Klasifikasi Obat Antihipertensi
Klasifikasi Obat Antihipertensi
Obat
“Antihipertensi”
Riska Zain
70100113043
FARMASI A
KLASIFIKASI OBAT ANTIHIPERTENSI
Obat - obat antihipertensi yang biasa digunakan dapat diklasifikasikan
dalam beberapa golongan, antara lain:
1. Diuretik
Khasiat hipertensi diuretik berawal dari efeknya meningkatkan ekskresi
natrium, klorida, dan air, sehingga mengurangi volume plasma dan cairan
ekstrasel. Tekanan darah turun akibat berkurangnya curah jantung, sedangkan
resistensi perifer tidak berubah pada awal terapi. pada pemberian kronik,
volume plasma kembali tetapi masih kira-kira 5% dibawah nilai sebelum
pengobatan curah jantung kembali mendekati normal. Tekanan darah tetap
turun karena sekarang resistensi perifer menurun. Vasodilatasi perifer yang
terjadi kemudian ini tampaknya bukan efek langsung tetapi karena adanya
penyesuaian pembuluh darah perifer terhadap pengurangan volume plasma
yang terus menerus. Kemungkinan lain adalah berkurangnya volume cairan
intestisial yang berakibat pada berkurangnya kekakuan. Dinding pembuluh
darah dan bertambahnya daya lentur.
Obat antihipertensi golongan diuretik bekerja dengan cara membuang
kelebihan air dan natrium melalui pengeluaran urine. Berkurangnya air dalam
dalam darah mengakibatkan volume darah menurun sehingga pekerjaan
jantung menjadi ringan. Pemakai obat jenis ini mengalami banyak buang air
(kencing). Golongan obat ini merupakan pilihan pertema untuk mengobati
hipertensi.
Ada tiga jenis diuretik, yaitu thiazide diuretik, loop diuretik, dan
pottasium-sparing diuretik.
1. Thiazide diuretic: Menghambat reabsorpsi natrium dan klorida pada pars
asendens ansa henle tebal, yang menyebabkan diuresis ringan. Suplemen
kalium mungkin diperlukan karena efeknya yang boros kalium.
Chlorotiazide (Diazil), Chlorothalidone, Hydrochlorotiazide, Polythiazide
(Reneze), Indapamide (Lozol), Metolazone (Mykrox).
2. Loop diuretic: Lebih poten dibanding tiazid dan harus digunakan dengan
hati-hati untuk menghindari dehidrasi. Obat-obat ini dapat mengakibatkan
hipokalemia, sehingga kadar kalium harus dipantau ketat. Bumetanide
(Bumex), Furosemide (Lasix), dan Torsemide (Demadex).
3. Pottasium-sparing diuretic: Meningkatkan ekskresi natrium dan air sambil
menahan kalium. Obat-obat ini dipasarkan dalam gabungan dengan
diuretic boros kalium untuk memperkecil ketidakseimbangan kalium
Amiloride (Midamor) dan Triamterene (Dyrenium).
2. β-Bloker (beta-bloker).
Mekanisme kerja beta-bloker sebagai antihipertensi masih belum jelas,
diperkirakan ada beberapa cara, cara pertama adalah pengurangan denyut
jantung dan kontraktilitas miokard menyebabkan denyut berkurang. Refleks
baroreseptor serta hambatan reseptor B2 Vaskuler menyebabkan resistensi
perifer menurun, mungkin sebagai penyesuaian terhadap pengurangan curah
jantung yang kronik. Cara yang kedua adalah hambatan sekresi rennin melalui
reseptor B1 di ginjal.Penurunan tekanan darah oleh beta bloker yang diberikan
per oral berlangsung lambat. Efek ini mulai terlihat dalam 24 jam sampai 1
minggu setelah terapi dimulai, dan tidak diperoleh penurunan tekanan darah
lebih lanjut setelah 2 minggu bila dosisnya tetap. Efek samping obat golongan
beta bloker dapat diperkirakan selain itu juga terdapat banyak pilihan sehingga
beta bloker sering digunakan sebagai obat pilihan pertama. Khususnya pada
kasus hipertensi dengan aritmia atau ischaemia heart disease. Kontra indikasi
pemakaian beta bloker adalah obstruksi saluran nafas (asma bronkhial),
penyakit pembuluh darah perifer, dan gagal jantung.
Golongan Beta-blocker bekerja dengan cara memperlambat kerja
jantung melalui pengurangan kontraksi otot-otot jantung dan menurunkan
tekanan darah. Secara kimiawi komponen obat golongan Beta-blocker
menghambat kerja noradrenalin dan adrenalin. Kerja sama kedua senyawa
kimia ini berguna mempersiapkan tubuh saat menghadapi bahaya sehingga
tubuh siap "lari atau lawan". Penghambatan terhadap kerja noradrenalin dan
adrenalin mengakibatkan menurunnya kontraksi otot, memperlambat kerja
jantung, dan menurunkan tekanan darah.
Beberapa contoh obat antihipertensi golongan Beta-blocker sebagai
berikut.
1) Atenolol (Tenormin)
2) Betaxolol (Kerlone)
3) Bisoporol
4) Acebutolol
5) Pindolol
6) Propanolol
3. α- Bloker (Alfa-bloker).
Antagonis adrenoreseptorm α memblok reseptor adrenergic α
dipembuluh darah sehingga vasodilatasi. obat ini tidak menimbulkan toleransi
pada penggunaan janka panjang sebagai antihipertensi. Alfa bloker merupakan
satu-satunya golongan antihipertensi yang memberikan efek positif terhadap
lipid darah (menurunkan kolesterol LDL dan trigliserida dan meningkatkan
kolesterol HDL). Alfa bloker juga dapat menurunkan resistensi insulin
(disamping penghambat ACE), memberikan sedikit efek bronkodilatasi dan
mengurangi serangan asma akibat latihan fisik, dan tidak berinteraksi dengan
AINS. Karena itu, alfa bloker dianjurkan penggunaanya pada penderita
hipertensi yang disertai diabetes, dislipidemia, obesitas, gangguan resistensi
perifer, asma, dan perokok. Merokok meningkatkan trigliserida dan
menurunkan kolesterol HDL dalam darah. Alfa bloker juga dapat dianjurkan
untuk penderita muda yang aktif secara fisik, dan mereka yang menggunakan
AINS.
Golongan Alpha-blocker bekerja dengan cara menghambat kerja
adrenalin pada otot-otot dinding pembuluh darah. Adrenalin menyebabkan
pembuluh darah menyempit sehingga tekanan darah meningkat. Dengan
penghambatan adrenalin menyebabkan pembuluh darah melebar sehingga
menyebabkan pembuluh darah melebar sehingga tekanan darah menurun.
Biasanya pemberian Alpha-blocker menimbulkan mulut kering dan rasa
pusing. Obat golongan ini antara lain: Dexazosin, Prazosin, dan Terazosin.
4. Antagonis kalsium
Pada otot jantung ada otot vaskuler, ion kalsium terutama berperan
dalam peristiwa kontraksi. Meningkatnya kadar ion kalsium dalam sitosol akan
meningkatkan kontraksi. Masuknya ion kalsium dalam ruang ekstrasel kedalam
ruang intrasel dipacu oleh perbedaan kadar (kadar kalsium ekstrasel 10. 000
kali lebih tinggi disbanding kadar ion kalsium intrasel sewaktu diastole). Obat
antihipertensi golongan antagonis kalsium bekerja dengan jalan memblok kanal
kalsium yang terletak pada otot polos sehingga mencegah terjadinya
vasokonstriksi.Antagonis kalsium makin banyak digunakan karena efek
sampingnya pada kardiovaskuler, bronkus, dan metabolism tubuh lebih kecil
dibandingkan dengan beta bloker. Berdasarkan efek tersebut, antagonis
kalsium ini terutama digunakan pada hipertensi, apabila diuretik dan atau beta
bloker kurang efektif. Golongan obat antihipertensi ini menurunkan darah
secara efektif, dan umumnya dapat ditoleransi dengan baik serta menekan
kejadian stroke. Indikasi terutama hipertensi sistolik pada lansia.
Obat-obat ini memiliki mekanisme dengan jalan menghambat influks
kalsium ke dalam otot polos arteri dan dengan memperlebar arteriol perifer
sehingga dapat mengurangi tekanan darah. Efek samping samping penggunaan
obat ini adalah sakit kepala,muka merah terjadi karena vasodilatasi arteri
meningeal dan di daerah muka.
Edem perifer terutama terjadi oleh dihidropiridin,dan yang paling
sering adalah nifedipin. Edem terjadi akibat dilatasi arteriol yang melebihi
dilatasi vena, sehingga meningkatkan tekanan hidrostatik yang mendorong
cairan keluar keruang interstisial tanpa adanya retensi cairan dan garam.
Contoh obat dari golongan ini adalah: nifedipin, verapamil, dan diltiazem.
5. Penghambat Enzim konversi Angiotensin (ACE-inhibitor)
Mekanisme kerja penghambat ACE adalah mengurangi
pembentukan angiotensin II sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan
sekresi aldosteron yang menyebabkan terjadinya ekresi natrium dan air, serta
retensi kalium. Akibatnya terjadi penurunan tekanan darah akibat penghambat
ACE disertai dengan penurunan resistensi perifer. Tampaknya kerja golongan
obat ini tidak hanya melalui system rennin-angiotensin-aldosteron, tetapi juga
melalui system rennin. Hambatan inaktivasi bradikinin oleh penghambat ACE
meningkatkan bradikinin dan prostaglandin vasodilator sehingga meningkatkan
vasodilatasi akibat hambatan pembentukan angiotensin II. Seringkali obat
penghambat ACE dikombinasikan dengan diuretik (biasanya golongan
thiazida) pada kasus hipertensi , dan diuretika furosemid pada gagal jantung
kronik untuk meningkatkan kontrol simtomatik.
Terdapat 3 kelompok obat penghambat ACE, yang dibagi berdasarkan
struktur molekulnya, yakni:
1. Kelompok yang mengandung sulfidril, contohnya kaptopril dan zofenopril
2. Kelompok yang mengandung dikarboksilat, contohnya enalapril, ramipril,
quinapril, perindopril, lisinopril, dan benazepril.
3. Kelompok yang mengandung fosfonat, contohnya adalah fosinopril.
Hendaknya obat penghambat ACE digunakan secara hati-hati pada orang
yang mengalami kerusakan fungsi ginjal, dehidrasi, dan hemodialisis. Efek
samping yang diakibatkan oleh obat penghambat ACE pada kurang dari 1%
pasien meliputi hipotensi, batuk, hiperkalemia, pusing, sakit kepala, dan mual.
8. Vasodilator
Obat antihipertensi golongan ini dapat mengembangkan dinding-
dinding arteriola sehingga daya tahan pembuluh perifer berkurang dan tekanan
darah menurun. Mekanisme kerjanya langsung terhadap obat-obat licin
pembuluh yang daya kontraksinya dikurangi, tanpa hubungan dengan saraf-
saraf adrenergik. Mekanisme vasodilator dalam menurunkan tekanan darah
adalah dengan merelaksasi otot polos arteriol sehingga terjadi penurunan
tahanan vaskular sistemik. Contoh obat dari golongan ini
adalah:hidralazin,minoksidil,dan diazoksid.