Anda di halaman 1dari 50

1.

M4 SISTEM KESEHATAN NASIONAL


A. TUJUAN
a. Meningkatkan status kesehatan masyarakat. Indikatornya banyak, antara
lain Angka Kematian Ibu, Angka Kematian Bayi, Angka kejadian
penyakit dan berbagai indikator lainnya.
b. Meningkatkan responsiveness terhadap harapan masyarakat. Dalam hal ini
masyarakat puas terhadap pelayanan kesehatan.
c. Menjamin keadilan dalam kontribusi pembiayaan. Sistem kesehatan
diharapkan memberikan proteksi dalam bentuk jaminan pembiayaan
kesehatan bagi yang membutuhkan.
d. Tujuan SKN adalah terselenggaranya pembangunan kesehatan oleh semua
potensi bangsa, baik masyarakat, swasta maupun pemerintah secara
sinergis, berhasil guna dan berdaya guna, sehingga tercapai derajat
kesmas yg setinggi-tingginya

B. Landasan
a. Landasan idil : Pancasila
b. Landasan konstitusional : UUD 1945, khususnya :
i. Pasal 28 A; setiap orang berhak untuk hidup serta berhak
mempertahankan hidup dan kehidupannya
ii. Pasal 28 B ayat (2); setiap anak berhak atas kelangsungan
hidup, tumbuh dan berkembang
iii. Pasal 28 C ayat (1); setiap orang berhak mengembangkan diri
melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat
pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan
dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas
hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia
iv. Pasal 28 H ayat (1); setiap orang berhak hidup sejahtera lahir
dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan
hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan, dan ayat (3); setiap orang berhak atas
jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya
secara utuh sebagai manusia yang bermartabat
v. Pasal 34 ayat (2); negara mengembangkan sistem jaminan
sosial bagi seluruh rakyat dan memperdayakan masyarakat
yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat
kemanusiaan, dan ayat (3); negara bertanggungjawab atas
penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas
pelayanan umum yang layak.
1. Dasar Hukum Sistem Kesehatan Nasional

Sistem Kesehatan Nasional terus menerus mengalami perubahan sesuai dengan


dinamika yang terjadi di masyarakat. Seperti yang telah kami jelaskan pada latar belakang
di atas bahwa SKN ditetapkan pertama kali pada tahun 1982. Lalu pada tahun 2004
terdapat SKN 2004 sebagai pengganti SKN 1982. SKN 2004 ini kemudian diganti dengan
SKN 2009 hingga akhirnya SKN 2009 ini dimutakhirkan menjadi SKN 2012. Penyusunan
SKN tersebut mengacu pada dasar-dasar hukum yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Dasar-dasar hukum tersebut antara lain:

1. SKN 1982
Dasar hukum SKN Tahun 1982 adalah KEPMENKES Nomor
99a/MENKES/SK/III/1982 tentang Berlakunya SKN.
2. SKN 2004
Dasar hukum SKN Tahun 2004 adalah KEPMENKES Nomor
131/MENKES/SK/II/2004 tentang Sistem Kesehatan Nasional
3. SKN 2009
Dasar hukum SKN Tahun 2009 adalah KEPMENKES RI Nomor
374/MENKES/SK/V/2009, serta UU 36 tahun 2009 Pasal 167 (4) tentang
Kesehatan;
4. SKN 2012
Dasar hukum SKN Tahun 2012 adalah PERPRES Nomor 72 Tahun 2012
tentang Sistem Kesehatan Nasional
5. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJP-N) 2005-2025.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan Tahun 2005-2025
merupakan arah pembangunan kesehatan yang berkesinambungan.
6. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan ( RPJP-K) 2005-
2025
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan Tahun 2005-2025
dan SKN merupakan dokumen kebijakan pembangunan kesehatan sebagai
acuan dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan.
c. Fungsi

d. Indicator

Indikator kesehatan adalah ukuran yang menggambarkan atau menunjukkan status


kesehatan sekelompok orang dalam populasi tertentu, misalnya angka kematian kasar.
Status kesehatan penduduk biasanya dinilai dengan menggunakan berbagai indikator
kesehatan, yang secara garis besar dibagi dalam dua kelompok, kelompok pertama
berisikan indikator yang menghitung jumlah kematian yang terjadi selama periode
tertentu.Kelompok kedua berisikan berbagai indikator kesehatan yang memperlihatkan
jumlah orang yang menyandang cacat akibat penyakit tertentu, misalnya polio, AIDS,
Tuberkulosis (TB), dan sakit mental.
Kegunaan indikator kesehatan merupakan suatu acuan bagi Daerah untuk
mendapatkan kesamaan tolok ukur. Daerah tentu saja dapat menambahkan hal-hal yang
belum tercantum di dalamnya. Khususnya yang berkaitan dengan keadaan, kebutuhan dan
aspirasi setempat, termasuk kontribusi sektor-sektor terkait. Apa lagi bila diingat bahwa
pengorganisasian sektor-sektor pembangunan di Daerah, khususnya Kabupaten/Kota
dewasa ini masih sangat bervariasi. Dengan demikian tidak tertutup kemungkinan sektor-
sektor yang berkontribusi dalam pencapaian Kabupaten/Kota Sehat dan Provinsi Sehat
dapat diciutkan atau dikembangkan sesuai dengan tatanan organisasi setempat. Demikian
pun peran mereka dalam mengupayakan tercapainya Visi Pembangunan Kesehatan.

Terdapat banyak literature yang menyebutkan tentang definisi indicator. Beberapa


diantaranya yang cukup baik adalah sebagai berikut ;

 Indikator adalah variable yang membantu kita dalam mengukur perubahan-


perubahan yang terjadi baik secara langsung maupun tidak langsung. (WHO,1981)

 Indikator adalah suatu ukuran tidak langsung dari suatu kejadian atau kondisi.
Misalnya berat bayi adalah indicator bagi status gizi bayi tersebut (Wilson &
Sapanuchart, 1993)

 Indikator adalah statistik dari hal normatif yang menjadi perhatian kita yang dapat
membantu kita dalam membuat penilaian ringkas, komprehensif, dan berimbang
terhadap kondisi-kondisi atau aspek-aspek penting dari suatu masyarakat
(Departemen Kesehatan, Pendidikan dan Kesejahteraan Amerika Serikat, 1969).
 Indikator adalah variable-variabel yang mengindikasi atau member petunjuk
kepada kita tentang suatu keadaan tertentu, sehingga dapat digunakan untuk
mengukur perubahan (Green, 1992).

Dari definisi tersebut diatas, jelas bahwa indikator adalah variabel yang dapat digunakan
untuk mengevaluasi keadaan atau status dan memungkinkan dilakukannya pengukuran
terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dari waktu ke waktu.
Suatu indicator tidak selalu menjelaskan keadaan secara keseluruhan, tetapi kerap kali
hanya member petunjuk (indikasi) tentang keadaan keseluruhan tersebut sebagai suatu
pendugaan (proxy). Misalnya, insidens diare yang didapat dari mengolah data kunjungan
pasien puskesmas hanya menunjukkan sebagian saja dari kejadian diare yang melanda
masyarakat.

Beberapa sumber menyebutkan bahwa sebuah indikator harus memenuhi beberapa


persyaratan. Syarat yang paling utama adalah ketepatannya dalam menggambarkan atau
mewakili (merepresentasikan) informasinya.

Ketepatan menggambarkan informasi itu adakalanya terbentur oleh masalah sulitnya


mengumpulkan datanya. Oleh karena itu, diperlukan pertimbangan dan kompromi
terhadap sejumlah ketentuan atau persyaratan yang harus dipenuhi sebuah indikator.

Untuk memudahkan mengingat persaratan apa saja yang harus dipertimbangkan dalam
menetapkan indicator, disampaikan rumusan dalam istilah Inggeris yang dapat disingkat
menjadi SMART., yaitu Simple, Measurable, Attributable, Rialeble, dan Timely. Jadi
sesuai dengan rumusan itu, persyaratan yang harus dipertimbangkan dalam merumuskan
indikator adalah :

 (S)IMPLE yaitu SEDERHANA. Artinya indikator yang ditetapkan sedapat mungkin


sederhana dalam pengumpulan data maupun dalam rumus penghitungan untuk
mendapatkannya.

 (M)EASURABLE yaitu DAPAT DIUKUR. Artinya indikator yang ditetapkan harus


merepresentasikan informasinya dan jelas ukurannya. Dengan demikian dapat
digunakan untuk perbandingan antara satu tempat dengan tempat atau antara satu
waktu dengan waktu lain. Kejelasan pengukuran juga akan menunjukkan bagaimana
cara mendapatkan datanya.

 (A)TTRIBUTABLE yaitu BERMANFAAT. Artinya indicator yang ditetapkan harus


bermanfaat untuk kepentingan pengambilan keputusan. Ini berarti bahwa indicator itu
harus merupakan pengejawantahan dari informasi yang memang dibutuhkan untuk
pengambilan keputusan. Jadi harus spesifik untuk pengambilan keputusan tertentu.
 (R)ELIABLE yaitu DAPAT DIPERCAYA. Artinya indicator yang ditetapkan harus
didukung oleh pengumpulan data yang baik, benar dan teliti. Indicator yang
tidak/belum bisa didukung oleh pengumpulan data yang baik, benar, dan teliti,
seyogyanya tidak digunakan dulu.
 (T)IMELY yaitu TEPAT WAKTU. Artinya indicator yang ditetapkan harus dapat
didukung oleh pengumpulan dan pengolahan data serta pengemasan informasi yang
waktunya sesuai dengan saat pengambilan keputusan dilakukan.

Disetiap masa pemberlakuan SKN dari mulai tahun 1982 sampai dengan tahun 2012,
indicator dalam mencapai tujuan pembangunan kesehatan selalu berubah sesuai dengan
tantangan di zamannya, penyesuaian ini dilakukan untuk melengkapi kekurangan yang ada
pada SKN terdahulunya.
Dalam pencapaian Pembangunan Kesehatan disetiap zaman penerapan SKN mempunyai
indicator-indikator sebagai alat ukur dalam menilai derajat kesehatan di Indonesia.

1. Indikator Indonesia Sehat 2010.


Penetapan Indikator Indonesia sehat 2010 berikut targetnya ini diawalai dengan
perumusan yang dilakukan melalui suatu pertemuan dengan pejabat-pejabat Departemen
Kesehatan dan sejumlah pejabat kesehatan dari daerah-daerah. Seiring dengan itu
Departemen Kesehatan merevisi Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1747 tahun 2000
Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan untuk Daerah Kabupaten/Kota. Maka
penetapan Indikator Indonesia Sehat 2010 dan penyusunan Standar Pelayanan Minimal
itupun kemudian disinergikan.
Indikator Indonesia sehat 2010 dikelompokkan kedalam 3 kelompok :
• Indikator Derajat Kesahatan
• Indikator Hasil Antara
• Indikator Proses dan Masukan
Indikator Derajat Kesahatan
Indikator Hasil Antara
Indikator Proses dan Masukan
2. Indikator Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di
Kabupaten/Kota

Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota ini disusun setelah


mendapat masukan dari lintas sektor, lintas program pusat dan daerah serta perguruan
tinggi melalui berbagai kegiatan seminar dan pertemuan yang diikuti oleh badan-badan
nasional dan internasional.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
741/MENKES/PER/VII/2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di
Kabupaten/Kota, Standar Pelayanan Minimal selanjutnya disebut SPM Kesehatan adalah
tolok ukur kinerja pelayanan kesehatan yang diselenggarakan Daerah Kabupaten/Kota.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 317/MENKES/SK/V/2009 indikator
kinerja SPM bidang kesehatan adalah tolok ukur prestasi kuantitatif dan kualitatif di
bidang kesehatan yang digunakan untuk menggambarkan besaran sasaran yang hendak
dipenuhi dalam pencapaian SPM bidang kesehatan di Kab/Kota berupa masukan, proses,
hasil, dan/atau manfaat pelayanan.

