Anda di halaman 1dari 6

TUGAS INDIVIDU

STASE FARMASI SATELIT KHUSUS


INTENSIVE CARE UNIT

Oleh:
Merry Ella Agustin Setyaningsih, S. Farm.
19/451181/FA/12400
Universitas Gadjah Mada

PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA
PERIODE FEBRUARI-MARET
2020
1. Macam-macam pelarut

Macam-macam pelarut obat yang dapat digunakan yaitu:


 NaCl 0,9%
 Dextrose 5% dan dextrose 10%
 Ringer Laktat
 Sterile water for injection
 Aqua Pro Injection
(Gray et.al, 2011)

2. Cara pemberian obat via suntikan

1. Injeksi intravena (i.v.)


i. Infusi intermittent
Teknik ini digunakan untuk memberikan obat dalam rentang waktu 20
menit hingga beberapa jam secara dosis tunggal atau dosis berulang. Infusi
dapat diberikan dengan konektor Y (three way) atau dengan buret in-line.
Obat yang akan diberikan terlebih dahulu dilakukan dilusi menjadi 50 mL-
500 mL. Umumnya infusi intermittent diberikan sebanyak 100 mL dalam
20-30 menit. Pelarut yang banyak digunakan adalah normal saline dan
dekstrosa 5%.
ii. Injeksi langsung (i.v. bolus/i.v. push)
Injeksi dapat diberikan dengan port injeksi di line infus, lewat indwell
canulla, atau diinjeksikan langsung ke pasien menggunakan syringe.
Injeksi langsung dilakukan jika administrasi dibutuhkan segera, pasien
tidak disarankan mendapatkan cairan dalam jumlah banyak, waktu yang
terbatas, obat yang akan diberikan berkonsentrasi tinggi, dan keinginan
pasien. Pemberian obat biasanya diberikan < 5 mL dalam waktu 2-3
menit.
2. Injeksi intramuscular (i.m.)
Injeksi intramuscular diberikan di otot, di bawah jaringan kulit. Bagian tubuh
yang sering diinjeksi adalah paha dan otot gluteal. Absorpsi dengan i.m. lebih
cepat dibanding subkutan. Injeksi intramuscular biasa diberikan secara injeksi
langsung atau teknik Z-track.
3. Injeksi subkutan
Diberikan dengan cara menginjeksikan cairan atau pellet solid ke jaringan atau
lemak di bawah kulit. Pellet dapat memberikan efek dosis obat yang tahan lama.
Teknik ini memberikan efek yang tahan lama dan konstan. Bagian tubuh yang
biasa diinjeksi subkutan adalah bagian luar dan anterior lengan atas, abdomen di
bawah costal margin, anterior paha, gluteal ventrodorsal, dan area scapular.
Bagian tubuh yang akan disuntik tidak boleh terluka, bengkak, atau mengalami
inflamasi karena akan mengganggu absorpsi.
4. Injeksi intraarticular
Dilakukan dengan menyuntikkan ke daerah synovial sendi. Biasanya diberukan
untuk mengurangi nyeri dan inflamasi dan mengembalikan fungsi sendi pada
pasien rheumatoid arthritis. Injeksi tidak dilakukan apabila diduga ada infeksi di
sendi atau jaringan di sekitarnya.
(Gray et.al, 2011)

3. Macam interaksi obat

Interaksi obat adalah efek yang ditimbulkan dari dua atau lebih obat yang
diberkan secara bersamaan. Interaksi obat dapat membahayakan apabila terjadi pada
obat dengan jendela terapi sempit seperti fenitoin dan obat yang membutuhkan control
dosis yang ketat seperti antikoagulan, antihipertensi dan antidiabetes. Interaksi obat
dibedakan menjadi interaksi farmakodinamik dan interaksi farmakokinetik.

Interaksi farmakodinamik adalah interaksi antara obat-obat yang mempunyai


efek farmakologi atau efek samping yang serupa atau yang berlawanan. Interaksi ini
dapat disebabkan karena kompetisi pada reseptor yang sama, atau terjadi antara obat-
obat yang bekerja pada sistem fisiologik yang sama. Interaksi ini biasanya dapat
diperkirakan berdasarkan sifat farmakologi obat-obat yang berinteraksi.

Interaksi farmakokinetik adalah interaksi yang terjadi apabila satu obat


mengubah absorpsi, distribusi, metabolisme, atau ekskresi obat lain. Dengan demikian
interaksi ini meningkatkan atau mengurangi jumlah obat yang tersedia (dalam tubuh)
untuk dapat menimbulkan efek farmakologinya. Tidak mudah untuk memperkirakan
interaksi jenis ini dan banyak diantaranya hanya mempengaruhi pada sebagian kecil
pasien yang mendapat kombinasi obat-obat tersebut. Interaksi farmakokinetik yang
terjadi pada satu obat belum tentu akan terjadi pula dengan obat lain yang sejenis,
kecuali jika memiliki sifat-sifat farmakokinetik yang sama.

(BPOM, 2015)

4. Perbedaan ODD dan UDD

a. One Daily Dose (ODD)


Sistem distribusi One Daily Dose dilakukan dengan menyiapkan obat untuk sehari
dosis pemberian kepada pasien. Keuntungan dari cara ini adalah pelayanan yang
diberikan lebih berorientasi pada pasien, menurunkan biaya obat, mengurangi
medication error serta pengelola stok obat secara sentralisasi sehingga
pengendalian obat bisa ditingkatkan. Kelemahan sistem ini adalah membutuhkan
SDM lebih banyak, beban kerja Instalasi Farmasi menjadi berlipat ganda, terjadi
pemborosan embalase, penulisan permintaan obat berulang-ulang, dapat terjadi
keterlambatan pemberian obat atau lupa tidak dilanjutkan.
b. Unit Daily Dose (UDD)
Sistem distribusi Unit Dose Dispensing dilakukan dengan menyiapkan obat untuk
sekali dosis pemberian kepada pasien. Cara pemberian ini meningkatkan
kepatuhan pasien dan meminimalkan beban biaya obat yang tidak digunakan
pasien. Cara ini sangat dianjurkan untuk pasien rawat inap mengingat dengan
sistem ini tingkat kesalahan pemberian Obat dapat diminimalkan dibandingkan
dengan sistem floor stock atau resep individu (Kementrian Kesehatan, 2016).

5. Sifat-sifat Obat Injeksi (Parenteral)


Sifat-sifat obat injeksi (parenteral) berdasarkan tingkat potensial menyebabkan kerusakan
jaringan bila terjadi ekstravasasi yaitu:
a. Vesicant
Obat yang menyebabkan nekrosis jaringan atau pembentukan blitsters pada jaringan
sekitar tempat suntikan. Contoh: Actinomycin D, Dactinomycin, Daunorubicin,
Doxorubicin, Epirubicin, Idarubicin, Mitomycin C, Vinblastine, Vindesine,
Vincristine, dan Vinorelbine.
b. Exfoliant
Menyebabkan peradangan dan pengelupasan kulit tetapi kecil kemungkinannya
menyebabkan kematian jaringan. Contoh: Aclacinomycin, Cisplatin, Docetaxel,
Liposomal Doxorubicin, Mitoxantrone, Oxaliplatin, dan Paclitaxel.
c. Irritant
Menyebabkan peradangan, iritasi atau rasa sakit di lokasi ekstravasasi tetapi jarang
menyebabkan kerusakan jaringan. Memberikan rasa terbakar di vena ketika
disuntikkan. Contoh: Bendamustine, bleomycin, carboplatin, dexrasoxane,
etoposide, teniposide, dan topotecan.
d. Inflammitant
Menyebabkan peradangan ringan dan sedang dan kambuh di jaringan lokal.
Menyebabkan eritrema yang tidak sakit dan flare reaction. Contoh: bortezomib, 5-
fluorouracil, methotrexate, dan raltitrexed.
e. Neutral
Obat yang ketika disuntikkan tidak menyebabkan peradangan atau kerusakan
jaringan. Contoh: antibody monoclonal (rituximab dan trastuzumab), asparaginase,
bevacizumab, bleomycin, bortezomib, cetuximab, cyclophosphamide, cytarabine,
eribulin, fludarabine, gemcitabine, ifosfamide, melphalan, rituximab, dan
trastuzumab.
(Kreidieh et. al., 2010).

Daftar Pustaka
BPOM RI, 2015, Interaksi Obat, diakses dari
http://pionas.pom.go.id/ioni/lampiran-1-interaksi-
obat-0 22 Februari 2020.

Gray, et al., 2011. Injectable Drugs Guide. USA: Pharmaceutical Press.


Kemenkes RI, 2016, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016
Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, diakses dari
https://www.persi.or.id/images/regulasi/permenkes/pmk722016.pdf 22 Februari 2020.

Kreidieh, F. Y., Moukadem, H. A., & El Saghir, N. S. (2016). Overview, Prevention and
Management of Chemotherapy Extravasation. World Journal of Clinical Oncology, 7(1),
87–97. https://doi.org/10.5306/wjco.v7.i1.87.

Anda mungkin juga menyukai