Makalah Epidemiologi

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

Pada mulanya epidemiologi diartikan sebagai studi tentang epidemi. Hal ini
berarti bahwa epidemiologi hanya mempelajari penyakit-penyakit menular saja tetapi
dalam perkembangan selanjutnya epidemiologi juga mempelajari penyakit-penyakit
non infeksi, sehingga dewasa ini epidemiologi dapat diartikan sebagai studi tentang
penyebaran penyakit pada manusia di dalam konteks lingkungannya. Mencakup juga
studi tentang pola-pola penyakit serta pencarian determinan-determinan penyakit
tersebut. Dapat disimpulkan bahwa epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari
tentang penyebaran penyakit serta determinan-determinan yang mempengaruhi
penyakit tersebut.

Di dalam batasan epidemiologi ini sekurang-kurangnya mencakup 3 elemen,


yakni :
a. Mencakup semua penyakit
Epidemiologi mempelajari semua penyakit, baik penyakit infeksi maupun penyakit
non infeksi, seperti kanker, penyakit kekurangan gizi (malnutrisi), kecelakaan lalu
lintas maupun kecelakaan kerja, sakit jiwa dan sebagainya. Bahkan di negara-negara
maju, epidemiologi ini mencakup juga kegiatan pelayanan kesehatan.
b. Populasi
Apabila kedokteran klinik berorientasi pada gambaran-gambaran dari penyakit-
penyakit individu maka epidemiologi ini memusatkan perhatiannya pada distribusi
penyakit pada populasi (masyarakat) atau kelompok.
c. Pendekatan ekologi
Frekuensi dan distribusi penyakit dikaji dari latar belakang pada keseluruhan
lingkungan manusia baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Hal inilah yang
dimaksud pendekatan ekologis. Terjadinya penyakit pada seseorang dikaji dari
manusia dan total lingkungannya.

Di dalam epidemiologi biasanya timbul pertanyaan yang perlu direnungkan


yakni :
1. Siapa (who), siapakah yang menjadi sasaran penyebaran penyakit itu atau orang
yang terkena penyakit.
2. Di mana (where), di mana penyebaran atau terjadinya penyakit.
3. Kapan (when), kapan penyebaran atau terjadinya penyakit tersebut.
Jawaban-jawaban atau pertanyaan-pertanyaan ini adalah merupakan faktor-faktor
yang menentukan terjadinya suatu penyakit. Dengan perkataan lain terjadinya atau
penyebaran suatu penyakit ditentukan oleh 3 faktor utama yakni orang, tempat dan
waktu.

Secara sederhana, studi epidemiologi dapat dibagi menjadi dua kelompok


sebagai berikut : 
1. Epidemiologi deskriptif, yaitu suatu penelitian yang tujuan utamanya melakukan
eksplorasi diskriptif terhadap fenomena kesehatam masyarakat yang berupa risiko
ataupun efek.

2. Epidemiologi analitik yaitu penelitian ini mencoba untuk menggali bagaimana dan
mengapa fenomena kesehatan dapat terjadi yaitu dengan melakukan analisis
hubungan antar fenomena, baik antara faktor risiko dengan efek, antar faktor risiko,
maupun antar efek.

Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit menahun yang ditandai dengan


kadar glukosa darah yang melebihi nilai normal. Apabila dibiarkan tidak terkendali,
diabetus mellitus dapat menimbulkan komplikasi yang berakibat fatal, misalnya
terjadi penyakit jantung koroner, gagal ginjal, kebutaan dan lain-lain. Epidemiologi
dari penakit ini adalah diperkirakan ada 197 juta jiwa menderita diabetes dengan
tingkat kematian 3,2 juta orang di dunia pada tahun 2003, sedangkan di Indonesia
pada tahun 2001 terdapat 4 juta jiwa menderita diabetes dan diperkirakan ada 7 juta
jiwa pada tahun 2020. Penyakit ini menyerang segala umur, sosial dan ekonomi.

BAB II
PEMBAHASAN

EPIDEMIOLOGI DESKRIPTIF

Epidemiologi adalah Ilmu yang mempelajari keadaan dan sifat karakteristik


suatu kelompok penduduk tertentu,dengan memperhatikan berbagai perubahan pada
penduduk yang mempengaruhi derajat kesehatan dan kehidupan sosialnya. Ilmu yang
mempelajari, menganalisa serta berusaha memecahkan berbagai masalah kesehatan
maupun masalah yang erat hubungannya dengan kesehatan pada suatu kelompok
tertentu..

Epidemiologi deskriptif adalah studi pendekatan epidemiologi yang bertujuan


untuk menggambarkan masalah kesehatan yang terdapat di dalam masyarakat dengan
menentukan frekuensi, distribusi dan determinan penyakit berdsarkan atribut &
variabel menurut segitiga epidemiologi (orang, Tempat, dan Waktu). Studi Deskriptif
disebut juga studi prevalensi atau studi pendahuluan dari studi analitik ayng dapat
dilakukan suatu saat atau suatu periode tertentu. Jika studi ini ditujukan kepada
sekelompok masyarakat tertentu yang mempunyai masalah kesehatan maka
disebutlah studi kasus tetapi jika ditujukan untuk pengamatan secara berkelanjutan
maka disebutlah dengan surveilans serta bila ditujukan untuk menganalisa faktor
penyebab atau risiko maupun akibatnya maka disebut dengan studi potong lintang
atau cross sectional.

Tujuan epidemiologi deskriptif adalah :

1. Untuk menggambarkan distribusi keadaan masalah kesehatan sehingga dapat


diduga kelompok mana di masyarakat yang paling banyak terserang.

2. Untuk memperkirakan besarnya masalah kesehatan pada berbagai kelompok.

3. Untuk mengidentifikasi dugaan adanya faktor yang mungkin berhubungan


terhadap masalah kesehatan (menjadi dasar suatu formulasi hipotesis).
Kategori berdasarkan unit pengamatan atau analisis epidemiologi deskriptif
dibagi 2 yaitu:

 Populasi : Studi Korelasi Populasi, Rangkaian Berkala (time series).

 Individu : Laporan Kasus (case report), Rangkaian Kasus (case series), Studi
Potong Lintang (Cross-sectional).

Adapun Ciri-ciri studi deskriptif sebagai berikut:

1. Bertujuan untukmenggambarkan

2. Tidak terdapat kelompok pembanding

3. Hubungan sebab akibat hanya merupakan suatu perkiraan ataau semacam asumsi

4. Hasil penelitiannya berupa hipotesis

5. Merupakan studi pendahluan untuk studi yang mendalam

Hasil penelitian deskriptif dapat di gunakan untuk:

1. Untuk menyusun perencanaan pelayanan kesehatan

2. Untuk menentukan dan menilai program pemberantasan penyakit yang telah


dilaksanakan

3. Sebagai bahan untuk mengadakan penelitain lebih lanjut

4. Untuk Membandingkan frekuensi distribusi morbiditas atau mortalitas antara


wilayah atau satu wil dalam waktu yang berbeda.

