Anda di halaman 1dari 30

PROSPEK DAN POTENSI TANAMAN PERTANIAN UNTUK

PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI DI PROVINSI LAMPUNG


STUDI KASUS TANAMAN REMPAH-REMPAH DAN OBAT
(Makalah Pengantar Teknologi Hasil Pertanian)

Disusun Oleh :
Kelompok 9 THP A
Setiani Pramudhita (1914051015)
Rifdah Mardiyah (1914051039)
Ari Pranata (1954051009)
Made Chendy CMV (1954051011)

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Ir Murhadi, M.Si

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2020
I. PENDAHULUAN

Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang berarti negara yang mengandalkan
sektor pertanian baik sebagai sumber mata pencaharian maupun penopang
pembangunan. Pertanian dalam pengertian yang luas yaitu kegiatan manusia untuk
memperoleh hasil yang berasal dari tumbuh-tumbuhan atau hewan yang pada
mulanya dicapai dengan jalan sengaja menyempurnakan segala kemungkinan yang
telah diberikan oleh alam guna mengembangbiakkan tumbuhan atau hewan tersebut.
Sektor pertanian meliputi subsektor tanaman bahan pangan, holtikultura, perikanan,
peternakan, dan kehutanan (Van Aarsten,1953).

Salah satu tanaman pertanian yang dapat dikembangkan dengan mudah di Indonesia
serta memiliki potensi dan prospek yang bagus adalah tanaman rempah-rempah dan
obat-obatan. Rempah-rempah adalah bagian tumbuhan yang beraroma atau berasa
kuat yang digunakan dalam jumlah kecil di makanan sebagai pengawet atau perisa
dalam masakan. Rempah-rempah biasanya dibedakan dengan tanaman lain yang
digunakan untuk tujuan yang mirip, seperti tanaman obat, sayuran beraroma, dan
buah kering. Sedangkan Tanaman obat adalah tanaman yang mengandung bahan
yang dapat digunakan sebagai pengobatan dan bahan aktifnya dapat digunakan
sebagai bahan obat sintetik (Pribadi, 2009).

Di Indonesia, tanaman obat dimanfaatkan sebagai bahan jamu gendong, obat herbal,
makanan penguat daya tahan tubuh, kosmetik serta bahan baku industri makanan dan
minuman. Tanaman rempah-rempah dan obat-obatan yang sudah dikenal lama
mengandung komponen fitokimia yang berperan penting untuk pencegahan dan
pengobatan berbagai penyakit. Kebutuhan akan tanaman rempah dan obat terus
meningkat sejalan dengan munculnya kecenderungan untuk kembali ke alam dan
adanya anggapan bahwa efek samping yang ditimbulkannya tidak sebesar obat
sintetis (Pribadi, 2009).

Oleh karena itu, diharapkan Indonesia dapat lebih fokus lagi untuk mengembangkan
jenis tanaman ini. Dengan begitu, sektor pertanian di Indonesia dapat bersaing dengan
negara-negara lain yang lebih maju. Salah satu contoh negara tetangga yang sukses di
bidang pertanian yaitu Vietnam dan Thailand, dapat kita dijadikan motivasi bagi kita
untuk lebih berusaha memajukan dunia pertanian di negara kita. Dalam makalah ini,
akan dibahas prospek dan potensi dari tanaman rempah-rempah dan obat yang
berpotensi besar sebagai sumber bahan pangan fungsional (Nurdjanah dan Winarti,
2005).
II. TABEL DAN GRAFIK

2.1 Tabel Luas Areal, Produksi, dan Produktivitas Tanaman Rempah-Rempah


dan Obat-Obatan di Provinsi Lampung

Rempah-rempah dan tanaman obat yang dapat tumbuh di Indonesia sangat beragam
jenisnya begitu pula di Lampung. Lampung memproduksi jenis rempah unggulan
yaitu lada. Selain itu, jenis rempah-rempah dan tanaman obat yang dapat tumbuh di
Lampung masih banyak jenisnya dan tidak mungkin dijabarkan satu persatu. Oleh
karena itu, kelompok kami memilih menggunakan data dari lada yang memang sudah
terkenal di Lampung.

Tabel 1. Luas Areal Lahan, Jumlah Produksi dan Produktivitas Tanaman Lada
Menurut Kabupaten/Kota Di Provinsi Lampung Tahun 2013.

No Kabupaten/ Luas Areal Produksi Produktivitas


Kota (Ha) (Ton) ( Kg/Ha)
1 Lampung Selatan 182 74 406
2 Lampung Tengah 497 352 708
3 Lampung Timur 7.635 2.598 340
4 Lampung Utara 23.417 11.237 479
5 Lampung Barat 9.434 3.958 419
6 Way Kanan 12.115 3.612 298
7 Tulang Bawang - - -
8 Tulang Bawang - - -
Barat
9 Bandar Lampung 13 6 461
10 Pesawaran 641 158 246
11 Pringsewu 1.798 758 421
12 Tanggamus 6.250 1.847 295
13 Metro - - -
14 Mesuji - - -
15 Pesisir Barat - - -
Total 61.982 24.654 4.073

Sumber : http://digilib.unila.ac.id/33827/3/3.

