Anda di halaman 1dari 37

UJIAN COMPOUNDING AND DISPENSING

OLEH :
I Made Dharma Dwi Putra
(1508515008)

PROGRAM PROFESI APOTEKER


JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2015
1

1. RESEP
Resep No. 8
Seorang pasien datang ke apotek Anda bersama ibunya. Pasien laki-laki
berusia 8 tahun dan mengalami diare. Diare sudah berlangsung selama 2 hari dan
terjadi 4-6 x sehari. Pasien tidak mengalami demam dan tidak ada gejala mual
muntah. Oleh dokter, pasien diresepkan terapi sebagai berikut:

Dr. XXXX
SIP : 1234/XXXX/2010
Praktek:
Jl. Bukit Jimbaran No. 123
Badung
Tlp. (0361) 87654321

Rumah:
Jl. Bukit Jimbaran No. 88
Badung
Tlp. 08123456789

PRO : An. Didi (8 tahun)


Alamat : Jl. Kertalangu no 2

II.

HASIL PEMBACAAN RESEP


Hasil Pembacaan Resep
R/ Biothicol syr I
S3 dd cth 1
R/ Lacto B VI
S2 dd 1
R/ Interzinc syr I
S1 dd cth
R/ Stesolid syr 1
S3 dd cth 1 k/p

III.

SKRINING RESEP
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 35 tahun

2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, dinyatakan bahwa


skrining resep yang dilakukan oleh apoteker meliputi:
A. Persyaratan administratif :
-

Nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan;

Nama dokter, nomor Sura Ijin Praktik (SIP), alamat, nomor telepon dan
paraf; dan

Tanggal penulisan resep.

B. Kesesuaian farmasetik :
-

Bentuk dan kekuatan sediaan;

Stabilitas; dan

Kompatibilitas (ketercampuran obat).

C. Pertimbangan klinis :
-

Ketepatan inpakasi dan dosis obat;

Aturan, cara dan lama penggunaan obat;

Duplikasi dan/atau polifarmasi;

Reaksi obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping obat, manifestasi
klinik);

Kontra inpakasi; dan

Interaksi.
Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil pengkajian maka Apoteker

harus menghubungi dokter penulis resep. Apoteker juga melakukan penyiapan


obat yang meliputi peracikan, etiket, kemasan obat, penyerahan obat, informasi
obat, konseling, pelayanan informasi obat dan monitoring terhadap penggunaan
obat (PerMenkes RI, 2014).

3.1 Skrining Administratif


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 35 tahun
2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, dinyatakan bahwa
skrining resep untuk persyaratan administratif yang dilakukan oleh apoteker
meliputi:
-

Nama pasien

Umur pasien

Jenis kelamin pasien

Berat badan pasien

Nama dokter

Nomor Sura Ijin Praktik (SIP) dokter

Alamat praktek dokter

Nomor telepon dokter

Paraf dokter

Tanggal penulisan resep


(PerMenKes RI, 2014)
Hasil skrining persyaratan administratif pada resep yang diterima dapat

dilihat pada tabel 1 dibawah ini.


Tabel 1. Hasil Skrining Administratif
Kelengkapan Resep
Identitas Dokter

Superscriptio
Inscriptio
Subscriptio
Signatura

Penutup
Identitas pasien

Ada

Nama
SIP
Alamat praktik
Nomor telepon
Simbol R/
Nama Kota
Tanggal resep
Nama obat
Kekuatan/potensi obat
Jumlah obat
Bentuk sediaan obat (BSO)
Frekuensi pemberian
Jumlah pemberian obat
Waktu minum obat
Informasi lain
Paraf
Tanda tangan
Nama
Alamat
Umur
Jenis kelamin
Berat badan

Tidak
Ada

Pada tabel persyaratan diatas dapat dapat dilihat bahwa data pada identitas
dokter sudah lengkap. Sehingga resep yang diterima sudah memenuhi syarat dari
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 35 tahun 2014 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Menurut Permenkes RI No
512/MENKES/PER/IV/2007 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik
Kedokteran, penulisan SIP dokter diperlukan untuk menunjukkan bahwa dokter
penulis resep secara tertulis terbukti telah memenuhi persyaratan untuk
menjalankan praktik kedokteran. Nomor telepon diperlukan guna mempermudah
dalam menghubungi dokter penulis resep apabila terdapat permasalahan terkait
resep serta meminta persetujuan dari dokter penulis resep terkait pertimbangan
apoteker dalam mengatasi permasalahan tersebut (Rahmawati dan Oetari, 2002).
Dalam resep tidak dicantumkan kota dan tanggal penulisan resep. Hal ini
penting untuk mengetahui kapan resep tersebut ditulis agar apabila terdapat
permasalahan pada resep tersebut, apoteker dapat dengan mudah mengkonfirmasi
resep dengan dokter penulis resep. Pada resep juga tidak dicantumkan waktu
minum obat yang diberikan. Data mengenai waktu minum obat penting paketahui
untuk menentukan waktu penggunaan obat (sebelum atau sesudah makan) untuk
menghindarkan terjadinya interaksi antara obat yang digunakan sehingga
penggunaan obat dapat memberikan efek yang optimal.
Hasil skrining administratif menunjukkan bahwa Identitas pasien pada resep
juga tidak lengkap, yaitu kurangnya data mengnai berat badan pasien. Identitas
pasien penting paketahui untuk menjamin obat diberikan kepada pasien yang
tepat, yang dilihat dari data nama dan alamat, dan obat diserahkan dalam bentuk
sediaan obat serta dosis yang tepat sesuai umur dan berat badan pasien. Karena
pada resep tidak terdapat data berat badan pasien, maka perlu dilakukan
penggalian informasi pasien dari pembawa resep ataupun dari pasien.
Berdasarkan skrining administrasi, resep di atas dinyatakan kurang lengkap
karena

terdapat

beberapa

informasi

yang

tidak

tercantum.

Adanya

ketidaklengkapan resep dapat mengakibatkan kemungkinan terjadinya medication


error. Akibat dari medication error dapat merugikan pasien terlebih pada anakanak. Hal ini disebabkan karena sistem enzim yang terlibat dalam metabolisme
obat pada anak-anak belum terbentuk atau sudah ada namun dalam jumlah yang

sepakit. Sehingga proses metabolisme belum optimal. Selain itu ginjal pada anakanak belum berkembang dengan baik, sehingga kemampuan untuk mengeliminasi
obat menjadi belum optimal (Aslam dkk., 2003). Sehingga, seharusnya resep
pakembalikan kepada pasien. Namun karena dalam hal ini diumpamakan dokter
penulis resep adalah dokter yang melaksanakan praktek di apotek tersebut dan
informasi penting yang diperlukan untuk peracikan resep telah tersedia sehingga
resep dapat diproses lebih lanjut. Untuk melengkapi kekurangan informasi yang
tercantum pada resep, sebelum melakukan peracikan obat, apoteker dapat
berkonsultasi kepada dokter penulis resep atau pun menggali informasi langsung
dari pasien pembawa resep.

