Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM PENGENDALIAN PROSES

KORELASI ANTARA BESARAN-BESARAN PADA PENGENDALI

(Aras, pH, Tekanan, Temperatur, dan Laju Alir)

Dosen Pembimbing :

Dr. Ir. Dwina Moentamaria, M.T

Oleh :

Alvia Nurfaustina Brian Titasari

NIM : 1841420009

2B/D4 Teknologi Kimia Industri

PROGRAM D–IV TEKNOLOGI KIMIA INDUSTRI

JURUSAN TEKNIK KIMIA

POLITEKNIK NEGERI MALANG

2020
I. Tujuan
a. Mencari korelasi antara input dan output pada sistem pengendali aras, pH, tekanan,
temperatur, dan laju alir
b. Mendapatkan karakteristik masing-masing elemen pada sistem pengendali aras, pH,
tekanan, temperatur, dan laju alir

II. Tinjauan Pustaka

Sistem kendali atau control system adalah suatu alat untuk mengendalikan, memerintah,
dan mengatur keadaan dari suatu sistem. Pada sistem kendali dikenal sistem lup terbuka
(open loop system) dan sistem lup tertutup (closed loop system). Sistem kendali lup terbuka
atau umpan maju (feedforward control) umumnya mempergunakan pengatur (controller)
serta aktuator kendali (control actuator) yang berguna untuk memperoleh respon sistem yang
baik. Sistem kendali ini keluarannya tidak diperhitungkan ulang oleh controller. Suatu
keadaan apakah plant benar-benar telah mencapai target seperti yang dikehendaki masukan
atau referensi, tidak dapat mempengaruhi kinerja kontroler.

input Pengatur Proses (plant) output


(controller)

Gambar II.1. Sitem pengendalian terbuka

Pada sistem kendali yang lain, yakni sistem kendali lup tertutup (closed loop system)
memanfaatkan variabel yang sebanding dengan selisih respon yang terjadi terhadap respon
yang diinginkan. Sistem seperti ini juga sering dikenal dengan sistem kendali umpan balik.
Aplikasi sistem umpan balik banyak dipergunakan untuk sistem kemudi kapal laut dan
pesawat terbang. Perangkat sehari-hari yang juga menerapkan sistem ini adalah penyetelan
temperatur pada almari es, oven, tungku, dan pemanas air.

Disturbance

MV
SP Process
CV
(controller) FCE

Senso
r
Gambar II.2. Sistem pengendalian tertutup

Masing-masing komponen dari blok diagram memiliki masukan dan keluaran dengan satuan
yang bisa saja berbeda. Sebagai contoh pada blok diagram final control element (FCE) yang
menjadi masukan adalah %PO sedangkan keluarannya adalah manipulated variabel (MV).
Seperti pada gambar II.3
%PO FCE MV

Gambar II.3 Masukan dan keluaran pada Final Control Element (FCE)

Korelasi antara masukan dan keluaran dari masing – masing komponen pengendali
perlu dicari untuk mengetahui hubungan antara keduanya, apakah memiliki korelasi positif
(penambahan variabel input akan diikuti dengan penambahan variabel output) ataukah
sebaliknya.

Linearitas atau linearity merupakan penyimpangan dari garis linear ideal. Pada
umumnya, semua sistem pengukuran maupun elemen – elemen yang ada pada sistem
pengendalian menghasilkan output yang selalu sebanding dengan input. Secara grafis,
bilangan hubungan input-output tersebut digambarkan pada sumbu X-Y akan diperoleh kurva
seperti pada Gambar II.4. Suatu elemen dikatakan linear apabila kurva input vs output
membentuk garis lurus seperti pada Gambar II.4.

Sebuah elemen dikatakan memiliki linearitas 1% apabila kurva hubungan input vs output
sedikit berkelok – kelok, namun selisih lengkungan ke atas dan ke bawahnya masih ada
dalam batas – batas ±1% seperti terlihat pada Gambar II.4. Dengan demikian, penentuan
linear atau tidaknya suatu elemen adalah berdasarkan lurus atau tidaknya bentuk kurva
hubungan input-output. Jika garis kurva lurus maka unit elemennya dikatakan linear, begitu
juga sebaliknya. Dengan demikian penentuan linier atau tidaknya suatu elemen adalah
berdasarkan lurus atau tidaknya bentuk kurva hubungan input-output. Kalau garis kurvanya
tidak lurus, unit elemennya dikatakan tidak linear. Sedangkan apabila garis kurvanya lurus,
unit elemennya dikatakan linear.

