
2 Rencanadisusun menurut 0 0 1 0 1 1 1 0 1 1
urutan p rioritas
3 Rumusan tujuan mengandung 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0
komponen pasien/subyek,
perubahan, perilaku, kondisi
pasien dan atau waktu
4 Rencana tindakan mengacu 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0
pada tujuan dengan kalimat
perintah, terinci dan jelas
5 Rencana tindakan 0 0 0 0 0 1 0 1 1 1
menggambarkan keterlibatan
pasien/keluarga
6 Rencana tindakan 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
menggambarkan kerjasama
dengan tim kesehatan lain
SUB TOTAL 2 2 4 2 3 5 5 2 4 4
TOTAL 33
PRESENTASE 55 %

Berdasarkan hasil instrument studi dokumentasi penerapan standar asuhan


keperawatan pada bagian perencanaan didapatkan pada bagian rumusan
82

tujuan mengandung komponen pasien/subyek, perubahan, perilaku, kondisi


pasien dan atau waktu tidak diisi (nilai 0), sehingga menyebabkan nilai yang
didapat hanya 55 %, dimana hal ini dikategorikan tidak memenuhi target yang
seharusnya yaitu 100 %.

Tabel 2.14 Aspek Tindakan


KODE BERKAS REKAM MEDIK PASIEN
NO ASPEK YANG DINILAI
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
C. TINDAKAN
1 Tindakan dilaksanakan 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1
mengacu pada rencana
keperawatan
2 Perawat mengobservasi 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0
respon pasien terhadap
tindakan perawatan
3 Revisi tindakan berdasarkan 1 0 0 0 0 1 1 0 1 1
hasil evaluasi
4 Semua tindakan yang telah 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0
dilaksanakan dicatat ringkas
dan jelas
SUB TOTAL 4 3 3 2 2 2 2 1 2 2
TOTAL 23
PRESENTASE 57,5 %

Berdasarkan hasil instrument studi dokumentasi penerapan standar asuhan


keperawatan, tindakan keperawatan pada bagian perawat mengobservasi respon
pasien terhadap tindakan perawatan tidak diisi (nilai 0), sehingga menyebabkan nilai
yang didapat hanya 57,5 %, dimana hal ini dikategorikan tidak memenuhi target
yang seharusnya yaitu 100 %.

Tabel 2.15 Aspek Evaluasi


KODE BERKAS REKAM MEDIK PASIEN
NO ASPEK YANG DINILAI
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
E. EVALUASI
1 Evaluasi Mengacu pada tujuan 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1
2 Hasil Evaluasi didokumentasikan 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
SUB TOTAL 2 2 1 0 2 2 2 1 2 2
TOTAL 16
PRESENTASE 80 %

Berdasarkan hasil instrument studi dokumentasi penerapan standar asuhan


keperawatan pada bagian evaluasi, didapatkan pada poin evaluasi mengacu pada
tujuan tidak diisi (nilai 0), sehingga menyebabkan nilai yang didapat hanya 80 %,
dimana hal ini dikategorikan tidak memenuhi target yang seharusnya yaitu 100 %.

Tabel 2.16 Aspek Catatan

KODE BERKAS REKAM MEDIK PASIEN


NO ASPEK YANG DINILAI
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
F. CATATAN
1 Menulis pada format yang baku 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
2 Pencatatan dilakukan sesuai 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1
dengan tindakan yang
dilaksanakan
3 Pencatatan ditulis dengan jelas, 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1
ringkas, istilah yang baku dan
benar
83

4 Setiap melakukan 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0
intervensi/kegiatan perawat
mencantumkan paraf/nama
jelas, tanggal dan jam
dilakukannya tindakan
5 Berkas catatan keperawatan 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
disimpan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku
SUB TOTAL 5 5 4 4 4 4 5 4 5 4
TOTAL 44
PRESENTASE 88 %

Dari hasil instrument studi dokumentasi penerapan standar asuhan


keperawatan pada bagian catatan didapatkan bahwa sebesar 88 %
dokumentasi catatan asuhan keperawatan termasuk kategori baik. Data nilai
paling rendah adalah pencatatan di tulis dengan jelas ringkas, baku dan benar.

Tabel 2.17 Hasil pelaksanaan evaluasi penerapan standar asuhan keperawatan


di Ruang Kenanga RSUD Dr. Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas
Rata-rata
No Apek yang dinilai Keterangan
Jml Presentase
1 Pengkajian keperawatan 35 87,5% Cukup
2 Diagnosa Keperawatan 20 66,6% Baik
3 Perencanaan Keperawatan 33 55% Baik
4 Tindakan Keperawatan 23 57,5% Baik
5 Evaluasi Keperawatan 16 80% Baik
6 Catatan Asuhan Keperawatan 44 88% Baik
Pencapaian rata-rata 72,4 %

Jadi data yang didapat dari hasil pengkajian studi dokumentasi penerapan
standar asuhan keperawatan di ruang Kenanga RSUD Dr. Soemarno
Sosroatmodjo Kuala Kapuas dapat kurang baik dengan pencapaian rata-rata
72,4 % karena nilai standar pendokumentasiaan askep dinyatakan baik bila >
75 %.
c. Instrumen Kepuasan
1) Kepuasan Pasien
Tabel 2.17 Instrumen Kepuasan Pasien
Jumlah
Jawaban
Peserta
No Pertanyaan Ya % Kad % Tid %
ang ak
2
1 Perawat selalu memberikan 21 100% 0 0 0 0 21 Orang
salam pada saat masuk kamar
2 Perawat memperkenalkan diri 11 52,4 % 4 19 % 6 28,6 % 21 Orang
kepada anda
3 Dalam melayani pasien, perawat 21 100 % 0 0 0 0 21 Orang
bersikap sopan dan ramah
4 Perawat menjelaskan peraturan 11 52,4 % 0 0 10 47,6 % 21Orang
atau tata tertib rumah sakit saat
pertama kali anda masuk rumah
sakit
84

