Anda di halaman 1dari 21

Low vison adalah daya tajam penglihatan yang sangat rendah, lebih rendah dari 1/300 daya tajam

penglihatan normal.
Suatu kondisi dimana terjadi kerusakan pada fungsi penglihatan, dengan tajam penglihatan <6/18 atau luas lapangan pandang
<10 derajat dari titik fiksasi, namun masih potensial melakukan kegiatan-kegiatan tertentu

“Artinya dia cuma bisa melihat hand movement,” jelas dr. Rini Mahendrastari Singgih, spesialis mata anak dari RS Siloam
Gleneagles, Lippo Karawaci, Tangerang, Banten.

Definisi WHO menyebutkan, jika kacamata biasa atau lensa kontak tidak dapat mengembalikan ketajaman penglihatan
seseorang ke keadaan normal, berarti ada kerusakan pada sistem penglihatannya, orang tersebut dikatakan menderita low
vision. Tajam penglihatannya setelah koreksi refraktif >3/60 – <3/10 dan lapang penglihatannya < 10o. Jelaslah low vision
berbeda dengan buta. Penderitanya cuma kehilangan sebagian penglihatannya dan masih memiliki penglihatan sisa yang
dapat ditingkatkan bila difungsikan dengan benar.

Berdasarkan perkiraan WHO kasus low vision itu angkanya 3 – 4 kali lebih besar dari angka kebutaan. Di Indonesia
diperkirakan jumlah anak usia 0 – 15 tahun berjumlah 70 juta orang. Prevalensi kebutaan pada anak-anak adalah 0,9/1000
anak, jadi diperkirakan jumlah anak dengan low vision adalah 210.000 orang.
Penyebab utama low vision adalah :

 Lensa : 0,36 %
 Saraf mata : 0,09 %
 Kelainan refraksi : 0,14 %
 Retina : 0,18 %
 Kornea : 0,11 %
 Lain-lain : 0,12 %

Anak-anak dengan low vision adalah kelompok yang perlu mendapat perhatian dan perlu dilakukan intervensi agar tidak
berlanjut dan tidak menjadi penderita tunanetra.

Berkaitan dengan low vision mata kurang awas maka idetifikasi dan penemuan kasus termasuk skrining pada anak sekolah
merupakan upaya yang dapat dilakukan pada tingkat pelayanan dasar. Selanjutnya pada tingkat sekunder dan tertier koreksi
kelainan yang refraksi yang dirujuk dari tingkat primer perlu diantisipasi dengan penyediaan kaca mata yang terjangkau.

Bila terlambat ditangani, anak penderita low vision akan kehilangan penglihatannya. Sebaliknya, bila segera ditangani, yang
berpotensi menjadi penderita bisa selamat. Yang sudah menjadi penderita pun, sisa-sisa daya tajam penglihatannya bisa
dipertahankan.

Hati-hati menangani bayi prematur. Itulah nasihat yang harus diingat ketika anak kita lahir prematur. Ia sepatutnya
mendapatkan penanganan oleh suatu tim dokter. Bukan cuma dokter anak, tetapi juga dokter paru-paru dan dokter mata,
misalnya. Berkaitan dengan mata, tanpa penanganan komprehensif, bayi yang lahir lebih dini bisa saja akan menjadi penderita
low vision.

Dalam kasus macam ini, untuk bisa bertahan hidup bayi perlu mendapat bantuan oksigen. Celakanya pada saat bersamaan,
mata anak belum siap menerima oksigen terlalu banyak. Bila tiba-tiba “digerojok” oksigen berlebihan, retinanya justru tidak bisa
tumbuh lagi (retinopati prematuritas), sehingga bagian penting dari organ penglihatan tersebut menggulung. Itulah salah satu
sebab terjadinya low vision pada anak yang dikemukakan dr. Rini.

Selama ini low vision masih belum menjadi perhatian orang tua. Padahal, gangguan penglihatan ini bisa menyulitkan anak
pada masa mendatang bila tidak dicegah atau ditangani secara dini. Jumlah penderitanya pun tidak diketahui dengan pasti.
Namun, dari sekitar 1.200 pasien yang ditangani dr. Rini setiap bulan di RS Siloam Gleneagles, ada sekitar 25 di antaranya
menderita low vision.

Jelas, ini belum merupakan potret menyeluruh, karena pasien rumah sakit tersebut hanya mewakili lapisan masyarakat
tertentu. “Kalau dimasukkan dari kalangan menengah ke bawah, mungkin dalam setiap 1.000 anak ada 100 anak yang
menderita low vision. Kebanyakan disebabkan oleh malnutrisi,” ungkap dr. Rini. Sementara, hasil penelitian di Jakarta Selatan
menunjukkan bahwa 50% siswa Sekolah Luar Biasa-A ternyata menderita low vision. Untung fungsi penglihatan sebagian
besar dari mereka masih dapat ditingkatkan dengan alat bantu penglihatan.

Lebih celaka lagi, di Indonesia saat ini cuma RS Siloam Gleneagles yang melakukan pelatihan untuk pasien low vision. “Jadi,
bagaimana kita bisa menjangkau pasien di Sorong atau Palangkaraya misalnya?” Yayasan yang membantu anak penderita
low vision pun cuma satu-dua. Salah satunya adalah The Inverso Baglivo Foundation (The I.B. Foundation).
Menurut The I.B. Foundation, semakin tinggi usianya, ciri-ciri anak yang menderita low vision akan semakin nyata. Misalnya,
setiap membaca atau menulis, jarak mata terlalu dekat, hanya dapat membaca huruf ukuran besar, di tengah matanya terlihat
putih (katarak) atau kornea (bagian bening di depan mata) terlihat berkabut, mata tidak terlihat menatap lurus ke depan, sering
memicingkan atau mengerutkan kening terutama di cahaya terang atau saat mencoba melihat sesuatu. Selain itu, ia mengeluh
lebih jelas melihat sesuatu siang hari dibandingkan malam hari.

Kita juga pantas curiga bila ia acapkali mendorong bola mata dengan jari atau buku jari untuk melihat sesuatu serta sering
mengeluh pusing dan mual begitu selesai mengerjakan sesuatu dari jarak dekat. Tanda lainnya, ia pernah mengalami operasi
mata dan memakai kacamata sangat tebal, tetapi masih tidak dapat melihat dengan jelas.

Selain penanganan bayi prematur yang tidak komprehensif di atas, banyak faktor lain yang bisa menyebabkan seorang anak
menjadi penderita low vision. Dr. Rini menyebutkan faktor pertama adalah kerusakan jaringan mata. “Yang paling sedih bila
retinanya yang rusak.” Penentu terbesar kedua, gangguan jaringan otak, tempat gambar “dicetak”.

Faktor genetik pun bisa menyebabkan seorang anak menderita low vision. Retinitis pigmentosa (hilangnya respons retina
secara progresif, atrofi retina, melemahnya pembuluh-pembuluh retina, dan gumpalan pigmen, dengan penyempitan lapang
pandang) misalnya, bisa pula menyebabkan seorang anak yang tadinya berpenglihatan normal menjadi penderita low vision.
Kongenital glaukoma (glaukoma sejak lahir) juga bisa menjadi penyebab low vision.

Selain itu, penyakit diabetes yang tidak terkontrol dengan baik, juga bisa menggiring seorang anak menjadi penderita low
vision. “Yang lebih mengenaskan adalah penderita dengan faktor demikian,” ujar dokter yang juga aktif di The I.B. Foundation
ini.

Khusus pada kalangan bawah, low vision banyak terjadi akibat malnutrisi. Karena kurangnya makanan bergizi pada saat anak
dalam kandungan atau saat sudah dilahirkan, kornea mata si anak menjadi kering sehingga penglihatannya pun terganggu.
Jangan dilupakan pula infeksi TORCH (kuman Toxoplasma, Rubella, Cyto Megalo Virus, Herpes) pada ibu hamil, yang juga
membuka peluang terjadinya low vision pada anak yang dikandungnya.

Dibandingkan dengan low vision yang disebabkan oleh berbagai faktor tadi, low vision akibat malnutrisi masih memiliki peluang
sembuh. “Kalau belum terlalu jauh, dia bisa ditolong. Dia (bisa) tidak lagi menjadi penderita low vision tapi tetap dengan
penglihatan terbatas…. Dia bisa kita bantu dengan alat bantu penglihatan seperti kacamata,” tutur dr. Rini.

Tak hanya itu, penderita low vision akibat kerusakan jaringan otak pun masih punya harapan. “Kalau kelainan otaknya masih
bisa diperbaiki secara medik, penderita low vision juga masih bisa ditolong.”

Low vision akibat katarak bawaan, dengan ciri-ciri tampak bintik putih pada bola mata yang menyebabkan lensa mata menjadi
keruh, dapat ditanggulangi dengan jalan operasi disertai pemasangan lensa mata buatan. Namun kerusakan retina (retinitis
pigmentosa) yang menyebabkan hilangnya penglihatan tepi secara terus menerus dan glaukoma (kerusakan saraf penglihatan
akibat perubahan tekanan dalam bola mata) termasuk kelainan yang cukup sulit diobati. “Namun bila datang (ke dokter) tidak
terlambat masih bisa tertolong,” kata dr. Rini. Pengobatan glaukoma bisa dengan melakukan bedah mikro untuk membuat
lubang agar tekanan bola mata menurun.

Tentunya tingkat keberhasilan penanganan low vision sangat tergantung faktor penyebabnya dan kapan awal suatu treatment
diberikan. “Makin dini makin baik,” tegas dr. Rini. Persentase perbaikan yang bisa dicapai juga tergantung kedinian tadi.

Treatment yang diberikan bila low vision akibat malnutrisi tentu dengan terapi nutrisi dan latihan melihat. Pada low vision bukan
karena malnutrisi, terapi nutrisi tidak dijadikan fokus perhatian. Namun, apa pun penyebabnya, penderita low vision akan
mendapat latihan melihat.

“Untuk melihat kembali, mata tidak sekadar diberi kacamata, tapi dia harus tahu apa sih melihat itu. Latihan itu bisa pasif, bisa
pula aktif. Latihan pasif menggunakan tetes mata yang bekerja membangunkan daya tajam penglihatan. Misalnya, salah satu
mata terlalu pintar melihat dan yang lainnya bodoh, mata yang pintar diberi tetes mata yang bisa menghambat kepintarannya,
sehingga mata yang bodoh bisa berkembang menjadi lebih pintar.”

Latihan aktif, menggunakan alat yang bisa memicu pusat-pusat (saraf) mata dengan baik bila semua organ matanya bekerja
dengan baik. Alat tersebut juga ada tingkatannya, dari grade I, II, III, sampai pada tingkat anak itu total dapat menjangkau
tajam penglihatan atau akhir dari suatu proses belajar. Proses belajar melihat diawali dari cuma bisa melihat bayangan
(masing-masing mata sendiri hingga kedua mata bisa berkoordinasi), melihat pada jarak tertentu, melihat tata ruang
penglihatan (tiga dimensi).

Bila organ matanya yang terserang, misalnya oleh TORCH, dan hanya punya sedikit zona mata yang bisa dipakai, diperlukan
alat bantu khusus. Misalnya, teleskop, kaca mata kaca pembesar dengan pencahayaan. “Hanya saja, alat-alat ini sangat
terbatas penggunaannya. Misalnya, kaca pembesar, tidak bisa digunakan untuk jalan karena lapang pandangnya kecil.”
Dalam perkembangan anak, proses belajar melihat, yang terpenting pada usia 0 – 2 tahun, di mana mata anak harus
sempurna, terang, semua cahaya diterima oleh retina lalu dijabarkan dan direspons kembali oleh otak, terbaca apa yang
dilihat. “Kalau ini terhambat, cahaya yang ditangkap remang-remang, bagaimana retina bisa tumbuh. Bagaimana otak
merespons, mengetahui saja tidak.”

Untuk mengetahui daya penglihatan seorang anak dan mencegah low vision menjadi parah, bayi yang baru berusia tiga hari
dianjurkan sudah mulai diperiksa matanya. Apalagi, kalau salah satu orang tuanya sejak muda merupakan pengguna alat
bantu penglihatan, kacamata misalnya. Juga bila saat dalam kandungan ibunya terkena masalah, misalnya minum obat, sakit,
muntah-muntah, bobot badan ibunya tidak meningkat banyak atau malah kebanyakan, lahir terlalu cepat atau terlalu lambat.

Bila anak dilahirkan prematur, perawatan menjadi faktor penting. “Sekarang kita harus pilih, apakah kita ingin bayi itu hidup tapi
penglihatannya terganggu, atau memilih win-win solution. Kalau pilihan kedua yang diambil, perlu adanya suatu tim dokter,
misalnya terdiri atas dokter anak, dokter paru-paru, dokter mata. Orang tua pun juga harus dilibatkan,” tegas dr. Rini.
Kita pun, terutama seorang ibu, bisa melakukannya pemeriksaan mata anak secara sederhana. Kalau bola matanya saja
terlihat tidak normal, itu harus segera dicurigai dari sejak lahir. Paling mudah dengan menggunakan senter.

“Begitu disenter, anak harus mengejap. Kalau mengejap berarti OK. Seminggu kemudian kita senter lagi. Mata coba dibuka,
ada bayangan aneh tidak. Bila ada katarak, di mata akan terlihat bintik kecil putih di mata. Kalau itu terlihat, cepat periksakan.
Bintik itu bisa juga pertanda adanya kanker, retino blastoma.”

Mata anak yang selalu berair juga perlu segera mendapatkan pertolongan. Paling tidak mendapatkan nasihat dari dokter.
“Mereka yang datang dini itu yang terpenting mendapat nasihat. Anak itu harus segera diketahui kondisi matanya. Kami yang
mengukur,” jelas dr. Rini. Menurut dia, 80% bayi ukurannya adalah antara +2 dan +4. Bila saat bayi matanya terlihat sudah
mau minus, dinasihatkan agar bayi tidak tidur di ruangan terlalu terang, supaya tidak distimulasi menjadi lebih minus.
Sebaliknya bila plus-nya 8, anak ini pasti akan juling. “Jangan diberi mainan yang digantung di dekat hidung. Jadi yang
terpenting nasihatnya. Itu tugas seorang dokter.”

Pemeriksaan itu tidak harus dilakukan dokter mata anak. Dokter mata pada umumnya pun bisa melakukannya. “Tinggal mau
enggaknya saja.” Bahkan, dokter di Puskesmas pun bisa. Sementara, pemeriksaan mata penderita low vision harus pula
dilakukan secara teratur. “Sebab, low vision bisa stabil, bisa pula tiba-tiba menjadi buta sama sekali. Hilanglah apa yang ia
punyai. Jadi me-maintain apa yang ia punya sangat diperlukan. Disarankan pemeriksaan itu 3 – 5 bulan sekali, tergantung
jenis low vision-nya.”

Bila ada faktor genetik dalam hal gangguan penglihatan, orang tua tak perlu panik dengan memberikan “terapi nutrisi”,
misalnya dengan memberi wortel, secara berlebihan. “Salah bila mempunyai anggapan bahwa hanya wortel yang dapat
menunjang kesehatan mata,” kata dr. Rini. “Sayuran dan buah-buahan lain pun sama baiknya. Malah kalau anak terlalu
banyak makan wortel bisa mengganggu organ lain, misalnya hati.”

Penderita low vision pun masih bisa sekolah di sekolah biasa, asal derajat low vision-nya tidak terlalu berat. “Ini memerlukan
kerjasama dengan guru. Misalnya, anak yang menderila low vision ditempatkan lebih depan. Dia diberi fotokopi atau pelatihan
di bangku, bukan lihat papan tulis.

” Tapi ini semua memerlukan dukungan sistem yang memadai. Perlu kerjasama yang baik antara orang tua, guru (sistem
pendidikan di sekolah), dan dokter mata.” jelasnya.

Glaukoma adalah jenis gangguan penglihatan yang ditandai dengan terjadinya kerusakan pada saraf optik yang
biasanya diakibatkan oleh adanya tekanan di dalam mata. Gejala-gejala glaukoma dapat berupa:
 Nyeri pada mata

 Sakit kepala
 Melihat bayangan lingkaran di sekeliling cahaya

 Mata memerah

 Mual atau muntah


 Mata berkabut (khususnya pada bayi)

 Penglihatan yang makin menyempit hingga pada akhirnya tidak dapat melihat obyek sama sekali
Menurut Badan Kesehatan Dunia atau WHO, glaukoma merupakan penyebab kebutaan kedua terbesar di seluruh dunia
setelah katarak. Di Indonesia sendiri, berdasarkan data yang didapat oleh Kementrian Kesehatan (kemenkes), prevalensi
penderita glaukoma pada tahun 2007 mencapai 4,6 per 1000 penduduk.

Penyebab glaukoma
Penyebab glaukoma adalah meningkatnya tekanan di dalam mata (tekanan intraokular), baik akibat produksi cairan mata
yang berlebihan, maupun akibat terhalangnya saluran pembuangan cairan tersebut. Tekanan ini dapat merusak serabut saraf
retina atau jaringan saraf yang melapisi bagian belakang mata dan saraf optik yang menghubungkan mata ke otak juga.
Hingga kini, belum jelas kenapa produksi cairan mata bisa berlebihan atau kenapa saluran pembuangannya bisa tersumbat.

Jenis glaukoma
Dua jenis glaukoma yang paling umum adalah glaukoma sudut tertutup dan glaukoma sudut terbuka.

Kasus glaukoma sudut tertutup lebih banyak ditemukan di negara-negara asia. Pada kondisi ini, tekanan yang terjadi di
dalam mata disebabkan oleh drainase yang buruk akibat kanal pembuangan terblokir oleh sempitnya sudut antara kornea dan
iris.

Sedangkan pada kasus glaukoma sudut terbuka, struktur mata tampak normal namun ada masalah di dalam saluran mata
yang disebut trabecular meshwork. Masalah ini menyebabkan cairan mata tidak bisa mengalir dengan baik.
Selain dua jenis glaukoma di atas, ada lagi jenis glaukoma lainnya yaitu glaukoma sekunder dan glaukoma kongenital.
Glaukoma sekunder disebabkan oleh peradangan pada lapisan tengah mata (uveitis) atau cedera pada mata. Sedangkan
glaukoma kongenital disebabkan oleh kelainan pada mata (kondisi bawaan). Glaukoma kongenital diidap oleh anak-anak.
Diagnosis glaukoma
Karena glaukoma menyebabkan saraf optik terganggu, maka diagnosis akan difokuskan pada hal tersebut. Dokter mata akan
memeriksa daya penglihatan pasien melalui pupil yang melebar (dilatasi). Sebuah prosedur untuk memeriksa tekanan mata
juga akan dilakukan. Prosedur ini disebut tonometri. Dokter juga akan melakukan tes lapang pandang untuk memeriksa
apakah penglihatan tepi pasien telah berkurang.

Pengobatan glaukoma
Sangat penting untuk segera memeriksakan diri ke dokter jika Anda mengalami penurunan daya lihat yang mungkin saja
disebabkan oleh glaukoma. Kerusakan mata yang ditimbulkan oleh glaukoma tidak dapat diobati atau diperbaiki kembali.
Namun tujuan pengobatan kondisi ini adalah untuk mengurangi tekanan intraokular pada mata dan mencegah meluasnya
kerusakan pada mata. Secara umum, glaukoma bisa ditangani dengan obat tetes mata, obat-obatan yang diminum, terapi
laser, serta operasi.
Gejala glaukoma bisa terjadi secara cepat (akut) atau bisa juga secara perlahan-lahan (kronis).

Pada kasus glaukoma sudut tertutup, sering kali gejala berkembang dengan cepat atau akut. Orang yang terkena kondisi ini
akan mengalami gejala nyeri dan merah pada mata, penglihatan menjadi buram, sakit kepala, mual dan muntah, seperti
melihat lingkaran cahaya di sekitar lampu. Gejala glaukoma sudut tertutup akut bisa muncul-hilang selama satu atau dua
jam. Meskipun tidak konstan, namun kondisi mata makin rusak tiap kali gejala muncul.

Berbeda dengan glaukoma sudut tertutup, gejala pada kasus-kasus glaukoma sudut terbuka sering kali berkembang secara
perlahan-lahan atau kronis. Penderita kondisi ini hampir tidak menyadari kerusakan yang terjadi pada mata mereka. Ciri-ciri
utama glaukoma sudut terbuka kronis adalah menurunnya penglihatan tepi pada kedua mata secara perlahan-lahan, sebelum
akhirnya menjadi sangat sempit atau tunnel vision.

Kasus glaukoma yang jarang terjadi


Dua jenis glaukoma yang lainnya adalah glaukoma sekunder dan kongenital. Pada kasus glaukoma sekunder, gejala
glaukoma akan disertai oleh gejala dari kondisi yang mendasari. Contohnya adalah glaukoma yang disebabkan oleh uveitis.
Disamping penglihatan menjadi buram atau seperti melihat lingkaran cahaya di sekitar lampu, penderita juga akan
merasakan nyeri pada mata dan kepalanya yang juga merupakan gejala dari uveitis.

Sedangkan pada kasus glaukoma kongenital atau bawaan, gejala yang bisa muncul pada anak-anak di antaranya:

 Mata tampak berair dan berkabut

 Mata menjadi sensitif terhadap cahaya

 Mata terlihat membesar (akibat tekanan yang terjadi di dalam mata)

 Mata terlihat juling

Segera bawa anak Anda ke dokter untuk dilakukan pemeriksaan jika mereka memiliki tanda-tanda glaukoma kongenital.

Glaukoma terjadi ketika tekanan di dalam mata meningkat akibat cairan mata tidak bisa mengalir dengan baik. Tekanan
yang meningkat inilah yang kemudian merusak jaringan saraf pelapis bagian belakang mata yang peka terhadap cahaya
(serabut saraf retina) dan saraf yang mengubungkan mata dengan otak (saraf optik).

Cairan mata atau (aqueous humour) merupakan zat penting yang terdapat di dalam mata kita. Tiap hari zat ini diproduksi
dan dialirkan secara konstan dari mata ke aliran darah melalui saluran drainase yang disebut trabecular meshwork. Aqueous
humour juga menghasilkan tekanan guna menjaga bentuk mata kita. Pada mata orang sehat, aqueous humour mengalir
dengan lancar dan tekanan tetap berada pada batas yang aman. Sebaliknya, pada penderita glaukoma, aliran aqueous
humour terganggu dan tekanan di dalam mata meningkat.
Salah satu penyebab terhambatnya aliran aqueous humour adalah trabecular meshworkyang terblokir. Hingga kini, faktor
yang mendasari penyempitan saluran tersebut masih belum diketahui.
Berikut ini sejumlah faktor yang diduga bisa meningkatkan risiko seseorang terkena glaukoma, di antaranya:

 Berusia di atas 60 tahun.

 Pernah mengalami cedera pada mata atau menjalani operasi mata.

 Pernah terdiagnosis mengalami tekanan mata tinggi atau hipertensi okular.

 Menderita penyakit mata yang lain (misalnya rabun jauh).


 Memiliki anggota keluarga yang juga menderita glaukoma.

 Menggunakan obat kortikosteroid, terutama tetes mata, pada jangka waktu lama.

 Menderita penyakit anemia sel sabit, diabetes, hipertensi, atau penyakit jantung.
 Mengalami defisiensi estrogen di usia dini (pada wanita).

Dalam mendiagnosis glaukoma, selain menanyakan gejala yang pasien rasakan, dokter mata juga akan membutuhkan
keterangan mengenai riwayat kesehatan mereka. Dan untuk menguatkan diagnosis, dokter akan melakukan sejumlah tes, di
antaranya:

 Tes tonometry, yaitu pemeriksaan untuk mengukur tekanan di dalam mata. Sebelum tes ini dilakukan, mata pasien akan
ditetesi obat bius . Tes tonometry dilakukan dengan bantuan sebuah alat yang dinamakan tonometer. Alat ini dilengkapi
dengan lampu biru di ujungnya. Dokter akan menempelkan tonometer pada mata untuk mengukur tekanan intraokular.
 Tes perimetri atau tes lapang pandang. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memeriksa semua area lapan pandang pasien,
termasuk lapang pandang perifer (samping). Saat tes perimetri dilakukan, pasien akan disuruh melihat rangkaian titik-titik
cahaya. Titik-titik cahaya ini sebagian akan terlihat di arealapang pandang periferal (sekitar sisi bola mata) apabila mata
pasien sehat. Sebaliknya, jika pasien mengalami glaukoma, titik cahaya tersebut tidak akan tampak dalam lapang pandang
periferal.
 Tes gonioscopy. Pemeriksaan ini bertujuan memeriksa sudut di antara iris dan kornea yang merupakan tempat saluran
pembuangan cairan mata. Dokter perlu mengetahui apakah sudut tersebut terbuka atau tertutup.
 Tes ophthalmoscopy,yaitu pemeriksaan untuk melihat gangguan di area belakang mata. Dalam pemeriksaan ini, mata
pasien akan ditetesi obat khusus sehingga pupil mereka membesar. Setelah itu dokter akan meneliti mata pasien dengan
sebuah alat. Pemeriksaan yang dilakukan dapat berupa pemeriksaan langsung, pemeriksaan tidak langsung, dan pemeriksaan
menggunakan slit-lamp.
 Tes pachymetry, yaitu pemeriksaan untuk mengukur ketebalan kornea.
Glaukoma harus didiagnosis dan diobati sedini mungkin. Jika kondisi ini diabaikan, maka penyakit ini akan terus
berkembang dan penderitanya bisa mengalami kebutaan permanen.

Kerusakan mata yang ditimbulkan oleh glaukoma memang tidak dapat diobati secara total (penglihatan tidak bisa
sepenuhnya normal kembali). Namun tujuan pengobatan kondisi ini adalah untuk mengurangi tekanan intraokular pada mata
dan mencegah meluasnya kerusakan pada mata.

Glaukoma bisa ditangani dengan obat tetes mata, obat-obatan yang diminum, pengobatan laser, atau prosedur operasi.

Obat tetes mata


Umumnya obat tetes mata sering menjadi bentuk penanganan pertama untuk glaukoma yang disarankan oleh dokter. Obat
tetes ini berguna melancarkan pembuangan cairan mata (aqueous humour) atau mengurangi produksinya.
Beberapa jenis obat tetes mata untuk glaukoma adalah:

 Alpha-adrenergic agonists. Obat ini berfungsi meningkatkan aliran aqueous humour dan mengurangi produksinya. Efek
samping yang mungkin saja terjadi setelah menggunakan alpha-adrenergic agonists adalah pembengkakan, gatal, dan merah
pada mata, badan terasa lelah, mulut kering, hipertensi, dan detak jantung tidak teratur. Beberapa contoh obat ini adalah
brimonidine dan apraclonidine.
 Beta-blockers. Obat ini bekerja dengan cara memperlambat produksi aqueous humour guna mengurangi tekanan intraokular
pada mata. Efek samping yang mungkin terjadi setelah mengonsumsi beta-blockers adalah mata terasa gatal, tersengat, atau
panas. Mata juga bisa menjadi kering. Beberapa contoh obat ini adalah timolol, levobunolol hydrochloride, dan betaxolol
hydrochloride..
 Prostaglandin analogue. Obat ini mampu memperlancar pengaliran aqueous humoursehingga tekanan di dalam mata
berkurang. Efek samping yang mungkin terjadi setelah mengonsumsi prostaglandin analogue adalah sakit, bengkak, dan
merah pada mata, mata menjadi sensitif terhadap cahaya, mata menjadi kering, menggelapnya warna mata, pembuluh darah
pada bagian putih mata menjadi bengkak, serta sakit kepala. Beberapa contoh obat ini adalah travoprost, bimatoprost,
latanoprost, dan tafluprost.
 Carbonic anhydrase inhibitors. Obat ini bekerja dengan cara mengurangi produksi aqueous humour sehingga tekanan di
dalam mata berkurang. Efek samping yang mungkin terjadi setelah mengonsumsi carbonic anhydrase inhibitors adalah iritasi
pada mata, mulut terasa pahit dan kering, serta mual. Beberapa contoh obat ini adalah dorzolamide dan brinzolamide.
 Cholinergic agents atau miotic. Obat ini bekerja dengan cara meningkatkan pengaliran aqueous humour. Efek samping
yang mungkin terjadi setelah mengonsumsi cholinergic agents atau miotic adalah penglihatan menjadi buram dan pupil
mengecil. Salah satu contoh obat ini adalah pilocarpine.
 Sympathomimetics. Obat ini mampu memperlancar pengaliran aqueous humour sekaligus mengurangi produksinya. Efek
samping yang mungkin terjadi setelah mengonsumsi sympathomimetics adalah nyeri dan merah pada mata. Salah satu
contoh obat ini adalah brimonidine tartrate.
Obat tetes mata tidak boleh digunakan secara sembarangan tanpa resep atau petunjuk penggunaannya dari dokter karena
dikhawatirkan bisa berbahaya. Contohnya adalah reaksi obat beta-blockers yang malah memperburuk kondisi orang yang
memiliki penyakit jantung dan asma.

Obat-obatan glaukoma yang diminum


Untuk melengkapi kinerja obat tetes atau jika obat tetes terbukti kurang efektif, dokter kemungkinan akan meresepkan obat
glaukoma yang diminum. Salah satu contohnya adalah carbonic anhydrase inhibitor. Efek samping yang mungkin terjadi
setelah mengonsumsi obat ini adalah:
 Sakit perut

 Jari tangan atau kaki kesemutan

 Sering buang air kecil

 Batu ginjal

 Depresi

Terapi laser
Pada kasus glaukoma sudut tertutup, terapi laser ditujukan untuk membuka penyumbatan aqueous humour. Sedangkan pada
kasus glaukoma sudut tertutup terapi laser ditujukan untuk memperlancar pengaliran cairan tersebut. Berdasarkan tekniknya,
terapi laser dibagi menjadi tiga, yaitu:
 Trabeculoplasty. Sumbatan di area trabecular meshwork dibuka menggunakan sinar laser.
 Iridotomy. Aliran aqueous humour diperlancar dengan cara membuat lubang kecil pada iris menggunakan sinar laser.
 Cyclodiode Laser Treatment. Produksi aqueous humour dibatasi dengan cara merusak sebagian kecil jaringan penghasil
aqueous humour.

Prosedur operasi
Berikut ini adalah jenis-jenis operasi glaukoma jika diurutkan berdasarkan penerapannya secara umum:

 Trabeculectomy. Ini merupakan jenis operasi glaukoma yang paling umum. Trabeculectomy bertujuan memperlancar
aliran aqueous humour dengan cara membuang sebagian dari trabecular meshwork.
 Aqueous shunt implant. Ini merupakan prosedur operasi yang bertujuan memperlancar aliran aqueous humour dengan cara
memasang sebuah alat kecil menyerupai selang pada mata.
 Viscocanalostomy. Melalui operasi ini dokter akan membuang sebagian lapisan luar berwarna putih yang menutupi bola
mata (sclera) untuk meningkatkan pembuangan aqueous humour.
 Sclerectomy dalam. Operasi ini dilakukan guna memperlebar trabecular meshworkmelalui pemasangan alat untuk
melebarkan trabecular meshwork.

Retinopati diabetik adalah salah satu bentuk komplikasi diabetes melitus, di mana kadar gula yang tinggi pada akhirnya
mengakibatkan kerusakan pada pembuluh darah retina mata, terutama di jaringan-jaringan yang sensitif terhadap cahaya.
Kondisi ini dapat diderita oleh siapapun yang menderita diabetes tipe 1 maupun 2, terutama mereka yang gula darahnya
tidak terkontrol dan telah menderita diabetes dalam jangka waktu yang lama.

Pada awalnya, retinopati diabetik seringkali hanya menunjukkan gejala ringan, atau bahkan tidak menimbulkan gejala sama
sekali. Namun apabila tidak ditangani, retinopati diabetik dapat menyebabkan kebutaan. Maka dari itu, penderita diabetes
melitus selalu disarankan untuk melakukan pemeriksaan mata rutin setidaknya satu kali dalam setahun meskipun tidak
merasakan keluhan apapun pada mata.

Penyebab Retinopati Diabetik


Retina adalah sebuah lapisan di mata bagian belakang yang sensitif terhadap cahaya. Retina berfungsi mengubah cahaya
yang masuk ke mata menjadi sinyal listrik yang akan diteruskan ke otak. Di otak, sinyal listrik ini akan diubah menjadi
bentuk gambar yang kita lihat sehari-hari.
Karena fungsinya yang cukup penting tersebut, retina membutuhkan asupan darah yang lancar dari pembuluh-pembuluh
darah kecil di sekitar retina. Pada penderita diabetes melitus, kadar gula darah yang terlalu banyak dapat menyumbat
pembuluh-pembuluh darah kecil ini, sehingga retina pun kekurangan asupan darah.

Akibatnya, retina akan membentuk pembuluh darah baru guna mencukupi kebutuhan darah. Sayangnya, pembuluh-
pembuluh darah yang baru terbentuk ini tidak mampu berkembang secara sempurna, sehingga rentan sekali pecah atau
bocor.

Secara garis besar, retinopati diabetik dibagi menjadi dua jenis:


Retinopati diabetik non-proliferatif
Ini adalah stadium awal dari retinopati diabetik. Dikatakan non-proliferatif karena pada jenis ini, tidak terjadi pertumbuhan
(proliferasi) pembuluh darah yang baru.

Retinopati diabetik non-proliferatif ditandai dengan adanya tonjolan kecil (mikroaneurisma) yang muncul dari pembuluh
darah. Mikroaneurisma ini akhirnya akan menyumbat pembuluh darah vena, sehingga pembuluh darah vena menjadi
mengembung dan berbentuk tidak rata. Apabila sumbatan semakin banyak dan luas, maka sistem persarafan dan makula
(bagian inti dari retina) juga akan membengkak. Pembengkakan makula atau yang disebut juga makula edema ini merupakan
kondisi yang membutuhkan penanganan segera.

Retinopati diabetik proliferatif


Retinopati diabetik proliferatif merupakan kondisi parah yang membutuhkan penanganan segera. Pada kasus ini, sebagian
besar pembuluh darah retina telah rusak, sehingga terbentuklah pembuluh-pembuluh darah baru yang tidak normal.
Pembuluh darah baru ini memiliki dinding yang lemah sehingga akan mudah pecah, dan darah akan merembes masuk ke
cairan bola mata atau yang disebut dengan viterus. Bila semakin banyak, tumpukan cairan dan darah ini akan meningkatkan
tekanan bola mata dan merusak persarafan, sehingga menyebabkan suatu kondisi yang disebut dengan glaukoma.

Selain itu, pertumbuhan pembuluh-pembuluh darah baru ini akan memicu terbentuknya jaringan parut. Jaringan parut ini
pada akhirnya akan menarik retina sehingga terlepas bagian belakang mata. Pada saat ini terjadi, seseorang bisa mengalami
gangguan pengelihatan.

Retinopati diabetik sangat mungkin dialami oleh penderita diabetes yang telah lama memiliki penyakit tersebut. Semakin
lama seseorang memiliki diabetes maka semakin besar pula risiko untuk terkena retinopati diabetik, terutama apabila kadar
gulanya tidak terkontrol. Selain itu, risiko juga akan meningkat jika didukung oleh faktor-faktor berikut ini:
 Kehamilan

 Memiliki kadar kolesterol dan tekanan darah yang tinggi

 Kebiasaan menghisap tembakau

 Beretnis Hispanik, berkulit hitam, atau merupakan penduduk asli Amerika.

 Menderita sindrom Down

Gejala Retinopati Diabetik


Awalnya, retinopati diabetik mungkin tidak menunjukkan gejala. Namun seiring kondisi berkembang, gejala-gejala dapat
muncul dan biasanya memengaruhi kedua mata. Beberapa gejalanya adalah:
 Penglihatan menurun secara perlahan-lahan.

 Pengelihatan hilang mendadak.

 Tampak ada benda atau bercak hitam yang melayang-layang di lapangan pandang.

 Pengelihatan berbayang.

 Pengelihatan warna terganggu.

 Nyeri pada mata atau mata merah


Gejala-gejala tersebut tidak selalu berarti Anda mengalami retinopati diabetik, namun tidak ada salahnya untuk segera
memeriksakan diri ke dokter. Lakukan juga pemeriksaan mata rutin walau Anda merasa tidak ada yang salah dengan kondisi
mata agar penyakit dapat terdeteksi dan ditangani lebih awal.

Diagnosis Retinopati Diabetik


Untuk menegakkan diagnosis retinopati diabetik, dokter perlu melihat kondisi di dalam bola mata Anda dengan suatu
pemeriksaan yang disebut funduskopi. Kondisi di dalam bola mata seseorang akan paling jelas terlihat dalam keadaan pupil
terbuka lebar. Maka dari itu, dokter mungkin akan memberikan obat tetes mata yang bertujuan untuk melebarkan pupil
Anda. Obat tetes mata tersebut dapat membuat pengelihatan jangka pendek Anda menjadi kabur, namun hal ini hanya akan
berangsur-angsur menghilang saat efek obat sudah habis.
Pada saat melakukan funduskopi, dokter akan mencari beberapa hal berikut:
 Pembuluh darah yang tidak normal

 Pembengkakan serta tumpukan darah dan lemak di retina

 Pertumbuhan pembuluh darah baru dan jaringan parut

 Perdarahan di cairan bola mata (vitreus)

 Terlepasnya lapisan retina

 Kelainan di saraf mata


Untuk melihat ada tidaknya kelainan di pembuluh darah mata, terutama pembuluh darah yang baru terbentuk, dokter
biasanya akan melakukan suatu pemeriksaan yang disebut dengan angiografi fluoresensi. Pada pemeriksaan ini, Anda akan
diberikan obat tetes untuk melebarkan pupil, kemudian dokter akan menyuntikkan sebuah pewarna khusus di lengan Anda.
Cairan pewarna ini pada akhirnya akan mengisi pembuluh darah di bola mata Anda, dan dokter akan mengambil gambar
keadaan pembuluh darah di dalam bola mata dengan menggunakan alat khusus. Dari situ akan tampak jelas ada tidaknya
penyempitan atau pecahnya pembuluh darah, serta ada tidaknya kebocoran cairan.
Prosedur lain yang mungkin dilakukan adalah melakukan pemeriksaan optical coherence tomography (OCT) yang akan
memberikan gambaran ketebalan retina mata. Dari pemeriksaan ini, akan tampak secara jelas jika terjadi kebocoran cairan ke
dalam jaringan retina. Pemeriksaan OCT juga dapat digunakan untuk menentukan keberhasilan terapi.

Pengobatan Retinopati Diabetik


Pilihan pengobatan retinopati diabetik bergantung dari jenis dan derajat keparahan penyakit, yakni:
 Retinopati diabetik non-proliferatif. Pada tahap ini, penderita mungkin belum memerlukan perawatan melainkan akan
dimonitor terlebih dahulu oleh dokter. Penderita akan dianjurkan untuk kontrol rutin ke dokter mata dan dokter ahli diabetes
(endokrinologi), serta belajar mengendalikan kadar gula dalam darah karena langkah ini biasanya dapat memperlambat
perkembangan penyakit.

 Retinopati diabetik proliferatif. Pada tahap ini terdapat beberapa prosedur operasi yang mungkin direkomendasikan kepada
penderita, antara lain:

Suntikan anti-VEGF ke dalam mata – Suntikan ini diberikan langsung ke dalam mata dan berguna untuk mencegah
pembentukan pembuluh darah baru di bagian belakang mata. Suntikan diberikan sebanyak satu kali sebulan, dan perlahan-
lahan dikurangi atau dihentikan saat kondisi telah stabil. Beberapa efek samping yang mungkin muncul, adalah iritasi mata,
merasa ada sesuatu di dalam mata, mata berair atau gatal, perdarahan, hingga pembekuan darah.
Vitrektomi – Operasi ini bertujuan untuk mengeluarkan darah dan jaringan parut dari bagian tengah mata dengan cara
membuat irisan kecil pada mata dengan bantuan anestesi umum maupun lokal. Beberapa risiko dan efek samping yang
mungkin dirasakan setelah melalui prosedur ini, adalah infeksi, katarak, penumpukan cairan di kornea mata, perdarahan,
hingga terlepasnya retina.
Perawatan dengan sinar laser fokal atau fotokoagulasi – Perawatan dengan sinar laser ini bertujuan untuk memperlambat
atau menghentikan titik-titik kebocoran cairan atau darah di dalam mata.
Perawatan dengan sinar laser yang menyebar atau fotokoagulasi panretinal – Sedikit berbeda dengan sinar laser fokal,
pada perawatan ini fokus sinar yang diberikan lebih luas, sehingga dapat mengenai suatu area tertentu di bagian retina secara
langsung. Terapi sinar laser ini akan membakar pembuluh-pembuluh darah baru yang tidak normal sehingga menyusut dan
akhirnya menjadi jaringan parut.
Penderita mungkin mengalami beberapa efek samping dari perawatan laser di atas, seperti pandangan mengabur, sakit,
menjadi sensitif terhadap cahaya, berkurangnya penglihatan di malam hari, hingga perdarahan. Selain obat pereda rasa sakit,
dokter akan menyarankan pasien untuk tidak mengoperasikan kendaraan atau mesin berat serta menggunakan kacamata
hitam.

Komplikasi Retinopati Diabetik


Jika tidak segera diobati, pembuluh darah baru yang tumbuh secara tidak normal di retina dapat menyebabkan gangguan
penglihatan yang serius hingga kebutaan. Beberapa komplikasi retinopati diabetik yang mungkin terjadi, antara lain:
 Perdarahan vitreus – Pembuluh-pembuluh darah yang baru terbentuk akan rentan pecah, sehingga darah akan masuk ke
bagian tengah mata. Jika darah yang bocor hanya sedikit, Anda mungkin hanya akan melihat bayangan gelap yang
melayang-layang di lapangan pandang Anda. Semakin banyak darah yang bocor maka semakin terhalang pula penglihatan.
Walau darah dapat berangsur-angsur menghilang dalam hitungan minggu atau bulan, penderita tetap berisiko kehilangan
penglihatannya secara permanen jika retina telah rusak.
 Terlepasnya retina – Pembuluh darah baru yang muncul akibat retinopati diabetik akan merangsang pembentukan suatu
jaringan parut di lapisan retina. Jaringan parut inilah yang kelak berisiko untuk menarik retina lepas dari dasarnya, sehingga
dapat memunculkan gejala-gejala seperti pengelihatan kabur, muncul gambaran tirai di lapangan pengelihatan, tampak
kilatan cahaya, atau bahkan kebutaan.
 Glaukoma – Ketika pembuluh darah tumbuh di bagian depan mata, saluran air mata dapat tersumbat, sehingga cairan akan
menumpuk di bola mata dan tekanan bola mata akan meningkat. Kondisi peningkatan tekanan di dalam bola mata ini disebut
dengan glaukoma. Glaukoma dapat merusak saraf-saraf pengelihatan, sehingga dapat menyebabkan gangguan pengelihatan.
 Kebutaan – Pada akhirnya retinopati diabetik, glaukoma, atau keduanya dapat menyebabkan kebutaan.

Pencegahan Retinopati Diabetik


Mengatur kadar gula darah dengan baik adalah salah satu cara menghindari hilangnya penglihatan. Berikut adalah langkah-
langkah lain yang bisa dilakukan:
 Lakukan kegiatan aerobik, seperti jalan kaki setidaknya selama dua setengah jam setiap minggu.

 Memulai diet makan yang sehat dan berimbang yang sesuai dengan kondisi Anda. Kurangi juga asupan gula, garam, dan
lemak.

 Mengurangi berat badan, bagi pemilik kondisi obesitas.

 Berhenti mengonsumsi minuman beralkohol.

 Berhenti merokok atau menghisap tembakau.

 Minum obat diabetes atau insulin sesuai anjuran dokter

 Pantau kadar kolesterol Anda.

 Pantau kadar gula darah Anda melalui tes gula darah sesuai dengan instruksi dokter.

 Diskusikan bersama dokter mengenai tes hemoglobin A1C yang mungkin bisa Anda lakukan selain tes gula darah.

 Selalu waspada jika merasakan perubahan pada penglihatan Anda.


Pemeriksaan mata dan tekanan darah yang rutin juga merupakan langkah pencegahan awal agar penyakit tidak berkembang
menjadi lebih buruk.

Retinopathy of Prematurity
Posted on June 24, 2009 by dokteryuliana

oleh: dr. Yuliana


Membahas kasus yang dialami si kembar, Jared dan Jayden, putra dari Ibu Juliana yang mengalami
gangguan penglihatan bahkan salah satunya mengalami kebutaan total pada kedua matanya,
sungguh mengundang pertanyaan di benak kita. Apa sih sebenarnya retinopathy of prematurity yang
disebut-sebut sebagai penyebab hilangnya penglihatan yang normal pada kedua bocah kembar
tersebut? Berikut akan dibahas secara singkat mengenai retinopathy of prematurity (ROP) atau yang
sering juga dikenal retrolental fibroplasia (RLF).
Retinopathy of prematurity (ROP) adalah kelainan pada mata yang terjadi pada bayi-bayi prematur.
Kelainan ini disebabkan karena adanya

pertumbuhan pembuluh darah retina abnormal yang dapat menyebabkan perlukaan atau lepasnya
retina. ROP dapat berlangsung ringan dan membaik dengan sendirinya, tetapi bisa juga menjadi
serius dan mengakibatkan kebutaan. Semua bayi dengan berat lahir kurang dari 1500 gram atau usia
kehamilan kurang dari 32 minggu berisiko mengalami ROP, tetapi pada bayi-bayi dengan berat lahir
semakin kecil dan semakin muda maka risiko terjadinya ROP semakin meningkat. Pemberian oksigen
tambahan pada bayi prematur merupakan salah satu faktor risiko yang menyebabkan memberatnya
ROP, tetapi bukan merupakan faktor utama terjadinya ROP. Pembatasan pemberian oksigen
tambahan pada bayi prematur tidak secara langsung akan menurunkan kejadian ROP, malah akan
meningkatkan komplikasi sistemik lain akibat kondisi kekurangan oksigen (hipoksia).

ROP terjadi pada 50% bayi prematur dengan berat lahir kurang dari 1250 gram dan 10%nya
berkembang menjadi ROP stadium 3 sedangkan 90%nya berlangsung ringan dan tidak memerlukan
pengobatan.

Pada bayi yang lahir dengan usia kehamilan 23-28 minggu, pemeriksaan mata pertama harus
dilakukan pada usia 4-5 minggu. Sedangkan pada bayi yang lahir dengan usia kehamilan di atas 29
minggu, pemeriksaan dilakukan sebelum keluar dari rumah sakit. Bayi dengan ROP berisiko besar
terjadi strabismus (juling), g laukoma, katarak, dan kelainan refraksi (rabun jauh), sampai buta. Oleh
karena itu harus dilakukan pemeriksaan berkala setiap tahun untuk mencegah dan mengatasi
kondisi-kondisi tersebut.
Pemeriksaan mata bayi dilakukan dengan

menggunakan oftalmoskop indirek. Klasifikasi ROP ditetapkan berdasar kan International


Classification of Retinopathy of Prematurity (ICROP). Sistem ini menggunakan beberapa parameter
untuk mendeskripsikan ROP, yaitu lokasi dari penyakit (zona 1,2 dan 3), perluasan melingkar dari
penyakit (jam 1-12), keparahan penyakit (stadium 1-5), serta ada tidaknya “plus disease”.

Zona Retina

Zona 1 daerah posterior retina

Zona 2 annulus dengan batas dalam zona 1 dan batas luar jarak dari nervus optikus ke nasal ora
serrata

Zona 3 residual temporal crescent of the retina.

Stadium

Stadium 1 garis batas kabur

Stadium 2 elevated ridge

Stadium 3 extraretinal fibrovascular tissue

Stadium 4 sub-total retinal detachment

Stadium 5 total retinal detachment

“Plus disease” dapat muncul pada stadium manapun. Menunjukkan tingkat yang signifikan dari
dilatasi vaskular dan tortuosity yang ada di pembuluh darah retina belakang. Hal ini menggambarkan
adanya peningkatan aliran darah yang melewati retina.

Terapi ROP yang dianjurkan adalah laser. Selain laser, ada juga cryotherapy, akan
tetapi cryotherapy tidak lagi rutin digunakan pada ablasio retina bayi prematur, karena berefek
samping inflamasi dan lid swelling. Scleral buckling dan/atau bedah vitrectomy dapat
dipertimbangkan pada ROP berat (stadium 4-5).

Kelainan refraksi

KELAINAN REFRAKSI MATA – MIOPIA (RABUN JAUH)


Posted on July 21, 2010 by Yayan_Akhyar | 8 Comments

12

10

Rate This

@Yayan A. Israr
Definisi
Miopia adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang masuk ke mata jatuh di depan retina pada mata yang istirahat
(tanpa akomodasi). Gambaran kelainan pemfokusan cahaya di retina pada miopia, dimana cahaya sejajar difokuskan didepan
retina.

Gambar. Pembentukan fokus pada mata miopia



Klasifikasi Miopia
Miopia dibagi berdasarkan beberapa karakteristik sebagai berikut :

1. Menurut jenis kelainannya, Vaughan membagi miopia menjadi :


 Miopia aksial, dimana diameter antero-posterior dari bola mata lebih panjang dari normal.
 Miopia kurvatura, yaitu adanya peningkatan curvatura kornea atau lensa.
 Miopia indeks, terjadi peningkatan indeks bias pada cairan mata.
2. Menurut perjalanan penyakitnya, miopia di bagi atas (Ilyas, 2005) :
 Miopia stasioner yaitu miopia yang menetap setelah dewasa.
 Miopia progresif, yaitu miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat bertambah panjangnya bola mata.
 Miopia maligna, yaitu keadaan yang lebih berat dari miopia progresif, yang dapat mengakibatkan ablasi retina dan
kebutaan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi progresifitas miopia antara lain : (Mangunkusumo, 1986; Rahman, 1992) :
1. Usia, makin muda usia anak semakin besar pertumbuhan anatomis bola matanya.
2. Penyakit pada mata.
3. Kerja dekat.
4. Intensitas cahaya.
5. Posisi tubuh.
6. Berdasarkan penyebab miopia, menurut Sidarta Ilyas :
 Miopia refraktif adalah bertambahnya indeks bias media penglihatan, seperti pada katarak.
 Miopia aksial adalah akibat panjangnya sumbu bola mata, dengan kelengkungan kornea dan lensa yang normal.
7. Berdasarkan ukuran derajat dapat dibagi atas (Ilyas, 2006):
8. Miopia ringan 1-3 dioptri
9. Miopia sedang 3-6 dioptri
10. Miopia berat > 6 dioptri
11. Menurut timbulnya oleh Lendner dibagi atas (Rahman,1992) :
12. Kongenital
13. Infantil
14. Yuvenil
15. Secara klinik dan berdasarkan perkembangan patologi yang timbul pada mata, maka miopia dibagi atas (Ilyas, 2003) :
 Miopia simple
 Miopia patologi

Etiologi Miopia
Etiologi miopia belum diketahui secara pasti. Ada beberapa keadaan yang dapat menyebabkan timbulnya miopia seperti alergi,
gangguan endokrin, kekurangan makanan, herediter, kerja dekat yang berlebihan dan kekurangan zat kimia (kekurangan
kalsium, kekurangan vitamin) (Desvianita cit Slone, 1997).
Pada mata miopia fokus sistem optik mata terletak di depan retina, sinar sejajar yang masuk ke dalam mata difokuskan di
dalam badan kaca. Jika penderita miopia tanpa koreksi melihat ke objek yang jauh, sinar divergenlah yang akan mencapai
retina sehingga bayangan menjadi kabur. Ada dua penyebab yaitu : daya refraksi terlalu kuat atau sumbu mata terlalu panjang
(Hoolwich, 1993).

Miopia yang sering dijumpai adalah miopia aksial. Miopia aksial adalah bayangan jatuh di depan retina dapat terjadi jika bola
mata terlalu panjang. Penyebab dari miopia aksial adalah perkembangan yang menyimpang dari normal yang di dapat secara
kongenital pada waktu awal kelahiran, yang dinamakan tipe herediter. Bila karena peningkatan kurvatura kornea atau lensa,
kelainan ini disebut miopia kurvatura (desvianita cit Slone, 1997).
Penyebab panjangnya bola mata dapat diakibatkan beberapa keadaan :

1. Tekanan dari otot ekstra okuler selama konvergensi yang berlebihan.


2. Radang, pelunakan lapisan bola mata bersama-sama dengan peningkatan tekanan yang dihasilkan oleh pembuluh darah dari kepala
sebagai akibat dari posisi tubuh yang membungkuk.
3. Bentuk dari lingkaran wajah yang lebar yang menyebabkan konvergensi yang berlebihan (Desvianita cit Perera, 1997).
Peningkatan kurvatura kornea dapat ditemukan pada keratokonus yaitu kelainan pada bentuk kornea. Pada penderita katarak
(kekeruhan lensa) terjadi miopia karena lensa bertambah cembung atau akibat bertambah padatnya inti lensa (
Desvianita cit Slone, 1997).
Miopia dapat ditimbulkan oleh karena indeks bias yang tidak normal, misalnya akibat kadar gula yang tinggi dalam cairan mata
(diabetes mellitus) atau kadar protein yang meninggi pada peradangan mata. Miopia bias juga terjadi akibat spasme
berkepanjangan dari otot siliaris (spasme akomodatif), misalnya akibat terlalu lama melihat objek yang dekat. Keadaan ini
menimbulkan kelainan yang disebut pseudo miopia (Sastradiwiria, 1989).


Gambaran Klinik Miopia
Sebahagian kasus-kasus miopia dapat diketahui dengan adanya kelainan pada jarak pandang. Pada tingkat ringan, kelainan
baru dapat diketahui bila penderita telah diperiksa (Desvianita cit Adler, 1997).
Gejala subjektif :
1. Akibat sinar dari suatu objek jauh difokuskan di depan retina, maka penderita miopia hanya dapat melihat jelas pada waktu melihat
dekat, sedangkan penglihatan kabur bila melihat objek jauh.
2. Keluhan astenopia, seperti sakit kepala yang dengan sedikit koreksi dari miopianya dapat disembuhkan.
3. Kecendrungan penderita untuk menyipitkan mata waktu melihat jauh untuk mendapatkan efek “pinhole” agar dapat melihat
dengan lebih jelas.
4. Penderita miopia biasanya suka membaca, sebab mudah melakukannya tanpa usaha akomodasi (Slone, 1979).
Gejala objektif :
1. Miopia simple :
 Pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil yang relatif lebar. Kadang-kadang bola mata ditemukan
agak menonjol.
 Pada segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang normal atau dapat disertai kresen miopia yang ringan disekitar
papil saraf optik.
 Miopia Patologi :
 Gambaran pada segmen anterior serupa dengan miopia simple.
 Gambaran yang ditemukan pada segmen posterior berupa kalainan-kelainan pada :
 Korpus vitreum
 Papil saraf optik
 Makula
 Retina terutama pada bagian temporal
 Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid dan retina.

Diagnosis Miopia
Diagnosis miopia dapat ditegakkan dengan cara refraksi subjektif dan objektif, setelah diperiksa adanya visus yang kurang dari
normal tanpa kelainan organik (Sastrawiria, 1989).

A. Cara Subyektif
Cara subyektif ini penderita aktif menyatakan kabur terangnya saat di periksa. Pemeriksaan dilakukan guns mengetahui derajat
lensa negatif yang diperlukan untuk memperbaiki tajam penglihatan sehingga menjadi normal atau tercapai tajam penglihatan
terbaik. Alat yang digunakan adalah kartu Snellen, bingkai percobaan dan sebuah set lensa coba.

Tehnik pemeriksaan :

1. Penderita duduk menghadap kartu Snellen pada jarak 6 meter.


2. Pada mata dipasang bingkai percobaan dan satu mata ditutup.
3. Penderita di suruh membaca kartu Snellen mulai huruf terbesar dan diteruskan sampai huruf terkecil yang masih dapat dibaca.
4. Lensa negatif terkecil dipasang pada tempatnya dan bila tajam penglihatan menjadi lebih baik ditambahkan kekuatannya perlahan-
lahan hingga dapat di baca huruf pada baris terbawah.
5. Sampai terbaca basis 6/6.
A. Mata yang lain dikerjakan dengan cara yang sama (Ilyas, 2003).
B. Cara Obyektif
Cara ini untuk anomali refraksi tanpa harus menanyakan bagaimana tambah atau kurangnya kejelasan yang di periksa, dengan
menggunakan alat-alat tertentu yaitu retinoskop. Cara objektif ini dinilai keadaan refraksi mata dengan cara mengamati
gerakan bayangan cahaya dalam pupil yang dipantulkan kembali oleh retina. Pada saat pemeriksaan retinoskop tanpa
sikloplegik (untuk melumpuhkan akomodasi), pasien harus menatap jauh. Mata kiri diperiksa dengan mata kiri, mata kanan
dengan mata kanan dan jangan terlalu jauh arahnya dengan poros visuil mata. Jarak pemeriksaan biasanya ½ meter dan
dipakai sinar yang sejajar atau sedikit divergen berkas cahayanya. Bila sinar yang terpantul dari mata dan tampak di pupil
bergerak searah dengan gerakan retinoskop, tambahkan lensa plus. Terus tambah sampai tampak hampir diam atau hampir
terbalik arahnya. Keadaan ini dikatakan point of reversal (POR), sebaliknya bila terbalik tambahkan lensa minus sampai diam.
Nilai refraksi sama dengan nilai POR dikurangi dengan ekivalen dioptri untuk jarak tersebut, misalnya untuk jarak ½ meter
dikurangi 2 dioptri (Sastrawiria, 1989).
Cara pemeriksaan subyektif dan obyektif biasanya dilakukan pada setiap pasien. Cara ini sering dilakukan pada anak kecil dan
pada orang yang tidak kooperatif, cukup dengan pemeriksaan objektif. Untuk yang tidak terbiasa, pemeriksaan subjektif saja
pada umumnya bisa dilakukan (Sastrawiria, 1989).


Penatalaksanaan Miopia
Penatalaksanaan miopia adalah dengan mengusahakan sinar yang masuk mata difokuskan tepat di retina. Penatalaksanaan
miopia dapat dilakukan dengan cara :

1. Cara optik
2. Cara operasi

Cara optik
Kacamata (Lensa Konkaf)
Koreksi miopia dengan kacamata, dapat dilakukan dengan menggunakan lensa konkaf (cekung/negatif) karena berkas cahaya
yang melewati suatu lensa cekung akan menyebar. Bila permukaan refraksi mata mempunyai daya bias terlalu tinggi atau bila
bola mata terlalu panjang seperti pada miopia, keadaan ini dapat dinetralisir dengan meletakkan lensa sferis konkaf di depan
mata. Lensa cekung yang akan mendivergensikan berkas cahaya sebelum masuk ke mata, dengan demikian fokus bayangan
dapat dimundurkan ke arah retina (Guyton, 1997).

Lensa kontak
Lensa kontak dari kaca atau plastik diletakkan dipermukaan depan kornea. Lensa ini tetap ditempatnya karena adanya lapisan
tipis air mata yang mengisi ruang antara lensa kontak dan permukaan depan mata. Sifat khusus dari lensa kontak adalah
menghilangkan hampir semua pembiasan yang terjadi dipermukaan anterior kornea, penyebabnya adalah air mata mempunyai
indeks bias yang hampir sama dengan kornea sehingga permukaan anterior kornea tidak lagi berperan penting sebagai dari
susunan optik mata. Sehingga permukaan anterior lensa kontaklah yang berperan penting.


Cara operasi pada kornea
Ada beberapa cara, yaitu :

1. Radikal keratotomy (dengan pisau) yaitu operasi dengan menginsisi kornea perifer sehingga kornea sentral menjadi datar. Hal ini
menyebabkan sinar yang masuk ke mata menjadi lebih dekat ke retina.
2. Excimer laser (dengan sinar laser) yaitu operasi dengan menggunakan tenaga laser untuk mengurangi kecembungannya dan
dilengketkan kembali.
3. Keratomileusis yaitu bila kornea yang terlalu cembung di insisi kemudian dikurangi kecembungannya dan dilengketkan kembali.
4. Epiratopati yaitu operasi dengan melakukan penjahitan keratolens yang sesuai dengan koreksi refraksi ke kornea penderita yang
telah di buang epitelnya.
Cara operasi di atas masih mempunyai kekurangan – kekurangan, oleh karena itu para ahli mencoba untuk mencari jalan lain
yang dapat mengatasi kekurangan tersebut dengan jalan mengambil lensa mata yang masih jernih (clear lens extraction/CLE).


Prognosis Miopia
Pada tingkat ringan dan sedang dari miopia simple prognosisnya baik bila penderita miopia memakai kacamata yang sesuai
dan mengikuti petunjuk kesehatan. Bila progresif miopia prognosisnya buruk terutama bila di sertai oleh perubahan koroid dan
vitreus, sedangkan pada miopia maligna prognosisnya sangat jelek.

Presbiopi adalah istilah untuk kondisi mata manusia yang kehilangan kemampuan secara bertahap untuk fokus pada objek
jarak dekat. Presbiopi juga merupakan salah satu hal yang akan dirasakan manusia sebagai bagian dari proses penuaan tubuh
secara alami.

Biasanya seseorang baru menyadari menderita presbiopi saat dirinya harus merentangkan lengan agar bisa membaca buku
atau koran, atau ketika melihat ponselnya. Namun, ada beberapa faktor yang memperbesar risiko seseorang mengidap
presbiopi, yaitu:

 Usia. Hampir semua orang akan merasakan gejala presbiopi setelah berusia 40 tahun ke atas.
 Obat-obatan. Beberapa obat, termasuk antihistamin, antidepresan, diuretik, dihubungkan dengan terjadinya gejala presbiopi
prematur atau dini.
 Kondisi medis lainnya, seperti menderita diabetes, multiple sclerosis, atau penyakit kardiovaskular.

Jika tidak ditangani dengan benar, presbiopi bisa menimbulkan beberapa komplikasi seperti sakit kepala dan mata tegang.
Dua hal tersebut akan terjadi jika penderita presbiopi harus membaca bahan bacaan berukuran kecil.
Gejala Presbiopi
Presbiopi berkembang secara bertahap, sehingga seseorang bisa saja baru menyadari gejalanya setelah usianya melewati 40
tahun. Beberapa gejala umum presbiopi adalah:
 Kecenderungan untuk memegang bacaan lebih jauh, agar bisa lebih jelas melihat huruf.

 Menyipitkan mata.

 Penglihatan kabur ketika membaca dengan jarak normal.

 Butuh lampu lebih terang saat membaca.

 Sakit kepala atau mata menegang setelah membaca.

 Kesulitan membaca cetakan huruf yang berukuran kecil.

Penyebab Presbiopi
Untuk membentuk gambar, mata manusia sangat mengandalkan kornea dan lensa mata untuk memfokuskan cahaya yang
memantul dari benda. Lensa mata manusia fleksibel, bisa mengubah bentuknya untuk memfokuskan cahaya.
Seiring bertambahnya usia, lensa mata mengeras dan kehilangan fleksibilitasnya. Lensa yang kaku dan mengeras ini
menyebabkan lensa tidak bisa fleksibel berubah bentuk untuk memfokuskan cahaya dari benda yang berjarak dekat ke retina
mata, sehingga benda terlihat tidak fokus.

Diagnosis Presbiopi
Diagnosis merupakan langkah dokter untuk mengidentifikasi penyakit atau kondisi yang menjelaskan gejala dan tanda-tanda
yang dialami oleh pasien. Untuk mendiagnosis presbiopi, dokter akan meminta pasien untuk menjalani pemeriksaan mata
standar.
Pasien mungkin akan diberikan beberapa tetes obat mata agar pupil mata melebar, sehingga dokter lebih mudah memeriksa
bagian dalam mata. Pasien mungkin membutuhkan pemeriksaan mata lebih sering jika memiliki faktor risiko penyakit mata.

Pengobatan Presbiopi
Tujuan pengobatan presbiopi adalah membantu ketidakmampuan mata untuk fokus pada benda berjarak dekat. Beberapa
cara pengobatan presbiopi adalah:
 Kacamata. Penggunaan kacamata adalah cara sederhana dan aman untuk menangani presbiopia. Jika kacamata baca biasa
tidak bisa menangani, pasien mungkin akan diresepkan kacamata berlensa khusus untuk presbiopia.
 Lensa kontak. Alat ini bisa digunakan bagi pasien yang tidak ingin mengenakan kacamata. Namun, lensa kontak mungkin
tidak bisa digunakan jika penderita juga mengidap kondisi tidak normal pada kelopak mata, saluran air mata, dan permukaan
mata.
 Bedah refraktif. Prosedur ini bertujuan untuk mengubah bentuk kornea mata untuk meningkatkan penglihatan jarak dekat.
Namun, pasien tetap membutuhkan kacamata usai pembedahan untuk aktivitas yang membutuhkan penglihatan jarak dekat.
 Implan lensa. Pada prosedur ini, lensa mata penderita akan diganti dengan lensa mata sintetis. Umumnya, pasien yang
memilih prosedur ini pernah menjalani pembedahan LASIK sebelumnya.
 Inlay kornea. Dokter akan memasukkan ring plastik kecil di sudut setiap kornea mata untuk mengubah lengkungannya.
Risiko inlay kornea lebih kecil jika dibandingkan tindakan pembedahan mata lainnya.

Astigmatisme adalah gangguan penglihatan yang diakibatkan cacat pada kelengkungan lensa atau kornea yang berakibat
pandangan terdistorsi atau kabur. Astigmatisme umumnya muncul saat lahir, namun bisa juga disebabkan oleh cedera yang
dialami oleh mata di kemudian hari atau sebagai komplikasi dari operasi mata.
Penyakit yang menyebabkan berkurangnya ketajaman penglihatan dalam berbagai jangkauan jarak ini dapat dialami juga
oleh seseorang yang menderita rabun jauh (miopia) maupun rabun dekat (hipermetropi). Jika dibiarkan, astigmatisme dapat
menimbulkan sakit kepala dan mata lelah, terutama ketika setelah menggunakan mata dalam waktu yang lama.

Penyebab Astigmatisme
Astigmatisme disebabkan karena lensa atau kornea yang tidak mulus mengakibatkan cahaya yang masuk ke mata, menjadi
tidak fokus ketika diteruskan ke retina. Oleh karena itu, pandangan yang dihasilkan menjadi buram.
Berdasarkan letak kerusakannya, astigmatisme dapat dibedakan menjadi 2 jenis. Astigmatisme yang disebabkan oleh cacat
pada kornea mata disebut astigmatisme korneal, sementara yang disebabkan oleh cacat pada lensa mata disebut astigmatisme
lentikular.

Sedangkan berdasarkan jenis kerusakannya, terdapat dua jenis astigmatisme, yaitu regulardan irregular.
Astigmatisme regular adalah ketika satu sisi kornea mata lebih melengkung dari sisi lainnya. Kondisi ini merupakan kondisi
yang paling umum ditemui dan bisa diobati dengan menggunakan bantuan kaca mata atau lensa mata.
Astigmatisme irregular adalah ketika kornea mata tidak rata tidak hanya di satu sisi, tetapi di seluruh permukaan kornea.
Kondisi ini umumnya dipicu oleh cedera yang meninggalkan luka pada kornea. Kondisi ini bisa diobati dengan
menggunakan bantuan contact lens, tapi tidak dengan kaca mata.
Kasus astigmatisme umumnya muncul sejak lahir, walau penyebab pasti kenapa kondisi ini muncul masih belum diketahui.
Terdapat asumsi bahwa astigmatisme bersifat keturunan di dalam keluarga. Kondisi ini juga lebih banyak ditemukan pada
bayi dengan berat badan rendah atau lahir prematur.

Beberapa penyebab yang dapat menyebabkan astigmatisme:

 Komplikasi akibat operasi mata.


 Cedera pada kornea akibat infeksi.

 Kondisi pada kelopak mata yang mengganggu struktur kornea. Misalnya terdapat benjolan pada kelopak mata yang menekan
kornea.

 Keratoconus dan keratoglobus, kondisi di mana kornea dapat berubah bentuk, baik mengggembung atau menipis.
 Kondisi mata lainnya yang mempengaruhi kornea atau lensa.
Penyakit rabun (hipermetropi/hiperopia) atau rabun jauh (miopia) dapat menyertai astigmatisme.

Gejala Astigmatisme
Astigmatisme menyebabkan gangguan penglihatan yang dapat berdampak kepada aktivitas sehari-hari penderita. Beberapa
gejala dari kondisi ini, yaitu:
 Pandangan yang samar atau tidak fokus

 Pusing

 Mata lelah

 Sensitif terhadap sorotan cahaya (fotofobia)

 Kesulitan membedakan warna-warna yang letaknya bersebelahan

 Kesulitan melihat gambar secara utuh, misalnya garis lurus yang tampak miring
Pada kasus astigmatisme yang parah, penderita dapat mengalami penglihatan ganda.

Diagnosis Astigmatisme
Astigmatisme umumnya bisa terdeteksi setelah melalui pemeriksaan mata rutin. Mengingat astigmatisme dapat muncul
ketika lahir, memeriksakan mata secara rutin juga penting dilakukan khususnya pada bayi yang baru lahir dan anak-anak.
Ditambah lagi, anak-anak mungkin tidak menyadari bahwa terdapat gangguan pada daya penglihatan mereka.
Beberapa pemeriksaan yang mungkin dilakukan untuk memastikan gejala dan memastikan diagnosis astigmatisme, antara
lain tes keratometer dan tes ketajaman visual. Tes ketajaman visual dilakukan untuk menguji ketajaman penglihatan terhadap
suatu objek dari jarak tertentu dengan cara membaca suatu papan deretan huruf yang dikenal dengan nama Snellen chart. Tes
keratometer dilakukan untuk mengetahui kondisi cacat pada kornea dengan melihat seberapa fokus cahaya yang diteruskan
oleh kornea ke retina.
Tes lain juga dapat dilakukan untuk mengukur fokus cahaya pada mata. Dokter akan meletakkan beberapa jenis lensa
bergantian di depan mata dengan bantuan alat bernama phoropter. Alat bernama retinoskop juga mungin digunakan untuk
menyorot cahaya ke dalam mata pasien. Dengan begitu, si pemeriksa dapat menilai derajat ketajaman penglihatan pasien,
termasuk kemampuan mata memfokuskan cahaya.
Orang dewasa sehat berusia di atas 40 tahun dan seseorang yang memiliki risiko terkena penyakit mata, seperti penderita
diabetes, juga patut melakukan pemeriksaan mata rutin. Konsultasikan bersama dokter mengenai waktu pemeriksaan mata
yang harus dilakukan oleh bayi, anak-anak, maupun orang dewasa.

Pengobatan Astigmatisme
Pada sebagian besar kasus, astigmatisme yang diderita tergolong sangat ringan sehingga tidak memerlukan pengobatan sama
sekali. Pengobatan astigmatisme bertujuan memperbaiki kualitas penglihatan penderita dengan penggunaan kaca mata, lensa
mata, atau melalui prosedur bedah mata yang menggunakan sinar laser. Pengobatan astigmatisme diberikan berdasarkan
jenisnya, yaitu regular atau irregular.
Penggunaan lensa korektif dapat membantu memfokuskan cahaya yang menerpa kornea mata penderita astigmatisme yang
memiliki lengkungan atau permukaan tidak rata. Dengan demikian, cahaya yang masuk ke dalam mata dapat jatuh tepat di
retina. Pasien dapat menggunakan lensa korektif dalam bentuk kaca mata atau lensa mata sesuai dengan kenyamanan pada
mata dan rekomendasi yang diberikan oleh dokter mata.

Pengobatan astigmatisme yang menggunakan bantuan sinar laser bertujuan memperbaiki jaringan pada kornea mata yang
tidak melengkung seperti seharusnya. Jaringan sel terluar yang ada pada permukaan kornea akan diangkat terlebih dulu
sebelum sinar laser digunakan untuk mengubah bentuk kornea dan memulihkan kemampuan mata memfokuskan cahaya.
Prosedur ini umumnya membutuhkan waktu paling lama setengah jam. Selanjutnya kornea dijaga untuk dipulihkan
kondisinya. Beberapa jenis prosedur operasi yang menggunakan bantuan laser untuk pengobatan astigmatisme, yaitu LASIK
(laser-assisted in situ keratomileusis), LASEK (laser sub-epithelial keratomileusis), dan fotorefraktif keraktektomi (PRK).
Konsultasikan jenis pengobatan astigmatisme yang ada dengan dokter Anda sebelum menentukan pengobatan yang sesuai
dengan jenis astigmatisme yang dimiliki. Pelajari juga pro dan kontra dari tiap prosedur penanganan yang tersedia.

Komplikasi Astigmatisme
Astigmatisme yang dialami oleh satu mata sejak lahir dapat menyebabkan “mata malas” (lazy eye) atau yang disebut
ambliopia. Hal ini terjadi karena otak sudah terbiasa mengabaikan sinyal yang dikirimkan oleh mata tersebut. Ambliopia
dapat diobati jika didiagnosa dan diterapi sejak awal sebelum jalur penglihatan di otak berkembang sepenuhnya. Dengan
demikian anak akan terhindar dari kondisi lazy eye.

Anda mungkin juga menyukai