Selain itu dari linearitas bisa dilihat sifat valve, dimana terdapat 3 jenis valve, yaitu :

a. Linear : Valve jenis ini memiliki sifat dimana persen bukaan valve sama atau
berbanding lurus terhadap flowrate yang mengalir. Contohnya seperti pada gambar
linear diatas.
b. Equal Percentage : Valve jenis ini memiliki sifat dimana bukaan saat persentasi rendah
dan menegah, flowrate masih kecil, namun mendekati 100% bisa mendekati sifat
linearnya ( flowrate naik drastis )
c. Quick Opening : Valve jenis ini memiliki sifat dimana pada persen bukaan kecil
flowrate memiliki nilai yang sangat besar, sedangkan saat persen bukaan mendekati
100% maka flowrate mendekati sifat linearnya
Hysterisis adalah ketergantungan sebuah sistem, tidak hanya pada masa sekarang,
tetapi juga pada keadaannya di masa lampau. Gejala hysteresis sebenarnya merupakan salah
satu dari jenis error. Hanya saja error disini tidak konstan besarnya, dan tergantung kearah
mana input berubah. Gejala hysteresis sama halnya dengan linearitas, tidak dapat
diungkapkan dalam bentuk fungsi transfer. Gejala hysteresis pada sebuah instrument atau
sistem pengukuran dapat dilihat pada waktu ia beroperasi secara dua arah. Hal tersebut dapat
dilihat pada Gambar II.4 yang menunjukkan dua kurva yang hampir berhimpitan. Kurva yang
satu ditandai dengan panah ke atas dan, yang lain ke bawah. Pada waktu input berubah dari
0% menuju 100%, hubungan input-output akan mengikuti kurva dengan tanda anak panah ke
atas begitu juga sebaliknya. Gejala hysteresis ini banyak terjadi pada elemen sistem
pengendalian yang mengandung unsur mekanis, khususnya control valve.

Gambar II.5 Kurva Hysterisis


III. Skema Kerja

Menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan untuk praktikum

Mengatur valve dan controller pada alat sesuai prosedur

Mengatur %PO dari 0% hingga 100% dan dari 100% hingga 0%

Mencatat data pengamatan yang diperlukan

IV. Hasil Percobaan


a. Pengendali tekanan
1. Menggunakan tangki

Laju
Laju alir alir
P4 udara P2 P4 udara P2
%PO %PV (psi) keluar (psi) %PO %PV (psi) keluar (psi)
0 100 10,5 9 3 100 2,4 0 0 15,5
10 97,8 10,2 9 3,5 90 7,7 1 1 14
20 91,4 9,8 8,6 5 80 17,6 2 2,7 13
30 83,4 9 8 6 70 31,1 3,5 4 11,5
40 73,7 8 7,3 7,5 60 44,4 4,9 5,3 10,5
50 61,5 6,5 6,6 8,9 50 56,7 6 6,3 9
60 49,1 5,5 5,8 10 40 69,7 7,5 7 7,5
70 36,4 4 4,6 11,5 30 79,4 8,2 7,7 6,5
80 21,2 2,5 3 12,9 20 87,3 9,1 8,3 5
90 9 1,5 1,4 14 10 93,6 10 8,6 4
100 2,3 0 0 15,5 0 100 10,5 9 3

2. Tanpa tangki
Laju
alir Laju alir
P4 udara P2 P4 udara P2
%PO %PV (psi) keluar (psi) %PO %PV (psi) keluar (psi)
0 100 10,5 9 2,5 100 2,1 0 0 15,5
10 96,4 10 8,8 3,5 90 6,4 1 1 14
20 89,8 9,5 8,4 5 80 16,7 2 2,5 13
30 81,5 8,5 7,8 6 70 31,1 3,5 4 11,5
40 71,8 7,8 7,2 7,4 60 44,2 5 5,2 10,2
50 59,4 6,5 6,5 8,9 50 56,3 6 6,2 8
60 46,7 5 5,5 10 40 69,6 7,5 7 7,5
70 33,7 4 4,3 11,5 30 80,4 8,5 7,8 6,5
80 19,4 2,5 2,8 13 20 88,8 9,2 8,3 5
90 7,5 1,5 1 14 10 95,1 10 8,8 4
100 2,1 0 0 15,5 0 99,2 10,5 9 3