SPM Kesehatan yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan yang meliputi jenis pelayanan
beserta indikator kinerja dan target Tahun 2010 – Tahun 2015:

a. Pelayanan Kesehatan Dasar :


1. Cakupan kunjungan Ibu hamil K4 95 % pada Tahun 2015;
2. Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani 80% pada Tahun 2015;
3. Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki
kompetensi kebidanan 90% pada Tahun 2015;

4. Cakupan pelayanan nifas 90% pada Tahun 2015;


5. Cakupan neonatus dengan komplikasi yang ditangani 80% pada Tahun
2010;
6. Cakupan kunjungan bayi 90%, pada Tahun 2010;
7. Cakupan Desa/Kelurahan Universal Child Immunization (UCI) 100%
pada Tahun 2010;

8. Cakupan pelayanan anak balita 90% pada Tahun 2010;


9. Cakupan pemberian makanan pendamping ASI pada anak usia 6 - 24
bulan keluarga miskin 100 % pada Tahun 2010;
10. Cakupan balita gizi buruk mendapat perawatan 100% pada Tahun 2010;
11. Cakupan Penjaringan kesehatan siswa SD dan setingkat 100 % pada
Tahun 2010;
12. Cakupan peserta KB aktif 70% pada Tahun 2010;
13. Cakupan penemuan dan penanganan penderita penyakit 100% pada Tahun
2010;
14. Cakupan pelayanan kesehatan dasar masyarakat miskin 100% pada Tahun
2015.
b. Pelayanan Kesehatan Rujukan
1. Cakupan pelayanan kesehatan rujukan pasien masyarakat miskin 100%
pada
Tahun 2015;
2. Cakupan pelayanan gawat darurat level 1 yang harus diberikan sarana
kesehatan (RS) di Kabupaten/Kota 100 % pada Tahun 2015.
c. Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa /KLB
Cakupan Desa/ Kelurahan mengalami KLB yang dilakukan penyelidikan
epidemiologi < 24 jam 100% pada Tahun 2015.

d. Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Cakupan Desa Siaga Aktif


80% pada Tahun 2015.

Formula Indikator
Agar dapat dijamin kesamaan persepsi dan pengertian terhadap indikatorindikator
yang telah ditetapkan dan cara-cara menghitungnya, diperlukan keseragaman dalam
formula indikator dan definisi operasional.
1. Derajat Kesehatan
a. Mortalitas
1. Angka Kematian Bayi per-
1.000 Kelahiran Hidup
2. angka Kematian Balita

per 1.000 Kelahiran

Hidup

3. Angka kematian ibu

melahirkan per 100.000

kelahiran hidup

Malaria
4. Angka kelahiran hidup

waktu lahir
b. Morbiditas
1. Angka
kesakitan
mmalaria
perpenduduk

2.Angka

kesembuhan

penderita TB

paru BTA+

3. Prev. Pnderita HIV AIDS thdp

penduduk beresiko

4. Angka Acute Flaccid Paralisis

(AFP) pd anak usia <15 tahun per

100.000 anak
5. Angka kesakitan DBD per

100.000 penduduk
c. Status Gizi

1. Persentasi Balita

dengan Gizi Buruk

2. Persentasi kecamatan

bebas rawan gizi

2.Hasil Antara
a. Keadaan Lingkungan

1. Persentasi rumah sehat

2. Persentasi tempat umum sehat

b. Perilaku Hidup Masyarakat


1.Persentasi rumah tangga
berperilaku hidup bersih & sehat

2.Persentasi posyandu purnama


dan mandiri
c.Akses dan Mutu Pelayanan
Kesehatan

1. Persentase penduduk yang


menggunakan puskesmas

2. Persentase penduduk yang

menggunakan rumah sakit


3. Persentase sarana kesehatan dengan

kemampuan lab kesehatan

4. Persentase RS yg

menyelenggarakan 4 pelayanan

Kes spesialis dasar

5. Persentase obat generic berlogo (OGB)

dalam persediaan obat

3. Proses dan Masukkan


a. Pelayanan Kesehatan

1. Persentase pertolongan

persalinan oleh tenaga

kesehatan

2. Persentase desa

mencapai

‘Universal Child
Immunization’
( UCI )
3. Persentase desa terkena

kejadian luar biasa (KLB) yg

ditangani <24 jam


4. Persentase murid SD yang

mendapat pemeriksaan gigi dan

mulut

5. Presentase pekerja yang mendapat

pelayanan keselamatan kerja

6. Presentase keluarga miskin yang

mendapat pelayanan kesehatan

b. Sumber Daya Kesehatan


1. Rata – rata dokter per
100.000 penduduk

2.Rata – rata dokter spesialis per


100.000penduduk

2. Rata – rata dokter keluarga per 1000

kelurga

3. Rata – rata dokter gigi per

100.000 penduduk
4. Rata – rata apoteker per

100.000 penduduk

5. Rata – rata bidan per 100.000

penduduk

6. Rata – rata perawat per 100.000

penduduk

7. Rata – rata ahli gizi per

100.000 penduduk

8. Rata – rata ahli sanitasi per

100.000 penduduk

9. Rata – rata ahli kesehatan masyarakat

per 100.000 penduduk

10. Presentase penduduk yang menjadi

peserta jaminan pemeliharaan

kesehatan
d. Manajemen Kesehatan
1. Rata – rata presentase

anggaran kes APBD

kab/ kota
2. Alokasi anggaran

pemerintah perkapita

pertahun (ribuan rupiah)


3. Presentase kab/ kota yang

mempunyai dokumen

sistem kesehatan

4. Presentase kab/ kota

yang memiliki

“Contingency Plan”
masalah kesehatan
akibat bencana

5. Presentase kab/ kota yang membuat

profil kesehatan

6. Presentase provinsi yang

melaksanakan Surkesda
7. Presentase provinsi

yang mempunyai

“Provincial Health

Account”
8. Presentase keluarga

yang memiliki akses

terhadap air bersih

9. Presentase pasangan usia

subur yang menjadi aseptor

KB

10. Angka kecelakaan lalulintas

per 100.000 penduduk

11. Presentase penduduk yang

melek huruf
9

2 M4 PELAYANAN KESEHATAN

A. Pelayanan Kesehatan

1. Defenisi Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan (health care service) merupakan hak setiap orang yang dijamin
dalam Undang Undang Dasar 1945 untuk melakukan upaya peningkatkan derajat
kesehatan baik perseorangan, maupun kelompok atau masyarakat secara keseluruhan. 1
Defenisi Pelayanan kesehatan menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia Tahun
2009 (Depkes RI) yang tertuang dalam UndangUndang Kesehatan tentang kesehatan
ialah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu
organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan
menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan, perorangan, keluarga, kelompok
ataupun masyarakat. Berdasarkan Pasal 52 ayat (1) UU Kesehatan, pelayanan kesehatan
secara umum terdiri dari dua bentuk pelayanan kesehatan yaitu:

a. Pelayanan kesehatan perseorangan (medical service)

Pelayanan kesehatan ini banyak diselenggarakan oleh perorangan secara mandiri (self
care), dan keluarga (family care) atau kelompok anggota masyarakat yang bertujuan
untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan dan
keluarga. Upaya pelayanan perseorangan tersebut dilaksanakan pada institusi
pelayanan kesehatan yang disebut rumah sakit, klinik bersalin, praktik mandiri.

b. Pelayanan kesehatan masyarakat (public health service)

Pelayanan kesehatan masyarakat diselenggarakan oleh kelompok dan masyarakat


yang bertujuan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang mengacu pada
tindakan promotif dan preventif. Upaya pelayanan masyarakat tersebut dilaksanakan
pada pusat-pusat kesehatan masyarakat tertentu seperti puskesmas.

Kegiatan pelayanan kesehatan secara paripurna diatur dalam Pasal 52 ayat (2) UU
Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yaitu:

a. Pelayanan kesehatan promotif, suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan

pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi

kesehatan.

b. Pelayanan kesehatan preventif, suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu masalah

kesehatan/penyakit.

1 Veronika komalawati. Op,Cit. hlm. 77


10

c. Pelayanan kesehatan kuratif, suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pengobatan

yang ditujukan untuk penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat

penyakit, pengendalian penyakit, pengendalian kecacatan agar kualitas penderita dapat

terjaga seoptimal mungkin.

d. Pelayanan kesehatan rehabilitatif, kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan untuk

mengembalikan bekas penderita ke dalam masyarakat sehingga dapat berfungsi lagi

sebagai anggota masyarakat yang berguna untuk dirinya dan masyarakat, semaksimal

mungkin sesuai dengan kemampuannya.

Berdasarkan uraian di atas pelayanan kesehatan yang diselenggarakan di puskesmas,


klinik, dan rumah sakit diatur secara umum dalam UU Kesehatan, dalam Pasal 54 ayat (1)
UU Kesehatan berbunyi bahwa penyelenggaraan pelayanan kesehatan dilaksanakan
secara bertanggung jawab, aman, bermutu, serta merata dan nondiskriminatif. Dalam hal
ini setiap orang atau pasien dapat memperoleh kegiatan pelayanan kesehatan secara
professional, aman, bermutu, anti diskriminasi dan efektif serta lebih mendahulukan
pertolongan keselamatan nyawa pasien dibanding kepentingan lainnya.

KONSEP PELAYANAN
KONSEP "PUBLIC", "PRIVATE" & "MERIT GOODS"
Public Goods
1. Sulit melarang orang menikmati
2. Tidak ada marginal cost untuk pengguna berikutnya
3. Externalitasnya besar (dampak terhadap orang lain/orang banyak)
4. Permintaan (demand) elastis terhadap harga
Contoh : keamanan, mercusuar, vector control, environmental health (water & sanitation),
health promotion
Private Goods
1. Ada marginal cost untuk pengguna berikutnya
2. Marginal cost menjadi barriers/penghalang untuk konsumsi
3. Externalitas kecil (dampak hanya untuk orang yang bersangkutan)
4. Permintaan(demand) elastis terhadap harga
Contoh: barang lux, bedah kosmetik, USG
11

Merit Goods
1. Ada marginal cost
2. Marginal cost bisa menjadi barriers untuk konsumsi
3. Eksternalitasnya besar
4. Permintaan (demand) bisa elastis atau inelastis terhadap harga
Contoh : Pelayanan KIA, Imunisasi, KB

2. Dasar Hukum Pelayanan Kesehatan

Semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan, maka semakin


berkembang juga aturan dan peranan hukum dalam mendukung
peningkatan pelayanan kesehatan, alasan ini menjadi faktor pendorong pemerintah dan
institusi penyelenggara pelayanan kesehatan untuk menerapkan dasar dan peranan hukum
dalam meningkatkan pelayanan kesehatan yang berorientasi terhadap perlindungan dan
kepastian hukum pasien.2 Dasar hukum pemberian pelayanan kesehatan secara umum
diatur dalam Pasal 53 UU Kesehatan, yaitu:
a.Pelayanan kesehatan perseorangan ditujukan untuk menyembuhkan penyakit dan
memulihkan kesehatan perseorangan dan keluarga.
b. Pelayanan kesehatan masyarakat ditujukan untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan serta mencegah penyakit suatu kelompok dan masyarakat

2
12

c.Pelaksanaan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus

mendahulukan pertolongan keselamatan nyawa pasien dibanding kepentingan lainnya.

Kemudian dalam Pasal 54 UU Kesehatan juga mengatur pemberian pelayanan kesehatan,

yaitu:

a. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara bertanggung jawab, aman,

bermutu, serta merata dan nondiskriminatif.

b. Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab atas penyelenggaraan

pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

c. Pengawasan terhadap penyelenggaraan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.