3.2 Skrining Farmasetis


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 35 tahun
2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, dinyatakan bahwa
skrining resep untuk persyaratan farmasetis yang dilakukan oleh apoteker meliputi
bentuk dan kekuatan sediaan; stabilitas dan kompatibilitas (ketercampuran obat)
(PerMenKes RI, 2014).
Hasil skrining farmasetis pada resep dapat dilihat pada tabel 2 dibawah ini.
Tabel 2. Hasil Skrining Farmasetis
Kriteria
Bentuk sediaan
Potensi/ kekuatan
Stabilitas

Kompaktibilitas
a. Bentuk sediaan

Biothicol
Sirup
Kering
125mg/ 5
mL

Lacto B
Serbuk

Viable cell
counts 1 x
109 CFU/g
Stabil pada Stabil pada
suhu
suhu ruagan
ruagan (15- (15-30C)
30C)
-

Interzinc
Sirup

Stesolid
Sirup

20 mg/ 5mL

2 mg/5 mL

Stabil pada
suhu ruagan
(15-30C)

Stabil pada suhu


ruagan (15-30C)

Dalam resep Biothicol, Interzinc dan Stesolid sudah tercantum bentuk


sediaannya yaitu berupa sirup. Sedangkan bentuk sediaan Lacto B tidak

tercantum. Bentuk sediaan di pasaran dari obat-obatan pada resep dapat


dilihat pada Tabel 2.
b. Potensi
Dalam resep tidak dicantumkan kekuatan sediaan Biothicol , Lacto B,
Interzinc, dan Stesolid, sehingga secara umum apabila tidak dicantumkan
kekuatan sediaan pada resep, pasien dapat diberikan sediaan dengan
kekuatan yang terendah. Kekuatan sediaan paling rendah di pasaran dari
obat-obatan pada resep dapat dilihat pada Tabel 2.
c. Stabilitas
Masing-masing sediaan tersebut cukup stabil pada suhu ruangan, yaitu pada
suhu 15-30oC, dan kering. Penyimpanan ketiga sediaan tersebut sebaiknya
dijauhkan dari sinar matahari langsung.
d. Kompaktibilitas
Dalam resep tidak terdapat kegiatan pencampuran dari masing-masing
sediaan dan diserahkan dalam bentuk sediaan sehingga masing-masing
sediaan pada resep tidak terdapat masalah inkompaktibilitas.
3.3 Skrining Klinis
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 35 tahun
2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, dinyatakan bahwa
skrining resep untuk pertimbanganklinis yang dilakukan oleh apoteker meliputi:
-

Ketepatan inpakasi dan dosis obat;

Aturan, cara dan lama penggunaan obat;

Duplikasi dan/atau polifarmasi;

Reaksi obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping obat, manifestasi
klinik);

Kontra inpakasi; dan

Interaksi
(PerMenKes RI, 2014).

Hasil skrining klinis pada resep dapat dilihat pada tabel 3 di bawah ini.
Tabel 3. Skrining Klinis
Nama Obat
Inpakasi
(Komposisi)
Biothicol
Antibiotika (Lacy
(Thiamphenicol) et al., 2007)
Infeksi yang
disebabkan
Salmonella, H.
influenza dan
bakteri gram
negatif lainnya.
Lacto B
(Viable cell
counts 1 x 109
CFU/g
(Lactobacillus
acidophilus,
Bifidobacterium
longum,
Streptococcus
thermophillus),
vit C 10 mg, Vit
B1 0,5 mg, Vit
B2 0,5 mg, Vit
B6 0,5 mg,
niacin 2 mg,
protein 0,02
gram, fat 0,1
gram)
Interzinc
(Zinc sulfat)

Efek samping
Diskrasia darah,
anafilaksis,
biduran/kaligata,
gangguan
saluran
pencernaan,
Gray syndrome

Kontra
Inpakasi
Disfungsi ginjal
& hati berat,
hipersensitifitas
.

Probiotik
(Vitahealth,
2006) Treatment
untuk diare dan
pencegahan
intoleransi
laktosa.

Suplemen (Lacy
et al., 2007)
Sebagai
mikronutrien
pengganti zinc
yang hilang dari
tubuh akibat
diare serta
mereduksi durasi
dan tingkat
keparahan diare

Interaksi
Tidak ada
interaksi

Tidak ada
interaksi

Muntah
Pemberian dosis
Zn yg berlebihan
(>150mg/hr) utk
jangka waktu
lama dpt
menyebabkan
toksisitas pd
orang dewasa.

Tidak ada
interaksi

Stesolid
(Diazepam)

(WHO, 2005).
Obat
antidepresan
golongan
benzodiazepin
(Lacy et al.,
2007)
Antispasmopak,
Muscle relaksan

Tidak ada
interaksi

Dalam pertimbangan klinis, perlu diperhatikan kesesuaian dosis, jumlah dan


durasi pemberian obat. Hasil perbandingan dosis pustaka dan dosis resep dapat
dilihat pada tabel 4.di bawah ini.
Tabel 4. Perbandingan Dosis Pustaka dan Dosis Resep
Nama obat

Dosis Pustaka

Dosis Resep

Keterangan

Biothicol
(Thiamphenicol
)
Lacto B
Interzinc
(Zinc sulfat)
Stesolid
(Diazepam)
KESIMPULAN HASIL SKRINING RESEP:
Berdasarkan skrining yang telah dilakukan pada skrining administratif,
skrining farmasetis dan skrining klinis, resep di atas masih belum lengkap
sehingga untuk memastikan keabsahan dan kelengkapan resep maka perlu
dilakukan komunikasi dengan pasien/pembawa resep dan dokter penulis resep.
Penelusuran identitas pasien dapat dilakukan dengan komunikasi langsung dengan
pasien atau pembawa resep. Untuk melakukan komunikasi dengan dokter penulis
resep, perlu digali informasi terlebih dahulu dari pasien/pembawa resep.
Untuk menggali informasi yang tidak ada diresep serta untuk mencegah
medication error, maka apoteker melakukan penggalian informasi dari pasien.