5 Perawat menjelaskan fasilitas 20 95,2% 1 4,8 % 0 0 21 Orang


yang tersedia dirumah sakit
pada pasien baru
6 Perawat menjelaskan dimana 14 66,7 % 5 23,8 % 2 9,5 % 21 Orang
tempat-tempat yang penting
untuk melancarkan perawatan
(kamar mandi, ruang perawat,
tata usaha dan lain-lain)
7 Perawat menjelaskan tujuan 20 95,2 % 0 0 1 4,8 % 21 Orang
perawatan pada pasien
8 Ada perawat atau kepala 2 9,5 % 6 28,5 % 13 62 % 21 Orang
ruangan yang
mengkonfirmasikan pasien
tentang perawat yang
bertanggung jawab terhadap
pasien
9 Perawat memperhatikan 20 95,2 % 1 4,8 % 0 0 21 Orang
keluhan pasien
10 Perawat menanggapi keluhan 20 95,2 % 1 4,8 % 0 0 21 Orang
pasien
11 Perawat memberikan 21 100 % 0 0 0 0 21 Orang
keterangan tentang masalah
yang dihadapi oleh pasien
12 Perawat memberikan penjelasan 21 100% 0 0 0 0 21 Orang
sebelum melakukan tindakan
keperawatan
13 Perawat meminta persetujuan 21 100 % 0 0 0 0 21 Orang
kepada pasien atau keluarga
sebelum melakukan tindakan
keperawtan
14 Perawat menjelaskan prosedur 18 85,% 3 14,2 % 0 0 21 Orang
tindakan sebelum melakukan
tindakan
15 Perawat menjelaskan resiko atau 19 90,% 2 9,5 % 0 0 21 Orang
bahaya suatu tindakan pada
pasien sebelum melakukan
tindakan
16 Perawat memberikan 12 57, 2% 9 42,8 % 0 0 21 Orang
keterangan atau penjelasan
dengan lengkap dan jelas
17 Perawat selalu memantau atau 10 47, 6% 11 52,4 % 0 0 21 Orang
mengobservasi keadaan pasien
secara rutin
18 Perawat selalu menjaga 21 100 % 0 0 0 0 21 Orang
kebersihan rumah sakit
19 Perawat selalu mencuci tangan 9 42, 8 9 42, 8% 3 14,4 % 21 Orang
sebelum menyentuh pasien %
20 Perawat melakukan tindakan 21 100 % 0 0 0 0 21 Orang
keperawatan dengan terampil
dan percaya diri
21 Dalam melakukan tindakan 20 95,2 % 1 4,8 % 0 0 21 Orang
keperawatan, perawat selalu
berhati-hati
22 Setelah melakukan tindakan 21 100 % 0 0 0 0 21 Orang
keperawatan, perawat selalu
menilai kembali keadaan anda
Total 374 80,9% 55 11,9 % 33 7,14% 462

Dari hasil survey persepsi pasien terhadap mutu asuhan keperawatan,


didapatkan nilai 80,9 %, berarti dapat dikatakan baik atau puas.

Berdasarkan instrument kuesioner diatas, didapatkan ketidakpuasan pasien


yang tertinggi adalah pada poin “Ada perawat atau kepala ruangan yang
85

mengkonfirmasikan pasien tentang perawat yang bertanggung jawab terhadap


pasien”, yaitu sebanyak 62 % pasien mengatakan tidak puas.

2) Kepuasan Kerja Karyawan (Wawancara Mendalam/angket/dll)


Tabel 2.18 Instrumen Kepuasan Kerja Karyawan
No Pertanyaan SP P CP TP STP
1 Jumlah gaji yang diterima dibandingkan pekerjaan
1 1 7
yang saudara lakukan
2 Sistem pengkajian yang dilakukan institusi tempat
1 2 6
saudara bekerja
3 Jumlah gaji yang diterima dibandingkan
1 1 7
pendidikan saudara
4 Pemberian insentif tambahan atas suatu prestasi
1 2 5 1
atau kerja ekstra
5 Tersedianya peralatan dan perlengkapan yang
3 1 4 1
mendukung pekerjaan
6 Tersedianya fasilitas penunjang seperti kamar
1 4 4
mandi, kantin, parker
7 Kondisi ruangan kerja terutama berkaitan dengan
3 6
ventilasi udara, kebersihan dan kebisingan
8 Adanya jaminan atas kesehatan atau keselamatan
2 6 1
kerja
9 Perhatian institusi rumah sakit terhadap saudara 1 6 2
10 Hubungan antara karyawan dalam kelompok kerja 2 6 1
11 Kemampuan dalam bekerja sama antar karyawan 3 5 1
12 Sikap teman-teman sekerja terhadap saudara 4 4 1
13 Kesesuaian anatara pekerjaan dan latar belakang
1 8
pendidikan saudara
14 Kemampuan dalam menggunakan waktu bekerja
1 3 5
dengan penugasan yang diberikan
15 Kemampuan supervise/pengawas dalam membuat
1 3 5
keputusan
16 Perlakuan atasan selama bekerja disini 1 7 1
17 Kebebasan dalam melakukan suatu metode sendiri
1 4 4
dalam menyelesaikan pekerjaan
18 Kesempatan untuk meningkatkan kemampuan
1 4 4
kerja melalui pelatihan atau pendidikan tambahan
19 Kesempatan untuk mendapatkan posisi lebih tinggi 1 3 5
20 Kesempatan membuat suatu prestasi dan
1 3 5
mendapatkan kenaikan pangkat
Total 28 76 74 2
Totalnya : SP = 28 (15,5 %) P = 76 (42,2%)

CP = 74 (41,1%) TP = 2 (1 %)

Berdasarkan hasil kuesioner tanggal 30-31 Desember 2019 kepada 9 orang


perawat dapat disimpulkan, bahwa 42,2 % perawat merasa puas terhadap
lingkungan pekerjaannya, sedangkan 1 % merasa tidak puas terhadap
“Pemberian insentif tambahan atas suatu prestasi atau kerja ekstra peralatan
dan perlengkapan yang mendukung pekerjaan”.

