Anda di halaman 1dari 21

STUDI KELAYAKAN BISNIS

ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL

Oleh:

 Putu Arya Dananjaya (1807521084)


 Fenny Wijaya (1807521091)
 I Made Katana Wirasatya (1807521099)
 Elisabeth Marcella Justicia Purba (1807521111)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS UDAYANA
2020
KATA PENGANTAR

            Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan RahmatNya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
makalah mata kuliah STUDI KELAYAKAN BISNIS tentang ASPEK EKONOMI
DAN SOSIAL DALAM STUDI KELAYAKAN BISNIS.
            Kami juga menyadari bahwa tugas ini masih banyak kekurangan oleh
karena itu kami memohon maaf jika ada kesalahan dalam penulisan dan kami
juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna kesempurnaan
tugas ini.
            Akhir kata kami ucapkan terima kasih. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat dan bisa menambah pengetahuan bagi pembaca.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.
Dalam perencanaan sebuah bisnis, baik bagi bisnis yang baru dirintis,
atau pun jenis bisnis perluasan dari usaha yang sudah ada, selain
mempertimbangkan aspek-aspek yang terkait dengan masalah pasar dan
pemasaran, teknis, manajemen termasuk amdal, juga perlu ditelaah manfaat
bisnis tersebut bagi masyarakat luas termasuk pengaruhnya terhadap
perekonomian masyarakat sekitar maupun perekonomian negara. Analisis pada
aspek sosial ekonomi menekankan pada penilaian sejauh mana proyek bisnis
yang akan dijalankan mendapat dukungan ataupun berkontribusi pada perilaku
dan pola kehidupan masyarakat termasuk manfaatnya terhadap perekonomian
masyarakat sekitar lokasi bisnis maupun perekonomian negara secara makro
yaitu apakah bisnis itu akan membantu pertumbuhan perekonomian ataukah
justru sebaliknya, membebani perekonomian, seberapa banyak bisnis dapat
menyerap tenaga kerja, bagimana dampaknya terhadap kesejahteraan
masyarakat, penyediaan produk/jasa secara lokal, regional maupun nasional,
bahkan bagaiman pengaruh bisnis terhadap perubahan devisa negara.

Mengingat bahwa kondisi yang akan datang dipenuhi dengan


ketidakpastian, maka diperlukan pertimbangan-pertimbangan tertentu karena
didalam studi kelayakan terdapat berbagai aspek yang harus dikaji dan diteliti
kelayakannya sehingga hasil daripada studi tersebut digunakan untuk
memutuskan apakah sebaiknya proyek atau bisnis layak dikerjakan atau ditunda
atau bahkan dibatalkan. Hal tersebut diatas adalah menunjukan bahwa dalam
studi kelayakan akan melibatkan banyak tim dari berbagai ahli yang sesuai
dengan bidang atau aspek masing-masing seperti ekonom, hukum, psikolog,
akuntan, perekayasa teknologi dan lain sebagainya .

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan analisis ekonomi dan finansial?
2. Bagaimana pendekatan yang digunakan untuk analisa ekonomi?
3. Apa saja manfaat dari aspek ekonomi dan sosial?

C. Tujuan
1. Menjelaskan mengenai analisis ekonomi dan finansial
2. Menjelaskan tentang pendekatan yang dipergunakan untuk analisa
ekonomi
3. Menjelaskan manfaat dari aspek ekonomi dan sosial
BAB II
PEMBAHASAN