10

Apoteker

: Selamat sore bu. Selamat datang di Apotek Rebel Mepaka


Farma, saya apoteker Dwi. Ada yang bisa saya bantu bu?

Ibu PR

: Selamat sore Pak, saya ingin menebus resep ini.

Apoteker

: Baik bu. Mohon tunggu sebentar.

(Apoteker mengecek stok dan harga obat yang tercantum dalam resep dan
memastikan bahwa obat yang diresepkan bagi pasien tersedia di Apotek)
Apoteker

: Mohon maaf bu, resep ini untuk siapa?

Ibu PR

: Resep ini untuk saya anak saya pak.

Apoteker

: Kalau boleh tahu nama anaknya siapa bu?

Ibu PR

: Namanya Didi bu.

Apoteker

: Umurnya berapa bu?.

Ibu PR

: Umurnya 8 tahun.

Apoteker

: Ibu mendapat resep ini dari mana?

Ibu PR

: Tadi saya pergi ke dokter Dr.XXXX, setelah anak saya


diperiksa lalu dokter memberikan resep ini pak.

Dalam kasus ini Apoteker sudah memiliki data administratif dari identitas
Dokter penulis resep karena diumpamakan resep dari dokter Dr. XXXX tersebut
sudah sering diterima di apotek. Setelah mengumpulkan seluruh informasi yang
kurang, maka resep diatas dapat dilayani.
IV.

MONOGRAFI OBAT
Biothicol
- Indikasi

Antibiotik untuk mengatasi

infeksi yang disebabkan oleh Salmonella, H.


influenza, dan bakteri gram negatif lainnya.
- Cara penggunaan

Diminum 2 sendok

teh, pakocok sebelum diminum dan digunakan


sampai habis (dihabiskan)
- Aturan pakai
sendok teh

11

Tiga kali sehari 2

- Waktu pemberian : Pakonsumsi pada saat


perut kosong (1 jam sesudah makan)
- Efek samping

Reaksi

hipersensitif (anafilaktif, urtikaria)


- Penyimpanan

Simpan ditempat

sejuk dan kering, terlindung dari cahaya

Lacto B
- Indikasi

Probiotik untuk terapi pada

diare
- Cara penggunaan

Diminum

langsung

maupun dicampur dengan makanan dan digunakan


selama 5 hari
- Aturan pakai :

Tiga kali sehari

- Waktu pemberian

- Efek samping :

Perut kembung dan infeksi

- Penyimpanan :

Sebaiknya disimpan di dalam

Saat makan

lemari es (2-8C)
Interzinc
- Indikasi

Mikronutrien pengganti zinc

yang hilang akibat diare serta mereduksi durasi dan


tingkat keparahan diare
- Cara penggunaan

Diminum sendok

teh, pakocok sebelum diminum dan digunakan


selama 10-14 hari
- Aturan pakai :

Satu kali sehari

- Waktu pemberian

12

1 jam sebelum makan

- Efek samping :

Nyeri

abdomen,

mual,

muntah dan gastritis


- Penyimpanan :

Obat disimpan pada tempat

kering dan terhindar dari matahari


(DepKes RI, 1979; Lacy et al., 2011)
V.

PENGGUNAAN OBAT YANG RASIONAL


Penggunaan obat yang rasional adalah bila pasien menerima obat yang

sesuai dengan kebutuhannya, untuk periode waktu yang adekuat dan dengan harga
yang paling murah untuk pasien dan masyarakat (WHO, 1985). WHO
memperkirakan bahwa lebih dari separuh dari seluruh obat di dunia diresepkan,
diberikan dan dijual dengan cara yang tidak tepat dan separuh dari pasien
menggunakan obat secara tidak tepat. Maka dari itu penting untuk menilai
penggunaan obat yang rasional guna menjamin pasien mendapatkan pengobatan
yang sesuai dengan kebutuhannya, untuk periode waktu yang adekuat dengan
harga yang terjangkau (KemenKes RI, 2011). Penilaian untuk penggunaan obat
yang rasional dapat dinilai dari salah satunya adalah metode SOAP.
Pasien tersebut mengalami diare selama 2 hari dan terjadi 4-6 x sehari, tidak
terdapat demam dan tidak ada gejala mual muntah pada pasien. Anamnesis
kefarmasian yang dapat dibuat adalah pasien tersebut mengalami diare akut.
Pasien juga diperkirakan dapat mengalami dehidrasi karena frekuensi diare yang
tinggi dalam satu hari.
Diare didefinisikan sebagai bertambahnya defekasi (buang air besar) lebih
dari biasanya/lebih dari tiga kali sehari, disertai dengan perubahan konsisten tinja
(menjadi cair) dengan atau tanpa darah. Pasien ini mengalami diare akut yaitu,
diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya kurang dari 7 hari).
Sebagian besar diare akut (<48-72 jam) disebabkan oleh infeksi atau keracunan
makanan. Selain itu gejala diare akut juga bisa didapatkan pada kelainan usus lain
(khususnya kolitis pseudimembranosa) (Davey, 2005). Selain itu, diare akut dapat
disebabkan oleh infeksi virus atau kuman, atau dapat pula akibat efek samping
obat atau gejala dari gangguan saluran cerna. Umumnya gangguan ini bersifat

13

self-limiting dan bila tanpa komplikasi tidak perlu ditangani dengan obat kecuali
rehidrasi oral bila ada bahaya dehidrasi. Untuk lebih memastikan dugaan tersebut,
maka pada kasus ini dilakukan suatu metode konfirmasi dengan pendekatan
SOAP (Subjective, Objective, Assessment, Plan).
Analisis Resep dengan Metode SOAP
5.1.

Subyektif
Untuk melakukan analisis farmakologi resep yang diterima, seorang apoteker

harus mampu mengumpulkan data yang dapat menunjang anamnasis kefarmasian


melalui komunikasi dan penggalian informasi yang tepat dengan pasien. Apoteker
dapat bertanya kepada pasien maupun pembawa resep terkait kondisi spesifik
pasien melalui metode Three Prime Question. Berikut merupakan percakapan
antara Ibu PR yang dilakukan oleh apoteker guna menggali informasi yang
berkaitan dengan pasien.
Apoteker : Bagaimana penjelasan dokter tentang pengobatan yang
Didi terima, Bu?
Ibu PR

: Begini pak, tadi kata dokter Didi mengalami diare. Dokter


memberikan beberapa obat dan suplemen untuk menghentikan
diarenya. Karena mengeluarkan banyak cairan, Didi mengalami
dehidrasi. Sehingga perlu asupan cairan yang banyak.