3) Instrumen SOP
Tabel 2. 19 Observasi Pelaksanaan Tindakan Pemasangan Infus di Ruang
Kenanga RSUD Dr. Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas
Observasi Ket
Kegiatan Aspek Yang Dinilai
1 2 3 4
86

Memasang a. Persiapan Alat


infuse 1. Alas plastik dan handuk kecil 0 0 0 0
2. Manset tangan / tourniquet 1 1 1 1
3. Kapas alkohol 1 1 1 1
4. Plester 1 1 1 1
5. Spidol 1 1 1 1
6. Set infus 1 1 1 1
7. Jarum infus 1 1 1 1
8. Cairan infus 1 1 1 1
9. Sarung tangan 1 1 1 1

b. Perawat
1. Cuci tangan 1 1 1 1
2. Jelaskan kepada klien prosedur 1 1 1 1
yang akan dilakukan
3. Bawa alat-alat yang sudah 1 1 1 1
disiapkan ditroli kedekat pasien
4. Buka set infus yang masih steril 1 1 1 1
5. Atur letak klep pengatur cairan 1 1 1 1
5 – 10 cm dibawah penampung
cairan
6. Putar naikkan pengatur cairan 1 1 1 1
7. Buka penutup botol cairan dan
pertahankan agar tetap steril 0 1 1 0
8. Hubungkan set infus dengan
botol infus secara steril 0 1 1 0
9. Gantungkan botol cairan itu
pada standar infus 1 1 1 1
10. Tekan penampung sehigga
cairan masuk dan mengisi 1 1 1 1
penampung ¾ bagian
11. Buka klep pengatur dan isi
selang dengan cairan dan selang 1 1 1 1
menghadap keatas sehingga
udara didalamnya keluar
12. Matikan pengatur tetesan bila
cairan sudah memenuhi pipa 1 1 1 1
13. Perhatikan lagi apakah dalam
pipa ada udara, jika ada 1 1 1 1
keluarkan udara kepenampung
udara
14. Cantumkan identitas klien,
nomor kamar, jam, tanggal, 0 0 0 0
obat yang dimasukkan kedalam
botol dan nama ners yang
mengerjakannya

c. Pelaksanaan
1. Gantungkan botol yang sudah 1 1 1 1
siapkan setinggi 1 m
2. Pasang alas karet dibawah 0 0 0 0
pemasangan infus
3. Letakkan ujung pipa yang 0 0 0 0
tertutup jarum ditroli
4. Pilih jarum atau kateter yang 1 1 1 1
tepat dan benar. Buka
pembungkus 1 1 1 1
5. Gunting plester sepanjang ± 6 –
10 cm dengan lebar 0,5 cm dan
letakkan dotempat yang 1 1 1 1
terjangkau
6. Periksa vena klien yang cocok 1 1 1 1
untuk ditusuk 1 1 1 1
7. Cukur rambut bila perlu
8. Periksa bagian vena supervisial
yang cukup besar untuk 1 1 1 1
memudahkan penusukkan jarum
9. Ikatan “Torniquet” 10 – 15 cm
diatas daerah yang akan ditusuk,
87

periksa pulsasi distal 0 1 1 1


10. Anjurkan klien untuk membuka
dan menutup kepalan tangannya
beberapa kali 1 1 1 1
11. Pilihlah vena yang tampak dan
kuat pada waktu palpasi 1 1 1 1
12. Pakai sarung tangan (steril bila
diperlukan) 1 1 1 1
13. Bersihkan bagian itu dengan
antiseptic 1 1 1 1
14. Letakkan ibu jari pada vena
bagian distal dari luka tusukan,
tekan sampai vena dibawah kulit
menjadi tegang
15. Masukkan jarum pada sudut 30 1 1 1 1
° kurang lebih 0,5 sampai 1 cm
bagian distal dari vena yang
dituruk, sampai menembus
dinding depan vena
16. Perhatikan darah yang keluar 1 1 1 1
dari jarum kearah pipa plastik
pangkal jarum
17. Tarik sedikit saja jarum bagian 1 1 1 1
dalam/jarum besi, sehingga
bagian depan adalah jarum
plastik saja (jarum besi masih
berada dalam jarum plastik),
dorong jarum plastic menelusuri
vena sampai kepangkalnya
18. Sterilkan sekali lagi dengan 1 0 0 1
antiseptic/alkohol pada area
penusukan sebelum difiksasi
dengan plester steril
19. (hypapix/plesterin/hansaplast/tra 1 1 1 1
nsparan dressing) yang tersedia
20. Tarik jarum besi dari IV kateter 1 1 1 1
dan segera tekan (agar darah
tidak keluar) pada pangkal
jarum yang terpasang, buka
penutup ujung selang cairan
infus dan sambungkan dengan
kuat pada pangkal IV kateter,
serta buka klem cairan infus
secukupnya 1 1 1 1
21. Buat fiksasi kupu-kupu pada
pangkal IV kateter dengan
plester 6 – 10 cm 1 1 1 1
22. Atur jumlah tetesan cairan
sesuai kebutuhan pasien 1 1 1 1
23. Lakukan fiksasi rapi pada selang
infus sisanya dengan kurang
lebbih 2 – 3 plester pendek 1 1 1 1
24. Beri label tanggal pemasangan
pada plester pendek 1 1 1 1
25. Fiksasi lengan klien dengan
bidai bila diperlukan 1 1 1 1
26. Bersihkan alat-alat yang
terpakai, yang tidak terpakai
masukkan sampah dalam
kantong sampah, lepas sarung
tangan dan mencuci tangan 1 1 1 1
27. Catat prosedur pada rekam
medik klien