Pelayanan kesehatan itu sebenarnya juga merupakan perbuatan hukum, yang


mengakibatkan timbulnya hubungan hukum antara pemberi pelayanan kesehatan dalam
hal ini rumah sakit terhadap penerima pelayanan kesehatan, yang meliputi kegiatan atau
aktivitas professional di bidang pelayanan prefentif dan kuratif untuk kepentingan pasien.
Secara khusus dalam Pasal 29 ayat (1) huruf (b) UU Rumah Sakit, rumah sakit
mempunyai kewajiban memberikan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu,
antidiskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan
standar pelayanan rumah sakit. Peraturan atau dasar hukum dalam setiap tindakan
pelayanan kesehatan di rumah sakit wajib dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Pasal 53
dan Pasal 54 UU
Kesehatan sebagai dasar dan ketentuan umum dan ketentuan Pasal 29 ayat (1) huruf (b)
UU Rumah Sakit dalam melakukan pelayanan kesehatan. Dalam penyelenggaraan
kesehatan di rumah sakit mencakup segala aspeknya yang berkaitan dengan pemeliharaan
kesehatan.3

Melalui ketentuan UU Kesehatan dan UU Rumah Sakit dalam hal ini pemerintah dan
institusi penyelenggara pelayanan kesehatan yakni rumah sakit, memiliki tanggung jawab
agar tujuan pembangunan di bidang kesehatan mencapai hasil yang optimal, yaitu melalui
pemanfaatan tenaga kesehatan, sarana dan prasarana, baik dalam jumlah maupun
mutunya, baik melalui mekanisme akreditasi maupun penyusunan standar, harus
berorientasi pada ketentuan hukum yang melindungi pasien, sehingga memerlukan
perangkat hukum kesehatan yang dinamis yang dapat memberikan kepastian dan

3 Cecep Triwibowo. Etika dan Hukum Kesehatan (Yogyakarta: Nuha Medika, 2014),
hlm. 16
13

perlindungan hukum untuk meningkatkan, mengarahkan, dan memberi dasar bagi


pelayanan kesehatan.

3. Pihak-Pihak yang Berhubungan dengan Pelayanan Kesehatan


Pihak-pihak yang berhubungan dengan setiap kegiatan pelayanan kesehatan baik itu di
rumah sakit, puskesmas, klinik, maupun praktek pribadi, antara lain:
a. Dokter
Dokter adalah orang yang memiliki kewenangan dan izin sebagaimana mestinya untuk
melakukan pelayanan kesehatan, khususnya memeriksa dan mengobati penyakit
berdasarkan hukum dan pelayanan di bidang kesehatan.
Pasal 1 ayat (11) Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
menjelaskan defenisi dokter adalah suatu pekerjaan yang dilaksanakan berdasarkan suatu
keilmuan, kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan yang berjenjang, dan kode etik
yang bersifat melayani masyarakat.

Seorang dokter harus memahami ketentuan hukum yang berlaku dalam pelaksanaan
profesinya termasuk didalamnya tentang persamaan hak-hak dan kewajiban dalam
menjalankan profesi sebagai dokter.4 Kesadaran dokter terhadap kewajiban hukumnya
baik terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain dalam mejalankan profesinya harus
benar-benar dipahami dokter sebagai pengemban hak dan kewajiban.
b. Perawat
Perawat adalah profesi yang sifat pekerjaannya selalu berada dalam situasi yang
menyangkut hubungan antar manusia, terjadi proses interaksi serta saling memengaruhi
dan dapat memberikan dampak terhadap tiap-tiap individu yang bersangkutan. 5 Menurut
hasil Lokakarya Keperawatan Nasional Tahun 1983, perawat adalah suatu bentuk
pelayanan professional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang
didasarkan pada ilmu pelayanan biopsiko-sosio-spiritual yang komprehensif, ditujukan
kepada individu, keluarga, dan masyarakat baik yang sakit maupun sehat yang mencakup
seluruh siklus hidup manusia.6
Sebagai suatu profesi perawat mempunyai kontrak sosial dengan masyarakat, yang berarti
masyarakat memberikan kepercayaan bagi perawat untuk terus-

4 Anny Isfandyarie. Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi Bagi Dokter Buku I ( Prestasi
Pustaka: Jakarta, 2006), hlm. 3
5 Mimin Emi. Etika Keperawatan Aplikasi Pada Praktik (Kedokteran EGC: Jakarta,
2004), hlm. 4
6 Sri Praptianingsih. Kedudukan Hukum Keperawatan dalam Upaya Pelayanan
Kesehatan di Rumah Sakit (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hlm.25
14

menerus memelihara dan meningkatkan mutu pelayanan yang diberikan.


Peraturan Menteri Kesehatan No. HK. 02. 02 /MENKES /148 I /2010 tentang Izin
dan Penyelenggaraan Praktik Perawat. Pasal 1 ayat (1) menjelaskan defenisi perawat
adalah seorang yang telah lulus pendidikan perawat, sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Pada proses hubungan antara perawat dengan pasien, pasien
mengutarakan masalahnya dalam rangka mendapatkan pertolongan yang artinya
pasien mempercayakan dirinya terhadap asuhan keperawatan yang diberikan.

c. Bidan

Bidan adalah profesi yang diakui secara nasional maupun internasional oleh sejumlah
praktisi diseluruh dunia. Defenisi bidan menurut International Confederation of
Midwife (ICM) Tahun 1972 adalah seseorang yang telah menyelesaikan program
pendidikan bidan yang diakui oleh negara serta memperoleh kualifikasi dan diberi
izin untuk menjalankan praktik kebidanan di negeri tersebut, bidan harus mampu
memberi supervisi, asuhan, dan memberi nasihat yang dibutuhkan wanita selama
hamil, persalinan, dan masa pasca persalinan, memimpin persalinan atas tanggung
jawabnya sendiri serta asuhan pada bayi lahir dan anak. 7 Asuhan ini termasuk tindakan
preventif, pendeteksian kondisi abnormal pada ibu dan bayi, dan mengupayakan
bantuan medis serta melakukan tindakan pertolongan gawat-darurat pada saat tidak
ada tenaga medis lain.

Defenisi bidan di Indonesia adalah seorang wanita yang telah mengikuti dan
menyelesaikan pendidikan kebidanan yang telah diakui pemerintah dan telah lulus
ujian sesuai dengan persyaratan yang berlaku dan memperoleh kualifikasi untuk
registrasi dan memperoleh izin.8 Secara otentik Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri
Kesehatan No. HK. 02. 02. /MENKES /149 /2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan
Praktik Bidan menjelaskan yang dimaksud dengan bidan adalah seorang perempuan
yang lulus dari pendidikan yang telah teregistrasi sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Bidan mempunyai tugas penting dalam konsultasi dan pendidikan
kesehatan, tidak hanya untuk wanita sebagai pasiennya tetapi termasuk komunitasnya.
Pendidikan tersebut termasuk antenatal, keluarga berencana dan asuhan anak.

d. Apoteker

Menurut ketentuan Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan


Kefarmasian, apoteker ialah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan
telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker. Adapun tugas yang dimiliki oleh
seorang apoteker dalam melakukan pelayanan kesehatan diatur dalam PP 51 Tahun
2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian adalah sebagai berikut:

a. Melakukan pekerjaan kefarmasian termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi,

pengamanan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian obat, pengelolaan obat,

7 Atik Purwandi. Konsep Kebidanan Sejarah & Profesionalisme (Kedokteran EGC:


Jakarta, 2008), hlm. 5
8 Ibid
15

pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan

obat, bahan obat, dan obat tradisional.

b. Membuat dan memperbaharui SOP (Standard Operational Procedure) baik

di industri farmasi.
c. Memenuhi ketentuan cara distribusi yang baik yang ditetapkan oleh menteri, saat
melakukan pekerjaan kefarmasian dalam distribusi atau penyaluran sediaan
farmasi, termasuk pencatatan segala sesuatu yang berkaitan dengan proses
distribusi atau penyaluran sediaan farmasi.

d. Sebagai penanggung jawab di industri farmasi pada bagian pemastian mutu


(quality Assurance), produksi, dan pengawasan mutu.

e. Sebagai penanggung jawab fasilitas pelayanan kefarmasian yaitu di apotek, di


instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik, toko obat, atau praktek bersama.

f. Melakukan pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) di apotek untuk


memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap sadiaan farmasi dalam rangka
pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat.

g. Menjaga kerahasiaan kefarmasian di industri farmasi dan di apotek yang


menyangkut proses produksi, distribusi dan pelayanan dari sediaan farmasi
termasuk rahasia pasien.

Pelayanan kegiatan kesehatan dapat diperoleh mulai dari tingkat puskesmas, rumah sakit
umum/swasta, klinik dan institusi pelayanan kesehatan lainnya diharapkan kontribusinya
agar lebih optimal dan maksimal. Masyarakat atau pasien dalam hal ini menuntut pihak
pelayanan kesehatan yang baik dari beberapa institusi penyelenggara di atas agar
kinerjanya dapat dirasakan oleh pasien dan keluarganya, dilain pihak pemerintah belum
dapat menerapkan aturan pelayanan kesehatan secara tepat, sebagaimana yang diharapkan
karena adanya keterbatasanketerbatasan. Untuk meningkatkan pelayanan kesehatan
dibutuhkan tenaga kesehatan yang baik, terampil dan fasilitas rumah sakit yang baik,
tetapi tidak semua institusi pelayanan medis tersebut memenuhi kriteria tersebut,
sehingga meningkatkan kerumitan sistem pelayanan kesehatan dewasa ini.
16

3.M4 ORAL HEALTH SURVEY DAN SURVEY KESEHATAN WHO

4. M4 KUALITAS , JENIS DAN PEMBIAYAAN PELAYANAN KESEHATAN

a. Kualitas

Cara memberikan pelayanan sebaik-baiknya dan meningkatkan kualitas pelayanan publik.


Aparat sebagai pelayanan hendaknya memahami variabel-variabel pelayanan sebagai berikut :

1. Pemerintah yang bertugas melayani.


2. Masyarakat yang dilayani pemerintah.
3. Kebijaksanaan yang dijadikan landasan pelayanan publik.
4. Peralatan atau sasaran pelayanan yang canggih.
5. Kualitas pelayanan yang memuaskan masyarakat sesuai dengan standar dan asas-asas
pelayanan masyarakat.
6. Resources yang tersedia untuk diracik dalam bentuk kegiatan pelayanan.

Zeithmalh, dkk (1990:23) menyatakan bahwa dalam menilai kualitas pelayanan, terdapat 12
ukuran kualiatas pelayanan yaitu :

1. Tangibles (nyata/berwujud), meliputi penampilan petugas dan sarana fisik lainnya,


seperti perlengkapan yang menunjang pelayanan.
2. Realiabity (keandalan), kemampuan pegawai dalam memberikan pelayanan secara tepat
dan benar, yang telah dijanjikan kepada pelanggan.
3. Responsiveness (pertanggungjawaban), bentuk sikap pegawai yang secara sadar dan
ingin membantu konsumen dengan memberikan pelayanan dengan benar.
4. Assurance (jaminan), sikap dan pengetahuan dari pegawai yang diwujudkan dengan
memiliki wawasan yang luas, sopan santun, percaya diri, sikap menghormati kepada
konsumen sebagai penunjang dalam kualitas pelayanan.
5. Emphatty, sikap dari pemberi layanan untuk memberikan perlindungan dan melakukan
pendekatan, serta berusaha memenuhi kebutuhan dan mengetahui keinginan konsumen.
6. Accsess (kemudahan)
17

7. Courtesy (keramahan)
8. Competence (kompetensi)
9. Communication (komunikasi)
10. Credibility (kepercayaan)
11. Security (keamanan)
12. Understanding The Customer (pemahaman pelanggan)

1.2.2 Upaya Untuk Pengembangan Pelayanan Kesehatan Masyarakat

Pengembangan pelayanan kesehatan masyarakat yang dilakukan yaitu pengembangannya


dapat dilaksanakan melalui perluasan jangkauan wilayah sesuai dengan tingkat kemajuan
transportasi, peningkatan rujukan, peningkatan mutu pelayanan dan keterampilan staff,
peningkatan manajemen organisasi dan peningkatan peran serta masyarakat. Saat ini jumlah
puskesmas diseluruh indonesia adalah 7.550 unit, puskesmas pembantu 22.002 unit, puskesmas
keliling 6.132 unit. Meskipun fasilitas pelayanan kesehatan dasar tersebut disemua kecamatan.
Fasilitas pelayanan kesehatan lainnya adalah Rumah Sakit yang terdapat dihampir semua
kabupaten / kota, namun sistem rujukan pelayanan kesehatan perorangan belum dapat berjalan
dengan optimal.