Apoteker

: Apakah Didi terlihat rewel, lemas dan selalu merasa haus?

Ibu PR

: Iya, pak.

Apoteker

: Apakah Ibu pernah memberikan oralit selama Didi diare?

Ibu PR

: Iya, pernah pak. Tapi Didi masih mengeluh haus

Apoteker : Apakah jika dicubit kulit Didi akan langsung kembali seperti
semula, Bu?
Ibu PR

: (mencubit sepakit bagian tangan Didi) Agak lama pak.

(Apoteker juga memperhatikan kondisi fisik pasien, terlihat mata yang


cekung dan bibir yang kering)

14

Gambar 4.1. Penggolongan Dehidrasi (Lazzerini, 2012)


(Apoteker dapat mengetahui bahwa berdasarkan informasi yang digali dari
Ibu PR dan pengamatan secara langsung yang dilakukan oleh apoteker
terhadap kondisi pasien, maka pasien diduga mengalami dehidrasi moderat.
Untuk mengatasi dehidrasi tersebut maka perlu dilakukan rehidrasi oral)
Apoteker

: Apakah selama diare Didi tidak pernah demam, mual, muntah


atau ada keluhan lain yang dirasakan seperti nyeri pada perut?

Ibu PR

: Tidak Pak, selama diare Didi tidak mengalami demam atau


merasakan mual dan muntah. Namun, Didi sering mengeluh
nyeri pada perutnya. Dalam sehari Didi bisa diare 4 sampai 6
kali.

Apoteker

: Apakah Ibu sempat memperhatikan bagaimana bentuk kotoran


atau feses Didi? Apakah feses Didi encer, terdapat ampas, darah,
lendir dan apakah berbau sekali, Bu?

Ibu PR

: Benar Pak, kotoran anak saya encer seperti air cucian beras,
berlendir, tidak berdarah dan sangat bau.

Apoteker

: Apakah Ibu masih ingat makanan yang Didi konsumsi sebelum


diare?

Ibu PR

: Tidak ingat jelas Pak.

Apoteker

: Apakah Didi menggunakan obat lain sebelumnya selain yang


diresepkan dokter atau adakah riwayat penyakit lain dan alergi
yang pernah dialami Didi?

Ibu PR

: Tidak ada Pak.

(Apoteker mengetahui bahwa pasien tidak memiliki riwayat penyakit lain).


15

Apoteker : Bagaimana penjelasan dokter tentang cara penggunaan


obat Didi Bu?
Ibu PR

: Dokter hanya mengatakan kalau Biothicol pakonsumsi 3x1,


Lacto B 2x1, Interzinc 1x1 dan Stesolid 3x1. Tapi saya masih
kurang paham Pak.

(Oleh karena itu, dalam hal ini apoteker berperan memberikan penjelasan
yang lengkap mengenai cara pakai obat tersebut).
Apoteker : Apa

kata

dokter

mengenai

harapan

setelah

Didi

mengkonsumsi obat-obat yang diresepkan?


Ibu PR

: Dokter bilang setelah minum obat, diare Didi akan semakin


jarang, tapi kalau dalam waktu 3 hari masih sering diare atau
muncul gejala lain harus kembali periksa ke dokter.

Berdasarkan jawaban pasien tersebut maka apoteker dapat menyimpulkan


keluhan yang dirasakan oleh pasien. Untuk lebih meyakinkan anamnesis tersebut
apoteker juga melakukan komunikasi atau konsultasi dengan dokter penulis resep
untuk menanyakan pertimbangan terapi yang diberikan dokter. Hal ini bertujuan
untuk menghindari tumpang tindihnya informasi yang diberikan apoteker terhadap
pasien dan dokter terhadap pasien.
Berdasarkan hasil penggalian informasi dari orangtua pasien paketahui bahwa
pasien mengalami gejala seperti diare 4-6 kali sehari selama 2 hari; pasien tidak
mengalami demam, mual dan muntah; feses atau kotoran pasien memiliki ciri-ciri
encer seperti air cucian beras, berbau tidak sedap, berlendir dan tidak berdarah.
Selain itu, paketahui bahwa pasien mengalami dehidrasi moderat.
5.2.

Obyektif
Untuk menganalisis farmakologi resep yang diterima, apoteker harus

mengumpulkan data yang dapat menunjang amnanesis kefarmasian selain data


subyektif. Data diperoleh berdasarkan catatan pengobatan pasien. Adapun data
yang diperoleh dapat dilihat pada dialog berikut:

16

Apoteker : Apakah Didi pernah melakukan tes laboratorium atau tes lain
selama keluhan diare terjadi, Bu?
Ibu PR
5.3.

: Tidak ada Pak.

Assessment
Dalam tahapan assessment seorang apoteker dapat melakukan penilaian

terhadap

kemungkinan

kondisi klinis

yang

dialami

pasien

(anamnesis

kefarmasian) dan identifikasi drug related problem guna analisis penggunaan obat
rasional untuk kondisi pasien tersebut.
Berdasarkan analisis jenis, dosis, dan inpakasi masing-masing obat yang
disesuaikan dengan guideline dari beberapa inpakasi yang dimungkinkan, serta
dengan hasil konfirmasi kepada pasien terkait analisa subjektif dan objektif yang
telah diperoleh, seorang apoteker dapat memutuskan anamnesis kefarmasian
untuk pasien dalam kasus ini. Adapun guideline therapy untuk penanganan kasus
diare umum dapat dilihat pada Gambar 4.2.
Diare
Riwayat penderita dan pemeriksaan fisik
Diare akut (<3
hari)
Tidak terjadi
demam atau
gejala sistemik
Terapi
Simtomatik:
a. Penggantian
cairan/elektrolit
b. Loperamid,
Difenoksilat,
atau Absorben
c. Diet

Diare kronis (>14


hari)

Terjadi demam atau


gejala sistemik
Pengecekan WBC,
RBC, ova dan parasit
pada feses
Negatif
Terapi
simtoma
tik

17

Positif
Penggunaan
antibiotik dan
terapi
simtomatik

Gambar 4.2. Guideline Therapy pada Kasus Diare Secara Umum (DiPiro et al.,
2008)
Berdasarkan dari lamanya diare yang dialami pasien, dapat paketahui bahwa
pasien mengalami diare akut. Diare akut dapat paklasifikasikan menjadi dua,
yaitu inflammatory diarrhea dan noninflammatory diarrhea. Adapun karakteristik
dari masing-masing klasifikasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3. Klasifikasi Acute Diarrhea (Fledmann et al., 2010)


Berdasarkan gejala dan hasil penggalian informasi dari pasien dapat
paketahui bahwa diare akut yang dialami pasien tergolong noninflammatory
diarrhea yang disebabkan oleh adanya infeksi mikroorganisme. Selanjutnya,
dilakukan perbandingan antara gejala yang dialami pasien dengan gejala yang

18

ditimbulkan oleh mikroorganisme seperti tertera pada gambar klasifikasi


mikroorganisme penyebab noninflammatory diarrhea/acute watery diarrhea.

Gambar 4.4. Klasifikasi Mikroorganisme Penyebab NonInflammatory


Diarrhea/Acute Watery Diarrhea (CDC, 2011)

Gambar 4.5. Perbandingan Gejala Klinis yang Ditimbulkan oleh Beberapa


Mikroorganisme Patogen (WGOGG, 2012)

19

Berdasarkan kesesuaian antara gejala pasien dan gejala yang ditimbulkan


mikroorganisme, dapat paketahui bahwa infeksi yang dialami oleh pasien
disebabkan oleh bakteri Vibrio chlolerae.

Gambar 4.6. Guidelines Terapi Antibiotik pada Kolera (CDC, 2013)


Berdasarkan data dan informasi tambahan yang diperoleh, maka apoteker
dapat melakukan anamnesis kefarmasian. Adapun hasil anamnesis kefarmasian
apoteker dalam kasus ini ditampilkan dalam Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Hasil anamnesis kefarmasian apoteker
Jenis Obat

Inpakasi / Use yang

Analisa

Anamnesis

Dimungkinkan

Subjektif dan

Kefarmasian

Biothicol Sirup

Terkait Kasus
Objektif
Biotichol
sirup Subjektif :

Sementara
Penanganan

125 mg/5mL

mengandung

diare akut

Pasien

thiamphenicol

yang mengalami diare

Dosis dalam

diinpakasikan

sebagai 4-6x/hari dalam

resep :

antibiotik

3x sehari 1

mengatasi infeksi yang Tidak ada gejala

untuk 2 hari terakhir.

20

sendok teh

disebabkan

oleh

Salmonella,

H.

influenza, dan bakteri


Lacto B

gram negatif lainnya.


Lacto B mengandung

Penanganan

Lactobacillus

diare akut

Dosis dalam

acidophilus,

resep :

Bifidobacterium

2x sehari 1

longum, Streptococcus

sachet

thermophillus
diinpakasikan
probiotik

yang
dan
sebagai demam
untuk mual muntah

manajemen

terapi

gangguan Objektif :
gastrointestinal seperti Belum
beberapa

melakukan

Interzinc Sirup

diare
Interzinc mengandung

pemeriksaan

Menggantikan

20mg/5mL

zinc sulfate sebagai

laboratorium

zinc yang

terapi komplementer

hilang serta

Dosis dalam

rehidrasi oral untuk

mereduksi

resep : 1x sehari

menggantikan cairan

durasi dan

sendok teh

tubuh

keparahan

Stesolid Sirup 2 Stesolid sirup

diare
Relaksasi otot

mg/5mL

mengandung diazepam

pada usus

Dosis dalam

sebagai

resep : 3x sehari

antipsikoneurotik,

2 sendok teh

antipsikosomatik, dan

kalau perlu

relaksan otot.

21

Tabel 4.2. Perhitungan dosis masing-masing sediaan


Nama

DL

Obat

Sekali/ Sehari

DM

Dosis dalam

Sekali/

Resep

Sehari

Sekali/ Sehari

Keterangan

Dosis anak-anak:
30-100

125 mg/ 5 mL x

mg/kg/hari dalam
Biothicol

dosis terbagi =
30-100 mg/kg x

15 mL (3x
-

sehari 1 sendok
teh) = 375

25 kg = 750-2500

mg/hari.

mg/hari (Finch et

Lacto B

al., 2010).
1.109 CFU/mg
6.109 CFU/mg
Dosis untuk anak

1-10 tahun:
Interzinc

Stesolid

10 mg per hari

2 bungkus

Masuk dalam

(2.109)
20 mg/5 mL x

rentang terapi

2,5 mL (1/2
-

sendok teh per

(Lacy et al.,

hari) = 10 mg

2007)
Dosis anak-anak:

per hari

0,12-0,8

2 mg/5 mL x 15

mg/kg/hari (Lacy

mL (3 kali

et al., 2007) =

Underdose

sehari 1 sendok

0,12-0,8 mg/kg x

teh, 5 mL) = 6

25 kg = 3-20

mg/hari

Masuk dalam
rentang terapi

Masuk dalam
rentang terapi

mg/hari
Dari anamnesis kefarmasian di atas menunjukan bahwa penggunaan Lacto
B, Interzinc, dan Stesolid dalam resep pada pasien ini tidak overdose maupun

22

underdose (masuk dalam rentang terapetik). Sedangkan pemberian Biothicol


dalam resep tidak masuk dalam rentang terapi (underdose).
5.3.1. Drug Related Problem (DRP)
Analisis penggunaan obat yang rasional dapat dilakukan dengan identifikasi
Drug Related Problem (DRP) yang berpotensi terjadi dari obat yang diresepkan
oleh dokter. Terdapat delapan parameter DRP yang harus dianalisa oleh apoteker,
yakni sebagai berikut:
Tabel 4.3. Drug related problem (DRP)
DRP

Biothicol

Lacto B

Interzinc

Unnecessary drug
therapy
Wrong drug
Dose too low
Dose too high
Adverse drug reaction
Interaksi Obat
Inappropriate adherence
Needs additional drug

Stesolid

therapy
A. Unnecesary Drug Therapy
Setelah apoteker melakukan penggalian informasi terhadap pasien, paketahui
bahwa pasien tidak mengalami kejang, sehingga pemberian Stesolid (mengandung
diazepam) yang diinpakasikan untuk relaksasi otot pada usus dianggap kurang
tepat (tidak diperlukan).
B. Dose Too Low
Dosis Biothicol untuk anak-anak: 30-100 mg/kg/hari dalam dosis terbagi.
Sehingga perhitungannya pasien mendapat obat adalah 30-100 mg/kg x 25 kg =
750-2500 mg/hari (Finch et al., 2010). Sedangkan pada resep, Biothicol diberikan
3x sehari 1 sendok teh (5 mL) sehingga perhitungan pasien mendapat obat adalah
125 mg/ 5 mL x 15 mL = 375 mg/hari. Untuk itu dosis yang diresepkan tidak
masuk dalam rentang terapi (underdose).
C. Inappropriate Adherence

23

Banyaknya jumlah obat yang diresepkan dan pemberiannya pada waktu yang
berbeda-beda serta ditunjang dengan pasien yang masih anak-anak membuat
munculnya masalah kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat-obat tersebut.
5.3.2. Pengatasan DRP
Adapun pengatasan DRP yang terjadi antara lain :
A. Unnecesary Drug Therapy
Apoteker dapat melakukan konsultasi lebih lanjut dengan dokter penulis resep
mengenai pemberian Stesolid. Karena tidak ada kejang pada pasien, maka pasien
tidak perlu diberikan Stesolid.
B. Dose Too Low
Biothicol dapat diberikan 3x sehari masing-masing 10 mL, sehingga
perhitungan pasien mendapat obat adalah 125 mg/ 5 mL x 30 mL = 750 mg/hari
dan telah masuk dalam rentang terapi.
C. Inappropriate Adherence
Masalah kepatuhan pasien dapat diatasi dengan cara memberikan kartu yang
berisi catatan waktu pemberian obat serta memberikan edukasi kepada Ibu PR
mengenai pentingnya waktu minum obat.
5.4.

Plan
Setelah melakukan skrining terhadap resep tersebut maka perlu dilakukan

rencana dalam terapi pasien. Karena resep disimpulkan dapat dilayani, maka
rencana yang akan dilakukan apoteker untuk selanjutnya adalah:
5.4.1. Konfirmasi pada Dokter Penulis Resep
Dalam kasus ini, apoteker menemukan adanya DRP dari obat-obatan yang
diresepkan yang perlu pakonsultasikan dengan dokter penulis resep. DRP yang
perlu pakonsultasikan adalah masalah obat seharusnya tidak diperlukan dalam
terapi. Pertimbangan dalam membatalkan pemberian Stesolid pada resep perlu
dilakukan dengan menghubungi dokter penulis resep untuk mengkonfirmasi hal
tersebut. Berikut ini adalah dialog apoteker dan dokter melalui telepon terkait
konsultasi pertimbangan membatalkan stesolid yang dilakukan oleh apoteker.

24

Apoteker : Selamat sore Dok, saya Dwi apoteker di Apotek Rebel Medika
Farma.
Dokter

: Iya selamat sore, ada apa?

Apoteker : Begini Dok, saya ingin mengkonsultasikan terkait dengan resep


atas nama Anak Didi
Dokter

: Maaf, resep yang mana ya? Karena kebetulan pasien saya hari ini
banyak.

Apoteker : Ini Dok, dalam resep tertulis Biothicol, Lacto B, Interzinc, dan
Stesolid.
Dokter

: Oh iya. Ada apa?

Apoteker : Begini Dok, berdasarkan informasi dari Ibu PR dan anamnesis


kefarmasian yang saya lakukan, saya ingin menanyakan mengenai
diagnosis dokter ke pasien, apakah diare yang dialami pasien itu
kira-kira disebabkan karena kolera Dok? Jika iya, apa
pertimbangan

pemberian

biothicol

yang

mengandung

thiampenicol pada pasien, Dok? Menurut literatur yang saya baca


thiampenicol bukan merupakan lini pertama untuk diare yang
disebabkan karena kolera.
Dokter

: Iya benar, Pak, pasien mengalami diare yang disebabkan karena


kolera. Walaupun thiampenicol bukan merupakan lini pertama
dalam terapi kolera, namun masih bisa diberikan ke pasien
sebagai terapi alternatif mengingat banyak pasien sekarang telah
mengalami resistensi terhadap antibiotik lini pertama untuk kolera
seperti tetrasiklin.

Apoteker : Baik, Dok. Selain itu juga, dari informasi yang saya peroleh dari
Ibu PR, Anak Didi tidak ada mengalami kejang, untuk itu apakah
pemberian Stesolidnya dapat dibatalkan Dok? Dilihat juga dari
segi farmakoekonominya, agar pasien dapat membeli obat sesuai
kebutuhannya saja dengan harga yang terjangkau. Atau mungkin
dokter punya pertimbangan lain mengenai pemilihan stesolid
tersebut Dok? Dan untuk dosis Biothicol, setelah dilakukan

25

perhitungan kembali, seharusnya Anak Didi memperoleh 7502500 mg per hari, namun di resep tertulis pemberiannya 3x sehari
masing-masing 5 mL, dimana pasien hanya memperoleh 375 mg.
Jadi apakah dosisnya bisa ditingkatkan untuk mencapai efek
terapinya, Dok?
Dokter

: Oh iya kalau begitu dibatalkan saja ya pemberian Stesolidnya,


Pak. Untuk obat lainnya tetap diberikan sesuai dengan anjuran ya
kecuali Biothicol sesuaikan saja dengan dosis lazimnya, jadi
diberikan 3x sehari masing-masing 10 mL. Tolong pasien juga di
KIE jika belum membaik dalam 3 hari, lebih baik pergi ke dokter
melakukan pemeriksaan kembali.

Apoteker : Baik Dok, terima kasih Dok, selamat siang.


Dokter

: Iya selamat siang, Pak.

5.4.2. Compounding
A. Penyiapan Obat
Apabila resep dan DRP mengenai obat telah dikonsultasikan oleh apoteker
kepada dokter dan pasien serta obat yang diperlukan tersedia pada apotek, maka
selanjutnya dilakukan proses penyiapan obat. Sediaan sirup yang tercantum pada
resep masing-masing diberikan pelabelan sesuai dengan etiket yang telah dibuat
yaitu etiket berwarna putih karena berupa sediaan oral, sediaan sebuk oral LactoB dimasukkan ke dalam klip dan diberikan pula etiket putih yang sesuai.
Keterangan yang dicantumkan pada etiket meliputi nomor resep, tanggal, nama
pasien, nama obat, frekuensi penggunan obat dan waktu pemakaian obat.

B. Pelabelan
Penempelan etiket pada kemasan obat maupun klip akan memudahkan pasien
untuk mengkonsumsi dan menghindari terjadinya kesalahan penggunaan obat.
Berikut adalah etiket yang digunakan untuk masing-masing obat yang diresepkan.

26

a.

Etiket Biothicol

b.

Etiket Lacto B

27

c.

Etiket Interzinc

C. Catatan Waktu Pemberian Obat


28

Ketaatan pasien untuk mengkonsumsi obat yang diresepkan akan sangat


berpengaruh terhadap kesembuhan pasien tersebut. Atas dasar itulah sebagai
seorang apoteker hendaknya memberikan solusi atas masalah tersebut dengan
memberikan kartu catatan waktu pemberian obat kepada Ibu PR.

Waktu Pemberian Obat


Nama
obat

Pagi hari

Siang hari

Malam hari

(pk 07.00 WITA)


Setela
Sebelu
Saat
h
m
makan
maka
makan
n
1 jam

(pk 13.00 WITA)

(pk 19.00 WITA)


Setela
Sebelu
Saat
h
m
maka
maka
makan
n
n
1 jam

Sebelu
m
makan

Saat

Setelah

makan

makan

1 jam

sesuda
h

Biothicol
-

makan

bungku

bungku

dicamp

h
-

dicamp

ur pada

ur pada

makana

makana

makan
2
sendo

teh

k teh

Lacto B

makan
sendok

sendo

sesuda

sesudah

k teh

1 jam
sebelum
Interzinc

makan

sendok
teh

Tabel 4.4. Waktu pemberian obat

5.4.3. DISPENSING dan Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE)


Penyerahan obat-obat dalam resep disertai dengan pemberian KIE kepada Ibu
PR. Dalam hal ini diberikan edukasi kepada Ibu PR untuk perbaikan kondisi
secara

nonfarmakologi.

Penyerahan

29

obat

dan

KIE

bertujuan

untuk

mengoptimalkan terapi pada pasien. Pada penyerahan obat dan KIE informasi
mengenai obat yang perlu disampaikan antara lain: cara penggunaan obat, aturan
pakai obat, waktu penggunaan obat, dan ADR yang mungkin terjadi. Penyerahan
obat dan KIE kepada pasien meliputi:
1. Terapi Farmakologi
Biothicol
- Indikasi

Antibiotik untuk mengatasi

infeksi yang disebabkan oleh Salmonella, H.


influenza, dan bakteri gram negatif lainnya.
- Cara penggunaan

Diminum 2 sendok

teh, pakocok sebelum diminum dan digunakan


sampai habis (dihabiskan)
- Aturan pakai

Tiga kali sehari 2

sendok teh
- Waktu pemberian : Pakonsumsi pada saat
perut kosong (1 jam sesudah makan)
- Efek samping

Reaksi

hipersensitif (anafilaktif, urtikaria)


- Penyimpanan

Simpan ditempat

sejuk dan kering, terlindung dari cahaya

Lacto B
- Indikasi

Probiotik untuk terapi pada

diare
- Cara penggunaan

Diminum

langsung

maupun dicampur dengan makanan dan digunakan


selama 5 hari
- Aturan pakai :

30

Tiga kali sehari

- Waktu pemberian

Saat makan

- Efek samping :

Perut kembung dan infeksi

- Penyimpanan :

Sebaiknya disimpan di dalam

lemari es (2-8C)
Interzinc
- Indikasi

Mikronutrien pengganti zinc

yang hilang akibat diare serta mereduksi durasi dan


tingkat keparahan diare
- Cara penggunaan

Diminum sendok

teh, pakocok sebelum diminum dan digunakan


selama 10-14 hari
- Aturan pakai :

Satu kali sehari

- Waktu pemberian

- Efek samping :

Nyeri

1 jam sebelum makan


abdomen,

mual,

muntah dan gastritis


- Penyimpanan :

Obat disimpan pada tempat

kering dan terhindar dari matahari

2. Terapi Nonfarmakologi
Pengaturan diet merupakan prioritas utama untuk pengobatan diare. Klinisi
akan merekomendasikan untuk menghentikan makanan padat selama 24 jam dan
menghindari produk-produk yang mengandung susu. Apabila terjadi mual dan
muntah tingkat sedang maka diberikan diet residu rendah yang mudah dicerna
selama 24 jam. Diet rendah residu adalah diet yang dirancang untuk mengurangi
frekuensi dan volume tinja sementara memperpanjang waktu transit usus. Hal ini
mirip dengan diet rendah serat, tetapi biasanya mencakup pembatasan makanan
yang dapat meningkatkan aktivitas usus. Rehidrasi dan perbaikan air dan elektrolit
adalah perawatan primer sampai diet berakhir. Apabila muntah dan dehidrasi tidak
parah, pemberian makanan enteral merupakan metode yang terpilih. Menjaga

31

kebersihan makanan dan minuman yang pakonsumsi merupakan langkah


preventif untuk mengantisipasi terjadinya diare akibat dari bakteri atau parasit
misalnya cacing (Sukandar dkk., 2008). Selain itu pasien juga direkomendasikan
untuk istirahat yang cukup. Berdasarkan WHO (2005), edukasi yang dapat
diberikan kepada Ibu PR adalah sebagai berikut:
a. Edukasi Ibu PR untuk memberikan cairan rehidrasi. Jika tersedia di rumah,
sebaiknya ibu memberikan ORS (oral rehydration solution) kepada pasien.
ORS tidak hanya berfungsi sebagai treatment dehidrasi, namun juga terbukti
dapat mencegah dehidrasi yang muncul pada anak yang mengalami diare.
Seorang apoteker hendaknya memberikan advice kepada Ibu PR mengenai
cairan yang sebaiknya diberikan. Berikut adalah daftar cairan yang dapat
diberikan kepada pasien.
Good Liquid Without Salt
Clean water
Unsalted rice water
Unsalted yogurt drink
Green coconut water
Weak tea
Unsweetened fresh fruit juice

Good Liquid With Salt


ORS solution
Salted soup
Salted yogurt drink
Salted rice water

Pada kasus ini, pasien Didi berusia 8 tahun mengalami dehidrasi


moderat. Berdasarkan literatur, untuk anak 8 tahun (berat badan 16-29,9 kg)
dengan dehidrasi moderat sebaiknya diberikan ORS (Oral Rehydration
Solution) dengan jumlah 1200-2200 mL.

32

Gambar 4.7. Rekomendasi Terapi Rehidrasi Oral pada Diare (Lazzerini, 2012)
Selain itu, dijelaskan pula kepada Ibu PR mengenai cairan yang sebaiknya
tidak diberikan untuk pasien seperti: soft drink, sweetened tea, sweetened
fruit drinks, atau kopi.
b. Edukasi Ibu PR mengenai penggunaan suplemen zinc. Apoteker hendaknya
menjelaskan kepada Ibu PR mengenai pentingnya penggunaan zinc. Zinc
terbukti mampu mereduksi durasi dan tingkat keparahan diare. Zinc sangat
berperan penting dalam sistem imun anak dan akan menghindari anak
mengalami diare kembali setelah 2-3 bulan terapi. Kemudian ingatkan Ibu PR
mengenai pentingnya pemberian zinc secara penuh selama 10-14 hari
meskipun diare telah berhenti. Jelaskan kembali kepada Ibu PR bahwa zinc
mampu memperbaiki kesehatan, pertumbuhan serta nafsu makan anak.
c. Edukasi Ibu PR mengenai terapi antibiotik dengan tiamfenikol memerlukan
perhatian khusus, sehubungan dengan pasien yang masih berumur 8 tahun
maka perlu diberikan KIE kepada orang tua pasien agar anaknya taat
mengkonsumsi obat 3x sehari dan harus dihabiskan untuk mencegah
terjadinya resistensi terhadap antibiotik tersebut.
d. Edukasi Ibu PR mengenai makanan yang pakonsumsi anak. Jelaskan
mengenai makanan yang sebaiknya dihindari, seperti:
33

Makanan kaya serat dan jumlah berlebih, seperti buah dan sayur yang
tidak halus, maupun sereal karena akan sulit untuk dicerna

Makanan dengan kandungan gula yang tinggi karena dapat memperparah


diare

Berikan pula rekomendasi mengenai cara menyiapkan makanan, yaitu dengan


memasak yang baik sehingga makanan mudah untuk dicerna. Sebaiknya
berikan anak makanan fresh untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya
diare. Selain itu berikan pengertian bahwa anak yang mengalami diare
penting untuk diberikan nutrisi bukan memaksa anak untuk tidak
mengkonsumsi makanan.
e. Edukasi Ibu PR mengenai kondisi klinis yang mengharuskan pasien untuk
memperoleh pertolongan medis segera, seperti ketika anak telah kehilangan
banyak feses, merasa sangat haus, mata cekung (3 tanda dehidrasi pada anak),
kondisi tidak membaik setelah 3 hari, demam serta tidak dapat makan dan
minum secara normal.
f. Edukasi Ibu PR mengenai higienitas di lingkungan rumah yang dapat
dilakukan untuk mengontrol terjadinya kolera seperti yang tercantum pada
Gambar 4.8.

34

Gambar 4.8. Higienitas Lingkungan Rumah dalam Mengontrol Terjadinya


Kolera (Bauernfeind et al., 2014)
III.

Monitoring dan Evaluasi


Monitoring dan evaluasi harus tetap dilakukan terhadap kondisi dari pasien

dimana bertujuan untuk memantau apakah pengobatan yang disarankan telah


dilakukan dengan baik oleh pasien. Selain itu, monitoring dilakukan untuk
mengetahui kondisi kesehatan dari pasien setelah menggunakan obat tersebut
apakah obat yang diberikan memberikan efek yang signifikan, tidak memberikan
efek, atau malah menimbulkan efek yang merugikan (Adverse Drug Reaction)
pada pasien. Monitoring akan sangat membantu untuk melakukan penanganan
lebih lanjut kepada pasien dan meningkatkan kualitas kesehatan pasien.
Monitoring dan evaluasi dapat dilakukan terhadap pasien adalah:
1. Memantau kepatuhan pasien terhadap obat.
2. Memonitoring efek samping obat pada pasien.
3. Melayani segala informasi yang dibutuhkan pasien pasca obat tersebut
diberikan.
4. Menginformasikan hari kontrol pasien 2-3 hari sebelumnya.
5. Mendokumentasikan riwayat pengobatan pasien (Patient Medication Record).

35

DAFTAR PUSTAKA
Aslam, M., Tan, C. K., Prayitno, A. (2003). Farmasi Klinis (Clinical Pharmacy),
Menuju Pengobatan Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien. Jakarta:
Elex Media Komputindo.
Bauernfeind, A., et al. 2014. Cholera Guidelines.2nd Edition. French: Medecins Sans
Frontieres.
CDC. 2011. Global Disease Detection (GDD) Manual Rapid Diagnostic Tests for
Epidemic Diseases. Atlanta: Central for Disease Control and Prevention.
CDC. 2013. Recommendation for the Use of Antibiotic for the Treatment of Cholera.
Atlanta: Central for Disease Control and Prevention.
Davey, Patrick. 2005. At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga Medical Series.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (DepKes RI). 1989. Farmakope
Indonesia Edisi III. Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan
Makanan
Dipiro, Joseph T et al. 2008. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach,
Seventh Edition. New York: McGraw-Hill.
Feldman, M., S. Lawrence, Friedman, J. Brandt. 2010. Sleisenger and Fordtrans
Gastrointestinal

and

Liver

Disease:

Pathophysiology/

Diagnosis/

Management. Elsivier.
Finch, R.G., D. Greenwood, S.R. Norrby, R.J. Whitley. 2010. Antibiotic and
Chemotherapy 9th Edition. Elsevier Limited.
Kemeterian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Modul Penggunaan Obat Rasional.
Jakarta: Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian, Direktorat Jendral Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1027 tahun 2004 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek

36

Lacy, C., L. L. Armstrong, M. P. Goldman dan L. L. Lance. 2007. Drug Information


Handbook: A Comprehensive Resources for All Clinicians and Healthcare
Professionals. Ohio: Lexi-Comp.
Lazzerini, Marzia. 2012. Evidence Based Treatment of Cholera: A Review of Existing
Literature. Croatia: InTech.
MenKes RI. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
WHO. 2005. Diarrhoea Treatment Guidelines for Clinic-Based Healthcare Workers.
USA: MOST.
Sukandar, Y. Y. R. Andrajati, J. I. Sigit, I. K. Adnyana, A. A. P. Setiadi dan
Kusnandar. 2008. ISO Farmakoterapi. Jakarta: PT ISFI Penerbitan.
Rahmawati, F. dan Oetari, R.A. 2002. Kajian Penulisan Resep: Tinjauan Aspek
Legalitas dan Kelengkapan Resep di Apotek-Apotek Kotamadya Yogyakarta.
Majalah Farmasi Indonesia, 13(2): 86-94.
Vitahealth. 2006. Seluk Beluk Food Suplement. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
WGOGG. 2012. Acute Diarrhea in Adults and Children: A Global Perspective. UK:
World Gastroenterology Organization Global Guidelines.
WHO. 2004. Clinical Management of Acute Diarrhoea. Geneva: World Health
Organization.

37

Anda mungkin juga menyukai