b. Pengendali temperature

Laju alir
MV Laju alir Tekanan MV FI1 Tekanan
(%PO) FI1 (L/mnt) (psi) %PV (%PO) (L/mnt) (psi) %PV
0 3,5 10 39,5 100 20 36 48,6
10 4,5 13 41,6 90 19,5 26 48,7
20 7,5 15 44,4 80 19 24 48,5
30 8,5 17 46,3 70 17,5 24 48,5
40 11 19 47,5 60 17 22 48,5
50 13,5 20 48,1 50 13,5 20 48,1
60 15,5 22 48,3 40 11 18 47,6
70 17 23 48,6 30 8,5 16 46,8
80 18,5 24 48,8 20 6 14 44,7
90 19,5 26 48,6 10 4,5 13 42,1
100 20 36 48,5 0 3,5 10 39,5

c. Pengendali pH

%PO volume t laju alir %PO volume t laju alir


peristaltic air kran (menit) keluaran peristaltic air kran (menit) keluaran
pump yang pompa pump yang pompa
1 ditampun
2 3 peristaltik
4 = 2/3 1 ditampu
2 3 4 = 2/3
peristaltik
0 50 0 0 100 50 0,40 125
10 50 2,21 22,62443 90 50 0,43 116,27907
20 50 1,59 31,44654 80 50 0,50 100
30 50 1,38 36,23188 70 50 0,56 89,285714
40 50 1,23 40,65041 60 50 1,04 48,076923
50 50 1,17 42,73504 50 50 1,13 44,247788
60 50 1,02 49,01961 40 50 1,22 40,983607
70 50 0,55 90,90909 30 50 1,36 36,764706
80 50 0,48 104,1667 20 50 1,55 32,258065
90 50 0,42 119,0476 10 50 2,26 22,123894
100 50 0,37 135,1351 0 50 0 0

Y ∆P orifice P udara ∆P orifice P udara


(%PO) %PV (kPa) (bar) Y (%PO) %PV (kPa) (bar)
0 1,3 1,2 1,95 100 103,2 178,26 1,2
10 2,2 2,2 1,9 90 103,2 173,27 1,25
20 11,7 11,6 1,9 80 103,2 162,06 1,3
30 18,6 18,4 1,85 70 103,2 133,05 1,4
40 29,3 29,2 1,8 60 95,6 95,45 1,55
50 54,8 54,8 1,7 50 57,9 57,68 1,7
60 92,1 91,82 1,55 40 30,8 30,72 1,8
70 103,2 131,72 1,4 30 19,3 19,15 1,85
80 103,2 160,03 1,3 20 12,3 12,16 1,9
90 103,2 173,35 1,25 10 3,6 3,31 1,9
100 103,2 178,26 1,2 0 1,2 1,13 1,95
d. Pengendali flowrate

%PO %PO
Level Level
initial t laju alir tekanan initial t laju alir tekanan
air air
actuating (menit) (cm3/menit) (psi) actuatin (menit) (cm3/menit) (psi)
(cm) (cm)
signal g signal
0 0 0 0 0 100 11,3 1 1903,705 10
10 1,6 2 134,7756 5 90 10,5 1 1768,929 10
20 1,8 2 151,6225 6 80 10,1 1 1701,542 10
30 2,8 1 471,7145 7 70 9 1 1516,225 10
40 5,1 1 859,1943 8 60 8,3 1 1398,297 9,5
50 7,2 1 1212,98 9 50 7,1 1 1196,133 9
60 8,5 1 1431,99 9,5 40 5,1 1 859,1943 8
70 9,5 1 1600,46 10 30 2,6 1 438,0206 7
80 10,3 1 1735,235 10 20 1,7 2 143,199 6
90 10,7 1 1802,623 10 10 1,5 2 126,3521 4
100 11,3 1 1903,705 10 0 0 0 0 0
e. Pengendali aras

V. Pembahasan
a. Korelasi antara besaran-besaran pengendalian aras
Pada percobaan pengendalian aras bertujuan untuk mengendalikan ketinggian air di
dalam tangki dengan cara mengubah nilai manipulated variabel (MV) supaya nilai control
variable (CV) sama dengan set point (SP). Input dari pengendali aras adalah laju alir air dan
output yang dihasilkan berupa ketinggian air pada tangki. Dan karakteristik yang digunakan
berupa air to open.

Gambar V.1 Hubungan antara laju alir dengan %PO

Pada grafik diatas menunjukan hubungan laju alir dengan %PO. Variabel yang
digunakan berupa %PO bukaan valve. %PO dengan laju alir berbanding lurus, dapat kita lihat
bahwa apabila %PO dinaikkan maka laju alir memiliki nilai semakin besar, hal ini
dikarenakan semakin besar bukaan valve maka akan semakin besar udara yang masuk ke
dalam tangki sehingga laju alir yang dihasilkan juga semakin besar. Pada grafik V.1
hubungan antara laju alir dengan %PO yang dilakukan secara manual didapatkan hasil grafik
yang hampir linear karena nilai R yang diperoleh mendekati 1 yaitu 0,9. Grafik dikatakan
linear apabila memiiki garis yang lurus dan nilai R sebesar 1. Sedangkan hysterisis pada
perbandingan %PO (0%-100%) dan (100%-0%) didapatkan pada saat %PO 60%-80%
dengan selisih laju alir terbesar pada saat %PO tepat 70% yaitu sebesar 84,23473 cm3/menit.
Gejala hysterisis muncul disebabkan oleh input berbeda dengan bukaan valve atau bisa
dikatakan bukaan valve tidak sesuai dengan input, sebagai contoh pada input turun dari 75%
ke 50% posisi bukaan control valve tertinggal di 52% walaupun input 50%.

Gambar V.2 Grafik hubungan antara level air dengan %PO

Dari grafik diatas kita peroleh bahwa %PO dengan lever air berbanding lurus yaitu
saat %PO diperbesar maka nilai level air yang dihasilkan juga semakin besar. Kita dapat
menentukan ke linearan pada sistem pengendalian dengan cara melihat nilai R yang
dihasilkan mendekati 1 yaitu 0,9864 hal ini dapat dikatakan hampir linear, karena grafik
dapat dikatakan linear apabila nilai R yang dihasilkan yaitu 1. Sedangkan nilai hysterisis
diperoleh dari perbandingan %PO (0%-100%) dan (100%-0%) yakni pada saat %PO 60%-
80% dengan selisih level terbesar pada %PO 70% senilai 0,5. Hysterisis muncul disebabkan
oleh tertinggalnya bukaan control valve walaupun input telah dirubah, dapat juga disebabkan
oleh perbedaan output yang terjadi antara pemberian input menaik dan pemberian input
menurun.
Gambar V.3 Grafik hubungan antara tekanan dengan %PO

Dari grafik diatas kita peroleh bahwa %PO dengan lever air berbanding lurus yaitu saat
%PO diperbesar maka nilai level air yang dihasilkan juga semakin besar. Kita dapat
menentukan ke linearan pada sistem pengendalian dengan cara melihat nilai R yang
dihasilkan mendekati 1 yaitu 0,9864 hal ini dapat dikatakan hampir linear, karena grafik
dapat dikatakan linear apabila nilai R yang dihasilkan yaitu 1. Sedangkan nilai hysterisis
diperoleh dari perbandingan %PO (0%-100%) dan (100%-0%) yakni pada saat %PO 10%.
Hysterisis muncul disebabkan oleh tertinggalnya bukaan control valve walaupun input telah
dirubah, dapat juga disebabkan oleh perbedaan output yang terjadi antara pemberian input
menaik dan pemberian output menurun.

b. Korelasi antara besaran-besaran pengendalian pH

Pada percobaan pengendalian pH bertujuan untuk mengendalikan ketinggian pH di


dalam tangki dengan cara mengubah nilai manipulated variabel (MV) supaya nilai control
variable (CV) sama dengan set point (SP). Input dari pengendali pH adalah laju alir basa dan
output yang dihasilkan berupa pH yang diinginkan. Karakteristik yang digunakan berupa air
to open.
Gambar V.4 grafik hubungan antara %PO dengan waktu

Pada grafik diatas menunjukan pengaruh %PO terhadap waktu yang dibutuhkan.
Variabel yang digunakan berupa %PO bukaan valve. Hubungan antara waktu dengan %PO
adalah berbanding lurus, dapat kita lihat bahwa apabila %PO dinaikkan maka waktu yang
dibutuhkan semakin sedikit, hal ini dikarenakan semakin besar bukaan valve maka akan
semakin besar pula laju alirnya sehingga waktu yang dibutuhkan semakin cepat. Pada grafik
V.1 hubungan antara %PO dengan waktu yang dilakukan secara manual didapatkan hasil
grafik yang tidak linear karena nilai R yang diperoleh sangat jauh dari 1 yaitu 0,2 dan dapat
kita lihat pula garis yang terbentuk terlihat berkelok-kelok, sedangkan menurut teori apabila
garis kurva nya lurus, unit elemennya dikatakan linear. Hysterisis pada perbandingan %PO
(0%-100%) dan (100%-0%) didapatkan pada saat %PO 60%-80% dengan selisih laju alir
terbesar pada saat %PO tepat 70% yaitu sebesar 84,23473 cm3/menit. Gejala hysterisis
muncul disebabkan oleh bukaan valve tidak sesuai dengan input atau dapat dikatakan karena
keterlambatan dinamis antara input dengan output, sebagai contoh pada input turun dari 60%
ke 70% posisi bukaan control valve tertinggal di 68% walaupun input 70%.
Gambar V.5 grafik hubungan antara %PO dengan laju alir air

Dari grafik V.5 dapat kita ketahui hubungan antara %PO dengan laju alir yang dihasilkan
berbanding lurus, hal ini dikarenakan menggunakan control valve air to open dimana apabila
semakin besar %PO bukaan valve maka laju alir yang dihasilkan juga akan semakin besar.
Grafik tersebut mendekati linear, karena nilai R yang dihasilkan mendekati 1 yaitu 0,9.
Sedangkan penyimpangan pada hysterisis perbandingan antara %PO (0% ke 100%) dan
(100% ke 0%) terjadi pada saat %PO 100%. Penyimpangan ini terjadi karena adanya
keterlambatan antara input dengan output sehingga data yang dihasilkan tidak sesuai.

c. Korelasi antara besaran-besaran pengendalian tekanan

Pengendali tekanan bertujuan untuk mengendalikan tekanan dalam tangki supaya sesuai
dengan set point yang kita inginkan. Dalam praktikum kali ini dilakukan dengan 2 metode,
yaitu dengan menggunakan tangki dan tanpa tangki. Hal ini berbeda dalam bukaan valve
nya. Apabila menggunakan tangki maka valve V1,V2,V3 dan V5 dibuka sedangakan V4 dan
V6 ditutup. Apabila tidak menggunakan tangki maka valve V1,V2, dan V4 dibuka
sedangkan V3, V5 dan V6 ditutup. Input berupa laju alir udara dan output berupa tekanan
dari orifice.
a. Menggunakan tangki

Gambar V.6 grafik hubungan antara %PV dengan %PO

Dari data yang diperoleh dapat kita lihat bahwa %PV dengan %PO memiliki
perbandingan terbalik hal ini dikarenakan semakin besar bukaan valve maka tekanan yang
dibutuhkan semakin kecil. Grafik tersebut dapat dikatakan linear karena nilai R yang
dihasilkan mendekati 1 yakni sebesar 0,9 dan grafik terlihat lurus walaupun tidak terlalu
signifikan. Sedangkan penyimpangan hysterisis terbesar berada pada saat %PO 30% hal ini
disebabkan oleh input berbeda dengan bukaan valve atau bisa dikatakan bukaan valve tidak
sesuai dengan input, dapat juga disebabkan oleh sistem yang berada pada beberapa kondisi
internal yang berbeda.

Gambar V.7 grafik hubungan antara laju alir udara keluar dengan %PO
Dapat kita ketahui dari grafik bahwa hubungan antara %PO dengan laju alir udara
berbanding terbalik, hal ini dikarenakan karakteristik tangki yang menjadikan durasi proses
berjalan lebih lama sehingga hysterisis secara tidak langsung berpengaruh akibat
menyesuaikan bukaan control valve dan juga hal ini dikarenakan semakin besar bukaan valve
maka tekanan yang dibutuhkan semakin kecil. . Dapat diketahui nilai hysterisis memiliki
penyimpangan pada perbandingan %PO (0% ke 100%) dan (100% ke 0%) terbesar pada saat
%PO 60%-70%. Namun, di sisi lain hysterisis yangg dihasilkan cenderung stabil, karena
fungsi dari tangki itu sendiri untuk menyetabilkan laju alir yang keluar. Sedangkan ke
linearan nya dapat kita ketahui dari garis lurus pada grafik dan nilai R yang dihasilkan
sebesar 0,9 hal ini menunjukan bahwa grafik mendekati linear.

Gambar V.8 grafik hubungan antara %PO dengan P4

Dari grafik diatas dapat kita lihat bahwa %PO dengan P4 memiliki perbandingan
terbalik hal ini dikarenakan semakin besar bukaan valve maka tekanan yang dibutuhkan
semakin kecil dan ke linearnya yang memiliki nilai R sebesar 0,9 serta garis yang dihasilkan
lurus. Hal ini menunjukan bahwa grafik tersebut mendekati linear. Sedangkan hysterisis yang
dihasilkan terlihat paling besar pada saat %PO 20%-30% hal ini disebabkan oleh
keterlambatan antara input dengan output dan juga dapat disebabkan oleh sistem yang berada
pada beberapa kondisi internal yang berbeda.
Gambar V.9 grafik hubungan antara %PO dengan P2

Dari grafik diatas kita peroleh bahwa %PO dengan P2 berbanding lurus yaitu saat %PO
diperbesar maka nilai P2 dihasilkan juga semakin besar hal ini dikarenakan apabila %PO
dinaikkan maka valve pada P2 juga akan meningkat. Kita dapat menentukan ke linearan pada
sistem pengendalian dengan cara melihat nilai R yang dihasilkan mendekati 1 yaitu 0,9 hal
ini dapat dikatakan hampir linear, karena grafik dapat dikatakan linear apabila nilai R yang
dihasilkan yaitu 1 dan garis pada grafik terlihat lurus. Sedangkan nilai hysterisis diperoleh
tidak terlalu signifikan dari perbandingan %PO (0%-100%) dan (100%-0%) yakni pada saat
%PO 10%, 30% dan 60%. Hysterisis muncul disebabkan oleh tertinggalnya bukaan control
valve walaupun input telah dirubah, dapat juga disebabkan oleh perbedaan output yang terjadi
antara pemberian input menaik dan pemberian input menurun.

b. Tidak menggunakan tangki

Gambar V.10 grafik hubungan antara %PV dangan %PO

Dari data yang diperoleh dapat kita lihat bahwa %PV dengan %PO memiliki
perbandingan terbalik hal ini dikarenakan semakin besar bukaan valve maka tekanan yang
dibutuhkan semakin kecil. Grafik tersebut dapat dikatakan linear karena nilai R yang
dihasilkan mendekati 1 yakni sebesar 0,9 dan grafik terlihat lurus walaupun tidak terlalu
signifikan. Sedangkan penyimpangan hysterisis juga tidak terlalu signifikan namun selisih
percobaan pada perlakuan %PO (0% ke 100%) dan (100% ke 0%) terbesar berada pada saat
%PO 50% yakni menghasilkan selisish sebesar 3,1 hal ini disebabkan bukaan valve tidak
sesuai dengan input, dapat juga disebabkan oleh sistem yang berada pada beberapa kondisi
internal yang berbeda.

Gambar V.11 grafik hubungan %PO dengan laju alir udara

Dari data yang diperoleh dapat kita lihat bahwa laju alir udara dengan %PO memiliki
perbandingan terbalik hal ini dikarenakan semakin besar bukaan valve maka tekanan yang
dibutuhkan semakin kecil sehingga laju alir yang keluar juga semakin kecil. Grafik tersebut
dapat dikatakan linear karena nilai R yang dihasilkan mendekati 1 yakni sebesar 0,9 dan
grafik terlihat lurus walaupun tidak terlalu signifikan. Sedangkan penyimpangan hysterisis
juga tidak terlalu signifikan namun selisih percobaan pada perlakuan %PO (0% ke 100%) dan
(100% ke 0%) terbesar berada pada saat %PO 60%-70% hal ini disebabkan bukaan valve
tidak sesuai dengan input, dapat juga disebabkan oleh sistem yang berada pada beberapa
kondisi internal yang berbeda.
Gambar V.12 grafik hubungan %PO dengan P4

Dari data yang diperoleh dapat kita lihat bahwa %PO dengan P4 memiliki
perbandingan terbalik hal ini dikarenakan semakin besar bukaan valve maka tekanan yang
dibutuhkan semakin kecil. Grafik tersebut dapat dikatakan linear karena nilai R yang
dihasilkan mendekati 1 yakni sebesar 0,9 dan grafik terlihat lurus walaupun tidak terlalu
signifikan. Sedangkan penyimpangan hysterisis juga tidak terlalu signifikan namun selisih
percobaan pada perlakuan %PO (0% ke 100%) dan (100% ke 0%) terbesar berada pada saat
%PO 20%-30% yakni senilai 0,5 dan 0,6 hal ini disebabkan bukaan valve tidak sesuai dengan
input, dapat juga disebabkan oleh sistem yang berada pada beberapa kondisi internal yang
berbeda.

Gambar V.13 grafik hubungan %PO dengan P2


Dari grafik diatas kita peroleh bahwa %PO dengan P2 berbanding lurus yaitu saat %PO
diperbesar maka nilai P2 dihasilkan juga semakin besar hal ini dikarenakan apabila %PO
dinaikkan maka valve pada P2 juga akan meningkat. Kita dapat menentukan ke linearan pada
sistem pengendalian dengan cara melihat nilai R yang dihasilkan mendekati 1 yaitu 0,9 hal
ini dapat dikatakan hampir linear, karena grafik dapat dikatakan linear apabila nilai R yang
dihasilkan yaitu 1 dan garis pada grafik terlihat lurus. Sedangkan nilai hysterisis diperoleh
tidak terlalu signifikan dari perbandingan %PO (0%-100%) dan (100%-0%) yakni pada saat
%PO 10%, 30% dan 60%. Hysterisis muncul disebabkan oleh tertinggalnya bukaan control
valve walaupun input telah dirubah, dapat juga disebabkan oleh perbedaan output yang terjadi
antara pemberian input menaik dan pemberian input menurun.

d. Korelasi antara besaran-besaran pengendalian suhu

Percobaan ini bertujuan untuk mengendalikan sebuah suhu pada tangki sesuai set point
dengan cara mengatur bukaan valve. Input berupa laju alir air panas dan output berupa air
dingin keluar HE sesuai dengan suhu yang kita inginkan. Karakteristik yag digunakan berupa
air to open.

Gambar V.14 grafik hubungan %PO dengan %PV

Dari grafik diatas kita peroleh bahwa %PO dengan %PV berbanding lurus yaitu saat
%PO diperbesar maka nilai %PV dihasilkan juga semakin besar hal ini dikarenakan apabila
%PO valve dinaikkan maka proses variabel pada sistem akan meningkat. Kita dapat
menentukan ke linearan pada sistem pengendalian dengan cara melihat nilai R yang
dihasilkan tidak mendekati 1 yaitu 0,7 hal ini dapat dikatakan bahwa grafik tidak linear,
karena grafik dapat dikatakan linear apabila nilai R yang dihasilkan yaitu 1 dan garis pada
grafik terlihat lurus. Sedangkan nilai hysterisis diperoleh tidak terlalu signifikan dari
perbandingan %PO (0%-100%) dan (100%-0%) yakni pada saat %PO 60%-70%. Hysterisis
muncul disebabkan oleh tertinggalnya bukaan control valve walaupun input telah dirubah,
dapat juga disebabkan oleh perbedaan output yang terjadi antara pemberian input menaik dan
pemberian input menurun.

Gambar V.15 grafik hubungan antara %PO dengan F1

Dari grafik diatas kita peroleh bahwa %PO dengan laju alir yang dihasilkan
berbanding lurus yaitu saat %PO diperbesar maka nilai laju alir yang dihasilkan juga semakin
besar . Kita dapat menentukan ke linearan pada sistem pengendalian dengan cara melihat
nilai R yang dihasilkan mendekati 1 yaitu 0,9 hal ini dapat dikatakan bahwa grafik mendekati
linear, karena grafik dapat dikatakan linear apabila nilai R yang dihasilkan yaitu 1 dan garis
pada grafik terlihat lurus. Sedangkan nilai hysterisis diperoleh tidak terlalu signifikan dari
perbandingan %PO (0%-100%) dan (100%-0%) yakni pada saat %PO 20%-40%. Hysterisis
muncul disebabkan oleh tertinggalnya bukaan control valve walaupun input telah dirubah,
dapat juga disebabkan oleh perbedaan output yang terjadi antara pemberian input menaik dan
pemberian input menurun.

Gambar V.16 grafik hubungan antara %Po dengan tekanan


Dari grafik diatas kita peroleh bahwa %PO dengan tekanan yang dihasilkan berbanding
lurus yaitu saat %PO diperbesar maka nilai tekanan yang dihasilkan juga semakin besar . Kita
dapat menentukan ke linearan pada sistem pengendalian dengan cara melihat nilai R yang
dihasilkan mendekati 1 yaitu 0,9 hal ini dapat dikatakan bahwa grafik mendekati linear,
karena grafik dapat dikatakan linear apabila nilai R yang dihasilkan yaitu 1 dan garis pada
grafik terlihat lurus. Sedangkan nilai hysterisis diperoleh tidak terlalu signifikan dari
perbandingan %PO (0%-100%) dan (100%-0%) yakni pada saat %PO 70%-90%. Hysterisis
muncul disebabkan oleh tertinggalnya bukaan control valve walaupun input telah dirubah,
dapat juga disebabkan oleh perbedaan output yang terjadi antara pemberian input menaik dan
pemberian input menurun.

e. Korelasi antara besaran-besaran pengendalian laju alir

Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik dari setiap elemen alat
pengendali laju alir dan juga untuk mengendalikan laju alir suatu fluida dengan cara
manipulasi beda tekanan pada suatu fluida cair. Input berupa laju alir air dan output berupa
laju alir air yang diinginkan. Sedangkan karakteristiknya berupa air to close.

Gambar V.17 grafik hubungan antara %Po dengan %PV

Dari grafik diatas kita peroleh bahwa %PO dengan %PV yang dihasilkan berbanding
lurus yaitu saat %PO diperbesar maka nilai %PV yang dihasilkan juga semakin besar .
Kita dapat menentukan ke linearan pada sistem pengendalian dengan cara melihat nilai R
yang dihasilkan mendekati 1 yaitu 0,9 hal ini dapat dikatakan bahwa grafik mendekati
linear, karena grafik dapat dikatakan linear apabila nilai R yang dihasilkan yaitu 1 dan
garis pada grafik terlihat lurus. Sedangkan nilai hysterisis diperoleh tidak terlalu
signifikan dari perbandingan %PO (0%-100%) dan (100%-0%) yakni pada saat %PO
40%-60%. Hysterisis muncul disebabkan oleh tertinggalnya bukaan control valve
walaupun input telah dirubah, dapat juga disebabkan oleh perbedaan output yang terjadi
antara pemberian input menaik dan pemberian input menurun.
Gambar V.18 grafik hubungan antara %PO dengan tekanan pada pengendali laju alir

Dari grafik diatas kita peroleh bahwa %PO dengan tekanan yang dihasilkan berbanding
lurus yaitu saat %PO diperbesar maka nilai tekanan yang dihasilkan juga semakin besar. Kita
dapat menentukan ke linearan pada sistem pengendalian dengan cara melihat nilai R yang
dihasilkan mendekati 1 yaitu 0,9 hal ini dapat dikatakan bahwa grafik mendekati linear,
karena grafik dapat dikatakan linear apabila nilai R yang dihasilkan yaitu 1 dan garis pada
grafik terlihat lurus. Sedangkan nilai hysterisis diperoleh tidak terlalu signifikan dari
perbandingan %PO (0%-100%) dan (100%-0%) yakni pada saat %PO 50%-80%. Hysterisis
muncul disebabkan oleh tertinggalnya bukaan control valve walaupun input telah dirubah,
dapat juga disebabkan oleh perbedaan output yang terjadi antara pemberian input menaik dan
pemberian input menurun.
VI. Kesimpulan

Dari kelima praktikum tersebut dapat kita simpulkan bahwa :

1. Korelasi antara input dengan output masing-masing percobaan :


a. Pengendali aras : input berupa laju alir air dan output berupa ketinggian air pada
tangki
b. Pengendali pH : input berupa laju alir basa dan output berupa pH yang diinginkan
c. Pengendali tekanan : input berupa laju alir udara dan output berupa tekanan dari
orifice
d. Pengendali suhu : input berupa laju alir air panas dan output berupa laju alir dingin
keluar HE
e. Pengendali laju alir : input berupa laju alir air dan output laju alir air yang
diinginkan

2. Karakteristik masing-masing elemen :


a. Pengendali aras : air to open
b. Pengendali pH : air to open
c. Pengendali tekanan : air to close
d. Pengendali suhu : air to open
e. Pengendali laju alir : air to close

VII. Daftar Pustaka

[1]. Stephanopoulos, G. 1984. Chemical Process Control: An Introduction to Theory and


Practice International Edition. New York: Practice Hall.

[2]. Gunterus, Frans. 1994. Falsafah Dasar : Sistem Pengendalian Proses. Jakarta : PT. Elex
Media Komputindo

[3]. Modul ajar praktikum pengendalian proses. Jurusan Teknik Kimia. Politeknik Negeri
Malang. 2010

Anda mungkin juga menyukai