Sub total 43 45 45 44

Total 177

Presentase 88,5 %
88

Keterangan :
0 : Tidak Dilakukan.
1 : Dilakukan
Berdasarkan observasi pelaksanaan tindakan perawatan pemasangan infus
pada 4 orang perawat, didapatkan hasil 88, 5 % telah melaksanakan tindakan
sesuai SOP. Adapun 11,5 % yang tidak sesuai prosedur, disebabkan oleh
adanya perawat yang pada tahap persiapan alat, tidak menyediakan ‘Alas
plastik dan handuk kecil’ (sebanyak 4 orang), pada tahap ‘Buka penutup botol
cairan dan pertahankan agar tetap steril’ dan tahap  ‘Hubungkan set infus
dengan botol infus secara steril’ masing-masing 2 orang tidak melakukan
tindakan sesuai SOP.

Pada tahap kerja, ‘Cantumkan identitas klien, nomor kamar, jam, tanggal, obat
yang dimasukkan kedalam botol dan nama ners yang mengerjakannya’
seluruh perawat yang diobservasi (4 orang) tidak melakukan tindakan sesuai
SOP.

Juga tahap pelaksanaan ‘Pasang alas karet dibawah pemasangan infus’ dan
‘Letakkan ujung pipa yang tertutup jarum ditroli’, juga tidak dilakukan oleh
seluruh perawat yang diobservasi (4 orang). Pada tahap ‘Anjurkan klien untuk
membuka dan menutup kepalan tangannya beberapa kali’ ada 1 orang perawat
yang tidak sesuai SOP. Dan pada tahap ‘Sterilkan sekali lagi dengan
antiseptic/alkohol pada area penusukan sebelum difiksasi dengan plester
steril’, terdapat 2 orang perawat yang tidak bekerja sesuai SOP.

Dari pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan SOP


pemasangan Infus, belum memenuhi target yang seharusnya yaitu 100 %,
sehingga perlu dilakukan pengkajian ulang oleh komite keperawatan,
mengenai kepatuhan perawat terhadap SOP yang sudah ditentukan.

Tabel 2.20 Observasi tindakan pemberian obat di ruang Kenanga RSUD Dr.
Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas
Kegiatan Aspek Yang Dinilai Observasi Ket
1 2 3 4
Pemberian 1. Perawat cuci tanagn 0 1 1 0
obat 2. Siapkan alat-alat 1 1 1 1
3. Bandingkan catatan 1 1 1 1
pemberian obat dengan
instruksi dari dokter
sesuai dengan 6 prinsip
benar:
 Benar Klien: periksa
nama klien, nomor CM,
89

ruang, nama dokter


yang meresepkan pada
catatan pemberian obat,
kartu obat
 Benar obat:
memastikan bahwa obat
generic sesuai nama
dagang obat, klien tidak
alergi pada kandungan
obat yang didapat,
memeriksa identitas
obat sesuai dengan
catatan.
 Benar Dosis:
memastikan dosis yang
diberikan sesuai dengan
rentang pemberian dosis
untuk cara pemberian
tersebut, berat badan
dan umur klien, periksa
dosis pada label obat
untuk membandingkan
dengan dosis yang
sesuai pada catatan
pemberian obat.
Lakukan penghitungan
dosis secara akurat.
 Benar Cara:
memeriksa label obat
untuk memastikan
bahwa obat tersebut
dapat diberikan sesuai
cara yang diinstruksikan
dan periksa cara
pemberian pada catatan
pemberian obat.
 Benar Dokumentasi:
memeriksa label obat
memastikan bahwa obat
tersebut dapat diberikan
cara yang diinstruksikan
dan periksa cara
pemberian pada catatan
pemberian obat.
Sub total 2 3 3 2
Total 7
Presentase 83%

Tabel 2.21 observasi tindakan memasukan obat ke dalam cairan infus

Kegiatan Aspek Yang Dinilai Observasi Ket


1 2 3 4
Memasuka 1. Cuci tangan 0 0 1 0
n obat ke 2. Pastikan order dari dokter 1 1 1 1
dalam 3. Jelaskan prosedur kepada klien 0 0 1 1
cairan 4. Periksa identifikasi klien dengan 1 1 1 1
infuse membaca ID klien dan menanyakan
namanya
5. Tambahkan obat ke wadah yang 1 1 1 1
baru
6. Cari port penyuntikan obat pada 0 1 1 1
kantung IV
7. Usap port dengan swab alkohol 0 0 1 0
atau antiseptik
8. Dengan perlahan tusukan jarum 1 1 1 1
spuit sampai menembus bagian
tengah port dan dorong plunger.
9. Tarik spuit dan campur larutan 1 1 1 1
90

dengan memegang kantong cairan


dengan perlahan dari satu ujung ke
ujung yang lain.
10. Gantong kantong cairan dan periksa 1 1 1 1
kecepatan infus.
11. Lengkapi lebel obat dan tempel 0 0 0 0
lebel tersebut dengan baik
12. Cuci tangan. 1 1 1 1
13. Tambahkan obat kedalam wadah 1 1 1 1
yang sudah ada : 1 1 1 0
14. Cuci tangan
15. Periksa volume cairan yang tersisa 1 1 1 1
dalam wadah.
16. Tutup klep infus IV. 1 1 1 1
17. Usap port obat dengan swab 0 0 1 1
alkohol atau antiseptik.
18. Tusukan jarum spuit melalui port 1 1 1 1
dan suntikan obat.
19. Turunkan wadah dari penggantung 1 1 1 1
kantung IV dan campur dengan
perlahan ( dengan membalik –
balikan kantong dengan perlahan ).
20. Gantungkan kembali dan atur 1 1 1 1
kecepatan penginfusan.
21. Berikan label pada wadah dengan 1 1 0 0
nama dan dosis obat.
22. Cuci tangan. 1 1 0 0

