Anda di halaman 1dari 13

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mata merupakan salah satu indera yang penting bagi manusia, melalui mata manusia
menyerap informasi visual yang digunakan untuk melaksanakan berbagai kegiatan.
Namun gangguan terhadap penglihatan banyak terjadi, mulai dari gangguan ringan
hingga gangguan berat yang dapat mengakibatkan kebutaan. Upaya mencegah dan
menanggulangi gangguan penglihatan dan kebutaan perlu mendapatkan perhatian. Sekitar
80% gangguan penglihatan dan dengan gangguan penglihatan dan 82% dari penyandang
kebutaan berusia 50 tahun atau lebih. Penyebab gangguan penglihatan terbanyak di
seluruh dunia adalah gangguan refraksi yang tidak terkoreksi, diikuti oleh katarak dan
glaukoma. Sebesar 18% tidak dapat ditentukan dan 1% adalah gangguan penglihatan
sejak masa kanak-kanak. Sedangkan penyebab kebutaan terbanyak di seluruh dunia
adalah katarak, diikuti oleh glaukoma dan Age related Macular Degeneration (AMD).
Sebesar 21% tidak dapat ditentukan penyebabnya dan 4% adalah gangguan penglihatan
sejak masa kanak- kanak. Prevalensi kebutaan pada usia 55-64 tahun sebesar 1,1%, usia
65-74 tahun sebesar 3,5% dan usia 75 tahun ke atas sebesar 8,4%. Meskipun pada semua
kelompok umur sepertinya prevalensi kebutaan di Indonesia tidak tinggi, namun di usia
lanjut masih jauh di atas 0,5% yang berarti masih menjadi masalah kesehatan masyarakat
(Kementerian Kesehatan RI, 2015).
Perkembangan penglihatan yang adekuat membutuhkan stimulasi sensorik yang tepat
pada kedua mata selama beberaopa tahun pertama kehidupan (Graven & Browne, 2008).
Jika salah satu kedua mata kurang mendapat stimulasi ini, kemajuan perkembangan
penglihatan tidak sesuai dan kerusakan penglihatan atau kebutaan dapat terjadi. Ini terjadi
jika mata tidak sejajar, ketajaman penglihatan di antara kedua mata tidak sama, atau
terdapat masalah lain pada mata (Grave & Browne, 2008). Jika gangguan penglihatan
didiagnosis pada usia dini dan terapi segera diberikan, penglihatan bisa berkembang
normal. Akan tetapi, jika gangguan tersebut tidak di tangani, penglihatan anak yang
sedang berkembang dapat berkurang secara signifikan. Oleh sebab itu, penting untuk
melakukan skrining gangguan penglihatan pada anak.
Gangguan penglihatan yang umum terjadi pada masa kanak-kanak meliputi kesalahan
reflaksi, astigmatisme, strabigmus, ambliopia, nistagmus, glaukoma, dan katarak.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang d imaksud dengan gangguan Kesalahan Refraksi ?
2. Apa yang di maksud dengan gangguan Astigmatisme?
3. Apa yang di maksud dengan gangguan Strabigmus?
4. Apa yang di maksud dengan gangguan Ambliopia?
5. Apa yang di maksud dengan gangguan Nistagmus?
6. Apa yang di maksud dengan gangguan Glaukoma?
7. Apa yang di maksud dengan gangguan Katarak?
8. Bagaimana pengkajian keperawatan pada gangguan penglihatan pada anak-anak?
9. Apa saja diagnosa keperawatan pada gangguan penglihatan pada anak ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari Kesalahan Refraksi.
2. Untuk mengetahui pengertian dari Astigmatisme.
3. Untuk mengetahui pengertian dari Strabigmus.
4. Untuk mengetahui pengertian dari Ambliopia.
5. Untuk mengetahui pengertian dari Nistagmus.
6. Untuk mengetahui pengertian dari Glaukoma.
7. Untuk mengetahui pengertian dari Katarak.
8. Untuk mengetahui pengkajian keperawatan dari gangguan penglihatan pada anak-
anak.
9. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan pada gangguan penglihatan pada anak.
BAB 2