Adapun upaya untuk pengembangan pelayanan kesehatan masyarakat, antara lain :

1. Melakukan jangkauan pelayanan kesehatan sampai ke desa-desa dengan membangun


puskesmas yang baru, jadi harusnya membuat puskesmas yang dekat dengan rumah
warga, puskesmas pembantu, pos kesehatan, kesehatan posyandu, dan penempatan
bidan di desa yang mengelola sebuah polindes (Poliknik Persalinan Desa).
2. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, baik dengan meningkatkan keterampilan dan
motivasi kerja staf dengan memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat
maupun dengan cara mencukupi berbagai jenis kebutuhan peralatan dan obat – obatan.
3. Pengadaan peralatan dan obat – obatan diseseuaikan dengan kebutuhan masyarakat.
Perencanaan pengadan obat seharusnya didasarkan pada analisis epidemiologi penyakit
yang berkembang diwilayah kerjanya.
4. Systetm rujukan di tingkat pelayanan kesehatan dasar lebih diperkuat dengan
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan sampai ke tingkat desa. Rujukan pelayanan
18

kesehatan akan dapat terlaksana apabila pengembangan sector lain ditingkat kecematan
juga mendukung yaitu tersedianya fasilitas transportasi yang lebih memadai dan
peningkatan pendapatan keluarga.
5. Peran serta masyarakat melalui pengembangan pembangunan kesehatan masyarakat
(PKMD), kegiatan ini perlu dilakukan secara gotong royong dan swadya sehingga
masyarakat mampu mencapai mutu hidup yang sehat dan sejahtera.
6. Meningkatkan produktivitas sumber daya manusia yang ada.
7. Memberi pelayanan kesehatan dasar bagi yang sakit, dan tidak membedakan pasien
yang membayar langsung dengan memakai Bpjs.
8. Penggerakan peran serta masyarakat.
9. Perlu adanya upaya penambahan Tenaga Kesehatan, seperti Dokter, agar mendapatkan
pelayanan yang berkualitas dan menjalankan wewenang dan tanggung jawab
pengobatan kepada pasien.
10. Kemampuan dan keterampilan pegawai, kemampuan yang berati dapat melakukan
tugas sehingga menghasilkan jasa sesuai dengan yang diharapkan oleh pemberi
pelayanan dan penerima pelayanan yang merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh
para tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan yang makasimal kepada pasien,
sesuai dengan keahlian masing-masing.

Notoadmodjo (2003:89) berdasarkan teori yang ada dalam upaya meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan masyarakat, yaitu :

1. Upaya meningkatkan kualitas produk obat upaya untuk mempersingkat waktu


pelayanan agar pasien tidak menunggu terlalu lama.
2. Upaya dalam meringankan biaya pelayanan tanpa adanya perubahan dalam
memberikan pelayanan yang berkualitas.
3. Upaya dalam menyerdehanakan prosedur pelayanan agar tidak berbelit- belit
(pembatasan prosedur) namun tetap tanpa mengurangi kualitas.
19

A. Definisi Sistem Pelayanan Kesehatan


Menurut Prof. Dr. Soekidjo Notoatmojo Pelayanan kesehatan adalah sub sistem
pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya adalah pelayanan preventif (pencegahan) dan
promotif (peningkatan kesehatan) dengan sasaran masyarakat.
Menurut Dubois & Miley (2005 : 317), Sistem Pelayanan Kesehatan adalah upaya
yang diselenggarakan sendiri/secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah, dan menyembuhkan penyakit serta
memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok, atau masyarakat.
Menurut Depkes RI (2009) pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang
diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara
dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta
memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat.
Jadi, sesuai pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pelayanan kesehatan adalah
sub sistem pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya adalah promotif (memelihara dan
meningkatkan kesehatan), preventif (pencegahan), kuratif (penyembuhan), dan rehabilitasi
(pemulihan) kesehatan perorangan, keluarga, kelompok atau masyarakat. Yang dimaksud
sub sistem disini adalah sub sistem dalam pelayanan kesehatan yaitu input , proses, output,
dampak, umpan balik.
1. Input
Merupakan subsistem yang akan memberikan segala masukan untuk berfungsinya
sebuah sistem. Input sistem pelayanan kesehatan : potensi masyarakat, tenaga & sarana
kesehatan.
2. Proses
Kegiatan yang mengubah sebuah masukan menjadi sebuah hasil yang diharapkan dari
sistem tersebut. Proses dalam pelayanan kesehatan : berbagai kegiatan dalam pelayanan
kesehatan.
3. Output
Merupakan hasil yang diperoleh dari sebuah proses. Output pelayanan kesehatan :
pelayanan yang berkualitas dan terjangkau sehingga masyarakat sembuh dan sehat.
4. Dampak
20

Merupakan akibat dari output atau hasil suatu sistem, terjadi dalam waktu yang relatif
lama. Dampak sistem pelayanan kesehatan : masyarakat sehat, angka kesakitan dan
kematian menurun.
5. Umpan Balik
Merupakan suatu hasil yang sekaligus menjadi masukan. Terjadi dari sebuah sistem yang
saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Umpan balik dalam pelayanan
kesesahatan : kualitas tenaga kesehatan.
6. Lingkungan
Semua keadaan di luar sistem tetapi dapat mempengaruhi pelayanan kesehatan.
Contoh : Di dalam pelayanan kesehatan Puskesmas,
Input : Dokter, Perawat, Obat-obatan.
Proses : Kegiatan pelayanan puskesmas.
Output : Pasien sembuh atau tidak sembuh.
Dampak : Meningkatnya status kesehatan masyarakat.
Umpan Balik : Keluhan-keluhan pasien terhadap pelayanan.
Lingkungannya : Masyarakat dan instansi-instansi diluar puskemas.

B. Ciri-ciri Sistem Pelayanan Kesehatan


Ciri-ciri system pelayanan kesehatan dibagi menjadi :
1. P : Pleasantness (seorang petugas harus mampu menyenangkan pelanggan).
2. E : Eagerness to help others (memiliki keinginan yang kuat dari dalam dirinya untuk
membantu).
3. R : Respect for other people (harus menghargai dan menghormati pelanggan).
4. S : Sense of responsibility is a realization that what one does and says is important
(harus memiliki rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan dan perkataannya terhadap
pelanggan).
5. O : Orderly mind is esenssial for methodical and accurate work (harus memiliki jalan
pemikiran yang terarah dan terorganisasi untuk melakukan pekerjaan dengan metode
baik dan tingkat ketepatan yang tinggi).
21

6. N : Neatness indicates pride in self and job (harus memiliki kerapian dan bangga
dengan pekerjaanya sendiri).
7. A : Accurate in everything done is of permanent importance (harus melakukan
pekerjaan dengan keakuratan atau ketepatan atau ketelitian, hal ini merupakan sebuah
nilai yang sangat penting).
8. L : Loyality to both management and colleagues make good time work (harus bersikap
setia pada management dan rekan kerja, merupakan kunci membangun kerja sama).
9. I : Intelligence use of common sense at all time (harus senantiasa menggunakan akal
sehat dalam memahami pelanggan dari waktu ke waktu).
10. T : Tact saying and doing the right thing at the righ time (harus memiliki kepribadian,
berbicara, bijaksana dan melakukan pekerjaan secara benar).
11. Y : Yearning to be good servive clerk and love of the work is essential (mempunyai
keinginan menjadi pelayan yang baik serta mencintai pekerjaannya).

C. Jenis-jenis Sistem Pelayanan Kesehatan


Menurut pendapat Hodgetts dan Casio, jenis pelayanan kesehatan secara umum dapat
dibedakan atas dua, yaitu:
1. Pelayanan Kedokteran
Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok pelayanan kedokteran (medical
services) ditandai dengan cara pengorganisasian yang dapat bersifat sendiri (solo
practice) atau secara bersama-sama dalam satu organisasi. Tujuan utamanya untuk
menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan, serta sasarannya terutama untuk
perseorangan dan keluarga. Dengan ciri- ciri :
a. Tenaga pelaksaannya adalah tenaga para dokter
b. Perhatian utamanya adalah penyembuhan penyakit
c. Sasaran utamanya adalah perseorangan atau keluarga
d. Kurang memperhatikan efisiensi
e. Tidak boleh menarik perhatian karena bertentangan dengan etika kedokteran
f. Menjalankan fungsi perseorangan dan terikat undang-undang
g. Penghasilan diperoleh dari imbal jasa
h. Bertanggung jawab hanya kepada penderita
22

i. Tidak dapat memonopoli upaya kesehatan dan bahkan mendapat saingan


j. Masalah administrasi sangat sederhana

2. Pelayanan Kesehatan Masyarakat


Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok kesehatan masyarakat (public
health service) ditandai dengan cara pengorganisasian yang umumnya secara bersama-
sama dalam suatu organisasi. Tujuan utamanya untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit, serta sasarannya untuk kelompok
dan masyarakat.

Dengan ciri- ciri :


a. Tenaga pelaksanaanya terutama ahli kesehatan masyarakat
b. Perhatian utamanya pada pencegahan penyakit
c. Sasaran utamanya adalah masyarakat secara keseluruhan
d. Selalu berupaya mencari cara yang efisien
e. Dapat menarik perhatian masyarakat
f. Menjalankan fungsi dengan mengorganisir masyarakat dan mendapat dukungan
undang-undang
g. Pengasilan berupa gaji dari pemerintah
h. Bertanggung jawab kepada seluruh masyarakat
i. Dapat memonopoli upaya kesehatan
j. Mengadapi berbagai persoalan kepemimpinan
Pelayanan kesehatan masyarakat pada prinsipnya mengutamakan pelayanan kesehatan
promotif dan preventif. Pelayanan promotif adalah upaya meningkatkan kesehatan
masyarakat ke arah yang lebih baik lagi dan yang preventif mencegah agar masyarakat
tidak jatuh sakit agar terhindar dari penyakit. Sebab itu pelayanan kesehatan masyarakat
itu tidak hanya tertuju pada pengobatan individu yang sedang sakit saja, tetapi yang
lebih penting adalah upaya-upaya pencegahan (preventif) dan peningkatan kesehatan
(promotif). Sehingga, bentuk pelayanan kesehatan bukan hanya puskesmas atau
balkesma saja, tetapi juga bentuk-bentuk kegiatan lain, baik yang langsung kepada
23

peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit, maupun yang secara tidak langsung
berpengaruh kepada peningkatan kesehatan.

