Oleh:
Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan RahmatNya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
makalah mata kuliah STUDI KELAYAKAN BISNIS tentang ASPEK EKONOMI
DAN SOSIAL DALAM STUDI KELAYAKAN BISNIS.
Kami juga menyadari bahwa tugas ini masih banyak kekurangan oleh
karena itu kami memohon maaf jika ada kesalahan dalam penulisan dan kami
juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna kesempurnaan
tugas ini.
Akhir kata kami ucapkan terima kasih. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat dan bisa menambah pengetahuan bagi pembaca.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Dalam perencanaan sebuah bisnis, baik bagi bisnis yang baru dirintis,
atau pun jenis bisnis perluasan dari usaha yang sudah ada, selain
mempertimbangkan aspek-aspek yang terkait dengan masalah pasar dan
pemasaran, teknis, manajemen termasuk amdal, juga perlu ditelaah manfaat
bisnis tersebut bagi masyarakat luas termasuk pengaruhnya terhadap
perekonomian masyarakat sekitar maupun perekonomian negara. Analisis pada
aspek sosial ekonomi menekankan pada penilaian sejauh mana proyek bisnis
yang akan dijalankan mendapat dukungan ataupun berkontribusi pada perilaku
dan pola kehidupan masyarakat termasuk manfaatnya terhadap perekonomian
masyarakat sekitar lokasi bisnis maupun perekonomian negara secara makro
yaitu apakah bisnis itu akan membantu pertumbuhan perekonomian ataukah
justru sebaliknya, membebani perekonomian, seberapa banyak bisnis dapat
menyerap tenaga kerja, bagimana dampaknya terhadap kesejahteraan
masyarakat, penyediaan produk/jasa secara lokal, regional maupun nasional,
bahkan bagaiman pengaruh bisnis terhadap perubahan devisa negara.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan analisis ekonomi dan finansial?
2. Bagaimana pendekatan yang digunakan untuk analisa ekonomi?
3. Apa saja manfaat dari aspek ekonomi dan sosial?
C. Tujuan
1. Menjelaskan mengenai analisis ekonomi dan finansial
2. Menjelaskan tentang pendekatan yang dipergunakan untuk analisa
ekonomi
3. Menjelaskan manfaat dari aspek ekonomi dan sosial
BAB II
PEMBAHASAN
Sesuai dengan informasi tersebut dapat ditaksir operational cash flow dari sisi
perusahaan untuk analisis finansial sebagai berikut :
Penghasilan Rp500,0 juta
Biaya-biaya
Bahan baku Rp150,0 juta
Tenaga kerja
- Terlatih Rp50,0 juta
- Tidak terlatih Rp50,0 juta
Penyusutan Rp50,0 juta
Biaya lain Rp60,0 juta
Jumlah biaya Rp360,0 juta
Laba operasi Rp140,0 juta
Bunga Rp50,0 juta
Laba sebelum pajak Rp90,0 juta
Pajak (=25%) Rp22,5 juta
Laba setelah pajak Rp67,5 juta
Operational cash flow = 67,5 + 50 + 50 (1 – 0,25)
= Rp155 juta
Penyesuaian yang dilakukan untuk analisis ekonomi adalah sebagai berikut
(dalam jutaan rupiah).
Penghasilan Rp500,00
Keterangan :
1. Consumers surplus = [(600-500) /2] x 1.000.000 = Rp50 juta
2. Harga bahan baku yang diimpor adalah 40% x Rp150 juta = Rp60 juta. Dalam
harga ini sudah termasuk bea masuk sebesar 20%. Dengan demikian, harga
bayangannya adalah [60/(1 + 0,2)] x Rp50juta
Bea impornya = Rp60 – Rp50 = Rp10 juta
3. Tenaga kerja terlatih dibayar terlalu murah 50%. Berarti harga bayangannya
adalah Rp50 + Rp25 = Rp75 juta
4. Harga bayangan tenaga kerja tidak terlatih adalah Rp50 x 0,625 = Rp31,25 juta
5. Harga bayangan aktiva tetap yang diimpor adalah [200/(1 + 0,1)] = Rp182 juta.
Dengan demikian, penyusutan per tahun
= (300 + 182) x 10%
= Rp48,2 juta
6. Pajak tidak perlu diperhatikan karena hanya merupakan transfer dari pengusaha
ke pemerintah
Melihat bahwa taksiran operational cost flow dari sisi ekonomi lebih besar
daripada sisi finansial, maka bisa diperkirakan bahwa proyek bisnis tersebut akan
memberikan manfaat ekonomi yang lebih besar daripada manfaat finansial. Dengan
kata lain, proyek bisnis tersebut lebih menguntungkan dipandang dari sisi ekonomi
nasional daripada perusahaan yang melaksanakan proyek bisnis tersebut.
Dari lahan seluas 2.610 hektar yang semula direncanakan untuk petani sebanyak
sekitar1.700 kepala keluarga ternyata meningkat menjadi lebih dari 3.200 kepala
keluarga karena tuntutan penduduk yang telah menggarap tanah tersebut untuk ikut
serta dalam proyek bisnis PIR-BUN tsb.
Disamping itu petani di bebani berbagai biaya, yaitu:
1. Iuaran ekploitasi alat pengangkutan sebesar Rp1,00 per butir
2. Iuran KUD, Sebesar Rp1,00 per butir
3. Iuran kelompok sebesar Rp2,00 perbutir
4. Iuran anggran pendapat dan belanja kas desa, sebesar Rp2,00 perbutir
Dengan jumlah iuran yang harus dibayar petani adalah 8,50 per butir kepala keluarga
Hasil produksi kepala hibrida dan kako dari kebun inti dan plasma dari proyek
bisnis tersebut selama tahun 1985 sampai denagn tahun 1992 terlihat pada tabel 1 dan
tabel 2.
Setelah kepala tersebut di beli oleh PTP, maka kelapa tersebut di proses
menjadi kopra dengan memasukannya ke “pengger”. Dalam pemrosesan tsb, 1kg kopra
kering memerlukan sekitar 5-6 kepala hibrida. Kopra yang di hasilkan tsb akan di jual
kepada pabrik minyak kelapa mikil perusahaan swasta.
Tabel 1
Produksi kepala hibrida dari kebun inti dan petani plasma proyek bisnis PIR-BUN di
Jawa Barat tahun 1985 S/D 1992.
Tabel 2
Produksi kakao kebun inti dan petani plasma proyek bisnis PIR-BUN di Jawa Barat
tahun 1985 S/D1992
Proses penyaluran kelapa dari petani ke pabrok minyak dan pembayaran dari pabrik
minyak ke petani di tunjukkan oleh gambar 1
Gambar 1 Proses penyetoran kelapa dan pembayaran kelapa
Permintaan olahan produk kelapa yang kini menjadi sasaran untuk
dikembangkan adalah pemanfaatan CCO (Coconut Crude Oil) sebagai bahan baku
untuk industri pengolahan sabun mandi, farmasi, kosmetik, tekstil, karet dan karet
sintetis dll. Bahan baku untuk industry tersebut saat ini masih mengandalkan dari
industri petrokimia. Dengan demikian, apabila bahan baku tersebut bisa dikembangkan
dari CCO, maka prospek usaha ini akan makin cerah.
Proyek bisnis PIR-BUN tsb telah berjalan sejak tahun 1981/1982 dengan
investasi yang telah di keluarkan sampai tahun 1992/1993 sebesar Rp12 Miliar. Dana
investasi tsb dipergunakan untuk investasi tanaman, pemeliharaan tanaman
menghasilkan (TM), dan biaya umum serta biaya produksi. Semua biaya tersebut di
tanggung oleh PTP, yang berarti bahwa petani tidak perlu mengeluarkan satu rupiah
pun dana untuk keperluan tsb. Para petani hanya berkewajiban ,emjual kelapa hibrida
hasil panen ke PTP sesuai dengan jarga yang telah di tentukan oleh PTP, menyrahkan
30% hasil penjualan tsb sebagai angsuran bantuan yang mereka terima ditambah
Rp8.50 perbutir kelapa untuk berbahai iuran seperti yang sudah di jelaskan
sebelumnya. Para petani diharuskan membayar kewajibannya sesuai dengan usia
ekonomi proyek bisnis tersebut.
Jumlah pencairan dana dari masing-masing sumber untuk tahun-tahun yang lalu adalah
sebagai berikut.
Tabel 3
Pendanaan Proyek Bisnis PIR-BUN selama tahun 1982 S/D 1989
Pinjaman dari pemerintah (RDI) diamortisasi selama 13 tahun dengan tingkat
bunga efektif sebesar 13,5% Dana IRBD diamortisasi selama 13 tahun, juga dengan
tingkat bunga 13,5% sedangkan dana pinjaman dari Exim 1 dan Xim II (dari Jepang)
masing-masing diamortisasi selama 15 tagun dengan tingkat bunga 12% , tingkat
bunga yang relatif rendah tersbut dikarenakan proyek bisnis tersbut terutama di
maksudkan untuk meningkatkan penghasilan petani.
Pengerluaran non kredit terutama di pergunakan untuk membangun saranadan
prasarana seperti membangun jalan, jembatan dan segalanya. Dengan demikian,
daerah tersebut akan menjadi lebih terbuka dan lancer trasportasinya.
Tabel 4
Komposisi pendanaan proyek bisnis selama tahun 1981/1982 S/D 1992/1993 (Dalam
Jutaan Rupiah)
Hargajual kelapa hibrida per butir mengalami perubahan dari tahun ke tahun,
dan kadang-kadang harganya bisa jatih di bawah yang di harapkan. Perkembangan
harga kelapa hibrida perbutir dari tahun 1985 s/d 1992 adalah sebagai berikut
Tabel 5
Perkembangan haragakelapa hibrida per butir
Kelapa yang di hasilkan perkebunan tersbut diolah menjadi kopra. Untuk
memproses kelapa menjadi kopra di perlukn Rp10 perbutir. Sayangnya penjualan gula
kelapa, arang tempurung, dan sabut kelapa masih dimanfaatkan secara optimal.
Perkembangan harga kopra adalah sebagai berikut.
Tabel 6
Perkembangan harga kopra per KG
Tabel 7
Laba Penjualan Kopra dari perusahaan inti (PTP) dalam jutaan rupiah
Tabel 8
Arus kas perusahaan inti, proyek bisnis PIR-BUN (Dalam Jutaan Rupiah)
Sampai saat ini perusahaan inti masih banyak mengeluarkan kas dan belum
banyak menikmati hasil proyek bisnis tersnit. Hal ini disebabkan karena kelapa, hibrida
tersebut sampai saat ini masih dalam tahap awal menghasilkan, sementara biaya untuk
investasi harus dikeluarkan pada awal periode tersebut. Karena itu di perkirakan
mempunyai akan menghasilkan samapai dengan tahun 2002. Lebih-lebih pada tahun
akhir tersebut tidak aka nada atau hanya sedikit) pengeluaran untuk investasi. Indikator
yang di rasakan oleh perusahaan inti adalah bahwa pada saat ini (yaitu pada akhir
1993) jumlah butir kelapa yang di hasilkan hanya lah mencapai sekitar 50 % standar.
BAB III
KESIMPULAN
Suad Husnan & Suwarsono M.,2014,Studi Kelayakan Proyek Bisnis, Yogyakarta UPP
STIM YKPN.