Konsep yang terpenting juga dalam studi epidemiologi deskriptif adalah


bagaimana menjawab pertanyaan 5W+1H. Hal tersebut mengacu pada variabel-
variabel segitiga epidemiologi terdiri dari orang (person), tempat (place) dan waktu
(time).
a. Orang (Person)

Disini akan dibicarakan peranan umur, jenis kelamin, kelas sosial, pekerjaan,
golongan etnik, status perkawinan, besarnya keluarga, struktur keluarga dan paritas.

b. Umur

Umur adalah variabel yang selalu diperhatikan didalam penyelidikan-penyelidikan


epidemiologi. Angka-angka kesakitan maupun kematian didalam hampir semua
keadaan menunjukkan hubungan dengan umur.

Dengan cara ini orang dapat membacanya dengan mudah dan melihat pola kesakitan
atau kematian menurut golongan umur. Persoalan yang dihadapi adalah apakah umur
yang dilaporkan tepat, apakah panjangnya interval didalam pengelompokan cukup
untuk tidak menyembunyikan peranan umur pada pola kesakitan atau kematian dan
apakah pengelompokan umur dapat dibandingkan dengan pengelompokan umur pada
penelitian orang lain.

Didalam mendapatkan laporan umur yang tepat pada masyarakat pedesaan yang
kebanyakan masih buta huruf hendaknya memanfaatkan sumber informasi seperti
catatan petugas agama, guru, lurah dan sebagainya. Hal ini tentunya tidak menjadi
soal yang berat dikala mengumpulkan keterangan umur bagi mereka yang telah
bersekolah.

c. Jenis Kelamin

Angka-angka dari luar negeri menunjukkan bahwa angka kesakitan lebih tinggi
dikalangan wanita sedangkan angka kematian lebih tinggi dikalangan pria, juga pada
semua golongan umur. Untuk Indonesia masih perlu dipelajari lebih lanjut. Perbedaan
angka kematian ini, dapat disebabkan oleh faktor-faktor intinsik.

Yang pertama diduga meliputi faktor keturunan yang terkait dengan jenis kelamin
atau perbedaan hormonal sedangkan yang kedua diduga oleh karena berperannya
faktor-faktor lingkungan (lebih banyak pria mengisap rokok, minum minuman keras,
candu, bekerja berat, berhadapan dengan pekerjaan-pekerjaan berbahaya, dan
seterusnya).

Sebab-sebab adanya angka kesakitan yang lebih tinggi dikalangan wanita, di Amerika
Serikat dihubungkan dengan kemungkinan bahwa wanita lebih bebas untuk mencari
perawatan. Di Indonesia keadaan itu belum diketahui. Terdapat indikasi bahwa
kecuali untuk beberapa penyakit alat kelamin, angka kematian untuk berbagai
penyakit lebih tinggi pada kalangan pria.

d. Kelas Sosial

Kelas sosial adalah variabel yang sering pula dilihat hubungannya dengan angka
kesakitan atau kematian, variabel ini menggambarkan tingkat kehidupan seseorang.
Kelas sosial ini ditentukan oleh unsur-unsur seperti pendidikan, pekerjaan,
penghasilan dan banyak contoh ditentukan pula oleh tempat tinggal. Karena hal-hal
ini dapat

mempengaruhi berbagai aspek kehidupan termasuk pemeliharaan kesehatan maka


tidaklah mengherankan apabila kita melihat perbedaan-perbedaan dalam angka
kesakitan atau kematian antara berbagai kelas sosial.

Masalah yang dihadapi dilapangan ialah bagaimana mendapatkan indikator tunggal


bagi kelas sosial. Di Inggris, penggolongan kelas sosial ini didasarkan atas dasar jenis
pekerjaan seseorang yakni I (profesional), II (menengah), III (tenaga terampil), IV
(tenaga setengah terampil) dan V (tidak mempunyai keterampilan).

Di Indonesia dewasa ini penggolongan seperti ini sulit oleh karena jenis pekerjaan
tidak memberi jaminan perbedaan dalam penghasilan. Hubungan antara kelas sosial
dan angka kesakitan atau kematian kita dapat mempelajari pula dalam hubungan
dengan umur, dan jenis kelamin.

e. Jenis Pekerjaan
Jenis pekerjaan dapat berperan didalam timbulnya penyakit melalui beberapa jalan
yakni

a. Adanya faktor-faktor lingkungan yang langsung dapat menimbulkan kesakitan


seperti bahan-bahan kimia, gas-gas beracun, radiasi, benda-benda fisik yang dapat
menimbulkan kecelakaan dan sebagainya.

b. Situasi pekerjaan yang penuh dengan stress (yang telah dikenal sebagai faktor
yang berperan pada timbulnya hipertensi, ulkus lambung).

c. Ada tidaknya “gerak badan” didalam pekerjaan; di Amerika Serikat ditunjukkan


bahwa penyakit jantung koroner sering ditemukan di kalangan mereka yang
mempunyai pekerjaan dimana kurang adanya “gerak badan”.

d. Karena berkerumun di satu tempat yang relatif sempit maka dapat terjadi proses
penularan penyakit antara para pekerja.

e. Penyakit karena cacing tambang telah lama diketahui terkait dengan pekerjaan
di tambang.

Penelitian mengenai hubungan jenis pekerjaan dan pola kesakitan banyak dikerjakan
di Indonesia terutama pola penyakit kronis misalnya penyakit jantung, tekanan darah
tinggi, dan kanker.Jenis pekerjaan apa saja yang hendak dipelajari hubungannya
dengan suatu penyakit dapat pula memperhitungkan pengaruh variabel umur dan
jenis kelamin.

f. Penghasilan

Yang sering dilakukan ialah menilai hubungan antara tingkat penghasilan dengan
pemanfaatan pelayanan kesehatan maupun pencegahan. Seseorang kurang
memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada mungkin oleh karena tidak mempunyai
cukup uang untuk membeli obat, membayar transport, dan sebagainya.

g. Golongan Etnik
Berbagai golongan etnik dapat berbeda didalam kebiasaan makan, susunan genetika,
gaya hidup dan sebagainya yang dapat mengakibatkan perbedaan-perbedaan didalam
angka kesakitan atau kematian.