Sub total 17 17 19 18
Total 68
Presentase 77,2 %

Tabel 2.22 observasi tindakan perawatan luka di ruang Kenanga RSUD Dr.
Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas

Kegiatan Aspek Yang Dinilai Observasi Ket


1 2 3 4
Perawatan 1. Perawat mencuci tangan. 1 1 1 1
luka 2. Berikan privacy klien selama 1 1 1 1
tindakan.
3. Atur posisi, beri pengalas. 0 1 0 0
4. Lepaskan plester dan balutan 1 1 1 1
menggunakan sarung tangan/ pincet
dan kapas alkohol. Pada luka kotor,
bila perban tampak mengering
dapat disiram dengan Nacl secara
perlahan-lahan agar klien tidak
kesakitan ketika perban dibuka.
5. Kaji kondisi klien. 1 1 1 0
6. Buka alat-alat steril dan 1 1 0 0
pertahankan agar tidak
terkontaminasi, tuang larutan anti
septic/alkohol pada luka bersih dan
Nacl 0.9% pada luka kotor dan
bahan lainnya yang diperlukan.
Pada luka bersih:
 Gunakan sarung tangan
 Bersihkan luka sesuai kondisi
luka steril
 Kaji kondisi luka
 Berikan obat sesuai program/
kondisi luka lalu tutup dengan
kasa steril
Pada luka kotor:
 Bersihkan luka dengan
91

menyiramkan/mengompreskan
Nacl 0,9% dengan pinset dan
kasa steril,massage area luka
untuk mengeluarkan pus sampai
dengan bersih/lakukan
berulang-ulang
 Kaji kondisi luka
 Potong jaringan nekrotik bila
ditemukan atau sesuai order
dokter
 Tutup kembali luka dengan kasa
yang dibasahi Nacl atau sesuai
order dokter.
7. Buka sarung tangan 1 1 0 0
8. Fiksasi kasa dengan plester, 1 1 1 1
tambahkan balutan bila diperlukan
9. Rapikan klien seperti semula
10. Perawat mencuci tangan 1 1 1 1
11. Dokumentasi pada catatan 1 1 1 1
keperawatn klien 1 1 1 1

Sub total 10 11 9 8
Total 38
Presentase 86,4 %

Tabel 2.23 observasi tindakan pengambilan darah di ruang Kenanga RSUD Dr.
Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas

Kegiatan Aspek Yang Dinilai Observasi Ket


1 2 3 4
Pengambil 1. Mencuci tangan 1 1 1 1
an Sampel 2. Menentukan lokasi 1 1 1 1
darah 3. Meletakkan perlak kecil dibawah 0 0 0 0
lengan/daerah yang akan dilakukan
punksi
4. Melakukan pembendungan 1 1 1 1
5. Mendisifeksi lokasi tusukan 1 1 1 1
6. Menusukkan jarum dengan sudut 5- 1 1 1 1
30 derajat
7. Menghisap darah sesuai dengan 1 1 1 1
jumlah yang diperlukan
8. Pembendungan di lepas 1 1 1 1
9. Mencabut jarum 1 1 1 1
10. Menekan bekas punksi 1 1 1 1
11. Memasukkan darah ke dalam 1 1 1 1
tabung/botol darah
12. Memberaskan alat-alat 1 1 1 1
13. Mencuci tangan 1 1 1 1
Sub total 12 12 12 12
Total 24
Presentase 92,3%

Tabel 2.24 Hasil Observasi kepatuhan perawatan melaksanakan tindakan sesuai SOP
No Judul SOP Presentase