ANALISIS EKONOMI DAN ANALISIS KEUANGAN


Analisis ekonomi (economic analysis) suatu proyek bisnis tidak hanya
memperhatikan manfaat yang dinikmati dan pengorbanannya yang ditanggung oleh
perusahaan, tetapi oleh semua pihak dalam perekonomian. Sedangkan analisis yang
hanya membatasi manfaat dan pengorbanan dari sudut pandang perusahaan disebut
sebagai analisis keuangan atau analisis finansial (financial analysis).
Dengan demikian hampir dapat dipastikan bahwa analisis kedua aspek tersebut
akan memberikan hasil yang berbeda. Perbedaan akan menjadi makin besar jika
terdapat berbagai disorsi dalam pembentukan harga. Meskipun demikian, perlu disadari
bahwa suatu proyek bisnis mungkin saja memberi manfaat yang lebih besar kepada
ekonomi nasional daripada kepada perusahaan yang menjadi pelaksana proyek bisnis
tersebut. Upaya untuk mengindentifikasi manfaat dan pengorbanan bukan hanya dari
sudut pandang perusahaan, merupakan tujuan analisis ekonomi suatu proyek bisnis.
Dalam analisis ini kita hanya membatasi manfaat dan pengorbanan ekonomi,
dan tidak melangkah jauh ke aspek manfaat dan pengorbanan dari aspek sosial. Yang
terakhir ini sering disebut social cost and benefits analysis (SCBA). Memang dalam
SCBA analisis dilakukan dengan lebih lengkap, tetapi seringkali tidak mudah untuk
mengkunatifikasikan manfaat dan pengorbanan sosial. Karena itulah kita membatasi diri
pada analisis ekonomi yang lebih mudah dan obyektif perhitungannya.
Analisis ekonomi terutama penting dilakukan untuk proyek bisnis. Proyek bisnis
yang berskala besar, yang seringkali menimbulkan perubahan dalam penambahan
supply dan demand akan produk tertentu, karena dampak yang ditimbulkan pada
ekonomi nasional akan cukup berarti. Dengan demikian jika kita misalnya akan
mendirikan jasa persewaan computer untuk melayani para mahasiswa mungkin sekali
kita tidak perlu melakukan analisis ekonomi pada bisnis tersebut.
Secara rinci analisis ekonomi dilakukan dengan alasan karena adanya:
1. Ketidaksempurnaan pasar (termasuk didalamnya berbagai distorsi yang
ditimbulkan oleh peraturan pemerintah). Contoh – contoh yang dapat dijumpai
adalah adanya pengendalian harga ( termasuk pengendalian suku bunga kredit),
kedudukan monopoli, dan sebagainya.
2. Adanya pajak dan subsidi. Pajak berarti pendistribusian sebagian kekayaan
konsumen atau perusahaan kepada pemerintah. Adanya pajak penghasilan akan
mengurangi profitabilitas proyek bisnis di mata perusahaan, tetapi meningkatkan
kekayaan pemerintah.
3. Berlaklunya konsep consumers surplus dan producers surplus.
Pada saat terjadi penambahan supply karena adanya suatu proyek bisnis, maka
mungkin akan terjadi penurunan harga. Bagi perusahaan yang melaksanakan
proyek bisnis tersebut , harga yang relevan tentu saja adalah harga yang baru
(yang lebih rendah dari harga lama). Dari sisi konsumen, sebaliknya mereka
diuntungkan dalam hal bisa memperoleh barang dengan harga yang lebih
murah.
Demikian pula jika terjadi kenaikan demand karena adanya suatu proyek
bisnis (missal demand akan bahan baku meningkat) sehingga terjadi kenaikan
harga. Perusahaan sponsor proyek tersebut harus membayar harga yang lebih
mahal , tetapu bukankah kenaikan harga tersebut dinikmati oleh produsen bahan
baku?
Sedangkan analisis biaya dan manfaat sosial (SCBA) melakukan analisis
dengan memperhatikan tambahan faktor-faktor berikut ini :
1. Masalah externalities. Masalah eksternal menunjukkan suatu “produk” spesifik
yang mempunyai karakteristik debagai berikut:
a. Tidak sengaja diciptakan oleh perusahaan, tetapi timbul karena kegiatan
ekonomi yang sah
b. Di luar kendali mereka yang terkena dampak externality tersebut
c. Externality tidak diperdagangkan
2. Perhatian pada pendistribusian penghasilan yang lebih merata
3. Perhatian akan peningkatan savings yang diharapkan akan meningkatkan
investasi.
4. Pertimbangan akan merit wants. Di mata masyarakat, mungkin suatu proyek
bisnis lebih diperlukan dari proyek bisnis yang lain. Misalnya proyek bisnis
makanan bayi mungkin menghasilkan merit yang lebih besar dibandingkan
proyek bisnis minuman keras.

KONSEP CONSUMER SURPLUS DAN PRODUCER SURPLUS


Konsep consumer surplus berkaitan erat dengan konsep consumer willingness to pay
yang berguna untuk mengihtung harga yang relevan pada analisis ekonomi. Untuk
menjelaskan konsep tersebut, perhatikan gambar 18.1 berikut ini.
Pada gambar 18.1 garis DD’ menunjukkan kurva permintaan dan SS’
menunjukkan kurva penawaran. Titik E merupakan titik equilibrium, QQ menunjukkan
kuantitas yang dibeli dan OP menunjukkan harga per unit yang dibayar oleh konsumen.
Jika kita mengamati kurva permintaan tersebut, maka kurva tersebut mejelaskan bahwa
unit yang pertama bersedia dibayar oleh konsumen dengan harga per unit sebesar OD.
Sedangkan unit terakhir bersedia dibayar oleh konsumen dengan harga OP. Consumer
willingness to pay ditunjukkan oleh area ODEQ. Sedangkan harga yang dibayar oleh
para konsumen tersebut hanyalah OPEQ. Selisihnya (area PED) disebut sebagai
consumer surplus.
Dari sisi supply menunjukkan bahwa produsen menerima revenue sebesar
OPEQ, tetapi total biaya yang ditanggung adalah OSEQ selisihnya (area SPE) disebut
sebagai producer surplus.

Penerapan Konsep Consumer Surplus Untuk Analisis Ekonomi


Misalkan fungsi permintaan akan suatu produk adalah:
Q = 90 – 3p
Dan fungsi penawaran adalah:
Q = -7,5 + 1,87P
Dengan demikian, dapat dihitung Qequilibrium = 30 unit dan
Pequilibrium = Rp 20,-
Keadaan ini dapat digambarkan seperti pada gambar 18.2
Sekarang misalkan ada suatu proyek bisnis yang akan menambah supply
sebesar 10 unit. Karena penambahan supply ini, maka kurva penawaran akan bergeser
ke kanan, sehingga harga akan turun. Pergeseran kurva penawaran tersebut
ditinjukkan dari kurva penawaran yang baru yaitu DS’. Bagaimana persamaan kurva
penawaran yang baru tersebut?
Persamaan kurva penawaran yang lama bisa dituliskan menjadi :
P = 4 + (16/30)Q
Kurva penawaran yang baru masih mempunyai slope yang sama, yaitu (16/30). Dengan
demikian, persamaan kurva yang baru dapat dituliskan menjadi :
P = a + (16/30)40
Kita tahu bahwa pada saat Q = 40, P = 20. Dengan demikian,
20 = a +(16/30)40
a = -(4/3)
Dengan demikian persamaan kurva penawaran yang baru adalah :
P = -(4/3) + (16/30)Q
Dengan pergeseran kurva penawaran yang baru tersebut, maka akan terbentuk harga
dan kuantitas equilibrium yang baru, yaitu
P’ekuilibrium = Rp18
Q’ekuilibrium = 36,15 unit (Q2)
Ini berarti dengan adanya proyek bisnis yang akan menambah supply sebesar
10 unit akan mengakibatkan sebagian produsen yang lama mengurangi produksinya
karena penurunan harga. Jumlah unit yang dihasilkan dalam perekonomian menjadi
36,15 bukan sebesar 40. Harga baru yang terbentuk adalah Rp18. Bagi produsen baru
(yang menjalankan proyek bisnis tersebut) revenue yang diterimanya adalah,
10 x Rp18 = Rp180
Meskipun demikian, dalam perekonomian terdapat satu pihak yang juga
diuntungkan oleh adanya proyek bisnis tersebut. Pihak yang diuntungkan adalah
konsumen. Para konsumen sekarang dapat membeli produk tersebut dengan harga
hanya Rp18 dan bukan lagi Rp20. Nilai consumer surplus-nya adalah [(20 – 18)/2) x 10]
= Rp10. Dengan demikian, maka manfaat yang diterima oleh perekonomian adalah
Rp180 + Rp10 = Rp190
Contoh tersebut menunjukkan adanya manfaat bagi konsumen membuat
manfaat bagi perekonomian lebih besar dibandingkan dengan manfaat bagi
perusahaan.

PENDEKATAN YANG DIPERGUNAKAN UNTUK ANALISIS EKONOMI


Pendekatan yang digunakan untuk melakukan analisis ekonomi suatu proyek
bisnis pada dasarnya, mendasarkan diri atas pendekatan UNIDO Guide to Practical
Project Appraisal. Metode yang dipergunakan di sini, yaitu memulai analisis dengan
melakukan analisis profitabilitas finansial dengan berdasar atas harga pasar, atau
dengan kata lain melakukan analisis NPV dari sudut pandang perusahaan. Setelah itu,
akan dilakukan penyesuaian untuk mengestimasi manfaat bersih proyek bisnis sesuai
dengan harga ekonomi. Yang dimaksudkan dengan harga ekonomi adalah harga
seandainya tidak terdapat distorsi apapun. Penentuan harga ekonomi tersebut, dapat
juga disebut sebagai shadow price atau harga bayangan atau opportunity cost, hal ini
perlu dilakukan untuk setiap input dan output proyek bisnis. Apabila dilakukan analisis
dari sisi biaya dan manfaat sosial (SCBA), UNIDO meneruskan langkah-langkah diatas
dengan :
1) Melakukan penyesuaian dampak proyek bisnis tersebut terhadap tabungan dan
investasi.
2) Melakukan penyesuaian dampak proyek bisnis tersebut pada distribusi
pendapatan (income distribution).
3) Melakukan penyesuaian dampak proyek bisnis tersebut sesuai dengan
pertimbangan akan merit wants.
Harga Bayangan untuk Resources
1. Input dan Output yang diperdagangkan (tradeable). Suatu produk dikatakan
diperdagangkan apabila kita bisa memperolehnya di pasar dunia. Untuk jenis
produk ini harga internasional (border price) yang dinyatakan dalam satuan
moneter setempat pada kurs pasar merupakan harga bayangannya.
2. Input dan Output yang tidak diperdagangkan (non-tradeable). Suatu produk
dikatakan tidak diperdagangkan apabila, harga impornya (harga CIF) lebih besar
dari biaya produksi domestik, dan harga ekspornya (harga FOB) kurang dari
biaya produksi domestik. Nilai barang yang tidak diperdagangkan seharusnya
diukur sesuai dengan biaya produksi marjinalnya, apabila adanya proyek bisnis
menimbulkan tambahan produksi atau adanya proyek bisnis mengakibatkan
berkurangnya produksi perusahaan lain. Untuk output, kita perlu memperhatikan
consumers willingness to pay.
3. Tenaga kerja. Apabila proyek bisnis mempekerjakan tenaga kerja, maka akan
terdapat tiga kemungkinan. Proyek bisnis tersebut mungkin menarik tenaga kerja
dari sektor lain, atau proyek bisnis tersebut akan mengurangi pengangguran atau
akan mengimpor tenaga kerja dari luar negeri. Apabila proyek bisnis menarik
karyawan dari sektor lain, maka harga bayangannya adalah berapa sektor lain
bersedia membayar untuk tenaga kerja tersebut. Tetapi, jika proyek bisnis
tersebut menciptakan lapangan kerja (employment), dan mempekerjakan
mereka yang sebelumnya menganggur, maka mungkin sekali harga bayangan
tenaga kerja jauh lebih rendah dibandingkan dengan upah yang dibayarkan
perusahaan kepada mereka. Apabila proyek bisnis mengimpor tenaga kerja,
maka harga bayangannya adalah upah yang mereka inginkan ditambah dengan
premium dalam bentuk devisa yang dikirimkan ke negara asal mereka (wage
remittance).
4. Modal. Kadang-kadang suatu negara mengambil kebijakan untuk membantu
mengembangkan suatu sektor dengan jalan memberikan kredit murah. Bagi
perusahaan yang memperoleh kredit tersebut, cost of debt yang ditanggung
tentu saja sesuai dengan bunga yang dibayar (lebih murah dari seharusnya).
Meskipun demikian, dalam perhitungan harga bayangan dari modal tersebut kita
perlu memperhatikan opportunity cost dari modal tersebut. Opportunity cost
inilah yang merupakan harga bayangan dari modal tersebut, dengan
memperhatikan unsur risiko.
5. Valuta asing. Mungkin kita menjumpai adanya dua kurs valuta asing, yaitu kurs
resmi dan kurs pasar. Di berbagai negara yang sedang berkembang kurs resmi
jauh lebih rendah dari kurs pasar. Dalam keadaan itu harga bayangan yang
relevan untuk valuta asing adalah kurs pasar.
Ilustrasi Analisis Ekonomi
1. Suatu proyek bisnis investasi direncanakan akan menghasilkan 1.000.000 unit
produk per tahun. Sebagai akibat penambahan supply tersebut harga produk
diperkirakan akan turun dari Rp600 menjadi Rp500 per unit.
2. Biaya bahan baku yang diperlukan dalam satu tahun sebesar Rp50 juta. Empat
puluh persen dari nilai bahan baku tersebut diimpor, dan tarif pajak impor adalah
20%.
3. Tenaga kerja terlatih dibayar Rp50 juta per tahun. Sebagaimana di negara yang
sedang berkembang, ditaksir tenaga kerja terlatih tersebut underpaid 50%.
4. Tenaga kerja tidak terlatih dibayar juga sebesar Rp50 juta per tahun. Berlawanan
dengan tenaga kerja terlatih, tenaga kerja tidak terlatih ditaksir hanya
mempunyai opportunity cost sebesar 62,5% dari upah yang mereka terima. Hal
ini disebabkan karena mereka termasuk tidak bekerja penuh sebelum ada
proyek bisnis tersebut.
5. Aktiva tetap disusut 10% per tahun tanpa nilai sisa. Aktiva tetap yang disusut
termasuk mesin-mesin dibeli dengan harga Rp500 juta. Mesin-mesin senilai
Rp200 juta diimpor dengan bea masuk 10%. Tanah yang merupakan aktiva tetap
tidak disusut, dibeli dengan harga Rp80 juta. Diperkirakan tanah tersebut bisa
dijual dengan harga Rp140 juta. Dinilai tanah tersebut sesuai dengan harga
pasarnya.
6. Perusahaan memperoleh kredit sebesar Rp250 juta dengan suku bunga yang
umum berlaku, yaitu sebesar 20%.
7. Biaya-biaya lain sebesar Rp60 juta per tahun. Biaya-biaya ini sesuai dengan
harga pasarnya.
8. Perusahaan membayar pajak penghasilan dengan tariff sebesar 25%.

Sesuai dengan informasi tersebut dapat ditaksir operational cash flow dari sisi
perusahaan untuk analisis finansial sebagai berikut :
Penghasilan Rp500,0 juta
Biaya-biaya
Bahan baku Rp150,0 juta
Tenaga kerja
- Terlatih Rp50,0 juta
- Tidak terlatih Rp50,0 juta
Penyusutan Rp50,0 juta
Biaya lain Rp60,0 juta
Jumlah biaya Rp360,0 juta
Laba operasi Rp140,0 juta
Bunga Rp50,0 juta
Laba sebelum pajak Rp90,0 juta
Pajak (=25%) Rp22,5 juta
Laba setelah pajak Rp67,5 juta
Operational cash flow = 67,5 + 50 + 50 (1 – 0,25)
= Rp155 juta
Penyesuaian yang dilakukan untuk analisis ekonomi adalah sebagai berikut
(dalam jutaan rupiah).
Penghasilan Rp500,00

Consumers surplus Rp50,00 Rp 550,001


Biaya-biaya
Bahan baku Rp150,00

Bea impor Rp10,00 Rp 140,002


Tenaga kerja
- Terlatih Rp50,0
Underpaid 50% Rp25,0 Rp 75,003
- Tidak terlatih,
Opportunity cost 62,5% Rp 31,254
Penyusutan Rp 48,205
Lainnya Rp60,00
Total Biaya Rp354,45
Laba Operasi Rp195,55
Bunga Rp60,00
Laba sebelum pajak Rp135,55
Pajak −¿6 ¿
Laba setelah pajak Rp135,55
Operational cash flow ekonominya = 135,55 + 48,20 + 60
= Rp243,75 juta

Keterangan :
1. Consumers surplus = [(600-500) /2] x 1.000.000 = Rp50 juta
2. Harga bahan baku yang diimpor adalah 40% x Rp150 juta = Rp60 juta. Dalam
harga ini sudah termasuk bea masuk sebesar 20%. Dengan demikian, harga
bayangannya adalah [60/(1 + 0,2)] x Rp50juta
Bea impornya = Rp60 – Rp50 = Rp10 juta
3. Tenaga kerja terlatih dibayar terlalu murah 50%. Berarti harga bayangannya
adalah Rp50 + Rp25 = Rp75 juta
4. Harga bayangan tenaga kerja tidak terlatih adalah Rp50 x 0,625 = Rp31,25 juta
5. Harga bayangan aktiva tetap yang diimpor adalah [200/(1 + 0,1)] = Rp182 juta.
Dengan demikian, penyusutan per tahun
= (300 + 182) x 10%
= Rp48,2 juta
6. Pajak tidak perlu diperhatikan karena hanya merupakan transfer dari pengusaha
ke pemerintah

Melihat bahwa taksiran operational cost flow dari sisi ekonomi lebih besar
daripada sisi finansial, maka bisa diperkirakan bahwa proyek bisnis tersebut akan
memberikan manfaat ekonomi yang lebih besar daripada manfaat finansial. Dengan
kata lain, proyek bisnis tersebut lebih menguntungkan dipandang dari sisi ekonomi
nasional daripada perusahaan yang melaksanakan proyek bisnis tersebut.

KASUS ASPEK EKOMONI :


POLA PERUSAHAAN INTI KEBUN RAKYAT
Pola perusahaan inti Kebun rakyat (PIR-BUN) merupakan pola dari
pengmbangan subsector perkebunan yang menggabungkan perusahaan perkebunan
dan petani plasma dalam suatu proses produksi. (PIR-BUN) tersebut bertujuan untuk
memperbaiki kondisi sosial ekonomi petani plasma yang bersangkutan.
Proyek bisnis (PIR-BUN) tersbut di samping tujuan utamanya adalah
peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani, juga merupakan sarana untuk
perkembangan perekonomian daerah setempat. Sedangkan motivasi keuntungan dari
pihak perusahaan adalah tujuan selanjutnya. Pemilihan lokasi tersebut antara lain
didasarkan atas pertimbangan bahwa:
1. Lahan masih tersedia cukup dengan status hukum tanah Negara, meskipun
dalam kenyataan tamaj-tanah tsb telah di olah oleh penduduk setempat
2. Sebagian lahan tsb merupakan lahan kritis, sehingga pemanfaatan untuk proyek
bisnis tersbut akan ikut mengamankan tanah tsb
3. Tingkat pendapatan petani daerah tsn retalif masih rendah
4. Tenaga kerja, yaitu seabagai petani pekerja proyek bisnnis, tersedia cukup.

Dari lahan seluas 2.610 hektar yang semula direncanakan untuk petani sebanyak
sekitar1.700 kepala keluarga ternyata meningkat menjadi lebih dari 3.200 kepala
keluarga karena tuntutan penduduk yang telah menggarap tanah tersebut untuk ikut
serta dalam proyek bisnis PIR-BUN tsb.
Disamping itu petani di bebani berbagai biaya, yaitu:
1. Iuaran ekploitasi alat pengangkutan sebesar Rp1,00 per butir
2. Iuran KUD, Sebesar Rp1,00 per butir
3. Iuran kelompok sebesar Rp2,00 perbutir
4. Iuran anggran pendapat dan belanja kas desa, sebesar Rp2,00 perbutir

Dengan jumlah iuran yang harus dibayar petani adalah 8,50 per butir kepala keluarga
Hasil produksi kepala hibrida dan kako dari kebun inti dan plasma dari proyek
bisnis tersebut selama tahun 1985 sampai denagn tahun 1992 terlihat pada tabel 1 dan
tabel 2.
Setelah kepala tersebut di beli oleh PTP, maka kelapa tersebut di proses
menjadi kopra dengan memasukannya ke “pengger”. Dalam pemrosesan tsb, 1kg kopra
kering memerlukan sekitar 5-6 kepala hibrida. Kopra yang di hasilkan tsb akan di jual
kepada pabrik minyak kelapa mikil perusahaan swasta.
Tabel 1
Produksi kepala hibrida dari kebun inti dan petani plasma proyek bisnis PIR-BUN di
Jawa Barat tahun 1985 S/D 1992.
Tabel 2
Produksi kakao kebun inti dan petani plasma proyek bisnis PIR-BUN di Jawa Barat
tahun 1985 S/D1992

Proses penyaluran kelapa dari petani ke pabrok minyak dan pembayaran dari pabrik
minyak ke petani di tunjukkan oleh gambar 1
Gambar 1 Proses penyetoran kelapa dan pembayaran kelapa
Permintaan olahan produk kelapa yang kini menjadi sasaran untuk
dikembangkan adalah pemanfaatan CCO (Coconut Crude Oil) sebagai bahan baku
untuk industri pengolahan sabun mandi, farmasi, kosmetik, tekstil, karet dan karet
sintetis dll. Bahan baku untuk industry tersebut saat ini masih mengandalkan dari
industri petrokimia. Dengan demikian, apabila bahan baku tersebut bisa dikembangkan
dari CCO, maka prospek usaha ini akan makin cerah.
Proyek bisnis PIR-BUN tsb telah berjalan sejak tahun 1981/1982 dengan
investasi yang telah di keluarkan sampai tahun 1992/1993 sebesar Rp12 Miliar. Dana
investasi tsb dipergunakan untuk investasi tanaman, pemeliharaan tanaman
menghasilkan (TM), dan biaya umum serta biaya produksi. Semua biaya tersebut di
tanggung oleh PTP, yang berarti bahwa petani tidak perlu mengeluarkan satu rupiah
pun dana untuk keperluan tsb. Para petani hanya berkewajiban ,emjual kelapa hibrida
hasil panen ke PTP sesuai dengan jarga yang telah di tentukan oleh PTP, menyrahkan
30% hasil penjualan tsb sebagai angsuran bantuan yang mereka terima ditambah
Rp8.50 perbutir kelapa untuk berbahai iuran seperti yang sudah di jelaskan
sebelumnya. Para petani diharuskan membayar kewajibannya sesuai dengan usia
ekonomi proyek bisnis tersebut.
Jumlah pencairan dana dari masing-masing sumber untuk tahun-tahun yang lalu adalah
sebagai berikut.
Tabel 3
Pendanaan Proyek Bisnis PIR-BUN selama tahun 1982 S/D 1989
Pinjaman dari pemerintah (RDI) diamortisasi selama 13 tahun dengan tingkat
bunga efektif sebesar 13,5% Dana IRBD diamortisasi selama 13 tahun, juga dengan
tingkat bunga 13,5% sedangkan dana pinjaman dari Exim 1 dan Xim II (dari Jepang)
masing-masing diamortisasi selama 15 tagun dengan tingkat bunga 12% , tingkat
bunga yang relatif rendah tersbut dikarenakan proyek bisnis tersbut terutama di
maksudkan untuk meningkatkan penghasilan petani.
Pengerluaran non kredit terutama di pergunakan untuk membangun saranadan
prasarana seperti membangun jalan, jembatan dan segalanya. Dengan demikian,
daerah tersebut akan menjadi lebih terbuka dan lancer trasportasinya.
Tabel 4
Komposisi pendanaan proyek bisnis selama tahun 1981/1982 S/D 1992/1993 (Dalam
Jutaan Rupiah)
Hargajual kelapa hibrida per butir mengalami perubahan dari tahun ke tahun,
dan kadang-kadang harganya bisa jatih di bawah yang di harapkan. Perkembangan
harga kelapa hibrida perbutir dari tahun 1985 s/d 1992 adalah sebagai berikut

Tabel 5
Perkembangan haragakelapa hibrida per butir
Kelapa yang di hasilkan perkebunan tersbut diolah menjadi kopra. Untuk
memproses kelapa menjadi kopra di perlukn Rp10 perbutir. Sayangnya penjualan gula
kelapa, arang tempurung, dan sabut kelapa masih dimanfaatkan secara optimal.
Perkembangan harga kopra adalah sebagai berikut.
Tabel 6
Perkembangan harga kopra per KG

Tabel 7
Laba Penjualan Kopra dari perusahaan inti (PTP) dalam jutaan rupiah
Tabel 8
Arus kas perusahaan inti, proyek bisnis PIR-BUN (Dalam Jutaan Rupiah)

Sampai saat ini perusahaan inti masih banyak mengeluarkan kas dan belum
banyak menikmati hasil proyek bisnis tersnit. Hal ini disebabkan karena kelapa, hibrida
tersebut sampai saat ini masih dalam tahap awal menghasilkan, sementara biaya untuk
investasi harus dikeluarkan pada awal periode tersebut. Karena itu di perkirakan
mempunyai akan menghasilkan samapai dengan tahun 2002. Lebih-lebih pada tahun
akhir tersebut tidak aka nada atau hanya sedikit) pengeluaran untuk investasi. Indikator
yang di rasakan oleh perusahaan inti adalah bahwa pada saat ini (yaitu pada akhir
1993) jumlah butir kelapa yang di hasilkan hanya lah mencapai sekitar 50 % standar.
BAB III
KESIMPULAN

Aspek sosial dan ekonomi merupakan suatu pengaruh yang akan


terjadi dengan adanya perusahaan,khususnya dibidang perekonomian
masyarakat dan bidang sosial kemasyarakatan.Setiap usaha yang dijalankan
akan memberikan dampak positif dan negatif bagi berbagai pihak.  Bagi
masyarakat adanya investasi ditinjau dari aspek ekonomi  yang memberikan
peluang untuk meningkatkan pendapatan, sedangkan bagi pemerintah akan
memberikan pemasukan berupa pendapatan baik bagi pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah.Dalam Aspek ekonomi dan sosial perlu ditelaah
apakah keberadaaan suatu proyek atau usaha akan memberikan manfaat
secara ekonomi dan sosial kepada berbagai pihak atau sebaliknya.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Suad Husnan & Suwarsono M.,2014,Studi Kelayakan Proyek Bisnis, Yogyakarta UPP
STIM YKPN.

Anda mungkin juga menyukai