Grafik 1. Grafik Luas Areal Lahan dan Jumlah Produksi Lada Di Provinsi
Lampung Tahun 2013

Luas Areal dan Jumlah Produksi


25000

20000

15000

10000 Luas Areal (Ha)


Produksi (Ton)
5000

0
i
an ah ur ra rat an ng rat ng an u us ro uj rat
le at eng Tim Uta Ba Kan awa Ba pu war sew gam et Mes Ba
g g m g M r
g S ng T ung ung un ay g B an r La esa rin ang isi
un u p p p W la n aw a P P T P es
p p m d
m m Lam Lam La Tu ng B an
La La l a B
Tu

Berdasarkan grafik di atas maka diperoleh hasil bahwa pada tahun 2013 wilayah
sentral untuk luas areal lahan, jumlah produksi dan produktivitas tanaman lada
menurut kabupaten/kota di Provinsi Lampung adalah Kabupaten Lampung Utara,
Way Kanan, dan Lampung Barat. Diperoleh data bahwa luas area lahan di Lampung
Utara yaitu 23.417, di Way Kanan sebesar 12.115, dan di Lampung Barat sebesar
9.434 dalam satuan hektar. Sedangkan jumlah produksinya untuk Kabupaten
Lampung Utara adalah 11.237, di Way Kanan sebesar 3.612, dan di Lampung Barat
sebesar 3.958 dalam satuan ton. Untuk produktivitas diperoleh hasil di Kabupaten
Lampung Utara sebesar 479 dari jumlah luas lahan dan produksi, di Way Kanan
sebesar 298 , dan di Lampung Barat sebesar 419 dalam satuan kilogram per hektar.

Tabel 2. Luas Areal Lahan, Jumlah Produksi dan Produktivitas Tanaman Lada
Menurut Kabupaten/Kota Di Provinsi Lampung Tahun 2015.

No Kabupaten/ Luas Areal Produksi Produktivitas


Kota (Ha) (Ton) ( Kg/Ha)
1 Lampung Selatan 84 43 511
2 Lampung Tengah 117 96 820
3 Lampung Timur 4.815 1.958 406
4 Lampung Utara 11.401 3.689 323
5 Lampung Barat 7.686 3.644 474
6 Way Kanan 10.088 1.317 130
7 Tulang Bawang - - -
8 Tulang Bawang - - -
Barat
9 Bandar Lampung 12 8 666
10 Pesawaran 340 83 244
11 Pringsewu 354 113 319
12 Tanggamus 7.371 2.154 292
13 Metro - - -
14 Mesuji - - -
15 Pesisir Barat 3.595 1.755 488
Total 45.863 14.860 4.673

Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan, 2014

Grafik 2. Grafik Luas Areal Lahan dan Jumlah Produksi Lada Di Provinsi
Lampung Tahun 2015

Luas Areal dan Jumlah Produksi


12000

10000

8000

6000
Luas Areal (Ha)
4000 Produksi (Ton)

2000

0
i
an ah ur ra rat an ng rat ng an u us ro uj rat
le at eng Tim Uta Ba Kan awa Ba pu war sew gam et Mes Ba
S T g g ng y B ng am sa ng g M ir
ung ung pun pun pu Wa ang wa ar L Pe Pri Tan esis
p p m l a d P
m m Lam Lam La Tu ng B an
La La la B
Tu

Berdasarkan tabel di atas juga diperoleh hasil bahwa pada tahun 2015 wilayah sentral
untuk luas areal lahan, jumlah produksi dan produktivitas tanaman lada menurut
kabupaten/kota di Provinsi Lampung adalah Kabupaten Lampung Utara, Lampung
Barat, dan Way Kanan. Diperoleh data bahwa luas area lahan di Lampung Utara yaitu
11.401, di Lampung Barat sebesar 7.686, dan di Way Kanan sebesar 10.088 dalam
satuan hektar. Sedangkan jumlah produksinya untuk Kabupaten Lampung Utara
adalah 3.689, di Lampung Barat sebesar 3.644, dan di Way Kanan sebesar 1.317
dalam satuan ton. Untuk produktivitas diperoleh hasil di Kabupaten Lampung Utara
sebesar 323, di Lampung Barat sebesar 474, dan di Way Kanan sebesar 130 dalam
satuan kilogram per hektar.

Tabel 3. Luas Areal Lahan, Jumlah Produksi dan Produktivitas Tanaman Lada
Menurut Kabupaten/Kota Di Provinsi Lampung Tahun 2017.

Kabupaten/ Luas Areal Produksi Produktivitas


No Kota (Ha) (Ton) ( Kg/Ha)
1 Lampung Selatan 223 80 358
2 Lampung Tengah 610 310 508
3 Lampung Timur 8.266 2.817 340
4 Lampung Utara 23.752 11.133 468
5 Lampung Barat 9.447 2.999 317
6 Way Kanan 12.081 3.110 257
7 Tulang Bawang - - -
8 Tulang Bawang - - -
Barat
9 Bandar Lampung 16 - -
10 Pesawaran 687 85 123
11 Pringsewu 2.312 850 367
12 Tanggamus 6.246 1.621 259
13 Metro - - -
14 Mesuji - - -
15 Pesisir Barat - - -
Total 63.640 23.005 2.997

Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan, 2016


Grafik 3. Grafik Luas Areal Lahan dan Jumlah Produksi Lada Di Provinsi
Lampung Tahun 2017

Luas Areal dan Jumlah Produksi


25000

20000

15000

10000 Luas Areal (Ha)


Produksi (Ton)
5000

0
i
an ah ur ra rat an ng rat ng an u us ro uj rat
le at eng Tim Uta Ba Kan awa Ba pu war sew gam et Mes Ba
g g m g M r
g S ng T ung ung un ay g B an r La esa rin ang isi
u n u p p p W l a n aw a P P T Pes
p p m
m m Lam Lam La Tu ng B an
d
La La l a B
Tu

Berdasarkan tabel di atas maka diperoleh hasil bahwa pada tahun 2017 wilayah
sentral untuk luas areal lahan, jumlah produksi dan produktivitas tanaman lada
menurut kabupaten/kota di Provinsi Lampung tahun 2013 adalah Kabupaten
Lampung Utara, Way Kanan, dan Lampung Barat. Diperoleh data bahwa luas area
lahan di Lampung utara yaitu 23.752, di Way Kanan sebesar 12.081, dan di Lampung
Barat sebesar 9.447 dalam satuan hektar. Sedangkan jumlah produksinya untuk
Kabupaten Lampung Utara adalah 11.133, di Way Kanan sebesar 3.110, dan di
Lampung Barat sebesar 2.999 dalam satuan ton. Untuk produktivitas diperoleh hasil
di Kabupaten Lampung Utara sebesar 468, di Way Kanan sebesar 317, dan di
Lampung Barat sebesar 340 dalam satuan kilogram per hektar. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan bahwa Kabupaten, Lampung Barat, Lampung Utara, dan Way Kanan
merupakan sentral produksi lada di tahun 2013, 2015, dan 2017.
Tabel 4. Tabel Rata-Rata Jumlah Rata-Rata Luas Areal Lahan Di Provinsi
Lampung Tahun 2013, 2015, dan 2017.
No Tahun Luas Areal (Ha)
1 2013 61.982
2 2015 45.853
3 2017 63.640
Jumlah 171.475

Grafik 4. Grafik Jumlah Rata-Rata Luas Areal Lahan Di Provinsi Lampung


Tahun 2013, 2015, dan 2017.

Luas Areal (Ha)


70000
60000
f(x) = 414.5 x − 778059.17
50000 R² = 0.01 Luas Areal (Ha)
40000 Linear (Luas Areal
(Ha))
30000
20000
10000
0
2012 2014 2016 2018

Berdasarkan grafik 4, tentang jumlah luas areal perkebunan lada di Provinsi Lampung
pada tahun 2013, 2015, dan 2015 mengalami penurunan dan kenaikan. Pada tahun
2013 ke 2015 jumlah luas lahan perkebunan lada di Provinsi Lampung mengalami
penurunan. Kemudian pada tahun 2015 ke 2017 luas lahan perkebunan lada di
Provinsi Lampung mengalami kenaikan. Mengapa hal tersebut dapat terjadi? Hal
tersebut tidak terlepas dari pengaruh beberapa faktor diantaranya adanya pengalihan
fungsi lahan perkebunan sebagai lahan sawah untuk menanam padi karena kebutuhan
utama masyarakat Indonesia adalah padi. Selain itu, pertumbuhan penduduk yang
semakin meningkat dengan pesat menjadikan lahan pertanian dan perkebunan beralih
fungsi menjadi rumah-rumah tempat tinggal masyarakat.

Tabel 5. Jumlah Rata-Rata Jumlah Produksi Di Provinsi Lampung Tahun 2013,


2015, dan 2017

No Tahun Jumlah Produksi ( Ton)


1 2013 24.654
2 2015 14.860
3 2016 23.005
Jumlah 62.519

Grafik 5. Jumlah Rata-Rata Jumlah Produksi Di Provinsi Lampung Tahun


2013, 2015, dan 2017.
Jumlah Produksi ( Ton)
30000

25000

f(x) = − 1170.71 x + 2379438.71


20000 R² = 0.12
Jumlah Produksi ( Ton)
Linear (Jumlah Produksi
15000 ( Ton))

10000

5000

0
2012 2013 2014 2015 2016 2017

Berdasarkan grafik 5, diperoleh hasil bahwa jumlah produksi tanaman lada di


Provinsi Lampung mengalami penurunan dan kenaikan pada tahun 2013, 2015, dan
2017. Pada tahun 2013 ke 2015 jumlah produksi perkebunan lada di Provinsi
Lampung mengalami penurunan. Kemudian pada tahun 2015 ke 2017 jumlah
produksi perkebunan lada di Provinsi Lampung mengalami kenaikan. Hal tersebut
dapat terjadi karena adanya. deregulasi lahan perkebunan. Faktor lain adalah karena
menurunnnya harga jual lada yang membuat petani enggan untuk menanam lada.

III. POHON INDUSTRI DAN PEMBAHASAN


3.1 Pohon Industri

Pohon industri dari beberapa contoh tanaman rempah-rempah dan obat yang dapat
digambarkan adalah pala, lada, dan cengkeh. Berikut adalah pohon industrinya:

3.1.1 Pohon Industri Buah Pala

Gambar 1. Pohon Industri Buah Pala


( dilansir di https://www.slideshare.net/budikawi/kb-pohon-industri11)

Produk primer Bubuk pala dipakai sebagai penyedap untuk roti atau kue, puding,
saus, sayuran, dan minuman penyegar (seperti eggnog). Minyaknya juga dipakai
sebagai campuran parfum atau sabun. Adapun produk sekunder buah pala yang terdiri
dari kulitnya dapat dijadikan bahan tambahan obat pengusir nyamuk; dagingnya yang
mengandung banyak nutrisi dapat dijadikan bahan dasar pembuatan berbagai jenis
makanan dan minuman seperti manisan, sirup, dan permen; biji dan fulinya sering
dijadikan sebagai bahan utama pembuatan minyak atsiri; begitu juga dengan daunnya,
namun pada daging buahnya pun sering dijadikan bahan baku minyak atsir.

