Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM ANALISIS BAHAN

ANALISIS GRAVIMETRI

(G)

Disusun oleh:

ADIMAS PRASETYAAJI 12/333664/TK/40007

KURNIAWAN 12/333478/TK/39831

LABORATORIUM ANALISIS BAHAN

JURUSAN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS GADJAH MADA

2013
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM ANALISIS BAHAN

dengan judul praktikum :

ANALISIS GRAVIMETRI

Disusun oleh :

Nama Praktikan NIM Tanda Tangan


Adimas Prasetyaaji 12/333664/TK/40007
Kurniawan 12/333478/TK/39831

Yogyakarta, 14 November 2013

Dosen Pembimbing Asisten

Ir. Hary Sulistyo, S.U., Ph.D. Arini Muthiah Rosmaya Putri


ANALISIS GRAVIMETRI

I. TUJUAN PERCOBAAN
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan kemurnian pupuk ZA
dengan menggunakan metode analisis gravimetri yang meliputi pelarutan,
pengendapan, pencucian, pemijaran, penimbangan, dan pelarutan.

II. DASAR TEORI


Analis gravimetri adalah jenis analisis kuantitatif dimana jumlah
spesies dalam suatu material ditentukan dengan mengubah spesies ke
produk yang dapat diisolasi secara lengkap dan dapat ditimbang (Ebbing:
2010).
Faktor-faktor yang memengaruhi keberhasilan analisis gravimetri
adalah:
1. Endapan harus begitu tak larut sehingga tidak ada kehilangan yang
cukup besar ketika dalam tahap penyaringan. Dalam praktiknya
jumlah sisa dalam larutan tidak melebihi 0,1 mg.
2. Sifat fisik endapan harus sedemikian rupa sehingga dapat dengan
mudah dipisahkan dari larutan dengan filtrasi, dan dapat dicuci bebas
dari pengotor yang larut. Kondisi tersebut mengharuskan ukuran
partikel sedemikian rupa sehingga tidak lolos melalui media
penyaring, dan bahwa ukuran partikel tidak terpengaruh (atau
setidaknya tidak berkurang) oleh proses pencucian.
3. Endapan harus bisa diubah menjadi bahan murni, hal ini dapat
dilakukan dengan cara pengapian atau operasi kimia sederhana,
seperti penguapan (Vogel: 1989).
Manfaat dari analisis gravimetri (analisis kuantitatif) adalah dalam
penentuan konsentrasi/jumlah kadar suatu zat tertentu dalam suatu sampel.
Contoh dari analisis gravimetri adalah :
1. Menentukan kadar ion 𝐶𝑙 − dalam endapan AgCl (Aditya: 2013).
2. Menentukan kandungan kolesterol dalam biji-bijian.

1
2

3. Menentukan kandungan nikotin pada rokok.


4. Menentukan kadar ion dalam 𝑆𝑂42− dalam endapan 𝐵𝑎𝑆𝑂4 .

A. Tahap pengendapan
Proses konversi dari analit menjadi endapan tidak larutnya dengan
menambahkan agen pengendap yang cocok disebut pengendapan
(Charan: 2011).
Pengendapan utamanya tergantung pada dua peristiwa, yaitu
nukleasi dan pertumbuhan partikel. Nukleasi adalah proses
pembentukan awal partikel terkecil dari endapan yang mampu tumbuh
secara spontan. Partikel terkecil dari endapan itu disebut inti
(nukleus). Pertumbuhan partikel merupakan proses pembentukan inti
awal yang membentuk sebuah kristal dengan susunan geometri
tertentu. Jika laju nukleasi lebih rendah dibandingkan laju
pertumbuhan partikel, kristal yang dihasilkan lebih sedikit dan
memiliki ukuran yang besar sehingga mudah untuk disaring. Kondisi
ini dapat didekati dengan teori Von Weimarn tentang relatif
supersaturasi.

Teori von Weimarn tentang supersaturasi


Supersaturasi (super jenuh) merupakan tingkatan dimana fase
larutan mengandung lebih banyak zat terlarut yang larut dibandingkan
pada kondisi saturasi (jenuh), seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1
(bagian AB). Kondisi ini bersifat sementara dan akan hilang ketika
pengendapan dimulai. Saat pengendapan terjadi, Kristal dari zat
terlarut biasanya berbentuk seperti benih (bagian BC). Berdasarkan
teori von Weimarn ukuran endapan berbanding terbalik dengan
relative supersaturation (RSS)/ super saturasi relatif, didefinisikan
sebagai
𝐴−𝐵
𝑅𝑆𝑆 =
𝐵
3

dimana A adalah konsentrasi sebenarnya dari zat terlarut ketika


pengendapan mulai terjadi akibat dari penambahan agen pengendap
dan B adalah konsentrasi kesetimbangan dari zat terlarut pada kondisi
larutan jenuh. Bentuk A-B menunjukkan tingkat dari larutan
A B
supersaturasi. Perbandingan disebut juga rasio von Weimarn.
B
Karena ukuran partikel endapan berbanding terbalik dengan RSS,
maka jelas bahwa ukuran partikel akan besar jika RSS-nya bernilai
kecil. Oleh sebab itu, untuk memperoleh ukuran partikel endapan
A B
yang besar maka rasio von Weimarn harus dibuat sekecil
B
mungkin.

Gambar 1. Sifat Kelarutan

Kondisi pengendapan selektif dari teori von Weimarn


Rasio von Weimarn dibuat sekecil mungkin. Ini dapat dicapai
dengan cara membuat A rendah dan B tinggi.
4

Kondisi untuk membuat A rendah :


1. Pengenceran larutan untuk mengurangi konsentrasi supersaturasi.
2. Agen pengendap dimasukkan setetes demi setetes.

Kondisi untuk membuat B tinggi :


1. Memanaskan larutan untuk menaikkan temperature, jadi
pengendapan dilakukan pada larutan panas.
2. Mengatur pH dari larutan, dan pengendapan dilakukan pada pH
serendah mungkin.
3. Menggunakan agen pembentuk senyawa kompleks.

Barium klorida ditambahkan dalam jumlah berlebih agar ion


𝑆𝑂42− yang terlarut sedikit. Tujuan penambahan 𝐵𝑎𝐶𝑙2 . 2𝐻2 𝑂 setetes
demi setetes adalah untuk menghambat laju nukleasi seperti yang
dijelaskan pada teori von Weimarn.

Alasan digunakan 𝐵𝑎𝐶𝑙2 . 2𝐻2 𝑂 sebagai agen pengendap adalah :


1. Mudah disaring dan dicuci dari pengotor.
Tujuan utama pengendapan pada analisis gravimetri adalah
pemurnian (Frank: 2012). Endapan 𝐵𝑎𝑆𝑂4 yang terbentuk akibat
penambahan 𝐵𝑎𝐶𝑙2 . 2𝐻2 𝑂 5 % ke larutan ZA, akan menempel
pada kertas saring saat dilakukan penyaringan dan ion
𝐶𝑙 −(pengotor) yang masih tertinggal dalam cairan yang menetes
dan corong gelas bisa ditetes dengan 𝐴𝑔𝑁𝑂3 1%.
2. Komposisi setelah dibakar dan dikeringkan dapat diketahui
dengan pasti.
Saat penyaringan digunkan kertas saring Whatman 40, sehingga
setelah dilakukan pemijaran nantinya endapan 𝐵𝑎𝑆𝑂4 dapat
ditimbang tanpa terpengaruh oleh abu sisa pembakaran kertas
saring yang jumlahnya sedikit, yaitu sekitar 0,007% dari massa
kertasnya (Whatman.com: 2009).
5

3. Kelarutannya rendah sehingga tidak banyak kehilangan dalam


proses penyaringan. Dengan semakin rendahnya nilai Ksp maka
nilai kelarutan (s) juga akan semakin rendah (Ksp≈s).

Apabila dibandingkan dengan agen pengendap dari golongan II A


yang lain semisal CaCl2 , BaCl2 memiliki keunggulan dimana Ksp

BaCl2 .2H 2O < Ksp CaCl2 sehingga banyak endapan yang dihasilkan

oleh BaCl2 .2H 2O . Jadi BaCl2 .2H 2O lebih cocok untuk menjadi agen

pengendap dibandingkan CaCl2 . Hal dapat ditunjukkan dalam reaksi


berikut:
BaCl2( aq )   NH 4 2 SO4   BaSO4( s )  2 NH 4Cl (2)
( aq )

CaCl2( aq )   NH 4 2 SO4   CaSO4( s )  2 NH 4Cl


( aq )

Dari daftar Ksp diketahui :


Ksp BaSO4 = 1, 2 1010 (Davis: 2006)

s2 = 1, 2 1010

s = 1,1105

Ksp CaSO4 = 2, 4 104 (Charmichael: 2010)

s2 = 2, 4 104

s = 1,6 102
6

Kelarutan kedua garam pada berbagai suhu relatif tetap, Gambar 2.

Gambar 2. Kelarutan Garam (Frank: 2012)


Dilihat dari nilai kelarutannya (s), nilai s dari 𝐵𝑎𝑆𝑂4 lebih kecil
dibanding 𝐶𝑎𝑆𝑂4 , maka 𝐵𝑎𝑆𝑂4 akan menghasilkan endapan lebih
banyak. Selain itu 𝐵𝑎𝑆𝑂4 cenderung membentuk endapan dengan
garam-garam lain dalam larutan atau sering disebut coprecipitation
(Iqbal : 1994). Endapan kristal seperti 𝐵𝑎𝑆𝑂4 terkadang menyerap
pengotor ketika ukuran partikelnya kecil. Selama partikel itu tumbuh
maka pengotor akan melingkupi kristal 𝐵𝑎𝑆𝑂4 . Proses ini disebut
occlusion. Dan jenis pengotor ini tidak dapat dihilangkan dengan
hanya dicuci (Charan: 2011).
Jika dalam penambahan 𝐵𝑎𝐶𝑙2 terlalu banyak, jumlah endapan
yang terbentuk tidak akan terpengaruh karena ion 𝑆𝑂42− sudah
terendapakan semua (𝑆𝑂42− sebagai pereaksi pembatas, 𝐵𝑎𝐶𝑙2 . 2𝐻2 𝑂
masih tersisa). Secara kuantitatif jumlah endapan 𝐵𝑎𝑆𝑂4 yang
terbentuk tidak terpengaruh dengan penambahan 𝐵𝑎𝐶𝑙2 . 2𝐻2 𝑂 yang
berlebih, namun hal ini akan menyebabkan proses pencucian menjadi
lebih lama sebab 𝐶𝑙 − adalah pengotor. Sedangkan jika penambahan
𝐵𝑎𝐶𝑙2 . 2𝐻2 𝑂 terlalu sedikit, maka yang akan terjadi adalah beberapa
7

ion 𝑆𝑂42− tidak mengendap menjadi 𝐵𝑎𝑆𝑂4 , hal ini akan


mengakibatkan hasil penimbangan lebih kecil dari seharusnya,
sehingga diperoleh data yang kurang akurat.
𝐵𝑎𝐶𝑙2 . 2𝐻2 𝑂 yang ditambahkan dalam larutan  NH 4 2 SO4 

adalah 𝐵𝑎𝐶𝑙2 . 2𝐻2 𝑂 encer (kadar 5%). Hal ini disebabkan oleh
beberapa alasan, yaitu:
1. Mengurangi ion pengotor yang terdapat dalam endapan 𝐵𝑎𝑆𝑂4 .
2. Agar endapan yang terbentuk berupa Kristal kasar, karena
konsentrasi pereaksi pengendapan rendah.
3. Jika larutan 𝐵𝑎𝐶𝑙2 . 2𝐻2 𝑂 yang digunakan mempunyai kadar lebih
besar dari 5% maka 𝐶𝑙 − yang terdapat dalam larutan akan
menjadi lebih besar. Padahal ion 𝐶𝑙 − merupakan pengotor karena
diserap oleh endapan 𝐵𝑎𝑆𝑂4 yang terbentuk dan menyebabkan
kemurniannya berkurang.
Jika larutan 𝐵𝑎𝐶𝑙2 . 2𝐻2 𝑂 yang digunakan kadarnya kurang dari
5% maka semakin encer sehingga kemampuan untuk menekan
endapan 𝐵𝑎𝑆𝑂4 akan kurang maksimal.
Pengetesan dengan 𝐵𝑎𝐶𝑙2 . 2𝐻2 𝑂 5%
Pengetesan dilakukan untuk memastikan ada atau tidaknya ion
𝑆𝑂42− dalam larutan dengan melihat apakah masih ada endapan yang
turun pada pengetesan dengan 𝐵𝑎𝐶𝑙2 . 2𝐻2 𝑂 5%. Pengetesan
dilakukan pada suhu dingin untuk memudahkan pengamatan, karena
jika suhu larutan panas maka suhu endapan akan tinggi dan
menyebabkan endapan akan bercampur dengan cairan lagi, kelarutan
sisa ion 𝑆𝑂42− terlarut menjadi besar sehingga pengendapannya
membutuhkan waktu yang lama (Kenkel: 2002).
Reaksi

 NH 4 2 SO4(aq)  BaCl2 .2H2O(aq)  BaSO4( s)  2NH4Cl( aq)  2H2O(l ) (1)


8

Dari reaksi di atas endapannya adalah 𝐵𝑎𝑆𝑂4 , setelah didiamkan


beberapa saat, endapan akan turun perlahan-lahan. Tujuan pengetesan
dengan 𝐵𝑎𝐶𝑙2 . 2𝐻2 𝑂 5% adalah untuk mengetes apakah ion 𝑆𝑂42−
sudah terendapkan semua atau belum. Bila masih ada ion 𝑆𝑂42−
terlarut, maka saat ditetesi 𝐵𝑎𝐶𝑙2 . 2𝐻2 𝑂 5% akan terjadi aliran
endapan.
Reaksi
Ba 2 ( aq )  SO42(aq)  BaSO4(s) (4)

Bila masih ada aliran endapan, maka larutan harus dipanaskan


lagi agar semua ion 𝑆𝑂42− bereaksi lagi dengan 𝐵𝑎2+ membentuk
endapan 𝐵𝑎𝑆𝑂4 karena reaksi akan berjalan lebih cepat pada suhu
tinggi. Apabila sudah tidak terjadi aliran endapan berarti ion 𝑆𝑂42−
telah terendapkan semua dalam bentuk endapan 𝐵𝑎𝑆𝑂4 .
Setelah penambahan 𝐵𝑎𝐶𝑙2 . 2𝐻2 𝑂 5% larutan dipanaskan
kembali sambil menutup gelas beker dengan gelas arloji yang sedikit
dibuka dan diberi delas pengaduk di bawahnya. Hal ini bertujuan
untuk mencegah uap 𝑆𝑂42− atau uap 𝐵𝑎2+ akan “hilang” ke udara
atau bercampur dengan udara di luar system yang terbentuk. Tujuan
diletakkannya gelas pengaduk di bawah gelas arloji adalah agar sedikit
ruang agar menjaga tekanan udara di dalam gelas sama dengan
tekanan luarnya. Jika gelas beker tertutup rapat dan suhu naik terus,
tekanan akan meningkat dan bisa mengakibatkan gelas beker pecah.
Setelah dipanaskan, larutan didinginkan agar endapan terpisah
dari larutan dan dapat diamati secara jelas. Kemudian dilakukan
pengetesan pertama dengan melakukan penambahan 𝐵𝑎𝐶𝑙2 . 2𝐻2 𝑂
5% setetes demi setetes ke dalam larutan. Jika sampai akhir
penambahan 𝐵𝑎𝐶𝑙2 . 2𝐻2 𝑂 5% pertama masih terjadi aliran endapan
maka larutan dipanaskan kembali kemudian didinginkan kembali lalu
dilakukan pengetesan kedua dengan menambahkan 𝐵𝑎𝐶𝑙2 . 2𝐻2 𝑂 5%
9

pada larutan sampai terjadi aliran bening seperti minyak saat


pengetesan yang menandakan tidak ada lagi aliran endapan terbentuk.

B. Tahap penyaringan
Penyaringan bertujuan untuk memisahkan cairan dan endapan
dalam larutan. Tujuan lain dari penyaringan adalah memisahkan
coprecipitation dari endapan 𝐵𝑎𝑆𝑂4 , sehingga berfungsi juga untuk
pemurnian. Penyaringan dilakukan dengan menggunakan kertas saring
Whatman 40 yaitu kertas saring bebas abu agar setelah pemijaran,
endapan yang diperoleh berupa garam sulfat murni. Kertas saring
Whatman 40 memiliki sifat medium dan dapat menahan partikel
berukuran sedang. Alasan lain pemakaian kertas Whatman 40 adalah
kemampuannya untuk terbakar sempurna pada suhu 400° C menjadi
gas 𝐶𝑂2 dengan syarat kebutuhan oksigen tercukupi dan tidak
berlebihan terhadap persamaan stoikiometrisnya.

Keuntungan menggunakan kertas saring Whatman 40 adalah:


1. Mudah didapat.
2. Efisisensi penyaringan tinggi karena perbandingan luas pori-pori
terhadap luas seluruh permukaanya besar.
3. Dapat menghindari adanya kontaminasi hasil endapan oleh abu
ketika pemijaran.
Kekurangan menggunakan kertas saring Whatman 40 adalah:
1. Tidak dapat dikeringkan sehingga harus dibakar habis.
2. Mudah rusak sehingga harus perlahan-lahan saat menuangkan
larutan ke kertas saring.
3. Dapat menyerap bahan-bahan dari larutan yang disaring.
Sebelum dipasang pada corong gelas, kertas saring dilipat terlebih
dahulu membentuk seperampat lingkaran dan usahakan ujung
lipatannya tidak terlalu ditekan sehingga tidak mengakibatkan kertas
10

saring menjadi berlubang. Selama dipasang, diusahakan tidak ada


rongga udar disekitar corong gelas.
Saat kertas saring diletakkan pada corong gelas, maka kertas
saring itu harus dibasahi dengan aquadest terlebih dahulu agar tidak
ada rongga antara corong gelas dan kertas saring yang akan
memperlambat penyaringan.
Selama penyaringan, tinggi cairan di kertas saring kurang dari
3 tinggi kertas. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari
4
meresapnya larutan pada kertas saring bersama partikel endapan yang
tidak disaring.
Penyaringan dilakukan dengan mengalirkan larutan melalui
batang gelas pengaduk untuk mengarahkan aliran agar larutan tidak
tercecer.

C. Tahap pencucian
Tujuan utama pencucian adalah untuk menghilangkan kotoran
diatas permukaan endapan (Kopkar: 1998)
Kualitas ideal dari cairan pencuci (Charan: 2011)
1. Cairan pencuci seharusnya tidak memiliki kecenderungan
melarutkan endapan tapi harus memiliki kecenderungan untuk
melarutkan pengotor yang melekat pada endapan. Jadi pelarut
organik seperti etanol dan eter mungkin dapat digunakan untuk
pencucian.
2. Tidak menyebabkan peptizing (perubahan ke bentuk fase koloid)
yang menyebabkan endapan turun melewati kertas saring.
Aquadest merupakan agen peptizing yang seharusnya tidak
digunakan.
3. Tidak bereaksi dengan endapan.
4. Tidak terkandung molekul lain yang bisa mengganggu
kesetimbangan.
11

Karena adanya ketarbatasan bahan, maka digunakan aquadest


hangat sebagai cairan pencuci. Ada beberapa pertimbangan lain
mengapa digunakan aquadest hangat yaitu:
1. Efektivitas pencucian akan lebih tinggi karena pada suhu tinggi,
rapat massa aquadest akan lebih kecil kemudian akan
menurunkan tegangan mukanya sehingga aquadest hangat akan
mudah melewati pori-pori kertas saring. Jadi pencucian akan
berjalan lebih cepat daripada menggunakan aquadest dengan suhu
lebih rendah.
2. Aquadest hangat cenderung lebih sedikit melarutkan endapan
daripada aquadest dingin, tetapi tetap saja ada yang larut.
3. Aquadest hangat mempunyai viskositas lebih rendah
dibandingkan dengan aquadest dingin, sehingga lebih mudah
melewati pori-pori kertas saring.
4. Menyingkirkan kotoran yang teradsorbsi pada permukaan
endapan dan mencuci 𝐵𝑎𝐶𝑙2 berlebih (jika ada).

Cara pencucian yang baik (Charan: 2011) :


1. Menggunakan set cairan pencuci, endapan harus dipastikan benar-
benar teraduk. Hal ini dapat diikuti dengan cara penyiraman pada
pinggir kertas saring.
2. Frekuensi pencucian yang tinggi dengan volume cairan pencuci
yang kecil lebih baik dan efisien dalam menghilangkan pengotor
daripada frekuensi pencucian rendah dengan volume cairan
pencuci besar.
3. Jika endapan benar-benar tidak larut dalam kondisi panas, cairan
pencuci yang hangat lebih baik digunakan akibat dari besarnya
kelarutan pengotor dan meningkatkan kecepatan penyaringan.
12

Tujuan dilakukan pencucian secara berulang-ulang dengan


volume lebih kecil adalah :
1. Menghindari larutannya kembali mengendap dalam cairan
pencuci.
2. Menghindari hilangnya endapan karena tumpah atau memercik.
3. Mendapatkan endapan yang murni karena fraksi pengotor pada
akhir pencucian lebih sedikit dibanding satu kali pencucian. Hal
ini sesuai denga persamaan:
n
 u 
xn  xo  (Kopkar: 1998)
 u  v 
dimana, 𝑋0 = konsentrasi pengotor sebelum pencucian
𝑋𝑛 = konsentrasi pengotor setelah pencucian
𝑛 = jumlah pencucian
𝑢 = volume sisa pada endapan
𝑣 = volume larutan
4. Menghindari terkumpulnya endapan yang berlebihan pada kertas
saring karena akan menyebabkan tersumbatnya pori-pori kertas
saring sehingga penyaringan menjadi lama.
Pada tahap ini dilakukan pengetesan 𝐴𝑔𝑁𝑂3 . Hal ini bertujuan
untuk mendeteksi keberadaan ion 𝐶𝑙 − dalam larutan sesuai dengan
reaksi :
AgNO3( aq )  Cl ( aq )  AgCl( s )  NO3( aq ) (8)

Bila ion 𝐶𝑙 − sudah tidak ada, maka hasil penambahan 𝐴𝑔𝑁𝑂3 1%


tidak menyebabkan kekeruhan sehingga pencucian tidak diperlukan
lagi.
13

D. Pemijaran
Pada tahap ini digunakan muffle bukan oven karena :
1. Muffle dapat digunakan untuk memijarkan hingga suhu yang
sangat tinggi.
2. Pada muffle bagian atas terdapat lubang yang berfungsi sebagai
tempat keluarnya uap air dan sisa pembakaran kertas saring.
Tahap pemijaran yang pertama adalah dengan memijarkannya
hingga suhu 400℃, hal ini bertujuan untuk mengeringkan kertas
saring. Krus dimasukkan kedalam muffle dengan tutup krus sedikit
terbuka, hal ini bertujuan agar oksigen yang mengalir masuk kedalam
krus dapat dibatasi, sehingga tidak sampai memijarkan kertas saring
karena dapat mereduksi 𝐵𝑎𝑆𝑂4 menjadi 𝐵𝑎𝑆 menurut reaksi :
BaSO4( s )  4C( s )  BaS( s )  4CO( g ) (9)

Untuk pemijaran kedua dilakukan pada suhu mencapai 800℃, hal


ini bertujuan untuk mengabukan kertas saring. Pada pemijaran
mencapai 800℃ ini tutup krus harus dalam keadaan terbuka
seluruhnya agar semua karbon dari kertas saring berubah menjadi
𝐶𝑂2 dengan menyisakan sedikit abu dan menguapkan air yang masih
tertinggal. Reaksi yang terjadi :
C( s )  O2( g )  CO2( g ) (10)

Tujuan dimasukkan ke dalam eksikator supaya air yang masih ada


di endapan teruapkan karena silica gel dalam eksikator dapat
menyerap air dan uap air yang masih ada di dalam endapan dan krus
serta dapat menurunkan suhu krus dan endapan menjadi bersuhu
kamar sehingga penyerapan ulang 𝐶𝑂2 dan air oleh krus dan endapan
dapat dicegah.
14

E. Tahap penimbangan
Setelah krus porselen dipanaskan sampai suhu 800℃, krus
dibiarkan dingin dulu hingga suhunya dibawah 100℃. Krus diambil
dari muffle dan dimasukkan ke dalam eksikator untuk didinginkan
dengan alasan :
1. Agar suhunya sama dengan suhu neraca. Perbedaan suhu yang
besar dapat mengakibatkan kerusakan pada neraca.
2. Mencegah arus konveksi di udara terbuka yang menyebabkan
udara dan krus yang kering cepat menyerap uap air dari udara
dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Jika didinginkan dengan
eksikator, krus dan endapan akan cepat kering karena di dalam
eksikator terdapat silica gel yang dapat menyerap uap air.

Penimbangan dilakukan ketika suhu krus sama dengan suhu


neraca untuk menghindari kerusakan pada neraca karena perbedaan
suhu yang besar antara krus dan neraca. Selain itu juga menjaga
keakuratan penimbangan karena apabila krus masih dalam kondisi
panas akan terjadi arus konveksi dan transfer panas yang selanjutnya
akan berpengaruh pada hasil penimbangan.
Fungsi eksikator adalah untuk menghindari penyerapan uap air
dari udara oleh endapan, karena eksikator berisi butiran-butiran silica
gel yang berfungsi untuk menyerap uap air yang ada di udara.
III. PELAKSANAAN PERCOBAAN
A. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam analisis gravimetri ini adalah:
1. Aquadest yang diperoleh dari Laboratorium Analisis Bahan
Jurusan Teknik Kimia Universitas Gadjah Mada.
2. Kertas saring Whatman 40 yang diperoleh dari Laboratorium
Analisis Bahan Jurusan Teknik Kimia Universitas Gadjah Mada.
3. Larutan AgNO3 1% merek Merck yang diperoleh dari
Laboratorium Analisis Bahan Jurusan Teknik Kimia Universitas
Gadjah Mada.
4. Larutan BaCl2 .2H 2O 5% merek Merck yang diperoleh dari
Laboratorium Analisis Bahan Jurusan Teknik Kimia Universitas
Gadjah Mada.
5. Pupuk ZA  NH 4 2 SO4  merek Riedel de Haen yang diperoleh

dari Laboratorium Analisis Bahan Jurusan Teknik Kimia


Universitas Gadjah Mada.
16

B. Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan ini ditunjukkan oleh rangkaian
alat berikut:

Gambar 8. Rangkaian Alat Pengendapan


Keterangan Gambar:
1. Gelas Arloji
2. Gelas Beker 250 mL merek Iwaki Pyrex
3. Larutan ZA merek Riedel de Haen
4. Gelas Pengaduk
5. Asbes
6. Kompor Listrik
7. Steker
8. Knop Pengatur
17

C. Cara Percobaan
1. Tahap Pengendapan

Pupuk ZA sebanyak 0,1017 gram ditimbang dengan gelas arloji


menggunakan neraca analitis digital. Aquadest sebanyak 50,00 ml
diambil dengan gelas ukur 100 ml lalu dituangkan ke dalam gelas
beker 250 ml. Pupuk ZA  NH 4 2 SO4  yang sudah ditimbang

dimasukkan ke dalam dimasukkan ke dalam gelas beker 250 ml yang


berisi aquadest kemudian diaduk hingga homogen. Gelas beker 250
ml yang berisi larutan ZA  NH 4 2 SO4  dipanaskan di atas kompor

listrik dalam keadaan tertutup oleh gelas arloji dan diberi gelas
pengaduk hingga mendidih. Setelah mendidih, kompor listrik
dimatikan kemudian gelas beker diturunkan dari kompor listrik dan
ditunggu hingga larutan agak dingan. Sebanyak 7,5 ml BaCl2 .2H 2O
5% diambil dengan pipet ukur sebanyak 10 ml. Barium klorida
dihidrat 5 % dimasukkan setetes demi setetes dengan pipet tetes ke
dalam larutan ZA yang sudah agak dingin sambil diaduk dengan gelas
pengaduk. Larutan dipanaskan lagi dengan kompor listrik hingga
mendidih.

Kompor listrik dimatikan dan gelas beker 250 ml diturunkan.


Larutan didinginkan hingga terbentuk endapan dan larutan bening.
Pengetesan dilakukan dengan cara mengambil 10 ml BaCl2 .2H 2O 5%

dengan pipet ukur 10 ml. Selanjutnya BaCl2 .2H 2O 5% tersebut


dimasukkan ke dalam larutan ZA dengan pipet tetes, setetes demi
setetes sampai tidak terjadi aliran endapan (seperti aliran minyak).
Volume larutan BaCl2 .2H 2O 5% yang digunakan selama pengetesan
dicatat. Percobaan dilakukan sekali lagi dengan berat ZA 0,1015
gram.
18

2. Tahap Penyaringan

Kertas saring Whatman 40 (kertas saring bebas abu) dilipat


hingga seperempat lingkaran, kemudian dimasukkan ke dalam corong
gelas. Kertas saring dibasahi dengan menggunakan aquadest hangat
hingga tidak ada rongga. Larutan dituangkan ke corong gelas, sedikit
demi sedikit dengan gelas pengaduk hingga semua larutan habis.

3. Tahap Pencucian
Aquadest sebanyak 400 ml dipanaskan dalam gelas beker 500 ml
dengan kompor listrik sampai suhu 30°C-40°C dan dimasukkan ke
dalam botol semprot. Pencucian dilakukan dengan menyemprotkan
dengan aquadest hangat dengan botol semprot pada gelas beker yang
dipanaskan untuk larutan ZA berulang-ulang. Pengetesan dilakukan
terhadap filtrat terakhir dengan cara meneteskan AgNO3 1% pada
tetesan terakhir pada gelas arloji. Apabila larutan menjadi keruh,
pencucian dilakukan hingga filtrat terakhir bila dilakukan pengetesan
AgNO3 1% tidak keruh.
4. Tahap Pemijaran
Krus porselen dicuci dengan air bersih kemudian dikeringkan di
dalam oven 60°C selama 15 menit. Krus porselen kemudian
didinginkan dalam eksikator selama 10 menit. Krus porselen tersebut
diukur beserta tutupnya dengan neraca analitis digital dan hasilnya
dicatat. Kertas saring berisi endapan dimasukkan ke dalam krus
porselen dan dimasukkan ke dalam muffle dengan tutup krus sedikit
terbuka dengan suhu 200-400°C (selama 20 menit). Suhu muffle
diturunkan sampai dibawah 200°C setelah muncul asap pada lubang
muffle kemudian dibuka tutup krus porselen lalu dipijarkan kembali
kedua krus sampai suhu 800°C. Suhu muffle diturunkan sampai suhu
dibawah 200°C, lalu krus diambil dengan penjepit besi dan
19

didinginkan di dalam eksikator selama 15 menit. Krus beserta


endapannya ditimbang dengan analitis digital dan dicatat hasilnya.

D. Analisis Data
1. Perhitungan jumlah endapan BaSO4 dari percobaan tiap sampel.

Untuk menganalisis berat endapan BaSO4 hasil percobaan


digunakan rumus:
mendapan=mkrus+tutup+endapan-mkruskosong+tutup (11)
dimana, m=berat, gram
2. Menentukan tingkat kemurnian pupuk ZA
a. Menentukan jumlah mol BaSO4 (endapan)

m1
n1  (12)
Mr1

dimana, n1 = mol BaSO4 , mol

m1 = massa BaSO4 , gram

Mr1 = berat molekul BaSO4 , gram/mol

b. Menentukan massa  NH 4 2 SO4 dalam pupuk ZA

 NH 4 2 SO4(aq)  BaCl2(aq)  BaSO4( s)  2NH 4Cl(aq) (2)

karena  NH 4 2 SO4 dianggap habis bereaksi, maka:

mol BaSO4 = mol  NH 4 2 SO4

m2  n2  Mr2

dengan, m2= massa  NH 4 2 SO4 , gram

n2= mol  NH 4 2 SO4 , mol

Mr2= berat molekul  NH 4 2 SO4 , gram/mol


20

c. Menentukan kemurnian pupuk ZA


m2
Kemurnian  100% (14)
m3

dengan, m2= massa  NH 4 2 SO4 , gram

m3= massa pupuk ZA, gram

kemurnian
Kemurnianrata  rata  (15)
2
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil percobaan massa BaSO4 sampel I adalah 0,1773 gram.

Dengan perhitungan didapat jumlah mol BaSO4 sampel I adalah

7,6094 104 mol. Karena memiliki Perbandingan stoikiometri 1:1 mol

BaSO4 sama dengan mol  NH 4 2 SO4 , sehingga massa  NH 4 2 SO4


sampel I sebesar 0,1004 gram. Massa  NH 4 2 SO4 sampel I selanjutnya

dibandingkan dengan massa pupuk ZA sampel I yaitu sebesar 98,7656 %.

Hasil percobaan massa BaSO4 sampel II adalah 0,1770 gram.

Dengan perhitungan didapat jumlah mol BaSO4 sampel II adalah

7,5966 104 mol. Karena memiliki Perbandingan stoikiometri 1:1 mol

BaSO4 sama dengan mol  NH 4 2 SO4 , sehingga massa  NH 4 2 SO4


sampel II sebesar 0,1003 gram. Massa  NH 4 2 SO4 sampel II selanjutnya

dibandingkan dengan massa pupuk ZA sampel II yaitu sebesar 98,7792 %.

Kemurnian pupuk ZA merek Riedel-de Haen adalah 99% (Pillai:


2009). Walaupun dengan merek yang sama, namun kemurnian sampel
tidak dapat dibandingkan dengan referensi karena pada proses pembuatan
maupun lama waktu simpan satu produk dengan produk lain berbeda.

Perbedaan kemurnian sampel I dan II disebabkan oleh tidak


sempurnanya pembakaran kertas saring akibat penutupan krus di dalam
muffle tidak sama lebar. Selain itu perbedaan yang paling besar
diakibatkan oleh jumlah BaCl2 .2H 2O 5% yang dimasukkan sehingga

muncul endapan BaSO4 dengan jumlah yang berbeda pula. Selain itu
tahap peyaringan sampel I berlangsung lebih cepat dibanding sampel II.

21
V. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari percobaan analisis


gravimetri ini adalah:

1. Analisis gravimetri dapat digunakan untuk menganalisis kemurnian


pupuk ZA dengan tahapan pengendapan, penyaringan, pencucian
dan pemijaran.
2. Hasil percobaan:
a. Berat endapan BaSO4
Sampel I : 0,1773 gram
Sampel II : 0.1770 gram
b. Kemurnian pupuk ZA
Sampel I : 98,7656 %
Sampel II : 98,7928 %

22
VI. DAFTAR PUSTAKA

Aditya, I.M.P., 2013, “Analisis Gravimetri”,


http://adiboga.blogspot.com/2013/03/analisis-gravimetri.html,
Diakses pada Senin, 11 November 2013 (18.20).

Carmichael, A., 2010, “High School Chemistry Handbook” p.70,


AuthorHouse, 500 Avebury Boulevard Central Milton Keynes,
MK9 2BE.

Charan, D.D., 2011, “Analytical Chemistry” p.101-118, PHI Learning Pvt.


Ltd., New Delhi.

Davis, R.E., Stanley, G.G., Peck, L.M., 2006, “Chemistry” 8th ed., p.772,
Cengage Learning, Belmont.

Ebbing, D.D., Gammon, S.D., 2010, “General Chemistry Enhanched


Edition” 9th ed., p.158, Cengage Learning, Belmont.

Frank, Clyde, 2012, “Analytical Chemistry” p.90-124, Elsevier, London.

Iqbal S.A., M.S. Setii, 1994, “An Introduction to Analytical Chemistry”


p.124-132, Discovery Publishing House, New Delhi.

Kenkel, John, 2002, “Analytical Chemistry for Technicians” 3rd ed., p.37-
60, CRC Press, Florida.

Kopkar, S.M., 1998, “Basic Concepts Of Analytical Chemistry” p.20-28,


New Age International, New Delhi.

Pillai, S.C., McCormack, D., Colreavy, J., Periyat, P., 2009, “One-Pot
Synthesis of Anionic (Nitrogen) and Cationic (Sulfur) Codoped
High-Temperature Stable, Visible Light Active, Anatase
Photocatalyst”, Journal Phys. Chem. C, Vol. xxx, No. xx, XXXX.

Vogel, A.I., 1989, “Textbook of Quantitative Chemical Analysis” 5th ed.,


p.418, Longman Scientific & Technical, London.

23
24

Whatman, 2009, “Quantitative Filter Papers – Ashless Grades (Ash


0.007%)”,
http://www.Whatman.com/QuantitativeFilterPapersAshlessGrades.
aspx, Diakses pada Selasa, 12 November 2013 (11.29).
VII. LAMPIRAN
A. Identifikasi Hazard Proses dan Bahan Kimia
a. Hazard Proses
Bahaya yang dihadapi berkaitan dengan jalannya praktikum ini
adalah:
1. Bahaya saat melakukan pemanasan dengan kompor listrik,
antara lain:
 Tersengat arus listrik saat menghidupkan saklar karena
kondisi tangan yang basah.
 Tidak sengaja menyentuh kasa/asbes saat pemanasan
berlangsung.
 Apabila saat pemanasan kompor listrik terletak di dekat
kabel maka ada resiko kabel tersebut mengalami
pemanasan dan terbakar.

Untuk pencegahannya, praktikan dapat melakukan hal-hal berikut:

 Memastikan tangan dalam kondisi kering saat


menghidupkan saklar.
 Posisi tidak terlalu dekat dengan kompor listrik.
 Memastikan kompor listrik tidak terletak di tempat yang
membahayakan.
2. Saat proses pemijaran menggunakan muffle kita menghadapi
resiko, yaitu:
 Terkena udara panas karena membuka muffle yang
masih menyala (suhu belum turun hingga batas aman di
bawah 100°C).

Untuk pencegahannya, praktikan dapat melakukan hal berikut:

 Tidak membuka muffle yang masih bersuhu tinggi.

25
26

b. Hazard Bahan
Bahaya yang diakibatkan oleh bahan-bahan pada praktikum ini
adalah:
1. ZA  NH 4 2 SO4 

Bahaya: Irritant (dapat menimbulkan iritasi bila terkena


langsung). Dapat berupa iritasi pada kulit, mata dan paru-paru
(bila terhirup).

Pencegahan: Menggunakan alat-alat perlindungan diri yaitu


masker, sarung tangan, jas laboratorium dan sepatu tertutup.

Penanganan:
 Kontak langsung dengan mata
Basuh dengan air bersih selama 15 menit. Apabila
menggunakan lensa kontak, segera lepas dan bersihkan.
Apabila parah sebaiknya segera mendapatkan
perawatan medis.
2. BaCl2 .2H 2O
Bahaya: Irritant (menimbulkan iritasi pada mata dan kulit),
berbahaya apabila termakan atau terhirup, bersifat toxic.

Pencegahan: Menggunakan alat-alat perlindungan diri yaitu


masker, sarung tangan, jas laboratorium dan sepatu tertutup.

Penanganan:
 Kontak langsung dengan mata
Basuh dengan air bersih selama 15 menit. Apabila
menggunakan lensa kontak, segera lepas dan bersihkan.
Apabila parah sebaiknya segera mendapatkan
perawatan medis.
27

 Kontak langsung dengan kulit


Basuh bagian kulit yang terkena dengan air bersih.
Lepaskan sepatu atau pakaian yang sudah
terkontaminasi dan bersihkan. Apabila parah sebaiknya
segera mendapat perawatan medis.
 Terhirup
Menghirup udara segar, apabila sampai sulit bernafas
segera beri oksigen dan apabila parah sebaiknya segera
mendapat perawatan medis.
3. AgNO3
Bahaya: toxic, irritant, oxidizing

Pencegahan: Menggunakan alat-alat perlindungan diri yaitu


masker, sarung tangan, jas laboratorium dan sepatu tertutup.

Penanganan:
 Kontak langsung dengan mata
Basuh dengan air bersih selama 15 menit. Apabila
menggunakan lensa kontak, segera lepas dan bersihkan.
Apabila parah sebaiknya segera mendapatkan
perawatan medis.
 Kontak langsung dengan kulit
Basuh bagian kulit yang terkena dengan air bersih.
Lepaskan sepatu atau pakaian yang sudah
terkontaminasi dan bersihkan. Apabila parah sebaiknya
segera mendapat perawatan medis.
 Terhirup
Menghirup udara segar, apabila sampai sulit bernafas
segera beri oksigen dan apabila parah sebaiknya segera
mendapat perawatan medis.
28

B. Penggunaan Alat Perlindungan Diri


a. Jas laboratorium lengan panjang
Untuk melindungi tubuh/kulit dari sentuhan langsung bahan kimia.
Selain itu juga melindungi kulit/tubuh dari sentuhan langsung
bahan-bahan dan alat-alat bersuhu tinggi.
b. Masker
Untuk menghalangi terhirupnya udara atau gas dari bahan-bahan
yang beracun.
c. Sarung tangan
Untuk melindungi tangan dari sentuhan langsung bahan-bahan dan
alat-alat bersuhu tinggi serta dari senyawa-senyawa/bahan-bahan
yang bersifat merusak kulit tangan.
d. Sepatu tertutup
Untuk melindungi kaki dari sentuhan langsung bahan-bahan
bersuhu tinggi dan bahan-bahan kimia.
e. Goggle
Untuk melindungi mata agar tidak terkena bahan kimia berbahaya
yang biasanya masuk ke mata dalam bentuk partikel-partikel kecil
melalui udara.

C. Manajemen Limbah
Reaksi antara BaCl2 .2H 2O dan ZA:

( NH 4 )2 SO4( aq )  BaCl2 .2H 2O( aq )  BaSO4(s)  2 NH 4Cl( aq)  2H 2O( l )


(1)

Hasil reaksi mengandung senyawa NH 4Cl dan ada senyawa

BaCl2 akibat jika penambahan BaCl2 .2H 2O 5% berlebih pada tahap



penyaringan. Kedua senyawa yang dihasilkan mengandung ion Cl
yang bersifat halogenik, sehingga limbah dari praktikum ini dibuang
ke jerigen halogenik.
29

D. Data Percobaan

Berat ZA  NH 4 2 SO4 

Sampel I : 0,1017 gram

Sampel II : 0,1015 gram

1. Penambahan Larutan BaCl2 .2H 2O

Daftar I. Data Hasil Penambahan Larutan BaCl2 .2H 2O

No Tahap Pengendapan (ml) Tahap Pengetesan (ml)


1. 7,50 0,60
2. 7,50 0,50

2. Berat Endapan Kosong


Daftar II. Data Hasil Penimbangan Berat Krus dan Endapan
No. Berat Krus Kosong Berat krus + endapan Berat endapan
(gram) (gram) (gram)
1 34,9037 35,0810 0,1773
2 31,4462 31,6232 0,1770
Rata-rata 0,1772

E. Perhitungan

1. Perhitungan Jumlah Endapan BaSO4

Menghitungan berat endapan BaSO4 dari hasil percobaan dengan


persamaan (11)
Sampel I: berat krus + tutup + endapan = 35,0810 gram
berat krus kosong + tutup = 34,9037 gram
berat endapan = (35,0810-34,9037) gram
= 0.1773 gram
30

Sampel II: berat krus + tutup + endapan = 31,6232 gram


berat krus kosong + tutup = 31,4462 gram
berat endapan = (31,6232-31,4462) gram
= 0.1770 gram
2. Menentukan Tingkat Kemurnian Pupuk ZA
a. Menghitung jumlah mol BaSO4 (endapan) dengan menggunakan
persamaan (12)
Sampel I : massa BaSO4 = 0,1773 gram

Sampel II : massa BaSO4 = 0.1770 gram

Berat molekul BaSO4 = 233,00 g/mol

0,1773gram
Sampel I : mol BaSO4 =
233, 00 g / mol

= 7,6094 104 mol


0,1770 gram
Sampel II : mol BaSO4 =
233, 00 g / mol

= 7,5966 104 mol

b. Menghitung massa  NH 4 2 SO4 dalam pupuk ZA dengan

persamaan (13)
Menurut persamaan reaksi:
( NH 4 )2 SO4( aq )  BaCl2 .2H 2O( aq )  BaSO4(s)  2 NH 4Cl( aq)  2H 2O( l ) (1)

mol BaSO4 = mol  NH 4 2 SO4 karena  NH 4 2 SO4 dianggap habis

bereaksi.
Sampel I: massa  NH 4 2 SO4 = 7,6094 104 mol 132,00 g / mol

= 0,1004 gram
Sampel II: massa  NH 4 2 SO4 = 7,5966 104 mol 132,00 g / mol

= 0,1003 gram
31

c. Menghitung kemurnian pupupk ZA dengan menggunakan


persamaan (14)
d. Sampel I: massa  NH 4 2 SO4 = 0,1004 gram

massa pupuk ZA = 0,1017 gram

0,1004 gram
Kemurnian = 100%
0,1017 gram

= 98,7656 %

Sampel II: massa  NH 4 2 SO4 = 0,1003 gram

massa pupuk ZA = 0,1015 gram

0,1003gram
Kemurnian = 100%
0,1015 gram

= 98,7928 %

Kemurnian rata-rata dihitung dengan persamaan (15)

Sampel I: Kemurnian = 98,7656 %

Sampel II: Kemurnian = 98,7928 %

98,7656%  98,7928%
Kemurnian rata-rata =
2

= 98,7792 %
LAPORAN SEMENTARA
GRAVIMETRI
(G)

Nama Praktikan : 1. Adimas Prasetyaaji NIM : 1. 40007


2. Kurniawan 2. 39831

Hari/Tanggal : Kamis/24 Oktober 2013


Asisten : Arini Muthiah Rosmaya Putri

DATA PERCOBAAN
Berat ZA : 1. 0,1017 gram
2. 0,1015 gram

1. Penambahan Larutan BaCl2.2H2O


No. Tahap Pengendapan, ml Tahap Pengetesan , ml
1 7,50 0,60
2 7,50 0,50

2. Berat Endapan Kosong


No. Berat krus kosong, gr Berat krus + endapan, gr Berat endapan, gr
1 34,9037 35,0810 0,1773
2 31,4462 31,6232 0,1770
Rata-Rata 0,1772

Yogyakarta, 24 Oktober 2013

Asisten Jaga, Praktikan,

1.

2.

Anda mungkin juga menyukai