Kelompok 3 Fix
Kelompok 3 Fix
MAKALAH
DISUSUN OLEH
KELAS K3
KELOMPOK 3 :
i
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas
segala karunia, rahmat, maupun hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini. Makalah ini berisi tentang “Kasus Kecelakaan Kerja
Di Rumah Sakit”.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen mata
kuliah bersangkutan. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen
mata kuliah, karena dengan tugas ini wawasan serta pengetahuan dapat
bertambah. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang
telah membantu dalam penyelesaian tugas ini. Akhir kata, penulis mengharapkan
perbaikan dan penyempurnaan agar tugas ini dapat berguna bagi pembaca lain.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Conte nts
iii
4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
5
dan sopan yaitu pandangan profesional dan penyampaian pendapat
pada saat diskusi kasus.
3. Penyampaian ketidaksetujuan atau ketidakpuasan atas kebijakan
melalui tata cara yang berlaku di rumah sakit tersebut.
4. Menyampaikan kritik konstruktif atau kesalahan pihak lain dengan
cara yang tepat, tidak bertujuan untuk menjatuhkan atau
menyalahkan pihak tersebut.
5. Menggunakan pendekatan kooperatif untuk menyelesaikan masalah.
6. Menggunakan bahasa yang jelas, tegas, dan langsung sesuai dengan
kebutuhan situasi dan kondisi pasien, misalnya penanganan pasien
gawat darurat.
b. Perilaku yang tidak pantas
Tenaga kesehatan dapat dikenakan sanksi jika berperilaku tidak
pantas, sebagaimana contoh-contoh di bawah ini:
1. Merendahkan atau mengeluarkan perkataan tidak pantas kepada
pasien, dan atau keluarganya.
2. Dengan sengaja menyampaikan rahasia, aib, atau keburukan orang
lain.
3. Menggunakan bahasa yang mengancam, menyerang, merendahkan,
atau menghina.
4. Membuat komentar yang tidak pantas tentang tenaga medis di depan
pasien atau di dalam rekam medis.
5. Tidak peduli, tidak tanggap terhadap permintaan pasien atau tenaga
kesehatan lain.
6. Tidak mampu bekerjasama dengan anggota tim asuhan pasien atau
pihak lain tanpa alasan yang jelas.
7. Perilaku yang dapat diartikan sebagai menghina, mengancam,
melecehkan, atau tidak bersahabat kepada pasien dan atau
keluarganya.
8. Melakukan pelecehan seksual baik melalui perkataan ataupun
perbuatan kepada pasien atau keluarga pasien.
6
2.2 Delegasi Wewenang
7
a. tindakan yang dilimpahkan termasuk dalam kemampuan dan
keterampilan yang telah dimiliki oleh penerima pelimpahan
b. pelaksanaan tindakan yang dilimpahkan tetap di bawah pengawasan
pemberi pelimpahan;
c. pemberi pelimpahan tetap bertanggung jawab atas tindakan yang
dilimpahkan sepanjang pelaksanaan tindakan sesuai dengan
pelimpahan yang diberikan
d. tindakan yang dilimpahkan tidak termasuk mengambil keputusan
klinis sebagai dasar pelaksanaan tindakan; dan e. tindakan yang
dilimpahkan tidak bersifat terus menerus.
Pelimbahan wewenang dokter kepada perawat harus secara tertulis
terdapat pada pasal 32 UU No. 38 tahun 2014 yang isinya
a. Pelaksanaan tugas berdasarkan pelimpahan wewenang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) huruf e hanya dapat diberikan
secara tertulis oleh tenaga medis kepada Perawat untuk melakukan
sesuatu tindakan medis dan melakukan evaluasi pelaksanaannya.
b. Pelimpahan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan secara delegatif atau mandat.
c. Pelimpahan wewenang secara delegatif untuk melakukan sesuatu
tindakan medis diberikan oleh tenaga medis kepada Perawat dengan
disertai , pelimpahan tanggung jawab.
d. Pelimpahan wewenang secara delegatif sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) hanya dapat diberikan kepada Perawat profesi atau Perawat
vokasi terlatih yang memiliki kompetensi yang diperlukan.
e. Pelimpahan wewenang secara mandat diberikan oleh tenaga medis
kepada Perawat untuk melakukan sesuatu tindakan medis di bawah
pengawasan. Tanggung jawab atas tindakan medis pada pelimpahan
wewenang mandat sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berada pada
pemberi pelimpahan wewenang.
f. Dalam melaksanakan tugas berdasarkan pelimpahan wewenang
sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1), Perawat berwenang: a.
8
melakukan tindakan medis yang sesuai dengan kompetensinya atas
pelimpahan wewenang delegatif tenaga medis; b. melakukan tindakan
medis di bawah pengawasan atas pelimpahan wewenang mandat; dan
c. memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan program
Pemerintah.
Dengan pertimbangan berikut :
a. Mempunyai kekuatan hukum yang kuat dan kekuatan pembuktian
karena dilindungi oleh peraturan yang berlaku;
b. Dapat berfungsi sebagai alat bukti tertulis mengenai kewenangan yang
dilimpahkan sehingga apabila terjadi perbuatan di luar kewenangan hal
tersebut menjadi tanggung jawab penerima wewenang, bukan
tanggung jawab pemberi wewenang;
c. Pelimpahan wewenang dalam keperawatan disesuaikan dengan
kemampuan profesional dan kompetensi perawat sebagai penerima
wewenang.
9
tenaga medis (dokter) menimbulkan situasi yang mengharuskan perawat
melakukan tindakan pengobatan atau melakukan tindakan medis yang
bukan wewenangnya. Menurut analisis kami pemberian pengobatan tanpa
pendelegasian wewenang dokter kepada perawat maka pengobatan kepada
pasien tidak dalam kategori keadaan darurat untuk penyelamatan nyawa,
tetapi pemberian pengobatan karena faktor dokternya berhalangan dan
apabila pasien tidak dilayani akan berdampak pada pelayanan kesehatan di
rumah sakit.
Dan pada penyerahan wewenang dokter kepada perawat tidak secara
tertulis dijelaskan dalam kasus di atas sehingga sistem pendelegasian
wewenang tidak sesuai persyaratan berdasarkan Pasal 23 Permenkes No.
2052/Menkes/Per/X/2011, dapat diketahui syarat-syarat untuk sahnya
pelimpahan kewenangan tindakan kedokteran kepada perawat, yaitu antara
lain: pelimpahan dilakukan secara tertulis. Pasal 23 sangat jelas disebutkan
bahwa bentuk pelimpahan wewenang yang diberikan dokter kepada
perawat harus dilakukan secara tertulis. Namun jika dilihat dari kasus di
atas yang dilakukan pelimpahan kewenangan dokter kepada perawat tidak
dilakukan secara tertulis, padahal salah satu persyaratan perawat untuk
melakukan tindakan kedokteran adalah adanya pelimpahan kewenangan
secara tertulis dari dokter kepada perawat.
2.3 Kalaborosi
10
memiliki citra diri positif, memiliki kematangan professional yang setara
yang timbul dari pendidikan dan pengalaman, mengakui sebagai mitra kerja
bukan bawahan, keinginan untuk bernegoisasi. Apapun bentuk dan
tempatnya, kolaborasi meliputi suatu pertukaran pandangan atau ide yang
memberikan perspektif kepada seluruh kolaborator (Titania, n.d.).
11
pengetahuan dan keahlian yang berbeda, membuat penilaian dan perencanaan
bersama, serta mengevaluasi bersama perawatan yang diberikan kepada
pasien. Hal tersebut dapat dicapai melalui kolaborasi yang independen,
komunikasi yang terbuka, dan berbagi dalam pengambilan keputusan
(Xyrinchis& Ream, 2008 : WHO, 2010) .
1. Pasien/masyarakat
2. Profesi kesehatan
12
3. Manajemen
Salah satu unit pelayanan sentral di Rumah Sakit adalah unit Intensive
Care Unit (ICU). Perkembangan dalam pelayanan di ICU tidak terbatas pada
pelayanan pasien pasca bedah tetapi meliputi pasien dengan disfungsi lebih
dari satu organ. Pasien ICU dapat berasal dari Unit Gawat Darurat, Kamar
Operasi, Ruang Perawatan, ataupun kiriman dari Rumah Sakit lain. ICU
memiliki keterbatasan dalam jumlah tempat tidur tetapi diperlukan Sumber
Daya Manusian (SDM) dengan ketrampilan khusus, sumber daya dan dana
yang khusus pula. Menurut Hanafie dalam pidato pengukuhan Guru Besar
(2007) dasar pengelolaan pasien ICU adalah pendekatan multidisiplin dengan
tenaga kesehatan dari beberapa disiplin ilmu terkait yang dapat memberikan
kontribusinya sesuai dengan bidang keahliannya dan bekerja sama dalam tim,
dengan dipimpin dengan seorang intensivist sebagai ketua tim. Intensive care
unit (ICU) mempunyai 2 fungsi utama:
13
1. Pertama adalah untuk melakukan perawatan pada pasien-pasien gawat
darurat dengan potensi “reversible life thretening organ dysfunction”
2. Kedua adalah untuk mendukung organ vital pada pasien-pasien yang akan
menjalani operasi yang kompleks elektif atau prosedur intervensi dan
risiko tinggi untuk fungsi vital.
1. Pasien yang dirawat dalam kondisi kritis, yang perlu intervensi medis
segera oleh tim intensive care dan pengelolaan fungsi sistem organ tubuh
secara terkoordinasi dan berkelanjutan. Sehingga dapat dilakukan
pengawasan yang konstan dan terapi titrasi untuk mencegah terjadinya
dekompensasi fisiologis.
2. Desain ruangan dan sarana bersifat khusus
3. Peralatan kesehatan berteknologi tinggi dan berharga mahal,
4. Tenaga yang memberikan pelayanan dituntut memiliki pengetahuan medis
dan ketrampilan yang khusus.
14
1. Dokter
Dokter spesialis yang dapat memberikan pelayanan setiap
diperlukan
Dokter jaga 24 jam dengan kemampuan ALS/ACLS/FCCS
Perbandingan dokter : pasien = 4 : 6-8 bed
2. Perawat
Ruang ICU harus memiliki jumlah yang cukup dan lebih dari 50%
harus sudah pelatihan ICU minimal 3 bulan. Jumlah perawat ICU
ditentukan berdasarkan jumlah tempat tidur dan ketersediaan
ventilasi mekanik.
Perbandingan perawat : pasien yang menggunakan ventilasi
mekanik adalah 1:1, sedangkan perbandingan perawat : pasien
yang tidak menggunakan ventilasi mekanik adalah 1:2.
Prinsip pemberian obat yang harus diterapkan adalah Benar Obat, Benar
Dosis, Benar Pasien, Benar Rute, Benar Waktu, Benar Edukasi Klien, Benar
Dokumentasi, Benar untuk Menolak Edukasi, Benar Pengkajian dan Benar
Evaluasi (Berman et al., 2008)
15
tersebut dapat menjadi petunjuk bahwa dosis yang diberikan mungkin
tidak tepat/ sesuai.
2. Penghitungan kembali dosis obat pada dosis yang dipertanyakan dapat
mengurangi risiko kesalahan pemberian obat. Formula untuk dosis obat
cair harus diberikan adalah hasil bagi antara dosis yang diingikan dan
volume di tangan dengan dosis di tangan
16
Rumah sakit umumnya memiliki singkatan standar untuk proses
penggunaan obat. Perawat perlu mengetahui dan mengingat singkatan-
singkatan tersebut. Jadwal pemberian obat perlu direncanakan untuk
mempertahankan kadar obat dalam darah secara konsisten dalam upaya
meningkatkan efektifitas terapeutik. Beberapa obat (misal: insulin)
diberikan dalam kondisi perut kosong sehingga perawat harus
memberikan obat kepada klien 1 jam sebelum atau 2 jam setelah makan.
Di sisi lain, beberapa obat harus diberikan dengan makanan untuk
meningkatkan absorbsi dan mengurangi iritasi. Antibiotik umumnya
diberikan tiap 6, 8, 12 jam sepanjang siang dan malam untuk
mempertahankan kadarnya di dalam tubuh. Diuretik umumnya diberikan
pada siang hari dibandingkan malam hari untuk mencegah gangguan
tidur akibat urinasi yang sering. Ada pula obat yang tidak boleh diberikan
bersamaan dengan antasida. Sebelum pemberian obat Pro Re Nata (PRN,
jika perlu), perawat perlu mengecek jadwal dan dokumentasi pemberian
obat untuk memastikan bahwa obat belum diberikan oleh orang lain, atau
telah melewati interval waktu yang ditetapkan setelah pemberian obat
sebelumnya.
6. Prinsip Benar Edukasi Klien mencakup seluruh informasi yang
dibutuhkan klien terkait dengan pengobatannya. Klien membutuhkan
panduan mengenai pengobatannya. Beberapa klien khawatir terkait
dengan pengobatan yang didapatnya. Perawat dapat menenangkan klien
dan mengoreksi informasi yang dipahami oleh klien.
7. Prinsip Benar Dokumentasi mencakup pendokumentasian nama obat,
dosis, metode administrasi, dan data spesifik yang relevan, seperti nadi,
dan informasi lain yang berkaitan. Hal lain yang perlu didokumentasikan
adalah waktu pemberian obat dan tanda tangan perawat yang
memberikan. Dokumentasi dilakukan setelah perawat memberikan
medikasi, bukan sebelum memberikan medikasi. Jika waktu pemberian
obat berbeda dengan waktu yang diresepkan, perawat harus mencatat
waktu pemberian yang sebenarnya dan menjelaskan alasannya (misal:
17
farmasi menyatakan bahwa medikasi akan tersedia dalam waktu 2 jam)
dalam catatan keperawatan. Jika medikasi tidak diberikan, perawat perlu
mengikuti kebijakan Rumah sakit untuk mendokumentasikan alasannya.
8. Prinsip Benar untuk Menolak Medikasi mencakup penolakan terhadap
medikasi yang dilakukan oleh klien dewasa. Perawat perlu
mengkonfirmasi alasan penolakan pemberian medikasi. Jika defisit
pengetahuan yang mendasari alasan penolakan klien, perawat perlu
menyediakan informasi yang tepat terkait alasan pemberian medikasi.
Dokumentasi harus dilakukan apabila klien tetap menolak dan alasannya.
Perawat berperan untuk memastikan bahwa klien telah mendapat
informasi yang adekuat dan konsekuensi yang mungkin terjadi akibat
tidak mendapatkan medikasi.
9. Pengkajian kepatutan medikasi yang diresepkan untuk klien perlu
dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi klien, termasuk usia, berat
badan, patofisiologi, hasil laboratorium, tanda- tanda vital, pengetahuan
dan pemilihan konsumsi obat. Selain itu, perawat harus mengkaji adanya
alergi, sensitivitas, dan efek samping pada pengobatan sebelumnya serta
kepatutan medikasi yang diresepkan untuk klien pada situasi tertentu.
Perawat pun perlu memperhatikan efek terapi, efek samping, interaksi
obat, dan makanan yang dapat menjadi kontraindikasi dan menurunkan
absorbsi obat.
10. Prinsip Benar Evaluasi yang harus diperhatikan oleh perawat mencakup
kegiatan pada tahapan evaluasi yaitu pemantauan terhadap medikasi yang
diberikan, seperti mengenali hasil pemberian medikasi termasuk
efektivitas, efek samping, tanda- tanda terjadinya reaksi yang tidak
diharapkan, dan atau interaksi obat. Selain itu, pada tahapan evaluasi,
perawat juga perlu melakukan follow up dengan pemberi resep terkait
pertanyaan seputar medikasi, merujuk klien kepada pnyedia layanan
kesehatan terkait untuk pengkajian dan follow up lebih lanjut apabila
terjadi masalah dan belum dapat tertangani, mendokumentasikan
18
tindakan yang telah dilakukan dan tipe asistensi jika klien melakukan
sendiri pemberian medikasi.
19
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
20
2008). Kolaborasi dapat berjalan baik jika setiap anggota saling
memahami peran dan tanggung jawab masingmasing profesi memiliki
tujuan yang sama, mengakui keahlian masing-masing profesi, saling
bertukar informasi dengan terbuka, memiliki kemampuan untuk mengelola
dan melaksanakan tugas baik secara individu maupun bersama kelompok.
5) Dalam institusi pensisikan harus memberikan arahan atau pengetahuan
untuk meningkatkan mutu pelayanan di ruang ICU yaitu dengan cara
memberikan pengetahuan tentang faktor yang mempengaruhi tingkat
mutu pelayanan
1. Pasien/masyarakat
2. Profesi kesehatan
3. Manajemen
6) SOP yang harus diperbaiki yaitu :
SOP dokter jaga
SOP perawat
SOP Ketenagaan medis ICU
7) Prinsip pemberian obat yang harus diterapkan adalah Benar Obat, Benar
Dosis, Benar Pasien, Benar Rute, Benar Waktu, Benar Edukasi Klien,
Benar Dokumentasi, Benar untuk Menolak Edukasi, Benar Pengkajian dan
Benar Evaluasi (Berman et al., 2008)
3.2 Saran
Diharapkan kepada pihak manajemen Rumah Sakit dalam memperhatikan
resiko-resiko yang dapat terjadi di segala aspek rumah sakit, terkhusus ruang ICU.
21
DAFTAR PUSTAKA
Berman, A.J., Shirlee, S., Barbara, J., Kozier, & Glenora, E. (2008). Kozier &
Erb’s Fundamentals of nursing: Concepts, process, and practice (8th Ed.).
New Jersey: Prentice Hall.
Indracahyani, Agustin. 2010. Keselamatan Pemberian Medikasi. Jurnal
Keperawatan Indonesia, 13(2), pp. 105-111
Joint Commission Internasioanl. 2007. Accreditation standards for hospital (3rd
Ed.). Illinois: Joint Commission Resources.
PERSI. (2015). KODE ETIK RUMAH SAKIT INDONESIA. Jakarta.
Titania, E. L. (n.d.). PENTINGNYA KOLABORASI ANTAR TENAGA
KESEHATAN DALAM MENERAPKAN KESELAMATAN PASIEN.
22