D. Tingkat Sistem Pelayanan Kesehatan


Merupakan bagian dari sistem pelayanan kesehatan yang diberikan pada masyarakat.
Menurut Leavel & Clark dalam memberikan pelayanan kesehatan harus memandang pada
tingkat pelayanan kesehatan yang akan diberikan, yaitu :
1. Health Promotion (Promosi Kesehatan)
Merupakan tingkat pertama dalam memberikan pelayanan melalui peningkatan kesehatan
yang bertujuan untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat. Contoh : Kebersihan
perorangan, perbaikan sanitasi lingkungan.
2. Specifik Protection (Perlindungan Khusus)
Perlindungan khusus adalah masyarakat terlindung dari bahaya atau penyakit-penyakit
tertentu. Contoh : Imunisasi, perlindungan keselamatan kerja.
3. Early Diagnosis and Prompt Treatment (Diagnosis Dini & Pengobatan Segera)
Sudah mulai timbulnya gejala penyakit dan dilakukan untuk mencegah penyebaran
penyakit. Contoh : Survey penyaringan kasus.
4. Disability Limitation (Pembatasan Kecacatan)
Dilakukan untuk mencegah agar pasien atau masyarakat tidak mengalami dampak
kecacatan akibat penyakit tertentu. Dilakukan pda kasus yang memiliki potensi
kecacatan. Contoh : Perawatan untuk menghentikan penyakit, mencegah komplikasi lebih
lanjut, pemberian segala fasilitas untuk mengatasi kecacatan, menncegah kematian.
5. Rehabilitation (Rehabilitasi)
Dilakukan setelah pasien sembuh. Sangat diperlukan pada fase pemulihan terhadap
kecacatan, misal : program latihan, konsultasi dan diskusi psikologis untuk meningkatkan
koping individu positif sehingga gairah hidup meningkat.

E. Lingkup Sistem Pelayanan Kesehatan


24

1. Tingkat Pertama/Primary Health Service


Adalah pelayanan kesehatan yang bersifat pokok yang dibutuhkan oleh sebagian besar
masyarakat serta mempunyai nilai strategis untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat. Biasa dilakukan pada masyarakat yang memiliki masalah atau masyarakat
sehat. Sifat pelayanan adalah pelayanan dasar yang dapat dilakukan di puskesmas, balai
kesehatan masyarakat atau poliklinik.
2. Tingkat Dua/Secondary Health Service
Diperlukan bagi masyarakat atau klien yan memerlukan perawatan rumah sakit
dilaksanakan di rumah sakit yang tersedia tanaga spesialis
3. Tingkat Tiga/Tertiery Health Service
Merupakan tingkat yang tertinggi. Membutuhkan tenaga ahli atau subspesialis dan
sebagai rujukan.

F. Syarat Pokok Sistem Pelayanan Kesehatan


1. Tersedia dan Berkesinambungan
Semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat harus mudah ditemukan
serta selalu siaga keberadaannya di masyarakat setiap kali dibutuhkan.
2. Dapat Diterima dan Wajar
Diartikan bahwa pelayanan kesehatan tersebut tidak bebrtentangan dengan keyakinan
dan kepercayaan masyarakat. Pelayanan kesehatan yang bertentangan dengan adat
istiadat, kebudayaan, keyakinan dan kepercayaan masyarakat bukan pelayanan
kesehatan yang baik.
3. Mudah Dicapai/ Accessible
Ketercapaian yang dimaksudkan diutamakan dari sudut lokasi. Dengan kata lain
pelayanan kesehatan dan distribusi sarana kesehatan merata di seluruh wilayah, tidak
terkonsentrasi di perkotaan.
4. Mudah Dijangkau/ Affortable
Terutama dari sudut biaya, disesuaikan dengan kemampuan ekonomi masyarakat.
5. Bermutu/ Quality
Mutu yang dimaksudkan adalah yang menunjukkan pada tingkat kesempurnaan
pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, dapat memuaskan para pemakai jasa
25

pelayanan dan tata cara penyelenggaraannya disesuaikan kode etik serta yang telah
ditetapkan.

G. Lembaga Sistem Pelayanan Kesehatan


Lembaga merupakan tempat pemberian pelayanan kesehatan pada masyakarat dalam
rangka meningkatkan status kesehatan. Tempat yang dimaksud bervariasi berdasarkan
tujuan pemberian pelayanan kesehatan. Tempat tersebut diantaranya :
1. Rawat Jalan
Lembaga pelayanan ini bertujuan memberikan pelayanan kesehatan pada tingkat
pelaksanaan diagnosa dan pengobatan pada penyakit yang akut atau mendadak serta
kronis yang dimungkinkan tidak rawat inap. Lembaga ini misalnya : klinik kesehatan,
klinik dokter spesialis.
2. Institusi
Merupakan lembaga yang fasilitasnya cukup dalam memberikan pelayanan kesehatan,
seperti : rumah sakit dan pusat rehabilitasi
3. Hospice
Lembaga ini bertujuan memberikan pelayanan kesehatan yang berfokus pada klien yang
sakit terminal agar lebih tenang, biasanya dilakukan home care.
4. Community Base Agency
Merupakan bagian dari lembaga yang dilalukan pada klien dan keluarga, misalnya :
praktek perawat keluarga.

H. PEMBIAYAAN PELAYANAN KESEHATAN


Pembiayaan kesehatan adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk menyelenggarakan dan
atau memanfaatkan upaya kesehatan yang diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok dana
masyarakat
 TUJUAN :
TERSEDIANYA PEMBIAYAAN KESEHATAN DENGAN JUMLAH YG MENCUKUPI,
TERALOKASI SECARA ADIL DAN TERMANFAATKAN SECARA BERHASILGUNA
DAN BERDAYA GUNA UNTUK MENJAMIN TERSELENGGARANYA PEMBANGUNAN
KESEHATAN GUNA MENINGKATKAN DERAJAT KESEHATAN MASY YG SETINGGI-
TINGGINYA
26

Pembiayaan Kesehatan

Sistem pembiayaan kesehatan didefinisikan sebagai suatu sistem yang mengatur tentang
besarnya dan alokasi dana yang harus disediakan untuk menyelenggarakan dan atau
memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok
dan masyarakat. Biaya kesehatan dapat ditinjau dari dua sudut, yaitu :

1. Penyedia pelayanan kesehatan: Merupakan besarnya dana yang harus disediakan untuk dapat
menyelenggarakan upaya kesehatan.
2. Pemakai jasa pelayanan: yang dimaksud dengan biaya kesehatan dari sudut pemakai jasa
pelayanan (health consumer) adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk dapat
memanfaatkan jasa pelayanan.
Jumlah dana pembiayaan harus cukup untuk membiayai upaya kesehatan yang telah
direncanankan. Bila biaya tidak mencukupi maka jenis dan bentuk pelayanan kesehatannya harus
diubah sehingga sesuai dengan biaya yang disediakan. Distribusi atau penyebaran dana perlu
disesuaikan dengan prioritas. Suatu perusahaan yang unit kerjanya banyak dan tersebar perlu ada
perencanaan alokasi dana yang akurat.

Sumber dana biaya kesehatan berbeda pada beberapa negara, namun secara garis besar berasal dari :

1. Bersumber dari anggaran pemerintah


Pada sistem ini, biaya dan penyelenggaraan pelayanan kesehatan sepenuhnya ditanggung oleh
pemerintah. Pelayanannya diberikan secara cuma-cuma oleh pemerintah sehingga sangat jarang
penyelenggaraan pelayanan kesehatan disediakan oleh pihak swasta. Untuk negara yang kondisi
keuangannya belum baik, sistem ini sulit dilaksanakan karena memerlukan dana yang sangat besar.

2. Bersumber dari anggaran masyarakat


Dapat berasal dari individual ataupun perusahaan. Sistem ini mengharapkan agar masyarakat (swasta)
berperan aktif secara mandiri dalam penyelenggaraan maupun pemanfaatannya. Hal ini memberikan
dampak adanya pelayanan-pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh pihak swasta, dengan fasilitas dan
penggunaan alat-alat berteknologi tinggi disertai peningkatan biaya pemanfaatan atau penggunaannya
oleh pihak pemakai jasa layanan kesehatan tersebut.

3. Bantuan biaya dari dalam dan luar negeri


Sumber pembiayaan kesehatan, khususnya untuk penatalaksanaan penyakit – penyakit tertentu cukup
sering diperoleh dari bantuan biaya pihak lain, misalnya oleh organisasi sosial ataupun pemerintah
negara lain. Misalnya bantuan dana dari luar negeri untuk penanganan HIV dan virus H5N1 .

4. Gabungan anggaran pemerintah dan masyarakat


Sistem ini banyak diadopsi oleh negara-negara di dunia karena dapat mengakomodasi kelemahan –
kelemahan yang timbul pada sumber pembiayaan kesehatan sebelumnya. Tingginya biaya kesehatan
yang dibutuhkan ditanggung sebagian oleh pemerintah dengan menyediakan layanan kesehatan
bersubsidi. Sistem ini juga menuntut peran serta masyarakat dalam memenuhi biaya kesehatan yang
dibutuhkan dengan mengeluarkan biaya tambahan.
27

Fee for Service ( Out of Pocket )


Sistem ini secara singkat diartikan sebagai sistem pembayaran berdasarkan layanan, dimana
pencari layanan kesehatan berobat lalu membayar kepada pemberi pelayanan kesehatan (PPK).
PPK (dokter atau rumah sakit) mendapatkan pendapatan berdasarkan atas pelayanan yang
diberikan, semakin banyak yang dilayani, semakin banyak pula pendapatan yang diterima.

Sebagian besar masyarakat Indonesia saat ini masih bergantung pada sistem
pembiayaan kesehatan secara Fee for Service ini. Dari laporan World Health
Organization di tahun 2006 sebagian besar (70%) masyarakat Indonesia masih
bergantung pada sistem, Fee for Service dan hanya 8,4% yang dapat mengikuti sistem
Health Insurance (WHO, 2009). Kelemahan sistem Fee for Service adalah terbukanya
peluang bagi pihak pemberi pelayanan kesehatan (PPK) untuk memanfaatkan
hubungan Agency Relationship , dimana PPK mendapat imbalan berupa uang jasa
medik untuk pelayanan yang diberikannya kepada pasien yang besar-kecilnya
ditentukan dari negosiasi. Semakin banyak jumlah pasien yang ditangani, semakin
besar pula imbalan yang akan didapat dari jasa medik yang ditagihkan ke pasien.
Dengan demikian, secara tidak langsung PPK didorong untuk meningkatkan volume
pelayanannya pada pasien untuk mendapatkan imbalan jasa yang lebih banyak.

Health Insurance
Sistem ini diartikan sebagai sistem pembayaran yang dilakukan oleh pihak ketiga atau pihak
asuransi setelah pencari layanan kesehatan berobat. Sistem health insurance ini dapat berupa
system kapitasi dan system Diagnose Related Group (DRG system).

Sistem kapitasi merupakan metode pembayaran untuk jasa pelayanan kesehatan dimana PPK
menerima sejumlah tetap penghasilan per peserta untuk pelayanan yang telah ditentukkan per
periode waktu. Pembayaran bagi PPK dengan system kapitasi adalah pembayaran yang dilakukan
oleh suatu lembaga kepada PPK atas jasa pelayanan kesehatan dengan pembayaran di muka
sejumlah dana sebesar perkalian anggota dengan satuan biaya (unit cost) tertentu. Salah satu
lembaga di Indonesia adalah Badan Penyelenggara JPKM (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Masyarakat). Masyarakat yang telah menajdi peserta akan membayar iuran dimuka untuk
memperoleh pelayanan kesehatan paripurna dan berjenjang dengan pelayanan tingkat pertama
sebagai ujung tombak yang memenuhi kebutuhan utama kesehatan dengan mutu terjaga dan biaya
terjangkau.

Sistem kedua yaitu DRG (Diagnose Related Group) tidak berbeda jauh dengan system kapitasi
di atas. Pada system ini, pembayaran dilakukan dengan melihat diagnosis penyakit yang dialami
pasien. PPK telah mendapat dana dalam penanganan pasien dengan diagnosis tertentu dengan
jumlah dana yang berbeda pula tiap diagnosis penyakit. Jumlah dana yang diberikan ini, jika dapat
dioptimalkan penggunaannya demi kesehatan pasien, sisa dana akan menjadi pemasukan bagi PPK.