PEMBAHASAN

1. Gangguan Penglihatan Pada Anak

1. Kesalahan Refraksi
Penyebab paling umum masalah penglihatan pada anak-anak adalah kesalahan refraksi.
Saat cahaya yang memasuki lensa tidak di belokan, sedemikian rupa sehingga cahaya
tersebut jatuh tepat pada retina, berarti terjadi kesalahan refraksi. Hipermetropia
merupakan kelainan refraksi yang terdapat pada sebagian bayi baru lahir, dimana bola
matanya terlalu pendek sehingga mata bayi dan anak-anak adalah hipertmetropia yaitu
sebesar 2 – 3 dioptri yang akan bertambah pada tahun - tahun pertama namun akan
berangsurangsur berkurang hingga pada usia remaja menjadi emetrop.
Anak yang masih kecil berarti mengalami hiperopia (rabun dekat) karena kedalaman bola
mata belum berkembang sempurna hingga usia 5 tahun (Braverman, 2011). Anak
mengalami rabun dekat, tetapi saat menginjak usia sekolah, keburaan tersebut biasanya
pulih.
Saat cahaya yang masuk mata fokusnya jatuh di depan retina, terjadi miopia (rabun jauh).
Anak yang rabun jauh dapa melihat dala jarak dekat tetapi mengalami kesulitan fokus
pada papan tulis atau objek lain yang terletak jauh.
Gangguan myopia adalah gangguan yang ditandai dengan kesulitan untuk melihat benda
yang letaknya jauh (distance objects). Secara fisiologis, gangguan ini ditandai dengan
keadaan mata yang mempunyai kekuatan pembiasan sinar yang berlebihan sehingga sinar
sejajar yang datang dibiaskan di depan retina (Ilyas, 2001).
Manajemen terapeutik baik untuk hiperopia dan miopia, adalah kacamata atau lensa
kontak sesuai resep. Secara umum, anak usia 12 tahun dapat menunjukan tanggung jawab
yang dibutuhkan untuk mengenakan dan merawat lensa kontak. Lensa kotak dapat
digunakan untuk anak yang lebih kecil, tetapi lebih mudah hilang atau rusak. Karena
perkembangan reflaksi yang terus terjadi pada penglihatan anak hingga mereka remaja,
bedah laser untuk perbaikan penglihatan tidak di rekomendasikan oleh American
Academy of Opthhalmology hingga anak berusia 21 tahun, walaupun pembedahan
tersebut dapat dilakukan sebagai eksperimen pada beberapa anak (AAO, 2011).
Pengkajian Keperawatan
Kaji riwayat kesehatan, perhatikan penglihatan buram, keluhan keletihan mata saat
membaca, atau keluhan mata terasa tegang (sakit kepala, sensasi tertarik, atau sensasi
terbakar pada mata).
Catat faktor resiko riwayat miopia di dalam keluarga.
Observasi adanya juling ketika anak melihat pada objek yang terletak jauh.
Observasi adanya esotropia pada anak yang hiperopia.
Lakukan pemeriksaan ketajaman menggunakan instrumen skrining sesuai usia.

2. Astigmatisme
Pada astigmatisme, lengkung kornea tidak rata, yang mengakibatkan kualitas penglihatan
yang tidak teratur karena cahaya dibiaskan secara tidak rata. Terkarang lensa berbentuk
tidak teratur, yang mengakibatkan masalah serupa.

