Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

LOW VISION

DISUSUN OLEH :

SUCITRI EDY
NIM : B1E120012

PRODI DIII OPTOMETRI


FAKULTAS TEKNOLOGI KESEHATAN
UNIVERSITAS MEGAREZKY MAKASSAR

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
saya dapat menyelesaikan tugas Makalah Low Vision. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata
kuliah Low Vision.

Dalam penyusunan makalah ini, cukup banyak kesulitan yang saya dapatkan. Namun saya
menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan
bimbingan dari berbagai pihak, sehingga kendala-kendala yang saya hadapi dapat teratasi.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan
pemikiran kepada pembaca. Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk
itu, saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat saya harapkan.

Makassar, 12 Januari 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar
Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 1


1.1. Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................... 2
1.3. Tujuan ................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................. 3


2.1. Definisi Low Vision ............................................................................ 3
2.2. Penyebab ............................................................................................. 3
2.3. Pemeriksaan ........................................................................................ 5
2.4. Hasil Pemeriksaan ............................................................................... 7

BAB III KESIMPULAN ............................................................................................... 8


Dokumentasi ..................................................................................................................... 9

Sumber Referensi .............................................................................................................. 10


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Gangguan penglihatan dan kebutaan merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat, khususnya pada usia lanjut di seluruh dunia. Kondisi ini mengakibatkan penurunan
kualitas hidup, peningkatan risiko jatuh dan kematian. Hasil penelitian yang dilakukan oleh The
Lancet Global Health pada tahun 2017 melaporkan dari 7,33 triliun penduduk dunia, terdapat
253 juta orang (3,38%) yang terdiri dari 36 juta orang mengalami kebutaan, 217 juta orang
memiliki gangguan penglihatan sedang dan berat di seluruh dunia. Angka ini menunjukkan
bahwa jumlah kasus gangguan penglihatan sedang dan berat cukup besar dan memerlukan
perhatian dan penanganan khusus terhadap fungsi penglihatanya agar mereka dapat
meningkatkan kualitas hidup
Penglihatan adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam seluruh aspek kehidupan,
apabila terdapat gangguan pada penglihatan seperti low vision, dapat menyebabkan efek negatif
terhadap proses interaksi sosial sehingga dapat mempengaruhi perkembangan alamiah dari
inteligensi maupun kemampuan akademis, profesi dan sosial.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa gangguan penglihatan dan kebutaan dapat
mengakibatkan penurunan pada kualitas hidup yang terlihat dari berkurangnya kemampuan
seseorang untuk melakukan pekerjaan, mengisi waktu luang, dan melakukan kegiatan sehari-
hari. Penyandang low vision pun mengalami hambatan dalam melakukan kegiatan sehari-hari
seperti membaca, menulis, berjalan, menonton televisi, mengemudikan kendaraan bahkan
kesulitan mengenali wajah seseorang.
Data nasional mengenai gangguan penglihatan yang saat ini dijadikan pedoman
bersumber dari Rapid Assessment of Avoidable Blindness (RAAB) yang dilakukan, sesuai
standar yang direkomendasikan oleh World Health Organization (WHO) melalui Global Action
Plan (GAP) pada tahun 2014 – 2016. Rapid Assessment of Avoidable Blindness ini merupakan
survei berbasis populasi untuk penderita kebutaan, gangguan penglihatan dan layanan perawatan
mata pada orang berusia 50 tahun lebih Data ini melaporkan bahwa gangguan penglihatan
berdasarkan kelompok usia terbesar berada pada usia 50 tahun ke atas, dengan proporsi yaitu
80% mengalami gangguan penglihatan sedang sampai berat. Data ini juga melaporkan bahwa

Page | 1
penyebab gangguan penglihatan sedang dan berat terbanyak adalah kelainan refraksi yang tidak
dikoreksi (48,99%), katarak (25,81%), dan age macular degeneration (AMD) (4,1%). Prevalensi
gangguan penglihatan sedang paling tinggi berdasarkan RAAB di Indonesia berada di NTB
(19,2%) dan pada gangguan penglihatan berat paling banyak terdapat di Jawa Timur (7,7%),
dengan penyebab utama kebutaan dan gangguan penglihatan terbesar pada penduduk umur di
atas 50 tahun di Indonesia adalah katarak yang tidak dioperasi dengan proporsi 77,7%.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan pendahuluan yang dipaparkan diatas maka rumusan masalah dalam makalah
ini adalah apa dan bagaimana Low Vision itu sendiri serta pemeriksaan apa yang perlu
dilakukan.

1.3. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui hal-hal mengenai Low
Vision dan penyebab-penyebabnya serta pemeriksaan dan pengukurannya.

Page | 2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi Low Vision


Low vision adalah penurunan visus yang tidak disebabkan kelainan Refraksi tapi juga
disebabkan adanya penyakit-penyakit organis seperti katarak, glaukoma, diabetes, dan
sebagainya. Low vision dapat membatasi aktifitas sehari-hari dan tidak dapat diperbaiki dengan
kacamata, lensa kontak, oba-tobatan, ataupun pembedahan.
Menurut World Health Organization, low vision adalah turunnya fungsi penglihatan
seseorang secara permanen dan tidak dapat diperbaiki dengan bantuan kacamata standar, operasi
ataupun medikamentosa. Pasien dengan low vision mengalami penurunan penglihatan yang
bervariasi, mulai visus kurang dari 6/18 sampai hanya mampu melihat cahaya dengan visus
1/∞ atau light perception yang disertai dengan lapangan pandang yang sempit (<10º dari titik
fiksasi).
Secara fungsional, low vision dapat dikatakan sebagai tingkat penglihatan yang
menghalangi seseorang untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Dimana, pasien memiliki
gangguan atau hambatan fungsi penglihatan tetapi masih mempunyai sisa penglihatan yang dapat
digunakan untuk melakukan pekerjaan atau aktivitas keseharian, termasuk membaca dan menulis
walaupun harus menggunakan alat bantu khusus.

2.2. Penyebab Low Vision


Low vision dapat terjadi pada setiap jenjang usia, dari bayi hingga lanjut usia. Penyebab
umum dari low vision, terutama dengan orang dewasa yang lebih tua, termasuk degenerasi
makula, glaukoma, retinopati diabetik, dan katarak, serta karena penyakit langka stargrand.
Pengobatan dan penanganan dini dapat lebih efektif, dan memungkinkan orang
mempertahankan penglihatan atau visi.

Low vision juga bisa terjadi akibat tumor, infeksi, cedera, fibroplasias Retrolental,
diabetes, gangguan pembuluh darah, atau miopia. Namun demikian low vison juga dapat terjadi
pada bayi baru lahir atau pada anak-anak, dengan istilah lain kelainan congenital. Demikian pula
dapat diakibatkan oleh virus rubella, maupun diabetes yang diderita oleh ibunya saat
mengandung, serta albino.

Page | 3
Masalah-masalah low vision dapat diklasifikasikan ke dalam 4 (empat) golongan yaitu :
1. Penglihatan Sentral dan Perifer yang kabur atau berkabut, yang khas akibat kekeruhan
media (kornea, lensa, korpus vitreus).
2. Gangguan resolusi fokus tanpa skotoma sentralis dengan ketajaman perifer normal, khas
pada oedem makula atau albinisme.
3. Skotoma sentralis, khas untuk gangguan makula degeneratif atau inflamasi dan kelainan-
kelainan nervus optikus.
4. Skotoma perifer, khas untuk glaukoma tahap lanjut, retinitis pigmentosa dan gangguan
retina perifer lainnya.
Ada beberapa penyakit atau gangguan yang menjadi penyebab utama low vision. Penyakit-penyakit
tersebut adalah :

1. Katarak
Katarak adalah kekeruhan yang terjadi pada lensa sehingga cahaya tidak dapat
difokuskan dengan tepat kepada retina. Keluhan penurunan ketajaman penglihatan
akibat katarak sering dijumpai dengan mudah pada pasien saat anamnesis karena pada
umumnya pasien akan menjelaskan aktivitas-aktivitas yang harus dibatasi bahkan
ditinggalkannya akibat penyakit ini. Tipe katarak yang berbeda akan memiliki efek yang
berbeda pula terhadap perubahan ketajaman penglihatan.
2. Retinopati Diabetik
Perubahan ketajaman penglihatan akibat retinopati diabetik awalnya disebabkan oleh
pembengkakan lensa setelah terpapar kadar gula yang tinggi secara
berkepanjangan yang bersifat reversibel maupun ireversibel (menyebabkan katarak).
Sedangkan pada kasus diabetes yang kronis, akan terjadi kerusakan pembuluh darah
di retina yang pada tahap akhir dapat menyebabkan kebocoran darah ke retina dan
vitreous, menyebabkan gangguan penglihatan.
3. Degenerasi Makular terkait Usia
Merupakan penyakit yang disebabkan oleh degenerasi fotoreseptor dan epitel pigmen di
area makula. Penyakit ini merupakan penyebab utama kehilangan visualisasi sentral
pada usia diatas 50 tahun.
4. Glaukoma
Glaukoma adalah sekelompok kondisi yang bermanifestasi pada kerusakan saraf optikus
dan hampir selalu berhubungan dengan peningkatan tekanan intraokuli, atau tekanan di
dalam bola mata Pada glaukoma tipe sudut tertutup, terjadi penyumbatan aliran sistem

Page | 4
drainase mata. Hal ini selanjutnya menyebabkan peningkatan tekanan di dalam bola mata
secara tiba-tiba, menyebabkan mata merah, mual, dan muntah. Penurunan penglihatan
terjadi akibat adanya pembengkakan dari kornea.

2.3. Pemeriksaan Pada Low Vision


Sebagaimana kasus oftalmologi pada umumnya, pemeriksaan ketajaman
penglihatan penting dilakukan serta merupakan ukuran penilaian fungsi visual pada
tindakan rehabilitasi, karena tentu saja kemampuan untuk melakukan aktivitas pada
orang dengan tajam penglihatan 6/21 akan berbeda dibandingkan orang dengan 6/120.
Pemeriksaan fungsi penglihatan lainnya yang juga penting khususnya sensitivas kontras
dan lapang pandang tengah.

Ketajaman Penglihatan
Pengukuran ketajaman penglihatan yang akurat dapat dimulai dari yang paling
rendah. Kartu pemeriksaan dapat diletakkan pada jarak yang lebih dekat daripada
standar (misalnya pada jarak 1 m) dibandingkan pada pemeriksaan normal yang
dilakukan pada jarak 6 m. Ketika melakukan pemeriksaan pada pasien dengan low
vision, kartu Early Treatment Diabetic Retinopathy Study (ETDRS) umumnya
diletakkan pada jarak 1-4 m. Pada pasien dengan penglihatan yang sangat rendah,
pemeriksaan Berkeley Rudimentary Vision Assessment tersedia untuk menilai
ketajaman penglihatan hingga 6/4.800. Pasien dengan penglihatan normal akan
memfiksasikan bayangan kartu pemeriksaan pada fovea. Pasien dengan penyakit
makular akan memfiksasikan bayangan pada bagian lain dari retina, sehingga
ketajaman penglihatan akan bervariasi tergantung lokasi fiksasi, karena area yang
berbeda pada retina memiliki sensitivitas yang berbeda. Pada retinopati diabetik, tingkat
ketajaman penglihatan dapat berfluktuasi dari hari ke hari. Beberapa pasien juga akan
memiliki fungsi penglihatan yang berbeda secara signifikan tergantung pada kondisi
pencahayaan.

Chart ETDRS

Chart ETDRS adalah pemeriksaan untuk mengukur ketajaman penglihatan dengan


ketepatan dan reabilitas yang lebih baik dibanding chart Snellen. Tidak seperti chart Snellen

Page | 5
yang mudah ditemukan di mana saja, chart ETDRS umumnya hanya dapat ditemukan di dokter
spesialis mata. Bisa dibilang pemeriksaan mata dengan kartu ini lebih akurat dibandingkan
dengan kartu Snellen. Hal ini disebabkan pada kartu ETDRS :

1. Masing-masing baris memiliki jumlah huruf atau angka yang sama

2. Jarak antar huruf atau angka pada masing-masing baris sama

3. Jarak antar huruf atau angka pada baris yang berbeda sama

4. Tingkat kesulitan pembacaan huruf atau angka yang terdapat pada masing-masing baris
sama

Sensitivitas Kontras
Kemampuan untuk membedakan kontras merupakan fungsi penglihatan yang
terpisah dari tajam penglihatan. Walaupun ketajaman penglihatan dan sensitivitas
kontras sering diasosiasikan, namun hal ini bisa tidak terjadi pada beberapa penyakit
(misalnya neuropati optik, atrofi geografik). Pasien dengan sensitivitas kontras yang
rendah akan mengalami kesulitan saat membaca tulisan berwarna, mengemudi saat kabut
atau bersalju, dan mengenali wajah. Pemeriksaan formal untuk sensitivitas kontras
dilakukan mengguakan kartu Vistech dan kartu Pelli-Robson.

Lapang Pandang Tengah


Kelompok pasien terbesar yang dirujuk untuk menjalani rehabilitasi penglihatan
adalah pasien dengan gangguan lapang pandang tengah akibat degenerasi makular. Alat
paling optimal untuk melakukan evaluasi penglihatan pada pasien dengan gangguan
lapang pandang tengah adalah macular perimeter yang memonitor lokasi fundus dan
selanjutnya menentukan arah tatapan pasien sebelum diberikan target. Macular
perimetry mendokumentasikan titik fiksasi retina pasien, adanya skotoma pada lapang
pandang tengah, serta hubungan antara titik fiksasi dengan skotoma tersebut.

Silau
Rasa silau adalah ketidaknyamanan atau gangguan penglihatan yang disebabkan
oleh adanya berkas sinar yang tersebar. Beberapa kondisi umum yang dapat
menyebabkan timbulnya rasa silau meliputi edema kornea, katarak, distrofi sel batang-

Page | 6
kerucut, dan albinisme. Selain itu, degenerasi makular atau glaukoma juga dapat
menyebabkan rasa silau. Pasien dengan penurunan sensitivitas kontras sering
membutuhkan tingkat pencahayaan yang lebih tinggi, yang pada akhirnya dapat memicu
timbulnya rasa silau. Cara termudah untuk menilai adanya rasa silau adalah melalui
anamnesis; namun pemeriksaan dapat juga melakukan pemeriksaan ketajaman
penglihatan dan sensitivitas kontras, dengan atau tanpa sumber cahaya di dekat kartu
pemeriksaan yang diposisikan ke arah pasien.

2.4. Hasil Pemeriksaan Low Vision

Visus Awal : OS 4/20


OD 4/25
ODS 4/25

Defect Lapang Pandang Perifer : OS 4/32


OD 4/25
ODS 4/25

Defect Lapang Pandang Sentral : OS 4/40


OD 1/40
ODS 4/25

Kelainan Kornea : OS 4/25


OD 4/32
ODS 4/25

Kelainan Lensa : ODS 1/300

Page | 7
BAB III
KESIMPULAN

Low vision dapat dikatakan sebagai tingkat penglihatan yang menghalangi seseorang
untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Pasien dengan low vision mengalami penurunan
penglihatan yang bervariasi, mulai visus kurang dari 6/18 sampai hanya mampu melihat cahaya
dengan visus 1/∞ atau light perception yang disertai dengan lapangan pandang yang sempit (<10º
dari titik fiksasi).

Low vision dapat terjadi pada setiap jenjang usia, dari bayi hingga lanjut usia. Bisa terjadi
akibat tumor, infeksi, cedera, fibroplasias Retrolental, diabetes, gangguan pembuluh darah, atau
miopia yang tidak terkoreksi ataupun congenital (kelainan bawaan).

Penyakit-penyakit atau gangguan yang menjadi penyebab utama low vision adalah
katarak, retinopati diabetik, aged macular degeneration dan glaukoma.

Adapun pemeriksaan yang dilakukan untuk low vision ini adalah ketajaman penglihatan,
sensitivitas kontras, lapang pandang tengah dan pemeriksaan silau.

Page | 8
Dokumentasi

Lokasi : Laboratorium Refraksi Unimerz


Tanggal 4 Januari 2022

Page | 9
Sumber Referensi

 Magdalena Purnama Soeprajogo (2020), Karakteristik Pasien Dengan Gangguan Penglihatan


Sedang Sampai Berat Di Poliklinik Low Vision Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo,
Pusat Mata Nasional RS Cicendo, Bandung.
 Muhammad Luthfi (2017), Low Vision,FK-USU RSUP H.Adam Malik, Medan.
 Nurchaliza Hazaria Siregar (2009), Low Vision, FK-USU, Medan.
 Yulia Limowa (2020), Karakteristik Pasien Penderita Low Vision Pada Anak Di Rumah Sakit
Universitas Hasanuddin Tahun 2015-2019, FK-UNHAS, Makassar.
 Rosa Adela Lubis (2017), Low Vision, ARO Yayasan Binalita Sudama, Medan.

Page | 10

Anda mungkin juga menyukai