Kelemahan dari system Health Insurance adalah dapat terjadinyaunderutilization dimana dapat
terjadi penurunan kualitas dan fasilitas yang diberikan kepada pasien untuk memperoleh
keuntungan sebesar-besarnya. Selain itu, jika peserta tidak banyak bergabung dalam system ini,
maka resiko kerugian tidak dapat terhindarkan. Namun dibalik kelemahan, terdapat kelebihan
system ini berupa PPK mendapat jaminan adanya pasien (captive market), mendapat kepastian
dana di tiap awal periode waktu tertentu, PPK taat prosedur sehingga mengurangi terjadinya
28

multidrug dan multidiagnose. Dan system ini akan membuat PPK lebih kea rah preventif dan promotif
kesehatan.

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menilai, pembiayaan kesehatan dengan sistem kapitasi dinilai lebih efektif
dan efisien menurunkan angka kesakitan dibandingkan sistem pembayaran berdasarkan layanan (Fee
for Service) yang selama ini berlaku. Namun, mengapa hal ini belum dapat dilakukan sepenuhnya oleh
Indonesia? Tentu saja masih ada hambatan dan tantangan, salah satunya adalah sistem kapitasi yang
belum dapat memberikan asuransi kesehatan bagi seluruh rakyat tanpa terkecuali seperti yang
disebutkan dalam UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Sampai saat
ini, perusahaan asuransi masih banyak memilah peserta asuransi dimana peserta dengan resiko
penyakit tinggi dan atau kemampuan bayar rendah tidaklah menjadi target anggota asuransi. Untuk
mencapai terjadinya pemerataan, dapat dilakukan universal coverage yang bersifat wajib dimana
penduduk yang mempunyai resiko kesehatan rendah akan membantu mereka yang beresiko tinggi dan
penduduk yang mempunyai kemampuan membayar lebih akan membantu mereka yang lemah dalam
pembayaran. Hal inilah yang masih menjadi pekerjaan rumah bagi sistem kesehatan Indonesia.
Memang harus kita akui, bahwa tidak ada sistem kesehatan terutama dalam pembiayaan pelayanan
kesehatan yang sempurna, setiap sistem yang ada pasti memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-
masing. Namun sistem pembayaran pelayanan kesehatan ini harus bergerak dengan pengawasan dan
aturan dalam suatu sistem kesehatan yang komprehensif, yang dapat mengurangi dampak buruk bagi
pemberi dan pencari pelayanan kesehatan sehingga dapat terwujud sistem yang lebih efektif dan
efisien bagi pelayanan kesehatan di Indonesia.

Sumber: World Health Organization 2009


JPKM

MODEL SISTEM PEMBIAYAAN


Pertanyaan yang mengemuka ialah model kebijakan kesehatan seperti apa yang layak diterapkan
di Indonesia, sistem pembiayaan yang bagaimana yang cocok dengan kehidupan masyarakat kita.
Terdapat beberapa model sistem pembiayaan pelayanan kesehatan yang dijalankan oleh beberapa
negara, berdasarkan sumber pembiayaannya:

1. Direct Payments by Patients


Ciri utama model direct payment adalah setiap individu menanggung secara langsung besaran biaya
pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat penggunaannya. Pada umumnya sistem ini akan
mendorong penggunaan pelayanan kesehatan secara lebih hati-hati, serta adanya kompetisi antara
para provider pelayanan kesehatan untuk menarik konsumen atau free market. Meskipun
tampaknya sehat, namun transaksi kesehatan pada umumnya bersifat tidak seimbang dimana pasien
sebagai konsumen tidak mampu mengenali permasalahan dan kebutuhannya, sehingga tingkat
kebutuhan dan penggunaan jasa lebih banyak diarahkan oleh provider. Sehingga free market dalam
pelayanan kesehatan tidak selalu berakhir dengan peningkatan mutu dan efisiensi namun dapat
mengarah pada penggunaan terapi yang berlebihan.
2. User payments
29

Dalam model ini, pasien membayar secara langsung biaya pelayanan kesehatan baik pelayanan
kesehatan pemerintah maupun swasta. Perbedaannya dengan model informal adalah besaran dan
mekanisme pembayaran, juga kelompok yang menjadi pengecualian telah diatur secara formal
oleh pemerintah dan provider. Bentuk yang paling kompleks adalah besaran biaya yang bebeda
setiap kunjungan sesuai dengan jasa pelayanan kesehatan yang diberikan (biasanya terjadi untuk
fasilitas pelayanan kesehatan swasta). Namun model yang umum digunakan adalah ’flat rate’,
dimana besaran biaya per-episode sakit bersifat tetap.
3. Saving based
Model ini mempunyai karakteristik ‘risk spreding’ pada individu namun tidak terjadi risk pooling
antar individu. Artinya biaya kesehatan langsung, akan ditanggung oleh individu sesuai dengan
tingkat penggunaannya, namun individu tersebut mendapatkan bantuan dalam mengelola
pengumpulan dana (saving) dan penggunaannya bilamana membutuhkan pelayanan kesehatan.
Biasanya model ini hanya mampu mencakup pelayanan kesehatan primer dan akut, bukan
pelayanan kesehatan yang bersifat kronis dan kompleks yang biasanya tidak bisa ditanggung oleh
setiap individu meskipun dengan mekanisme saving. Sehingga model ini tidak dapat dijadikan
model tunggal pada suatu negara, harus didukung model lain yang menanggung biaya kesehatan
lain dan pada kelompok yang lebih luas.
4. Informal
Ciri utama model ini adalah bahwa pembayaran yang dilakukan oleh individu pada provider
kesehatan formal misalnya dokter, bidan tetapi juga pada provider kesehatan lain misalnya:
mantri, dan pengobatan tradisional; tidak dilakukan secara formal atau tidak diatur besaran, jenis
dan mekanisme pembayarannya. Besaran biaya biasanya timbul dari kesepakatan atau banyak
diatur oleh provider dan juga dapat berupa pembayaran dengan barang. Model ini biasanya
muncul pada negara berkembang dimana belum mempunyai sistem pelayanan kesehatan dan
pembiayaan yang mampu mencakup semua golongan masyarakat dan jenis pelayanan.
5. Insurance Based
Sistem pembiayaan dengan pendekatan asuransi mempunyai perbedaan utama dimana individu
tidak menanggung biaya langsung pelayanan kesehatan. Konsep asuransi memiliki dua
karakteristik khusus yaitu pengalihan resiko kesakitan pada satu individu pada satu kelompok
serta adanya sharing looses secara adil. Secara sederhana dapat digambarkan bahwa satu
kelompok individu mempunyai resiko kesakitan yang telah diperhitungkan jenis, frekuensi dan
besaran biayanya. Keseluruhan besaran resiko tersebut diperhitungkan dan dibagi antar anggota
kelompok sebagai premi yang harus dibayarkan. Apabila anggota kelompok, maka keseluruhan
biaya pelayanan kesehatan sesuai yang diperhitungkan akan ditanggung dari dana yang telah
dikumpulkan bersama. Besaran premi dan jenis pelayanan yang ditanggung serta mekanime
pembayaran ditentukan oleh organisasi pengelola dana asuransi.

3. PERBEDAAN KUALITAS , JENIS DAN BIAYA PELAYANAN KESEHATAN DI NEGARA


LAIN

5 negara dengan jaminan kesehatan masyarakat terbaik di dunia


30

Negara :Perancis
Pembentukan :10 Agustus 843 
Jumlah :67.012.000 orang (2015)
Penduduk
PDB per :$44.538
kapita
Nama :The French healthcare system
Program
Keterangan :- Sistem kesehatan di Perancis didominasi oleh praktik swasta atau buka praktek sendiri
untuk layanan rawat jalan dan rumah sakit umum untuk perawatan akut. Semua
penduduk secara otomatis terdaftar sebagai anggota National Health Insurance (NHI)
dengan dana asuransi berdasarkan status pekerjaan mereka. Selain itu, 90%
penduduknya berlangganan asuransi kesehatan tambahan untuk menutupi manfaat lain
yang tidak tercakup dalam NHI. Setiap warga Perancis yang diasuransikan dapat
mengakses rumah sakit dalam jaringan NHI yang tersebar di Eropa. 
   - Warga Perancis juga bisa berobat ke dokter yang berpraktek sendiri, sistem
pembiayaannya menggunakan reimbursement. Pasien membayar dahulu, selanjutnya
diganti oleh pihak asuransi sesuai dengan biaya yang dikeluarkan. Apabila berobat ke
rumah sakit umum (termasuk rumah sakit nirlaba swasta yang bekerja dalam kemitraan
dengan mereka) dibayar oleh pihak asuransi. Sedangkan untuk obat resep, harga satuan
yang diperbolehkan untuk penggantian di bawah NHI ditetapkan oleh komisi yang
mencakup perwakilan dari Kementerian Kesehatan, Keuangan, dan Industri.
   - NHI merupakan bagian tak terpisahkan dari sistem jaminan sisoal Perancis yang
terdiri dari 3 hal. Tunjangan pensiun, tunjangan keluarga dan asuransi kesehatan.
Sementara itu, khusus untuk asuransi kesehatan, NHI Perancis mencakup layanan
mulai dari perawatan di rumah sakit, layanan rawat jalan, obat resep (termasuk produk
homeopati), pengobatan termal di spa, perawatan di rumah, manfaat tunai, dan
perawatan gigi dan penglihatan yang lebih rendah. 

Sistem Pelayanan Kesehatan di Perancis

Sistem perawatan kesehatan Perancis menempati peringkat pertama di dunia


oleh World Health Organisation tahun 1997. Dibebaskan dari biaya untuk orang yang
mengalami penyakit kronis (Affections de longues durées) seperti kanker, AIDS atau
Cystic Fibrosis. Harapan hidup rata-rata setelah kelahiran adalah 79.73 tahun.
Tahun 2003, terdapat sekitar 120.000 orang di Perancis yang hidup dengan
AIDS Perancis, sebagaimana negara UE lainnya, berada dalam pengarahan UE untuk
mengurangi limbah bawah tanah di wilayah sensitif. Tahun 2006, Perancis baru 40%
melaksanakan pengarahan ini, menempatkannya sebagai salah satu negara dengan
31

jumlah limbah terendah di dalam UE karena memenuhi standar pengolahan limbah.


Kematian Chantal Sébire membangkitkan kembali debat terhadap eutanasia di
Perancis. Dilaporkan pada tanggal 21 Maret 2008. (Wikipedia)

Pada tahun 2000, WHO memberikan peringkat pertama pada Perancis dalam
hal memberikan perawatan kesehatan yang terbaik secara keseluruhan kepada warga
negaranya. Warga negara Prancis menikmati perawatan kesehatan universal yang
didanai oleh pemerintah melalui pajak penghasilan. Sekitar 75% dari biaya kesehatan
ditanggung oleh pemerintah. Selain itu, ada fasilitas perawatan swasta yang
memungkinkan warga untuk menerima prosedur bedah dengan biaya tambahan.
Fasilitas ini adalah opsional dan dimaksudkan untuk mereka yang memiliki uang. 
Harga yang ditetapkan oleh dokter swasta sudah ditetapkan pemerintah. Secara
keseluruhan ada 3,37 dokter per 1000 orang.