Pengkajian Keperawatan
kaji riwayat kesehatan apakah ada gejala astigmatisme. Anak yang mengalami
astigmatisme sering kali mengalami penglihatan kabur dan kesulitan melihat huruf secara
utuh, sehingga kemampuan membaca mereka terganggu. Mereka dapat mengalami sakit
kepala dan pusing. Anak yang lebih besar dapat menegluh mata lelah atau tegang. Anak
yang mengalami astigmatisme sering kali belajar untuk sedikit memirigkan kepala agar
mereka dapat lebih fokus (Braverman, 2011).
3. Strabismus
Strabismus merujuk pada ketidaksejajaran mata. Strabismus umum dijumpai dan terjadi
pada hampir 7% anak (Nield, Mangano, & Kamat, 2008). Tipe strabismus yang paling
umum adalah eksotropia dan esotropia. Pada eksotropia, mata mengarah keluar,
sementara pada esotropia mata mengarah ke dalam. Karena kesejajaran yang tidak
seimbang tersebut, kecepatan perkembangan penglihatan berbeda pada masing-masing
mata. Diplopia (penglihatan ganda) dapat terjadi, sehingga penglihatan pada satu mata
dapat “dimatikan” oleh otak untuk menghindari diplopia. Banyak bayi mengalami
strabismus intermiten, tetapi biasanya strabismus tersebut hilang saat bayi tersebut
menginjak usia 3 sampai 6 bulan. Strabismus intermiten yang menetap selama lebih dari
6 bulan atau stabismus konstan pada usia berapa pun harus di rujuk ke dokter spesialis
mata untuk evaluasi lebih kabjut (Burns, Dunn, Brady, Starr, & Blosser, 2009).
Manajemen terapeutik pada strabismus dapat meliputi pemasangan koyok pada mata
yang lebih kuat atau pembedahan otot mata. Lensa korektif juga di gunakan untuk
strabismus. Komplikasi strabismus meliputi ambliopia dan penurunan penglihatan.

Pengkajian Keperawatan
Orang tua dapat menjadi orang pertama yang menyadai bahwa mata anak tidak
menghadap ke arah yang sama.
Tanyakan kepada orang tua mengenai awitan masalah tersebut dan apakah masalah
tersebut kontinu atau intermiten. Jika intermiten, apakah masalah tersebut terjadi lebih
sering saat anak ketetihan?
Kaji riwayat kesehatan, catat keluhan penglihatan kabur, mata lelah, juling atau menutup
mata saat terkena cahaya terang, memiringkan kepala untuk fokus pada satu objek.
Observasi mata anak untuk melihat ekstropia atau esotropia. Jika tidak tampak temuan
nyata, pengkajian untuk mengetahui apakah refleks kornea terhadap cahaya simetris pada
kedua mata .
4. Ambliopia
Ambliopia merupakan perkembangan penglihatan yang buruk pada mata yang memiliki
struktur tidak normal. Kondisi tersebut terjadi dalam dekade pertama kehidupan dan, jika
tidak di tangani, merupakan penyebab tersering kehilangan penglihatan pada anak dan
orang dewasa muda (Doshi & Rodriguez, 2007). Ambliopia terjadi pada sekitar 1 %
sampai 4% anak (Doshi & Rodriguez, 2007). Penglihatan pada salah satu mata berkurang
karena mata dan otak tidak bekerja sama dengan benar. Kedua mata berupaya untuk
fokus secara berbeda akibat perbedaan ketajaman penglihatan pada kedua nya, mata yang
satu lebih kuat dibanding mata yang lain. Oleh sebab itu, ambliopia sering disebut “mata
malas”.
Ambliopia dapat disebabkan oleh semua gangguan yang menggangu perkembangan
normal penglihatan, termasuk strabismus dan perbedaan pada ketajaman penglihatan atau
astigmatisme di antara kedua mata. Ambliopia juga dapat terjadi akibat trauma mata,
ptosis, atau katarak. Jika tidak ditangani, anak yang mengalami ambliopia dapat
mengalami perburukan ketajaman penglihatan pada mata yang lebih lemah dan
ketegangan pada mata yang lebih kuat, yang juga dapat mengakibatkan penurunan
ketajaman penglihatan pada mata yang lebih kuat tersebut. Pada akhirnya kebutaan
terjadi pada salah satu atau kedua mata.

Manajemen terapeutik ambliopia berfokus menguatkan mata yang lebih lemah. Ini apat di
capai dengan memasang koyok mata selama beberapa jam per hari, menggunakan tetes
mata atropin pada mata yang lebih kuat (sekali sehari), terapi penglihatan, atau
pembedahan otot mata jika ambliopia disebabkan oleh strabismus.

Pengkajian keperawatan
Mulai uji ketajaman penglihatan menggunakan instrumen sesuai usia saat anak
menginjak usia 3 tahun.
Observasi apakah refleks kornea terhadap cahaya asimetris pada anak semua usia.

5. Nistagmus
Nistagmus adalah pergerakan mata yang sangat cepat dan tidak teratur. Beberapa ahli
menyebut kondisi tersebut mata “memantul”. Nistagmus dapat terjadi pada anak yang
mengalami katarak kongenital, tetapi penyebab yang paling umum adalah masalah
neurologis. Otak dan mata sulit berkomunikasi jika mata terus bergerak, oleh sebab itu,
perkembangan penglihatan dapat terganggu. Anak yang mengalami nistagmus harus
mendapat evaluasi lanjut oleh dokter spesialis mata dan kemungkinan dokter spesialis
syaraf.
6. Glaukoma Infantil
Glaukoma infantil merupakan gangguan autosom resesif yang lebih umum pada
perkawinan atau hubungan sedarah. Glaukoma infantil sering kali berkaitan dengan
gangguan genetik lain. Glaukoma infantil terjadi pada sekitar 1 dari 10.000 kelahiran
hidup (Lighthouse International, 2011). Glaukoma infantil di tandai dengan obstruksi
aliran aquemous humor dan peningkatan tekanan intraokular yang mengakibatkan mata
besar dan menonjol. Kehilangan penglihatan dapat terjadi akibat pembentukan jaringan
parut kornea, kerusakan saraf optik atau yang paling sering ambliopia.
Glaukoma infantil ditangani melalui pembedahan via goniotomi (pengangkatan obstruksi
akueus humor). Pembedahan laser juga di lakukan.

Pengkajian Keperawatan
Perhatikan apakah ada riwayat glaukoma infantil atau gangguan genetik lain di dalam
keluarga, kaji riwayat kesehatan, catat riwayat bayi terlalu sering menutup mata atau
mengucek mata. Observasi mata untuk melihat pembesaran kornea dan kornea yang
berkabut; mata dapat tapak membesar. Fotofobia dapat terjadi, sehingga cahaya terang
dapat menggangu bayi tersebut. Mata berair atau konjungtivitis dan konstriksi atau
spasme kelopak mata juga dapat terjadi.

7. Katarak kongenital
Katarak kongenital adalah kekeruhan lensa mata yang terjadi saat lahir. Pada anak
dibawah 5 tahun, katarak kongenital menyebabkan 16% kasus kebutaan legal
(Lighthouse International, 2011). Katarak bilateral dapat berkaitan dengan sindrom
metabolik atau genetik. Pembedahan untuk mengangkat lensa yang keruh dapat di
lakukan paling cepat pada usia 2 minggu. Bayi kemudian di pasang lensa kotak. Hasil
penglihatan terbaik dicapai jika katarak di angkat sebelum usia 3 bulan. Glaukoma dapat
terjadi sebagai komplikasi setelah pembedahan katarak.
Pengkajian Keperawatan
Catat riwayat kurang kesadaran penglihatan. Observasi masa untuk melihat kornea yang
tampak berkabut (tidak selalu terlihat). Melalui pemeriksaan oftalmoskopi, refleks merah
tidak terlihat pada mata yang terkena.

8. Retinopati Prematuritas
Retinopati prematuritas (ROP) merupakan gangguan yang ditandai dengan pertumbuhan
cepat pembuluh darah retina pada bai prematur. Pada janin, vaskularisasi dimulai pada
usia 4 bulan dan berkembang terus hingga usia kehamilan 9 bulan atau segera setelah
lahir. Bayi prematur lahir dengan vaskularisasi retina yang belum sempurna, tetapi
pembuluh darah baru terus tumbuh di antara retina yang vaskular dan avaskular. Faktor
resiko meliputi berat badan lahir rendah, usia gestasi uda, sepsis, intensitas cahaya tinggi,
dan hipotermia.
Jika ROP terus berkembang, pembedahan laser perlu di lakukan untuk mencegah
kebutaan. Komplikasi ROP meliputi miopia, glaukoma, dan kebutaan. Strabismus dapat
terjadi, bahkan pada kasus ROP yag sudah regresi (sembuh)
Pengkajian kepeawatan
Pastikan bahwa semua bayi yang lahir prematur dilakukan skrining rutin untuk
menemukan defisit penglihatan. Diskusikan kemajuan perkembangan dengan orang tua.
Observasi terhadap perkembangan strabisus, yang di manifestasikan dengan refleks
kornea terhadap cahaya yang asimetris.

9. Kerusakan Penglihatan
Kerusakan penglihatan pada anak merujuk pada ketajaman penglihatan anatara 20/60 dan
20/200 pada mata yang lebih sehat saat pemeriksaan. “Kebutaan legal” merupakan stilah
yang di gunakan untuk merujuk penglihatan kurang dari 20/200 atau penglihatan perifer
kurang dari 20 derajat. Kerusakan penglihtan pada anak dapat terjadi akibat berbagai
penyebab. Kerusakan penglihatan dan kebutaan aling sering disebabkan oleh kesalahan
reflaksi, astigmatisme, strabismus, ambliopia, retinopati prematuritas ( Lighthouse
international, 2011).
Anak yang mengalami kerusakan penglihatan sering kali juga menunjukan keterlambatan
motorik dan kognitif (Carter, 2011). Dengan keterbatasan salah satu indera yang
digunakan untuk enggali lingkungan mereka, anak tersebut dapat tertinggal jauh dalam
mencapai penanda perkembangan.

Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan untuk kerusakan penglihatan meliputi riwayat kesehatan yang
lengkap, pemeriksaan fisik, dan uji ketajaman penglihatan.
a. Riwayat Kesehatan
Salah satu fungsi paling penting perawat adalah mengidentifikasi tanda kerusakan
penglihatan sesegera mungkin. Tanda tersebut dapat meliputi :
 Bayi
- Tidak “menatap lekat dan mengikuti”
- Tidak melakukan kontak mata
- Tidak terpengaruh oleh cahaya terang
- Tidak meniru ekspresi wajah
 Todler dan anak yang lebih besar
- Mengucek, menutup, dan menutupi mata
- Juling
- Sering berkedip
- Memegang benda di dekat mata atau menonton televisi dari jarak dekat
- Menubruk berbagai benda
- Megadah atau mencondongkan wajah ke depan
b. Pemeriksaan Fisik
Kaji apakah refleks kornea terhadap cahaya pada kedua mata simetris atau asimetris.
Lakukan “cover test”. Gunakan instrumen skrining ketajaman penglhatan sesuai usia.

2. Teknik Pemeriksaan Tajam Penglihatan pada Anak


Pemeriksaan penglihatan pada anak merupakan bagian penting dalam pemeriksaan mata
secara komprensif. Pemeriksaan tajam penglihatan pada anak sulit dilakukan, karena
mereka sering merasa takut dan sulit untuk berkonsentrasi. Oleh karena itu, dalam
melakukan pemeriksaan harus dengan cepat dan akurat dan sangat dibutuhkan kondisi
dimana si anak tertarik pada pemeriksaan kita. Kondisi ini harus kita ciptakan dengan
berbagai cara, misalnya dengan menyapa dan mengajak salaman, dengan memuji atau
memberikan perhatian kepada sesuatu yang dipakainya seperti baju, sepatu dan
rambutnya atau memberikan mainan yang berwarna menarik. Pemeriksaan tajam
penglihatan harus di sesuaikan dengan umur, kooperatif, kondisi neurologik, dan
kemampuan membaca anak.
Pemeriksaan tajam penglihatan pada anak dapat dibedakan berdasarkan usia yaitu
preverbal dan verbal. Pemeriksaan tajam penglihatan anak pada usia preverbal yaitu usia
kurang dari 2,5 tahun dan verbal pada usia lebih dari 2,5 tahun. Pemeriksaan tajam
penglihatan anak pada usia preverbal yaitu dapat dilakukan dengan observasi, fiksasi,
oftalmoskopi, refleks pupil, optokinetic nystagmus test (OKN), the prefential looking
test, dan visual evoked potential (VEP).

1. Observasi

Pada metode ini kita dapat mengamati apakah anak tampak melihat atau peduli terhadap
lingkungan sekitarnya? Apakah anak respon terhadap lingkungan sosial seperti
mengenali wajah pemeriksa atau anggota keluarganya.? Apakah anak melihat jari tangan
dan kakinya sendiri? Adanya pengenalan dan perhatian anak menunjukkan tajam
penglihatannya baik. Metode ini sulit dinilai pada anak yang keterbelakangan mental,
karena mungkin anak tersebut melihat, tetapi tidak respon terhadap sekitar.

2. Fiksasi dan mengikuti benda

Pada teknik ini kita lihat apakah anak tetap terfiksasi pada objek yang menarik. Apakah
anak mengikuti objek yang menarik tersebut. Respon anak mengikuti objek ini biasanya
didapatkan pada 1 atau 2 bulan kehidupan dan ini membuktikan bahwa visus anak baik.
Untuk melihat fiksasi pada mata anak juga dapat digunakan metode CSM. Metode ini
dapat digunakan pada anak yang belum dapat berbicara.

C : Sentral. Lokasi reflek kornea pada saat pasien berfiksasai dengan cahaya senter
dengan 1 mata ditutup (monokuler). Normal reflek kornea ada pada sentral kornea. Jika
eksentrik disebut dengan uncentral (UC).

S : Steadines. Artinya tetap. Fiksasi pada senter saat digerakan dan diam (monokuler).
Jika tidak tetap disebut unsteady (US).

M : Maintain Aligment. Kemampuan pasien untuk mempertahankan kelurusan mata


dengan cara satu mata ditutup kemudian dibuka. Jika tidak mampu mempertahankan
disebut Unmaintain (UM).

3. Oftalmoskopi

Oftalmoskopi langsung atau pun tidak langsung dipakai untuk mengetahui keadaan media
mata dan mempelajari karakteristik fisik dari retina dan nervus optikus. Terdapatnya
media yang jernih dan retina yang utuh dengan nervus optikus yang yang normal dapat
menunjukan bahwa tajam penglihatan baik

4. Reflek Pupil

Adanya reflek langsung dan tidak langsung pupil terhadap cahaya menunjukkan bahwa
jalur aferen dan eferen reflek pupil baik. Cara sederhana yang dipakai untuk memeriksa
reflek ini dapat digunakan untuk menilai keadaan saraf penglihatan bagian depan. Tapi
respon normal dari pemeriksaan ini belum mengindikasikan bahwa pasien dapat melihat,
hanya menunjukan penyampaian sinyal ke korteks. Jika cahaya senter pada satu mata
menyebabkan konstriksi pada kedua pupil berarti retina, nervus optikus, traktus optikus
berfungsi baik.

5. Optokinetic Nystagmus Test (OKN)

Optokinetic Nystagmus Test merupakan sebuah silinder yang dapat berputar pada
sumbunya dan pada dindingnya terdapat garis-garis tegak yang mempunyai ketebalan
tertentu, Tes ini sangat berguna untuk mengetahui fungsi penglihatan pada anak. Dengan
memutar alat ini di depan mata anak akan terlihat nistagmus pada mata anak tersebut
yang gerakannya berlawanan dengan arah perputaran slinder. Semakin halus garis yang
terdapat pada tabung slinder yang memberikan respon nistagmus maka semakin baik pula
visus bayi yang diperiksa

6. Prefential Looking Test

Preferential looking test menilai ketajaman penglihatan dengan mengamati respon anak
terhadap stimulus visual. Pemeriksaan ini cukup detail untuk menilai tajam penglihatan
pada bayi dan anak yang belum bisa bicara. Preferential looking test dapat dilakukan
dengan menggunakan Teller Acuity Card II dan Cardiff Acuity Test.

Teller Acuity Card II merupakan serangkaian kartu persegi panjang yang terdiri dari 17
kartu yang berukuran masing-masing 25,5 cm x 55,5 cm dan terdapat garis-garis hitam
dan putih yang dicetak dengan latar belakang abu-abu. Kartu ini terbagi menjadi dua sisi
dengan lubang di bagian tengah yang mempunyai diameter 4mm dan garis-garis tersebut
hanya terdapat pada satu sisi kartu saja. Gerakan mata ke arah sisi dengan garis
menunjukkan bahwa anak mampu melihat garis-garis tersebut. Lebar garis menurun
secara berturut-turut. Semakin tipis garis yang bisa terlihat maka semakin baik tajam
penglihatan anak. Pemeriksaan ini dilakukan secara monokular dengan menutup salah
satu mata dan secara binocular. (Pada pemeriksaan visus dengan teller acuity test, jarak
pemeriksaan ditentukan berdasarkan usia anak. Pada bayi usia 0-6 bulan pemeriksaan
dilakukan pada jarak 38 cm, pada anak usia 7 bulan hingga 3 tahun pemeriksaan
dilakukan pada jarak 55 cm

7. Visual Evoked Potential (VEP)

Tes Visual Evoked Potential (VEP) merupakan pemeriksaan kualitatif dari pemeriksaan
tajam penglihatan. Tes ini digunakan untuk melihat ada atau tidaknya kebutaan kortek.
Alat ini berupa elektroensefalogram (EEG) yang diambil dari lobus oksipital. Elektroda
primer ditempelkan di atas lobus oksipital. VER ditentukan dengan menstimulasi mata
dengan cahaya terang, dengan mengunakan suatu alat perekam aktivitas listrik otak lewat
stimulasi cahaya pada retina. Pemeriksaan ini lebih bermanfaat pada anak dengan
retardasi mental.
Sedangkan pemeriksaan tajam penglihatan pada anak usia verbal yaitu dengan
menggunakan optotype seperti Allen card, HOTV card, LEA symbol, E chart, dan
Snellen chart.

1. Allen Card

Allen Card berupa gambar yang sudah dikenal oleh anak-anak misalnya gambar mobil,
pohon natal, boneka beruang, telepon dan kue ulang tahun. Allen card digunakan pada
usia anak 2,5 tahun. Pemeriksaan dilakukan dengan jarak 3 meter

2. The Stycard Test (HOTV card)

Pada pemeriksaan ini digunakan satu set simbol dengan ukuran yang bertingkat, dan satu
set simbol yang masing-masing bertuliskan Huruf H,O,T,V sebagai interpretasi dengan
meminta anak menunjukan huruf yang sama dengan yang ditunjuk oleh pemeriksa.
HOTV card digunakan pada usia anak 30-54 bulan. Pemeriksaan dilakukan dengan jarak
3 meter.

3. LEA symbol

Lea symbol terdiri atas 4 buah gambar yaitu apel, rumah, lingkaran, dan persegi empat.
LEA symbol digunakan pada anak usia 3-3,5 tahun. Anak diminta untuk mengenal
masing-masing gambar kemudian anak menunjukkan gambar yang ada. Nilai berapa
visus anak sesuai dengan angka yang berada di samping LEA symbol.

4. E chart

Pemeriksaan dengan metode ini hampir sama dengan pemeriksaan kartu snellen, bedanya
pemeriksan ini hanya menggunakan satu huruf “E” dengan berbagai ukuran dan posisi.
Tanyakan kepada anak kemana arah dari kaki Huruf ‘E’ apakah ke bawah, ke atas, ke kiri
atau ke kanan. E chart dapat digunakan pada usia di atas 4 tahun.

Diagnosa Keperawatan
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

Anda mungkin juga menyukai