Didalam mempertimbangkan angka kesakitan atau kematian suatu penyakit antar


golongan etnik hendaknya diingat kedua golongan itu harus distandarisasi menurut
susunan umur dan kelamin ataupun faktor-faktor lain yang dianggap mempengaruhi
angka kesakitan dan kematian itu.

Penelitian pada golongan etnik dapat memberikan keterangan mengenai pengaruh


lingkungan terhadap timbulnya suatu penyakit. Contoh yang klasik dalam hal ini
ialah penelitian mengenai angka kesakitan kanker lambung.

Didalam penelitian mengenai penyakit ini di kalangan penduduk asli di Jepang dan
keturunan Jepang di Amerika Serikat, ternyata bahwa penyakit ini menjadi kurang
prevalen di kalangan turunan Jepang di Amerika Serikat. Ini menunjukkan bahwa
peranan lingkungan penting didalam etiologi kanker lambung.

h. Status Perkawinan

Dari penelitian telah ditunjukkan bahwa terdapat hubungan antara angka kesakitan
maupun kematian dengan status kawin, tidak kawin, cerai dan janda; angka kematian
karena penyakit-penyakit tertentu maupun kematian karena semua sebab makin
meninggi dalam urutan tertentu.

Diduga bahwa sebab-sebab angka kematian lebih tinggi pada yang tidak kawin
dibandingkan dengan yang kawin ialah karena ada kecenderungan orang-orang yang
tidak kawin kurang sehat. Kecenderungan bagi orang-orang yang tidak kawin lebih
sering berhadapan dengan penyakit, atau karena adanya perbedaan-perbedaan dalam
gaya hidup yang berhubungan secara kausal dengan penyebab penyakit-penyakit
tertentu.

i. Besarnya Keluarga
Didalam keluarga besar dan miskin, anak-anak dapat menderita oleh karena
penghasilan keluarga harus digunakan oleh banyak orang.

j. Struktur Keluarga

Struktur keluarga dapat mempunyai pengaruh terhadap kesakitan (seperti penyakit


menular dan gangguan gizi) dan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Suatu keluarga
besar karena besarnya tanggungan secara relatif mungkin harus tinggal berdesak-
desakan didalam rumah yang luasnya terbatas hingga memudahkan penularan
penyakit menular di kalangan anggota-anggotanya; karena persediaan harus
digunakan untuk anggota keluarga yang besar maka mungkin pula tidak dapat
membeli cukup makanan yang bernilai gizi cukup atau tidak dapat memanfaatkan
fasilitas kesehatan yang tersedia dan sebagainya.

k. Paritas

Tingkat paritas telah menarik perhatian para peneliti dalam hubungan kesehatan si ibu
maupun anak. Dikatakan umpamanya bahwa terdapat kecenderungan kesehatan ibu
yang berparitas rendah lebih baik dari yang berparitas tinggi, terdapat asosiasi antara
tingkat paritas dan penyakit-penyakit tertentu seperti asma bronchiale, ulkus
peptikum, pilorik stenosis dan seterusnya. Tapi kesemuanya masih memerlukan
penelitian lebih lanjut.

l. Tempat (Place)

Pengetahuan mengenai distribusi geografis dari suatu penyakit berguna untuk


perencanaan pelayanan kesehatan dan dapat memberikan penjelasan mengenai
etiologi penyakit.

Perbandingan pola penyakit sering dilakukan antara :

1. Batas daerah-daerah pemerintahan

2. Kota dan pedesaan


3. Daerah atau tempat berdasarkan batas-batas alam (pegunungan, sungai, laut
atau padang pasir)

4. Negara-negara

5. Regional

Untuk kepentingan mendapatkan pengertian tentang etiologi penyakit, perbandingan


menurut batas-batas alam lebih berguna daripada batas-batas administrasi
pemerintahan.

Hal-hal yang memberikan kekhususan pola penyakit di suatu daerah dengan batas-
batas alam ialah : keadaan lingkungan yang khusus seperti temperatur, kelembaban,
turun hujan, ketinggian diatas permukaan laut, keadaan tanah, sumber air, derajat
isolasi terhadap pengaruh luar yang tergambar dalam tingkat kemajuan ekonomi,
pendidikan, industri, pelayanan kesehatan, bertahannya tradisi-tradisi yang
merupakan hambatan-hambatan pembangunan, faktor-faktor sosial budaya yang tidak
menguntungkan kesehatan atau pengembangan kesehatan, sifat-sifat lingkungan
biologis (ada tidaknya vektor penyakit menular tertentu, reservoir penyakit menular
tertentu, dan susunan genetika), dan sebagainya.

Pentingnya peranan tempat didalam mempelajari etiologi suatu penyakit menular


dapat digambar dengan jelas pada penyelidikan suatu wabah, yang akan diuraikan
nanti.

Didalam membicarakan perbedaan pola penyakit antara kota dan pedesaan, faktor-
faktor yang baru saja disebutkan diatas perlu pula diperhatikan. Hal lain yang perlu
diperhatikan selanjutnya ialah akibat migrasi ke kota atau ke desa terhadap pola
penyakit, di kota maupun di desa itu sendiri.

Migrasi antar desa tentunya dapat pula membawa akibat terhadap pola dan
penyebaran penyakit menular di desa-desa yang bersangkutan maupun desa-desa di
sekitarnya.
Peranan migrasi atau mobilitas geografis didalam mengubah pola penyakit di
berbagai daerah menjadi lebih penting dengan makin lancarnya perhubungan darat,
udara dan laut; lihatlah umpamanya penyakit demam berdarah.

Pentingnya pengetahuan mengenai tempat dalam mempelajari etiologi suatu penyakit


dapat digambarkan dengan jelas pada penyelidikan suatu wabah dan pada
menyelidikan-penyelidikan mengenai kaum migran. Didalam memperbandingkan
angka kesakitan atau angka kematian antar daerah (tempat) perlu diperhatikan
terlebih dahulu di tiap-tiap daerah (tempat) :

1. Susunan umur

2. Susunan kelamin

3. Kualitas data

4. Derajat representatif dari data terhadap seluruh penduduk.

Walaupun telah dilakukan standarisasi berdasarkan umur dan jenis kelamin,


memperbandingkan pola penyakit antar daerah di Indonesia dengan menggunakan
data yang berasal dari fasilitas-fasilitas kesehatan, harus dilaksanakan dengan hati-
hati, sebab data tersebut belum tentu representatif dan baik kualitasnya.

Variasi geografis pada terjadinya beberapa penyakit atau keadaan lain mungkin
berhubungan dengan 1 atau lebih dari beberapa faktor sebagai berikut :

1. Lingkungan fisis, kemis, biologis, sosial dan ekonomi yang berbeda-beda dari
suatu tempat ke tempat lainnya.

2. Konstitusi genetis atau etnis dari penduduk yang berbeda, bervariasi seperti
karakteristik demografi.

3. Variasi kultural terjadi dalam kebiasaan, pekerjaan, keluarga, praktek higiene


perorangan dan bahkan persepsi tentang sakit atau sehat.
4. Variasi administrasi termasuk faktor-faktor seperti tersedianya dan efisiensi
pelayanan medis, program higiene (sanitasi) dan lain-lain.

Banyaknya penyakit hanya berpengaruh pada daerah tertentu. Misalnya penyakit


demam kuning, kebanyakan terdapat di Amerika Latin. Distribusinya disebabkan oleh
adanya “reservoir” infeksi (manusia atau kera), vektor (yaitu Aedes aegypty),
penduduk yang rentan dan keadaan iklim yang memungkinkan suburnya agen
penyebab penyakit. Daerah dimana vektor dan persyaratan iklim ditemukan tetapi
tidak ada sumber infeksi disebut “receptive area” untuk demam kuning.

Contoh-contoh penyakit lainnya yang terbatas pada daerah tertentu atau yang
frekuensinya tinggi pada daerah tertentu, misalnya Schistosomiasis di daerah dimana
terdapat vektor snail atau keong (Lembah Nil, Jepang), gondok endemi (endemic
goiter) di daerah yang kekurangan yodium.

m. Waktu (Time)

Mempelajari hubungan antara waktu dan penyakit merupakan kebutuhan dasar


didalam analisis epidemiologis, oleh karena perubahan-perubahan penyakit menurut
waktu menunjukkan adanya perubahan faktor-faktor etiologis. Melihat panjangnya
waktu dimana terjadi perubahan angka kesakitan, maka dibedakan :

1. Fluktuasi jangka pendek dimana perubahan angka kesakitan berlangsung


beberapa jam, hari, minggu dan bulan.

2. Perubahan-perubahan secara siklus dimana perubahan-perubahan angka


kesakitan terjadi secara berulang-ulang dengan antara beberapa hari, beberapa
bulan (musiman), tahunan, beberapa tahun.

3. Perubahan-perubahan angka kesakitan yang berlangsung dalam periode waktu


yang panjang, bertahun-tahun atau berpuluh tahun yang disebut “secular trends”.

n. Fluktuasi Jangka Pendek


Pola perubahan kesakitan ini terlihat pada epidemi umpamanya epidemi keracunan
makanan (beberapa jam), epidemi influensa (beberapa hari atau minggu), epidemi
cacar (beberapa bulan).

Fluktuasi jangka pendek atau epidemi ini memberikan petunjuk bahwa :


1. Penderita-penderita terserang penyakit yang sama dalam waktu bersamaan atau
hampir bersamaan.

2. Waktu inkubasi rata-rata pendek.

o. Perubahan-Perubahan Secara Siklus

Perubahan secara siklus ini didapatkan pada keadaan dimana timbulnya dan
memuncaknya angka-angka kesakitan atau kematian terjadi berulang-ulang tiap
beberapa bulan, tiap tahun, atau tiap beberapa tahun. Peristiwa semacam ini dapat
terjadi baik pada penyakit infeksi maupun pada penyakit bukan infeksi.

Timbulnya atau memuncaknya angka kesakitan atau kematian suatu penyakit yang
ditularkan melalui vektor secara siklus ini adalah berhubungan dengan :
1. Ada tidaknya keadaan yang memungkinkan transmisi penyakit oleh vektor yang
bersangkutan, yakni apakah temperatur atau kelembaban memungkinkan
transmisi.

2. Adanya tempat perkembangbiakan alami dari vektor sedemikian banyak untuk


menjamin adanya kepadatan vektor yang perlu dalam transmisi.

3. Selalu adanya kerentanan

4. Adanya kegiatan-kegiatan berkala dari orang-orang yang rentan yang


menyebabkan mereka terserang oleh “vektor bornedisease” tertentu.

5. Tetapnya kemampuan agen infektif untuk menimbulkan penyakit.

6. Adanya faktor-faktor lain yang belum diketahui. Hilangnya atau berubahnya


siklus berarti adanya perubahan dari salah satu atau lebih hal-hal tersebut diatas.
Penjelasan mengenai timbulnya atau memuncaknya penyakit menular yang
berdasarkan pengetahuan yang kita kenal sebagai bukan vektor borne secara siklus
masih jauh lebih kurang dibandingkan dengan vektor borne diseases yang telah kita
kenal. Sebagai contoh, belum dapat diterangkan secara pasti mengapa wabah
influensa A bertendensi untuk timbul setiap 2-3 tahun, mengapa influensa B timbul
setiap 4-6 tahun, mengapa wabah campak timbul 2-3 tahun (di Amerika Serikat).

Sebagai salah satu sebab yang disebutkan ialah berkurangnya penduduk yang kebal
(meningkatnya kerentanan) dengan asumsi faktor-faktor lain tetap. Banyak penyakit-
penyakit yang belum diketahui etiologinya menunjukkan variasi angka kesakitan
secara musiman.

Tentunya observasi ini dapat membantu didalam memulai dicarinya etiologi


penyakit-penyakit tersebut dengan catatan-catatan bahwa interpretasinya sulit karena
banyak keadaan yang berperan terhadap timbulnya penyakit juga ikut berubah pada
perubahan musim, perubahan populasi hewan, perubahan tumbuh-tumbuhan yang
berperan tempat perkembangbiakan, perubahan dalam susunan reservoir penyakit,
perubahan dalam berbagai aspek perilaku manusia seperti yang menyangkut
pekerjaan, makanan, rekreasi dan sebagainya.

Sebab-sebab timbulnya atau memuncaknya beberapa penyakit karena gangguan gizi


secara bermusim belum dapat diterangkan secara jelas.

Variasi musiman ini telah dihubung-hubungkan dengan perubahan secara musiman


dari produksi, distribusi dan konsumsi dari bahan-bahan makanan yang mengandung
bahan yang dibutuhkan untuk pemeliharaan gizi maupun keadaan kesehatan individu-
individu terutama dalam hubungan dengan penyakit-penyakit infeksi dan sebagainya.

PENGERTIAN EPIDEMIOLOGI ANALITIK


Epidemiologi analitik, seperti halnya epidemiologi deskriptif, tujuan
pokoknya adalah menginvestigasi penyebab penyakit. Epidemiologi analitik
menggunakan metodologi ilmiah dan desain eksperimen. Pada kenyataannya,
epidemiologi analitik adalah istilah yang sering dipertukarkan dengan istilah
investigasi epidemiologi sejati yang menggunakan desain penelitian tradisional,
termasuk desain yang dipakai untuk mengembangkan penelitian empiris di bidang
biomedis. Berdasarkan kebingungan inilah biostatistik dianggap sebagai
epidemiologi.

Epidemiologi analitik adalah pendekatan uji hipotesis yang digunakan untuk


mengkaji asosiasi di antara kejadian penyakit atau pajanan dan faktor resiko.
Kelompok atau populasi diklasifikasi dan dievaluasi berdasarkan karakteristik yang
memengaruhi angka kejadian penyakit.

Studi analitik digunakan untuk menguji hubungan sebab akibat dan


berpegangan pada pengembangan data baru. Kunci dari studi analitik ini adalah untuk
menjamin bahwa studi di desain tepat sehingga temuannya dapat dipercaya (reliable)
dan valid. Epidemiologi analitik menguji hipotesis dan menaksir (mengestimasi)
besarnya hubungan / pengaruh paparan terhadap penyakit.

Studi epidemiologi analitik adalah studi epidemiologi yang menekankan pada


pencarian jawaban tentang penyebab terjadinya masalah kesehatan (determinal),
besarnya masalah/ kejadian (frekuensi), dan penyebaran serta munculnya masalah
kesehatan (distribusi) dengan tujuan menentukan hubungan sebab akibat
anatara faktor resiko dan penyakit.

Tujuan Studi Epidemiologi Analitik

Epidemologi Analitik adalah riset epidemiologi yang bertujuan untuk:

 Menjelaskan faktor-faktor resiko dan kausa penyakit

 Memprediksikan kejadian penyakit


 Memberikan saran strategi intervensi yang efektif untuk pengendalian
penyakit

Jenis Studi Epidemiologi Analitik

Berdasarkan peran epidemiologi analitik dibagi 2:

1. Studi Observasional: Studi Kasus Control (case control), studi potong lintang
(cross sectional) dan studi Kohort.

2. Studi Eksperimental: Eksperimen dengan kontrol random (Randomized


Controlled Trial /RCT) dan Eksperimen Semu (kuasi).

Studi Observasional

A. Studi potong lintang (Cross sectional)

Rancangan cross sectional adalah suatu rancangan epidemiologi yang mempelajari


hubungan penyakit dan faktor penyebab yang mempengaruhi penyakit tersebut
dengan mengamati status faktor yang mempengaruhi penyakit tersebut secara
serentak pada individu atau kelompok pada satu waktu.

Penelitian cross sectional adalah suatu penelitian dimana variabel-variabel yang


termasuk faktor resiko dan variabel-variabel yang termasuk efek diobservasi
sekaligus pada waktu yang sama.

Langkah-langkah penelitian cross sectional:

1. Mengidentifikasi variabel-variabel penelitian dan mengidentifikasi faktor


resiko dan faktor efek

2. Menetapkan subjek penelitian

3. Melakukan observasi atau pengukuran variabel-variabel yang merupakan


faktor resiko dan efek sekaligus berdasarkan status keadaan variabel pada saat
itu (pengumpulan data)
4. Melakukan analisi korelasi dengan cara membandingkan proporsi antar
kelompok-kelompok hasil observasi (pengukuran)

Contoh: Ingin mengetahui hubungan antara anemia besi pada ibu hamil dengan Berat
Badan Bayi Lahir (BBL) dengan menggunakan rancangan atau pendekatan cross
sectional.

Ciri khas rancangan cross sectional :

 Peneliti melakukan observasi / pengukuran variabel pada suatu saat tertentu

 Status seorang individu atas ada atau tidaknya kedua faktor baik pemajanan
(exposure) maupun penyakit yang dinilai pada waktu yang sama

 Hanya menggambarkan hubungan asosiasi bukan sebab akibat

 Apabila penerapannya pada studi deskriptif, peneliti tidak melakukan tindak


lanjut terhadap pengukuran yang dilakukan.

Kelebihan rancangan cross sectional :

 Mudah dilaksanakan

 Sederhana

 Ekonomis dalam hal waktu

 Hasilnya dapat diperoleh dengan cepat

 Dalam waktu bersamaan dapat dikumpulkan variabel yang banyak, baik


variabel resiko maupun efek

Kekurangan rancangan cross sectional :

 Diperlukan subjek penelitian yang besar

 Tidak dapat menggambarkan perkembangan penyakit secara akurat


 Tidak valid untuk meramalkan suatu kecenderungan

 Kesimpulan korelasi faktor resiko dengan efek paling lemah bila dibandingan
dengan dua rancangan epidemiologi yang lain

B. Kasus kontrol (case control)

Rancangan Kasus Kontrol adalah rancangan studi epidemiologi yang mempelajari


hubungan antara penyebab suatu penyakit dan penyakit yang diteliti dengan
membandingkan kelompok kasus dan kelompok kontrol berdasarkan status penyebab
penyakitnya.

Penelitian case control adalah suatu penelitian (survey) analitik yang menyangkut


bagaimana faktor resiko dipelajari dengan menggunakan pendekatan retrospektif.

Tahap-tahap penelitian case control :

1. Identifikasi variabel-variabel penelitian (faktor resiko dan efek)

2. Menetapkan objek penelitian (populasi dan sampel)

3. Identifikasi kasus

4. Pemilihan subjek sebagai control

5. Melakukan pengukuran retrospetif (melihat ke belakang) untuk melihat faktor


resiko

6. Melakukan analisis dengan menbandingkan proporsi antara variabel-variabel


objek penelitian dengan variabel-variabel kontrol

Contoh: Peneliti ingin membuktikan hubungan antara malnutrisi (kekurangan gizi)


pada balita dengan perilaku pemberian makanan oleh ibu.

Ciri rancangan kasus kontrol:


 Subjek dipilih atas dasar apakah mereka menderita (kasus) atau tidak (kontrol)
suatu kasus yang ingin diamati kemudian proporsi pemajanan dari kedua
kelompok tersebut dibandingkan

 Diketahui variabel terikat (akibat), kemudian ingi diketahui variabel bebas


(penyebab)

 Observasi dan pengukuran tidak dilakukan pada saat yang sama

 Peneliti melakukan pengukuran variabel bergantung pada efek (subjek (kasus)


yang terkena penyakit) sedangkan variabel bebasnya dicari secara retrospektif

 Untuk kontrol, dipilih subjek yang berasal dari populasi dan karakteristik
yang sama dengan kasus

 Bedanya kelompok kontrol tidak menderita penyakit yang akan diteliti

Kelebihan rancangan penelitian case control :

 Merupakan satu-satunya cara untuk meneliti kasus jarang atau yang masa
latennya panjang

 Hasil dapat diperoleh dengan cepat

 Biaya yang dibutuhkan relatif sedikit

 Subjek penelitian sedikit

 Dapat melihat hubungan bebrapa penyebab terhadap suatu akibat

 Adanya pembatasan atau pengendalian faktor resiko sehingga hasil penelitian


lebih tajam dibanding dengan hasil rancangan cross sectional

Kekurangan rancangan penelitian case control :

 Sulit menentukan kontrol yang tepat


 Validasi mengenai informasi kadang sukar diperoleh

 Sukar untuk menyakinkan dua kelompok tersebut sebanding

 Tidak dapat dipakai lebih dari satu variabel dependen

 Tidak dapat diketahui efek variabel luar karena secara teknis tidak dapat
dikendalikan

C. Kohort

Rancangan Kohort adalah rancangan studi epidemiologi yang mempelajari hubungan


antara penyebab dari suatu penyakit dan penyakit yang diteliti dengan
membandingkan kelompok terpajan dan kelompok yang tidak terpajan berdasar status
penyakitnya.

Penelitian Kohort adalah suatu penelitian yang digunakan untuk mempelajari


dinamika korelasi antara faktor resiko dengan faktor efek melalui pendekatan
longitudinal ke depan atau prospektif.

Langkah-langkah pelaksanaan penelitian Kohort:

1. Identifikasi faktor-faktor resiko dan efek

2. Menetapkan subjek penelitian (menetapkan populasi dan sampel)

3. Pemilihan subjek dengan faktor risiko positif dari subjek dengan efek negatif

4. Memilih subjek yang akan menjadi anggota kelompok control

5. Mengobservasi perkembangan subjek sampai batas waktu yang ditentukan,


selanjutnya mengidentifikasi timbul tidaknya efek pada kedua kelompok

6. Menganalisis dengan membandingkan proporsi subjek yang mendapat efek


positif dengan subjek yang mendapat efek negatif baik pada kelompok risiko
positif maupun kelompok kontrol
Contoh: Penelitian ingin membuktikan adanya hubungan antara kanker (Ca) paru
(efek) dengan merokok (risiko) dengan menggunakan pendekatan atau rancangan
prospektif.

Ciri khas dari rancangan kohort :

 Subjek dibagi berdasar ada atau tidaknya pemajanan faktor tertentu dan


kemudian diikuti dalam periode waktu tertentu untuk menentukan munculnya
penyakit pada tiap kelompok

 Digunakan untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor resiko dan efek

 Sekelompok subjek yang belum mengalami penyakit atau efek diikuti secara


prospektif

 Diketahui variabel bebas (penyebab) kemudian ingin diketahui variabel terikat


(akibat)

 Dapat dilakukan secara prospektif dan retrospektif 

Kelebihan Rancangan kohort :

 Merupakan desain terbaik dalam menentukan insiden perjalanan penyakit atau


efek yang diteliti

 Desain terbaik dalam menerangkan dinamika hubungan antara faktor resiko


dengan efek secara temporal

 Dapat meneliti beberapa efek sekaligus

 Baik untuk evaluasi pemajan yang jarang

 Dapat meneliti multipel efek dari satu pemajan

 Dapat menetapkan hubungan temporal


 Mendapat incidence rate

 Biasnya lebih kecil

Kekurangan rancangan kohort :

 Memerlukan waktu yang lama

 Sarana dan biaya yang mahal

 Rumit

 Kurang efisien untuk kasus yang jarang

 Terancam Drop Out dan akan mengganggu analisis

 Menimbulkan masalah etika

 Hanya dapat mengamati satu faktor penyebab

Studi Eksperimental

Rancangan studi eksperimen adalah jenis penelitian yang dikembangkan untuk


mempelajari fenomena dalam kerangka korelasi sebab-akibat. Menurut Bhisma Murti
rancangan studi ini digunakan ketika peneliti atau oranglain dengan sengaja
memperlakukan berbagai tingkat variabel independen kepada subjek penelitian
dengan tujuan mengetahui pengaruh variabel independen tersebut terhadap variabel
dependen.

Berdasarkan penelitian tersebut studi eksperimen (studi perlakuan atau intervensi dari
situasi penelitian ) terbagi dalam dua macam yaitu rancangan eksperimen murni dan
quasi eksperimen.

A. Rancangan eksperimen murni

Eksperimen murni adalah suatu bentuk rancangan yang memperlakukan dan


memanipulasi sujek penelitian dengan kontrol secara ketat.
Penelitian eksperimen mempunyai ciri :

 Ada perlakuan, yaitu memperlakukan variabel yang diteliti (memanipulasi


suatu variabel)

 Ada randominasi, yaitu penunjukan subjek penelitian secara acak untuk


mendapatkan salah satu dari berbagai tingkat faktor penelitian

 Semua variabel terkontrol, eksperimen murni mampu mengontrol hampir


semua pengaruh faktor penelitian terhadap variabel hasil yang diteliti

B. Quasi Eksperimen (eksperimen semu)

Quasi Eksperimen (eksperimen semu) adalah eksperimen yang dalam mengontrol


situasi penelitian tidak terlalu ketat atau menggunakan rancangan tertentu dan atau
penunjukkan subjek penelitian secara tidak acak untuk mendapatkan salah satu dari
berbagai tingkat faktor penelitian.

Ciri dari quasi eksperimen :

 Tidak ada randominasi, yaitu penunjukkan sujek penelitian secara tidak acak
untuk mendapatkan salah satu dari berbagai tingkat faktor penelitian. Hal ini
disebabkan karena ketika pengalokasian faktor penelitian kepada subjek
penelitian tidak mungkin, tidak etis, atau tidak praktis menggunakan
randominasi

 Tidak semua variabel terkontrol karena terkait dengan pengalokasian


faktor penelitian kepada subjek penelitian tidak mungkin, tidak etis, atau tidak
praktis menggunakan randominasi sehingga sulit mengontrol variabel secara
ketat.

EPIDEMIOLOGI DESKRIPTIF DIABETES MELITUS


Diabetes mellitus

Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit menahun yang ditandai dengan


kadar glukosa darah yang melebihi nilai normal. Apabila dibiarkan tidak terkendali,
diabetus mellitus dapat menimbulkan komplikasi yang berakibat fatal, misalnya
terjadi penyakit jantung koroner, gagal ginjal, kebutaan dan lain-lain.

Epidemiologi dari penyakit ini adalah diperkirakan ada 197 juta jiwa
menderita diabetes dengan tingkat kematian 3,2 juta orang di dunia pada tahun 2003,
sedangkan di Indonesia pada tahun 2001 terdapat 4 juta jiwa menderita diabetes dan
diperkirakan ada 7 juta jiwa pada tahun 2020. Penyakit ini menyerang segala umur,
sosial dan ekonomi.

 Karakteristik Orang

Pada tahun 2008 diperoleh bahwa proporsi penyebab kematian akibat DM pada
kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu
14,7%. Dan daerah pedesaan, DM menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8%.Prevalensi
nasional DM berdasarkan pemeriksaan gula darah pada penduduk usia >15 tahun
diperkotaan 5,7%. Prevalensi nasional Obesitas umum pada penduduk usia >= 15
tahun sebesar 10.3% dan sebanyak 12 provinsi memiliki prevalensi diatas nasional,
nasional Obesitas sentral pada penduduk Usia >= 15 tahun sebesar 18,8 % dan
ebanyak 17 provinsi memiliki prevalensi diatas nasional. Sedangkan prevalensi TGT
(Toleransi Glukosa Terganggu) pada penduduk usia >15 tahun di perkotaan adalah
10.2% dan sebanyak 13 provinsi mempunyai prevalensi diatas prevalensi nasional

 Karakteristik tempat

Sekitar 2,5 juta jiwa atau 1,3 persen dari 210 juta penduduk Indonesia setiap tahun
meninggal dunia karena komplikasi sakit kencing manis (Diabetes Mellitus). Jumlah
penderita kencing manis di Indonesia kini mencapai lima juta jiwa atau lima persen
dari jumlah penduduk. Terbukti jumlah penderita Diabetes Mellitus saat ini terbesar
berada di daerah perkotaan mencapai 2,8 persen dan di pedesaan baru 0,8 persen dari
jumlah penduduk. Hal ini dapat dipengaruhi oleh lingkungan yang menyebabkan
perubahan gaya hidup tidak sehat pada daerah perkotaan ,seperti makan berlebihan
(berlemak dan kurang serat) yang sekarang banyak didapat pada restoran cepat saji,
kurang aktivitas fisik dan lebih banyak bekerja sehingga jarang berolahraga, stress
akibat bawaan dari pekerjaannya.

 Karakteristik waktu

Menurut data stastistik tahun 1995 dari WHO terdapat 135 juta penderita Diabetes
Mellitus di seluruh dunia. Tahun 2005 jumlah Diabetes Mellitus diperkirakan akan
meningkat mencapai sekitar 230 juta, dan diprediksi jumlah penderita Diabetes
Mellitus lebih dari 220 juta penderita di tahun 2010 dan lebih dari 300 juta di tahun
2025.

Dari data WHO di tahun 2002 diperkirakan terdapat lebih dari 20 juta penderita
Diabetes Mellitus di tahun 2025. Pada tahun 2030 bisa mencapai 21 juta penderita..
Saat ini penyakit Diabetes Mellitus banyak dijumpai penduduk Indonesia. Bahkan
WHO menyebutkan, jumlah penderita Diabetes Mellitus di Indonesia menduduki
ranking empat setelah India, China, dan Amerika Serikat.

Jumlah penderita diabetes di Indonesia hingga kini mencapai 14 juta orang. Rata-rata
50% dari jumlah pasien diabetes baru menyadari mereka menderita sakit gula setelah
memeriksakan ke dokter. Selain itu, hanya 30% saja pasien diabetes yang berobat.

EPIDEMIOLOGI ANALITIK DIABETES MELITUS

Diabetes mellitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa di dalam darah
cukup tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara
cukup. Penyakit Diabetes mellitus merupakan penyakit yang sering dijumpai
dimasyarakat terutama dikalangan masayarakat perkotaan. Penyebab utamanya
adalah perubahan gaya hidup akibat urbanisasi dan modernisasi. Salah satu upaya
pengendalian Diabetes mellitus dilakukan dengan pengaturan makanan, olahraga
teratur serta mengkonsumsi obat pengatur gula darah.

Diabetes Melitus diklasifikasikan menjadi DM tipe 1, yang dikenal sebagai


insulin-dependent (DMTI) atau childhood onset diabetes, ditandai dengan kurangnya
produksi insulin dan DM tipe 2, yang dikenal dengan non-insulin-dependent
(DMTTI) atau adult-onset diabetes, disebabkan ketidakmampuan tubuh
menggunakan insulin secara efektif yang kemudian mengakibatkan kelebihan berat
badan dan kurang aktivitas fisik.

Pada umunya angka kejadian untuk DM tipe 2 lebih tinggi dibandingkan DM


tipe 1. Tingginya prevalensi DM tipe 2 disebabkan oleh interaksi antara faktor-faktor
kerentanan genetis dan paparan terhadap lingkungan. Faktor lingkungan yang
diperkirakan dapat meningkatkan risiko DM tipe 2 adalah perpindahan dari pedesaan
ke perkotaan atau urbanisasi yang kemudian menyebabkan perubahan gaya hidup
seseorang. Di antaranya adalah kebiasaan makan yang tidak seimbang akan
menyebabkan obesitas. Kondisi obesitas tersebut akan memicu timbulnya DM tipe 2.
Pada orang dewasa, obesitas akan memiliki risiko timbulnya DM tipe 2 4 kali lebih
besar dibandingkan dengan orang dengan status gizi normal.

Selain pola makan yang tidak seimbang dan gizi lebih, aktivitas fisik juga
merupakan faktor risiko mayor dalam memicu terjadinya DM. Latihan fisik yang
teratur dapat meningkatkan kualitas pembuluh darah dan memperbaiki semua aspek
metabolik, termasuk meningkatkan kepekaan insulin serta memperbaiki toleransi
glukosa. Hasil penelitian di Indian Pima, orang-orang yang aktivitas fisiknya rendah
2,5 kali lebih berisiko mengalami DM dibandingkan dengan orang-orang yang 3 kali
lebih aktif.

Suatu penelitian yang dilakukan di Jakarta tahun 1993, kekerapan DM di


daerah urban yaitu di kelurahan Kayuputih adalah 5,69%, sedangkan di daerah rural
yang dilakukan oleh Augusta Arifin di suatu daerah di Jawa Barat tahun 1995, angka
itu hanya 1,1%. Di sini jelas ada perbedaan antara prevalensi di daerah urban dengan
daerah rural. Hal ini menunjukkan bahwa gaya hidup mempengaruhi kejadian
diabetes.

Tetapi, di Jawa Timur angka itu tidak berbeda yaitu 1,43 % di daerah urban
dan 1,47% di daerah rural. Hal ini mungkin disebabkan tingginya prevalensi Diabetes
Melitus Terkait Malnutrisi (DMTM) atau yang sekarang disebut diabetes tipe lain di
daerah rural di Jawa Timur, yaitu sebesar 21,2% dan seluruh diabetes di daerah itu.

