Anda di halaman 1dari 93

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. S DENGAN


GANGGUAN SISTEM PENGLIHATAN AKIBAT ABLATIO
RETINA DI RUANG DAHLIA PUSAT MATA NASIONAL
RUMAH SAKIT MATA CICENDO BANDUNG

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam kenaikan golongan

Disusun Oleh:

Siti Nayati, S.Kep, Ners

PUSAT MATA NASIONAL RUMAH SAKIT MATA CICENDO


BANDUNG
2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat
dan hidayah-Nya, penulis bisa menyelesaikan laporan yang berjudul "ASUHAN
KEPERAWATAN PADA Ny. S DENGAN GANGGUAN SISTEM
PENGLIHATAN AKIBAT ABLATIO RETINA DI RUANG DAHLIA
PUSAT MATA NASIONAL RUMAH SAKIT MATA CICENDO
BANDUNG" Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing
lapangan yang telah membantu penulis dalam mengerjakan karya ilmiah ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah
berkontribusi dalam pembuatan laporan ini.
Penulis menyadari ada kekurangan pada laporan ini. Oleh sebab itu, saran
dan kritik senantiasa diharapkan demi perbaikan karya penulis. Penulis juga
berharap semoga laporan kasus ini mampu memberikan pengetahuan tentang
penerapan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem penglihatan
ablation retina.

Bandung, 2 April 2024

Tim Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................


DAFTAR ISI ............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................
Latar Belakang...........................................................................................
Rumusan Masalah......................................................................................
Tujuan........................................................................................................
Manfaat......................................................................................................
Sistematika Penulisan.................................................................................
BAB II TINJAUAN TEORITIS.............................................................................
Anatomi dan Fisiologi Retina....................................................................
Definisi Ablatio Retina..............................................................................
Klasifikasi Ablatio Retina..........................................................................
Etiologi Ablatio Retina..............................................................................
Manifestasi Klinis Ablatio Retina..............................................................
Patofisiologi Ablatio Retina ......................................................................
Pemeriksaan Penunjang ............................................................................
Penatalaksanaan Ablatio Retina.................................................................
Komplikasi Ablatio Retina.........................................................................
Konsep Asuhan Keperawatan....................................................................
BAB III TINJAUAN KASUS..................................................................................
Pengkajian Keperawatan............................................................................
Diagnosa Keperawatan...............................................................................
Intervensi Keperawatan..............................................................................
Implementasi Keperawatan........................................................................
Evaluasi Keperawatan................................................................................
BAB IV PENUTUP.................................................................................................
Kesimpulan ...............................................................................................
Saran...........................................................................................................
DAFTAR PUSATAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mata adalah salah satu dari indera tubuh manusia yang berfungsi untuk
penglihatan. Meskipun fungsinya bagi kehidupan manusia sangat penting,
namun sering kali kurang diperhatikan, sehingga banyak penyakit yang
menyerang mata tidak diobati dengan baik dan menyebabkan gangguan
penglihatan sampai kebutaan. (Danny, 2013)
World Health Organization (WHO) telah menetapkan myopia sebagai
salah satu prioritas utama untuk mengendalikan dan mencegah kebutaan di
dunia dan mencegah terjadi nya ablasio retina pada lansia di seluruh dunia
tahun 2020 dan diperkirakan prevalensi ablasio retina adalah 1 kasus dalam
10.000 populasi. Ablasio retina terjadi 5 per 100.000 orang pertahun di
Amerika Serikat dan terjadi kira-kira 5-16 per 1.000 kasus yang disebabkan
oleh operasi katarak dan semua ini terdiri dari sekitar 30-40% dari semua
ablasio retina yang dilaporkan. (Pandya, 2015)
Prevalensi kelainan retina di dunia adalah 1 kasus dalam 10.000
populasi. Biasanya ablasio retina terjadi pada usia 40-70 tahun. Prevalensi
meningkat pada beberapa keadaan seperti miopi tinggi, afaksia/pseudofakia
dan trauma. Pada penderita ablasio retina ditemukan adanya myopia sebesar
55%, lattice degenerasi 20-30% trauma 10-20% dan afaksia/pseuddofakia 30-
40%. Traumatik ablasio retina lebih sering terjadi pada orang muda dan
ablasio retina akibat myopia yang tinggi biasa terjadi pada usia 25-45 tahun
dan laki-laki memiliki resiko mengalami ablasio retina lebih besar dari
perempuan. (Anma, 2014)
Berdasarkan data di RS Mata Cicendo
Ablasio retina adalah suatu robekan yang dapat terjadi secara spontan
akibat adanya robekan idiopatik di retina perifer, tetapi dapat pula timbul
didahului tindakan intra okuler seperti katarak, filtering surgery, penyuntikan

1
2

intravitreal dan vitrektomi. (Simanjuntak, 2015)


Penyebab utama terjadi nya ablasio retina yang sering terjadi di dunia
yaitu myopia. Dilaporkan bahwa insiden myopia dari tahun ke tahun terus
meningkat dan perkembangan myopia secara progresif dan dapat
mengakibatkan komplikasi berupa ablasio retina, katarak, perdarahan
vitreous, perdarahan koroid dan strabismus serta dapat mengakibatkan
kebutaan. (Khurana, 2016)
Pasien ablatio retina dengan kondisi makula yang baik memerlukan
tindakan pembedahan segera dalam waktu 24 jam setelah diagnosis, untuk
mencegah perluasan ablatio ke daerah makula dan penurunan tajam
penglihatan yang permanen. Bila ablatio retina telah mengenai bagian
makula, operasi dapat ditunda hingga 1-2 minggu. Ablatio retina yang
terlambat ditangani akan membentuk jaringan parut yang disebut proliferative
vitreoretinopathy (PVR), yang akan mempersulit penempelan kembali retina
pada tindakan pembedahan dan meningkatkan risiko re-detachment pasca
pembedahan. Jenis pembedahan yang dapat dilakukan adalah dengan Scleral
Buckling, Vitrectimy Pars Plana (VPP), Peneumaik Retinopexy dan atau
kombinasi dari beberapa tindakan operasi.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada uraian latar belakan maka rumusan masalah dalam
laporan ini adalah bagaimana pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien
dengan gangguan sistem indra (gangguan penglihatan) akibat ablatio retina di
Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung yang meliputi
biologis, psikologis, sosial kultural dan spiritual.

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pelaksanan asuhan keperawatan pada pasien
dengan gangguan sistem indra (gangguan penglihatan) akibat ablatio
retina di Ruang Dahlia Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo
3

Bandung.
2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui pelaksanan asuhan keperawatan pada pasien
dengan gangguan sistem indra (gangguan penglihatan) akibat ablatio
retina di Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung yang
meliputi :
a. Pengkajian keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem indra
(gangguan penglihatan) akibat ablatio retina
b. Diagnosa keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem indra
(gangguan penglihatan) akibat ablatio retina
c. Intervensi keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem indra
(gangguan penglihatan) akibat ablatio retina
d. Implementasi keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem
indra (gangguan penglihatan) akibat ablatio retina
e. Evaluasi keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem indra
(gangguan penglihatan) akibat ablatio retina
f. Dokumentasi Keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem
indra (gangguan penglihatan) akibat ablatio retina

D. Manfaat
1. Teoritis
Manfaat dari penulisan ini yaitu diketahui konsep asuhan
keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem indra (gangguan
penglihatan) akibat ablatio retina secara komprehensif meliputi biologis,
psikologis, sosial kultural dan spiritual.
2. Praktis
Manfaat dari penulisan ini yaitu penulis dapat mengaplikasikan
konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem indra
(gangguan penglihatan) akibat ablatio retina secara komprehensif
meliputi biologis, psikologis, sosial kultural dan spiritual secara nyata
terhadap pasien kelolaan.
4

E. Sistematika Penulisan
Sistematika dalam penulisan laporan ini sebagai berikut :
1. BAB I Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah,
tujuan penulisan secara umum dan khusus, manfaat penulisan serta
sistematika penulisan
2. BAB II Tinjauan Teoritis yang terdiri dari anatomi dan fisiologi Retina,
Konsep ablation retina secara definisi, etiologi, klasifikasi, patofisioligi,
manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan medis dan
keperawatan, komplikasi, serta asuhan keperawatan pada pasien dengan
ablation retina.
3. BAB III Tinjauan Kasus terdiri dari asuhan keperawatan perioperative
pada pasien dengan ablation retina yang terdiri dari pengkajian pra operasi,
intra operasi dan pasca operasi dengan tahapan asuhan keperawatan.
4. BAB IV Penutup terdiri dari kesimpulan dan saran
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Anatomi dan Fisiologi


1. Anatomi Bola Mata
Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola
mata dibagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam
sehingga terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda.

Bola mata dibungkus oleh 3 lapisan jaringan, yaitu :


a. Sklera adalah merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan
bentuk pada mata, merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata.
Bagian terdepan skelera disebut disebut kornea yang bersifat transparan
yang memudahkan sinar masuk ke dalam bola mata. Kelengkungan
kornea lebih besar disbanding sklera.
b. Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan sclera dan uvea
dibatasi oleh ruang yang potensial mudah dimasuki darah bila terjadi
perdarahan pada ruda paksa yang disebut perdarahan suprakoroid.
Jaringan uvea ini terdiri atas iris, badan siliar, dan koroid. Pada iris

5
6

didapatkan pupil yang oleh 3 susunan otot dapat mengatur jumlah sinar
masuk ke dalam bola mata. Otot dilatator terdiri atas jaringan ikat jarang
yang tersusun dalam bentuk yang dapat berkonsentrasi yang disebut
sebagai sel mioepitel. Sel ini dirangsang oleh system saraf simpatetik
yang mengakibatkan sel berkontraksi yang akan melebarkan pupil
sehingga lebih banyak cahaya masuk. Otot dilatators pupil bekerja
berlawanan dengan otot konstriktor yang mengecilkan pupil dan
mengakibatkan cahaya kurang masuk kedalam mata. Sedang sfingter iris
dan otot siliar di persarafi oleh parasimpatis. Otot siliar yang terletak di
badan siliar mengatur bentuk lensa untuk kebutuhan akomodasi. Badan
siliar yang terletak di belakang iris menghasilkan cairan bilik mata
(akuos humor), yang dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak pada
pangkal iris di batas kornea dan sklera.
c. Retina yang terletak paling dalam dan mempunyai susunan lapis
sebanyak 10 lapis yang merupakan lapis membaran neurosensoris yang
akan merubah sinar menjadi rangsangan pada saat optik dan diteruskan
ke otak. Terdapat rongga yang potensial antara retina dan koroid
sehingga retina dapat terlepas dai koroid yang disebut ablasi retina.
Badan kaca mengisi rongga di dalam bola mata dan bersifat gelatin yang
hanya menempel papil saraf optik, makula dan pars plana. Bila terdapat
jaringan ikat di dalam badan kaca disertai dengan tarikan pada retina,
maka akan robek dan terjadi ablasi retina. Lensa terletak di belakang
pupil yang dipegang di daerah ekuator nya pada badan siliar melalui
Zonula Zinn. Lensa mata mempunyai peranan pada akomodasi atau
melihat dekat sehingga sinar dapat difokuskan di daerah makula lutea.
Proses penglihatan dimulai dari terpantulnya cahaya dari suatu objek
atau lingkungan di sekitar kita. Cahaya ini akan ditangkap oleh mata dan
masuk ke mata melalui kornea di bagian depan mata, kemudian melewati
mata bagian tengah dan akhirnya diterima oleh retina (bagian belakang
mata). Retina memiliki jutaan sel saraf yang peka terhadap cahaya. Sel-sel
ini berfungsi untuk mengubah cahaya yang terpantul dari objek di
7

lingkungan sekitar menjadi sinyal listrik yang kemudian dikirim ke otak


untuk diproses sebagai gambar. Dengan demikian, kita bisa melihat
berbagai benda dan warna di sekitar kita.

2. Anatomi Retina
a. Fundus Okuli

Menurut IIyas (2011) Secara klinis, makula dapat didefinisikan


sebagai daerah pigmentasi kekuningan yang disebabkan oleh pigmen
luteal atau xantofil. Definisi alternatif secara histologis adalah bagian
retina yang lapisan ganglionnya mempunyai lebih dari satu lapis sel. Di
tengah makula sekitar 3,5 mm disebelah lateral diskus optikus, terdapat
fovea yang secara klinis merupakan suatu cekungan yang memberikan
pantulan khusus bila dilihat dengan oftalmoskop. Fovea merupakan
zona avaskuler di retina. Secara histologis, fovea ditandai dengan
menipisnya lapisan inti luar dan tidak adanya lapisan-lapisan parenkim
karena akson-akson sel fotoreseptor (lapisan serat Henle) berjalan oblik
dan penggeseran secara sentrifugal lapisan retina yang lebih dekat ke
permukaan dalam retina. Foveola adalah bagian paling tengah pada
fovea, disini fotoreseptornya adalah kerucut, dan bagian retina yang
paling tipis.
Substrat metabolisme dan oksigen dikirim ke retina dicapai
melalui 2 sistem vaskuler terpisah, yaitu: sistem retina dan koroid.
8

Metabolisme retina secara menyeluruh tergantung pada sirkulasi koroid.


Pembuluh darah retina dan koroid semuanya berasal dari arteri oftalmik
yang merupakan cabang dari arteri karotis interna. Sirkulasi retina
adalah sebuah sistem end-arteri tanpa anostomose. Arteri sentralis
retina keluar pada optic disk yang dibagi menjadi dua cabang besar.
Arteri ini berbelok dan terbagi menjadi arteriole di sepanjang sisi luar
optic disk. Arteriol ini terdiri dari cabang yang banyak pada retina
perifer.
Sistem vena ditemukan banyak kesamaan dengan susunan
arteriol. Vena retina sentralis meninggalkan mata melalui nervus
optikus yang mengalirkan darah vena ke sistem kavernosus.Retina
menerima darah dari dua sumber : khoriokapilaris yang berada tepat di
luar membrana Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk
lapisan fleksiformis luar dan lapisan inti luar, fotoresptor, dan lapisan
epitel pigmen retina; serta cabang-cabang dari sentralis retina, yang
mendarahi 2/3 sebelah dalam. Fovea sepenuhnya diperdarahi oleh
khoriokapilaria dan mudah terkena kerusakan yang tak dapat diperbaiki
bila retina mengalami ablasi. Pembuluh darah retina mempunyai lapisan
endotel yang tidak berlubang, yang membentuk sawar darah-retina.
Lapisan endotel pembuluh koroid dapat ditembus. Sawar darah retina
sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel pigmen retina.
b. Lapisan Retina
9

Menurut Martini (2011). Lapisan-lapisan retina, mulai dari sisi


dalamnya, adalah sebagai berikut :
a. Membran limitans interna,merupakan membran hialin antara retina
dan badan kaca. Fungsi nya sebagia
b. Lapisan serat saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke
arah saraf optik. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian
besar pembuluh darah retina.
c. Lapisan sel ganglion, merupakan lapisan badan sel dari neuron
kedua.
10

d. Lapisan pleksiformis dalam, merupakan lapisan aseluler tempat


sinaps sel bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.
e. Lapisan inti dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal,
dan sel Muller. Lapis ini mendapat metabolisme dari arteri retina
sentral.
f. Lapisan pleksiformis luar, merupakan lapisan aseluler dan tempat
sinaps sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
g. Lapisan inti luar, merupakan susunan lapis inti sel batang dan sel
kerucut.
Membran limitans eksternal, merupakan membran ilusi. Lapisan
sel kerucut dan sel batang (fotoreseptor), merupakan lapisan terluar
retina, terdiri atas sel batang yang mempunyai bentuk ramping dan sel
kerucut. Epitelium pigmen retina merupakan lapisan kubik tunggal dari
sel epithelial. Retina menerima darah dari dua sumber yaitu
korikapilaria yang berada tepat diluar membrane Brunch’s yang
memperdarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan pleksiform luar
dan lapisan inti luar, fotoreseptor dan lapisan pigmen retina serta
cabang-cabang dari arteri sentralis retina yang memperdarahi dua
pertiga sebelah dalam. Fungsi retina pada dasar nya ialah menerima
bayangan visual yang dikirim ke otak. Bagian sentral retina atau daerah
makula memgandung lebih banyak sel fotoreseptor kercucut dari pada
bagian perifer retina yang memiliki banyak sel batang. Fotoreseptor
kerucut berfungsi untuk sensasi terang, bentuk serta warna. Fovea
hanya mengandung fotoreseptor kerucut. Apabila daerah fovea atau
daerah makula mengalami gangguan, maka visus sentral dan tajam
penglihatan akan terganggu. Fotoreseptor batang berfungsi untuk
melihat dalam suasana gelap atau remang-remang. Apabila bagian
perifer retina mengalami gangguan maka penglihatan malam, adaptasi
gelap dan penglihatan samping akan terganggu.

