Anda di halaman 1dari 25

Nama Kelompok :

1. Fenny Listiana 43217110108


2. Dhita Ayu Anggreany 43216120119
3. Nirmala Yulianti 43216120021
4. Ajeng Ayu Wikartika 43215120221
5. Cindy Cahyani 43215110330

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………………………………………………………………i

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………...ii

BAB 1 PENDAHULUAN……………………………………………………......1

A. Latar Belakang……………….……………………………………………....1

B. Rumusan Masalah ……………………………………………………….....2

BAB 2 PEMBAHASAN………………………………………………………….3

A. Target Costing ……………………..………………………………………...3

B. Life Cycle Costing ………………………………………………………......9

C. Theory of Constraints………………………………………………………16

BAB 3 PENUTUP ……………………………………………………………..20

A. Kesimpulan ……………………………………...……………………….... 20

B. Saran …………………………………….………………………………... .22

DAFTAR PUSTAKA ………………………..…………………………………23

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Pengendalian dalam konteks akuntansi manajemen adalah seperangkat


prosedur, alat, pengukuran kinerja, dan sistem yang digunakan organisasi
untuk memandu dan memotivasi semua karyawan untuk mencapai tujuan
perusahaan (Atkinson et al., 2007). Akuntansi manajemen dan sistem
pengendalian memegang penting dalam mendukung pengambil
keputusan untuk menentukan apakah strategi bisnis dan tujuan
perusahaan dapat dicapai. Berdasarkan lingkupnya, banyak akuntansi
manajemen dan sistem pengendalian mengukur dan menilai kinerja hanya
dalam bagian tertentu dari rantai nilai (selanjutnya rantai nilai akan disebut
value chain) proses produksi aktual. Namun demikian ruang lingkup
akuntansi manajemen harus komprehensif dan melingkupi semua aktivitas
value chain dari organisasi.Tanpa seperangkat informasi yang
komprehensif, keputusan yang dibuat manajer akan terbatas.
Value chain didefinisikan sebagai urutan aktivitas yang harus berkontribusi
untuk memberikan nilai dari produk dibanding biayanya karena sambil
produk berjalan terus dalam value chain maka produk tersebut
mengakumulasi biaya. Proses mengelola biaya salama produk berada
dalam value chain disebut dengan Total-life-cycle costing (TLCC). TLCC
menyediakan informasi untuk manajer agar mereka dapat memahami dan
mengelola biaya melalui desain produk, pengembangan, pabrikasi,
pemasaran, distribusi, pemeliharaan, jasa, dan tahap pemberhentian
produk.
Dalam TLCC terdapat tiga tahapan proses yaitu Research, Development,
and Engineering Cycle, manufacturing cycle (RD&E), dan post-sale
service and Disposal Cycle. Dalam siklus RD&E terdapat tiga tahapan
yaitu market research, product design, dan product development. Setelah
melalui RD&E, perusahaan memulai siklus manufaktur. Dalam siklus ini
biaya terjadi pada proses memproduksi produk. Setelah proses produksi
selesai kemudian dilanjutkan ke postsale service and disposal cycle.
Disposal cost termasuk semua aktivitas yang berhubungan dengan
mengeliminasi semua efek negatif dari proses eliminasi produk.
Proses RD&E merupakan proses yang sangat penting karena dalam
siklus ini diesstimasi 80% sampai 85% biaya total siklus hidup produk
ditentukan pada siklus RD&E. Keputusan yang dibuat dalam siklus ini
sangat penting karena biaya yang dikeluarkan pada siklus ini akan dapat
menghemat biaya yang nantinya akan dikeluarkan pada proses produksi
dan postmanufacturing acvities seperti perubahan desain atau biaya jasa.
Pemahaman yang baik mengenai TLCC akan menuntun kepada biaya
desain produk yang efektif yang berdampak pada pengurangan biaya
pada proses-proses selanjutnya. Metoda pengurangan biaya dalam siklus
RD&E adalah target costing dan value engineering.

1
Dengan pesatnya perkembangan pemanfaatan komputer Dengan
pesatnya perkembangan pemanfaatan komputer berkembangnya dalam
tahap desain, engineering, dan produksi maka jarak waktu yang
diperlukan dari ide rancangan sampai dengan produksi menjadi sangat
pendek. Kondisi ini memungkinkan perusahaan-perusahaan kelas dunia
memilih startegi inovasi sebagai senjata untuk memenangkan perebutan
pasar dunia. Staregi ini menjadikan daur hidup produk menjadi pendek.
Oleh karena itu, manajemen yang bersaing dikelas dunia tidak
cukup hanya memperoleh informasi biaya periodik yang dihasilkan oleh
sistem akuntansi tradisional, namun jauh lebih penting dari itu,
manajemen memerlukan informasi product life cycle costs yang
memungkinkan manajemen melakukan strategic cost analysis pada saat
mempertimbangkan peluncuran produk baru, penghentian produksi
produk yang ada, dan product profitability analysis .
Semakin pendeknya daur hidup produk semakin memerlukan
perancangan yang matang keseluruhan pendapatan dan biaya yang
diproyeksikan selama daur hidup produk, agar investasi yang dilakukan
oleh perusahaan untuk desain dan pengembangan produk dan untuk
mesin dan ekuipmen yang bersangkutan dengan produk dapat tertutup
dari kas masuk bersih selama daur hidup yang diperkirakan.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Target Costing

Target costing adalah metode perencanaan laba dan manajemen biaya


yang dikembangkan di Jepang pada tahun 1960an. Target costing adalah
pengelolaan biaya strategic untuk mendapatkan laba masa depan
(Cooper dan Slagmulder, 1999). Pada awal dipublikasikannya target
costing beberapa nama yang biasa digunakan merujuk pada target
costing adalah cost planning dan cost projection systems (Kato, 1993).
Sesuai dengan karakteristik dari perusahaan di Jepang yang memiliki
hubungan dekat dengan supplier, klien, dan lembaga keuangan maka
perusahaan Jepang mempergunakan supply chain untuk pengembangan
dan pengendalian biaya produk. Karena penekanan perusahaan Jepang
pada supply chain maka target costing sangat cocok dengan sifat alamiah
perusahaan Jepang.(Albright dan Lam, 2006)

Tujuan dari target costing adalah pengurangan biaya produk dalam tahap
RD&E dan bukan pada proses produksi. Kunci target costing adalah pada
desain produk yang dapat memuaskan konsumen.

Target costing adalah contoh yang sesuai bagaimana akuntansi


manajemen dan sistem pengendalian dapat digunakan untuk tujuan
strategik dan betapa pentingnya hal tersebut bagi perusahaan untuk
memiliki sistem yang mempertimbangkan pengukuran kinerja dalam
seluruh proses value chain.

Melalui target costing produk yang dihasilkan akan dapat memperoleh laba yang
diharapkan karena biaya yang diharapkan ditentukan berdasarkan harga yang
kompetitif. Sebagai dampaknya maka penggunaan target costing harus sering
mengadopsi ukuran-ukuran penurunan biaya yang ketat atau melakukan desain ulang
produk atau desain proses produksi sehingga harga produk dapat kompetitif namun
tetap dapat menghasilkan laba. Sehingga target costing merupakan biaya yang
sseharusnya dikeluarkan untuk membuat suatu produk. Adapun rumus dari target
costing adalah:

Target Costing = Harga kompetitif – Laba yang


diinginkan

Agar target costing dapat tercapai maka perusahaan harus melakukan


efisiensi dengan mengeliminasi pemborosa dan melakukan perbaikan
terus menerus. Perusahaan akan menentukan harga serendah-rendahnya
(supaya harga menjadi kompetitif) sehingga setiap unit atau karyawan

3
dalam perusahaan akan meningkatkan efisiensi yang akan berdampak
pada keuntungan maksimal. Melalui strategi ini maka target costing dapat
membuat perusahaan menjadi kompetitif. Strategi ini sangat cocok bagi
perusahaan yang berada dalam industri dimana harga sangat
mempengaruhi keputusan konsumen.

Karakteristik Target Costing

Beberapa karakteristik Target costing adalah sebagai berikut. Pertama,


proses pengurangan biaya menggunakan target cost dimulai dari riset
pasar yang memiliki dua tujuan yaitu memahami kebutuhan konsumen
dan melakukan riset harga kompetitif produk yang ada di pasar (berapa
harga yang mau dibayar oleh konsumen atau harga produk yang sama
milik kompetitor). Proses awal ini seringkali disebut dengan market driven
costing.

Karakteristik kedua dari sistem target costing adalah penentuan awal


target profit margin selama perencanaan produk produk masa depan.
Kato (1993) dan Monden dan Hamada (1991) dalam Evaeret (2006)
menjelaskan bahwa target profit total untuk produk di masa depan
dapatberasal dari rencana laba jangka menengah dan data tersebut dapat
diperoleh dari data bisnis strategi selama 3-5 tahun. Target profit masa
depan dapat dikonversi menjadi target profit perunit produk. Karakteristik
ketiga dari target costing adalah bahwa target biaya diatur
pada awal proses pengembangan produk baru, sebelum desain dan
pengembangan benar-benar mulai. Keputusan tingkat yang sesuai dari
target biaya untuk produk baru memerlukan beberapa pertimbangan.

Karekteristik keempat yaitu target cost dibagi menjadi target cost untuk
fungsi-fungsi, perakitan, bagian, supplier dan desainer. Dalam
karakteristik ini ada dua metode alokasi yaitu alokasi berorientasi fungsi
dan alokasi berorientasi komponen. Karakteristik kelima yaitu
implementasi target cost membutuhkan kerjasama lintas
departemen/fungsi. Perusahaan yang menggunakan target costing harus
merangsang kerjasama multidisiplin dari individu-individu yang berbeda
untuk bekerja sama. Kerjasama multidisipliner sangat penting, karena
pengurangan biaya yang berhasil harus menyeimbangkan semua
pengembangan produk baru tujuan seperti biaya, kualitas dan masalah
fungsionalitas.

Karakteristik keenam yaitu adanya informasi biaya yang rinci untuk


mendukung proses pengurangan biaya. Untuk melihat dampak dari desain
pada biaya dan memantau proses pengurangan biaya maka desainer
harus memperkirakan biaya produk untuk masa depan selama proses
pengembangan. Desainer membutuhkan informasi biaya yang rinci setiap
saat tidak hanya dalam tahap pengembangan produk baru. Desainer

4
harus selalu memperkirakan produksi terus menerus sehingga
memerlukan informasi biaya yang rinci. Karakteristik ke tujuh yaitu target
costing melibatkan perbadingan drifting cost dari produk masa depat
dengan target cost dalam tahap berbeda di pengembangan produk baru.
Dalam setiap bisnis mengikuti urutan proses yang formal, dalam hal ini
biaya selalu diestimasi dalam tahap tertentu dalam proses. Drifting cost
adalah biaya yang diestimasi berdasarkan produk yang sedang berjalan.
Karakteristik terakhir yaitu target cost tidak dapat ditingkatkan.
Karakteristik ini diterapkan dengan disiplin oleh perusahaan di Jepang.
Tiga hal yang menyebabkan target cost tidak bisa ditingkatkan yaitu
kapanpun biaya meningkat selama proses pengembangan produk baru
maka harus ada penurunan biaya di tahap yang lain dengan penjumlahan
total yang sama. Kedua, mengeluarkan produk dengan biaya diatas target
tidak diperbolehkan, hanya produk yang mampu mendatangkan
keuntungan yang dilempar ke pasar. Ketiga, proses produksi dikelola
dengan teliti untuk memastikan bahwa target cost tercapai.

Process Target Costing

Dalam proses target costing cost analysis dan rekayasa nilai (value
engineering) sangat penting dalam melakukan pengurangan biaya.
Melalui cost analysis perusahaan melakukan beberapa aktivitas yaitu
pertama, mengembangkan daftar komponen dan mengidentifikasi fungsi
produk. Melalui aktivitas ini maka dapat diidentifikasi komponen dan fungsi
mana dari produk yang dibutuhkan untuk memuaskan pelanggan dan
biaya apa saja yang muncul akibat komponen dan fungsi produk tersebut.
Kedua merinci biaya fungsional. Setiap komponen dan bagian dari produk
memiliki fungsi spesifik. Melalui aktivitas ini dapat diestimasi biaya yang
dikeluarkan. Ketiga, menentukan urutan relatif (ranking) dari kebutuhan
pelanggan. Pada tahapan ini dapat dibuat survey konsumen mengenai
bagian mana yang paling dibutuhkan/diminati pelanggan. Keempat,
menghubungkan bentuk dengan fungsinya. Karena setiap komponen
memiliki fungsi dari produk dan merupakan parameter desain kunci, pada
tahap ini menghubungkan ranking pelanggan yang menyatakan
komponen mana yang sesuai dengan permintaan pelanggan. Quality
Function Deployment Matrix biasanya digunakan pada tahap ini. Dalam
matrix ini terdapat informasi susunan secara sistematis tentang bentuk,
fungsi, dan evaluasi yang berkenaan dengan persaingan. Matrix ini
merupakan alat yang sangat berguna untuk target costing karena
menonjolkan hubungan antara kompetisi yang terjadi, keperluan
konsumen, dan parameter desain. Kelima, mengembangkan ranking
fungsional secara relatif. Fungsi dari sebuah produk sangat penting bagi
konsumen sehingga dalam proses ini perusahaan membagi persentase
kontribusi dari setiap komponen untuk kebutuhan konsumen. Terdapat
dua aktivitas dalam value engineering yaitu mengindentifikasi komponen
untuk mengurangi biaya dan menghasilkan ide pengurangan biaya.

5
Value engineering (rekayasa nilai) digunakan dalam target costing untuk
menganalisis fungsi-fungsi produk berdasarkan preferensi konsumen
pada biaya yang tertendah tanpa mengurangi kualitas, keamanan,
kemampuan didaur ulang, kegunaan, kemampuan, keawetan, dan
keandalan produk. Value engineering memiliki dua aktivitas yaitu
mengidentifikasi komponen-komponen untuk pengurangan biaya dan
menghasilkan ide-ide untuk pengurangan biaya.

Berdasarkan kualitasnya klasifikasi produk dibagi dua kelompok, yaitu


produk yang fungsionalitasnya relative mudah ditambah/dikurangi dan
produk yang fungsionalitasnya relative stabil.

Produk yang fungsionalnya relative mudah ditambah/dikurangi merupakan


kelompok produk yang sering berubah model (dapat dikatakan mengikuti
trend dan sangat digemari oleh konsumen), contoh mobil, asesoris,
elektronik, handphone. Karena cepat sekali berubah maka life cycle
produk ini pendek sehingga produsen dituntut untuk dapat memiliki inovasi
dan kreativitas. Value engineering yang dibutuhkan untuk produk ini
adalah analisis fungsional yaitu melalui pengkajian kinerja dan biaya dari
masing-masing fungsi produk. Proses benchmarking dapat dijalankan
dalam proses ini.

Kelompok produk yang fungsionalitasnya relatif stabil contohnya adalah


alat-alat kedokteran, peralatan pabrik, konstruksi. Jika perusahaan
bergerak dalam industri ini maka mereka harus menghasilkan produk
yang memiliki fungsional sebaik mungkin. Value engineering yang
digunakan adalah analisis desain.

Asumsi/kelemahan/kelebihan Target Costing

Menurut Atkinson (2007) target costing memiliki beberapa kelemahan


yaitu:

6
1. Kurangnya pemahaman konsep target costing. Karena target
costing pertama kali ditemukan di Jepang, maka ketika dibawa
keluar Jepang tidak semua pengguna memahami dengan baik
konsep target osting. Akibatnya banyak senior manajemen yang
menolak ide ini.
2. Implementasi yang kurang dalam konsep teamwork. Pengurangan
biaya yang dilakukan dalam sebuah unit kerja seringkali tidak
dilakukan di unit kerja yang lain. Sebagai contoh ketika departemen
produksi berhasil mengelola biaya sehingga berhasil melakukan
pengurangan biaya, namun departemen lain misalya administrasi,
pemasaran, dan distribusi malah memboroskan biaya. Sehingga
perusahaan yang akan mengadopsi target costing harus
mengadaptasi tingkat kerjasama tim, kepercayaan, dan kerjasama
agar target costing dapat sukses.
3. Penyebab karyawan terlalu lelah. Karyawan di banyak perusahaan
Jepang yang menerapkan target costing mengalami kelelahan yang
luar biasa karena adanya tekanan untuk memenuhi target biaya.
4. Waktu pengembangan yang terlalu lama. Walaupun biaya target
terpenuhi namun waktu pengembangan akan meningkat karena
adanya pengulangan dalam siklus value engineer untuk
menurunkan biaya, sehingga produk dapat terlambat sampai ke
pasar

Target costing memungkinkan perusahaan untuk mengurangi biaya


selama desain daripada mereduksi biaya setelah proses desain. Target
costing memastikan profitabilitas dalam jangka pendek dan panjang,
karena produk yang dihasilkan memiliki margin rendah atau tidak
menguntungkan selama pengembangan produk baru dapat dengan cepat
jatuh. Tim desain dalam target costing berfokus pada pelanggan utama
dan kesediaan mereka untuk membayar fitur produk. Penggunaan target
costing juga memaksa manajemen untuk menentukan kualitas, fitur dan
masalah waktu awal dalam proses dan untuk menyeimbangkan biaya dan
fitur terhadap kesediaan pelanggan untuk membayar produk (Ansari dan
Bell, 1997; Cooper, 1995; Cooper dan Chew, 1996 dalam Everaeret et all,
2006).

Target Costing dalam Praktek

7
Cooper dan Slagmulder (1999) meneliti praktek penerapan target costing
di beberapa perusahaan besar di Jepang yaitu Isuzu Motor, Olympus
Optical Company Ltd., Komatsu Ltd., Nissan Motor Corporation, Sony
Corporation, dan Topeon Corporation. Perusahaan kamera Olympus
dalam menetapkan harga jualnya ternyata tidak hanya menggunakan
harga pesaing namun mereka juga menggunakan produk lain untuk
melakukan set up harga misalnya produk CD maupun barang elektronik
lainnya. Berbeda dengan Topcon yang menggunakan harga berdasarkan
produk milik competitor. Nissan dalam menentukan target profit di masa
depan mempertimbangkan informasi mengenai pelanggan bauran produk
(Cooper, 1994 dalam Evaraeret, 2006). Perusahaan-perusahaan ini
berhasil menerapkan target costing berdasarkan ciri khas perusahaan
mereka masing-masing. Mereka menemukan bahwa keefektifan Target
costing adalah pada disiplin.

Dekker dan Amidt melakukan survey target costing di Jepang dan


melaporkan bahwa 61 persen dari perusahaan manufaktur yang diteliti
digunakan target costing. Mereka juga. melakukan survei serupa di
Belanda dan menemukan tingkat adopsi 59 persen. Namun, responden
memberikan berbagai nama dan deskripsi untuk praktek target costing,
menunjuk ke banyak perbedaan antara sistem mereka dan definisi target
costing (Dekker andSmidt, 2003 di Evaraeret dkk, 2006).

Penelitian Kroll (1997) menunjukkan bahwa target costing digunakan oeh


800 persen perusahaan Jepang yang bergerak dalam perakitan. Boer dan
Etlite (1999) menyatakan bahwa 100 persen perusahaan mobil Jepang
sudah menggunakan target costing. Sedangkan di Amerika hanya 40
persen yang menggunakan target costing (Pierce, 2002)

Daimler Benz menggunakan target costing pada tahun 1990an ketika


mengembangkan mobil sportnya. Perusahaan melakukan wawancara dan
analisis pasar dalam menentukan harga jualnya. Perusahaan menentukan
return per mobil berdasarkan harga jual yang ditargetkan dikurangna
dengan target cost. Sebagai bagian dari target costing, perusahaan
menggunakan benchmarking dalam prosesnya untuk meningkatkan
performa mobilnya. Tujuan yang ingin dicapai yaitu meningkatkan
produktivitas, kompetisi, dan kualitas serta penurunan biaya produksi
(Albright and Lam, 2006). Perusahaan Montclair Paper Mill, sebuah
perusahaan di Amerika menerapkan target costing pada departemen yang
memproduksi kertas. Hasil yang diperoleh selama menggunakan target
costing disimpulkan bahwa target costing merupakan alat yang sangat
proaktif dalam mengurangi biaya di perusahaan yang menggunakan
standard costing yang tidak efisien. Walaupun pada awalnya manajemen
Montclair sama sekali tidak mempunyai ide untuk menerapkan target
costing namun pada akhirnya mereka melihat keunggulan target costing
(Shank dan Fisher, 1999).

8
ITT automotive menggunakan target costing untuk mempertahankan profit
dan meningkatkan market share selama masa kompetisi yang tinggi
dalam dunia otomotif. Walaupun prosesnya sulit dan sumberdaya yang
ahal dibutuhkan untuk memiliki target costing yang efekti, namun ITT
automotive menemukan bahwa investasi sangat penting untuk mencapai
tujuan perusahaan. Target costing memiliki filosofi bottom-up dan orientasi
tim. Target costing adalah metode yang terstruktur dalam menetapkan
dan mencapai tujuan. Supaya target costing berhasil, maka penetapan tim
lintas fungsional tidak cukup. Yang lebih penting yaitu komitmen top
manajemen dalam proses target costing. Senior manajer harus
mengalokasikan sumberdaya yang dibutuhkan dan harus
memberdayakan tim yang terdiri dari lintas fungsional dalam mengambil
keputusan (Smelgze dan Rolf, 1996).

B. Life Cycle Costing

Life cycle costing merupakan teknik manajemen yang digunakan


untuk mengidentifikasi dan memonitor biaya produk selama siklus
hidupnya. Siklus hidup meliputi semua tahap, mulai dari perancangan
produk dan pembelian bahan baku hingga pengiriman dan pelayanan atas
produk yang sudah jadi.
Siklus akuntansi biaya dalam suatu perusahaan mengikuti siklus
kegiatan usaha perusahaan yang bersangkutan. Siklus akuntansi biaya
untuk perusahaan manufaktur, dimulai dengan pengolahan bahan baku
dibagian produksi dan berakhir dengan penyerahan produk jadi ke bagian
gudang. Dalam perusahaan tersebut, siklus akuntansi biaya dimulai
dengan pencatatan harga pokok bahan baku yang dimasukkan dalam
proses produksi, dilanjutkan dengan pencatatan biaya tenaga kerja

9
langsung dan biaya overhead pabrik yang dikonsumsi untuk produksi,
serta berakhir dengan disajikannya harga pokok produk jadi yang
diserahkan oleh bagian produksi ke bagian gudang. 1[2]
Life Cycle Costing
Life cycle costing memberikan perspektif jangka panjang karena
mempertimbangkan semua biaya selama umur produk atau jasa.
Total biaya selama siklus hidup dibagi menjadi 3, yaitu:
1.      Biaya hulu, terdiri dari riset dan pengembangan, desain yang membuat
prototype, pengujian, teknis, dan pengembangan kualitas.
2.      Biaya produksi, terdiri dari pembelian, biaya produksi langsung, biaya
produksi tidak langsung.
3.    Biaya hilir, terdiri dari pemasaran dan distribusi pengemasan,
pengangkutan, contoh, promosi, advertensi, dan pelayanan serta garansi
keluhan, pelayanan, pertanggungjawaban produk, dukungan kepada
pelanggan.

1. Biaya Hulu
a. Desain
Karena manajer mempertimbangkan biaya hulu dan hilir,
pengambilan keputusan pada tahap desain merupakan sesuatu yang
penting. Meskipun biaya yang terjadi pada tahap desain mungkin hanya
merupakan presentase yang kecil dari total selama biaya siklus hidup,
keputusan pada tahap desain membuat perudahaan berkomitmen pada
rencana produksi, pemasaran dan layanan yang ada.
Oleh karena itu, biaya desain mempengaruhi sebagian besar lainnya
yang dikeluarkan selama siklus produk tersebut.
Faktor – faktor penentu keberhasilan pada tahap desain adalah sbb :
  Mempercepat waktu peluncuran ke pasar
  Menurunkan biaya layanan/perbaikan yang diharapkan

10
  Mempermudah produksi
  Merencanakan dan mendesain proses
Ada empat metode desain yang umum sebagai berikut :
  Rekayasa Teknik Dasar
Merupakan teknik dimana desainer produk bekerja secara terpisah dari
fungsi pemasaran dan produksi untuk mengembangkandesain dengan
rencana dan spesifikasi khusus.
  Pembuatan Prototipe
Merupakan mode dimana model – model fungsional dikembangkan
dan di uji coba oleh para teknisi dan pemakaian yang dipilih untuk
percobaan.
  Templating
Merupakan mtode desain produk yang ada pada saat ini ditambahkan
atau dikurangi agar sesuai dengan spesifikasi produk baru yang
diharapkan.
  Rekayasa Simultan
Merupakan perkembangan penting baru yang merupakan pengganti
pendekatan rekayasa dasar, sebaliknya rekayasa simultan merupakan
pendekatan yang terintegrasi, dimana proses desain/teknis dilakukan
selama siklus hidu biaya oleh tim –tim lintas fungsi. 2[3]

b. Pengujian
Proses dan materi pengujian yang dipilih biasanya dilakukan dengan
menerapkan dengan teknik-tenik ekperimental secara formal dan
sekaligus dijadikan landasan untuk tahap perencanaan berikutnya yang
lebih mendetail, yang nantinya akan diuji. Pada tahap pelaksanaan masih
akan dilakukan pengujian lebih lanjut, sampai dihasilkan produk yang
benar-benar optimal hingga dapat dianggap selesai. 3[4]
c. Pengembangan Kualitas

11
Dalam zaman quality assurance, konsep kualitas mengalami
perluasan, dari konsep yang sempit, hanya terbatas pada tahap produksi,
ke tahap desain dan koordinasi dengan departemen jasa (seperti
perencanaan dan pengendalian produksi, pergudangan).
Dalam zaman ini pula diperkenalkan konsep total quality control
(TQC) oleh armand Feigenbaum pada tahun 1956. Menurut Feigenbaum,
kualitas produk tidak hanya ditentukan oleh pekerjaan manufaktur, namun
lebih luas dari itu, keterlibatan pemasok, desain dan pengembangan
produk, dan kerja tim antar fungsi.4[5]

2. Biaya Produksi

Biaya produksi meliputi semua biaya yang berhubungan dengan


fungsi produksi yaitu semua biaya dalam rangka pengolahan bahan baku
menjadi produk selesai yang siap untuk dijual. Biaya produksi dapat
digolongkan ke dalam tiga kelompok yaitu :

a.      Biaya Bahan Baku


Bahan baku adalah berbagai macam bahan yang diolah menjadi
produk selesai dan pemakaiannya dapat diidentifikasikan secara
langsung, atau diikuti jejaknya , atau merupakan bagian dari produk
tertentu. Biaya bahan baku adalah harga perolehan berbagai macam
bahan baku yang dipakai di dalam kegiatan pengolahan produk
b.      Biaya Tenaga kerja Langsung
Tenaga kerja langsung adalah tenaga kerja yang jasanya dapat
diidentifikasikan atau diikuti jejak manfaatnya pada produk tertentu. Biaya
tenaga kerja langsung adalah balas jasa yang diberikan oleh perusahaan
kepada tenaga kerja langsung dan jejaknya manfaatnya dapat
diidentifikasikan pada produk tertentu.
c.       Biaya Overhead Pabrik

12
Biaya overhead pabrik adalah biaya produksi selain biaya bahan
baku dan biaya tenaga kerja langsung, contohnya seprti biaya reparasi
dan pemeliharaan aktiva tetap pabrik.
  Biaya Produksi Langsung
Biaya langsung, berkaitan dengan obyek biaya tertentu dan dapat
ditelusuri ke obyek biaya tersebut dengan cara yang layak secara
ekonomi (efektif-biaya).
contoh; biaya kaleng atau botol untuk produk teh botol.
  Biaya Produksi Tak Langsung
berkaitan dengan obyek biaya tertentu namun tidak dapat ditelusuri ke
obyek biaya tersebut dengan cara yang layak secara ekonomi (efektif-
biaya).
Contoh; biaya gaji supervisor

3. Biaya Hilir

  Biaya pemasaran
Biaya Pemasaran adalah meliputi semua dalam melaksanakan
kegiatan pemasaran atau kegiatan untuk menjual barang dan jasa
perusahaan kepada para pembeli sampai dengan pengumpulan piutang
menjadi kas. Sesuai dengan fungsi pemasaran, biaya pemasaran
digolongkan menjadi :
1). Biaya untuk menimbulkan pesanan, contohnya seperti biaya promosi
dll.
2). Biaya untuk melayani pesanan, diantaranya :
   - Biaya fungsi penggudangan dan penyimpanan produk selesai
      - Biaya fungsi pengepakan dan pengiriman
      - Biaya fungsi pemberian kredit dan penagihan piutang
          - Biaya fungsi administrasi penjualan.5[7]
  - Biaya Promosi

13
Biaya promosi merupakan sejumlah dana yang dikucurkan
perusahaan ke dalam promosi untuk meningkatkan penjualan. 6[8] Biaya
Promosi dapat dikategorikan sebagai biaya langsung apabila terkait
langsung dengan suatu produk atau proyek. Tetapi apabila Biaya Promosi
ini bersifat umum untuk seluruh kegiatan perusahaan, ia dapat
dikategorikan sebagai biaya operasi.

  Biaya Layanan Konsumen


Biaya Layanan konsumen adalah sekumpulan biaya yang
dikeluarkan untuk mengevaluasi, mendapatkan, dan menggunakan
produk atau jasa tersebut.

Manfaat Analisis Life Cycle Cost

  Untuk meningkatkan kesadaran biaya. Penerapan LCC akan


meningkatkan kesadaran akan manajemen dan insinyur pada faktor-faktor
yang mendorong biaya dan sumber daya yang diperlukan oleh item,
sehingga bisa dilakukan program pengurangan biaya.
  Seluruh biaya hidup evaluasi. LCC memungkinkan evaluasi pilihan
bersaing berdasarkan seluruh biaya hidup.
  Memaksimalkan pendapatan. Dengan menerapkan LCC, operasi dan
biaya pemeliharaan berkurang tanpa scarifying kinerja alat produksi
melalui analisis parameter kinerja dan biaya driver.
  Memahami prosedur untuk menerapkan LCC termasuk pengembangan
Biaya Siklus Hidup model untuk berbagai aplikasi.
  Memahami latar belakang teoritis nilai waktu uang dan analisis risiko
serta dampaknya terhadap proses pengambilan keputusan.

Analisis Laba Siklus Hidup Produk Baru

14
Laporan: Analisis Produk Baru Proyek No.001
Estimasi siklus hidup produk: 2 tahun
Proyeksi potensi penjualan: 1000 unit (siklus hidup), harga Rp
2/unit
Target operating profit margin 20%
Proyeksi laporan laba-rugi siklus hidup
Penjualan (1000 unit @ Rp 2) 2.000
Biaya Input:
Bahan 500
Upah 400
Biaya overhead pabrik 300
Biaya mutu 100
Biaya pemasaran 250
Biaya administrasi 150
Laba siklus hidup (laba operasi) 300

Berdasarkan proyeksi laba rugi di atas menunjukkan bahwa laba operasi


terhadap penjualan (operating profit margin) sebesar: (Rp 300 / Rp 2.000)
= 15%. Dengan demikian produk baru tersebut ditolak, karena target laba
operasi terhadap penjualan sebesar 20%.

C. TEORI KENDALA / THEORY OF CONSTRAINT (TOC)

Setiap perusahaan menghadapi sumber daya yang terbatas dan


permintaaan yang terbatas atas setiap produk. Keterbatasan-keterbatasn
ini disebut “Kendala” (constraint).
Teori Kendala mengakui bahwa kinerja setiap perusahaan dibatasi oleh
kendala-kendalanya. Jika hendak memperbaiki kinerjanya, suatu
perusahaan harus mengidentifikasi kendala-kendalanya, mengeksploitasi
kendalanya dalam jangka pendek dan jangka panjang, kemudian
menemukan cara untuk mengatasinya.

Konsep Dasar
TOC memfokuskan pada tiga ukuran kinerja organisasi : throughput,
persediaan dan beban operasi  tujuan manajemen dinyatakan dengan
meningkatkan throughput, meminimalkan persediaan, dan menurunkan
biaya operasi
1. Throughput adalah tingkat di mana suatu organisasi menghasilkan
uang melalui penjualan.
2. Persediaan adalah seluruh uang yang dikeluarkan organisasi dalam
mengubah bahan baku menjadi throughput
3. Beban operasi adalah seluruh uang yang dikeluarkan organisasi untuk
mengubah persedian menjadi throughput

15
Berdasarkan ketiga ukuran ini, tujuan manajemen dapat dinyatakan
sebagai meningkatkan throughput, meminimalkan persediaan dan
menurunkan beban operasi.

Dengan meningkatkan throughput, meminimalkan persediaan, dan


menurunkan beban operasi akan membawa dampak terhadap
meningkatnya kinerja keuangan seperti :
(1) Laba (2) Return on Investment (3) Cash flow

Secara Tradisional : Penekanan unsur pengingkatan throughput dan


penurunan beban operasi menjadi sangat penting, sedangkan penurunan
persediaa dipandang kurang penting.
TOC memberikan peran yang lebih menonjol kepada manajemen
persediaan. TOC mengakui bahwa penurunan persediaan akan
mengurangi biaya penyimpanan  menurunkan beban operasi serta
memperbaiki laba bersih. Tetapi lebih dalam lagi, TOC menyatakan
bahwa penurunan persediaan akan membantu menghasilkan sisi
kompetitif dengan mempunyai produk yang lebih baik, harga lebih rendah
dan tanggapan yang lebih cepat atas kebutuhan pelanggan.

(1) Produk Yang Lebih Baik  Kualitas lebih tinggi


Artinya perusahaan mampu memperbaiki produk / inovasi produk.
Dengan persediaan yang rendah  jika ada inovasi, bisa langsung
dilepas di pasaran, sebelum pesaing mengeluarkan produk serupa,
tanpa menunggu lama persediaan habis dulu.
(2) Harga Yang Lebih Rendah 
(3) Daya Tanggap

Langkah-langkah TOC :
I. Mengidentifikasi Kendala-Kendala Perusahaan
Jenis-jenis kendala :
a. Kendala Eksternal  faktor-faktor yang membatasi perusahaan
yang berasal dari sumber-sumber di luar perusahaan, misal :
permintaan pasar
b. Kendala Internal  faktor-faktor yang membatasi perusahaan yang
berasal dari dalam perusahaan sendiri, misal : kapasitas produksi,
jam mesin dll
c. Kendala Longgar (loose constraint)  kendala dimana sumber
daya yang terbatas tidak digunakan sepenuhnya oleh bauran
produk
d. Kendala yang Mengikat (binding constraint)  kandala dimana
sumber daya yang tersedia dimanfaatkan sepunuhnya.

Kandala tersebut digunakan untuk menentukan bauran produk optimal


yang akan memaksimalkan throughput (memaksimalkan total margin
kontribusi) sesuai dengan semua kendala perusahaan. Manajer harus

16
memilih bauran optimal dengan memperhatikan kendala-kendala yang
dihadapi perusahaan.

Misalnya :
ABC Company memproduksi dua jenis komponen mesin X dan Y
dengan Margin Contribusi masing-masing $300 untuk X dan $600 untuk
Y. Hari kerja seminggu 5 hari.
Disin dapat dikatakan : lebih baik ABC Company memproduksi dan
menjual komponen Y karena memilik MC/unit terbesar. Tetapi solusi ini
belum tentu baik.

Suatu Kandala Yang Mengikat :


X Y
Jam bor / unit 1 jam 3 jam
MC / unit $ 300 $ 600
Kandala jam bor total 120 jam / minggu
Dapat diproduksi 120 : 1 = 120 unit 120 : 3 = 40 unit
MC total $36.000 / minggu $24.000
MC / sumber daya $300 : 1 = $300 $600 : 3 = $200
(TOP)

Menunjukkan : Lebih baik hanya memproduksi dan menjual produk X


karena menghasilkan MC perminggu yang lebih tinggi ($36.000 untuk X
dan $24.000 untuk Y) dikarenakan MC perunit dari sumber daya yang
langka / kendala untuk produk X lebih tinggi dibanding produk Y,
meskipun MC/unit produk Y  2x lebih besar dari MC/unit produk X 
MC perunit produk bukanlah hal yang sangat penting, melainkan MC
perunit dari sumber daya yang langka adalah faktor yang menentukan.

Kandala Internal yang Mengikat dan Kandala External Yang


Mengikat:
Jika ternyata ABC Company dapat menjual paling banyak 30 unit
komponen X dan 100 komponen Y sehingga bauran optimalnya menjadi :
Komponen X  karena MC/sumber daya tertinggi  maksimumkan dulu
 30 x 1 jam bor = 30 jam, sedangkan selebihnya 90 jam untuk
komponen Y  90 jam : 3 jam = 30

II. MENGEKSPOITASI KENDALA-KENDALA YANG MENGIKAT

Di banyak perusahaan ada sedikit kendala sumber daya yang mengikat.


Kendala pengikat utama disebut drummer, dimana tingkat produksi
kendala drummer meruapakan tingkat produksi keseluruhan pabrik.

Dalam penjadualan ke hulu, TOC menggunakan 2 fitur tambahan yaitu :


1. Tali / Rope
2. Penyanggah waktu / buffer

17
Tali / Rope  Tindakan yang diambil untuk mengikat tingkat dimana
bahan baku dikirim ke pabrik (awal proses) pada tingkat produksi sumber
daya yang memiliki kendala.
 Patokan dari proses yang memiliki kendala  dilanjutkan ke
hulu untuk mensinkronkan kebutuhan bahan baku yang
digunakan sesuai dengan produksi bauran produk optimal 
mengeliminasi bahan baku yang tidak dibutuhkan.

Penyangga waktu / Buffer  dibuat agar menjamin sumber daya yang


punya kendala tetap sibuk, sehingga dalam penjadualan, operasi sebelum
kendala drummer harus memproduksi komponen yang dibutuhkan oleh
sumber daya drummer dua hari lebih awal dari rencana penggunaan (jika
penyangga waktu 2 hari)

Contoh di atas :
ABC Company memiliki tiga proses yang berurutan :
PENGGERINDAAN  PENGEBORAN  PEMOLESAN

Asumsi : Satu-satunya kendala internal yang mengikat adalah pengeboran


dengan kendala jam pengeboran 120 jam bor /minggu  proses
pengeboran adalah drummer.
Dengan bauran optimal (perhitungan sebelumnya)  30 untuk X dan 30
untuk Y  jumlah inilah yang maksimum dapat ditangani oleh proses
pengeboran

Sedangkan proses Peggerindaan dan pemolesan  kendala longgar 


bisa memproduksi lebih banyak dari yang disyaratkan bauran produk.

III. MENGANGKAT KENDALA YANG MENGIKAT

Keterbatasan dari kendala yang mengikat dapat dimaksimumkan (guna


meningkatkan throughput) melalui program perbaikan yang berkelanjutan
(keizen) seperti : menambah mesin, perbaikan mesin, menambah tenaga
kerja, lembur, menambah shift dll.

Misal : ABC Company merencanakan tambahan ½ shift  menaikan


kendala jam bor dari 120 jam menjadi 180 jam  dengan biaya $50/jam
Sehingga bauran berubah menjadi :
Produk X2 = 30 unit x 1 jam = 30  Y2 = 180 – 30 = 150 jam : 3 jam = 50
unit
Sebelumnya : X1 = 30 unit  Y1 = 30 unit  ∆Y = 20 unit
Total MC1 = (30 x $300) + (30 x $600) = $27.000
Total MC2 = (30 x $300) + (50 x $600) = $39.000  ∆MC = $12.000

18
Tambahan ½ shift dapat dijalankan jika departemen lain bisa
menjalankan.
Misal :
Penggerindaan memiliki kapasitas 80 jam/minggu
X = 1 jam  30 x 1 jam = 30 jam
Y = 1 jam  50 x 1 jam = 50 jam  total 80 jam  BISA
Pemolesan memiliki kapasitas 160 jam/minggu
X = 2 jam  30 x 2 jam = 60 jam
Y = 1 jam  50 x 1 jam = 50 jam  total 110 jam  BISA

JADI apakah penambahan ½ shift menguntungkan ABC Company ?


Untuk menjawab : Bandingkan antara MANFAAT dan PENGORBANAN
Manfaat : $12.000
Pengorbanan : $ 3.000  12 jam x $50 x 5 hari
 Keputusan : Penambahan ½ shift dapat diterima

IV. MENGULANGI PROSES

Dari contoh III diatas, kendala sumber daya pengeboran akan diangkat
sampai ke suatu titik dimana kendala tidak lagi mengikat.
Misalnya kendala pengeboran dapat dinaikkan menjadi 240 jam
pengeboran.
X3  30 unit x 1 jam = 30 jam  240 – 30 = 210 jam : 3 jam = 70 unit
Y3  70 unit

Departemen Penggerindaan (Kandala 80 jam/minggu)


X (1 jam)  30 x 1 jam = 30 jam
Y (1 jam)  70 x 1 jam = 70 jam  Total 100 jam  TIDAK BISA

Departemen Pemolesan (Kendala 160 jam/minggu)


X (2 jam)  30 x 2 jam = 60
Y (1 jam)  70 x 1 jam = 70  Total 130 jam  BISA

 Departemen Penggerindaan sekarang menjadi KENDALA DRUMMER


yang BARU
 Setelah kendala drummer yang baru diidentifikasi  proses TOC
berulang lagi

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

19
Target costing merupakan alat strategic dalam manajemen biaya yang
berperan dalam mengurangi biaya yang terjadi. Inovasi target costing
yaitu dilakukan pada saat proses RD&E. Kebanyakan perusahaan
melakukan efisiensi produk pada saat proses produksi. Melalui reduksi
biaya dalam RD&E diharapkan akan menurunkan biaya produksi dan post
produksi. Kunci dari target costing adalah disiplin melakukan pengurangan
biaya, desain yang sesuai dengan keinginan konsumen. Walaupun target
costing adalah alat yang sangat bermanfaat bagi perusahaan untuk
memenangkan persaingan namun beberapa kelemahan target costing
juga harus dipahami oleh perusahaan.

Life cycle costing merupakan teknik manajemen yang digunakan untuk


mengidentifikasi dan memonitor biaya produk selama siklus hidupnya.
Total biaya selama siklus hidup dibagi menjadi 3, yaitu:
1.      Biaya hulu, terdiri dari riset dan pengembangan, desain yang
membuat prototype, pengujian, teknis, dan pengembangan kualitas.
2.      Biaya produksi, terdiri dari pembelian, biaya produksi langsung,
biaya produksi tidak langsung.
3.      Biaya hilir, terdiri dari pemasaran dan distribusi pengemasan,
pengangkutan, contoh, promosi,
Manfaat Analisis Life Cycle Cost
  Untuk meningkatkan kesadaran biaya.
  Seluruh biaya hidup evaluasi. LCC memungkinkan evaluasi pilihan
bersaing berdasarkan seluruh biaya hidup.
  Memaksimalkan pendapatan. Memahami prosedur untuk menerapkan
LCC termasuk pengembangan Biaya Siklus Hidup model untuk berbagai
aplikasi.
  Memahami latar belakang teoritis nilai waktu uang dan analisis risiko
serta dampaknya terhadap proses pengambilan keputusan

Fokus utama dari analisis Theory of Constrain adalah memaksimalkan


Throughput
Throughput = Revenues – Cost of Raw Material

20
Pengukuran TOC dengan menggunakan penilaian terhadap Throughput,
Inventory dan biaya oprasional.
Terdapat lima langkah dalam analisis TOC yaitu ;
1) mengidentifikasi kendala mengikat
2) menetukan pemanfaatan kendala mengikat yang paling efisien
3) mengelola aliran dalam kendala mengikat
4) meningkatkan kapasitas pada sumber daya yang terbatas
5) merancang ulang proses pemanufakturan untuk fleksibilitas dan
throughput yang semakin cepat.

Perbedaan utama theory of constrain dan contribution margin


adalah pengakuan pada tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik
variabel.

Activity based Costing dan Theory of Constarin digunakan dalam


menganalisis profitabilitas. ABC menggunakan pendekatan jangka
panjang dan TOC pendekatan jangka pendek .

B. SARAN

Target costing akan berhasil diterapkan apabila perusahaan memiliki


keyakinan yang kuat dan konsisten pada tujuan pengendalian biaya
dengan sistem target costing.
Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa cara
diantaranya manajemen harus lebih mengawasi mengenai biaya-biaya
yang tidak penting dan juga pengawasan terhadap prosedur secara baik
sehingga biaya yang sudah ditargetkan dapat terwujud. Pengawasan dan
pengendalian terhadap biaya produksi pun harus diawasi secara lebih lagi
sehingga biaya
produksi dapat dikendalikan dan laba yang diperoleh perusahaan pun
otomatis akan meningkat.

life cycle cost menggunakan service life


yang didapat dari responden yang terlibat dalam pembangunan dan
beberapa akademisi yang bergerak dalam bidang konstruksi,terdapat
beberapa kelemahan dalam penentuan service life terkait pemakaian
bahan dan kualitas bahan. Hal ini bisa menjadi pertimbangan kedepannya
dalam perencanaan life cycle cost yang lebih baik.
Pada perhitungan dan perencanaan life cycle cost banyak sekali metode
yang bisa digunakan, akan tetapi penulis merekomendasikan perhitungan
dan perencanaan dengan pendekatan metode davis Langdon dan ISO
15686, karena lebih sederhana dan tidak sulit diterapkan di Indonesia.

Metode usulan perbaikan yang tepat untuk diterapkan pada


perusahaan agar dapat meningkatkan output dan menekan buffer (WIP)

21
adalah dengan menggunakan Theory Of Constraint Dengan metode
tersebut, perusahaan dapat mengatur jumlah Buffer (WIP) pada stasiun
kerja yang memiliki kapasitas yang terbatas (constraint).Dengan adanya
jumlah buffer (WIP) yang sesuai dengan perbandingan waktu proses,
maka jumlah output yang dihasilkan menjadi lebih banyak. Hal ini
dikarenakan oleh produk setengah jadi dapat ditampung terlebih dahulu
didalam buffer (WIP) sebelum diproses, sehingga stasiun kerja yang
memiliki kapasitas terbatas (constraint) mampu bekerjasecara maksimal
dan tidak menganggur (idle).

DAFTAR PUSTAKA

http://www.materiakuntansi.com/pengertian-target-costing-dalam-
akuntansi-manajemen/

22
hiftindonesia.com/theory-constraints-pemahaman-dan-perbedaannya-
dengan-lean/

http://e-journal.uajy.ac.id/1558/3/2EA16104.pdf

https://inspirasi-dttg.blogspot.com/2017/12

23

Anda mungkin juga menyukai