Anda di halaman 1dari 50

Makalah Keperawatan Medikal Bedah II

Konsep Medis Dan Asuhan Keperawatan Ablatio Retina Dan Trauma Mata

Di susun oleh :

Nanang setyawan 1150019021

Maya nur alifah 1150019023

Ririn indahwati 1150019063

Prodi D3 Keperawatan

Fakultas Keperawatan Dan Kebidanan

Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya

2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini dengan judul, “Konsep Medis dan Asuhan Keperawatan Ablatio
Retina dan Trauma Mata”. Makalah ini di susun dalam rangka memenuhi tugas
mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II Program Studi DIII Keperawatan.

Dalam menyusun makalah ilmiah ini, penulis banyak memperoleh bantuan


serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada dosen mata kuliah Keperawatan
Medikal Bedah II dan kepada teman-teman yang telah mendukung
terselesaikannya makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari
sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun guna sempurnanya makalah ini. Penulis berharap semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Surabaya, 21 April 2021

Kelompok 25

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang..........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................2

1.3 Tujuan.......................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Ablasio Retina..........................................................................................4

2.2 Teori Asuhan Keperawatan Ablasio Retina.............................................9

2.3 Trauma Mata...........................................................................................16

2.4 Teori Asuhan Keperawatan Trauma Mata..............................................37

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan.............................................................................................47

3.2 Saran.......................................................................................................47

DAFTAR PUSTAKA

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Mata Normal (kiri) dan Ablasio Retina (kanan)............................4


Gambar 2. Gambar ilustrasi Ablasio Retina...................................................5
Gambar 3 Trauma Mata................................................................................16

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penglihatan merupakan hadiah yang tidak ternilai yang diberikan oleh


Tuhan. Mata memiliki fungsi yang sangat penting dalam kehidupan. Saat ini,
terdapat banyak gangguan/penyakit pada mata. Setiap 5 detik ditemukan 1 orang
di dunia menderita kebutaan. Diperkirakan oleh WHO terdapat lebih dari 7 juta
orang menjadi buta setiap tahun. Saat ini diperkirakan180 juta orang di seluruh
dunia mengalami gangguan penglihatan, dari angka tersebut terdapat antara 40-45
juta menderita kebutaan dan 1 diantaranya terdapat di South East Asia. Oleh
karena populasi yang terus bertambah dan oleh faktor usia, jumlah ini
diperkirakan akan bertambah 2 kali lipat di tahun 2020. Hal tersebut
mempengaruhi kualitas kehidupan dan status sosial-ekonomi dan menjadikan
ekonomi bangsa terletak dilevel rendah. Presentasi kebutaan mempengaruhi
kontribusi ekonomi penduduk dalam grup usia 50-65 tahun dan hasil kerja oleh
karena ekonomi sosial pada keluarga. Kondisi kesehatan mata di Indonesia,
gambar bagan persentasi kebutaan di Negara South East Asia di Indonesia. Dan
salah satunya yang akan dibahas disini adalah salah satu gangguan penglihatan
pada mata yaitu Ablasio retina. Penyakit ini merupakan penyakit gawat darurat,
penderita tidak boleh terlalu banyak bergerak agar tidak memperparah kondisi
mata. Ablasio retina terjadi bila ada pemisahan retina neurosensori dari lapisan
epitel bergpigmen retina dibawahnya karena retina neurosensori, bagian retina
yang mengandung batang dan kerucut, terkelupas dari epitel berpigmen member
nutrisi maka sel fotosensitif ini tak mampu melakukan aktivitas fungsi visualnya
dan berakibat hilangnya penglihatan (C. smelzer Suzanne, 2002)

Insiden Ablasio retina di Amerika serikat adalah 1:15.000 populasi dengan


prevalensi 0,3%sumber lain menyatakan insiden Ablasio retina di Amerika adalah
12,5:100.000 kasus pertahun atau sekitar 28.000 kasus pertahun secara
internasional, faktor penyebab Ablasio retina terbanyak adalah miopia 40-50%,
operasi katarak (afakia, pseudofakia) 30-40%, dan trauma okuler 10-20%. Ablasio
retina lebih banyak terjadi pada usia 40-70 tahun, tetapi bisa terjadi pada anak-
anak dan remaja lebih banyak karena trauma. Ablasio retina regmatogenosa

1
merupakan Ablasio retina yang paling sering terjadi. Sekitar 1 dari 10.000
populasi normal akan mengalami Ablasio retina regmatogenosa kemungkinan ini
akan meningkat pada pasien yang telah menjalani operasi katarak, terutama jika
operasi ini mengalami komplikasi kehilangan vitreus, baru mengalami trauma
mata berat. Prevalensi meningkat pada beberapa keadaan miopi, afaksia dan
trauma. Survei berbasis populasi pada insiden Ablasio retina di negara
berkembang masih jarang dan sedikit yang diketahui mengenai Ablasio retina,
bila segera tidak dilakukan tindakan lepasnya retina akan mengakibatkan cacat
penglihatan dan kebutaan.

Mata merupakan salah satu indra dari pancaindra yang sangat penting
untuk kehidupan manusia. Terlebih-lebih dengan majunya teknologi, indra
penglihatan yang baik merupakan kebutuhan yang tidak dapat diabaikan. Mata
merupakan bagian yang sangat peka. Walaupun mata mempunyai sistem
pelindung yang cukup baik seperti rongga orbita, kelopak, dan jaringan lemak
retrobulbar selain terdapatnya refleks memejam atau mengedip, mata masih sering
mendapat trauma dari dunia luar. Trauma dapat mengakibatkan kerusakan pada
bola mata dan kelopak, saraf mata dan rongga orbita. Kerusakan mata akan dapat
mengakibatkan atau memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi
penglihatan. Trauma pada mata memerlukan perawatan yang tepat untuk
mencegah terjadinya penyulit yang lebih berat yang akan mengakibatkan
kebutaan.
Kemajuan mekanisasi dan teknik terlebih-lebih dengan bertambah
banyaknya kawasan industri, kecelakaan akibat pekerjaan bertambah banyak pula,
juga dengan bertambah ramainya lalu lintas, kecelakaan di jalan raya bertambah
pula, belum terhitung kecelakaan akibat perkelahian, yang juga dapat mengenai
mata. Pada anak-anak kecelakaan mata biasanya terjadi akibat kecelakaan
terhadap alat dari permainan yang biasa dimainkan seperti panahan, ketapel,
senapan angin, tusukan dari gagang mainan dan sebagainya.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah definisi dari Ablasio retina ?

2. Apa klsifikasi dari Ablasio retina ?

2
3. Apa eiologi dari Ablasio retina ?

4. Apa patofisiologi dari Ablasio retina ?

5. Apa saja manifestasi klinis dari Ablasio retina ?

6. Apa saja pemeriksaan penunjang dari Ablasio retina ?

7. Apa saja penatalaksanaan dari Ablasio retina?

8. Apa itu trauma mata?

9. Bagaimana etiologi trauma mata?

10. Berapa macam trauma mata?

11. Bagaimana komplikasi dan pemeriksaan penunjang trauma mata?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi dari Ablasio retina ?

2. Untuk mengetahui klasifikasi dari Ablasio retina ?

3. Untuk mengetahui etiologi dari Ablasio retina ?

4. Untuk mengetahui patofisiologi dari Ablasio retina ?

5. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Ablasio retina ?

6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari Ablasio retina ?

7. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari Ablasio retina?

8. Untuk mengetahui apa itu trauma mata?

9. Untuk mengetahui bagaimana etiologi trauma mata?

10. Untuk mengetahui berapa macam trauma mata?

11. Untuk mengetahui bagaimana komplikasi dan pemeriksaan penunjang trauma mata

BAB 2

3
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Ablasio Retina

2.1.1 Pengertian
Retina merupakan lapisan tipis pada bagian terdalam bola mata yang
memiliki fungsi vital untuk menerima rangsangan cahaya dari luar mata
dan memproses menjadi sinyal saraf untuk diteruskan ke otak sehingga
kita dapat melihat dengan jelas. Retina memproses cahaya melalui lapisan
fotoreseptor. Fotoreseptor memiliki peranan penting dalam penglihatan
yang berkualitas terutama dalam hal warna dan intensitas cahaya.
Kerusakan pada retina dapat menyebabkan gangguan penglihatan yang
serius. Kelainan mata seperti ablasio retina dapat mengganggu retina
dalam menerima rangsangan cahaya dan menyebabkan otak tidak dapat
menerima informasi penglihatan dari mata.

Gambar 1. Mata Normal (kiri) dan Ablasio Retina (kanan)


Ablasio retina merupakan gangguan mata yang terjadi ketika retina
terlepas dari bagian belakang mata. Apabila retina lepas, sel saraf mata
dapat menjadi kekurangan oksigen serta nutrisi. Terlepasnya retina dapat

4
menyebabkan kehilangan penglihatan sebagian atau bahkan bisa total,
bergantung seberapa banyak bagian retina yang lepas.

Gambar 2. Gambar ilustrasi Ablasio Retina


Ablasio retina merupakan suatu kegawatdaruratan medis. Segera hubungi
dokter apabila Anda mengalami perubahan penglihatan mendadak.
Kondisi ini dapat membawa risiko kehilangan penglihatan permanen
apabila terlambat atau tidak ditangani. Ablasio retina memengaruhi 0,6
sampai 1,8 orang per 10.000 orang per tahun. Sekitar 0,3% orang
mengalaminya. Kondisi paling umum terjadi pada orang di usia 60 atau
70-an. Pria lebih sering terkena gangguan mata ini dibandingkan dengan
wanita.

Seringkali penderita ablasio retina tidak sadar akan gangguan ini karena
ablasio retina tidak menyebabkan rasa sakit. Namun, ada beberapa tanda
yang biasanya muncul sebelum retina lepas. Gejala – gejala yang terjadi
pada ablasio retina adalah pandangan kabur,kehilangan sebagian
penglihatan,pandangan mata tampak buram seperti tertutup tirai,kilatan
cahaya yang muncul mendadak,area gelap pada bidang
penglihatan,melihat banyak floaters, yaitu serpihan-serpihan yang tampak
seperti flek hitam atau benang yang mengambang di depan mata.
2.1.2 Klasifikasi
1. Rhegmatogenous Retina Detachment (RRD): Diawali dengan
adanya robekan (break) pada retina yang menyebabkan masuknya
cairan yang berasal dari vitreus yang mencair (liquefaction) di
antara lapisan sensoris retina & RPE. (Budiono, 2013)
2. Non Rhegmatogenous Retinal Detachment
- Traction Retinal Detachment: terlepasnya lapisan sensoris
dari RPE akibat dari tarikan oleh membran vitreoretina.
Membran tersebut terbentuk pada kasuskasus:
Proliliverative Diabetic Retinopathy; Retinopathy of
5
Prematurity; Sickle Cell Retinopathy & penetrating
posterior segment trauma.
- Exudative Retinal Detachment: masuknya cairan yang
berasal dari choriocapillary ke rongga subretina dengan
cara menembus/melewati lapisan RPE yang rusak. Pada
umumnya terjadi pada kasus-kasus : severe hypertension;
choloridal tumor; neovaskulerisasi subretina;
retinoblastoma dan lainlain. (Budiono, 2013)
2.1.5 Etiologi
Ablasio retina dapat terjadi secara spontan atau sekunder setelah trauma,
akibat adanya robekan pada retina, cairan masuk kebelakang dan
mendorong retina (rhematogen) atau tejadi penimbunan eksekudat
dibawah retina sehinggan retina terangkat (non rhematogen), atau tarikan
jaringan parut pada badan kaca (traksi). Penimbunan eksekudat terjadi
akibat penyakit koroid, misalnya skleritis, koroditis, tumor retrobulbar,
uveitis dan toksemia gravidarum. Jaringan parut pada badan kaca dapat
disebabkan DM, proliferatife, trauma, infeksi atau pasca bedah. (John,
2015)
2.1.6 Patofisiologi
Menurut Budiono (2013) Longgarnya perlekatan antara epitel pigmen dan
retina menyebabkan keduanya bisa terlepas satu terhadap yang lain,
sehingga cairan bisa terkumpul diantaranya. 16 Cairan tersebut biasanya
berasal dari bagian badan kaca yang cair yang dengan bebas melewati
lubang di retina menuju kedalam rongga yang terbentuk karena
terlepasnya epitel pigmen dari retina tersebut. Penyebab ablasio retina
pada orang muda yang matanya tampak sehat dan refraksi lensanya normal
adalah karena adanya kelemahan perlekatan bagi retina untuk melekat
dengan lapisan dibawahnya. Kelemahan yang biasanya tidak terdiagnosis
letaknya dipinggir bawah retina. Kadang-kadang ditempat yang sama
terdapat kista retina kecil. Jika pinggiran retina terlepas dari perlekatannya
maka akan terbentuk suatu lubang seperti yang disebutkan diatas. Pada
ablasio retina, bagian luar retina yang sebelumnya mendapat nutrisi yang
baik dari koroid. Akibatnya akan terjadi degenerasi dan atropi sel reseptor
retina. Pada saat degenerasi retina terjadi kompenasasi sel epitel pigmen

6
yang melakukan serbukan sel ke daerah degenerasi. Akibat reaksi
kompensasi akan terlihat sel epitel pigmen di depan retina. Selain itu juga
akan terjadi penghancuran sel kerucut dan sel batang retina. Bila
degenerasi berlangsung lama, maka sel pigmen akan bermigrasi ke dalam
cairan sub retina dank e dalam sel reseptor kerucut dan batang. Bila pada
retina terdapat ruptur besar maka badan kaca akan masuk ke dalam cairan
sub retina. Apabila terjadi kontak langsung antara badan kaca dan koroid.
Apabila terjadi degenerasi sel reseptor maka keadaan ini akan berlanjut ke
dalam jaringan yang lebih dalam, yang kemudian jaringan ini diganti
dengan jaringan glia.
2.1.7 Pathway

2.1.7 Manifestasi Klinis


Menurut Tamsuri (2011) tanda dan gejala dari Ablasio retina adalah :
- Gejala dini : floaters dan fotopsia (kilatan halilintar kecil pada
lapangan pandang)
- Gangguan lapang pandang
- Pandangan seperti tertutup tirai
7
- Visus menurun tanpa disertai rasa sakit
- Visus menurun
- Gangguan lapang pandang
- Pada pemeriksaan fundus okuli, tampak retina yang terlepas
berwarna pucat dengan pembuluh darah retina yang berkelok-
kelok disertai atau tanpa robekan retina
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan Laboratorium, Dilakukan untuk mengetahui adanya
penyakit penyerta antara lain glaukoma, diabetes mellitus, maupun
kelainan darah.
- Pemeriksaan Ultrasonografi, yaitu ocular B-Scan ultrasoografi juga
digunakan untuk mendiagnosis ablasio retina dan keadaan
patologis lain yang menyertainya seperti proliverative
vitreoretinopati, benda asing intraokuler. Selain itu ultrasonografi
juga digunakan untuk mengetahui kelainan yang menyebabkan
ablasio retina eksekudatif misalnya tumor dan posterior skleritis
- Scleral indentation
- Fundus drawing
- Goldmann triple-mirror
- Indirect slit lamp biomicroscopy
2.1.9 Penatalaksanaan
Menurut Tamsuri (2011) penatalaksanaan dari ablasio retina yaitu :
- Penderita tirah baring
- Mata yang sakit ditutup dengan bebat mata
- Pada penderita dengan ablasio retina nonregmatogen, bila penyakit
primernya sudah diobati, tetapi masih terdapat ablasio retina, dapat
dilakukan operasi cerclage.
- Pada ablasio retina rematogen:
a. Fotokoagulasi retina: bila terdapat robekan retina dan belum
terjadi separasi retina.
b. Plombage local: dengan spons silicon dijahatikan pada episklera
didaerah robekan retina (dikontrol dengan oftalmoskop indirek
binuclear)

8
c. Membuat radang steril pada koroid dan epitel pigmen pada
daerah robekan retina dengan jalan:
- Diatermi
- Pendinginan
- Operasi cerclage20
- Operasi ini dikerjakan untuk mengurangi tarikan badan kaca pada
keadaan cairan subretina dapat dilakukan fungsi lewat sclera
2.2 Teori Asuhan Keperawatan Ablasio Retina
I. PENGKAJIAN
1. Biodata : nama ,usia,alamat ,pekerjaan,pendidikan ,agama ,suku
2. Keluhan Utama : penglihatan kabur , buram .
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Adanya keluhan pada pengelihatan seperti : pengelihatan menurun
melihat seperti ada kilat cahaya dalam lapangan pandang adanya
tirai hitam yang menutupi pengelihatan
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Adakah riwayat penyakit dahulu yang diderita pasien yang
berhubungan dengan timbulnya ablasio retina yaitu adanya miopi
tinggi, retinopati, trauma pada mata.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Adakah riwayat keturunan dari salah satu anggota keluarga yang
menderita ablosio retina ataupiun yang menderita miopi.
6. Riwayat psikososial dan spiritual
Bagaimana hubungan pasien dengan anggota keluarga yang lain
dan lingkungan sekitar sebelum maupun sesudah sakit. Apakah
pasien mengalami kecemasan, rasa takut, kegelisahan karena
penyakit yang dideritanya dan bagaimana pasien menggunakan
koping mekanisme untuk menyelesaikan masalah yang
dihadapinya.
II. POLA FUNGSIONAL GORDON
1. Pola persepsi dan tatalaksana hidup
- Kemampuan merawat diri pasien menurun dan juga terjadi
perubahan pemeliharaan kesehatan.
2. Pola nutrisi dan metabolism

9
- Pada klien tidak mengalami perubahan nutrisi dan
metabolisme.
3. Pola aktivitas dan latihan
- Biasanya pada pola ini pasien mengalami ketidak aktifan
diri dan ganguan.
4. Pola eliminasi
- Pada klien tidak mengalami gangguan dan perubahan
eliminasi.
5. Pola tidur dan istirahat
- Pola tidur klien berubah sampai berkurangnya pemenuhan
kebutuhan tidur klien.
6. Pola persepsi dan kognitif
- Pengelihatan klien kabur, adanya tirai dan adanya kilatan
cahaya pada pengelihatan.
7. Pola pesepsi dan konsep diri
- Klien merasa resah dan cemas akan terjadi kebutaan.
8. Pola hubungan dan peran
- Hubungan klien dengan orang disekitarnya menurun begitu
juga dalam melaksanakan perannya.
9. Pola reproduksi dan seksual
- Pola ini tidak mengalami gangguan.
10. Pola penanggulangan stress
- Biasanya klien sering bertanya kapan akan dilakukan
tindakan operasi dan merasa cemas karena takut terjadinya
kecacatan pada penglihatan.
11. Pola tata nilai dan kepercayaan
- Pola ini tidak mengalami gangguan.
III. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan luka post
operasi ablasio retina.
2. Resiko cedera berhubungan dengan penurunan ketajaman
penglihatan
3. Kecemasan berhubungan dengan ancaman kehilangan penglihatan.
IV. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
10
NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN DAN
KRITERIA
HASIL
1 Gangguan rasa Tujuan : 1. BHSP 1. Untuk membina
nyaman (nyeri) b.d Setelah 2. Observasi hubungan saling
luka post operasi dilakukan TTV percaya antara
ablasio retina. tindakan 3. Kaji nyeri pasien dan
keperawatan secara perawat
selama 1 x 24 komprehensif 2. Untuk
jam : (lokasi , mengetahui
Rasa nyeri karakteristik , perkembangan
pasien hilang durasi , pasien
atau berkurang frekuensi , 3. Untuk
sehingga dapat kualitas dan mengetahui
meningkatkan factor derajat
rasa kenyamanan presipitasi) keparahan nyeri
pasien. 4. Observasi 4. Untuk
reaksi non mengetahui
Kriteria hasil : verbal dari tingkat
1. Mampu ketidaknyam keidaknyamanan
mengontrol anan pasien
nyeri 5. Kaji factor 5. Untuk
2. Nyeri dapat yang mengetahui
berkurang memperberat factor yang
3. Mampu nyeri memperberat
mengenali 6. Ajarkan nyeri
nyeri tekhnik 6. Untuk
4. Menyatakan distraksi dan mengurangi
rasa nyaman relaksasi nyeri
setelah nyeri 7. Kolaborasi 7. Merupakan
berkurang pemberian terapi
analgesic farmakologi
untuk

11
mengurangi
nyeri
2 Resiko cedera b.d Tujuan : 1. BHSP 1. Untuk membina
penurunan Setelah 2. Observasi hubungan saling
ketajaman dilakukan TTV percaya antara
penglihatan tindakan 3. Sediakan pasien dan
keperawatan lingkungan perawat
selama 1 x 24 yang aman 2. Untuk
jam : untuk pasien mengetahui
Tidak terjadi 4. Bantu klien perkembangan
kecelakaan atau dalam kondisi pasien
cedera pada beraktivitas 3. Untuk
pasien. 5. Memasang meminimalisir
side rail resiko cedera
Kriteria hasil : tempat tidur 4. Untuk
1. Klien 6. Orientasikan mengurangi
terbebas pada pasien resiko cedera
dari cedera lingkungan 5. Untuk
2. Klien sekitarnya. mengurangi
mampu 7. Hindari resiko jatuh
menjelaskan ketegangan 6. Diharapakan
cara untuk pada pasien. pasien dapat
mencegah dapat mengenal
cedera lingkungannya
3. Klien dapat sehingga akan
menjalaskan mengurangi
factor resiko resiko
yang terjadinya
menyebabka kecelakaan.
n cedera 7. Ketegangan
dapat
menyebabkan
kecelakaan.
3 Kecemasan b.d Tujuan : 1. BHSP 1. Untuk membina

12
ancaman Setelah 2. Observasi hubungan saling
kehilangan dilakukan TTV percaya antara
penglihatan. tindakan 3. Dampingi pasien dan
keperawatan pasien untuk perawat
selama 1 x 24 memberikan 2. Untuk
jam keamanan dan mengetahui
Cemas dapat mengurangi perkembangan
berkurang dan takut kondisi pasien
hilang 4. Identifikasi 3. Untuk
tingkat mengurangi
Kriteria hasil : kecemasan tingakt
1. Klien 5. Ajarkan kecemasan klien
mampu tekhnik 4. Untuk
mengidentifi relaksasi mengetahui
kasi dan 6. Bantu pasien tingkat
mengungkap mengidentifik kecemasan
kan gejala asi situasi pasien
cemas yang 5. Untuk
2. Mengidentifi menimbulkan mengurangi dan
kasi , kecemasan mengalihkan
mengungkap 7. Monitor kecemasan
kan ,dan tingkat 6. Untuk dapat
menunjukkan kecemasan menghindari
tekhnik pasien melalui factor penyebab
untuk observasi kecemasan
mengontrol respon 7. Dengan monitor
cemas fisiologis. tingkat
3. Vital sign kecemasan
dalam batas dapat diketahui
normal berapa besar
4. Postur stressor yang
tubuh , dihadapi pasien.
ekspresi
wajah ,

13
bahasa tubuh
dan tingkat
aktivitas
menunjukkan
berkurangny
a kecemasan

V. PERSIAPAN YANG PERLU DILAKUKAN


a. Persiapan penderita sebelum operasi
- Mengatasi kecemasan
- Membatasi aktivitas
- Penutup mata harus selalu dipakai untuk mencegah atau
membatasi pergerakan bola mata
- Pengobatan dengan obat tetes mata jenis midriaticum untuk
mencegah akomodasi dan kontriksi.
b. Persiapan penderita setelah operasi
- Istirahatkan pasien (bad rest total) minimal dalam 24 jam
pertama
- Ukur vital sign tiap jam dalam 24 jam pertama.
- Evaluasi penutup mata
- Bantu semua kebutuhan ADl
- Perawatan dan pengobatan sesuai program

VI. PENDIDIKAN KESEHATAN


Pada klien ablasio retina baik sebelum pembedahan maupun
setelah pembedahan, perlu diberikan pendidikan kesehatan dalam
merawat matanya, antara lain :
1. Diberikan pengetahuan mengenai perawatan diri setelah dioperasi
2. Dianjurkan untuk menjaga kebersihan mata
3. Setelah pembedahan retina perawat menekankan untuk menjaga
posisi yang benar untuk memfasilitasi perekatan kembali lapisan
retina.

14
4. Menkonsumsi anti oksidan (Vit C, Vit A, Vit E, Zinc, Cooper dan
Lutein) menjaga agar dapat mencegah komplikasi lebih lanjut.
5. Hindari ekspose berlebih terhadap sinar ultraviolet misalnya dengan
menggunakan kaca mata hitam agar mata tidak berkontak langsung
dengan sinar matahari.
6. Pemeriksaan berkala dengan Amsler Grid
Amsler Grid adalah cara pemeriksaan yang dapat dilakukan
penderita untuk memeantau progresitifitas penyakit.
7. Menberikan penguatan psikologi kalau usaha operasi dapat
mengembalikan fungsi penglihatan.
8. Preoperasi, Perawat perlu memberikan informasi secara akurat dan
tenangkan hati klien untuk mengurangi kecemasan klien.
9. Post Operasi, Hindari gerakan menghentakkan kepala (menyisir
rambut, membungkuk, mengejan, bersin, batuk, muntah) dan batasi
aktivitas yang berlebihan hingga tercapai penyembuhan. Perawat
perlu membantu aktivitas sehari-hari klien untuk mencegah hentakan
atau pergerakan kepala yang berlebihan.
2.3 Trauma Mata

2.3.1 Definisi Trauma Mata

Gambar 3 Trauma Mata


Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan perlukaan
mata. Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata, dan dapat juga sebagai
kasus polisi. Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau
menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata. Alat rumah tangga sering
menimbulkan perlukaan atau trauma mata.
2.3.2 Etiologi
Gejala yang ditimbulkan tergantung jenis trauma serta berat dan
ringannya trauma.

15
1. Trauma tajam selain menimbulkan perlukaan dapat juga
disertai tertinggalnya benda asing didalam mata. Benda asing
yang tertinggal dapat bersifat tidak beracun dan beracun. Benda
beracun contohnya logam besi, tembaga serta bahan dari
tumbuhan misalnya potongan kayu. Bahan tidak beracun
seperti pasir, kaca. Bahan tidak beracun dapat pula
menimbulkan infeksi jika tercemar oleh kuman.
2. Trauma tumpul dapat menimbulkan perlukaan ringan yaitu
penurunan penglihatan sementara sampai berat, yaitu
perdarahan didalam bola mata, terlepasnya selaput jala (retina)
atau sampai terputusnya saraf penglihatan sehingga
menimbulkan kebutaan menetap.
3. Trauma Khemis asam umumnya memperlihatkan gejala lebih
berat daripada trauma khemis basa. Mata nampak merah,
bengkak, keluar airmata berlebihan dan penderita nampak
sangat kesakitan, tetapi trauma basa akan berakibat fatal karena
dapat menghancurkan jaringan mata/ kornea secara perlahan-
lahan.
4. Trauma Mekanik
a. Gangguan molekuler. Dengan adanya perubahan patologi akan
menyebabkan kromatolisis sel.
b. Reaksi Pembuluh darah. Reaksi pembuluh darah ini berupa
vasoparalisa sehingga aliran darah menjadi lambat, sel endotel
rusak, cairan keluar dari pembuluh darah maka terjadi edema.
c. Reaksi Jaringan. Reaksi Jaringan ini biasanya berupa robekan
pada cornea, sclera dan sebagainya.
2.3.3 Tanda Dan Gejala
1. Tajam penglihatan yang menurun
2. Tekanan bola mata rndah
3. Bilikmata dangkal
4. Bentuk dan letak pupil berubah
5. Terlihat adanya ruptur pada corneaatau sclera
6.Terdapat jaringan yang prolapsseperti caiaran mata iris, lensa,
badan kaca atau retina

16
7. Kunjungtiva kemotis
2.3.4 Macam-Macam Bentuk Trauma:
1) Fisik atau Mekanik
a. Trauma Tumpul, misalnya terpukul, kena bola tenis, atau
shutlecock, membuka tutup botol tidak dengan alat, ketapel.
b. Trauma Tajam, misalnya pisau dapur, gunting, garpu,
bahkan peralatan pertukangan.
c. Trauma Peluru, merupakan kombinasi antara trauma
tumpul dan trauma tajam, terkadang peluru masih tertinggal
didalam bola mata. Misalnya peluru senapan angin, dan
peluru karet.
A. Trauma Tumpul Pada Mata
Trauma tumpul pada mata dapat diakibatkan benda yang keras
atau benda yang tidak keras, dimana benda tersebut dapat
mengenai mata dengan keras (kencang) ataupun lambat.
1. Hematoma Kelopak
Hematoma palpebra yang merupakan pembengkakan atau
penimbunan darah dibawah kulit kelopak akibat pecahnya
pembuluh darah palpebra. Hematoma kelopak merupakan
kelainan yang sering terlihat pada trauma tumpul kelopak.
Trauma dapat akibat pukulan tinju, atau benda-benda keras
lainnya. Keadaan ini memberikan bentuk yang menakutkan
pada pasien, dapat tidak berbahaya ataupun sangat berbahaya
karena mungkin ada kelainan di belakangnya.
Bila perdarahan terletak lebih dalam dan mengenai kedua
kelopak dan berbentuk kaca mata hitam yang sedang dipakai,
maka keadaan ini disebut sebagai hematoma kacamata.
Hematoma kacamata merupakan keadaan sangat gawat.
Hematoma kacamat terjadi akibat pecahnya arteri oftalmika
yang merupakan tanda fraktur basis kranii. Pada pecahnya
arteri oftalmika maka darah masuk ke dalam kedua rongga
orbita melalui fisura orbita. Akibat darah tidak dapat menjalar
lanjut karena dibatasi septum orbita kelopak maka akan

17
terbentuk gambaran hitam pada kelopak seperti seseorang
memakai kacamata.
Pada hematoma kelopak yang dini dapat diberikan kompres
dingin untuk mengehenti kan perdarahan dan menghilangkan
rasa sakit. Bila telah lama untuk memudahkan absorbsi darah
dapat dilakukan kompres hangat pada kelopak.
B. Trauma Tumpul Konjungtiva
1. Edema Konjungtiva
Jaringan konjungtiva yang bersifat selaput lendir dapat menjadi
kemotik pada setiap kelainannya, demikian pula akibat trauma
tumpul. Bila klopak terpajan ke dunia luar dan konjungtiva
secara langsung kena angin tanpa dapat mengedip, maka
keadaan ini telah dapat mengakibatkan edema pada
konjungtiva.
Kemotik Konjungtiva yang berat dapat mengakibatkan
palpebra tidak menutup sehingga bertambah rangsangan
terhadap konjungtiva.
Pada edema konjungtiva dapatt diberikan dekongestan untuk
mencegah pembendungan cairan didalam selaput lendir
konjungtiva.
Pada kemotik konjungtiva berat dapat dilakukan disisi sehingga
cairan konjungtiva kemotik keluar melalui insisi tersebut.
2. Hematoma Subkonjungtiva
Hematoma subkonjungtiva terjadi akibat pecahnya pembuluh
darah yang terdapat pada atau di bawah konjungtiva, seperti
arteri konjungtiva dan arteri episklera. Pecahnya pembuluh
darah ini dapat akibat batuk rejan, trauma tumpul basis kranii
( hematoma kacamata), atau pada keadaan pembuluh darah
yang rentan dan mudah pecah. Pembuluh darah akan rentan dan
mudah pecah pada usia lanjut , hipertensi, arteriosklerosa,
konjungtiva meradang (konjungtivis) , anemia, dan obat-obat
tertentu.
Bila perdarahan ini terjadi akibat trauma tumpul maka perlu
dipastikan bahwa tidak terdapat robekan i bawah jaringan

18
konjungtiva atau sklera. Kadang-kadang hematoma
subkonjungtiva menutupi keadaan mata yang lebih buruk
seperti perforasi bola mata. Pemeriksaan funduskopi adalah
perlu pada setiap penderita dengan perdarahan subkonjungtiva
akibat trauma.
Pengobatan dini pada hematoma subkonjungtiva ialah dengan
kompres hangat. Perdarahan subkonjungtiva akan hilang atau
diabsorbsi dalam 1-2 minggu tanpa di obati.
C. Trauma Tumpul Pada Kornea
1. Edema Kornea
Trauma tumpul yang keras atau cepat mengenai mata dapat
mengakibatkan edema kornea malahan ruptur membran
descement. Edema kornea akan memberikan keluhan
penglihatan kabur dan terlihatnya pelangi sekitar bola lampu
atau sumber cahaya yang dilihat. Kornea akan terlihat keruh,
dengan uji plasido yang positif.
Pengobatan yang diberikan adalah larutan hipertonik seperti
NaCl 5% atau larutan garam hipertonik 2-8 % , glukosa 40%
dan larutan albumin.
Penyulit trauma kornea yang berat berupa terjadinya kerusakan
M.Descement yang lama sehingga mengakibatkan keratopati
bulosa yang akan memberikan keluhan rasasakit dan
menurunkan tajam penglihatan akibat astigmatisme iregular.
2.Erosi Kornea
Erosi kornea merupakan keadaan terkelupasnya epitel kornea
yang dapat diakibatkan oleh gesekan keras pada epitel kornea.
Erosi dapat terjadi tanpa cedera pada membran basal. Dalam
waktu yang pendek epitel sekitarnya dapat bermigrasi dengan
cepat dan menutupi defek epitel tersebut.
Pada erosi pasien akan merasa sakit sekali akibat erosi merusak
kornea yang mempunyai serat sensibel yang banyak, mata
berair, dengan blefarospasme, lakrimasi, fotofobia, dan
penglihatan akan terganggu oleh media kornea yang keruh.

19
Anastesi topikal dapat diberikan untuk memeriksa tajam
penglihatan dan menghilangkan rasa sakit yang sangat. Hati-
hati bila memakai obat anestetik topikal untuk menghilangkan
rasa sakit pada pemeriksaan karena dapat menambah kerusakan
epitel.
3. Erosi Kornea Rekuren
Erosi rekuren biasanya terjadi akibat cedera yang merusak
membran basal atau tukak metaherpetik. Epitel yang menutup
kornea akan mudah lepas kembali di waktu bangun pagi.
Terjadnya erosi kornea berulang akibat epitel tidak dapat
bertahan pada defek epitel kornea. Sukarnya epitel menutupi
kornea di akibatkan oleh terjadinya pelepasan membran basal
epitel kornea tempat duduknya sel basal epitel kornea.
Biasanya membran basal yang rusak akan kembali normal
setelah 6 minggu.
Pengobatan terutama bertujuan melumaskan permukaan kornea
sehingga regenerasi epitel tidak cepat terlepas untuk
membentuk membran basal kornea. Pengobatan biasanya
dengan memberikan siklopegik untuk menghilangkan rasa
sakit ataupun untuk mengurangkan gejala radang uvea yang
mungkin timbul. Antibiotik diberikan dalam bentuk tetes dan
mata ditutup untuk mempercepat tumbuh epitel baru dan
mencegah infeksi sekunder.
D. Trauma Tumpul Uvea
1. ridoplegia
Trauma tumpul pada uvea dapat mengakibatkan kelumpuhan
otot sfingter pupil atau iridoplegia sehingga pupil menjadi lebar
atau midriasis.
Pasien akan sukar melihat dekat karena gangguan akomodasi,
silau akibat gangguanpengaturan masuknya sinar pada pupil.
Pupil terlihat tidak sama besar atau anisokoria dan bentuk pupil
dapat menjadi iregular. Pupil ini tidak bereaksi terhadap sinar.
Iridoplegia akibat trauma akan berlangsung beberapa hari
sampai beberapa minggu.

20
Pada pasien dengan iridoplegia sebaiknya diberi istirahat untuk
mencegah terjadinya kelelahan sfingter dan pemberian
roboransia.
2. Iridodialisis
Trauma tumpul dapat mengakibatkan robekan pada pangkal iris
sehingga bentuk pupil menjadi berubah. Pasien akan melihat
ganda dengan satu matanya. Pada iridodialisis akan terlihat
pupil lonjong. Biasanya iridodialisis terjadi bersama-sama
dengan terbentuknya hifema. Bila keluhan demikian maka pada
pasien sebaiknya dilakukan pembedahan dengan melakukan
reposisi pangkal iris yang terlepas.
3. Hifema
Hifema atau darah di dalam bilik mata depan dapat terjadi
akibat trauma tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau
badan siliar.pasien akan mengeluh sakit, dengan epifora dan
blefarospasme. Penglihatan pasien akan sangat menurun.
Pengobatan dengan merawat pasien dengan tidur di tempat
tidur yang ditinggikan 30 derajat pada kepala, diberi
koagulansia, dan mata ditutup. Biasanya hifema akan hilang
sempurna. Kadang-kadang sesudah hifema atau 7hari setelah
trauma dapat terjadi 2. perdarahan atau hifema baru yang
disebut hifema sekunder yang pengaruhnya akan lebih hebat
karena perdarahan lebih sukar hilang.
E. Bedah Pada Hifema
a. Parasentesis
Parasentesis merupakan tindakan pembedahan dengan
mngeluarkan darah atau nanah dari bilik mata depan, dengan
teknik sebagai berikut : dibuat insisi kornea 2mm dari limbus
ke arah kornea yang sejajar dengan permukaan iris. Biasanya
bila dilakukan penekanan pada bibir luka maka koagulum dari
bilik mata depan keluar. Bila darah tidak keluar seluruhnya
maka bilik mata depan dibilas dengan garam fisiologik.
b. Iridosiklitis

21
Pada trauma tumpul dapat terjadi reaksi jaringan uvea sehingga
menimbulkan iridosiklitis atau radang uvea anterior. Pada mata
akan terlihat mata merah , akibat adanya darah di dalam bilik
mata depan maka akan terdapat suara dan pupil yang mengecil
dengan tajam penglihatan menurun. Pada uveitis anterior
diberikan tetes midriatik dan steroid topikal . bila terlihat tanda
radang berat maka dapat diberikan steroid sistemik. Sebaiknya
pada mata ini di ukur tekanan bola mata untuk persiapan
memeriksa fundus dengan midriatika.
F. Trauma Tumpul Pada Lensa
1. Dislokasi lensa
Trauma tumpul lensa dapat mengakibatkan dislokasi lensa.
Dislokasi lensa terjadi pada putusnya zonula zinn yang akan
mengakibatkan kedudukan lensa terganggu.
2. Subluksasi Lensa
Subluksasi lensa terjadi akibat putusnya sebagian zonula zinn
sehingga lensa berpindah tempat. Subluksasi lensa dapat juga
terjadi spontan akibat pasien menderita kelainan pada zonula
zinn yang rapuh ( sindrom Marphan). Pasien pasca trauma akan
mengeluh penglihatan berkurang. Subliksasi lensa akan
memberikan gambaran pada iris berupa iridodonesis.
Subluksasi dapat mengakibatkan glaukoma sekunder dimana
terjadi penutupan sudut bilik mata oleh lensa yang
mencembung.
3. Luksasi lensa anterior
Bila seluruh zonula zinn di sekitar ekuator putus akibat trauma
maka lensa dapat masuk ke dalam bilik mata depan . akibat
lensa terletak dalam bilik mata depan ini maka akan terjadi
gangguan pengaliran keluar cairan bilik mata sehingga akan
timbul glaukoma kongestif akut dengan gejala-gejalanya.
Pasien akan mengeluh penglihatan menurun mendadak, disertai
rasa sakit yang sangat , muntah , mata merah dengan
blefarospasme. Terdapat injeksi siliar yang berat , edema
kornea, lensa didalam bilik mata depan. Iris terdorong ke

22
belakang dengan pupil yang lebar . tekanan bola mata sangat
tinggi. Pada luksasi lensa anterior sebaiknya pasien secepatnya
di kirim pada dokter mata untuk dikeluarkan lensa nya dengan
terlebih dahulu diberikan asetazolamida untuk menurunkan
tekanan bola matanya.
4. Luksasi lensa posterior
Pada trauma tumpul yang keras pada dapat terjadi luksasi lensa
posterior akibat putusnya zonula zinn di seluruh lingkaran
ekuator lensa sehingga lensa jatuh ke dalam badan kaca dan
tenggelam di dataran bawah polus posterior fundus okuli.
Pasien akan mengeluh adanya skotoma pada lapang
pandangannya akibat lensa mengganggu kampus. Mata ini akan
menunjukan gejala mata tanpa lensa atau afakia. Pasien akan
melihat normal dengan lensa + 12.0 diotri untuk jauh, bilik
mata depan dalam dan iris tremulans. Lensa yang terlalu lama
berada pada polus posterior dapat menimbulkan penyulit
akibat degenerasi lensa, berupa glaukoma fakolitik ataupun
uveitis fakotoksik. Bila luksasi lensa telah menimbulkan
penyulit sebaiknya secepatnya dilakukan ekstraksi lensa.
5. Katarak Trauma
Katarak akibat cidera pada mata dapat akibat trauma perforasi
ataupun tumpul terlihat sesudah beberapa hari ataupun tahun.
Pada trauma tumpul akan terlihat katarak subkapsular anterior
ataupun posterior. Kontusio lensa menimbulkan katarak seperti
bintang , dan dapat pula dalam bentuk katarak tercetak yang
disebut cincin vossius. Trauma tembus akan menimbulka
katarak yang lebih cepat, perforasi kecil akan menutup dengan
cepat akibat proliferasi epitel sehingga bentuk kekeruhan
terbatas kecil. Trauma tembus besar pada lensa akan
mengakibatkan terbentuknya katarak dengan cepat disertai
dengan terdapatnya masa lensa di dalam bilik mata depan.
Pengobatan katarak traumatik tergantung pada saat terjadinya.
Bila terjadi pada anak sebaiknya di pertimbangkan akan
kemungkinan terjadinya ambliopia. Untuk mencegah ampliopia

23
pada anak dapat dipasang lensa intra okular primer atau
sekunder. Pada katarak trauma apabila tidak terdapat penyulit
maka dapat ditunggu sampai mata menjadi tenang. Bila terjadi
penyulit seperti glaukoma, uveitis dan lain sebagainya maa
segera dilakukan ekstraksi lensa.
6. Cincin Vossius
Pada trauma lensa dapat terlihat apa yang disebut sebagai
cincin Vossius yang merupakan cincin berpigmen yang terletak
tepat di belakang pupil yang dapat terjadi segera setelah
trauma, yang merupakan deposit pigmen iris pada dataran
depan depan lensa sesudah sesuatu trauma , seperti suatu
stempel jari.
G. Trauma Tumpul Retina Dan Koroid
1. Edema Retina Dan Koroid
Trauma tumpul pada retina dapat mengakibatkan edema retina,
penglihatan akan sangat menurun. Edema retina akan
memberikan warna retina yang lebih abu-abu akibat sukarnya
melihat jaringan koroid melalui retina yang sembab. Berbeda
dengan oklusi arteri retina sentral dimana terdapat edema retina
kecuali daerah makula, sehingga pada keadaan ini akan terlihat
cherry red spot yang berwarna merah. Edema retina akibat
trauma tumpul juga mengakibatkan edema makula sehingga
tidak terdapat cherry red spot. Pada trauma tumpul yang paling
ditakutkan adalah terjadi edema makula atau edema berlin.
Pada keadaan ini akan terjadi edema yang luas sehingga
seluruh polus posterior fundus okuli berwarna abu-abu.
2. Ablasi Retina
Trauma diduga merupakan pencetus untuk terlepasnya retina
dari koroid pada penderita ablasi retina. Biasanya pasien telah
mempunyai bakat untuk terjadinya ablasi retina seperti retina
tipis akibat retinitis sanata, miopia, dan proses degenerasi retina
lainnya. Pada pasien akan terdapat keluhan seperti adanya
selaput yang seperti tabir mangganggu lapang pandangannya.
Bila terkena atau tertutup daerah makula maka tajam

24
penglihatan akan menurun. Pada pemeriksaan funduskopi akan
terlihat retina yang berwarna abu-abu dengan pembuluh darah
yang terlihat terangkat dan berkelok-kelok. Kadang – kadang
terlihat pembuluh darah seperti yang terputus-putus. Pada
pasien dengan ablasi retina maka secepatnya di rawat untuk di
lakukan pembedahan oleh dokter mata.
H. Trauma Koroid
1. Ruptur Koroid
Pada trauma keras dapat terjadi perdarahan subretina yang
dapat merupakan akibat ruptur koroid. Ruptur ini biasanya
terletak di polus posterior bola mata dan melingkar konsentris
di sekitar papil saraf optik.
Bila ruptur koroid ini terletak atau mengenai daerah makula
lutea maka tajam penglihatan akan turun dengan sangat. Ruptur
ini bila tertutup oleh perdarahan subretina agak sukar dilihat
akan tetapi bila darah tersebut telah diabsorbsi maka akan
terlihat bagian ruptur berwarna putih karena sklera dapar dilihat
langsung tanpa tertutup koroid.
I. Trauma Tumpul Saraf Optik
1. Evulsi Papil Saraf Optik
Pada trauma tumpul dapat terjadi saraf optik terlepas dari
pangkalnya didalam bola mata yang disebut sebagai avulsi
papil saraf optik. Keadaan ini akan mengakibatkan turunnya
tajam penglihatan yang berat dan sering berakhir dengan
kebutaan. Penderita ini perlu dirujuk untuk dinilai kelainan
fungsi retina dan saraf optiknya.
2. Optik Neuropati Traumatik
Trauma tumpul dapat mengakibatkan kompresi pada saraf
optik, demikian pula perdarahan dan edema sekitar 3. saraf
optik.
Penglihatan akan berkurang setelah cidera mata. Terdapat
reaksi defek aferen pupil tanpa adanya kelainan nyata pada
retina. Tanda lain yang dapat ditemukan adalah gangguan

25
penglihatan warna dan lapangan pandang. Papil saraf optik
dapat normal beberapa minggu sebelum menjadi pucat.
Diagnosis banding penglihatan turun setelah sebuah cidera
mata adalah trauma retina, perdarahan badan kaca, trauma yang
mengakibatkan kerusakan pada kiasam optik.
Pengobatan adalah dengan merawat pasien pada waktu akut
dengan memberi steroid. Bila penglihatan memburuk setelah
steroid maka perlu dipertimbangkan untuk pembedahan.
J. Trauma Tembus Bola Mata
Trauma dapat mengakibatkan robekan pada konjungtiva saja.
Bila robekan konjungtiva ini kecil atau tidak melebihi 1 cm,
maka tidak perlu dilakukan penjahitan. Bila robekan
konjungtiva lebih 1 cm diperlukan tindakan penjahitan untuk
mencegah terjadinya granuloma. Pada setiap robekan
konjungtiva perlu diperhatikan terdapatnya robekan skelra
berasama – sama dengan robekan konjungtiva tersebut.
Bila trauma disebabkan benda tajam atau benda asing masuk
kedalam bola mata akan terlihat tanda – tanda bola mata
tembus, seperti :
1. Tajam penglihatan yang menurun
2. Tekanan bola mata rendah
3. Bilik mata dangkal
4. Bentuk dan letak pupil yang berubah
5. Terlihatnya ada ruptur pada kornea atau sklera
6. Terdapat jaringan yang prolaps seperti cairan mata, iris,
lensa, badan kaca, atau retina.
7. Konjungtiva kemotis.
Bila terlihat salah satu tanda diatas atau dicurigai adanya
perforasi bola mata maka secepatnya dilakukan secepatnya
dilakukan pemberian antibiotika topikal dan mata ditutup dan
segera dikirim pada dokter mata untuk dilakukan pembedahan.
Pada setiap terlihat kemungkinan trauma perforasi sebaiknya
dipastikan apakah ada benda asing yang masuk kedalam mata
dengan membuat foto.

26
Pada pasien dengan luka tembus bola mata selamanya
diberikan antibiotika sistemik atau intravena dan pasien
dipuaskan untuk tindakan pembedahan. Pasien juga diberi
antitetanus profilaktik, analgetika dan kalau perlu penenang.
Sebelum dirujuk mata tidak perlu diberi salep, karena salep
masuk kedalam bola mata melalui luka dan akan menjadi
benda asing didalam mata. Pasien tidak boleh diberi steroid
lokal dan bebat yang diberikan pada mata tidak menekan bola
mata. Trauma tembus dapat terjadi akibat masuknya benda
asing kedalam bola mata.
Benda asing didalam bola mata pada dasarnya perlu
dikeluarkan. Benda asing yang bersifat magnetik dapat
dikeluarkan dengan alat magnit raksasa. Benda yang tidak
magnetik dikeluarkan dengan vitrektomi.
Penyulit yang dapat timbul pada terdapatnya benda asing
intraokular adalah andoftalmitis, panoftalmitis, ablasi retina,
perdarahan intraokular dan ftisis bulbi.
a.) Benda Asing Intraokular
Benda Asing Magnetik Intraokular
Pada keadaan diduga adanya benda asing magnetik intraokular
perlu diambil riwayat terjadinya trauma dengan baik. Benda
asing intraokular yang magnetik ataupun tidak akan
memberikan gangguan pada tajam penglihatan. Akan terlihat
kerusakan kornea, lensa iris ataupun sklerayang merupakan
tempat jalan masuknya benda asing kedalam bola mata.
Bila pada pemeriksaan pertama lensa masih jernih maka untuk
melihat kedudukan benda asing didalam bola mata dilakukan
melebarkan pupil dengan midriatika. Pemeriksaan funduskopi
sebaiknya segera dilakukan karena bila lensa terkena maka
lensa akan menjadi keruh secara perlahan – lahan sehingga
akan memberikan kesukaran untuk melihat jaringan belakang
lensa.
Pmeriksaan radiologik akan memeprlihatkan bentuk dan besar
benda asing yang terletak intraokular. Bila pada pemeriksaan

27
radiologik dipakai cincin flieringa atau lensa kontak comberg
akan terlihat benda bergerak bersama dengan pergerakan bola
mata.
Untuk menentukan letak benda asing ini dapat dilakukan
pemeriksaan tambahan lain yaitu dengan metal locator.
Pemeriksaan ultrasonografi digunakan untuk pemeriksaan yang
lebih menentukan letak dan gangguan terhadap jaringan sekitar
lainnya.
Pengobatan pada benda asing intraokular ialah dengan
mengeluarkannya dan dilakukan dengan perencanaan
pembedahan agar tidak memeberikan kerusakan yang lebih
berat terhadap bola mata. Menegluarkan benda asing melalui
jalan melewati sklera merupakan cara untuk tidak merusak
jaringan lain.
K. Trauma Kimia
Trauma bahan kimia dapat terjadi pada kecelakaan yang terjadi
didalam labolatorium, industri, pekerjaan yang memakai behan
kimia diabad modern.
Bahan kimia yang dapat mengakibatkan kelainan pada mata
dapat dibedakan dalam bentuk : trauma asam dan trauma basa
atau alkali.
Pengaruh bahan kimi sangat bergantung pada PH, kecepatan
dan jumlah bahan kimia tersebut menegnai mata.
Dibandigkan bahan asam, maka trauma oleh bahan alkali cepat
dapat merusak dan menembus kornea. Setiap trauma kimia
pada mata memerlukan tindakan segera. Irigasi daerah yang
terkena trauma kimia merupakan tindakan segera yang harus
dilakukan karena dapat memeberikan penyulit yang lebih berat.
Pembilasan dilakukan dengan memakai garam fisiologik atau
air bersih lainnya selama mungkin dan paling sedikit 15 – 30
menit.
Luka bahan kimi harus dibilas secepatnya dengan air yang
tersedia pada saat itu seperti dengan air keran, larutan garam
fisiologik dan asam borat.

28
Anestesi topikal diberikan pada keadaan dimana terdapat
blefarospasme berat. Untuk bahan asam dipergunakan larutan
natrium bikarbonat 3%, sedang untuk basa larutan asam borat,
asam asetat 0.5% atau bufer asam asetat PH 4.5% untuk
menetralisir. Diperhatikan kemungkinan trdapatnya penyebab
benda asing lukan tersebut.
Untuk bahan basa diberikan EDTA. Pengobatan yang diberikan
adalah antibiotika topikal, siklopegik dan bebat mata selama
mata masih sakit. Regenerasi epitel akibat asam lemah dan
alkali sangat lambat yang biasanya empurna setelah 3- 7 hari.
1. Trauma Asam. Bahan asam yang dapat merusak mata
terutama bahan anorganik, organik ( asetat, formiat ) dan
organik anhidrat ( asetat ). Bila bahan asam mengenai mata
maka akan segera terjadi pengendapan ataupun penggumpalan
protein permukaan sehingga bila konsentrasi tidak tinggi maka
tidak akan bersifat destruktif seperti taruma alkali. Bahan asam
dengan konsentrasi tinggi dapat bereaksi seperti terhadap
trauma basa sehingga kerusakan yang diakibatkan akan lebih
dalam. Pengobatan dilakukan dengan irigasi jaringan yang
terkena secepatnya dan selama mungkin untuk menghilangkan
dan melrutkan bahan yang mengakibtakan trauma. Biasanya
trauma akibat asam akan normal kembali, sehingga penglihatan
tidak terganggu.
2. Trauma Basa Atau Alkali
Trauma akibat bahan kimia basa akan memebrikan akibat yang
sangat gawat pada mata. Alkali akan menembus dengan cepat
kornea, bilik mata depan dan sampai pada jaringan retina. Pada
trauma basa akan terjadi penghancuran jaringan kolagen.
Bahan kaustik soda dapat menembus kedalam bilik mata depan
dalam waktu 7 detik.
Pada truma lakali akan terbentuk kolagenase yang akan
menambah kerusakan kolagen kornea. Alkali yang menembus
bola mata akan merusak retina sehingga dapat menyebabkan
kebutaan.

29
Klasifikasi trauma thoft :
Derajat 1 : hiperemi konjungtiva disertai dengan keratitis
pungtata.
Derajat 2 : hiperemi konjungtiva disertai dengan hilang epitel
kornea.
Derajat 3 : hiperemi disertai dengan nekrosis konjungtiva dan
lepasnya epitel kornea.
Derajat 4 : konjungtiva perilimal nekrosis sebanyak 50%.
Tindakan bila terjadi trauma basa adalah dnegan secepatnya
melakukan irigasi dengan garam fisiologik. Irigasi dilkaukan
paling sedikit 60 menit segera setelah trauma. Penderita diberi
sikloplegia, antibiotika, EDTA untuk mengikat basa. EDTA
diberikan setelah 1 minggu trauma alkali diperlukan untuk
menetralisir kolagenase yang terbentuk pada hari ke 7.
L. Trauma Radiasi Elektromagnetik
Trauma radiasi yang sering ditemukan adalah akibat :
1. Sinar inframerah
Akibat sinar infrared dapat terjadi pada saat mentap gerhana
matahari dan pada saat bekerja dipemanggangan. Kerusakan ini
dapat terjadi akibat terkonsentrasinya sinar infrared terlihat.
Kaca yang mencair seperti yang ditemukan ditempat
pemanggangan kaca akan mengeluarkan sinar infrared.
Akibat sinar ini pada lensa maka katarak mudah terjadi pada
pekerja industri gelas dan pemanggangan logam. Sinar
infarared ini akan mengakibatkan keratitis superfisial, katarak
anterior – posterior dan koagulasi pada koroid.
Tidak ada pengobatan terhadap akibat sinar ini kecuali
mnecegah terkenanya mata oleh sinar infrared ini. Steroid
sistemik dan lokal diberikan untuk mencegah terbentuknya
jarinagn parut pada makula atau untuk mencegah terbentuknya
jaringan parut pada makula atau untuk mengurangi gejla radang
yang timbul.

2. Sinar ultraviolet ( sinar las )

30
Sinar ultraviolet merupakan sinar gelombang pendek yang
tidak terlihat, mempunyai panjang gelombang antara 350 – 295
Nm. Sinar ultraviolet banyak terdapat pada saat bekerja las,
dan menatap sinar matahari atau pantulan sinar matahari diatas
salju. Sinar ultraviolet akan merusak epitel dan kornea.
Sinar ultraviolet biasanya memberikan kerusakan terbatas pada
kornea sehingga kerusakan pada lensa dan retina tidak akan
nyata terlihat. Kerusakan ini akan segera baik kembali setelah
beberapa waktu , dan tidak akan memeberikan gangguan tajam
penglihatan yang menetap.
Pasien yang telah terkena sinar ultraviolet akan memberikan
keluhan selama 4 – 10 jam setelah trauma. Pasien akan merasa
sangat sakit, mata seperti kelilipan atau kemasukan pasir,
fotofobia, blefarospasme dan konjungtiva kemotik.
Kornea akan menunjukkan adanya infiltrat pada
permukaannya, yang kadang – kadang disertai dengan kornea
yang keruh dengan uji fluoresein positif. Keratitis terutama
terdapat pada fisura palpebra. Pupil akan terlihat miosis. Tajam
penglihatan akan terganggu.
Pengobatan yang diberikan; siklopegia, antibiotika lokal,
analgetika dan mata ditutp selam 2-3 hari. Biasanya sembuh
setelah 48 jam.
3. Sinar Terionisasi dan sinar X
Sinar ionisasi dibedakan dalam bentuk :
Sinaf alfa yang dapat diabaikan
Sinar beta yang dapat menembus 1cm jaringan
Sinar gama, dan
Sinar X.
Sinar ionisasi dan sinar X dapat mengakibatkan katarak dan
rusaknya retina. Sinar X merusak retina dengan gambaran
seperti kersakan yang diakibatkan DM berupa dilatasi kapiler,
perdarahan, mikroaneurismata dan eksudat.
Luka bakar akibat sinar X dapat merusak kornea yang
mangkibatkan kerusakan permanen yang sukar diobati. Pada

31
keadaan yang berat akan mengakibatkan parut konjungtiva
atrofi sel goblet yang akan mengganggu fungsi air mata.
Pengobatan yang diberikan adalah antibiotika topikal dengan
steroid 3kali sehari dan sikloplegik 1x sehari. Bila terjadi
simblefaron pada konjungtiva dilakukan tindakan pembedahan.
M. Glaukoma Sekunder Pasca Trauma
Trauma dapat mengakibatkan kelainan jaringan dan susunan
jaringan di dalam mata yang dapat mengganggu pengaliran
cairan mata sehingga menimbulkan glaukoma sekunder. Jenis
kelainan yang dapat menimbulkan glukoma adalah konstusi
sudut.
1. Glaukoma Kontusi Sudut
Trauma dapat mengakibatkan tergesernya pangkal iris
kebelakang sehingga terjadi robekan trabekulum dan gangguan
fungsi trabekulum dan ini akan mengakibatkan hambatan
pengaliran keluar cairan mata.
Pengobatan biasanya dilakukan seperti mengobati glukoma
sudut terbuka yaitu dengan obat lokal atau sistemik. Bila tidak
terkontrol dengan pengobatan maka dilakukan pembedahan.
2. Glaokoma Dengan Dislokasi Lensa
Akibat trauma tumpul terjadi putusnya zonula Zinn, yang akan
mengakibatkan kedudukan lensa yang tidak normal ini akan
mendorong iris kedepan sehingga terjadi penutupan sudut bilik
mata. Penutupan sudut bilik mata akan menghambat pengaliran
keluar cairan mata sehingga akan menimbulkan galukoma
sekunder. Pengobatan yang dilakukan adalah mengangkat
penyebab atau lensa sehingga sudut terbuka kembali.
N. Pencegahan Trauma Mata
Trauma mata dapat dicegah dan diperlukan penerangan kepada
masyarakat untuk menghindari terjadinya trauma pada mata,
seperti :
1. Trauma tumpul akibat kecelakaan tidak dapat dicegah,
kecuali trauma tumpul perkelahian.

32
2. Diperlukan perlindungan pekerja untuk menghindarkan
terjadinya trauma tajam.
3. Setiap pekerja yang sering berhubungan dengan bahan
kimia sebaiknya mengerti bahan apa saja yang ada ditempat
kerjanya.
4. Pada pekerja las sebaiknya menghindarkan diri terhadap
sinar dan percikan bahan las dengan memakai kaca mata.
5. Awasi anak yang sedang bermain yang mungkin berbahaya
untuk matanya.
2.3.5 Phatofisiologi
Trauma pada mata dapat mengenai organ mata dari yang
terdepan sampai yang terdalam. Trauma tembus bola mata
bisa mengenai :
a. Palpebra
Mengenai sebagian atau seluruhnya jika mengenai levator
apaneurosis dapat menyebabkan suatu ptosis yang
permanen
Saluran Lakrimalis
Dapat merusak sistem pengaliran air mata dai pungtum
lakrimalis sampai ke rongga hidung. Hal ini dapat
menyeabkan kekurangan air mata.
b. Congjungtiva
Dapat merusak dan ruptur pembuluh darah menyebabkan
perdarahan sub konjungtiva
Sklera
Bila ada luka tembus pada sklera dapat menyebabkan
penurunan tekana bola mata dan kamera okuli jadi dangkal
(obliteni), luka sklera yang lebar dapat disertai prolap
jaringan bola mata, bola mata menjadi injury.
c. Kornea
Bila ada tembus kornea dapat mengganggu fungsi
penglihatan karena fungsi kornea sebagai media refraksi.
Bisa juga trauma tembus kornea menyebabkan iris prolaps,

33
korpusvitreum dan korpus ciliaris prolaps, hal ini dapat
menurunkan visus
d. Lensa
Bila ada trauma akan mengganggu daya fokus sinar pada
retina sehingga menurunkan daya refraksi dan sefris
sebagai penglihatan menurun karena daya akomodasi tisak
adekuat.
e. Iris
Bila ada trauma akan robekan pada akar iris (iridodialisis),
sehingga pupil agak kepinggir letaknya, pada pemeriksaan
biasa teerdapat warna gelap selain pada pupil, tetapi juga
pada dasar iris tempat iridodialisis.
f. Pupil
Bila ada trauma akan menyebabkan melemahnya otot-otot
sfinter pupil sehingga pupil menjadi midriasis
g. Retina
Dapat menyebabkan perdarahan retina yang dapat
menumpuk pada rongga badan kaca, hal ini dapat muncul
fotopsia dan ada benda melayang dalam badan kaca bisa
juga teri oblaina retina.

34
2.3.6 Komplikasi
Galukoma sekunder, di sebabkan oleh adanya penyumbatan oleh
darah pada sudut kamera okuli anterior.
Imhibisi kornea, yaitu masuknya darah yang terurai ke dalam
lamel-lamel kornea, sehingga kornea menjadi berwarna kuning
tengguli dan visus sangat menurun.
2.3.7 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Radiologi.Pemeriksaan radiology pada trauma mata
sangat membantu dalam menegakkan diagnosa, terutama bila ada
benda asing .Pemeriksaan ultra sonographi untuk menentukan
letaknya, dengan pemeriksaan ini dapat diketahui benda tersebut
pada bilik mata depan, lensa, retina.
Pemeriksaan “Computed Tomography” (CT).Suatu tomogram
dengan menggunakankomputer dan dapat dibuat “scanning” dari
organ tersebut.
Pengukuran tekanan IOL dengan tonography: mengkaji nilai
normal tekanan bola mata (normal 12-25 mmHg).
Pengkajian dengan menggunakan optalmoskop:mengkaji struktur
internal dari okuler, papiledema, retina hemoragi.
Pemeriksaan Laboratorium, seperti : SDP, leukosit , kemungkinan
adanya infeksi sekunder.
Pemeriksaan kultur. Untuk mengetahui jenis kumannya (Ilyas, S.,
2000).
2.3.8 Penatalaksanaan
Bila terlihat salah satu tanda diatas atau dicurigai adanya perforasi
bola mata, maka secepatnya dilakukan pemberian antibiotik
topical, mata ditutup, dan segera dikirim kepada dokter mata untuk
dilakukan pembedahan. Sebaiknya dipastikan apakah ada benda
asing yang masuk ke dalam mata dengan membuat foto. Pada
pasien dengan luka tembus bola mata selamanya diberikan
antibiotik sistemik atau intravena dan pasien dikuasakan untuk
kegiatan pembdahan. Pasien juga diberi antitetanus provilaksis,
dan kalau perlu penenang. Trauma tembus dapat terjadi akibat
masuknya benda asing ke dalam bola mata. Benda asing didalam

35
bola mata pada dasarnya perlu dikeluarkan dan segera dikirim ke
dokter mata. Benda asing yang bersifat magnetic dapat dikeluarkan
dengan mengunakan magnet raksasa. Benda yang tidak magnetic
dikeluarkan dengan vitrektomi. Penyulit yang dapat timbul karena
terdapatnya benda asing intraokular adalah indoftalmitis,
panoftalmitis, ablasi retina, perdarahan intraokular dan ftisis bulbi.
2.4 Asuhan Keperawatan Pada Trauma Mata Tajam Dan Tumpul
1. PENGKAJIAN
a. Data demografi :
Nama : nama dibutuhkan untuk mengetahui identitas klien
Umur : umur klien merupakan faktor penting dalam
mengkaji proses visual dan struktur mata
Latar belakang etnis : informasi tentang ini juga penting
karena beberapa penyakit lebih banyak terjadi pada
kelompok populasi tertentu misalnya, etnis yahudi lebih
mudah mengalami penyakit Tay-sachs yang mempunyai
efek pada mata.
Jenis kelamin : jenis klamin klien juga signifikan, misalnya
oblasio retina lebih sering terjadi pada pria
Alamat : alamat dan nomor telepon klien juga perlu dicatat
terutama jika klien harus menjalani perawatan tindak lanjut
b. Keluhan utama
c. Riwayat personal dan keluarga :
- Riwayat keluarga: perlu menanyakan riwayat keluarga
yang berhubungan dengan masalah mata atau penyakit
lainnya
- Riwayat personal : perlu menanyakan penyakit yang
pernah diderita, pembedahan dan juga obat atau alergi yang
dimiliki klien.
- Riwayat diet : menanyakan tentang makanan yang
dikonsumsi klien karena beberapa masalah mata
berhubungan dengan defisiensi bermacam-macam vitamin.
- Status sosial dan ekonomi : menanyakan tentang sifat
pekerjaan klien dan mata mana yang digunakan

36
d. Masalah kesehatan sekarang. Kumpulkan informasi tentang
berikut :
- Awitan perubahan visual : jika terjadi cedera atau trauma
mata ajukan pertanyaan berikut. Kapan terjadinya dan
berapa lama? Apa yang dilakukan klien saat terjadi cedera?
Jika terdapat benda asing apa sumbernya? Adakah
pertolongan pertama yang dilakukan ditempat kejadian?
Jika ada, apa tindakan tersebut?
- Faktor presipitasi atau pencetus: seperti penggunaan
medikasi dapat menyebabkan distres mata, misalnya, klien
hipertensi yang diturunkan tekanan darahnya secara tiba-
tiba dapat mengeluhkan adanya efek okular.
- Perkiraan durasi : perlu diketahui untuk menguraikan
manifestasi klinis
- Lokasi gangguan mata : terjadi pada satu atau kedua mata
- Tindakan yang dilakukan: tindakan yang dilakukan klien
untuk mengurangi tau memperbaiki manifestasi klinis.
e. Pemeriksaan fisik :
- Inspeksi ( postur dan gambaran klien, kesimetrisan mata,
alis dan kelopak mata, konjungtiva, kelenjar lakrimal,
sklera, kornea dan pupil)
- Palpasi : palpasi pada mata dan struktur yang
berhubungan. Digunakan untuk menentukan adanya tumor,
nyeri tekan dan keadaan Tekanan intraokular (TIO).
f. Pemeriksaan penglihatan :
- Tajam penglihatan atau uji penglihatan sentral : uji
penglihatan merupakan pengukuran paling penting terhadap
fungsi okuler dan harus merupakan bagian dari
pemeriksaan rutin pada mata.
- Uji penglihatan jauh : dengan menggunakan Snellen
Chart, hitung jari, gerak tangan dan proyeksi/ persepsi
cahaya

37
- Uji penglihatan dekat : dilakukan pada klien yang
mengemukakan kesulitan dalam membaca dan pada klien
kurang dari 40 tahun.
- Uji untuk kebutaan.
- Pengkajian lapang pandang.
- Uji penglihatan warna
- Pengkajian fungsi otot ekstraokuler
- Corneal light reflex (Hirschberg Test) : digunakan untuk
paralelisme atau kelurusan kedua mata
- The Six Cardinal Position of Gaze : pengujian ini
mengkaji gerakan mata melalui enam posisi pandangan
utama.
- Cover-Uncover Test
- Oftalmoskopi
g. Pengkajian psikososial,
Klien dapat mengalami gangguan konsep diri yang dapat
mempengaruhi harga diri dan mengganggu aspek
kehidupan pasien
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN TRAUMA MATA TAJAM
- Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan agen-agen
penyebab cedera
- Gangguan persepsi sensori : visual ber hubungan dengan
ketajaman penglihatan
- Resiko infeksi berhubungan dengan trauma
- Ansietas berhubungan dengan tindakan pembedahan
- Resiko cidera berhubungan dengan ketajaman penglihatan

38
B. INTERVENSI TRAUMA MATA TAJAM

No
TUJUAN TINDAKAN RASIONAL
DX

1 Tujuan : Setelah - Minta klien untuk - Penilaian klien


dilakukan tindakan menilai nyeri atau menunjukkan
keperawatan, klien ketidaknyamanan tingkat
melaporkan nyeri pada skala 0 sampai ketidaknyaman
berkurang 10 (0 = tidak nyeri, an yang
10 = nyeri berat) dirasakan

- Jelaskan penyebab
nyeri - Informasi
adekuat akan
membuat
perasaan klien
nyaman dan
tenang
- Observasi lokasi
nyeri - Lokasi nyeri
dapat menyebar
sehingga
diperlukan
intervensi yang
sesuai
Observasi keadaan
luka - Luka yang
membengkak
- Kolaborasi dengan menandakan
tim medis untuk adanya
pemberian kerusakan atau
analgesik dan tekanan pada
pemberian obat mata
tetes mata

39
Mengurangi nyeri dan
- Intruksikan klien memberikan rasa
untuk nyaman
menginformasikan
kepada perawat jika - Informasi klien
peredaan nyeri tidak menunjukkan
dapat di capai dosis yang
diberikan
sesuai indikasi
nyeri

40
2 Tujuan : Setelah Tentukan ketajaman Mengetahui tingkat
dilakukan tindakan penglihatan ketajaman
keperawatan, penglihatan mata
diharapkan kanan klien setelah
ketajaman dilakukan tindakan
penglihatan klien invasif
meningkat
Perhatikan tentang Gangguan penglihatan/
penglihatan kabur dan iritasi dapat berakhir
iritasi mata akibat 1-2 jam setelah
penggunaan tetes mata tetesan mata

Letakkan barang yang klien Memungkinkan untuk


butuhkan pada melihat atau
jangkauan area mengambil obyek
penglihatan mata kiri dengan mudah

3 Tujuan : Setelah Pantau tanda dan gejala 1. Suhu tubuh yang


dilakukan tindakan infeksi dengan tinggi merupakan salah
keperawatan klien pemeriksaan TTV satu tanda infeksi
terbebas dari tanda
dan gejala infeksi Rawat luka dengan tehnik 2. Menjaga sterelitas
aseptik luka

Jelaskan kepada klien dan 3.Penjelasan mengenai


keluarga mengenai sakit infeksi sebagai edukasi
atau terapi meningkatkan kepada klien dan
risiko terhadap infeksi keluarga sehingga
dapat menjaga personal
hygine klien

41
Instruksikan untuk menjaga
hygine personal untuk 4. Tangan yang kotor
melindungi tubuh dapat mengakibatkan
terhadap infeksi (misal: infeksi pada mata
jangan memegang mata
dengan tangan yang
kotor)

5. Kolaborasi dengan tim


medis untuk pemberian Mencegah penyebaran
antibiotik kuman

42
4 Tujuan : Setelah Kurangi stersor Memungkinkan untuk
dilakukan tindakan (termasuk menciptakan iklim yang
keperawatan, membatasi akses tenang dan terapeutik
diharapkan klien tidak individu pada
merasakan resah dan pasien jika sesuai)
kecemasan

Berikan penjelasan
kepada pasien Agar pasien mengetahui
tentang semua tindakan yang akan

tindakan untuk dilakukan dan akan

menghindari terlalu mengurangi terjadinya

banyaknya kecemasan atau

informasi kegelisahan pada pasien

Berikan kesempatan
kepada pasien Menghilangkan keraguan
untuk dan meningkatkan
mendiskusikan dukungan
perasaaannya
dengan orang lain
yang memiliki
masalah kesehatan
yang sama

Bila memungkinkan
Untuk membangun
libatkaan pasien
kepercayaan diri pasien
dan anggota
dan menumbuhkan rasa
keluarga dalam
percaya
mengambil
keputusan tentang
perawatan

Dukung upaya anggota


keluarga untuk Berikan kesempatan
43
mengatasi perilaku keluarga untuk

kecemasan pasien. melakukan kunjungan


ekstra, bila bermanfaat
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Ablasio retina adalah pelepasan retina dari lapisan


epiteliumneurosensoris retina dan lapisan epitelia pigmen retina. Gejala
pertama penderita ini melihat kilatan & kilatan bintik hitam mengapung
cahaya. Pada beberapa penderita lepasnya retina mungkin terjaditanpa
didahului oleh terlihatnya bintik bintik hitam (floaters" ataupun kilatan cahaya
yang nyata. Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang
menimbulkan perlukaan mata. Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan
sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata.

3.2 Saran

44
1. Diharapkan dapat meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam konsep
asuhan keperawatan pada pasien gangguan sistem persepsi sensori.

2. Diharapkan perawat mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat dan


benar sehingga klien dengan trauma mata bisa segera ditangani dan diberikan
perawatan yang tepat. Perawat juga diharuskan bekerja secara profesional
sehingga meningkatkan pelayanan untuk membantu kilen dengan trauma mata.

DAFTAR PUSTAKA

https://fdokumen.com/document/makalah-ablasio-retina-ika.html

https://id.scribd.com/document/389848793/makalah-ablasio-retina-KGD-docx

Suzanne C. Smeltzer & Brenda G. Bare. Keperawatan Medikal – Bedah


Brunner & Sudarth ( Brunner & Sudarth’s Textbook of Medical –
Surgical Nursing). Vol.3. Jakarta : EGC

Prof. Dr. Sidarta Ilyas SpM,dkk. 2010. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter
Umum Dan Mahasiswa Kedokteran. Ed.2. Jakarta: CV Sagung Seto

Prof.Dr.H.Sidarta Ilyas SpM. 2004. Ilmu Perawatan Mata. Jakarta : CV


Sagung Seto

Istiqomah, Indriana N. 2005. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata.


Jakarta : EGC

45
46

Anda mungkin juga menyukai