Penelitian terakhir antara tahun 2001 dan 2005 di daerah Depok didapatkan
prevalensi DM Tipe 2 sebesar 14,7%, suatu angka yang sangat mengejutkan.
Demikian juga di Makasar, prevalensi diabetes terakhir tahun 2005 yang mencapai
12,5%.

Melihat tendensi kenaikan kekerapan diabetes secara global yang tadi


dibicarakan terutama disebabkan oleh karena peningkatan kemakmuran suatu
populasi, maka dengan demikian dapat dimengerti bila suatu saat atau lebih tepat lagi
dalam kurun waktu 1 atau 2 dekade yang akan datang kekerapan DM di Indonesia
akan meningkat dengan drastis.

Selain gaya hidup, terdapat pula contoh bahwa faktor lingkungan sangat
berpengaruh khususnya pada penderita DMTTI. Pada DMTTI yang meliputi lebih
90% dari semua populasi diabetes, faktor lingkungan sangat berperan. Prevalensi
DMTTI pada bangsa kulit putih berkisar antara 3-6% dari orang dewasanya. Angka
ini merupakan “Golden Standard” untuk membandingkan kekerapan diabetes antar
berbagai kelompok etnik di seluruh dunia.

Dalam sebuah penelitian di Wadena AS, mendapatkan bahwa prevalensi pada


orang kulit putih sangat tinggi dibandingkan dengan golden standard tadi (Eropa)
yaitu sebesar 23,2% untuk semua gangguan toleransi, terdiri dari 15,1% IGT dan
8,1% DMTTI. Dengan kenyataan ini dapat diambil kesimpulan bahwa faktor
lingkungan sangat berperan. Hal ini dapat dilihat pada studi Wadena tadi secara
genetik mereka sama-sama kulit putih, tetapi Eropa prevalensinya lebih rendah.
Disini jelas karena orang-orang di Wadena lebih gemuk dan hidupnya lebih santai.
Hal ini akan berlaku bagi bangsa-bangsa lain, terutama di negara yang tergolong
sangat berkembang seperti Singapura, Korea, dan Indonesia.

Contoh lain yang membuktikan bawah faktor lingkungan sangat berpengaruh


adalah Mauritius, suatu negara kepulauan yang penduduknya terdiri dari berbagai
kelompol etnik. Pada suatu penelitian epidemiologikyang dilakukan disana dengan
jumlah responden sebanyak 5080 orang, di dapatkan prevalensi IGT dan DMTTI
adalah sbb:

Kelompok etnik IGT % DMTTI %


India Hindu 16,2 12,4
India Muslim 15,3 13,3
Creole 17,5 10,4
Cina 16,6 11,9

Dari angka-angka diatas tampak bahwa pada bangsa-bangsa India, Cina dan Creole
(campuran Afrika, Eropa, dan India) prevalensi DM jauh lebih tinggi dari golden
standard, padahal di negara asalnya prevalensi DM sangat rendah. Misalnya di Cina
daratn prevalensi diabetes sangat rendah. Juga di India yang sangat rendah dengan
cataan di beberapa bagian dari India bagian selatan menunjukkan peningkatan. Di
Afrika juga rendah, tetapi pada bangsa Afrika yang tinggal di AS, Inggris, Mauritius
dan Suriname prevalensi DM sangat tinggi.
Dari data in semua dapatlah disimpulkan bahwa faktor-faktor menyebabkan
terjadinya diabetes melitus ialah:

 Faktor genetik

 Pola hidup individu

 Pola makan individu

 Lingkungan tempat tinggal

 Aktifitas fisik dan kegiatan individu

 Obesitas

 Status rural-urban

Penyebab dari Diabetes Mellitus menurut penyebabnya yaitu Diabetes Mellitus


primer dan Diabetes Mellitus sekunder (PERKENI, 2002). Penjelasan dari kedua
jenis Diabetes Mellitus tersebut adalah sebagai berikut :

a) Diabetes Primer

Merupakan jenis khusus yang terbanyak walaupun penyebab yang sesungguhnya


belum diketahui dengan pasti, beberapa faktor yang berperan sebagai berikut :

1. Herediter yaitu faktor keturunan mungkin lebih berperan penting


pada penderita di bawah umur 40 tahun, baik bagi penderita
muda maupun tua. Penderita yang sudah dewasa, lebih dari 50 %
berasal dari keluarga yang menderita Diabetes Mellitus artinya
Diabetes Mellitus cenderung diturunkan tidak ditularkan
(PERKENI, 2002).
2. Jenis kelamin dimana seorang pria muda sedikit lebih banyak
dibanding wanita, walaupun pada usia pertengahan wanita sering
terkena penyakit ini. Kehamilan menambah kemungkinn
berkembangnya Diabetes Mellitus (PERKENI, 2002).

3. Obesitas merupakan faktor resiko bagi berkembangnya penyakit


Diabetes Mellitus. Pada wanita, kegemukan umum terjadi pada
waktu hamil atau sesudah punya anak terlebih lagi sesudah
monopouse. Pada laki-laki, penambahan berat badan dimulai
pada umur mendekati 40 tahun, sesudah umur tersebut, mulai
terjadi obesitas (Kushartanti Woro, 1996)

4. Bahan Toksin atau Beracun dimana ada beberapa bahan toksin


yang mampu merusak sel beta secara langsung yakni allixan,
pyrinuron (rodentisida), streptozotocin (produk dari sejenis
jamur). Bahan toksin lain berasal dari singkong.

b) Diabetes Sekunder

Beberapa kasus Diabetes Mellitus terjadi sebagai akibat penyakit (radang pankreas,
karsinoma pankreas dan pankreatektoni) yang merusak pankreas sebagai saluran
insulin.
KESIMPULAN

- Epidemiologi adalah Ilmu yang mempelajari keadaan dan sifat karakteristik


suatu kelompok penduduk tertentu,dengan memperhatikan berbagai perubahan
pada penduduk yang mempengaruhi derajat kesehatan dan kehidupan sosialnya
- Epidemiologi deskriptif adalah studi pendekatan epidemiologi yang bertujuan
untuk menggambarkan masalah kesehatan yang terdapat di dalam masyarakat
dengan menentukan frekuensi, distribusi dan determinan penyakit berdsarkan
atribut & variabel menurut segitiga epidemiologi (orang, Tempat, dan Waktu).
- Epidemiologi analitik adalah pendekatan uji hipotesis yang digunakan untuk
mengkaji asosiasi di antara kejadian penyakit atau pajanan dan faktor resiko.
- Epidemiologi dari penyakit ini adalah diperkirakan ada 197 juta jiwa menderita
diabetes dengan tingkat kematian 3,2 juta orang di dunia pada tahun 2003

Anda mungkin juga menyukai