1. Pemasangan infuse 88,5 %

2. Pemberian obat 83 %

3. Penambahan obat ke botol cairan 77,2 %


92

4. Perawatan luka 86,4 %

5. Pengambilan darah 92,3 %

Total 85,48 %

3.5 Analisis Swot (Analisis Masalah)


Tabel 2.25 Analisa Masalah di Ruang Kenanga RSUD Dr. Soemarno
Sosroatmodjo Kuala Kapuas
NO KEKUATAN KELEMAHAN PELUANG ANCAMAN
1 M1( Ketenagaan)
 Seluruhnya  Belum meratanya  Sebagian besar  Makin tingginya
perawat pelatihan bagi semua perawat kesadaran
mengetahui visi, karyawan. mempunyai masyarakat akan
misi ,rumah sakit  50 % perawat yang kemauan untuk adanya
maupun sudah mengikuti meningkatkan perlindungan
keperawatan di pelatihan BHD, 60 % pendidikan hukum terhadap
tempat kerja sudah mengikuti kejenjang yang tindakan
 Jenis ketenagaan pelatihan BTCLS, 55 lebih tinggi kesehatan yang
di ruangan % sudah mengikuti  Adanya kesempatan di berikan
S-1 Kep, Ners : 3 pelatihan Patien melanjutkan  Adanya tuntutan
Orang Safety, 45 % sudah pendidikan tinggi dari
S-1 Kep : 1 memiliki sertifikat kejenjang yang masyarakat
Orang pelatihan Komunikasi lebih tinggi untuk pelayanan
D-3 Kep : 12 Efektif dan K3, serta  Adanya kebijakan yang lebih
Orang baru 35 % perawat rumah sakit tentang profesional
 Adanya pelatihan yang bersertifikat profesionalisasi  Adanya
meningkatkan pelatihan PPI perawat pertanggung
kompetensi jawaban
perawat legalitas bagi
pasien
2 M2 (Material)
 Mempunyai  Terlihat barang-  Adanya kesempatan  Adanya tuntutan
sarana dan barang pasien untuk penggantian dari masyarakat
prasarana yang berantakan dan tidak alat-alat yang tidak tentang
memadai untuk ditempatkan layak pakai kesediaan sarana
pasien sebagaimana  Adanya pengadaan dan prasarana
 Mempunyai 29 mestinya ditempat sarana dan yang memadai
tempat tidur yang telah disediakan prasarana yang  Adanya tuntutan
pasien  Ada beberapa rusak dari bagian tinggi dari
 Semua perawat ruangan pasien tidak pengadaan barang masyarakat
mengerti cara tersedianya sabun  Adanya peluang untuk
menggunakan cuci tangan di untuk memperbaiki melengkapi
alat-alat wastafel. dan membenahi sarana dan
perawatan  Tidak tersedianya keadaan ruangan prasarana
hand srub pada tersebut  Keterbatasan
dinding ruangan dana untuk
tetapi tidak dilakukan sarana dan
pengecekan isi hands prasarana
srub.
 Ada beberapa alat
kesehatan yang
kurang baik.
3 M3 (Metode)
Penerapan MAKP
 Rumah Sakit  Masih adanya  Adanya UU No.19  Persaingan
memiliki visi, perawat yang tahun 2002 dengan rumah
93

misi dan mutu melakukan tindakan keperwatan pasal sakit swasta


sebagai acuan tidak sesuai SOP yang berhubungan yang semakin
melaksanakan dengan MAKP ketat
kegiatan  Adanya  Makin tinggi
pelayanan mahasiswa Ners kesadaran
 Sudah ada model keperawatan masyarakat
MAKP dengan praktek akan hukum
metode Modular manajemen  Makin tinggi
 Mempunyai SOP keperawatan kesadaran
dan SAK masyarakat
Tindakan akan
keperawatan pentingnya
kesehatan
 Bebas pers
yang dapat
langsung
menyebarkan
informasi yang
cepat
Timbang Terima
 Pelaksanaan  Komunikasi SBAR Adanya pelatihan  Adanya
timbang terima di dan komunikasi efektif tuntutan yang
dalam ruangan pendokumentasiann di Rumah Sakit lebih tinggi
sudah dilakukan ya saat timbang Adanya mahasiswa dari
tetapi belum terima belum S-1 keperawatan masyarakat
dilakukan dengan dilaksanakan yang praktik untuk
baik manajemen mendapatkan
 Adanya laporan keperawatan pelayanan
jaga setiap shift kebijakan RS (bidang keperawatan
 Timbang terima keperawatan) yang
sudah tentang timbang profesional
merupakan terima
kegiatan rutin Adanya kesempatan
yang telah untuk meningkatkan
dilaksanakan kemampuan
 Adanya kemauan kompetensi
perawat untuk
melakukan
timbang terima

Ronde
Keperawatan  Pelaksanaan ronde Adanya pelatihan  Adanya
 Bidang keperawatan belum manajemen bangsal tuntutan yang
perawatan dan dilakukan Adanya kesempatan lebih tinggi
ruangan dari kepala ruangan dari
mendukung untuk mengadakan masyarakat
adanya ronde keperawatan untuk
kegiatan ronde pada perawat dan mendapatkan
perawatan mahasiswa praktik pelayanan
yang
profesional

Supervisi
 Perawat mengerti  Belum adanya Adanya teguran dari  Tuntutan
tentang supervisi dokumentasi kepala ruangan bagi pasien sebagai
 Supervisi belum supervise perawat yang tidak konsumen
dilakukan di melaksanakan tugas untuk
ruangan Kenanga, dengan baik mendapatkan
baik secara Hasil supervise dapat pelayanan
maupun tidak dilakukan sebagai yang
langsung pedoman untuk professional
daftar penilaian  Terjadinya
prestasi pegawai mal praktek
94

Adanya mahasiswa
Ners keperawatan
yang praktik
manajemen
keperawatan

Dokumentasi Kurang optimalnya Adanya program Tingkat kesadaran
Keperawatan perawat dalam mengisi pelatihan masyarakat
 Tersedianya status dokumentasi Adanya mahasiswa (pasien dan
status pasien yang keperawatan secara Ners keperawatan keluarga) akan
baku lengkap, meliputi : yang praktik tanggungjawab
 72,4 % pengisian 1. Diagnosa manajemen dan tanggung
dokumentasi keperawatan yang keperawatan gugat
sudah dilakukan tidak berubah dari
sesuai prosedur pasien masuk
sampai keluar
2. Tujuan keperawatan
yang ingin dicapai
tidak dicantumkan
3. Format hanya
sampai SOAPI,
tanpa ER
4. Evaluasi dilakukan
tidak lengkap hanya
menyebutkan
Tanda-tanda Vital
5. Dinas Sore dan
Dinas Malam tidak
menuliskan
pengkajian secara
lengkap, hanya
implementasi saja
4. M4 (Money)
Dana  Keterbatasan Ada kesempatan  Adanya
operasional anggaran untuk untuk menggunakan tuntutan yang
ruangan pengadaan alkes, instrument medis lebih tinggi
Kenanga sarana dan dengan re-use dari
diperoleh dari prasarana lainnya. sehingga menghemat masyarakat
rumah sakit. pengeluaran untuk
Adanya kerjasama mendapatkan
pendanaan dengan pelayanan
pihak ketiga (BPJS) kesehatan
dalam hal yang lebih
pembiayaan professional
sehingga
membutuhkan
pendanaan
yang lebih
besar untuk
mendanai
sarana dan
prasarana
5 M5
(Marketing/Mutu)  Perawat kurang Adanya survey 1. Adanya
 Kepuasan memberikan kepuasan pasien tuntutan dari
pasien informasi kepada Adanya SOP keluarga/pasie
terhadap pasien tentang segala n untuk
pelayanan tindakan keperawatan mendapatkan
kesehatan di yang akan pelayanan
rumah sakit dilaksanakan keperawatan
(sebagian besar  Sebagian perawat yang
pasien (80,9 tidak memberitahu professional
%) dengan jelas tentang 2. Adanya
95

menyatakan hal-hal yang harus peningkatan


puas terhadap dipatuhi dalam standar
pelayanan perawatan pasien kesehatan
perawatan)  Dari kuesioner masyarakat
 Adanya variasi perawat ata kepala yang harus di
karakteristik ruangan tidak penuhi
dari pasien memberitahukan 3. Fasilitas SDM/
(BPJS, JKN, perawat yang sarana yang
Perusahaan, bertanggung jawab belum tersedia
Umum, atas pasien.
Asuransi lain)
Sebagai lahan
praktik
 Sudah
memiliki SOP

3.6 Identifikasi Masalah


Berdasarkan hasil pengkajian desiminasi awal di Ruang Kenanga RSUD Dr.
Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas, didapatkan beberapa masalah, yaitu :

Tabel 3.2 Identifikasi Masalah di Ruang Kenanga


No Kategori Masalah
1 M1 (Man)  Pelatihan dasar yang harus dimiliki tenaga perawat di ruang Al Biruni
masih belum merata, karena hanya 50 % perawat yang sudah mengikuti
pelatihan BHD, 60 % sudah mengikuti pelatihan BTCLS, 55 % sudah
mengikuti pelatihan Patien Safety, 45 % sudah memiliki sertifikat
pelatihan Komunikasi Efektif dan K3, serta baru 35 % perawat yang
bersertifikat pelatihan PPI.
Ketenagaan  Hasil perhitungan kebutuhan tenaga berdasarkan DepKes RI pada
perhitungan diatas menunjukkan kebutuhan tenaga adalah sebanyak 26
orang, sedangkan jumlah tenaga pada ruang Al Biruni, hanya berjumlah
20 orang, berarti dapat disimpulkan bahwa jumlah tenaga pada ruang Al
Biruni belum ideal.
2 M2- Material  Tidak tersedianya sabun cuci tangan di ruangan pasien
 Tidak tersedianya nomor bed/tempat tidur diruangan sehingga
menyulitkan proses indentifikasi pasien
3 M3- Methode  Kurang optimalnya perawat dalam pengisian dokumentasi keperawatan
secara lengkap, meliputi :
1. Diagnosa keperawatan yang tidak berubah dari pasien masuk sampai
keluar
2. Tujuan keperawatan yang ingin dicapai tidak dicantumkan
3. Format hanya sampai SOAPI, tanpa ER
4. Evaluasi dilakukan tidak lengkap berdasarkan respons pasien hanya
menyebutkan Tanda-tanda Vital
5. Dinas Sore dan Dinas Malam tidak menuliskan pengkajian secara
lengkap, hanya implementasi saja
6. Tindakan/kegiatan perawat tidak mencantumkan nama dan perawat

 Kurang optimalnya pelaksanaan Discharge planning tidak dilakukan


maksimal.

Fungsi Pengarahan
(Operan/timbang  Teknik komunikasi SBAR belum optimal
terima)

Supervisi  Pendokumentasian supervisi belum dilakukan

Ronde Keperawatan  Ronde Keperawatan belum dilakukan


96

Instrumen ABC  Pada bagian dokumentasi keperawatan yaitu diagnose keperawatan


Pelaksana SAK : didapatkan bahwa 66,6 % kurang baik. Pada hasil observasi diagnose
keperawatan ditemukan tidak berubah dari pasien masuk sampai pulang.
Diagnosa  Pada bagian perencanaan didapatkan presentasi 55 % dikarenakan bagian
rumusan tujuan mengandung komponen pasien/subjek, perubahan
Perencanaan perilaku, kondisi pasien dan atau aktu tidak diisi atau tidak lengkap.
 Pada tindakan keperawatan didapatkan nilai 57,5 % dikarenakan point
tertinggi adalah perawat tidak mengobservasi respons pasien terhadap
tindakan perawatan.
Tindakan
Instrument Kepuasan
Kepuasan Pasien  Didapatkan ketidakpuasan pasien yang tertinggi adalah 62 % adalah pada
poin “Ada perawat atau kepala ruangan yang mengkonfirmasikan pasien
tentang perawat yang bertanggung jawab terhadap pasien”.

Instrumen SOP
 Didapatkan hasil 90 % telah melaksanakan tindakan sesuai SOP, adapun
Tindakan Pemasangan 10 % tindakan yang tidak sesuai SOP didapatkan dari 2 orang yang tidak
Infus menjelaskan tindakan yang akan dilakukan dengan ramah dan pada tahap
perhatikan reaksi pasien, juga ada 2 orang yang tidak melakukannya.
Pengambilan darah  Didapatkan hasil 88, 5 % telah melaksanakan tindakan sesuai SOP.
vena Adapaun 11,5 % yang tidak sesuai prosedur

Pemberian obat  Didapatkan hasil 80 % telah melaksanakan tindakan sesuai SOP.


