Anda di halaman 1dari 4

KELAINAN REFRAKSI MATA PADA ANAK SEKOLAH DASAR

Pendahuluan

Mata adalah jendela jiwa seseorang. Mata memiliki peran penting dan terutama sebagai
indra penglihatan. Selain itu mata juga dapat menjadi sebuah identitas bagi seseorang.
Mata yang terlihat sehat dan normal belum tentu mempunyai fungsi yang normal pula
bagi pemiliknya. Banyak kelainan pada penglihatan yang hanya dirasakan oleh pemilik
mata namun tidak tampak oleh orang lain

Kelainan penglihatan ini biasa disebut dengan kelainan refraksi. Kelainan refraksi
merupakan kelainan mata yang terbanyak yang terjadi di masyarakat.
Kelainan refraksi adalah kondisi dimana cahaya yang masuk ke dalam mata tidak dapat
difokuskan dengan jelas. Hal ini membuat bayangan benda terlihat buram atau tidak
tajam. Penyebabnya bisa karena panjang mata terlalu panjang atau bahkan terlalu
pendek, perubahan bentuk kornea dan penuaan lensa mata.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan sebanyak 253 juta orang di seluruh
dunia mengalami gangguan penglihatan, 36 juta mengalami kebutaan dan 217 juta
mengalami gangguan penglihatan sedang hingga berat. Angka ini menunjukkan
tingginya kejadian kelainan refraksi di sekitar kita.

Anak-anak utamanya yang berusia sekolah rentan mengalami kelainan refraksi ini. Hal
ini terjadi umumnya karena kebiasaan salah yang sering diterapkan secara alamiah
misalnya membaca sambil berbaring, atau menulis sambil tengkurap, dan semuanya
dilakukan dalam kondisi pencahayaan yang kurang. Hal-hal tersebut seringkali menjadi
penyebab terjadinya kelainan refraksi dini pada anak.

Tujuan dari paper ini adalah untuk mengetahui kelainan refraksi mata yang banyak
terjadi pada anak-anak, utamanya anak sekolah dasar dan mengetahui penyebabnya.

Pembahasan

Kelainan refraksi atau biasa di istilahkan dengan ametropia merupakan gangguan mata
yang sering terjadi pada seseorang. Gangguan ini terjadi ketika mata tidak dapat
melihat/ fokus dengan jelas pada suatu area terbuka sehingga pandangan menjadi
kabur dan untuk kasus yang parah, gangguan ini dapat menjadikan visual impairment
(melemahnya penglihatan). Kelainan refraksi biasanya dapat diakibatkan adanya
kelainan axial length atau daya refraksi mata.

Kelainan refraksi yang umum terjadi antara lain myopia (rabun jauh), hipermetropia
(rabun dekat), dan astigmatisme. Selain itu, gangguan presbiopia kadang juga
dimasukkan ke dalam golongan kelainan refraksi.

Kelainan refraksi pada anak dapat dilihat tergantung dari usia serta aktivitas yang
dilakukannya. Pada anak, gangguan refraksi lebih sering terjadi pada masa-masa
pertumbuhan dimana aktivitas semakin meningkat bertepatan dengan aktivitas kerja
mata yang terus bertambah melalui aktivitas penglihatan jarak dekat yang umumnya
dilakukan oleh anak-anak jaman sekarang.

Kelainan refraksi yang tidak terkoreksi menjadi salah satu penyebab tersering bagi
gangguan penglihatan. Jika seorang anak mengalami kelainan refraksi dan tidak dapat
dikoreksi, maka akan muncul beberapa gangguan yang dialami, seperti sulit konsentrasi
atau melakukan aktivitas yang dapat mempengaruhi pembelajaran anak.

Hampir seluruh penelitian melaporkan bahwa anak usia sekolah dasar mengalami
gangguan refraksi. Penurunanan tingkat ketajam refraksi biasanya tidak disadari oleh
siswa karena pemahaman siswa terhadap kondisi yang terjadi masih belum maksimal.
Bahkan, orang-orang di sekitarnya dan di sekolah pun tidak menyadari dan memahami
kondisi yang terjadi pada siswa tersebut. Penurunan refraksi ringan jika dibiarkan akan
berakibat pada kerusakan mata yang akan semakin parah.

Kelainan refraksi juga dapat ditemukan pada berbagai golongan usia anak. Studi
internasional menunjukkan bahwa 25% anak usia sekolah memiliki suatu bentuk
defisiensi penglihatan. Menurut teori, kelainan refraksi pada usia anak lebih banyak
terjadi pada usia 9-12 tahun hingga dewasa muda. Yang sangat memprihatinkan ialah
80% informasi anak selama 12 tahun pertama didapatkan melalui penglihatan.

Jika dilihat berdasarkan jenis kelamin, kelainan refraksi pada anak perempuan biasanya
lebih besar daripada anak laki-laki, dengan perbandingan 1,4 : 1. Hal ini disebabkan
karena anak perempuan dikaitkan dengan aktivitas melihat dekat sangat tinggi
dibandingkan anak laki-laki yang kegiatannya banyak di luar rumah.

Pada miopia (rabun jauh), anak yang mengalami gangguan refraksi cenderung melihat
dengan posisi mata yang lebih dekat ke obyek, dan mungkin tidak tertarik pada
aktivitas yang berjarak jauh. Gejala utamanya ialah sulit melihat jarak objek yang jauh,
dan anak biasanya terbantu dengan menyipitkan kedua mata untuk dapat melihat
dengan jelas pada objek jauh. Miopia dapat diketahui dengan pemeriksaan mata
standar, yakni menggunakan Snellen Chart, auto-refractometer, dan pemeriksaan visus
menggunakan lensa trial.

Hipermetropia (rabun dekat) dengan gejala utama anak sulit melihat objek yang dekat
sehingga anak harus menjauhkan objek tersebut agar jelas terlihat. Sekitar 80% anak
berusia 2-6 tahun mengalami hipermetropia, dan pada usia >20 tahun hipermetropia
akan menetap statis. Pemeriksaan yang dilakukan sama halnya dengan pemeriksaan
mata pada miopia.

Astigmatisma (mata silindris) merupakan kondisi dimana bervariasinya daya refraksi


kornea atau lensa karena kelainan bentuk permukaannya sehingga sinar jatuh pada dua
titik di depan retina. Keadaan ini menyebabkan penderita harus menjulingkan mata
sehingga efek lubang jarum dapat terlihat.

Selain kelainan tersebut diatas terdapat juga komplikasi dari kelainan refraksi yang
tidak dikoreksi diantaranya adalah ambliopia (mata malas) dan juling. Ambliopia yang
disebabkan oleh kelainan refraksi dapat terjadi apabila penglihatan kedua mata tidak
jelas atau salah satu mata mempunyai penglihatan yang lebih jelas sehingga mata
tersebut menjadi mata dominan dan mata satunya menjadi "malas". Kondisi yang kedua
lebih mudah untuk terlewatkan karena anak melihat dengan kedua mata terbuka
sehingga dia tidak merasa penglihatannya buram.

Adapun juling atau dalam istilah medis disebut strabismus terjadi akibat adanya
gangguan koordinasi pada otot penggerak bola mata. Mata juling ini juga dapat terjadi
karena gangguan refraksi seperti miop atau hipermetrop maupun astigmat.

Berdasarkan pergeseran arah mata, juling dibagi menjadi :

 Esotropia, yaitu mata juling yang bergeser ke arah dalam


 Eksotropia, yaitu mata juling yang bergeser ke arah luar
 Hipetropia, yaitu mata juling yang bergeser ke atas dan
 Hipotropia, yaitu mata juling yang bergeser ke bawah.

Sebuah penelitian skrining mata anak-anak SD di sebuah kecamatan di Yogyakarta pada


tahun 2016 menemukan persentase hasil siswa yang mengalami kelainan refraksi yang
masih dibawah rata-rata provinsi, namun didapati pada sebagian besar siswa terdapat
gejala klinis yang mengarah pada kelainan refraksi. Skrining tersebut dilakukan untuk
pendeteksian dini kelainan refraksi pada siswa SD.

Angka kemunduran ketajaman penglihatan yang tinggi menunjukkan bahwa perhatian


masyarakat terhadap status ketajaman penglihatan pada anak masih kurang. Hal lain
yang mengakibatkan tingginya prevalensi kemunduran penglihatan ialah kurangnya
inisiatif seorang anak untuk mengeluhkan masalah penglihatan yang dialaminya kepada
orang di sekitarnya.

Terapi dari kelainan refraksi diantaranya adalah kacamata, lensa kontak dan tindakan
pembedahan. Namun pada anak, kacamata adalah pilihan yang terbaik. Terapi kelainan
refraksi tergantung pada usia anak, beratnya kelainan refraksi, gejala dan tanda yang
sudah timbul. Apabila kelainan refraksi minimal, penglihatan masih baik dan tidak ada
gejala yang dirasakan oleh anak, maka kacamata masih dapat ditunda. Dilain pihak,
apabila dengan kacamata penglihatan tetap tidak maksimal, diperlukan terapi khusus.

Kapankah anak sebaiknya dilakukan pemeriksaan mata? Apabila kondisi anak sejak
lahir adalah normal tanpa kelainan apapun, anak sebaiknya diperiksakan pada saat usia
4 tahun. Pada usia tersebut mereka sudah lebih kooperatif dan dapat diperiksa tajam
penglihatannya secara akurat. Namun apabila terdapat riwayat dan atau sudah ada
tanda maupun gejala sebelum usia 4 tahun maka disarankan untuk diperiksa matanya
segera.

Kelainan refraksi sendiri bukanlah merupakan suatu penyakit dan kacamata adalah alat
bantu penglihatan karena fungsi utama dari kacamata adalah untuk memfokuskan
bayangan tepat jatuh di retina sehingga memberikan penglihatan yang jelas.

Berdasarkan hal tersebut, perhatian orang sekitar sangat berperan penting terhadap
kesehatan mata anak. Oleh karena itu perhatian perlu lebih ditingkatkan agar
penurunan ketajaman penglihatan pada anak dapat dideteksi secara dini.
Penutup

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kelainan refraksi mata pada anak
utamanya anak Sekolah Dasar biasanya diawali dari aktifitas keseharian anak yang
kurang sesuai dengan kaidah kesehatan diantaranya aktifitas melihat terlalu dekat
seperti seperti membaca buku, melihat layar komputer, bermain videogame, dan
menonton televisi.

Ini merupakan sesuatu yang wajar karena mereka masih belum mempunyai
pengetahuan mengenai hal tersebut, oleh karenanya orangtua sebagai pendamping
mereka sehari-hari mempunyai peran yang besar dalam membimbing anak-anaknya
untuk melakukan aktifitas-aktifitas tersebut secara benar.
Dengan kata lain aktifitas anak tersebut memerlukan perhatian khusus dari orangtua,
karena anak cenderung tidak mengeluhkan sesuatu yang tidak terjadi secara signifikan.

Daftar Pustaka

Lukman Fauzi, Linda Anggorowati, C. Heriana (2016). Skrining Kelainan Refraksi Mata
pada Siswa Sekolah Dasar Menurut Tanda dan Gejala. Journal of Health Education, 78-
84.

Bella A. Saiyang, Laya M. Rares, Wenny P. Supit (2021). Kelainan Refraksi Mata pada
Anak. Medical Scope Journal, 59-65

p2ptm.kemkes.go.id/infographic-p2ptm/gangguan-indera-fungsional/apa-itu-kelainan-
refraksi

klinikmatanusantara.com/id/ketahui-lebih-lanjut/info-kesehatan-mata-dari-kmn-
eyecare/artikel/kelainan-refraksi-pada-anak

alodokter.com/mata-juling

Anda mungkin juga menyukai