Sistem pelayanan kesehatan yang lengkap dengan akses yang mudah


merupakan salah satu persyaratan tak tertulis bagi sebuah negara maju, dan pemberian
asuransi kesehatan (askes) juga merupakan bagian dari sistem pelayanan kesehatan
yang baik dan modern. Dan negara-negara berkembang banyak mencontoh baik seluruh
maupun hanya sebagian dari sistem pelayanan kesehatan disuatu negara maju.
Misalnya, di negara dunia ketiga seperti republik kita Indonesia, telah memiliki
pelbagai infrastruktur pelayanan kesehatan yang tergolong modern untuk sebuah negara
berkembang. Rumah sakit yang bagus banyak tersebar dipenjuru kota. Pelayanan
kesehatan berupa akses dan obat-obat generik tak lupa diberikan sebagai bagian dari
pelayanan kesehatan yang baik. Namun sayangnya hanya mereka yang memiliki akses
saja yang bisa menggunakannya.
Bicara tentang pelayanan kesehatan, Indonesia bisa dikatakan mengikuti
banyak kebijakan-kebijakan yang dianut oleh sesama negara demokrasi lainnya.
Katakanlah Amerika Serikat, negara maju  dengan sistem pelayanan kesehatan
mutakhir yang memiliki banyak sekali persamaan dalam penerapan kebijakan
pelayanan kesehatannya. Misalnya saja, tidak ada pelayanan kesehatan yang gratis,
akses hanya bisa diberikan kepada mereka yang terdaftar, masalah administrasi harus
diselesaikan sebelum pasien bisa berobat (kecuali gawat darurat), penggelembungan
32

harga obat (baik yang generik maupun yang non-generik), kebijakan pemindahan
perawatan bagi pasien yang tidak mampu membayar pengobatan, dan berbagai
kebijakan lainnya yang ternyata tidak berpihak kepada kebanyakan masyarakat
Indonesia yang tergolong tidak mampu (atau kurang mampu).
Anehnya, sebagai sesama negara penganut demokrasi liberal, Perancis sangat
bertolak belakang dengan Amerika. Disana pelayanan kesehatannya sangatlah murah
bahkan bila pasien hanya ingin berkonsultasi dengan dokternya mengenai penyakit apa
yang mungkin menimpanya, mereka tidaklah dipungut biaya sama sekali. Ada pula
kebijakan pelayanan kesehatan selama 24 jam yang memungkinkan seseorang
memesan obat dari suatu resep ke rumah sakit lalu pihak rumah sakit langsung
mengirimkan dokternya beserta perawat dan dua orang petugas rumah sakit untuk
mengantarkan pesanan. Mereka memiliki standar operasional prosedur tentang waktu
pengantaran berbanding dengan jarak pengiriman, sehingga orang yang memesan tidak
perlu menunggu lama, hebatnya lagi, harga yang harus dibayarkan hanya untuk
pembelian obatnya saja! Tidak ada biaya lain yang dikenakan oleh pihak rumah sakit!
Di Perancis, Anda dilindungi, titik. Itu tidak tergantung pada pekerjaan, tidak
tergantung pada organisasi pemeliharaan kesehatan, dan hal itu tidak tergantung
pada apakah Anda mengisi formulir dengan benar. Di bawah peraturan baru
(prosedur konsultasi yang dikoordinasikan [dalam bahasa Prancis, parcours de soins
coordonné]) Dokter umum ( “médecin généraliste” atau “Docteur”) lebih diharapkan
untuk bertindak sebagai “penjaga pintu gerbang” yang merujuk pasien ke dokter
spesialis atau rumah sakit.
Dalam hal ini, Indonesia sebagai negara berkembang yang besar seharusnya
bisa melihat bahwa Amerika bukanlah contoh yang baik bagi pelayanan kesehatan
Angka kematian bayi di Perancis adalah 3,9 per 1.000 kelahiran hidup, dibandingkan
dengan 7 di AS, dan rata-rata harapan hidup 79,4 tahun, dua tahun lebih daripada di
Amerika. Negara ini jauh lebih banyak tempat tidur rumah sakit dan dokter per kapita
dibanding Amerika, dan jauh lebih rendah tingkat kematian akibat diabetes dan
penyakit jantung. Baru-baru ini dalam peringkat pelayanan kesehatan di WHO,
Perancis diurutan pertama, sementara Amerika mencetak gol 37, sedikit lebih baik
daripada Kuba dan satu tingkat di atas Slovenia.
Dibagian pelayanan kesehatan ibu dan anak, pemerintah Perancis
menyediakan tenaga asisten rumah-tangga secara cuma-cuma bagi ibu-ibu yang
33

bekerja diinstansi pemerintah, ibu-ibu yang suaminya bekerja pada pemerintah dan
mereka yang tercatat sebagai warga, negara yang baru saja melahirkan bayi dimana
tidak ada orang untuk merawat sang bayi pada waktu tertentu. Jadi bagi mereka yang
baru saja melahirkan dapat merasa tenang meninggalkan rumah untuk bekerja.
Lagipula, bila sang ibu adalah pegawai pemerintah maka ada pemotongan jam kerja
sekitar sepertiga dari jam seharusnya tanpa pemotongan gaji atau upah. Ini sangatlah
manusiawi mengingat peran ibu dalam lingkup keluarga dan pekerjaannya yang tidak
bisa mereka tinggalkan. Karena itu kebijakan pemerintah Perancis dinilai sangat
melindungi warga negaranya.
Sedangkan Indonesia, dengan rumah sakitnya yang besar (yang hanya
terpusat dikota saja) dan kemegahan serta kemewahan gaya hidup dokternya, ternyata
sama saja dengan Amerika yang keuntungan finansialnya melandasi pelayanan
kesehatan mereka.
Di Perancis (negara maju) dan Kuba (negara berkembang, sama seperti kita), pasien
hanya ditanyai nama dan tanggal lahir sebelum mereka mendapat nomor antrian,
bahkan di Kuba, bila pasien tidak memiliki biaya transportasi untuk pulang kerumah
maka pihak rumah sakit akan menyediakan uang atau mengantarkannya bila ada
kendaraan dan petugas yang sedang ‘nganggur’.
Seharusnya pemerintah kita mengubah atau bahkan merombak sistem
pelayanan kesehatan Indonesia yang berpihak pada mereka yang ‘berduit’ ini. Kita bisa
meneladani banyak hal dari Kuba, sesama negara berkembang yang pelayanan
kesehatannya terlengkap di dunia, agar dapat seperti atau bahkan melampaui Perancis,
negara maju dengan sistem pelayanan yang sangatlah manusiawi dan merakyat. Karena
menjadi sehat adalah hak setiap manusia, setiap warga negara. Maka pemerintah
sebagai orang yang telah kita percayai seharusnya bisa melindungi kita dengan
kebijakan pelayanan kesehatan yang merakyat dan murah, dimana pemberian akses
yang mudah lumrah, dimana kemudahan mengakses pelayanan kesehatan seharusnya
berlandaskan kemanusiaan yang adil dan beradab bukannya keuntungan, dimana
pemerintah seharusnya memberikan kesempatan yang sama kepada setiap warga negara
yang membutuhkan pelayanan kesehatan sebagai salah satu perwujudan keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia. Mengingat ideologi Indonesia yaitu Pancasila, yang
sangatlah kerakyatan dan merakyat. Keniscayaan pemerintah kita seharusnya
dipertanyakan, sudahkah mereka menerapkan ideologi Pancasila dalam mengambil
34

setiap kebijakan yang menyangkut kehidupan rakyat?

SEBAGAIMANA negara Eropa Barat lain, sejarah perkembangan sistem


jaminan sosial termasuk asuransi sosial kesehatan di Perancis telah berlangsung lebih
dari 100 tahun. Perkembangannya kemudian diwarnai pelbagai faktor sosial, ekonomi
dan politik, termasuk sistem yang berkembang di negara tetangganya, Jerman dan
Inggris. Saat wilayah Alsace-Lorraine-yang semula dicaplok Jerman, kembali ke
Perancis seusai Perang Dunia I- misalnya, di wilayah itu telah ada sistem jaminan
sosial yang dikembangkan Kanselir Jerman Otto von Bismarck.
Seperti dipaparkan dalam buku Sistem Jaminan Sosial di Perancis yang
diterbitkan Badan Koordinasi dan Pembangunan Hubungan Internasional (Adecri)
Perancis, sistem bantuan sosial mulai berkembang akhir abad ke-19 dan awal abad ke-
20 berbasis kontribusi sukarela dari para pekerja.
Sistem yang dikembangkan Jerman dan dibawa Alsace-Lorraine saat
bergabung kembali dengan Perancis mempercepat perkembangan sistem jaminan
sosial di Perancis. Lewat perdebatan panjang, skema asuransi diluncurkan lewat
undang-undang di tahun 1930 untuk melindungi pekerja di bidang perdagangan dan
industri terhadap masalah keuangan sebagai akibat sakit, kehamilan dan persalinan,
kecacatan, serta masa tua dan kematian. Pendanaan berdasar asas solidaritas lewat
kontribusi pemberi dan penerima kerja.
Sistem jaminan sosial yang komprehensif untuk melindungi seluruh penduduk
berkembang pesat setelah Perang Dunia II. Tahun 1945 disusun skema umum (Regime
General) dengan misi mempercepat cakupan jaminan sosial bagi seluruh penduduk.
Ada upaya untuk menyatukan pelbagai dana jaminan sosial.
"Namun, serikat pekerja sektor swasta keberatan mengalami penurunan
manfaat jika disatukan. Sebaliknya, para pekerja independen seperti seniman dan
pedagang juga keberatan jika dikelompokkan bersama para pekerja bergaji tetap,
khawatir dengan besarnya premi yang harus dibayar," tutur Rollet.
Karena itu, di Perancis ada tiga badan utama yang mengelola sistem jaminan
sosial, yaitu Regime General yang mencakup para pekerja swasta (kini diperluas bagi
pegawai negeri, mahasiswa, veteran perang, serta penduduk yang mendapat bantuan
dari pemerintah); Dana bagi Pekerja Pertanian (MSA); dan Dana bagi Pekerja
35

Independen (CANAM). Selain itu, ada sejumlah badan pengelola dana khusus antara
lain untuk pekerja tambang (CANSSM), pekerja kereta api (SNCF), industri gas dan
listrik (EDF), transportasi publik Paris (RATP), pelaut, dan Bank Perancis.
Sistem jaminan sosial di Perancis diperluas secara bertahap. Kalau semula
difokuskan pada jaminan kesehatan, tunjangan kecelakaan kerja, dan pensiun,
kemudian ditingkatkan pada pelbagai bentuk tunjangan dan bantuan untuk keluarga
serta jaringan pengaman bagi penduduk yang memiliki pendapatan di bawah minimum
serta mereka yang kehilangan pekerjaan.
Tahun 1978, seluruh penduduk Perancis mendapat tunjangan keluarga dari
dana nasional untuk program tunjangan keluarga (CNAF) yang dikelola Regime
General tanpa syarat apa pun. Sementara itu, program pensiun menjamin pendapatan
minimum di masa tua bagi penduduk yang hanya memberi kontribusi kecil, bahkan
yang tidak berkontribusi.
Asuransi kesehatan juga diperluas lewat cakupan kesehatan universal (CMU)
hingga mencakup seluruh penduduk, termasuk mereka yang tidak bekerja. Dalam hal
ini pemerintah memberi subsidi yang ditetapkan tiap tahun oleh parlemen. Dengan
demikian, seluruh penduduk Perancis mendapat jaminan sejak lahir sampai meninggal
untuk hidup layak.
Seiring perkembangan demografi terjadi ketidakseimbangan neraca keuangan.
Maka, dilakukan sejumlah perubahan. Salah satunya, premi asuransi yang dibayar
bersama oleh pemberi kerja (employer) dan penerima kerja (employee) tidak hanya
berdasarkan gaji, tetapi berdasarkan seluruh pendapatan (gaji, bonus, uang lembur, dan
sebagainya). Persentase kontribusi antara pemberi dan penerima kerja berbeda-beda
untuk tiap skema jaminan (tunjangan kesehatan, kehilangan pekerjaan, janda, keluarga,
pensiun, dan sebagainya).
"Dana jaminan sosial untuk tiap skema dikelola badan yang independen,
dijalankan oleh dewan yang merupakan perwakilan pemberi dan penerima kerja. Ada
pengawasan dari pemerintah agar tidak terjadi penyimpangan peraturan, tapi tidak ada
intervensi dalam kebijakan," tutur Rollet.
DI bidang kesehatan, penduduk Perancis telah menikmati akses luas dan adil
terhadap pelayanan kesehatan. Berbeda dengan Jerman atau Inggris, di Perancis tak
diterapkan sistem rujukan, sehingga pasien boleh memilih pergi ke dokter manapun,
36