3. Fisiologi Retina
11

Mata adalah organ dari indra yang memiliki reseptor peka cahaya
yang disebut fotoreseptor. Setiap mata mempunyai lapisan reseptor, sistem
lensa dan sistem saraf, indra penglihatan yang terletak pada mata (organ
visus) yang terdiri dari organ okuli assoria (alat bantu mata) dan oculus
(bola mata). Saraf dari indra penglihatan, saraf optikus (urat saraf kranial
kedua) muncul dari sel-sel ganglion dalam retina, bergabung membentuk
saraf optikus. Mekanisme melihat mulai dari cahaya masuk ke dalam mata
melalui pupil kemudian lensa mata memfokuskan cahaya sehingga
bayangan benda yang dimaksud jatuh tepat di retina mata, kemudian ujung
saraf penglihatan di retina menyampaikan bayangan benda tersebut ke otak
lalu otak pun memproses bayangan benda tersebut sehingga kita dapat
melihat benda tersebut.
Retina adalah lapisan syaraf mata yang terdiri dari 10 lapisan. Retina
merupakan bagian mata yang peka terhadap cahaya, mengandung:
1) Sel- sel kerucut yang berfungsi sebagai penglihatan warna dan;
2) Sel-sel batang yang dapat mendeteksi cahaya redup dan terutama
berfungsi untuk penglihatan hitam dan putih dan penglihatan di dalam
gelap.
Bila sel batang ataupun kerucut terangsang, sinyal akan dihantarkan
melalui lapisan sel saraf yang berurutan dalam retina dan akhirnya ke
dalam serat nervus optikus dan korteks serebri.

B. Definisi Ablatio Retina


Menurut Ilyas (2015) ablasi retina adalah suatu keadaan terpisahnya sel
kerucut dan batang retina dari sel epitel pigmen retina. Pada keadaan ini sel
epitel pigmen masih melekat erat dengan membran Bruch. Sesungguhnya
anatara sel kerucut dan sel batang retina tidak terdapat suatu perlekatan
struktur dengan koroid atau pigmen epitel, sehingga merupakan titik lemah
yang potensial untuk lepas secara embriologis.
12

Menurut Ilyas (2015) Ablasi retina (retinal detachment) adalah


pemisahan retina sensorik, yakni lapisan fotoreseptor (sel kerucut dan batang)
dan jaringan bagian dalam, epitel pigmen retina dibawahnya.
Menurut Tamsuri (2011) ablasio retina atau retinal detachment adalah
lepasnya retina sensoris dari epitel pigmen yang terdiri dari nonregmatogen
(tanpa robekan retina) dan regmatogen (dengan robekan retina atau ‘’break:
tear & hole’’).
Retinal detachment occurs when neurosensory retinal separation
occurs from the retinal pigmented epithelial layer beneat it because the
neurosensory retina, the rod and conic part of the retina, is exfoliated from
the nutritious pigmented epithelium, the photosensitive cell is unable to
peform its visual functioning activity and result in loss of vision (Smeltzer,
2002).
Jadi ablasio retina adalah suatu keadaan terpisah atau terlepas nya epitel
pigmen dan retina sensorik dalam retina.
C. Klasifikasi Ablatio Retina
1. Rhegmatogenous Retina Detachment (RRD)
Diawali dengan adanya robekan (break) pada retina yang
menyebabkan masuknya cairan yang berasal dari vitreus yang mencair
(liquefaction) di antara lapisan sensoris retina & RPE (Budiono, 2013).
2. Non Rhegmatogenous Retinal Detachment
1) Traction Retinal Detachment
Terlepasnya lapisan sensoris dari RPE akibat dari tarikan oleh
membran vitreoretina. Membran tersebut terbentuk pada kasus-kasus:
Proliliverative Diabetic Retinopathy, Retinopathy of Prematurity,
Sickle Cell Retinopathy dan penetrating posterior segment trauma.
2) Exudative Retinal Detachment
Masuknya cairan yang berasal dari choriocapillary ke rongga
subretina dengan cara menembus/melewati lapisan RPE yang rusak.
Pada umumnya terjadi pada kasus-kasus: severe hypertension,
13

choloridal tumor, neovaskulerisasi subretina, retinoblastoma dan lain-


lain (Budiono, 2013).
3. Combined Rhegmatogenous Retina Detachment dan Traction Retinal
Detachment
4. Combined Macular Hole dan Rhegmatogenous Retina Detachment

D. Etiologi Ablatio Retina (TRD)


Mekanisme pasti bagaimana diabetes menyebabkan retinopati masih
belum jelas, tetapi beberapa teori telah dikemukakan untuk menjelaskan
perjalanan penyakit dan riwayat penyakit yang khas. Berdasarkan Wei Wang
dan Amy (2018), ablasio retina jenis proliliverative diabetic retinopathy
diakibatkan oleh:
1. Hiperglikaemia dan mikrovaskulopati retina
Diabetik retinopati telah lama dikenal sebagai penyakit
mikrovaskuler. Hiperglikemia dianggap memainkan peran penting dalam
patogenesis kerusakan mikrovaskuler retina. Beberapa jalur metabolisme
telah terlibat dalam kerusakan pembuluh darah yang diinduksi
hiperglikemia termasuk jalur poliol, akumulasi produk akhir glikasi
lanjut (AGEs), jalur protein kinase C (PKC) dan jalur heksosamin.
Respon awal pembuluh darah retina terhadap hiperglikemia
adalah dilatasi pembuluh darah dan perubahan aliran darah. Perubahan
ini dianggap sebagai autoregulasi metabolik untuk meningkatkan
metabolisme retina pada subjek diabetes. Hilangnya sel perivaskuler
adalah ciri lain dari peristiwa awal diabetik retinopati. Sel perivaskuler
bertanggung jawab untuk memberikan dukungan struktural untuk kapiler,
hilangnya sel perivaskuler menyebabkan lipatan lokal dari dinding
kapiler. Proses ini dikaitkan dengan pembentukan mikroaneurisma, yang
merupakan tanda klinis paling awal dari diabetik retinopati. Selain
hilangnya sel perivaskuler, apoptosis sel endotel dan penebalan membran
basal juga terdeteksi selama patogenesis diabetik retinopati, yang secara
kolektif berkontribusi terhadap penurunan barrier pada pembuluh darah
14

retina. Selanjutnya, hilangnya sel perivaskuler dan sel endotel


menyebabkan oklusi kapiler dan iskemia. Iskemia/hipoksia retina
menyebabkan upregulasi VEGF (Vascular Endothelial Growth Factor)
melalui aktivasi hypoxia-inducible factor 1 (HIF-1). Bukti lain
menunjukkan bahwa peningkatan fosfolipase A2 (PLA2) pada kondisi
diabetes juga memicu peningkatan regulasi VEGF. VEGF, faktor kunci
yang terlibat dalam perkembangan proliferative diabetic retinopathy dan
diabetic macular edema, diyakini meningkatkan permeabilitas vaskular
dengan menginduksi fosforilasi protein sambungan ketat seperti occludin
dan zonula occludens-1 (ZO-1). Selain itu, sebagai faktor angiogenik,
VEGF mendorong proliferasi sel endotel melalui aktivasi mitogen-
activated protein (MAP). Peningkatan ekspresi VEGF telah terdeteksi di
retina diabetikus, serta vitreus pasien dengan DME dan PDR. Faktor
angiogenik lainnya seperti angiopoietins (Ang-1, Ang-2) juga terlibat
dalam regulasi permeabilitas vaskular dengan berinteraksi dengan
reseptor endotel tirosin kinase telah terbukti meningkatkan kebocoran
pembuluh darah pada retina. Diperkirakan bahwa faktor angiogenik
selain VEGF mungkin terlibat dalam perubahan mikrovaskuler selama
diabetik retiniopati.
2. Peradangan
Peradangan memainkan peran penting dalam patogenesis diabetic
retinopati. Leukostasis telah diakui sebagai proses kunci pada tahap awal
DR. Studi lebih lanjut menunjukkan bahwa leukostasis berkontribusi
pada hilangnya sel endotel dan kerusakan BRB melalui jalur Fas
(CD95)/Fas-ligand. Adhesi leukosit-endotel yang dimediasi oleh molekul
adhesi telah terlibat dalam leukostasis pada diabetes
3. Neurodegenerasi retina
Neurodegenerasi retina adalah peristiwa awal selama
perkembangan diabetik retinopati. Disfungsi mitokondria telah terlibat
dalam degenerasi retina di diabetik retinopati. Studi in vitro
menunjukkan bahwa paparan glukosa yang tinggi dikaitkan dengan
15

peningkatan fragmentasi mitokondria dan apoptosis sel. Selain kerusakan


mitokondria, keterlibatan stres oksidatif pada degenerasi retina yang
diinduksi diabetes juga telah diselidiki secara luas. Pada pasien diabetes,
penipisan retina bagian dalam terdeteksi tanpa diabetik retinopati atau
diabetik retinopati minimal (mikroaneurisma). Oleh karena itu,
penyelidikan lebih lanjut dari mekanisme molekuler yang mendasari
neurodegenerasi retina dapat memberikan target terapi potensial untuk
intervensi awal pada diabetik retinopati.
Ablasio retina dapat terjadi secara spontan atau sekunder setelah
trauma, akibat adanya robekan pada retina, cairan masuk kebelakang dan
mendorong retina (rhematogen) atau tejadi penimbunan eksekudat dibawah
retina sehinggan retina terangkat (non rhematogen), atau tarikan jaringan
parut pada badan kaca (traksi). Penimbunan eksekudat terjadi akibat penyakit
koroid, misalnya skleritis, koroditis, tumor retrobulbar, uveitis dan toksemia
gravidarum. Jaringan parut pada badan kaca dapat disebabkan DM,
proliferatife, trauma, infeksi atau pasca bedah (John, 2015).
E. Manifestasi Klinis Ablatio Retina
Menurut Tamsuri (2011) tanda dan gejala dari Ablasio retina adalah :
1. Gejala dini: floaters dan fotopsia (kilatan halilintar kecil pada lapangan
pandang).
2. Gangguan lapang pandang.
3. Pandangan seperti tertutup tirai.
4. Visus menurun tanpa disertai rasa sakit.
5. Visus menurun.
6. Pada pemeriksaan fundus okuli, tampak retina yang terlepas berwarna
pucat dengan pembuluh darah retina yang berkelok-kelok disertai atau
tanpa robekan retina.

F. Patogenesis Ablatio Retina


16

Menurut Budiono (2013) Longgarnya perlekatan antara epitel pigmen


dan retina menyebabkan keduanya bisa terlepas satu terhadap yang lain,
sehingga cairan bisa terkumpul diantara epitel pigmen dengan retina.
Cairan tersebut biasanya berasal dari bagian badan kaca yang cair yang
dengan bebas melewati lubang di retina menuju kedalam rongga yang
terbentuk karena terlepasnya epitel pigmen dari retina tersebut. Penyebab
ablasio retina pada orang muda yang matanya tampak sehat dan refraksi
lensanya normal adalah karena adanya kelemahan perlekatan bagi retina untuk
melekat dengan lapisan dibawahnya. Kelemahan yang biasanya tidak
terdiagnosis letaknya dipinggir bawah retina. Kadang-kadang ditempat yang
sama terdapat kista retina kecil. Jika pinggiran retina terlepas dari
perlekatannya maka akan terbentuk suatu lubang seperti yang disebutkan
diatas. Pada ablasio retina, bagian luar retina yang sebelumnya mendapat
nutrisi yang baik dari koroid. Akibatnya akan terjadi degenerasi dan atropi sel
reseptor retina. Pada saat degenerasi retina terjadi kompenasasi sel epitel
pigmen yang melakukan serbukan sel ke daerah degenerasi. Akibat reaksi
kompensasi akan terlihat sel epitel pigmen di depan retina. Selain itu juga
akan terjadi penghancuran sel kerucut dan sel batang retina. Bila degenerasi
berlangsung lama, maka sel pigmen akan bermigrasi ke dalam cairan sub
retina dan ke dalam sel reseptor kerucut dan batang.
Bila pada retina terdapat ruptur besar maka badan kaca akan masuk ke
dalam cairan sub retina. Apabila terjadi kontak langsung antara badan kaca
dan koroid. Apabila terjadi degenerasi sel reseptor maka keadaan ini akan
berlanjut ke dalam jaringan yang lebih dalam, yang kemudian jaringan ini
diganti dengan jaringan glia.
17

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit penyerta antara lain
glaukoma, diabetes mellitus, maupun kelainan darah. Pada pasien dengan
PDR biasanya ditemukan memiliki kadar gula darah yang tinggi (riwayat
diabetes mellitus lama), pemeriksaan laboratorium lain yang dilakukan
18

adalah pemeriksaan hematologi rutin, PT APTT, HbA1C, HBSAG dan


Anti HIV.
2. Pemeriksaan Ultrasonografi
Ocular B-Scan ultrasonografi juga digunakan untuk mendiagnosis
ablasio retina dan keadaan patologis lain yang menyertainya seperti
proliverative vitreoretinopati, benda asing intraokuler serta untuk
menentukan robekan yang terjadi pada retina. Selain itu ultrasonografi
juga digunakan untuk mengetahui kelainan yang menyebabkan ablasio
retina eksekudatif misalnya tumor dan posterior skleritis
3. Foto Fundus

4. Indirect slit lamp biomicroscopy

H. Penatalaksanaan Ablatio Retina


1. Penatalaksanaan Medik
a. Pemeriksaan funduskopy dengan menggunakan indirect (dilakukan
pelebaran menggunakan agen siklopegik).
19

b. Pada penderita dengan ablasio retina nonregmatogen, bila penyakit


primernya sudah diobati, tetapi masih terdapat ablasio retina, dapat
dilakukan operasi.
c. Fotokoagulasi retina: bila terdapat robekan retina dan belum terjadi
separasi retina. Suatu sorotan cahaya dengan leser menyebabkan
dilatasi pupil dilakukan dengan mengarahkan sinar laser pada
epithelium yang mengalami pigmentasi.
d. Plombage local: dengan spons silicon dijahitkan pada episklera
didaerah robekan retina (dikontrol dengan oftalmoskop indirek
binuclear).
e. Membuat radang steril pada koroid dan epitel pigmen pada daerah
robekan retina dengan jalan:
1) Elektrodiatermi
Dengan menggunakan jarum elektroda, melalui sclera untuk
memasukan cairan subretina dan mengeluarkan suatu
bentuk eksudat dari pigmen epitelium yang menempel pada
retina.
2) Sclera Buckling
Suatu bentuk teknik dengan jalan sclera dipendekkan,
lengkungan terjadi dimana kekuatan pigmen ephitelium lebih
menutup retina, mengatasi pelepasan retina dan menempatkan
posisi semula, silikon kecil diletakan di sclera dan diperkuat
diperkuat dengan membalut melingkar.
3) Cyrosurgery
Suatu pemeriksaan pada super cooled yang dilakukan pada
sclera, menyebabkan kerusakan minimal sepertu suatu jaringan
parut, pigmen ephitelium melekat pada retina.

4) Vitrektomi Pars Plana


20

Operasi dikerjakan untuk mengurangi tarikan badan kaca.


Pada keadaan cairan sub retina yang cukup banyak, dapat
dilakukan punksi lewat sklera.
5) Kombinasi dari Vitrektomi Pars Plana, Cyrosurgery, Endolaser,
Elektrodiathermi dan pemasangan silicon oil.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Perawatan perioperatif.
b. Aktifitas dibantu guna mencegah cidera.
c. Jika terdapat terdapat gelembung di mata, posisi telungkup yang
dianjurkan harus dipertahankan sehingga gas mampu memberikan
tamponade yang efektif pada robekan retina.
d. Dilatasi pupil harus dipertahankan untuk mempermudah pemeriksaan
pasca operasi.
e. Perawatan luka pasca operasi (pencegahan infeksi).
f. Manajemen nyeri.

I. Komplikasi Ablatio Retina


Menurut Tamsuri (2011) komplikasi ablasio retina dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Komplikasi awal setelah pembedahan: Peningkatan TIO, glaukoma,
infeksi, ablasio koroid, kegagalan pelekatan retina, ablasio retina berulang.
2. Komplikasi lanjut: Infeksi, lepasnya bahan buckling melalui konjungtiva
atau erosi melalui bola mata, vitreo retinapati proliveratif (jaringan parut
yang mengenai retina), diplopia, kesalahan refraksi, astigmatisme.

J. Konsep Asuhan Keperawatan


21

1. Pengkajian Keperawatan
Menurut Tamsuri (2011) pengkajian pada ablasio retina yaitu :
a. Identitas atau biodata klien
Meliputi nama, umur, agama, jenis kelmain, alamat, suku bangsa,
status perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit,
no. RM dan diagnose keperawatan.
b. Keluhan utama
Diisi tentang keluhan yang dirasakan klien pada saat dilakukan
nya pengkajian pertama kali dengan klien.
c. Riwayat
1) Riwayat penyakit sekarang
Pada pengkajian ini yang perlu dikaji adanya keluhan pada
penglihatan seperti penglihatan kabur, melihat kilatan-kilatan kecil
adanya tirai hitam yang menutupi area penglihatan, adanya
penurunan tajam penglihatan.
2) Riwayat penyakit keluarga
Tanyakan kepada penderita ada atau tidak anggota keluarga atau
teman dekat yang mengalami penyakit seperti yang dialami pasien
dan miopi tinggi.
3) Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan adakah riwayat penyakit dahulu yang diderita pasien
yang berhubungan dengan timbulnya ablasio retina yaitu adanya
miopi tinggi, retinopati, trauma pada mata.
4) Riwayat penyakit: trauma mata, riwayat inflamasi (koroiditis),
riwayat myopia, retinitis.
5) Psikososial: kemampuan beraktivitas, gangguan membaca, resiko
jatuh, berkendaraan. Bagaimana hubungan pasien dengan anggota
keluarga yang lain dan lingkungan sekitar sebelum dan sesudah
sakit. Apakah pasien mengalami kecemasan, rasa takut,
kegelisahan karena penyakit yang dideritanya dan bagaimana
22

pasien menggunakan koping mekanisme untuk menyelesaikan


masalah yang dihadapinya.
d. Pola Kehidupan
1) Aktivitas dan Istirahat
Dikaji berapa lama tidur, kebiasaan tidur dan gangguan
sealama tidur sebelum pelaksanaan operasi dan sesudah
pelaksanaan operasi. Juga dikaji bagaimana pola tidur dan istirahat
selama masuk rumah sakit.
2) Pola Nutrisi dan Metabolik
Bagaimana pola nutrisi pasien, apakah terjadi penurunan
nafsu makan, anoreksia.
3) Pola Aktifitas dan Latihan
Apa saja kegiatan sehari-hari pasien sebelum masuk rumah
sakit. Juga ditanyakan aktifitas pasien selama dirumah sakit
sebelum dan setelah pelaksanaan operasi.
4) Pola Hubungan dan peran
Bagaimana hubungan pasien dengan lingkungan sekitarnya.
Apakah peranan pasien dalam keluarga dan masyarakat. Juga
ditanyakan bagaimana hubungan pasien dengan pasien lain
dirumah sakit sebelum dan setelah dilaksanakan operasi.
e. Pengkajian fisik
1) Keadaan Umum
Bagaimana keadaan penyakit, tingkat kesadaran dan TTV.
2) Head to Toe
a) Kepala
Bentuk, kulit kepala, tidak ada lesi, penyebaran merata dengan
kulit.
b) Rambut
Warna rambut hitam, tidak ada bau pada rambut, keadaan
rambut tertata rapi.
23

c) Mata
Pemeriksaan mata dikaji dari kesimetrisan, kornea, pergerakan
mata, tajam penglihatan mata, palpebral superior dan inferior,
bilik mata depan serta lensa mata.
d) Hidung
Posisi septum nasi tepat ditengah, tidak terdapat sekret, tidak
terdapat lesi, dan tidak terdapat hyposmia, anosmia, parosmia,
kakosmia.
e) Telinga
 Inspeksi
Daun telinga : tidak terdapat lesi, kista epidemoid, dan
keloid.
Lubang telinga : tidak terdapat obstruksi akibat adanya benda
asing.
 Palpasi
Apakah terdapat edema, nyeri tekan pada otitis media dan
mastoidius.
 Pemeriksaan Pendengaran
Test weber : telinga yang tidak terdapat sumbatan mendengar
lebih keras.
Test rinne : test (-) pada telinga yang terdapat sumbatan
f) Mulut dan Gigi
Mukosa bibir pucat, tidak pecah-pecah, warna gusi merah muda,
tidak terdapat perdarahan gusi, dan gigi bersih.
g) Leher
Posisi trakea simetris, tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid,
tidak ada pembesaran vena jugularis, tidak ada nyeri tekan.
h) Thorax
Bentuk : simetris.
Pernafasan : regular.
Tidak terdapat otot bantu pernafasan
24

i) Abdomen
 Inspeksi
Bentuk : normal simetris.
Benjolan Benjolan : tidak terdapat benjolan.
 Palpasi
Tidak terdapat nyeri tekan.
Tidak terdapat massa/benjolan.
Tidak terdapat tanda-tanda asites.
Tidak terdapat pembesaran hepar.
 Perkusi
Suara abdomen : tympani
j) Reproduksi
Pada pemeriksaan genitalia pria, daerah yang perlu
diperhatikan adalah bagian penis, batang penis, uretra, dan
daerah anus. Sedangkan pada wanita, daerah yang perlu
diperhatikan adalah labia mayora dan minora, klitoris, introitus
vagina, dan serviks. Jika timbul lesi, catat jenis, bentuk, ukuran /
luas, warna, dan keadaan lesi. Palpasi kelenjar limfe regional,
periksa adanya pembesaran pada beberapa kasus dapat terjadi
pembesaran kelenjar limferegional.
k) Ekstremitas
Tidak terdapat luka dan spasme otot.
f. Pengkajian khusus mata
1) Fotopsia (seperti melihat halilintar kecil), terutama pada tempat
gelap; merupakan keluhan dini ablasio retina.
2) Bayangan titik-titik pada penglihatan hingga terjadi kehilangan
penglihatan.
3) Kehilangan lapang pandang: gambaran kehilangan penglihatan
menunjukan kerusakan pada area yang berlawanan. Jika kehilangan
pada area inferior, kerusakan (ablasi) terjadi pada area superior.
25

4) Sensasi mata tertutup (jika robekan luas).


5) Pemeriksaan fundus okuli dengan oftalmoskop didapatkan
gambaran tampak retina yang terlepas berwarna pucat dengan
pembuluh darah retina yang berkelok-kelok disertai atau tanpa
robekan retina.
Pemeriksaan pada mata dibagi berdasarkan segmen-segmen, yaitu:
1) Pemeriksaan segmen anterior
 Adanya pembengkakan pada palpebrae atau tidak, biasanya
pada pasien post op ablasio retina palpebraenya akan
membengkak.
 Keadaan lensa, bila tidak ada komplikasi lain maka keadaan
lensanya adalah jernih.
 Pupil pada pasien ablasio retina yang telah masuk rumah sakit
akan melebar sebagai akibat dari pemberian siklopegik.
 Kamera okuli anterior biasanya dalam.
 Pada pasien post op akan mengalami hiperemi pada konjungtiva.
2) Pemeriksaan segmen posterior
 Apakah ada kelainan corpus vitreum.
 Terdapat gangguan pada syaraf optik atau tidak.
3) Pemeriksaan diagnostik
 Fundus kopi, untuk mengetahui bola mata seperti warna retina,
keadaan retina, reflek dan gambaran koroid.
 USG mata, biasanya ditemukan gamabaran ablation retina yang
jelas pada hasil USG mata pasien

2. Diagnosa Keperawatan
a. Diagnosa Keperawatan Pre-Operatif
 Gangguan sensori visual berhubungan dengan penurunan ketajaman
penglihatan akibat ablatio retina.
26

 Ansietas berhubungan dengan kurang informasi tentang prosedur


operasi.
 Risiko cedera sehubungan dengan penurunan tajam penglihatan pada
kedua mata akibat ablatio retina.
b. Diagnosa Keperawatan Intra-Operatif
 Nyeri akut berhubungan dengan prosedur tindakan terputusnya
kontinuitas jaringan sklera.
 Ansietas berhubungan dengan prosedur intraoperatif: ruang gelap.
 Hipotermi berhubungan dengan faktor lingkungan: suhu rendah di
kamar operasi.
 Risiko jatuh sehubungan dengan penurunan tingkat kesadaran akibat
efek farmakologis/anestesi.
c. Diagnosa Keperawatan Post-Operatif
 Nyeri akut berhubungan dengan luka pascaoperasi.
 Defisit perawatan diri berhubungan dengan pembatasan aktivitas
pascaoperasi.
 Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan program terapeutik
(tidur telungkup).
 Resiko infeksi sehubungan dengan insisi post operasi vitrektomi.

3. Intervensi Keperawatan
a. Intervensi Keperawatan Pre-Operatif
No Diagnosa Tujuan Intervensi
1. Gangguan sensori Setelah dilakukan Observasi
visual tindakan keperawatan 1. Identifikasi sumber
berhubungan selama 1x24 jam, ketidaknyamanan.
dengan penurunan masalah gangguan 2. Identifikasi tajam
ketajaman sensori visual dapat penglihatan klien.
penglihatan akibat teratasi dengan kriteria 3. Lakukan verifikasi area
ablatio retina. hasil: operasi.
1. Toleransi aktivitas 4. Periksa kelengkapan
Data Subjektif: meningkat. operasi.
 Klien 2. Tidak terjadi 5. Identifikasi area
mengatakan cedera. lingkungan yang
27

matanya buram. berpotensi menyebabkan


 Klien cedera.
mengatakan
penglihatannya Terapeutik
seperti tertutup 1. Diskusikan tingkat
tirai. toleransi terhadap beban
sensori.
Data Objektif: 2. Ciptakan ruangan yang
 Visus menurun tenang dan mendukung.
tanpa disertai
rasa sakit. Edukasi
 Gangguan 1. Berikan edukasi tentang
lapang pandang. prosedur operasi kepada
 Pada klien.
pemeriksaan
fundus okuli,
tampak retina
yang terlepas
berwarna pucat
dengan
pembuluh darah
retina yang
berkelok-kelok
disertai atau
tanpa robekan
retina.
2. Ansietas Setelah dilakukan Reduksi Ansietas
berhubungan tindakan keperawatan Observasi
dengan kurang selama 1 jam, masalah 1. Identifikasi tingkat
informasi tentang kecemasan dapat ansietas dengan skala
prosedur operasi. teratasi dengan kriteria HRS-A atau Visual
hasil: Analog Scale for Anxiety
Data Subjektif: Tingkat Ansietas. (VAS).
 Klien 1. Verbalisasi 2. Monitor tanda-tanda
mengatakan kebingungan ansietas (verbal dan
cemas akan menurun. nonverbal).
operasi yang 2. Verbalisasi
akan dijalani. khawatir akibat Terapeutik
kondisi yang 1. Pahami situasi yang
Data Objektif: dihadapi menurun. membuat ansietas.
 Tampak 3. Perilaku gelisah 2. Dengarkan dengan
gelisah. menurun. penuh perhatian.
 Tampak 4. Perilaku tegang 3. Gunakan pendekatan
tegang. menurun. yang tenang dan
 Tekanan 5. Mampu menerima meyakinkan.
kondisi yang
28

darah, nadi, sedang dialami. Edukasi


respirasi 1. Jelaskan prosedur
meningkat. operasi vitrektomi,
 Diaphoresis. termasuk sensasi yang
 Tremor. mungkin dialami.
 Muka tampak 2. Informasikan secara
pucat. faktual mengenai
 Suara sedikit diagnosis, pengobatan
bergetar. dan prognosis.
3. Latih teknik relaksasi.

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
obat ansietas, jika perlu.
3. Risiko cedera Setelah dilakukan Pencegahan Cedera
sehubungan tindakan keperawatan Observasi
dengan penurunan selama 1x24 jam, 1. Identifikasi area
tajam penglihatan masalah cedera dapat lingkungan yang
pada kedua mata teratasi dengan kriteria berpotensi menyebabkan
akibat ablatio hasil: cedera.
retina. Tingkat Cedera
1. Toleransi aktivitas Terapeutik
Data Subjektif: meningkat. 1. Sediakan pencahayaan
 Klien 2. Kejadian cedera yang memadai.
mengatakan menurun. 2. Sosialisasikan pasien
aktivitas sehari- dan keluarga dengan
hari dibantu lingkungan ruang rawat
oleh keluarga (ruang pemeriksaan,
karena matanya ruang perawat/petugas,
tidak mampu penggunaan telepon,
melihat secara tempat tidur, penerangan
normal. ruangan dan lokasi
kamar mandi).
Data Objektif: 3. Pastikan bel panggilan
 Tajam mudah dijangkau.
penglihatan 4. Pastikan barang-barang
klien menurun. pribadi mudah
 Status dijangkau.
fungsional klien 5. Gunakan pengaman
masuk ke dalam tempat tidur (hand rail).
kategori
ketergantungan Edukasi
ringan-berat. 1. Jelaskan alasan
intervensi pencegahan
cedera kepada pasien
dan keluarga.
29

b. Intervensi Keperawatan Intra-Operatif


No Diagnosa Tujuan Intervensi
1. Hipotermi Setelah dilakukan Manajemen Hipotermia
berhubungan dengan tindakan Observasi
faktor lingkungan: keperawatan selama 1. Monitor suhu tubuh.
suhu rendah di kamar 2 jam, maka 2. Identifikasi penyebab
operasi. masalah hipotermi hipotermia.
dapat teratasi 3. Monitor tanda dan
Data Subjektif: dengan kriteria gejala hipotermia.
 Klien mengatakan hasil:
badan terasa dingin Termoregulasi
selama operasi. 1. Menggigil Terapeutik
menurun. 1. Lakukan penghangatan
Data Objektif: 2. Dasar kuku pasif (pemberian
 Klien tampak sianotik selimut tambahan /
menggigil. menurun. warm blanket).
 CRT > 3 detik. 3. CRT < 3 detik.
 Dasar kuku 4. Hipoksia
sianotik. menurun.
 Suhu tubuh
rendah (<
35.0°C).
 Takipnea.
 Hipertensi.
2. Ansietas berhubungan Setelah dilakukan Reduksi Ansietas
dengan prosedur tindakan Observasi
intraoperatif: ruang keperawatan selama 1. Monitor tanda-tanda
gelap. 1 jam, masalah ansietas (verbal dan
kecemasan dapat nonverbal).
Data Subjektif: teratasi dengan 2. Monitor tanda-tanda
 Klien mengatakan kriteria hasil: vital.
merasa khawatir. Tingkat Ansietas.
1. Perilaku gelisah Terapeutik
Data Objektif: menurun. 1. Pahami situasi yang
 Tampak gelisah. 2. Perilaku tegang membuat ansietas.
 Tampak tegang. menurun.
Edukasi
1. Informasikan secara
faktual mengenai proses
operasi hingga operasi
selesai dilakukan.
3. Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
30

berhubungan dengan tindakan Observasi


prosedur tindakan keperawatan selama 1. Identifikasi lokasi,
terputusnya 1 jam, masalah karakteristik, durasi,
kontinuitas jaringan nyeri akut dapat frekuensi, kualitas,
sklera. teratasi dengan intensitas nyeri.
kriteria hasil: 2. Identifikasi skala nyeri.
Data Subjektif: 1. Tingkat nyeri 3. Identifikasi respon nyeri
 Klien mengatakan menurun. non verbal.
merasa nyeri. 2. Klien tampak 4. Identifikasi faktor yang
rileks. memperberat dan
Data Objektif: 3. Frekuensi nadi, memperingan nyeri.
 Tampak meringis. pola napas dan
 Tampak gelisah. tekanan darah Terapeutik
 Frekuensi nadi menurun sampai 1. Berikan teknik
meningkat. batas normal. nonfarmakologis untuk
 Tekanan darah mengurangi rasa nyeri
meningkat. (mis. TENS, hypnosis,
 Pola napas berubah. akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat,
aroma terapi, teknik
imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin,
terapi bermain).
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis. Suhu ruangan,
pencahayaan,
kebisingan).

Edukasi
1. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri.
2. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri.

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
dosis dan jenis
analgesik, sesuai
indikasi.
4. Risiko jatuh Setelah dilakukan Pencegahan Jatuh
sehubungan dengan tindakan Observasi
penurunan tingkat keperawatan selama 1. Identifikasi faktor risiko
kesadaran akibat efek 1 jam, maka risiko jatuh.
31

farmakologis/anestesi. jatuh menurun 2. Hitung skala risiko jatuh


dengan kriteria dengan menggunakan
hasil: Morse Fall Scale.
Data Subjektif: 1. Jatuh dari tempat 3. Monitor kemampuan
 Klien mengeluh tidur menurun. berpindah.
pusing dan lemah 2. Jatuh saat berdiri
karena masih dalam menurun. Terapeutik
pengaruh anestesi. 3. Jatuh saat duduk 1. Pastikan roda tempat
menurun. tidur dan kursi roda
Data Objektif: 4. Jatuh saat selalu dalam keadaan
 Penurunan tingkat berjalan terkunci.
kesadaran akibat menurun. 2. Pasang handrail tempat
efek anestesi. tidur.
 Kondisi gangguan 3. Atur tempat tidur
penglihatan. mekanis.
4. Gunakan kursi roda.

Edukasi
1. Anjurkan melebarkan
jarak kedua kaki untuk
meningkatkan
keseimbangan saat
berdiri.

c. Intervensi Keperawatan Post-Operatif


No Diagnosa Tujuan Intervensi
1. Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
berhubungan tindakan keperawatan Observasi
dengan luka selama 1 jam, 1. Identifikasi lokasi,
pascaoperasi. masalah nyeri akut karakteristik, durasi,
dapat teratasi dengan frekuensi, kualitas,
Data Subjektif: kriteria hasil: intensitas nyeri.
 Klien 1. Tingkat nyeri 2. Identifikasi skala nyeri
mengatakan menurun. (Wong Baker FACES
merasa nyeri 2. Klien tampak Pain Rating Scale).
pada bagian rileks. 3. Identifikasi respon nyeri
mata yang 3. Frekuensi nadi, non verbal.
sudah dioperasi. pola napas dan 4. Identifikasi faktor yang
 Nyeri terasa tekanan darah memperberat dan
berdenyut menurun sampai memperingan nyeri.
dengan batas normal.
intensitas yang Terapeutik
tetap. 1. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
32

Data Objektif: mengurangi rasa nyeri


 Tampak (mis. TENS, hypnosis,
meringis. akupresur, terapi musik,
 Tampak biofeedback, terapi pijat,
gelisah. aroma terapi, teknik
 Frekuensi nadi imajinasi terbimbing,
meningkat. kompres hangat/dingin,
 Tekanan darah terapi bermain).
meningkat. 2. Kontrol lingkungan yang
 Pola napas memperberat rasa nyeri
berubah. (mis. Suhu ruangan,
 Skala nyeri pencahayaan,
ringan-sedang kebisingan).
(0-10).
Edukasi
1. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri.
2. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri.

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
dosis dan jenis analgesik,
sesuai indikasi.
2. Defisit perawatan Setelah dilakukan Dukungan Perawatan Diri
diri berhubungan tindakan keperawatan Observasi
dengan selama 1 x 24 jam, 1. Identifikasi kebiasaan
pembatasan maka masalah defisit aktivitas perawatan diri
aktivitas perawatan diri teratasi sesuai usia.
pascaoperasi. dengan kriteria hasil: 2. Monitor tingkat
Perawatan Diri kemandirian.
Data Subjektif: 1. Kemampuan 3. Identifikasi kebutuhan
 Klien mandi klien alat bantu kebersihan diri.
mengatakan meningkat.
bingung 2. Verbalisasi Terapeutik
mengenai tata keinginan 1. Dampingi dalam
cara perawatan melakukan melakukan perawatan diri
diri pasca perawatan diri sampai mandiri.
operasi. meningkat. 2. Fasilitasi untuk menerima
 Klien menolak 3. Minat melakukan keadaan ketergantungan.
melakukan perawatan diri 3. Fasilitasi kemandirian,
perawatan diri meningkat. bantu jika tidak mampu
karena takut melakukan perawatan
terjadi apa-apa diri.
33

dengan mata
yang telah
dioperasi.
Data Objektif: Edukasi
 Minat 1. Anjurkan melakukan
melakukan perawatan diri secara
perawatan diri konsisten sesuai
kurang. kemampuan.
 Klien tidak 2. Edukasi klien mengenai
mampu mandi/ perawatan diri pasca
mengenakan operasi: area wajah hanya
pakaian/makan/ boleh diseka, mandi
ke toilet/ seperti biasanya, keramas
berhias secara seperti di salon.
mandiri.
3. Gangguan rasa Setelah dilakukan Pengaturan Posisi
nyaman tindakan keperawatan Observasi
berhubungan selama 1 x 24 jam, 1. Monitor status oksigenasi
dengan program masalah gangguan sebelum dan sesudah
terapeutik (tidur rasa nyaman teratasi mengubah posisi
telungkup). dengan kriteria hasil: telungkup.
Status Kenyamanan
Data Subjektif: 1. Keluhan tidak Terapeutik
 Klien mengeluh nyaman menurun. 1. Jadwalkan secara tertulis
tidak nyaman. 2. Klien tampak untuk perubahan posisi
rileks. telungkup agar dapat
Data Objektif: 3. Keluhan sulit tidur terpenuhi kebutuhan nya
 Klien tidak menurun. 8-10 jam perhari.
mampu rileks.
 Klien tampak Edukasi
gelisah. 1. Informasikan jadwal
perubahan posisi.
2. Ajarkan cara
menggunakan postur
yang baik dan mekanika
tubuh yang baik selama
melakukan perubahan
posisi.

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
premedikasi sebelum
mengubah posisi, jika
perlu.
4. Risiko infeksi Setelah dilakukan Perawatan Luka
sehubungan tindakan keperawatan Observasi
34

dengan insisi post selama 1 x 24 jam, 1. Monitor karakteristik


operasi masalah risiko infeksi luka (drainase, warna,
vitrektomi. dapat teratasi dengan ukuran).
Data Subjektif: kriteria hasil: 2. Monitor tanda-tanda
 Klien mengeluh Tingkat infeksi infeksi.
hangat di area 1. Demam menurun.
bekas operasi. 2. Hiperemis Terapeutik
 Klien mengeluh menurun. 1. Lepaskan balutan dan
nyeri. 3. Nyeri menurun. plester secara perlahan.
4. Bengkak menurun. 2. Pertahankan teknik steril
5. Kadar sel darah saat melakukan
Data Objektif: putih dalam batas perawatan luka.
 Terdapat luka normal.
operasi pada 6. Kemampuan Edukasi
mata akibat melakukan strategi 1. Jelaskan tanda dan gejala
vitrektomi. kontrol risiko infeksi.
 Keadaan mata meningkat. 2. Anjurkan mengkonsumsi
pasca operasi makanan tinggi kalori
bengkak. dan protein.
 Suhu tubuh 3. Ajarkan prosedur
meningkat. perawatan luka secara
mandiri.

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
antibiotik, jika perlu.

4. Implementasi Keperawatan
a. Implementasi Keperawatan Pre-Operatif
1) Gangguan sensori visual berhubungan dengan penurunan
ketajaman penglihatan akibat ablatio retina.
 Mengidentifikasi sumber ketidaknyamanan.
 Mengidentifikasi tajam penglihatan klien.
 Meakukan verifikasi area operasi.
 Memeriksa kelengkapan operasi.
 Mengidentifikasi area lingkungan yang berpotensi menyebabkan
cedera.
 Mendiskusikan tingkat toleransi terhadap beban sensori.
 Menciptakan ruangan yang tenang dan mendukung.
35

 Memberikan edukasi tentang prosedur operasi kepada klien.

2) Ansietas berhubungan dengan kurang informasi tentang prosedur


operasi.
 Mengidentifikasi tingkat ansietas dengan skala HRS-A atau
Visual Analog Scale for Anxiety (VAS).
 Memonitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal).
 Memahami situasi yang membuat ansietas.
 Mendengarkan dengan penuh perhatian.
 Menggunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan.
 Menjelaskan prosedur operasi vitrektomi, termasuk sensasi yang
mungkin dialami.
 Menginformasikan secara faktual mengenai diagnosis,
pengobatan dan prognosis.
 Melatih teknik relaksasi.
 Melakukan kolaborasi pemberian obat ansietas.
3) Risiko cedera sehubungan dengan penurunan tajam penglihatan
pada kedua mata akibat ablatio retina.
 Mengidentifikasi area lingkungan yang berpotensi menyebabkan
cedera.
 Menyediakan pencahayaan yang memadai.
 Mensosialisasikan pasien dan keluarga dengan lingkungan ruang
rawat (ruang pemeriksaan, ruang perawat/petugas, penggunaan
telepon, tempat tidur, penerangan ruangan dan lokasi kamar
mandi).
 Memastikan bel panggilan mudah dijangkau.
 Memastikan barang-barang pribadi mudah dijangkau.
 Menggunakan pengaman tempat tidur (hand rail).
36

 Menjelaskan alasan intervensi pencegahan cedera kepada pasien


dan keluarga.

b. Implementasi Keperawatan Intra-Operatif


1) Nyeri akut berhubungan dengan prosedur tindakan terputusnya
kontinuitas jaringan sklera.
 Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri.
 Mengidentifikasi skala nyeri.
 Mengidentifikasi respon nyeri non verbal.
 Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
nyeri.
 Memberikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain).
 Mengontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan).
 Menjelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri.
 Mengajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri.
 Melakukan kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik,
sesuai indikasi.
2) Ansietas berhubungan dengan prosedur intraoperatif: ruang gelap.
 Memonitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal).
 Memonitor tanda-tanda vital.
 Memahami situasi yang membuat ansietas.
 Menginformasikan secara faktual mengenai proses operasi
hingga operasi selesai dilakukan.
37

3) Hipotermi berhubungan dengan faktor lingkungan: suhu rendah di


kamar operasi.
 Memonitor suhu tubuh.
 Mengidentifikasi penyebab hipotermia.
 Memonitor tanda dan gejala hipotermia.
 Melakukan penghangatan pasif (pemberian selimut tambahan /
warm blanket).
4) Risiko jatuh sehubungan dengan penurunan tingkat kesadaran
akibat efek farmakologis/anestesi.
 Mengidentifikasi faktor risiko jatuh.
 Menghitung skala risiko jatuh dengan menggunakan Morse Fall
Scale.
 Memonitor kemampuan berpindah.
 Memastikan roda tempat tidur dan kursi roda selalu dalam
keadaan terkunci.
 Memasang handrail tempat tidur.
 Mengatur tempat tidur mekanis.
 Menggunakan kursi roda.
 Menganjurkan melebarkan jarak kedua kaki untuk
meningkatkan keseimbangan saat berdiri.
c. Implementasi Keperawatan Post-Operatif
1) Nyeri akut berhubungan dengan luka pascaoperasi.
 Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri.
 Mengidentifikasi skala nyeri.
 Mengidentifikasi respon nyeri non verbal.
 Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
nyeri.
 Memberikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik,
38

biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik imajinasi


terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain).
 Mengontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan).
 Menjelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri.
 Mengajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri.
 Melakukan kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik,
sesuai indikasi.
2) Defisit perawatan diri berhubungan dengan pembatasan aktivitas
pascaoperasi.
 Mengidentifikasi kebiasaan aktivitas perawatan diri sesuai usia.
 Memonitor tingkat kemandirian.
 Mengidentifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri.
 Mendampingi dalam melakukan perawatan diri sampai mandiri.
 Memfasilitasi untuk menerima keadaan ketergantungan.
 Memfasilitasi kemandirian, bantu jika tidak mampu melakukan
perawatan diri.
 Menganjurkan melakukan perawatan diri secara konsisten sesuai
kemampuan.
 Mengedukasi klien mengenai perawatan diri pasca operasi: area
wajah hanya boleh diseka, mandi seperti biasanya, keramas
seperti di salon.
3) Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan program terapeutik
(tidur telungkup).
 Memonitor status oksigenasi sebelum dan sesudah mengubah
posisi telungkup.
 Menjadwalkan secara tertulis untuk perubahan posisi telungkup
agar dapat terpenuhi kebutuhan nya 8-10 jam perhari.
 Menginformasikan jadwal perubahan posisi.
39

 Mengajarkan cara menggunakan postur yang baik dan mekanika


tubuh yang baik selama melakukan perubahan posisi.
 Melakukan kolaborasi pemberian premedikasi sebelum
mengubah posisi, jika perlu.
4) Resiko infeksi sehubungan dengan insisi post operasi vitrektomi.
 Memonitor karakteristik luka (drainase, warna, ukuran).
 Memonitor tanda-tanda infeksi.
 Melepaskan balutan dan plester secara perlahan.
 Mempertahankan teknik steril saat melakukan perawatan luka.
 Menjelaskan tanda dan gejala infeksi.
 Menganjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan
protein.
 Mengajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri.
 Melakukan kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu.

5. Evaluasi Keperawatan
a. Pre-operatif
1) Gangguan sensori visual berhubungan dengan penurunan
ketajaman penglihatan akibat ablatio retina.
S : Klien mengatakan mata kanan/kiri/keduanya
buram/hanya mampu melihat cahaya, muncul seperti
kilatan-kilatan cahaya secara mendadak saat melihat
dalam keadaan gelap.
O : Hasil pemeriksaan lapang pandang menurun, ketajaman
penglihatan menurun saat dilakukan visus.
A : Masalah belum teratasi.
P : Intervensi lanjutkan.

2) Ansietas berhubungan dengan kurang informasi tentang prosedur


operasi.
40

S : Klien mengatakan sudah mengerti dan memahami


mengenai prosedur operasi vitrectomy yang akan
dijalani klien.
O : Klien tampak tenang/rileks, frekuensi pernapasan dalam
batas normal, frekuensi nadi dalam batas normal,
tekanan darah dalam batas normal.
A : Masalah teratasi.
P : Hentikan intervensi

3) Risiko cedera sehubungan dengan penurunan tajam penglihatan


pada kedua mata akibat ablatio retina.
S : Klien mengatakan mengerti bahwa saat ini klien harus
membatasi beberapa aktivitas dan membutuhkan
bantuan dari keluarga selama perawatan untuk
menghindari terjadinya cedera.
O : Klien dan keluarga mampu menjelaskan dan memahami
tata cara menghindari cedera selama proses perawatan.
A : Masalah teratasi.
P : Hentikan intervensi

b. Intra-Operatif
(1) Hipotermi berhubungan dengan faktor lingkungan: suhu rendah di
kamar operasi.
S : Klien mengatakan badannya hangat dan tidak dingin
lagi.
O : Suhu dalam batas normal (36.5 – 37.0°C), klien tidak
menggigil, kulit berwarna merah, tekanan darah dalam
batas normal, pengisian kapiler (CRT) < 3 detik, dasar
kuku tidak sianosis.
A : Masalah teratasi.
P : Hentikan intervensi
41

(2) Ansietas berhubungan dengan prosedur intraoperatif: ruang gelap.


S : Klien mengatakan memahami mengenai alasan ruang
operasi harus diatur dengan pencahayaan yang gelap.
O : Klien tampak rileks. Tekanan darah, frekuensi nadi,
frekuensi nafas dalam batas normal.
A : Masalah teratasi.
P : Hentikan intervensi

(3) Nyeri akut berhubungan dengan prosedur tindakan terputusnya


kontinuitas jaringan sklera.
S : Klien mengatakan masih nyeri, namun nyeri berkurang.
O : Klien nampak lebih rileks, keluhan nyeri menurun, skala
nyeri berkurang.
A : Masalah belum teratasi.
P : Dilanjutkan perawatan di ruang rawat inap Dahlia.

(4) Risiko jatuh sehubungan dengan penurunan tingkat kesadaran


akibat efek farmakologis/sedasi.
S : Klien mengatakan saat ini ada pusing sedikit.
O : Klien tidak mengalami jatuh, skala risiko jatuh rendah
(0-24).
A : Masalah teratasi.
P : Hentikan intervensi

c. Post-Operatif
(1) Nyeri akut berhubungan dengan luka pascaoperasi.
S : Klien mengatakan nyeri berkurang.
O : Skala nyeri berkurang, ketegangan otot menurun.
42

A : Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi

(2) Defisit perawatan diri berhubungan dengan pembatasan aktivitas


pascaoperasi.
S : Klien mengatakan mampu memenuhi kebutuhan
perawatan diri pasca operasi dengan cara wajah hanya
boleh diseka tidak boleh terkena air mengalir, mandi
diguyur seperti mandi pada umumnya dan keramas
dengan kepala tengadah selama 1 minggu pasca operasi.
O : Klien dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri mandi,
berpakaian, kemampuan perawatan diri meningkat.
A : Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi

(3) Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan program terapeutik


(tidur telungkup).
S : Klien mengatakan rasa nyaman.
O : Klien mampu memenuhi kebutuhan tidur telungkup
pasca operasi vitrektomi selama 8-10 jam perhari.
A : Masalah teratasi.
P : Hentikan intervensi

(4) Risiko Infeksi sehubungan dengan insisi post operasi vitrektomi.


S : Klien mengatakan badannya tidak demam.
O : Suhu tubuh normal (36.5 – 37.0°C), hasil laboratorium
darah lengkap dalam batas normal (Leukosit: 4.000-
10.000/mm3).
A : Masalah teratasi.
P : Hentikan intervensi
43

(5) Risiko cedera sehubungan dengan peningkatan TIO, perdarahan,


kehilangan vitreus, pelepasan buckling, kegagalan pelekatan retina.
S : Klien mengatakan tidak mengalami insiden cidera
selama perawatan setelah operasi, klien memahami
pembatasan aktivitas yang dapat menyebabkan cedera
selama perawatan.
O : Tidak terdapat nyeri (skala nyeri=0), klien mampu
menghindari tindakan yang dapat menyebabkan cedera.
A : Masalah teratasi.
P : Hentikan intervensi
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas Klien
Nama : Ny. S
Umur : 51 Tahun
TTL : Kuningan, 04 November 1970
Agama : Islam
Jenis kelamin : Perempuan
Status Pernikahan : Menikah
No. RM : 00940722
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal Masuk : 13 Desember 2021
Tanggal Pengkajian : 13 Desember 2021
Diagnos Medis : Combined RD + PDR ODS + katarak
komplikata OD + KSI OS
Rencana tindakan : Pro PPV+ ED + EL + SO OD + SICS +
sinekiolisis +/- iris retractor (MAC)
Alamat : Dusun 5 Kliwon, Kuningan
2. Identitas Penanggung jawab klien
Nama : Tn. A
Umur : 28 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Hubungan dengan pasien : Anak
Alamat : Dusun 5 Kliwon, Kuningan
3. Keluhan Utama
Kedua mata buram

41
42

4. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien mengatakan kedua mata buram sejak agustus tahun 2020,
mulai dari mata kiri dan jeda 1 bulan ke mata kanan, mata kanan hanya
dapat melihat hitungan jari dalam jarak 1 meter dari pandangan arah
bawah, sedangkan mata kiri dapat melihat hitungan jari dengan jarak 4
meter, dengan keadaan buram ini aktivitas pasien dibantu sebagian.
Pasien direncanakan untuk tidakan operasi PPV+ ED + EL + SO OD +
SICS + sinekiolisis +/- iris retractor (MAC) pada hari esok (14
Desember 2021) dan merupakan operasi pertama kalinya.
b. Riwayat kesehatan dahulu dan perawatan sebelumnya
Klien mengatakan memiliki penyakti diabetes dan hipertensi
sejak 5 tahun yang lalu, pasien mengatakan rutin pergi ke fasilitas
kesehat terdekat untuk berobat. Klien tidak pernah memiliki penyakit
menular lainnya serta tidak pernah dilakukan perawatan karena penyakit
apapun. Pasien dan penanggung jawab sudah dilakukan vaksin covid 19
dosis ke 2.
c. Riwayat Keluarga
Klien mengatakan ada anggota keluarganya yang memiliki
diabetes yaitu kakak nya. Di keluarga tidak ada riwayat penyakit
keturunan pada mata seperti glaukoma.
d. Riwayat Alergi
Klien mengatakan tidak memiliki alergi terhadap makanan atau
obat-obatan apapun.
e. Riwayat Pengobatan sebelumnya
Klien mengatakan melakukan pemeriksaan ke Pusat Mata
Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung karena rujukan dari
rumah sakit daerah. Pasien mendapatkan therapy dari poliklinik IPD dan
Poliklinik Retina yaitu : Noncort 4 x 1 gtt OS, Glimepirid 1 x 1 tablet
(pagi), Valisanbe 1 x 1 tablet (malam sebelum tidur), Amlodipine 1 x 10
mg (pagi), Captopril 2 x 25 mg.
43

5. Riwayat Psikososial
Klien tampak cemas menghadapi operasi besok hari, pasien
mengatakan tidak tau tentang prosedur operasi yang akan dilaksanakan
besok. Klien mengatakan khawatir operasi tidak berjalan dengan lancar.
6. Pemeriksaan Fisik
a. Penampilan Umum : Baik
1) Kesadaran : compos mentis
2) Glasgow Coma Scale : 15
Eye :4
Movement :6
Verbal :5
3) Tinggi badan : 145 cm
4) Berat badan : 41 kg
5) Tanda tanda vital
Tekanan darah : 149/87 mmHg
Nadi : 103x/menit
Respirasi rate : 18x/menit
Suhu : 37,0 °C
SpO2 : 99%
b. Gastrointestinal
Perut terlihat simetris kanan kiri, gerakan peristaltik normal 12x/menit,
lambung tidak kembung, tidak terdapat nyeri tekan pada abdomen.
c. Pembatasan Makanan
Klien mengatakan membatasi asupan karbohidrat dan gula, karena
sesuai dengan instruksi dokter.
d. Gigi Palsu
Klien tidak menggunakan gigi palsu.
e. Mual
Klien tidak ada keluhan mual.
f. Muntah
Klien tidak ada keluhan muntah.
44

g. Pendengaran
Telinga tampak simetris, telinga kiri dan kanan klien berfungsi dengan
baik.
h. Penglihatan
OD OS
Visus : 1/60 (dari bawah) 4/60
Pergerakan : Full Full
Palpebra superior : tenang tenang
Palpebra inferior : tenang tenang
Kornea : jernih jernih
Konjungtiva bulbi : tenang tenang
Sekret : tidak ada tidak ada
Tekanan bola mata : 12 13
Reflek pupil : Refleks cahaya + Refleks cahaya +
(menurun)
Ukuran : 1 mm 4 mm
Isokor : unisokor unisokor
Bilik mata depan : Sinekia posterior COA sedang
Lensa : Keruh Keruh
i. Eliminasi
Klien BAB sehari 1x setiap hari, konsistensi lunak, warna kuning
sampai dengan kuning tua khas feses.
j. Miksi
Klien BAK ±5 kali dalam sehari, bau amis, warna kuning pucat.
k. Obstetri dan ginekologi
Tidak ada temuan masalah
l. Kulit dan Kelamin
Kulit klien berwarna sawo matang, penyebaran warna kulit rata, tidak
terdapat edema, tidak terdapat luka, tidak terdapat benjolan.
45

m. Urogenital
Klien mampu BAB dan BAK secara normal (tanpa menggunakan
kateter).
7. Riwayat psikososial, ekonomi, spiritual dan budaya
a. Status Psikologis
Pengkajian HARS.
No Pertanyaan 0 1 2 3 4
1 Perasaan Ansietas
- Cemas
- Firasat Buruk √
- Takut Akan Pikiran Sendiri
- Mudah Tersinggung
2 Ketegangan
- Merasa Tegang
- Lesu
- Tak Bisa Istirahat Tenang

- Mudah Terkejut
- Mudah Menangis
- Gemetar
- Gelisah
3 Ketakutan
- Pada Gelap
- Pada Orang Asing
- Ditinggal Sendiri √
- Pada Binatang Besar
- Pada Keramaian Lalu Lintas
- Pada Kerumunan Orang Banyak
4 Gangguan Tidur
- Sukar Masuk Tidur
- Terbangun Malam Hari
- Tidak Nyenyak

- Bangun dengan Lesu
- Banyak Mimpi-Mimpi
- Mimpi Buruk
- Mimpi Menakutkan
5 Gangguan Kecerdasan
- Sukar Konsentrasi √
- Daya Ingat Buruk
6 Perasaan Depresi √
- Hilangnya Minat
- Berkurangnya Kesenangan Pada Hobi
- Sedih
- Bangun Dini Hari
46

- Perasaan Berubah-Ubah Sepanjang Hari


7 Gejala Somatik (Otot)
- Sakit dan Nyeri di Otot-Otot
- Kaku

- Kedutan Otot
- Gigi Gemerutuk
- Suara Tidak Stabil
8 Gejala Somatik (Sensorik)
- Tinitus
- Penglihatan Kabur

- Muka Merah atau Pucat
- Merasa Lemah
- Perasaan ditusuk-Tusuk
9 Gejala Kardiovaskuler
- Takhikardia
- Berdebar
- Nyeri di Dada

- Denyut Nadi Mengeras
- Perasaan Lesu/Lemas Seperti Mau Pingsan
- Detak Jantung Menghilang (Berhenti
Sekejap)
10 Gejala Respiratori
- Rasa Tertekan atau Sempit Di Dada
- Perasaan Tercekik √
- Sering Menarik Napas
- Napas Pendek/Sesak
11 Gejala Gastrointestinal
- Sulit Menelan
- Perut Melilit
- Gangguan Pencernaan
- Nyeri Sebelum dan Sesudah Makan
- Perasaan Terbakar di Perut

- Rasa Penuh atau Kembung
- Mual
- Muntah
- Buang Air Besar Lembek
- Kehilangan Berat Badan
- Sukar Buang Air Besar (Konstipasi)
12 Gejala Urogenital √
- Sering Buang Air Kecil
- Tidak Dapat Menahan Air Seni
- Amenorrhoe
- Menorrhagia
- Menjadi Dingin (Frigid)
- Ejakulasi Praecocks
- Ereksi Hilang
47

- Impotensi
13 Gejala Otonom
- Mulut Kering
- Muka Merah

- Mudah Berkeringat
- Pusing, Sakit Kepala
- Bulu-Bulu Berdiri
14 Tingkah Laku Pada Wawancara
- Gelisah
- Tidak Tenang
- Jari Gemetar
- Kerut Kening √
- Muka Tegang
- Tonus Otot Meningkat
- Napas Pendek dan Cepat
- Muka Merah
Jumlah 27
Keterangan :
0 : tidak ada
1 : ringan
2 : sedang
3 : berat
4 : berat sekali
Kategori :
Kurang dari 14 : tidak ada kecemasan
15 – 20 : kecemasan ringan
21 – 27 : kecemasan sedang
28 – 41 : kecemasan berat
42 – 56 : kecemasan berat sekali
Pasien dalam keadaan cemas sedang dengan total skor HARS : 27,
pasien mengatakan khawati akan operasi yang pertama ini, karena takut
terjadi hambatan atau penyulit karena pasien memiliki riwayat
hipertensi dan diabetes mellitus.
b. Status mental
mengenali orang, tempat dan waktu dengan tepat.
c. Status sosial ekonomi (hubungan pasien dengan keluarga)
48

Hubungan klien dengan keluarga baik, keluarga mendukung penuh


terhadap pengobatan yang sedang dijalani oleh klien dan berharap klien
mampu beraktivitas kembali.
d. Pasien tinggal dengan siapa
Klien tinggal dengan keluarga.
e. Pekerjaan pasien
Klien tidak bekerja.
f. Status spiritual
Klien mengatakan beragama islam dan percaya dengan adanya
kekuasaan Allah SWT.
g. Kebutuhan spiritual
Selama perawatan pasien hanya dapat berdoa dan beribadah sesuai
dengan kemampuan.
h. Budaya (nilai dan keyakinan pribadi)
Untuk saat ini pasien tidak memiliki keyakinan yang bertentangan
terhadap kepentingan operasi
8. Status Fungsional
Dengan
No Kriteria Mandiri Penilaian
Bantuan
1 Makan 5 10 Bantuan
2 Berpindah dari kursi
roda ke tempat tidur
dan sebaliknya, 5 15 Bantuan
termasuk duduk di
tempat tidur
3 Kebersihan diri,
mencuci muka,
0 5 Bantuan
menyisir, mencukur &
menggosok gigi.
4 Aktivitas di toilet
(menyemprot, 5 10 Mandiri
mengelap)
5 Mandi 0 5 Bantuan
6 Berjalan dijalan yang
datar (jika tidak
10 15 Bantuan
mampu melakukannya
dengan kursi roda)
49

7 Naik turun tangga 5 10 Bantuan


8 Berpakaian termasuk
5 10 Bantuan
mengenakan sepatu
9 Mengontrol BAB 5 10 Mandiri
10 Mengontrol BAK 5 10 Mandiri
Sangat
tergantung
Total 60
(ketergantungan
sangat berat)
Kriteria :
0 – 20 : Ketergantungan
21 – 61 : Sangat tergantung (ketergantungan sangat berat)
62 – 90 : Ketergantungan berat
91 – 99 : Ketergantungan ringan
100 : Mandiri
Pasien dalam keadaan resiko jatuh tinggi sehingga di pasangkan kancing
kuning.
9. Skrining Gizi (Malnutrition Screening Tool / MST)
Klien mengatakan tidak mengalami penurunan berat badan dalam 6
bulan terakhir. Klien mengatakan nafsu makan tidak berkurang, pasien
dengan diagnose hipertensi dan diabetes melitus. Pasien sudah dilaporkan
kepada ahli gizi untuk pemenuhan diit pasien.
10. Skrining Nyeri

Klien mengatakan tidak ada nyeri pada mata


11. Kebutuhan Edukasi
a. Persiapan operasi,
b. Gelang identitas,
c. Dokter Penanggung Jawab Pasien
d. Protokol kesehatan.
50

e. Diet dan Nutrisi


f. Obat obatan
g. Pencegahan Resiko Jatuh
12. Perencanaan Pemulangan Pasien (Discharge Planning)
a. Kriteria pemulangan pasien
√ Umur > 65 tahun
√ Keterbatasan Mobilitas
√ Perawatan atau pengobatan lanjutan
√ Bantu aktivitas sehari hari
b. Perencanaan pemulangan pasien
√ Perawatan diri (mandi, BAB dan BAK)
√ Pemantauan pemberian obat
√ Pemantauan Diet
√ Jadwal dan rencana kontrol
13. Pemeriksaan Penunjang
a. EKG : Sinus takikardi
b. Laboratorium
51

c. Hasil Swab Antigen


52

Analisa Data
No Data Interpretasi Masalah
1. Data Subjektif : Diabetes mellitus Ansietas
- Pasien mengatakan tidak ↓
tau tentang prosedur Kerusakan
operasi yang akan pembuluh darah
dilaksanakan besok. kecil di retina
- Klien mengatakan ↓
khawatir operasi tidak Ablatio retina
berjalan dengan lancar. ↓
- Pasien direncanakan untuk Gangguan
tidakan operasi Pro PPV+ terhadap
ED + EL + SO OD + SICS fotoreseptor
+ sinekiolisis +/- iris ↓
retractor (MAC) pada hari Gangguan
esok (14 Desember 2021) penglihatan
dan merupakan operasi ↓
pertama kalinya. Tindakan operasi
- Pasien mengatakan ↓
khawati akan operasi yang Kurang informasi
pertama ini, karena takut tentang prosedur
terjadi hambatan atau operasi
penyulit karena pasien ↓
memiliki riwayat Ansietas
hipertensi dan diabetes
mellitus

Data Objektif :
- Klien tampak cemas
menghadapi operasi besok
hari,
- Pasien dalam keadaan
cemas sedang dengan total
skor HARS : 27
- Tekanan darah : 149/87
mmHg
- Nadi : 103x/menit
- Respirasi rate : 18x/menit
- Suhu : 37,0 °C
- SpO2 : 99%

2. Data Subjektif : Diabetes mellitus Resiko Jatuh


- Klien mengatakan kedua ↓
mata buram sejak agustus Kerusakan
tahun 2020, mulai dari pembuluh darah
53

mata kiri dan jeda 1 bulan kecil retina


ke mata kanan, mata ↓
kanan hanya dapat melihat Ablatio retina
hitungan jari dalam jarak 1 ↓
meter dari pandangan arah Gangguan
bawah, sedangkan mata penglihatan pada
kiri dapat melihat hitungan kedua mata
jari dengan jarak 4 meter, ↓
dengan keadaan buram ini Tingkat
aktivitas pasien dibantu ketergantungan
sebagian. meningkat

Data Objektif : Lingkungan
- Nilai Barthel Index : 60 perawatan baru
(sangat tergantung) bagi pasien
- Pasien dalam keadaan ↓
resiko jatuh tinggi Tidak adaptif
sehingga di pasangkan terhadap
kancing kuning. lingkungan
- VOD : 1/60 (dari bawah) ↓
- VOS : 4/60 Resiko jatuh
- Kedua lensa mata tampak
keruh

B. Diagnosa Keperawatan
1. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi tentang prosedur
operasi
2. Resiko Jatuh sehubungan dengan penuru nan tajam penglihatan akibat
ablatio retina

C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Intervensi
No Tujuan
Keperawatan Keperawatan
1. Ansietas Setelah dilakukan Manajemen Ansietas
berhubungan tindakan keperawatan Observasi
dengan kurang selama 2 x 24 jam 1. Identifikasi saat
terpapar informasi ansietas dapat teratasi tingkat anxietas
tentang prosedur dengan kriteria hasil : berubah (mis.
operasi  Ansietas berkurang Kondisi, waktu,
sampai dengan stressor)
hilang 2. Identifikasi
54

 Tidak ada palpitasi kemampuan


 Tanda tanda vital mengambil
dalam batas normal keputusan
 Pasien mengerti 3. Monitor tanda
tentang informasi anxietas (verbal dan
yang diberikan non verbal)
 Pasien tampak
tenang Terapeutik
1. Ciptakan suasana
terapeutik untuk
menumbuhkan
kepercayaan
2. Temani pasien untuk
mengurangi
kecemasan , jika
memungkinkan
3. Pahami situasi yang
membuat anxietas
4. Dengarkan dengan
penuh perhatian
5. Gunakan pedekatan
yang tenang dan
meyakinkan
6. Motivasi
mengidentifikasi
situasi yang memicu
kecemasan
7. Diskusikan
perencanaan realistis
tentang peristiwa
yang akan datang

Edukasi
1. Jelaskan prosedur,
termasuk sensasi
yang mungkin
dialami
2. Informasikan secara
factual mengenai
diagnosis,
pengobatan, dan
prognosis
3. Anjurkan keluarga
untuk tetap bersama
pasien, jika perlu
4. Anjurkan melakukan
55

kegiatan yang tidak


kompetitif, sesuai
kebutuhan
5. Anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan persepsi
6. Latih kegiatan
pengalihan, untuk
mengurangi
ketegangan
7. Latih penggunaan
mekanisme
pertahanan diri yang
tepat
8. Latih teknik relaksasi

Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian obat anti
anxietas, jika perlu

2. Resiko jatuh Setelah dilakukan Pencegahan Jatuh


sehubungan dengan tindakan keperawatan Observasi
penuru nan tajam selama 3 x 24 jam jatuh 1. Identifikasi faktor
penglihatan akibat atau cedera tidak terjadi risiko jatuh (misal
ablatio retina dengan kriteria hasil : usia > 65 tahun,
 Resiko jatuh penurunan tingkat
menurun kesadaran, defisit
 Cedera atau trauma kognitif, hipotensi
fisik menurun ortostatik, gangguan
 Tajam penglihatan keseimbangan,
meningkat atau gangguan
tetap penglihatan,
 Pasien dapat neuropati).
beradaptasi dengan 2. Identifikasi risiko
lingkungan jatuh setidaknya
sekali setiap shift
atau sesuai dengan
kebijakan institusi.
3. Identifikasi faktor
lingkungan yang
meningkatkan risiko
jatuh (misal: lantai
licin, penerangan
kurang).
4. Hitung risiko jatuh
56

dengan menggunakan
skala (misal: Fall
Morse Scale, Humpty
Dumpty Scale), jika
perlu.
5. Monitor kemampuan
berpindah dari
tempat tidur ke kursi
roda dan sebaliknya.
6. Monitor kelengkapan
dan persiapan operasi

Terapeutik
1. Orientasikan ruangan
pada pasien dan
keluarga.
2. Pastikan roda tempat
tidur dan kursi roda
selalu dalam kondisi
terkunci.
3. Pasang handrail
tempat tidur.
4. Atur tempat tidur
mekanis pada posisi
terendah.
5. Tempatkan pasien
beresiko tinggi jatuh
dekat dengan
pantauan perawat dan
nurse station.
6. Gunakan alat bantu
berjalan (misal Kursi
roda, Walker).
7. Dekatkan bel
pemanggil dalam
jangkauan pasien.

Edukasi
1. Anjurkan memanggil
perawat jika
membutuhkan
bantuan untuk
berpindah.
2. Anjurkan
menggunakan alas
kaki yang tidak licin.
57

3. Anjurkan
berkonsentrasi untuk
menjaga
keseimbangan tubuh.
4. Anjurkan melebarkan
jarak kedua kaki
untuk meningkatkan
keseimbangan saat
berdiri.
5. Ajarkan cara
menggunakan bel
pemanggil untuk
memanggil perawat.

Kolaborasi
1. Kolaborasi tindakan
pembedahan
2. Kolaborasi
pemberian therapy

D. Implementasi Keperawatan
Diagnosa Tanggal
No Tindakan Paraf
Keperawatan dan Jam
1. Ansietas 13/12/2021
berhubungan 19.30 WIB - Menerima pasien baru
dengan - Melakukan identifikasi pasien
kurang - Melakukan pengkajian awal
terpapar keperawatan
informasi 20.10 WIB - Menciptakan suasana terapeutik
tentang untuk menumbuhkan
prosedur kepercayaan
operasi - Menganjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi
- Memberikan informasi tentang
persiapan operasi

2. Resiko jatuh 13/12/2021


sehubungan 19.30 WIB - Melakukan orientasi ruang
dengan perawatan
penuru nan - Memeriksa kelengkapan
tajam operasi, Hasil : SIO dan SIAN
penglihatan belum lengkap (ttd dokter),
akibat ablatio LAB (+), EKG (+), OCT
retina Makula (+), USG OD (+),
58

Riwayat DM dan HT (+),


Therapi pra operasi (+),
- Memberikan edukasi protocol
kesehatan
- Melibatkan keluarga dalam
20.15 WIB perawatan pasien
- Memasang dan
mempertahankan hand rail
terpasang dengan paten
- Memeriksa kelengkapan operasi
- Memeriksa hasil Gula Darah
Sewaktu
Hasil : 218 mg/dl
- Memberikan edukasi tentang
program therapy dan diit untuk
menurunkan gula darah
- Mengatur pencahayaan yang
cukup
- Memberikan therapy tetes mata
20.55 WIB Noncort 1 gtt ODS
- Melakukan timbang terima
pasien dengan perawat shift
malam

E. Evaluasi Keperawatan
Hari/Tanggal/ DP
Catatan Perkembangan Paraf
Jam ke
Senin, 1 S:
13 Desember dan - Pasien mengatakan cemas berkurang,
2021 2 - Pasien mengatakan penglihatan masih
21.00 WIB buram.
O:
- Cemas pada pasien tampak berkurang
- VOD : 1/60 (melihat dari bawah)
- VOC : 4/60
- Terpasang kancing kuning
- Skala jatuh : 55 (resiko tinggi jatuh)
A:
DP I : Ansietas berhubungan dengan kurang
informasi tentang prosedur operasi
DP II : Resiko jatuh berhubungan dengan
penurunan tajam penglihatan akibat ablation
retina
59

P:
DP I :
- Monitor tanda tanda vital
- Monitor keadaan umum dan tingkat
kecemasan pasien
- Kolaborasi pemberian therapy Valisanbe
1 tablet per oral
- Anjurkan keluarga untuk tetap bersama
pasien
- Latih kegiatan pengalihan, untuk
mengurangi ketegangan
- Latih penggunaan mekanisme
pertahanan diri yang tepat
- Latih teknik relaksasi
DP II :
- Hitung risiko jatuh dengan menggunakan
skala geriatri
- Monitor kelengkapan dan persiapan
operasi
- Anjurkan memanggil perawat jika
membutuhkan bantuan untuk berpindah.
- Anjurkan menggunakan alas kaki yang
tidak licin
- Kolaborasi dalam pemantauan kadar
Gula Darah Sewaktu
I:
- Melakukan serah terima pasien dari
21.10 WIB perawat shift sore
- Memonitor keadaan umum dan keluhan
pasien
Hasil : Keadaan umum : baik, keluhan :
pasien mengatakan cemas berkurang,
penglihatan masih buram
- Memotivasi pasien untuk meningkatkan
istirahat tidur
- Memotivasi pasien untuk melakukan
puasa pra operasi selama 6 jam sesuai
dengan jadwal operasi.
- Menganjurkan pasien untuk melakukan
teknik relaksasi dan teknik pengalihan
saat merasa cemas dan sulit untuk tidur
- Menciptakan lingkungan yang nyaman
- Mempertahankan hand rail terpasang
21.30 WIB dengan paten
- Berkolaborasi pemberian therapy
Valisanbe 1 tablet per oral
60

- Menganjurkan keluarga untuk tetap


bersama pasien

- Memonitor tanda tanda vital


Selasa, Hasil :
Tekanan darah: 161/84 mmHg
14 Desember
Nadi : 105 x/menit
2021 Respirasi : 18 x/menit
Suhu : 36,5OC
05.00 WIB
- Memotivasi personal hygiene,
- Memotivasi untuk melanjutkan puasa
- Melakukan pemantauan kadar gula
darah,
Hasil : GDS: 274mg/dL
- Mengecek ulang kelengkapan operasi
- Hasil : persipan dan dokumen untuk
operasi sudah lengkap
- Melakukan timbang terima pasien
kepada perawat primer
07.25 WIB E:
DP I : Masalah ansietas teratasi sebagian,
Intervensi lanjutkan
DP II : Masalah resiko jatuh teratasi
sebagian, Intervensi lanjutkan
Selasa, 1 S:
14 Desember dan - Pasien mengatakan cemas berkurang,
2021 2 - Pasien mengatakan siap untuk operasi
07.30 WIB - Pasien mengatakan penglihatan masih
buram.
O:
- Cemas pada pasien tampak berkurang
- VOD : 1/60 (melihat dari bawah)
- VOC : 4/60
- Terpasang kancing kuning
- Skala jatuh : 55 (resiko tinggi jatuh)
- Tekanan darah: 161/84 mmHg
- Nadi : 105 x/menit
- Respirasi : 18 x/menit
- Suhu : 36,5OC
A:
DP I : Ansietas berhubungan dengan kurang
informasi tentang prosedur operasi
DP II : Resiko jatuh berhubungan dengan
penurunan tajam penglihatan akibat ablation
retina
P:
61

DP I :
- Monitor tanda tanda vital
- Monitor keadaan umum dan tingkat
kecemasan pasien
- Anjurkan keluarga untuk tetap bersama
pasien
- Latih kegiatan pengalihan, untuk
mengurangi ketegangan
- Latih penggunaan mekanisme
pertahanan diri yang tepat
- Latih teknik relaksasi
DP II :
- Hitung risiko jatuh dengan menggunakan
skala Geriatri
- Monitor kelengkapan dan persiapan
operasi
- Anjurkan memanggil perawat jika
membutuhkan bantuan untuk berpindah.
- Anjurkan menggunakan alas kaki yang
tidak licin
I:
- Melakukan serah terima pasien dari
07.35 WIB perawat shift malam
- Memonitor keadaan umum dan keluhan
pasien
Hasil : Keadaan umum : baik, keluhan :
pasien mengatakan cemas berkurang,
penglihatan masih buram, pasien
mengatakan siap untuk operasi
- Memotivasi pasien untuk
mempertahankan puasa sebelum operasi
dimulai
- Memotivasi pasien untuk berdoa
07.40 WIB sebelum operasi dimulai.
- Menganjurkan pasien untuk melakukan
teknik relaksasi dan teknik pengalihan
saat merasa cemas
- Menciptakan lingkungan yang nyaman
- Mempertahankan hand rail terpasang
dengan paten
- Menganjurkan keluarga untuk tetap
10.00 WIB bersama pasien
- Melakukan pemantauan kadar gula darah
ulang,
Hasil : GDS: 130 mg/dL
- Mengecek ulang kelengkapan operasi
62

Hasil : persipan dan dokumen untuk


operasi sudah lengkap
- Memfasilitasi transfer pasien dari ruang
10.15 WIB perawatan ke kamar operasi
- Melakukan timbang terima dengan
Nurse Officer di kamar operasi

E:
10.30 WIB DP I : Masalah ansietas teratasi sebagian,
Intervensi lanjutkan di kamar operasi
DP II : Masalah resiko jatuh teratasi
sebagian, Intervensi lanjutkan di
kamar operasi

CATATAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF


63

A. Pengkajian Keperawatan Pra Operatif (Check In)


1. Verivikasi Persiapan Pra Operasi (di isi oleh dokter)
a. Pemeriksaan penunjang : Laboratorium, EKG dan Hasil Swab Non
reaktif
b. Diagnosis : Combined RD + PDR ODS + katarak komplikata OD +
KSI OS
c. Analisis resiko/komplikasi : komplikasi intraop, op tambahan, infeksi,
inflamasi
d. Rencana tindakan : PPV + ED + EL + SO + SICS + sinekiolisis +- iris
retractor OD (MAC)
e. Perlengkapan khusus (protesa, Implan/IOL) : tidak ada
f. Pendandaan lokasi operasi :

2. Verivikasi Persiapan Pra Operasi (di isi oleh perawat)

3. Pengkajian pra operasi


a. Keluhan utama : mata kanan buram
64

b. Tanda tanda vital :


Hasil : Tekanan darah: 155/92 mmHg
Nadi : 97 x/menit
Respirasi : 17 x/menit
SpO2 : 96 %
Suhu : 36OC
c. Penilaian mata :
1) Konjungtiva : Ananemis
2) Sklera : Anikterik
3) Visus : OD : 1/60 OS : 1/60
4) Tekanan bola mata : OD : 15, OS : 14
5) Pupil : OD : miosis, OS : 4 mm
6) Pengosongan kandung kemih : ya
7) Persediaan darah : tidak
8) Status kesadaran : Compos mentis (sadar penuh)
9) Penilaian psikologis : pasien tampak takut
10) Alergi obat : tidak
11) Resiko jatuh : ya
12) Suara nafas : vasikuler
13) Alat bantu : terpasang O2 2 liter per menit
14) Edema perifer : tidak
15) Kulit : teraba hangat
16) Status musculoskeletal : tidak ada kelainan
17) Sistem perkemihan : tidak ada kelainan

B. Diagnosa Keperawatan Pra Operatif (Check In)


1. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan, stress akan
pembedahan

C. Intervensi Keperawatan Pra Operatif (Check In)


65

Diagnosa Intervensi
No Tujuan
Keperawatan Keperawatan
1. Ansietas Setelah dilakukan Manajemen Ansietas
berhubungan tindakan keperawatan Observasi
dengan kurang selama 3 jam ansietas 1. Identifikasi saat
pengetahuan, stress dapat teratasi dengan tingkat anxietas
akan pembedahan kriteria hasil : berubah (mis.
 Ansietas berkurang Kondisi, waktu,
sampai dengan stressor)
hilang 2. Monitor tanda
 Tidak ada palpitasi anxietas (verbal dan
 Tanda tanda vital non verbal)
dalam batas normal
 Pasien mengerti Terapeutik
tentang informasi 1. Ciptakan suasana
yang diberikan terapeutik untuk
 Pasien tampak menumbuhkan
tenang kepercayaan
2. Temani pasien untuk
mengurangi
kecemasan, jika
memungkinkan
3. Pahami situasi yang
dapat meningkatkan
ansietas
4. Lakukan Sign in
dengan tepat sebelum
prosedur pemberian
therapy anestesi

Edukasi
1. Jelaskan prosedur,
termasuk sensasi
yang mungkin
dialami
2. Informasikan secara
factual mengenai
diagnosis,
pengobatan, dan
prognosis

Kolaborasi
1. Kolaborasi
pelaksanaan tindakan
operasi
D. Implementasi Keperawatan Pra Operatif (Check In)
66

Diagnosa Tanggal
No Tindakan Paraf
Keperawatan dan Jam
1. Ansietas 14/12/2021
berhubungan 10.30 WIB - Mengidentifikasi saat tingkat
dengan anxietas berubah (mis. Kondisi,
kurang waktu, stressor)
pengetahuan, - Memonitor tanda anxietas
stress akan (verbal dan non verbal)
pembedahan - Menjelaskan prosedur, termasuk
sensasi yang mungkin dialami
11.40 WIB - Menginformasikan secara
factual mengenai diagnosis,
pengobatan, dan prognosis
Hasil : perawat menjelaskan
tentang keterlambatan operasi
- Menciptakan suasana terapeutik
untuk menumbuhkan
kepercayaan
14.55 WIB - Menemani pasien untuk
mengurangi kecemasan
- Melakukan Sign in dengan tepat
sebelum prosedur pemberian
therapy anestesi
67

E. Evaluasi Keperawatan Pra Operatif (Check In)


Hari/Tanggal/ DP
Catatan Perkembangan Paraf
Jam ke
Selasa, 1 S:
14 Desember - Pasien mengatakan cemas akan operasi,
2021 - Pasien mengatakan penglihatan masih
14.55 WIB buram.
O:
- Pasien tampak cemas
- Pasien tampak gelisah
A:
DP I : Ansietas berhubungan dengan kurang
pengetahuan, stress akan pembedahan

P:
DP I : Masalah belum teratasi, Intervensi
lanjutkan
68

CATATAN KEPERAWATAN INTRA OPERATIF

A. Pengkajian Intra Operatif


1. Tanda tanda vital :
Hasil : Tekanan darah: 145/86 mmHg
Nadi : 92 x/menit
Respirasi : 18 x/menit
SpO2 : 99 %
Suhu : 36OC
2. Dilakukan tindakan operasi
Iris Retraktor + Sinekiolisis + Vitrektomy Pars Plana + Endo
Diatermy + Endo Laser + Silikon Oil 1300 OD
3. Tipe pembiusan : Sedasi / MAC
4. Posisi kanula intravena : Tangan kanan
5. Persiapan area mata : Providone iodine
6. Perhitungan kasa sebelum operasi : 5 dan setelah operasi : 5
7. Pemakaian Diatheramy : ya
8. Pemakaian laser : ya

B. Diagnosa Keperawatan Intra Operatif


1. Nyeri akut berhubungan dengan tindakan pembedahan,
2. Resiko infeksi sehubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan

C. Intervensi Keperawatan Intra Operatif


No Diagnosa Tujuan Intervensi
1. Nyeri akut Setelah dilakukan Observasi
berhubungan tindakan keperawatan 1. Monitor skala nyeri
selama 30 menit, 2. Monitor tanda tanda
dengan tindakan
masalah nyeri akut vital selama tindakan
pembedahan, dapat teratasi dengan pembedahan
kriteria hasil :
1. Nyeri dapat ditolelir
2. Pasien mengatakan
69

nyeri berkurang Terapeutik


3. Pergerakan akibat 1. Lakukan time-out
nyeri pada mata dengan tepat.
berkurang 2. Lakukan sign-out
4. Tanda tanda vital dengan tepat.
dalam batas normal
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan
anestesi untuk
pemberian analgetik
yang adequat,
2. Resiko infeksi Setelah dilakukan Observasi
sehubungan dengan tindakan keperawatan 1. Monitor tanda tanda
selama 30 menit, infeksi pada luka
terputusnya
masalah infeksi tidak
kontinuitas jaringan terjadi dapat teratasi Terapeutik
dengan kriteria hasil : 1. Lakukan dan
1. Suhu dalam batas pertahankan eknik
normal aseptic selama
2. Tanda tanda infeksi prosedur operasi.
tidak ada 2. Lakukan preparasi
3. Tidak terjadi kulit (mata) sekitar
kontaminasi pada operasi sesuai
luka prosedur
3. Batasi personil di
kamar operasi

D. Implementasi Keperawatan Intra Operatif


Diagnosa Tanggal
No Tindakan Paraf
Keperawatan dan Jam
1 Nyeri akut 14/12/2021
dan berhubungan 14.55 WIB - Melakukan dan pertahankan
2 dengan eknik aseptic selama prosedur
tindakan operasi.
pembedahan, - Melakukan preparasi kulit
dan Resiko (mata) sekitar operasi sesuai
infeksi prosedur
sehubungan - Membatasi personil di kamar
dengan operasi
terputusnya 15.03 WIB - Melakukan time out dengan
kontinuitas tepat
70

jaringan - Memonitor skala nyeri


Hasil : 5 (nyeri sedang)
15.15 WIB - Memonitor tanda tanda vital
selama tindakan pembedahan
Hasil :
Tekanan darah : 145/86 mmHg
Nadi : 92 x/menit
Respirasi : 18 x/menit
SpO2 : 99 %
Suhu : 36OC
- Berkolaborasi dalam
pemberian analgetik selama
tindakan pembedahan
- Melakukan sign out dengan Siti
tepat Nayati
71
72

E. Evaluasi Keperawatan Intra Operatif


Hari/Tanggal/ DP
Catatan Perkembangan Paraf
Jam ke
Selasa, 1 S:
14 Desember - Pasien mengatakan bersyukur karena
2021 sudah selesai operasi,
15.05 WIB O:
- Pasien tampak tenang
- Tekanan darah : 145/86 mmHg
- Nadi : 92 x/menit
- Respirasi : 18 x/menit
- SpO2 : 99 %
- Suhu : 36OC
- Luka di mata kanan di tutup verban

A:
DP I : Nyeri akut berhubungan dengan
tindakan pembedahan,
DP II : Resiko infeksi sehubungan dengan
terputusnya kontinuitas jaringan

P:
DP I : Masalah belum teratasi, Intervensi
lanjutkan di ruang pemulihan
DP II : Masalah belum teratasi, Intervensi Siti
lanjutkan di ruang pemulihan Nayati

CATATAN KEPERAWATAN POST OPERATIF


73

A. Pengkajian Keperawatan Post Operatif


1. Keluhan nyeri
Klien tidak mengeluh nyeri karena masih dalam pengaruh anestesi.
2. Kondisi kulit
Kondisi kulit lembab.
3. Kesadaran
Compos mentis dengan GCS 15 (sadar penuh)
4. Tanda-tanda Vital
Tekanan darah : 143/89 mmHg
Nadi : 89 x/menit
Respiration Rate : 16 x/menit
Suhu : 35,9 °C
SpO2 : 99%
5. Waktu masuk ruang pulih
Klien masuk ke ruang pemulihan pukul 15.37 WIB.
6. Terapi Oksigen
Klien mendapatkan terapi oksigen nasal kanul sebanyak 2 liter/ menit.
7. Jalan nafas ada sumbatan
Klien tidak mengalami sumbatan jalan nafas.
8. Cairan infus
Klien mendapatkan terapi infus 18 gtt/menit.
9. Terpasang drain
Klien tidak terpasang drain.
10. Pemeriksaan jaringan/ specimen
Tidak ada pemeriksaan.
11. Alderete score : 10

Skore : Kriteria

Saturasi Oksigen
74

Skore : Kriteria

2 : Mampu mempertahankan saturasi O2 > 92% dengan udara bebas


1 : Memerlukan oksigen inhalasi untuk mempertahankan saturasi
O2 ? 90%
0 : Dengan oksigen inhalasi saturasi O2 <90%

Pernapasan
2 : Mampu untuk nafas dalam dan batuk
1 : Dyspnea, nafas dangkal dan kemampuan terbatas
0 : Apnea

Sirkulasi
2 : Tekanan darah ± 20 mm Hg dari keadaan pre anestesi
1 : Tekanan darah ± 20 - 50 mm Hg dari keadaan pre anestesi
0 : Tekanan darah ± 50 mm Hg dari keadaan pre anestesi

Kesadaran
2 : Sadar Baik
1 : Sadar dengan cara dipanggil
0 : Tidak ada respon saat dipanggil.

Aktifitas
2 : Mampu menggerakkan ke-4 ekstremitas dengan sendirinya dan
diperintah
1 : Mampu menggerakkan ke-2 ekstremitas dengan sendirinya atau
diperintah
0 : Tidak mampu menggerakan ekstremitas

12. Pemasangan gelang risiko jatuh


Klien dipasang gelang risiko jatuh, Nilai risiko jatuh yaitu risiko jatuh
tinggi karena masalah gangguan penglihatan terajdi pada kedua mata

B. Diagnosa Keperawatan Post Operatif


1. Nyeri akut berhubungan dengan tindakan pembedahan,
2. Resiko infeksi sehubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
75

C. Intervensi Keperawatan Post Operatif


No Diagnosa Tujuan Intervensi
1. Nyeri akut Setelah dilakukan Observasi
berhubungan tindakan keperawatan 1. Monitor skala nyeri
dengan tindakan selama 30 menit, 2. Monitor tanda tanda
pembedahan, masalah nyeri akut vital selama
dapat teratasi dengan pemulihan
kriteria hasil :
1. Nyeri dapat ditolelir Terapeutik
2. Pasien mengatakan 1. Anjurkan pasien
nyeri berkurang untuk melakukan
3. Pergerakan akibat teknik realaksasi
nyeri pada mata nafas dalam
berkurang
4. Tanda tanda vital Kolaborasi
dalam batas normal 1. Kolaborasi dengan
anestesi untuk
pemberian analgetik
yang adequat,
2. Resiko infeksi Setelah dilakukan Observasi
sehubungan dengan tindakan keperawatan 1. Monitor tanda tanda
terputusnya selama 30 menit, infeksi pada luka
kontinuitas jaringan masalah infeksi tidak
terjadi dapat teratasi Terapeutik
dengan kriteria hasil : 1. Lakukan cuci tangan
1. Suhu dalam batas 5 moment
normal 2. Pertahankan teknik
2. Tanda tanda infeksi antiseptic dalam
tidak ada pemasangan eye
3. Tidak terjadi drape
kontaminasi pada
luka Kolaboratif
1. Berikan therapy
antibiotic sesuai
denga advice

D. Implementasi Keperawatan Post Operatif


Diagnosa Tanggal
No Tindakan Paraf
Keperawatan dan Jam
1 Nyeri akut 14/12/2021
dan berhubungan 15.42 WIB - Memonitor skala nyeri.
2 dengan Hasil: skala nyeri 3 (0-10),
tindakan nyeri ringan.
pembedahan,
76

dan Resiko 15.03 WIB - Memonitor tanda-tanda vital


infeksi selama pemulihan.
sehubungan Hasil:
dengan TD: 143/89 mmHg.
terputusnya N: 87 x/menit.
kontinuitas RR: 18 x/menit.
jaringan SpO2: 99%.

15.15 WIB - Menganjurkan pasien untuk


melakukan teknik relaksasi
nafas dalam.
Hasil: pasien mengatakan
memahami mengenai
penggunaan teknik relaksasi
nafas dalam untuk mengatasi
nyeri, Pasien mampu
mempraktikkan teknik nafas
dalam untuk mengatasi nyeri.

15.30 WIB - Memonitor tanda-tanda infeksi


pada luka.
Hasil: luka berwarna
kemerahan.

15.35 WIB - Melakukan cuci tangan 5


moment.
Hasil: Perawat melakukan cuci
tangan 5 moment untuk
menghindari terjadinya infeksi
pada mata yang telah dioperasi.

15.38 WIB - Mempertahankan teknik


antiseptic dalam pemasangan
eye drape.
Hasil: eye drape terpasang
dengan benar.

15.30 WIB - Berikan therapy antibiotic


sesuai denga advice.
77

CATATAN PERKEMBANGAN DI RAUANG PERAWATAN

Hari/Tanggal/ DP
Catatan Perkembangan Paraf
Jam ke
Selasa, 1, S :
14 Desember 2 - Pasien mengatakan cemas berkurang,
2021 dan - Pasien mengatakan kedua penglihatan
16.35 WIB 3 masih buram.
- Pasien mengatakan sekarang lebih
tenang karena operasi dapat terlaksana
dengan lancar.
- Pasien mengatakan mata yang di operasi
terasa mengganjal dan perih.
O:
- Cemas pada pasien tampak berkurang
- VOD : 1/60 (melihat dari bawah)
- VOC : 4/60
- Terpasang kancing kuning
- Skala jatuh : 55 (resiko tinggi jatuh)
- Luka di mata yang di operasi (+), luka
ditutup dengan verban
- Rembesan darah pada penutup verban
minimal
- Luka di seklera tampak kemerahan.
A:
DP I : Masalah ansietas teratasi,
DP II : Resiko jatuh berhubungan dengan
penurunan tajam penglihatan akibat ablation
retina
DP III : Resiko Infeksi sehubungan dengan
inkontinuitas jaringan akibat tindakan
pembedahan
P:
DP I : hentikan intervensi
DP II :
- Hitung risiko jatuh dengan menggunakan
skala geriatri
- Anjurkan memanggil perawat jika
membutuhkan bantuan untuk berpindah.
- Anjurkan menggunakan alas kaki yang
tidak licin
- Pertahankan hand rail terpasang dengan
paten
- Libatkan keluarga dalam perawan pasca
78

operasi
DP III :
- Monitor tanda tanda vital
- Monitor tanda tanda infeksi
- Lakukan perawatan aseptic pada luka
- Lakukan pencegahan transmisi kontak
dengan cata mencuci tangan 5 moment
- Berikan edukasi perawat luka, perawatan
tidur telungkup sesuai dengan advice
dokter
- Berikan therapy sesuai dengan advice
dokter
I:
- Memfasilitasi transfer pasien dari kamar
16.30 WIB operasi ke ruang perawatan
- Memonitor keadaan umum dan keluhan
pasien
Hasil : Keadaan umum : baik, keluhan :
pasien mengatakan cemas berkurang,
penglihatan masih buram, luka di mata
yang di operasi terasa mengganjal dan
perih
- Mengkaji skala nyeri dan memonitor
tanda tanda vital
Hasil : Skala nyeri : 3 (ringan)
Tekanan darah : 136/80 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Respirasi : 18 x/menit
Suhu : 36,1OC
SpO2 : 99%

- Mengajarkan dan memotivasi pasien


17.00 WIB untuk melakukan relaksasi nafas dalam
terutama saat nyeri terasa.
- Memberikan edukasi perawatan pasca
oprasi : test feeding jam WIB, dan
Perawatan tidur telungkup selama 10
jam dalam 10 hari perawatan pasca
operasi.
- Memotivasi pasien untuk meningkatkan
istirahat.
18.00 WIB - Melakukan pencegahan infeksi transmisi
kontak dengan cara mencuci tangan 5
moment
- Memotivasi personal hygiene sesuai
79

dengan kemampuan pasien


- Melakukan perawatan luka dengan
teknik aseptic
- Mengkaji tanda tanda infeksi pada luka
Hasil :
- Mengelola pemberian therapy sesuai
dengan advice :
Floxa 1 gtt setiap 3 jam (6 x 1 gtt)
P-Pred 1 gtt setiap 3 jam (6 x 1 gtt)
Cyclon 1% 1 gtt setiap 8 jam (3 x 1gtt)
Paracetamol 500 mg per oral setiap 8
jam
Ciprofoxacin 500 mg per oral setiap 12
jam
20.25 WIB
- Memberikan edukasi cara perawatan
tidur telungkup yang benar
- Melibatkan keluarga dalam perawatan
pasien
- Mempertahankan hand rail terpasang
dengan paten
- Melakukan serah terima pasien kepada
perawat shift malam
20.55 WIB E:
DP II : Masalah resiko jatuh teratasi
sebagian, Intervensi lanjutkan
DP III : Masalah resiko infeksi teratasi
sebagian, Intervensi lanjutkan
Selasa, 2 S:
14 Desember dan - Tidak ada keluhan.
2021 3 O:
20.55 WIB - Pasien tampak beristirahat dengan posisi
tidur telungkup
- Terpasang kancing kuning
- Skala jatuh : 55 (resiko tinggi jatuh)
- Skala nyeri : 3 (ringan)
- Tekanan darah : 136/80 mmHg
- Nadi : 88 x/menit
- Respirasi : 18 x/menit
- Suhu : 36,1OC
- SpO2 : 99%
A:
DP II : Resiko jatuh berhubungan dengan
penurunan tajam penglihatan akibat ablation
retina
DP III : Resiko Infeksi sehubungan dengan
inkontinuitas jaringan akibat tindakan
80

pembedahan
P:
DP II :
- Hitung risiko jatuh dengan menggunakan
skala Geriatri
- Anjurkan memanggil perawat jika
membutuhkan bantuan untuk berpindah.
- Pertahankan hand rail terpasang dengan
paten
- Libatkan keluarga dalam perawatan
pasien
DP III :
- Monitor tanda tanda vital
- Monitor tanda tanda infeksi
- Lakukan perawatan aseptic pada luka
- Lakukan pencegahan transmisi kontak
dengan cata mencuci tangan 5 moment
- Berikan edukasi perawat luka, perawatan
tidur telungkup sesuai dengan advice
dokter
- Berikan therapy sesuai dengan advice
dokter
I:
- Melakukan serah terima pasien dari
21.00 WIB perawat shift sore
- Memonitor keadaan umum dan keluhan
pasien
Hasil : Keadaan umum : baik, keluhan :
pasien tampak beristirahat dengan posisi
tidur telungkup
- Memotivasi pasien untuk meningkatkan
22.00 WIB istirahat
- Menganjurkan kepada pasien untuk
melakukan tidur telungkup secara
bertahap sesuai dengan kemampuan dan
kenyamanan
- Mengkaji ulang skala jatuh, skala nyeri
Rabu, 15 dan memonitor tanda tanda vital
Desember Hasil :
2021 Skala jatuh : 55 (resiko tinggi
05.00 WIB jatuh)
Skala nyeri : 3 (ringan)
Tekanan darah : 132/79 mmHg
Nadi : 89 x/menit
Respirasi : 18 x/menit
Suhu : 36,6OC
81

SpO2 : 99%

- Melakukan pencegahan infeksi transmisi


06.00 WIB kontak dengan cara mencuci tangan 5
moment
- Memotivasi personal hygiene sesuai
dengan kemampuan pasien
- Melakukan perawatan luka dengan
teknik aseptic
- Mengkaji tanda tanda infeksi pada luka
Hasil :
- Mengelola pemberian therapy sesuai
dengan advice :
Floxa 1 gtt setiap 3 jam (6 x 1 gtt)
P-Pred 1 gtt setiap 3 jam (6 x 1 gtt)
Cyclon 1% 1 gtt setiap 8 jam (3 x 1gtt)
Paracetamol 500 mg per oral setiap 8
jam
Ciprofoxacin 500 mg per oral setiap 12
jam
07.00 WIB - Memberikan edukasi cara perawatan
tidur telungkup yang benar
Respon : pasien mengatakan merasa
tidak nyaman karena tidur telungkup
yang lama, terasa pegal dan kaku pada
leher
- Melibatkan keluarga dalam perawatan
pasien
- Mempertahankan hand rail terpasang
dengan paten
- Melakukan serah terima pasien kepada
perawat shift pagi

07.25 WIB E:
DP II : Masalah resiko jatuh teratasi
sebagian, intervensi lanjutkan
DP III : Masalah resiko infeksi teratasi
sebagian, Intervensi lanjutkan
R:
DS :
- pasien mengatakan merasa tidak nyaman
karena tidur telungkup yang lama, terasa
pegal dan kaku pada leher
82

DO :
- pasien mendapatkan program terapeutik
tidur telungkup selama 10 jam dalam 10
hari

DP IV : Gangguan rasa nyaman berhubungan


dengan program terapeutik

Rabu, 2, S :
15 Desember 3 - Pasien mengatakan pegal karena tidur
2021 dan telungkup.
07.30 WIB 4 - Pasien mengatakan penglihatan masih
terasa buram.
O:
- Pasien tampak beristirahat dengan posisi
tidur telungkup
- Terpasang kancing kuning
- Skala jatuh : 55 (resiko tinggi jatuh)
- Skala nyeri : 3 (ringan)
- Tekanan darah : 132/79 mmHg
- Nadi : 89 x/menit
- Respirasi : 18 x/menit
- Suhu : 36,6OC
- SpO2 : 99%
A:
DP II : Masalah resiko jatuh teratasi sebagian
DP III : Masalah resiko infeksi tetasi
sebagian
DP IV : Gangguan rasa nyaman berhubungan
dengan program terapeutik : tidur telungkup

P:
DP II :
- Libatkan keluarga dalam perawatan
pasien
- Ciptakan lingkungan yang aman dan
nyaman
DP III :
- Monitor tanda tanda infeksi
- Lakukan pencegahan transmisi kontak
dengan cata mencuci tangan 5 moment
- Berikan edukasi perawat luka, perawatan
tidur telungkup sesuai dengan advice
dokter
- Berikan therapy sesuai dengan advice
dokter
83

DP IV :
- Berikan edukasi cara tidur telungkup
yang benar
- Berikan bantalan untuk bagian anggota
tubuh yang menonjol dan menekan pada
tempat tidur
- Anjurkan tidur telungkup secara selang
seling dengan durasi total 10 jam dalam
sehari selama 10 hari

07.30 WIB I:
- Melakukan timbang terima pasien dari
perawat shift malam
- Mengkaji keadaan umum dan keluhan
pasien
Hasil : keadaan umum tenang, keluhan :
pegal karena tidur telungkup
- Melibatkan keluarga dalam perawatan
pasien
- Memberikan rasa nyaman dengan
merapihkan tempat tidur dan
08.00 WIB menciptakan lingkungan yg aman
- Berkolaborasi dalam pemeriksaan
dengan dokter penanggung jawab
pelayana
Hasil : ACC untuk pulang, therapy
dilanjutkan, tidur telungkup dilanjutkan
- Memberikan edukasi perawatan lanjutan
di rumah
- Memberikan edukasi tujuan tidur
telungkup, cara tidur telungkup yang
benar sesuai dengan instruksi.

10.30 WIB E:
DP II : Masalah resiko jatuh teratasi,
intervensi hentikan
DP III : Masalah resiko infeksi teratasi,
intervensi hentikan
DP IV : Masalah gangguan rasa nyaman
teratasi, intervensi hentikan
84
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan
sistem indra (gangguan penglihatan) akibat ablatio retina di Ruang Dahlia
Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung maka tim penulis
membuat kesimpulan sebagai berikut :
1. Dapat terlaksana pengkajian keperawatan pada pasien dengan gangguan
sistem indra (gangguan penglihatan) akibat ablatio retina di Ruang Dahlia.
2. Dapat terlaksana permusuan diganosa keperawatan pada pasien dengan
gangguan sistem indra (gangguan penglihatan) akibat ablatio retina di
Ruang Dahlia berdasarkan hasil pengkajian yang kemudian dilakukan
analisa data.
3. Dapat tersusun intervensi keperawatan pada pasien dengan gangguan
sistem indra (gangguan penglihatan) akibat ablatio retina di Ruang Dahlia
4. Dapat terlaksana implementasi keperawatan pada pasien dengan gangguan
sistem indra (gangguan penglihatan) akibat ablatio retina di Ruang Dahlia
5. Dapat terlaksanan evaluasi keperawatan pada pasien dengan gangguan
sistem indra (gangguan penglihatan) akibat ablatio retina di Ruang Dahlia

B. Saran
Berdasarkan hasil dari asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan
pada pasien dengan gangguan sistem indra (gangguan penglihatan) akibat
ablatio retina di Ruang Dahlia maka tim penulis memberikan saran kepada :
1. Peserta pelaksana pelatihan
Peserta pelaksana pelatihan diharapkan dapat mengimplementasikan
asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem indra (gangguan
penglihatan) terutama pada klien dengan ablation retina secara
komprehensif meliputi bio-psiko-sosial-kultural- spiritual.

82
83

2. Perawat di Ruang Dahlia dan Kamar Operasi


Perawat di Ruang Dahlia dan Kamar Operasi diharapkan dapat
mengimplementasikan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan
sistem indra (gangguan penglihatan) terutama pada klien dengan ablation
retina secara komprehensif meliputi bio-psiko-sosial-kultural- spiritual.
84

DAFTAR PUSTAKA

Aini, (2018). Teori Model Keperawatan Beserta Aplikasinya Dalam


Keperawatan. Malang : Universitas Muhammadiyah Malang.
Guyton dan Hall, (2016). Buku Ajar Fisiologi Kedoteran Edisi Revisi Berwarna
Ke 12. Elsevier : Singapura.
Ilyas, (2017). Ilmu Penyakit Mata Edisi Kelima. Jakarta : Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Kozier, (2014). Fundamental Keperawatan Volume 1. EGC : Jakarta.
Kozier, (2014). Fundamental Keperawatan Volume 2. EGC : Jakarta.
Potter & Perry, (2010). Fundamental Keperawatan Edisi 7 Buku 2. Jakarta :
Salemba Medika.
Robbins & Cotran, (2009). Dasar Patologi Penyakit edisi 7. Jakarta : EGC.
Sherwood, Lauralee (2011). Fisiologi Manusia : Dari Sel Ke Sistem Edisi 6.
Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai