EKSIPIEN MUKOADHESIF
Disusun oleh:
Damayanti 1706974340
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS INDONESIA
DAFTAR ISI
1
DAFTAR ISI 2
BAB I PENDAHULUAN 3
1.1 Latar Belakang 3
1.2 Rumusan Masalah 3
1.3 Tujuan 3
BAB II PEMBAHASAN 4
2.1 Pengertian dan Karakteristik Mukoadhesi 4
2.2 Mekanisme Mukoadhesi 5
Electronic Theory 5
Adsorption Theory 5
Wetting Theory 5
Diffusion Theory 6
Fracture Theory 7
2.3 Klasifikasi Mucoadhesive 7
Solid Mucoadhesion 7
Semi-solid Mucoadhesion 10
Liquid Mucoadhesion 11
2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi mukoadhesi 12
Faktor polimer mukoadhesif 12
Faktor lingkungan 12
Faktor fisiologis 13
2.5 Keuntungan dan Kerugian Mucoadhesive Drug Delivery System 13
2.6 Contoh-Contoh Eksipien 14
Pektin 14
Alginat 14
Asam Hialuronat 15
Chitosan 16
Polycarbophil 18
Carbopol 19
Carboxymethylcellulose Sodium (CMC-Na) 20
Carrageenan 21
Hydroxypropyl Methylcellulose (HPMC) 21
Guar Gum 22
Gelatin 23
BAB III PENUTUP 24
2
BAB I PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
3
BAB II PEMBAHASAN
4
● Melekat dengan cepat pada sebagian besar jaringan dan berlangsung pada sisi
yang spesifik.
● Mudah dalam penyatuannya dengan obat dan tidak menghalangi
pelepasannya.
● Dapat bekerja bersama dengan obat dan tidak mengalami hidrasi yang
berlebihan pada pelepasan obat
● Polimer-polimer tidak terurai pada penyimpanan atau selama waktu
penyimpanan sediaan
● Harganya murah sehingga bila dibuat sediaan tetap kompetitif
a. Electronic Theory
Teori ini menjelaskan adhesi yang terjadi melalui transfer elektron antara
lendir dan sistem mukoadhesif, yang timbul melalui perbedaan dalam struktur
elektroniknya. Transfer elektron antara lendir dan sistem mukoadhesif menghasilkan
pembentukan lapisan ganda muatan listrik (electrical double layer) pada mukus dan
antarmuka mukoadhesif. Hasil dari proses tersebut adalah pembentukan gaya yang
bertanggung jawab untuk menjaga kontak antara kedua lapisan sehingga terjadi
mucoadhesion yang baik.
b. Adsorption Theory
Menurut teori ini, perlekatan terjadi karena gaya tarik permukaan yang bekerja
diantara atom-atom pada kedua permukaan. Dua jenis ikatan kimia dihasilkan dari
gaya tarik menarik ini dapat dibedakan sebagai ikatan kimia primer yaitu ikatan
kovalen yang menghasilkan ikatan permanen dan ikatan kimia sekunder yaitu gaya
Van der Walls, ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik yang menghasilkan ikatan
semi-permanen.
c. Wetting Theory
5
secara spontan ke permukaan sebagai prasyarat untuk terjadi adhesi. Kemampuan ini
dapat diukur dengan menggunakan teknik pengukuran seperti sudut kontak. Semakin
rendah sudut kontak cairan pada permukaan substrat, semakin besar afinitas cairan
terhadap permukaan substrat. Sudut kontak harus sama atau mendekati nol untuk
memberikan kemampuan penyebaran yang memadai.
d. Diffusion Theory
6
dimana l adalah kedalaman interpenetrasi, t adalah waktu kontak dan Db adalah
koefisien difusi dari mucoadhesive material dalam mukus. Kedalaman penetrasi
tergantung pada koefisien difusi yang mana dipengaruhi oleh ukuran rantai polimer
atau berat molekul dari polimer dan waktu kontak. Namun, kedalaman penetrasi dapat
menurun akibat kepadatan dari ikatan ilang (crosslink). Agar difusi terjadi, penting
bahwa komponen yang terlibat memiliki solubilitas yang baik, yaitu bioadhesif dan
lendir memiliki struktur kimia yang sama. Semakin besar kesamaan struktural,
semakin baik ikatan mukoadhesif.
e. Fracture Theory
a. Solid Mucoadhesion
7
(atau pada saat menelan dalam bentuk sediaan oral) proses hidrasi juga akan tetap
terjadi. Adapun proses interaksi tersebut dapat terjadi sebagai berikut.
● Fase kontak
Pada tahap kontak, mukoadhesif dan selaput lendir awalnya berkumpul
untuk membentuk kontak. Proses ini terjadi difasilitasi oleh dua permukaan
yang secara fisik disatukan. Misalnya, menempatkan dan menahan sistem
penghantaran pada kornea atau mukosa bukal. Pada lokasi yang lain, kontak
suatu partikel dapat terjadi melalui deposition, seperti yang terjadi pada nasal
dan bronkus. Namun demikian, dalam saluran cerna (selain mulut dan rektum)
tahap kontak memerlukan gerakan peristaltik dan gerakan gastrointestinal
lainnya agar dapat terjadi. Tahap kontak merupakan tahap yang penting dalam
8
proses adhesi. Partikel dapat terhidrasi dan/ atau dilapisi dengan biomolekul,
sehingga secara signifikan mengubah sifat fisikokimia mereka.
● Fase konsolidasi
Agar mucoadhesion berhasil terjadi, adhesi yang kuat atau
berkepanjangan biasanya diperlukan. Sehingga konsolidasi tahap kedua
diperlukan. Setelah dihidrasi oleh keberadaan air atau kelembaban, bahan
mukoadhesif melekat paling kuat pada permukaan kering padat. Kelembaban
secara efektif akan membuat plastis sistem, memungkinkan molekul
mukoadhesif menjadi bebas, sesuai dengan bentuk permukaan dan ikatan
terutama oleh van der Waals yang lebih lemah dan ikatan hidrogen, meskipun
interaksi ion juga dapat terjadi dalam beberapa kasus. Ikatan mukoadhesif,
pada dasarnya, sangat heterogen, sehingga sangat sulit untuk menggunakan
teknik spektroskopi untuk mengidentifikasi jenis ikatan dan kelompok yang
terlibat, meskipun ikatan hidrogen adalah yang berperan penting.
9
Gambar 3. Teori kedua yaitu Teori Dehydrogenasi; air bergerak
cepat antara gel sampai keseimbangan tercapai, afinitas yang kuat
terhadap air; oleh karena itu 'tekanan osmotik' tinggi dan kekuatan
swelling besar .
b. Semi-solid Mucoadhesion
Ini biasanya terdiri dari gel atau salep yang mengandung polimer
mukoadhesif. Salep dan pasta mukoadhesif terdiri dari polimer bioadhesif bubuk yang
dimasukkan ke dalam basis hidrofobik. Salep orabase adalah contoh yang baik untuk
hal ini, di mana karboksimetilselulosa, gelatin dan pektin dimasukkan ke dalam basis
parafin. Biasanya, ini melekat dengan cara yang mirip dengan formulasi kering atau
terhidrasi sebagian, di mana pada pembasahan polimer permukaan swelling dan
membentuk interaksi adesif, tapi dasar hidrofobik dapat membatasi masuknya air dan
menghambat overhydratation.
Gel mukoadhesif yang lebih terkonsentrasi telah terbukti dipertahankan pada
permukaan mukosa untuk periode yang lama. Proses penyebaran dispersi polimer dan
dipertahankan pada mukosa terutama akan bergantung pada energi permukaan zat
padat dan cair (koefisien penyebaran positif) bersama dengan reologi cairan. Retensi
akan tergantung pada lingkungan sambungan perekat dan tekanan yang diberikan
(seperti keberadaan makanan atau pergerakan mukosa).
10
Gamabr 4. Mucoadhesive pada formulasi Ointment
c. Liquid Mucoadhesion
11
Klasifikasi polimer Keterangan
Kelarutan Larut air CP, HEC, HPC (water temperature range: <0-380C), HPMC
dalam air (cold water), PAA, natrium alginate, CMC Na, PVP, MC
Tidak larut air Chitosan (larut dalam dilute aqueous acid), EC, PC
Interaksi Chitosan
elektrostatik
12
Keterangan: CMC (karboksimetilselulosa), CP(carbopol), EC(Etil selulosa), HEC
(Hydroxyethyl selulosa), HPC (Hydroxypropyl selulosa), HPMC
(hidroksipropilmetilselulosa), MC (metilselulosa), PAA (poly acrylic acid), PC
(Polycarbopil), PEG (poly(etilenglikol)), PHPAm (poly-N-2-hydroxypropyl methacrylamide),
PVA(polivinilalkohol), PVP (polivinilpirolidon)
13
tingkat pengembangan dan interpenetrasi rantai polimer bioadhesif. Kekuatan
bioadhesif bertambah dengan bertambahnya waktu kontak.
● Swelling. Tergantung pada konsentrasi polimer, konsentrasi ion, dan juga
keberadaan air. Hidrasi yang berlebihan akan menghasilkan formasi dari
mukus yang licin tanpa adhesi.
❖ Faktor fisiologis
● Pergantian mucin. Pergantian mucin diperkirakan akan membatasi waktu
tinggal mukoadhesif pada lapisan mukus. Jika kekuatan adhesif tinggi,
mukoadhesif akan terlepas dari permukaan mukosa karena pergantian mucin.
● Keadaan penyakit: Sifat-sifat fisiokimia dari mukus diketahui berubah pada
kondisi penyakit seperti flu biasa, tukak lambung, kolitis ulserativa, fibrosis
kistik, infeksi bakteri dan jamur pada saluran reproduksi wanita.
Keuntungan dari adalah Mucoadhesive Drug Delivery System sebagai berikut (Anil &
Sudheer, 2018).
● Memperpanjang residence time atau lama waktu tinggal obat di GIT.
● Penargetan & lokalisasi bentuk sediaan di situs-situs spesifik tertentu.
● Peningkatan kepatuhan pasien karena penerapan bentuk sediaan yang mudah
dibandingkan dengan injeksi dan tidak memberikan sensasi yang menyakitkan.
● Pemberian obat sustained-release dapat dicapai dengan menggunakan polimer
mukoadhesif tingkat ‘SR’.
● Dapat menghindari efek samping yang dapat timbul akibat pemberian oral, seperti,
mual dan muntah.
● Pemberian obat mukoadhesif dapat dengan mudah digunakan dalam kasus pasien
yang tidak sadar dan kurang kooperatif.
● Obat-obatan yang memiliki bioavailabilitasnya buruk melalui rute oral, dapat
ditingkatkan bioavailabilitasnya dengan memformulasikan sistem penghantaran
mukoadhesif.
Sedangkan, terdapat pula beberapa kerugiannya adalah sebagai berikut.
● Jika MDDS melekat terlalu ketat karena tidak diinginkan untuk mengeliminasi
sediaan setelah digunakan, maka mukosa bisa terluka.
● Beberapa pasien merasa kurang nyaman.
● Pembatasan makan atau minum.
14
2.6 Contoh-Contoh Eksipien
a. Pektin
b. Alginat
15
Asam alginat adalah bubuk berserat, tanpa rasa, praktis tidak berbau, putih sampai
kekuningan. Kelarutannya larut dalam alkali hidroksida, menghasilkan larutan kental;
sangat sedikit larut atau praktis tidak larut dalam etanol (95%) dan pelarut organik
lainnya. Asam alginat mengembang dalam air tetapi tidak larut; ia mampu menyerap
200–300 kali berat airnya sendiri. Alginat memiliki sifat mukoadhesif yang baik
karena adanya gugus asam karboksilat yang menyebabkan ikatan H dengan
glikoprotein musin. Dalam pH asam alginat tidak mengembang banyak sehingga
menyebabkan coiling dari rantai polimer. Uncoiling rantai polimer meningkatkan
kemungkinan terjeratnya lapisan mukosa dan karenanya terjadi lebih banyak
mucoadhesion (Chatterjee et al, 2017). Konsentrasi asam alginat yang digunakan
yaitu sekitar 0.5-4% dengan nilai pKa adalah 1.5-3.5 (Kesavan et al, 20101).
c. Asam Hialuronat
tinggi terdiri dari unit disakarida dari Asam D-glukuronat dan N-asetil-D-
16
d. Chitosan
17
Chitosan adalah polimer kationik yang sangat cocok untuk penggunaan
formulasi obat mata. Selain mukoadhesif, ia memiliki sifat pembasah yang baik dan
biodegradable, biokompatibel dan memiliki toleransi okuler yang baik. Ini juga
pseudoplastik dan viskoelastik dalam larutan.
Formulasi larutan chitosan dari hidung telah terbukti kurang toksik bagi epitel
bersilia dibandingkan STDHF dan mampu menghasilkan bioavailabilitas absolut 31%
untuk analgesik,morfin-6-glukuronida, pada domba. Selain itu, kitosan telah terbukti
meningkatkan penyerapan insulin melalui hidung (berat molekul 5,8 kDa) pada tikus
dan domba.
18
Chitosan dan turunannya telah menunjukkan mukoadhesi yang nyata dalam
kontak dengan mukosa GI. Absorpsi insulin dalam usus yang dimuat dalam liposom
yang dilapisi kitosan ditunjukkan. Kadar glukosa darah berkurang secara signifikan
setelah pemberian dosis tunggal liposom ini pada tikus.
e. Polycarbophil
19
tersebut dalam bentuk mikropartikel (diameter rata-rata 505 μm) polikarbofil104
dicampur dengan manik-manik albumin susteined release (rasio 3: 7 b / b albumin
terhadap polikarbofil) dimasukkan ke dalam kapsul gelatin. Hasil mereka
menunjukkan bahwa 90 persen dari manik-manik albumin-polycarbophil tetap di
perut setelah 6 jam dan bahwa polycarbophil terikat pada permukaan sel musin-epitel
lambung.
Polycarbophil digunakan pada formulasi azitromisin dengan nama AzaSite /
Durasite® (Inspire Pharmaceuticals). Telah terbukti menunjukkan bioavailabilitas
yang lebih tinggi dibandingkan dengan tetes mata berair konvensional. Dengan
paparan air mata, polikarbofil membengkak dan terjerat dengan mucin pada
permukaan mata. Ikatan hidrogen juga ada antara asam karboksilat tak terionisasi dari
polikarbofil dan mucin.
f. Carbopol
20
kationik polimer, asam kuat, dan elektrolit konsentrasi tinggi. Kegunaan lain dari
carbopol adalah sebagai controlled-release agent; emulsifying agent; emulsion
stabilizer; rheology modifier; stabilizing agent; suspending agent; tablet binder.
Sebagai muchoadhesif digunakan dalam konsentrasi 0,25 atau 0,1 % w/v (Lueßen,
1996).
Sifat mucoadhesive carbopol telah terbukti meningkatkan penyerapan oral
obat yang diserap dengan buruk, termasuk insulin, buserelin obat peptida dan model
obat peptida 9 desglycinamide, vasopresin 8-arginin. Dalam kasus terakhir,
penyerapan di seluruh jaringan usus tikus meningkat 330% oleh polycarbophil.
Sebuah sistem pengiriman mukoadhesif baru telah dikembangkan untuk pengiriman
oral peptida desmopresin asetat.
Studi terbaru menunjukkan bahwa selain efek mukoadhesif mereka, polimer ini juga
dapat meningkatkan ketersediaan hayati oral dengan menghambat enzim yang
menonaktifkan jumlah obat di saluran GI. Kedua polimer telah terbukti sebagai
inhibitor poten dari enzim proteolitik usus trypsin. Penghambatan trypsin ditemukan
tergantung pada waktu penambahan Ca2 + dan baik polycarbophil dan carbomer
menunjukkan kemampuan mengikat Ca2 + yang kuat. Jumlah Ca2 + habis dari
struktur trypsin akan sebanding dengan pengurangan aktivitas enzim.
21
Kelarutan: Praktis tak larut dalam aseton, etanol (95%), eter dan toluen. Mudah
terdispersi dalam air pada semua temperature, membentuk larutan kolid jernih.
Kelarutannya dalam air bervariasi bergantung derajat substitusinya (DS).
Aplikasi CMC-Na yang digunakan sebagai polimer mukoadhesif dengan
konsentrasi 1-3% pada sistem penghantaran buccal (Prakasam, 2014). CMC-Na
membentuk ikatan hidrogen dengan mucin-type glycoprotein melalui interaksi
karboksil–hidroksil. Mucoadhesive CMC lebih baik dari pada HPMC karena CMC
merupakan polimer anionik sehingga ikatan hidrogen yang terbentuk lebih kuat dan
memiliki gugus karboksil (Fini, 2011 dan Chatterjee, 2017).
h. Carrageenan
Karagenan dibagi menjadi tiga famili berdasarkan posisi gugus sulfat dan ada atau
tidaknya anhidrogalaktosa, yaitu:
a. L-karagenan merupakan polimer non-gel yang mengandung 35% ester sulfat
namun tidak mengandung 3,6- anhidrigalaktosa.
b. I-karagenan merupakan polimer gel yang mengandung 32% ester sulfat dan
30% 3,6-anhidrogalaktosa.
c. K-karagenan merupakan polimer gel yang sangat baik dan mengandung
struktur khusus yang mengandung 25% ester sulfat dan 34% 3,6-
anhidrogalaktosa.
Carrageenan digunakan sebagai polimer mukoadhesif dengan konsentrasi 1,5
% karagenan atau kemampuan sebagai polimer mukoadhesif dapat ditingkatkan
dengan co-processed antara karagenan:gelatin dengan perbandingan 1:1 (Bonferini,
22
2004). Carrageenan digunakan sebagai polimer mukoadhesif pada sistem
penghantaran bukal, vaginal, dan okular. Karageenan memiliki sifat mukoadhesif
pada daerah orofaringeal. Gugus hidroksil yang berperan penting dalam pembentukan
ikatan hidrogen sehingga mempunyai sifat mukoadhesif. Gugus hidrofil ini akan
mengikat air sehingga air akan terjerap pada matriks. Penjerapan air ini dapat
meningkatkan fleksibilitas pada rantai polimer dimana rantai polimer yang
fleksibel dapat membantu dalam penetrasi dan pembelitan rantai polimer dengan
lapisan mukosa sehingga meningkatkan sifat adhesi. Selain itu, gugus hidrofil juga
berfungsi dalam membentuk ikatan hidrogen dengan jaringan biologis dalam hal ini
jaringan epitel pada saluran pencernaan.
23
pada polimer mukoadhesif atau HPMC ini akan berikatan dengan gugus hidroksil
pada mukus dengan membentuk ikatan hidrogen (Fini, 2011). Hal ini menyebabkan
turunnya tegangan permukaan mukus.
j. Guar Gum
24
k. Gelatin
25
Mekanisme mukoadhesifnya adalah gelatin memiliki sifat anionik yang dapat
membentuk ikatan hidrogen dengan mucin-tipe glikoprotein melalui interaksi
karboksil–hidroksil dan gugus amino. Protein mukus menjadi bersifat polielektrolit
anionik kalau berada dalam bentuk muatan negatif sehingga memberikan kemampuan
interaksi yang lebih baik dengan residu asam amino polimer gelatin, melalui ikatan
ionik antara anion mukus dengan kation polimer gelatin. (Bonferoni et al., 2004 ;
Wang, Tabata, Bi & Morimoto, 2001 )
26
(Yadav, et. al, 2010)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Mukoadhesif adalah salah satu sistem penghantaran obat yang memanfaatkan
sifat-sifat mucin dalam mukosa saluran cerna. Sistem penghantaran ini dapat
digunakan untuk memformulasikan sediaan lepas terkendali dengan tujuan
27
memperpanjang waktu tinggal obat tersebut di saluran cerna dan mengatur kecepatan
serta jumlah obat yang dilepas. Sistem penghantaran obat mukoadhesif ini dapat
dimanfaatkan untuk mengembangkan sediaan bukal, sublingual, vaginal, rektal,
nasal, okular, serta gastrointestinal.
3.2 Saran
Perlu dipelajari lebih lanjut mengenai eksipien mukoadhesif, fisiologi
mukosa, mekanisme terbentuknya sifat mukoadhesif dengan permukaan jaringan
tubuh, serta manfaat eksipien mukoadhesif pada sistem penghantaran sediaan farmasi.
DAFTAR PUSTAKA
28
Anil, Anjana., & Sudheer, Preethi. (2018). Mucoadhesive polymers: A Review. Krupanidhi
College of Pharmacy: Chikkabellandur. Journal of Pharmaceutical Research, Vol 17.
Aulton, Michael E. (2013). Aulton`s Pharmaceutics : The Design and Manufacture of
Medicines 4th edition. London, UK: Elsevier.
Boddupalli, B. M., et al. (2010). Mucoadhesive drug delivery system: An overview.
Nalgonda: Journal of Advanced Pharmaceutical Technology & Research.
Bonferoni, Maria Cristina, et al. 2004. Carrageenan-Gelatin Mucoadhesive
Systems for Ion-Exchange Base Ophtlamic Delivery: In Vitro and Preliminary In
Vivo Studies. European Journal Pharmaceutics and Biopharmaceutics 57, 465-472.
Chatterjee, B., et al. (2017). Mucoadhesive Polymers and Their Mode of Action: A
Recent Update. Malaysia: JAPS.
Dash, Alekha K,et.al. (2014). Pharmaceutics: Basic Principles and Application to Pharmacy
Practice. Oxford, UK: Elsevier.
Dow (Pharma & Food Solution). (2013). POLYOX Water Soluble Resins Combining
Flexibility with Consistency. Retrieved 1 December 2019, from
http://msdssearch.dow.com/PublishedLiteratureDOWCOM/dh_08e5/0901b803808e546
7.pdf?filepath=dowwolff/pdfs/noreg/326-00108.pdf&fromPage=GetDoc
Fini, A. et al. (2011). Mucoadhesive Gels Designed for the Controlled Release of
Chlorhexidine in the Oral Cavity. Bologna: MDPI.
Fontinele. Laisa Lis., et al. (2018). Design of bucal muchoadhesive tablets: understanding
and development. Journal of Applied Pharmaceutical Science Vol. 8(02). Doi:
10.7324/JAPS.2018.8223.
Griesser, J., et al. (2018). Thiolated Hyaluronic Acid as Versatile Mucoadhesive Polymer:
From the Chemistry Behind to Product Developments-What Are the Capabilities?
Austria: MDPI.
Hillery, Anya M, et.al. (2005). Drug Delivery and Targeting for Pharmacist and
Pharmaceutical Scientist. London dan New York : Taylor & Francis.
Kesavan, K., et al. (2010). Sodium Alginate Based Mucoadhesive System for Gatifloxacin
and Its In Vitro Antibacterial Activity. Austria: SciPharm.
Khutoryanskiy, Vitaliy V. (2014). Mucoadhesive Materials and Drug Delivery System.
UK: Wiley.
Lueßen, H. L., de Leeuw, B. J., Pérard, D., Lehr, C.-M., de Boer, A. (Bert. G., Verhoef,
J. C., & Junginger, H. E. (1996). Mucoadhesive polymers in peroral peptide drug
delivery. I. Influence of mucoadhesive excipients on the proteolytic activity of
29
intestinal enzymes. European Journal of Pharmaceutical Sciences, 4(2), 117–128.
doi:10.1016/0928-0987(95)00042-9
Prakasam, K. & Rama, B. (2014). Evaluation of Cellulose Polymers for Buccal Film
Formulation of Rasagiline. Bangalore: Asian Journal of Pharmaceutical and Clinical
Research.
Ranade, Vasant V. (2004). Drug Delivery Systems 2th edition. USA : CRC Press.
Rowe, Raymond., et al. (2009). Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th edition. USA:
RPS Publishing.
Sandri, G., Rossi, S., Ferrari, F., Bonferoni, M. C., & Caramella, C. M. (2015).
Mucoadhesive Polymers as Enabling Excipients for Oral Mucosal Drug Delivery. Oral
Mucosal Drug Delivery and Therapy, 53–88. doi:10.1007/978-1-4899-7558-4_4
Saroj, B., et al. (2013). Formulation, Optimization and Evaluation of Stomach Spesific In-
Situ Gel of Hydrochlorothiazide. Moksha Pub: IRJP.
Singh, J., et al. (2011). https://www.japsonline.com/admin/php/uploads/209_pdf.pdf.
Retrieved 1 December 2019, from
https://www.japsonline.com/admin/php/uploads/209_pdf.pdf
Soo Bok, Lee., & Seo Yeong, Jeong. (2008). Pilocarpine Hydrochloride Loaded Pluronic
F127/hyaluronic Acid Solutions for a Potential Ocular Delivery. Korea: Kyung Hee
University. Biomaterials Research, Vol. 12.
Tandel, H. (2017). A SYSTEMATIC REVIEW ON MUCOADHESIVE DRUG DELIVERY
SYSTEM. World Journal Of Pharmaceutical Research, 337-366. doi:
10.20959/wjpr20179-9281
Wang, J., Tabata, Y., Bi, D., & Morimoto, K. (2001). Evaluation of gastric mucoadhesive
properties of aminated gelatin microspheres. Journal Of Controlled Release, 73(2-3),
223-231. doi: 10.1016/s0168-3659(01)00288-7
Yadav, V. (2010). Mucoadhesive Polymers: Means of Improving the Mucoadhesive
Properties of Drug Delivery System. Retrieved 1 December 2019, from
https://www.researchgate.net/publication/222712279_Mucoadhesive_Polymers_Means
_of_Improving_the_Mucoadhesive_Properties_of_Drug_Delivery_System
30