Produk diversifikasi buah pala yang prospektif sesuai bobot adalah manisan basah
dan kering menempati urutan pertama yang memiliki bobot tertinggi (0,1843), yang
kedua adalah sirup pala (0,1450), ketiga biji dan fuli (0,1360) yang diikuti produk
selai pala (0,0997) minyak Atsiri (0,0967), sari buah (0,0906), Kecap (0,0876),
Mentega Pala (0,0846), dan Permen Pala memiliki bobot terendah (0,0755). Kondisi
tersebut akan berkembang sesuai dengan perilaku konsumen serta kondisi dan
perkembangan pasar ( Luthfi, 2016).

3.1.2 Pohon Industri Tanaman Lada


Gambar 2. Pohon Industri Tanaman Lada
( dilansir di https://www.slideshare.net/budikawi/kb-pohon-industri11)

Tanaman ini merupakan salah satu komoditas perdagangan dunia dan lebih dari 80%
hasil lada Indonesia diekspor ke negara luarRasa pedas  lada  diakibatkan oleh 
adanya  zat piperin,  piperanin,  dan chavicin  yang   merupakan   persenyawaan   dari
piperin   dengan   semacamalkaloid.  Chavicin banyak  terdapat  dalam daging  biji 
lada (mesocarp) dan tidak akan  hilang walaupun  biji yang masih  berdaging dijemur
hingga lebih pedas dibanding lada putih. Aroma  biji  berasal dari  minyak  atsiri
yang  terdiri  dari beberapa  jenisminyak  terpen (terpentin)  lada  hitam dan  lada 
putih dengan  senyawa  kimiakadar air,  zat  protein, zat  karbohidrat, minyak  atsiri
dan  piperin  (alkaloid). Piperin  termasuk golongan  alkaloid  yang merupakan 
senyawa  amidabasa lemah yang dapat membentuk garam dan asam mineral kuat.

Tumbuhan yang   termasuk jenis piper selain mengandung 5–9% piperin juga
mengandung minyak atsiri berwarna kuning berbau aromatis senyawa berasa pedas
(kavisin), amilum, resin,  dan  protein. Piperin  berupa kristal berbentuk 8 jarum
berwarna kuning, tidak  berbau,tidak  berasa lama-lama pedas. Piperinbila 
dihidrolisis dengan   KOH   akan menghasilkan  kalium  piperinat  dan piperidin.
Manfaat untuk obat-obat  tradisional  maupun modern,  khasiatnya  sebagai stimulan
pengeluaran keringat (diaphoretik), pengeluaran angin (carminativ), peluruhan  air
kencing  (diuretik),  peningkatan nafsu  makan,  peningkatan aktivitas kelenjar-
kelenjar pencernaan, dan percepatan pencernaan zat lemak. Produk sekunder dari biji
lada pun  dapat dipakai untuk ramuan  obat reumatik farfum, pestisida nabati, pada
lada mengandung zat racun, oleh karena itu, lada dapat digunakan sebagai insektisida
pembunuh  serangga. Ekstrak kasar lada hitam juga sangat toksik terhadap hama
kapas ( Luthfi, 2016).

3.1.3 Pohon Industri Tanaman Cengkeh


Gambar 3. Pohon Industri Tanaman Cengkeh
(dilansir di https://www.slideshare.net/budikawi/kb-pohon-industri11)
Negara produsen cengkih terbesar adalah Indonesia. Cengkih merupakan salah satu
rempah-rempahan yang sering digunakan sebagai agen preservative makanan dan
tanaman obat karena cengkih memiliki aktivitas antioksidan dan antimikroba.
Cengkih sering digunakan sebagai antiseptis dan antifermentasi. Cengkih juga dapat
digunakan sebagai desinfektan, analgesik, dan anestetik pada gigi berlubang. Selain
itu, cengkih dapat mengobati gangguan pencernaan seperti diare, sakit perut yang
berasal dari  kembung dan dispepsia. Karena bersifat antiseptic juga, cengkih dapat
mengobati sakit tenggorokan. Kuncup bunga, bagian pohon cengkih  yang memiliki
nilai jual tinggi adalah minyak batang cegkeh, minyak daun cengkih & buah cengkih.

Cengkih dapat digunakan sebagai bumbu, baik dalam bentuknya yang utuh atau
sebagai bubuk. Bumbu ini digunakan di Eropa dan Asia. Terutama di Indonesia,
cengkih digunakan sebagai bahan rokok kretek. Cengkih juga digunakan sebagai
bahan dupa di Republik Rakyat Tiongkok dan Jepang. Minyak cengkih digunakan di
aromaterapi dan juga untuk mengobati sakit gigi. Daun cengkih kering yang
ditumbuk halus dapat digunakan sebagai pestisida nabati dan efektif untuk
mengendalikan penyakit busuk batang Fusarium dengan memberikan 50-100 gram
daun cengkih kering per tanaman ( Luthfi, 2016).

3.2 Prospek dan Potensi Dari Tanaman Yang Dihasilkan Dari Berbagai
Tanaman Rempah-Rempah dan Obat-Obatan

Rempah-rempah adalah bagian tanaman yang berasal dari bagian batang, daun, kulit
kayu, umbi, rimpang (rhizome), akar, biji, bunga atau bagian-bagian tubuh tumbuhan
lainnya. Contoh rempah-rempah yang merupakan biji dari tanaman yaitu biji adas,
jinten dan ketumbar. Rempah-rempah berbahan baku rimpang yaitu tanaman jahe,
kunyit, lengkuas, temulawak, dan kapulaga. Daun-daun yang sering dipakai antara
lain adalah daun jeruk, daun salam, seledri, dan daun pandan.
Herba atau tanaman obat adalah tumbuhan yang memiliki manfaat dalam menjaga
kesehatan tubuh serta penyembuhan berbagai penyakit. Penggunaan herba sebagai
tanaman obat banyak berkembang terutama dalam masyarakat dunia timur. Selain
dukungan sumberdaya alam yang melipah, aspek-aspek pengetahuan dan kearifan
lokal yang kaya mendukung pengetahuan tentang tanaman obat dunia timur lebih
kaya dibandingkan masyarakat Eropa. Ekplorasi potensi herba sebagai tanaman obat
semakin mengukuhkan peran penting herba dalam pengobatan modern saat ini.

Tanah yang subur dengan cuaca sepanjang tahun yang stabil menjadi peluang
berbagai jenis rempah-rempah dan herba dapat tumbuh di Indonesia. Beberapa daerah
mempunyai gunung berapi aktif memberikan kondisi ideal bagi rempah-rempah dan
herba untuk tumbuh optimal dan menghasilkan senyawa kimia dengan kualitas
terbaik di dunia. Tidak hanya itu, beberapa tanah yang kurang rempah-rempah masih
dapat tumbuh dengan baik. Hal ini membuka peluang bagi kontribusi gerakan
penanaman rempah-rempah dalam konservasi lahan dengan potensi pendapatan
ekonomi yang menjanjikan (De Guzman dan Siemonsma, 1999).

Berikut merupakan potensi dan prospek beberapa contoh rempah-rempah dan


tanaman obat yang ada di Indonesia :

3.2.1 Pala

. Pala diduga tanaman asli Indonesia, khususnya dari wilayah kepulauan di Indonesia
timur. Pulau Banda dan Maluku sering disebut sebagai asal dari tanaman pala.
Penyebaran pala ke Indonesia bagian barat, terutama Jawa dan Sumatera, diduga
dilakukan oleh saudagar-saudagar rempah yang berlayar dari Indonesia timur dan
singgah di Jawa dan Sumatera akhir abad 12. Semua bagian dari buah pala dapat
dimanfaatkan dan mempunyai nilai ekonomi. Nilai ekonomi pala terutama berasal
dari buah.

Namun demikian, jika dikelola dengan baik kulit batang dan daun tanaman pala
adalah sumber minyak atsiri. Kayu dari batang utama tanaman pala jarang dijual
sebagai kayu bangunan. Bagian utama yang bermanfaat dan digunakan secara luas
sebagairempah adalah biji , salut biji (arillus) dan daging buah pala. Salut biji
diperdagangkan secara luas dan dikenal sebagai mace.

3.2.2 Cengkeh

Cengkeh Syzygium aromaticum (L). diduga berasal dari Indonesia. Cengkeh dapat
tumbuh optimal pada area dengan ketinggian 0 - 1000 meter, namun dilaporkan akan
memberikan hasil panen optimal pada daerah dengan kisaran pertumbuhan 300 – 600
dpal dengan suhu berkisar antara 22°-30°C. Curah hujan tahunan yang sesuai bagi
pertumbuhan cengkeh adalah 1500-2500 mm. Oleh karena itu, Indonesia menjadi
salah satu contoh negara yang berpotensi untuk menanam cengkeh (De Guzman
CCand Siemonsma. 1999).

Cengkeh adalah salah satu tanaman bernilai ekonomi tinggi dalam ekosistem kebun
dan pekarangan rumah. Bagian utama yangdimanfaatkan adalah bunga . Cengkeh
sengaja ditanam sebagai salah satu tanaman pokok diantara berbagai jenis tanaman
kebun lainnya. Cengkeh di perkebunan rakyat terutama ditanam untuk memenuhi
industri rokok (kretek) tradisional, kosmetik, kesehatan, makanan dan minyak
atsiri.Produksi cengkeh dari tahun ke tahun fluktuatif, namun menunjukkan
pendapatan ekonomi yang semakin meningkat .

3.2.3 Kayu Manis

Kayu manis (Cinnamon) mempunyai nilai ekonomi sehingga banyak dibudidayakan


di kebun-pekarangan rumah masyarakat diperdesaan. Di perkotaan, kayu manis saat
ini juga digunakan sebagai instrumen taman karena keindahan perawakan tanaman
dankomposisi daun tanaman yang indah. Kayu manis mempunyai nilai ekonomi yang
dapat menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat perdesaan. Di Mesir kayu manis
adalah salah satu material yangdigunakan dalam pembuatan cairan balsam untuk
preservasi tubuh atau bagian tubuh manusia. Dalam kitab kedokteran Ayurweda,
kayu manis digunakan sebagai antiemetic, antidiare, antiflatulent danstimulan dasar.
(De Guzman & Siemonsma, 1999; Blumenthalet al., 2000).

3.2.4 Kunyit

Kunyit secara luas juga dimanfaatkan sebagai pewarna alami. Kandungan kurkumin
dalam kunyit memberikan efek kuning. Kunyit sejatinya telah digunakan sebagai
rempah dan herba setidaknya 4500 tahun yang lampau. Pada saat ini, kunyit
mendapat perhatian para ahli karena kemampuannya untuk menyehatkan badan.
Kunyit dalam bentuk segar saat ini mempunyai harga yang kurang menguntungkan
sehingga jarang dibudidayakan oleh petani dengan lahan terbatas. Hal ini tentunya
sangat bertolak belakang dengan potensi kandungan kurkumin yang mempunyai nilai
ekonomi besar. Harga kunir basah terendah berkisar antara 2.500 per kg, dan kunir
kering dapat mencapai 15.000 per kg.

3.2.5 Lada

Indonesia menghasilkan lada hitam dan lada putih. Lada hitam banyak diproduksi di
Lampung yang dikenal sebagai Lada Hitam Lampung. Lada putih secara tradisional
banyak dibudidayakan di Bangka, dikenal sebagai Lada Putih Muntok. Area lain yang
menghasilkan lada adalah Kalimantan Timur, KalimantanBarat, Sulawesi, Bengkulu
dan Sumatera Utara. Selama tahun 2012 Indonesia diperkirakan memproduksi
sebanyak 75.000 ton lada, yang terdiri dari 55,000 ton lada hitam dan 20.000 ton lada
putih. Jika diperhatkan, produksi tahun 2012 adalah 60% lebih tinggi dibandingkan
pada tahun 2011 yangmencapai 47.000 ton (De Guzman & Siemonsma, 1999, Krup
et al., 2013).

3.3 Potensi dan Prospeknya Yang Menguntungkan Dari Segi Ekspor Dan
Produksi
Rempah-rempah merupakan jenis tumbuhan yang dapat digunakan sebagai bumbu
dan penambah rasa pada makanan. Selain digunakan dalam masakan, rempah-rempah
dapat juga digunakan sebagai obat serta bahan baku obat herbal. Memperhatikan
manfaatnya, tidak heran apabila rempah-rempah menjadi salah satu komoditas yang
memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Bahkan, pada zaman kolonial, alasan utama
mengapa para penjajah khususnya dari beberapa negara di benua Eropa melakukan
eksplorasi ke benua lain adalah untuk mencari negara penghasil rempah-rempah. Hal
tersebut dilakukan karena tingginya nilai ekonomi rempah-rempah di Eropa pada
masa itu serta potensi pendapatan yang dapat dihasilkan.

Strategi peningkatan ekspor yang seharusnya dilakukan adalah memperkuat daya


saing komoditas dengan memanfaatkan pasar ekspor luar negeri yang saat ini terus
tumbuh serta melakukan promosi, penetrasi dan pengembangan komoditas untuk
dapat merebut pangsa pasar pesaing di negara tujuan ekspor. Selain mengidentifikasi
komoditas yang menjadi prioritas ekspor, negara yang akan menjadi target pasar
komoditas terpilih juga menjadi hal yang penting sehingga penyusunan strategi
pengembangan dan penetrasi pasar dapat dilakukan secara efisien dan terfokus pada
pasar yang menjadi target.

Sebagai produsen rempah, Indonesia memiliki peluang besar sebagai pemasok


rempah dunia yang dapat memberikan kontribusi bagi perekonomian Indonesia.
Hingga saat ini, permintaan pasar komoditas rempah dunia terus meningkat. Selama
periode 2011-2015, impor rempah dunia naik rata-rata sebesar 7,2% per tahun dengan
nilai mencapai USD 10,1 miliar di tahun 2015. Dengan demikian, rempah-rempah
merupakan komoditas ekspor yang menjanjikan mengingat pasarnya yang terus
tumbuh, sementara negara produsen jumlahnya terbatas. Hanya negara yang memiliki
iklim tropis basah yang dapat menjadi tempat budidaya rempah-rempah (Teknologi
Pangan UNIMUS, 2016).
Indonesia masih kalah dibandingkan negara Asia yang lain, seperti India, Vietnam
serta Tiongkok dalam kategori sesame negara pengekspor rempah-rempah. Bahkan
nilai ekspor rempah Vietnam dua kali lebih besar daripada Indonesia. Apabila
pemerintah Indonesia tidak memberikan perhatian yang penuh terhadap potensi
ekspor yang tinggi tersebut, dikhawatirkan peluangnya semakin direbut Vietnam.
Berdasarkan Laporan Akhir Peningkatan Produksi Komoditas Perkebunan
Berkelanjutan Tanaman Semusim dan Rempah 2017 dari Direktorat Jenderal
Tanaman Semusim dan Rempah Kementerian Pertanian, produksi rempah Tanah Air
didominasi oleh lada, pala, dan cengkeh.

Di antara ketiga komoditas tersebut, lada yang menduduki peringkat pertama sebagai
komoditas ekspor. Indonesia merupakan produsen utama komoditas lada di dunia
selain Vietnam dan India. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Perkebunan yang
bersumber BPS, dari tahun ke tahun produksi lada terus mengalami peningkatan yang
signifikan. Dalam kurun waktu 2015-2019, produksinya menunjukkan tren yang
positif atau terus meningkat(Suara.com. 2019).

3.3.1 Volume Ekspor


Sepanjang Januari-Juli 2019, volume ekspor lada Indonesia mencapai 27,16 ton
dengan nilai 75,54 juta dolar AS, juga turun dari capaian pada periode yang sama
tahun lalu sebanyak 22,85 ton dengan nilai 79,89 juta dolar AS menurut data
Kementerian Perdagangan. Nilai ekspor yang terus menurun dari tahun ke tahun ini
menunjukkan bahwa kinerja ekspor komoditas lada di Indonesia belum maksimal.
Kurangnya penghiliran komoditas lada dianggap sebagai salah satu penyebab belum
maksimalnya kinerja ekspor.

Di Indonesia, masih banyak komoditas perkebunannya yang mengekspor produk


dalam bentuk barang mentah sehingga nilainya tidak begitu tinggi. Ekspor lada
contohnya, diekspor masih dalam bentuk butiran besar ke negara tujuan seperti
Vietnam. Oleh Vietnam, lada tersebut diolah kembali, dilakukan penghalusan dan
kemudian diekspor kembali ke negara lain, termasuk Indonesia yang mengimpornya.
Sehingga posisi Indonesia sebagai eksportir lada terus digeser oleh negara tersebut.

3.3.2 Produk dan Produktivitas


Di Indonesia, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan Lampung merupakan
produsen utama lada putih (Muntok White Pepper) dan lada hitam (Lampung Black
Pepper). Bangka Belitung menjadi penyumbang produksi lada terbanyak yakni
mencapai 39% dari total produksi lada keseluruhan di Indonesia. Menurut data
Direktorat Jenderal Perkebunan, produktivitas lada di Bangka Belitung mencapai 1,25
ton per hektar.

Provinsi Lampung menjadi penyumbang produsen utama lada terbesar kedua di


Indonesia, terkenal dengan sebutan Lampung Black Pepper, menjadikan Lampung
sebagai penghasil lada hitam terbaik. Menurut data Direktorat Jenderal Perkebunan,
dalam rentang 2015-2019, produksi lada di provinsi ini terus menurun dan
menunjukkan tren yang negatif. Pada 2015, produksinya sebesar 14.860 ton,
kemudian meningkat signifikan menjadi 15.128 ton pada 2016, lalu mengalami
penurunan dari 2017–2019.

Dari sisi pengendalian harga, upaya yang bisa dilakukan yaitu memutus rantai pasok
yang lama, dimana mendorong semua produk lada langsung sampai ke negara tujuan
atau tidak lagi transit di negara lain. Indonesia juga harus mencari pasar-pasar ekspor
nontradisional untuk mengatasi kelebihan suplai lada tersebut. Dengan adanya upaya
untuk memproduksi dengan kualitas tinggi dan produktivitas tinggi, melakukan
hilirisasi untuk menambah nilai lada, kemudian mengekspornya langsung ke negara
tujuan, diharapkan mampu mengembalikan kejayaan rempah Indonesia, lada sebagai
negara produsen dan eksportir utama di dunia ( Widya, 2019).
Selain lada, berikut merupakan potensi ekspor tanaman rempah-rempah dan
tanaman obat yang ada di Indonesia :

1. Cengkeh

Cengkeh adalah tanaman asli dari Indonesia dan hanya bisa tumbuh di daerah tropis
seperti di Indonesia. Cengkeh kebanyakan digunakan untuk produksi rokok,
kosmetik, dan kesehatan. Cengkeh memiliki harga jual dikisar Rp 120 ribu per
kilogram untuk cengkeh yang sudah kering datau diolah. Jika sudah dijual di luar
negeri, bahkan harga cengkeh bisa mencapai Rp 500 ribu rupiah perkilogramnya.

2. Kemiri

Di Indonesia daerah yang banyak menghasilkan kemiri adalah di Provinsi Nusa


tenggara Timur. Harga untuk kemiri yang sudah dikupas kurang lebih Rp 40 ribu
perkilogramnya. Sedangkan jika kemiri sudah diolah dan menjadi minyak kemiri
maka harganya akan bertambah malah yaitu sekitar Rp 700 ribu perkilogramnya.
Kemiri biasanya digunakan oleh insdustri kosmetik, kesehatan, dan juga pelembab
kulit. Selain itu, minyak kemiri juga biasa ditambahkan pada produk penyubur
rambut.

3. Vanili atau Vanila

Vanili atau vanila ternyata juga ada di Indonesia dan juga menjadi salah satu rempah
yang sering di ekpor keluar negeri. Vanili bahkan menjadi komoditi rempah termahal
kedua di dunia. Harganya mencapai Rp 650 ribu perkilogramnya bahkan lebih jika
kualitasnya bagus. Sayangnya petani vanili di Indonesia masih belum terlalu mengerti
bagaimana mengelola tanaman ini, sehingga harga dan kualitas dari vanili Indonesia
kadang tidak bagus.

4. Kayu Manis
Kayu manis biasanya digunakan untuk bahan tambahan kosmetik dan minyak wangi
dengan harga jual 70 ribu per kilogramnya. Kayu manis yang memiliki harum wangi
ini berasal dari Jambi, tepatnya di Kabupaten Kerinci dan Kabupaten Merangin kota
Sungai Penuh. Beberapa negara yang menjadi tujuan ekspor kayu manis dari Jambi
adalah Amerika Serikat, Belanda, Jerman, dan Singapura. Produksi kayu manis dari
daerah Jambi memasok 45 persen kebutuhan kayu manis di dunia. Di pasar dunia,
Indonesia memiliki dua sebutan untuk kayu manis, yaitu kerinci untuk kayu manis
asal Jambi dan verra untuk daerah lainnya.

5. Cengkeh

Cengkeh menjadi salah satu rempah yang paling populer dan mahal harganya di
Eropa. Selain di Maluku, cengkeh juga bisa didapat di Jawa, kalimantan Tengah,
Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Timur, Papua, Riau, Sulawesi, dan DI
Yogyakarta. Cengkeh memiliki harga jual berkisar 500 ribu per kilogramnya.

6. Kapulaga

Kapulaga termasuk rempah-rempah jenis jahe atau zingiberaceae. Banyak ditemukan


di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Di Indonesia, ada dua kapulaga yang banyak
digunakan yaitu kapulaga Indonesia dan kapulaga sebrang (kapulaga India). Sebagai
penghasil kapulaga terbesar di Asia, harga jual rempah ini di luar negeri mencapai
400 ribu per kilogram. Sedangkan di Indonesia hanya 45 ribu per kilogram.

7. Pala

Pala (Myristica fragrans) merupakan rempah asli Indonesia dari Maluku. Pala yang
diproduksi di Indonesia memiliki kualitas terbaik dunia. Selain Maluku, Sulawesi
Utara dan Aceh Selatan merupakan daerah penghasil pala di Indonesia. Harga jual
pala yang sudah di ekspor mencapai Rp 110 ribu per kilogram. Kegunaan pala ini
sangat beragam mulai dari bumbu penyedap kue, minuman penyegar, dibuat manisan
hingga dijadikan sebagai bahan pengawet.

8. Saffron

Saffron atau dikenal pula dengan nama kuma-kuma adalah rempah-rempah yang
berasal dari bunga Crocus sativus. Selain sebagai bumbu masakan dan pengobatan
tradisional, saffron juga digunakan sebagai bahan pewarna yang menjadikan sebagai
rempah-rempah yang paling banyak dicari di dunia.

Itulah beberapa rempah-rempah dari Indonesia yang diekspor keluar negeri dan
memiliki harga selangit atau harga yang cukup mahal. Jika rempah-rempah ini bisa
dibudidayakan dan juga diolah dengan benar, bisa jadi rempah-rempah akan
memberikan dampak ekonomi yang baik bagi negara Indonesia, dan memajukan
perekonomian masyarakat Indonesia (Liputan6, 2019).

IV. KESIMPULAN
Kesimpulan yang diperoleh dari makalah ini adalah potensi dan prospek tanaman
rempah-rempah dan tanaman obat di Indonesia sangat menguntungkan. Hal ini
dikarenakan posisi geografi di Indonesia yang stategis serta beriklim tropis membuat
tanaman rempah-rempah mudah tumbuh di Indonesia, lain halnya dengan negara
negara di Eropa yang beriklim dingin dan sulit memproduksi rempah-rempah. Oleh
karena itu, Indonesia dapat menjadikan potensi tersebut sebagai suatu usaha untuk
meningkatkan perekonomian Indonesia dan juga Indonesia harus mempersiapkan diri
untuk bersaing dengan negara penghasil rempah-rempah yang lainnya.

DAFTAR PUSTAKA
Aartsen, J. V., 1953. Ekonomi pertanian Indonesia. Jakarta: Pembangunan.

Agroindustri Agribisnis. Diakses di https://slideplayer.info/slide/13918333/ ( diakses


29 Maret 2020)

Blumenthal, M., Goldberg, A., & Brinckmann, J. (2000). Herbal Medicine.


Expanded Commission E monographs. IntegrativeMedicine Communications.

De Guzman CC and J.S Siemonsma. 1999. PROSEA-Plant Resources of South-East


Asia No. 13. Spices. Backhuys Publisher, The Leiden.

Direktorat Jenderal Perkebunan 2016. Statistika perkebunan Indonesia 2015-2017


Lada. Direktorat Jenderal Perkebunan . Kementerian Pertanian.

Direktorat Jenderal Perkebunan. 2014. Statistik perkebunan Indonesia 2013-2015


Lada. Direktorat Jenderal Perkebunan . Kementerian Pertanian.

http://digilib.unila.ac.id/33827/3/3.%20SKRIPSI%20FULL%20TANPA%20BAB
%20PEMBAHASAN.pdf

Krup, V., Prakash, L. H., & Harini, A. (2013). Pharmacologicalactivities of turmeric


(Curcuma longa linn): a review. JHomeop Ayurv Med, 2(4), 133.

Liputan6. 2019. 7 Rempah Khas Indonesia Ini Diekspor dengan Harga Selangit.
Diakses di https://hot.liputan6.com/read/3944970/7-rempah-khas-indonesia-ini-
diekspor-dengan-harga-selangit ( dilansir 18 April 2019).

Luthfi,M.2016. Pengolahan Panen Bunga Cangkih di Kebun Branggah


Banaran,Blitar ,Jawa Timur. Jurnal Fakultas Pertanian.6 (2) 188-197.

Pohon Industri. https://www.slideshare.net/budikawi/kb-pohon-industri11 ( diakses29


Maret 2020).
Pribadi, E.R. 2009. Pasokan dan Permintaan Tanaman Obat Indonesia Serta Arah
Penelitian dan Pengembangannya. Jurnal Perspektif Vol. 8 No. 1 / Juni 2009 Hlm
52–64. Bogor.

Suara.com. 2019. Rempah-Rempah Nusantara, Dulu Meraja, Kini? Diakses


https://www.suara.com/yoursay/2019/10/03/170000/rempah-rempah-nusantara-dulu-
meraja-kini?page=2 (dilansir 03 Oktober 2019).

Unimus, 2013. Teknologi Pangan UNIMUS. Diakses pada tanggal 16 April 2018.
Tersedia di http://tekpan.unimus.ac.id

Widya, Y. 2019. Mengembalikan Kejayaan Sang "Raja Rempah-Rempah. Diakses di


https://news.detik.com/kolom/d-4786041/mengembalikan-kejayaan-sang-raja-
rempah-rempah ( dilansir 15 November 2019)

Winarti, C dan Nurdjanah, N. 2005. Peluang Tanaman Rempah Dan Obatsebagai


Sumber Pangan Fungsional. Jurnal Litbang Pertanian Vol. 24 No. 2. Bogor.

Anda mungkin juga menyukai