juga langsung ke dokter spesialis tanpa lewat dokter keluarga atau dokter umum.
Hal ini mengakibatkan biaya perawatan kesehatan membengkak. Untuk
menjaga agar asuransi tak mengalami kesulitan keuangan, ada komite yang membuat
perkiraan biaya dan penerimaan untuk menjamin keseimbangan neraca keuangan.
Pengaturan hanya dilakukan antara perwakilan asuransi sosial kesehatan dan
perwakilan organisasi profesi (dokter, tenaga kesehatan lain dan apotek) serta asosiasi
rumah sakit dalam membuat kesepakatan mengenai biaya pemeriksaan dan perawatan
pasien tiap kunjungan, serta harga obat yang masuk daftar obat esensial, sehingga
semua asuransi sama harganya.
Umumnya pasien membayar langsung (fee for service) ke penyedia pelayanan
kesehatan. Dokter praktik swasta atau administrasi rumah sakit memasukkan data
nomor kartu jaminan sosial pasien ke komputer badan pengelola asuransi, kemudian
pihak asuransi mengirim penggantian ke rekening bank pasien.
Penggantian biaya rawat jalan umumnya tidak 100 persen, ada iur biaya (co-
payment) dari peserta asuransi. Penggantian bervariasi tergantung jenis pelayanan
kesehatan, misalnya dokter umum, spesialis, dan dokter gigi 70 persen, tenaga
kesehatan lain 60 persen, pembelian lensa kacamata 65 persen. Untuk pengambilan
obat, pasien tak perlu keluar uang, cukup menunjukkan kartu jaminan sosial. Kecuali
obat yang belum masuk daftar asuransi, penggantiannya 35-65 persen.
Untuk rawat inap di rumah sakit, pasien membayar sekitar 10 Euro per hari
untuk kamar dan makanan. Adapun untuk obat, perawatan dokter, atau biaya operasi,
pasien tidak perlu membayar.
Rumah sakit di Perancis, seperti Hopital Saint Antoine-salah satu rumah sakit
publik yang terbesar di Paris-tampak nyaman dengan taman di antara blok bangunan.
Bangunan tua itu di dalamnya telah dipermodern, bersih, dan tak berbau obat.
Menurut Direktur RS St Antoine Chantal de Singly yang didampingi Kepala
Perawat Felix Perro, umumnya pasien dirawat dalam kamar tersendiri maksimal dua
pasien per kamar. "Rumah sakit di Perancis tak mengenal kelas kamar. Semua pasien
fasilitasnya sama. Yang membedakan antara peserta asuransi biasa dengan swasta,
yang membayar lebih, hanyalah pasien boleh memilih dokter," jelas De Singly.
Fasilitas standar kamar perawatan terdiri dari tempat tidur mekanis yang bisa
disesuaikan dengan keperluan. Bagian kepala tempat tidur dilengkapi monitor serta alat
bantu napas dan peralatan lain. Setiap kamar dilengkapi kursi pengunjung, meja,
37

lemari, TV, serta kamar mandi.


Di Perancis kebanyakan dokter, umum maupun spesialis, berpraktik swasta.
Untuk bekerja di rumah sakit prosedurnya berat, lewat tes ketat. Umumnya yang
diterima adalah dokter spesialis. Dokter umum berpraktik swasta atau di klinik
kesehatan. Untuk mengikuti perkembangan teknologi kedokteran, dokter swasta
berpraktik paruh waktu di rumah sakit pendidikan serta mengikuti pelatihan
berkesinambungan.
"Masalah pelayanan kesehatan di Perancis adalah tidak ada sistem rujukan.
Pasien boleh datang ke dokter umum, dokter spesialis atau langsung ke unit gawat
darurat di rumah sakit. Kadang-kadang unit gawat darurat kebanjiran pasien, terutama
di malam hari, akhir pekan atau masa liburan, karena dokter praktik swasta berlibur.
Hal ini pula yang terjadi pada masa gelombang panas awal bulan Agustus lalu," papar
De Singly.
Menurut Rollet, asuransi kesehatan berlaku di seluruh negara, bahkan di
negara-negara Eropa Barat. Di luar itu orang harus mengisi formulir agar biaya
kesehatan diganti. Begitu pula sebaliknya, penduduk negara Eropa lain jika sakit dan
berobat di Perancis akan mendapat ganti dari asuransi mereka.
Diakuinya, penyebaran tenaga kesehatan terutama dokter tidak merata, karena
dokter bebas memilih tempat praktik. Ada daerah yang punya banyak dokter, tetapi ada
wilayah yang sangat kekurangan. Namun, secara umum jumlah dokter cukup. Yang
kurang adalah jumlah perawat, jadi Perancis harus merekrut dari Spanyol dan negara
lain.
Untuk menjamin kualitas pelayanan rumah sakit ada badan akreditasi,
sedangkan untuk dokter belum ada. Jika ada keluhan, pasien bisa mengadu ke badan
penjamin standar pelayanan dokter (Ordre des medecins) yang kemudian memeriksa
masalahnya. Dokter yang terbukti bersalah akan diskors.
Dengan pelbagai jaminan itu, di luar kelemahan yang ada, Perancis menduduki
peringkat pertama dalam hal kinerja sistem kesehatan.

Negara :Jerman
Pembentukan :2 Februari 962 
Jumlah :81.083.600 orang (2015)
38

Penduduk
PDB per :$41.955
kapita
Nama :Krankenkassen Und Private Krankenversicherung
Program
Keterangan :- Sistem perawatan kesehatan di Jerman dimulai sejak Abad Pertengahan, saat
pengrajin menjadi anggota serikat pekerja. Serikat pekerja kemudian menyediakan
jaminan kesehatan dalam bentuk asuransi. Sistem layanan kesehatan masyarakat
melalui asuranasi ini dimasyarakatkan sejak revolusi industry melalui kebijakan Otto
von Bismarck. Tujuan utamanya adalah untuk menyediakan asuransi bagi pekerja yang
terlibat dalam produksi industri dan non-industri. 
   - Sitem perawatan kesehatan di Jerman terbagi ke dalam tiga jenis. Rawat jalan, rawat
inap dan fasilitas rehabilitasi.  Institusi yang bertanggungjawab untuk menjalankan
sistem perawatan kesehatan ini adalah Badan Pengatur dan Kementerian Kesehatan
Federal, asosiasi dan perwakilan penyedia jasa kesehatan dan profesi medis dan
perusahaan asuransi kesehatan.
   - Warga Jerman diwajibkan memiliki asuransi kesehatan dari pemerintah, terutama
warga dengan pendapatan kurang dari  batas upah minimum. Pendanaan kesehatan
diambil dari premi ditambah dari pendapatan pajak.  Jadi setiap warga saling
menanggung risiko kehilangan biaya perawatan medis jika terjadi penyakit. Semua
orang yang dilindungi oleh undang-undangan perasuransian dan memiliki hak yang
sama untuk menerima perawatan.  Saat ini 97% masyarakat di Jerman memiliki
asuransi kesehatan. 

Negara :Swedia
Pembentukan :Awal abad ke-12
Jumlah :9.816.666 orang (2015)
Penduduk
PDB per :$48.966
kapita
Nama :The Swedish Health System
Program
Keterangan :- Secara proporsional Swedia memiliki populasi lansia terbesar di Eropa, dengan
rentang usia rata-rata 81,4 tahun untuk wanita dan 80,3 tahun untuk kaum pria. Di satu
sisi lainnya, jumlah kelahiran anak tiap tahun terus meningkat.  Apakah semua itu
berkah dari tingkat kesehatan yang sangat baik? Yang jelas, perawatan kesehatan di
Swedia sebagian besar merupakan dana yang didanai oleh pajak, sebuah sistem yang
memastikan setiap orang memiliki akses yang sama terhadap layanan perawatan
kesehatan. Disamping sistem pendanaan, Pemerintah Sewdia juga sangat
memperhatikan kualitas dan efisiensi layanan perawatan kesehatan warganya. 
   - Swedia terbagi menjadi 290 kotamadya dan 20 dewan daerah.  Tidak ada hubungan
hierarkis antara kotamadya, dewan daerah dan daerah. Pekerjaan dewan daerah Swedia
39

menyangkut perawatan kesehatan, budaya dan infrastruktur.  Sedangkan Kotamadya


Swedia bertanggung jawab untuk merawat orang tua yang cacat fisik atau gangguan
psikologis di rumah atau di akomodasi khusus, penyakit kronis yang memerlukan
pemantauan dan pengobatan, dan seringkali pengobatan seumur hidup serta
memberikan dukungan dan layanan untuk  perawatan kesehatan sekolah.
   - Kebijakan Swedia menyatakan bahwa setiap dewan daerah harus menyediakan
perawatan kesehatan dan medis berkualitas baik kepada masyarakat, dan bekerja untuk
mempromosikan kesehatan yang baik bagi seluruh penduduk. Dewan daerah juga
bertanggung jawab untuk perawatan gigi bagi penduduk setempat sampai usia 21
tahun.

Negara :Swiss
Pembentukan :1 Agustus 1291 
Jumlah :8.279.700 orang (2015)
Penduduk
PDB per kapita :$84.070
Nama Program :Swiss health insurance
Keterangan :- Perawatan kesehatan di Swiss bersifat universal dan diatur oleh Undang-Undang
Federal Swiss mengenai Asuransi Kesehatan . Tidak ada layanan kesehatan gratis
yang disediakan pemerintah. Sebagai gantinya asuransi kesehatan swasta diwajibkan
bagi semua orang yang tinggal di Swiss (dalam waktu tiga bulan tinggal atau tinggal
di negara tersebut). Pegawa Negeri, kedutaan dan anggota keluarga mereka
dikecualikan dari asuransi kesehatan wajib.
   - Seluruh sistem kesehatan diarahkan pada tujuan umum menjaga sistem tetap
kompetitif melintasi garis-garis batas perusahaan, mempromosikan kesehatan
masyarakat secara umum dan mengurangi biaya sambil mendorong tanggung jawab
individu. 
   - Asuransi kesehatan mencakup biaya perawatan medis dan rawat inap tertanggung.
Namun, orang yang diasuransikan membayar sebagian biaya pengobatan. Hal ini
dilakukan dengan cara dikurangkan setiap tahun yang berkisar dari US $ 184 sampai
maksimum US$ 1,534 untuk orang dewasa seperti yang dipilih oleh Tertanggung 
dengan premi disesuaikan.

Negara :Inggris
Pembentukan :1 Mei 1707
Jumlah :69.945.000 orang (2015)
Penduduk
PDB per :US$ 45.653 
kapita
40

Nama :National Health Services (NHS)


Program
Keterangan :- Sistem jaminan kesehatan di Inggris dikenal dengan National Health Service (NHS),
yaitu sistem kesehatan yang didanai publik dengan target semua orang yang bermukim
di Inggris atau Comparison Health Insurance.
   - Menteri kesehatan Inggris membentuk  pelayanan kesehatan nasional, NHS, sebagai
pelayanan kesehatan gratis komprehensif, dan sudah tersedia untuk seluruh penduduk
sejak  tahun 1984. Saat ini, NHS dibagi menjadi dua bagian: bagian yang mengatur
strategi, kebijakan dan isu-isu manajerial, dan yang mengatur semua aspek lain
peralatan klinis terbagi menjadi peralatan utama yangmelibatkan dokter, apoteker,
dokter gigi, perawatan sekunder (rumah sakit berbasis, diaksesmelalui rujukan) dan
perawatan tersier (melibatkan dokter yang sangat khusus menghadapikondisi sangat
sulit atau jarang).
   - Sistem NHS ini tidak sepenuhnya sistem asuransi karena tidak ada premi
yangdikumpulkan,  biaya tidak dibebankan pada tingkat. Meskipun begitu, sistem ini
mencapai tujuan utama dari asuransi yaitu menyebarkan risiko keuangan yang timbul
dari sakit-kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai