(Mendengar seruan itu para pemuda segera berhenti. Semua mata kini
memandang ke arah laki-laki tua yang datang menghampiri mereka)
Anak Muda :“Lho, masak Bapak tidak tahu? Kepala Desa kita kan sudah
ditahan lantaran korusi?”
Lelaki Tua :“Kepada Pak Carik?”
Anak Muda :“Pak Carik malah sudah sejak lama minggat melarikan kas
desa. Untuk membawanya ke kota juga repot. Tidak mungkin.
Jadi...”
(Mereka lalu terdiam, dan setelah lama terdiam salah seorang di antara
mereka lalu menyarankan)
Anak Muda :“Bagaimana kalau kami serahkan saja pencuri ini kepada
Bapak? Bapak kan sesepuh di dusun kita ini? Terserah
kepada Bapak mau diapakan pencuri, eh pengutil ini...”
Lelaki Tua :“Aku tak bisa menghukummu, sebab aku sendiri juga tidak
bersih daripada dosa. Biarlah Tuhan yang akan menghukummu.
Sekarang bertobatlah, dan cepat-cepat tinggalkan dusun ini.
Bawalah sandalku kalau kau mau. Jangan ulangi perbuatanmu
yang bodoh ini. Engkau masih muda, pergunakanlah akal
sehatmu. Yoh, enyahlah dari sini!”
( Lama pemuda tanggung itu menatap laki-laki tua di hadapannya. Tak sepatah
kata pun dapat diucapkannya. Ia lalu bangkit sambil menggait sandal usang
yang celaka itu, lalu diam-diam meninggalkan laki-laki tua yang baik hati,
menyingkir jauh-jauh dari dusun mungil terpencil di lembah sunyi yang
barangkali akan tetap dikenangnya selama hidupnya)