Adapun 20 % ketidakpatuhan didapatkan dari adanya tindakan yang
Memasukan obat ke tidak sesuai prosedur
cairan infus

Perawatan luka

3.7 Prioritas Masalah


Tabel 3.3 Prioritas Masalah Manejemen keperawatan di Ruang Kenanga
Rumah Sakit Dr.H.Soemarno Sosroatmodjo
No Priorit
Masalah M S Mn Nc Af Skor
. as
(Ketenagakerjaan)
1 Kurang optimalnya pemenuhan 3 3 2 5 5 450 V
ketenagakerjaan keperawatan
(Sarana dan Prasarana)
Kurang optimalnya sarana dan
2 4 4 3 5 2 480 IV
prasarana sabun cuci tangan dan
nomor bed pasien
3. (Dokumentasi Keperawatan)
Kurang optimalnya perawat dalam
5 5 5 5 5 3125 I
mengisi status dokumentasi
keperawatan secara lengkap.
4 (Timbang Terima)
1. Kurang optimalnya pelaksanaan 4 4 3 5 5 1200 II
timbang terima
97

5 (Disharge Planing)
Kurang Optimlanya pelaksanaan 5 4 4 3 3 720 III
discharge Planing

Metode pembobotan di atas menghasilkan urutan prioritas masalah berdasarkan skor


yang paling besar dan atas dasar pertimbangan waktu, keterbatasan sumber daya dan
kewenangan. Urutan masalah sesuai prioritas adalah :
1. Kurang optimalnya perawat dalam mengisi status dokumentasi keperawatan secara
lengkap.
2. Kurang optimalnya pelaksanaan timbang terima
3. Kurang Optimlanya pelaksanaan discharge Planing
4. Kurang optimalnya sarana dan prasarana sabun cuci tangan dan nomor bed pasien
5. Kurang optimalnya pemenuhan ketenagakerjaan keperawatan
98

3.3 Fish Bone Analysis

Perawat kurang memberikan informasi


kepada pasien tentang segala tindakan
MAN MUTU keperawatan yang akan dilaksanakan

Adanya tuntutan tinggi dari


Tingkat pendidikanperawatprofesional (Ners)
masyarakat untuk pelayanan
sebanyak 19 %, Perawat mahir (D3
yang lebih profesional
Keperawatan)sebanyak 75 % dan Sarjana Adanya peningkatan standar
Keperawatan sebanyak 6 % kesehatan masyarakat yang
harus dipenuhi
Kebijakan
pemerintah tentang Kurang optimalnya
BPJS menyebabkan perawat dalam
Belum meratanya pelatihan
bagi semua karyawan peningkatan jumlah mengisitatusdoku
pasien
mentasi
keperawatan
secara lengkap

Belum adanya
dokumentasi supervisi
Dana operasional Keterbatasan keperawatan
berasal dari anggaran untuk
rumah sakit pengadaan alkes, Komunikasi SBAR saat
sarana dan prasarana timbang terima belum optimal
Kurang optimalnya perawat
dalam mengisi status
dokumentasi keperawatan
secara lengkap.
1. Adanya tuntutan dari
masyarakat tentang kesediaan
sarana dan prasarana yang Terdapat 29
memadai Tempat Tidur
99

No Masalah Kegiatan Indikator Keberhasilan Waktu Biaya Penanggung Jawab


1. Kurang optimalnya perawat dalam 1. Membuat Standar Dokumentasi keperawatan 6-19 Januari Menyesuaikan
2020
mengisi status dokumentasi keperawatan Asuhan Keperawatan dapat dilaksanakan dengan kebutuhan
secara lengkap berbentuk kalender baik dan maksimal
untuk mempermudah
perawat
2. Melaksanakan role
play dokumentasi
keperawatan
3. .mengevaluasi
dokumentasi
keperawatan

2. Kurang optimalnya pelaksanaan 1. Mengumpulkan Pelaksanaan timbang terima 6-19 Januari Menyesuaikan
2020
timbang terima literature tentang dapat dilaksanakan dengan kebutuhan
proses timbang terima baik
2. Menggunakan SPO
timbang terima
ruangan Kenanga
100

3. Melakukan role play


timbang terima.
3. Kurang optimlanya pelaksanaan discharge 6-19 Januari
1. Membuat leaflet yang Pelaksanaan 2020
Menyesuaikan
discharge planing akan dibagikan kepada planning dapat dilakukan kebutuhan

pasien dan keluarga dengan baik dari pasien


sesuai penyakit yang masuk dan pulang oleh
dialami pasien mahasiswa. Dan dapat
diterapkan pula oleh
perawat diruangan.

4. Kurang optimalnya sarana dan prasarana 1. Menyediakan sabun Tersedianya nomor bed 6-19 Januari
2020
sabun cuci tangan dan nomor bed pasien cuci tangan. pasien memudahkan
2. Menyediakan nomor perawat untuk identifikasi
bed pasien. pasien.

5. Kurang optimalnya pemenuhan 1. Mendiskusikan tentang Tercukupinya 6-19 Januari


2020
ketenagakerjaan keperawatan kebutuhan tenaga ketenagakerjaan
perawat diruangan keperawatan sehingga
101

dengan kepala ruangan mempermudah pelaksaan


2. Meningkatkan asuhan keperawatan.
pelayanan kesehatan
semaksimal mungkin
baik dalam bentuk
sikap, dan
keterampilan tindakan.
102

Anda mungkin juga menyukai