Anda di halaman 1dari 13

BAB III

PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

3.1 Pengertian Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup


Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menjelaskan bahwa Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk
melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian,
pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum. Di dalam pelaksanaan Perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup didasarkan pada 14 (empatbelas) asas, yaitu :
1) Asas tanggung jawab negara, asas ini mengandung pengertian bahwa :
a) Negara menjamin pemanfaatan sumber daya alam akan memberikan manfaat
yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan mutu hidup rakyat, baik
generasi masa kini maupun generasi masa depan.
b) Negara menjamin hak warga negara atas lingkungan hidup yang baik dan
sehat.
c) Negara mencegah dilakukannya kegiatan pemanfaatan sumber daya alam
yang menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
2) Asas kelestarian dan keberlanjutan, bahwa setiap orang memikul kewajiban
dan tanggung jawab terhadap generasi mendatang dan terhadap sesamanya
dalam satu generasi dengan melakukan upaya pelestarian daya dukung
ekosistem dan memperbaiki kualitas lingkungan hidup.
3) Asas keserasian dan keseimbangan, bahwa pemanfaatan lingkungan hidup
harus memperhatikan berbagai aspek seperti kepentingan ekonomi, sosial,
budaya, dan perlindungan serta pelestarian ekosistem.
4) Asas keterpaduan, bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
dilakukan dengan memadukan berbagai unsur atau menyinergikan berbagai
komponen terkait.
5) Asas manfaat, adalah bahwa segala usaha dan/atau kegiatan pembangunan yang
dilaksanakan disesuaikan dengan potensi sumber daya alam dan lingkungan
hidup untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan harkat manusia selaras
dengan lingkungannya.
6) Asas kehati-hatian, adalah bahwa ketidakpastian mengenai dampak suatu usaha
dan/atau kegiatan karena keterbatasan penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi bukan merupakan alasan untuk menunda langkah-langkah
meminimalisasi atau menghindari ancaman terhadap pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup.
7) Asas keadilan, adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara, baik
lintas daerah, lintas generasi, maupun lintas gender.
8) Asas ekoregion, adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
harus memperhatikan karakteristik sumber daya alam, ekosistem, kondisi
geografis, budaya masyarakat setempat, dan kearifan lokal. Ekoregion adalah
wilayah geografis yang memiliki kesamaan ciri iklim, tanah, air, flora, dan fauna

21
asli, serta pola interaksi manusia dengan alam yang menggambarkan integritas
sistem alam dan lingkungan hidup
9) Asas keanekaragaman hayati, adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup harus memperhatikan upaya terpadu untuk mempertahankan
keberadaan, keragaman, dan keberlanjutan sumber daya alam hayati yang terdiri
atas sumber daya alam nabati dan sumber daya alam hewani yang bersama
dengan unsur nonhayati di sekitarnya secara keseluruhan membentuk ekosistem.
10) Asas pencemar membayar, adalah bahwa setiap penanggung jawab yang usaha
dan/atau kegiatannya menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup wajib menanggung biaya pemulihan lingkungan.
11) Asas partisipatif, adalah bahwa setiap anggota masyarakat didorong untuk
berperan aktif dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, baik secara langsung maupun
tidak langsung.
12) Asas kearifan local, adalah bahwa dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup harus memperhatikan nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata
kehidupan masyarakat.
13) Asas tata kelola pemerintahan yang baik, adalah bahwa perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup dijiwai oleh prinsip partisipasi, transparansi,
akuntabilitas, efisiensi, dan keadilan.
14) Asas otonomi daerah, adalah bahwa pemerintah dan pemerintah daerah
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan di bidang perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup dengan memperhatikan kekhususan dan
keragaman daerah dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3.2 Tujuan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup


Tujuan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang tertuang dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah :
1) Melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
2) Menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia;
3) Menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem;
4) Menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup;
5) Mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup;
6) Menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa depan;
7) Menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai
bagian dari hak asasi manusia;
8) Mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana;
9) Mewujudkan pembangunan berkelanjutan; dan
10) Mengantisipasi isu lingkungan global.

3.3 Ruang lingkup Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup


Ruang lingkup Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menurut Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian,
pemeliharaan, pengawasan dan penegakan hukum.

22
3.3.1 Perencanaan
Perencanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan
melalui bebrapa tahapan :
a) Inventarisasi lingkungan hidup, dilaksanakan untuk memperoleh data dan
informasi mengenai sumber daya alam yang meliputi: potensi dan
ketersediaan, jenis yang dimanfaatkan, bentuk penguasaan, pengetahuan
pengelolaan, bentuk kerusakan, dan konflik dan penyebab konflik yang
timbul akibat pengelolaan.
b) Penetapan Wilayah Ekoregion, dilaksanakan dengan mempertimbangkan
kesamaan karakteristik bentang alam, daerah aliran sungai, iklim, flora dan
fauna, sosial budaya, ekonomi, kelembagaan masyarakat dan hasil
inventarisasi lingkungan hidup.
c) Penyusunan RPPLH (Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup), RPPLH ini menjadi dasar penyusunan dan dimuat dalam rencana
pembangunan jangka panjang dan rencana pembangunan jangka menengah,
sehingga memuat rencana tentang, pemanfaatan dan/atau pencadangan
sumber daya alam; pemeliharaan dan perlindungan kualitas dan/atau fungsi
lingkungan hidup; pengendalian, pemantauan, serta pendayagunaan dan
pelestarian sumber daya alam; dan adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan
iklim dengan memperhatikan keragaman karakter dan fungsi ekologis,
sebaran penduduk, sebaran potensi sumber daya alam, kearifan lokal,
aspirasi masyarakat dan perubahan iklim. RPPLH ini terdiri atas RPPLH
nasional,provinsi dan kabupaten/kota.
3.3.2 Pemanfaatan
Pemanfaatan sumber daya alam dilakukan berdasarkan RPPLH yang sudah
tersusun jika belum tersusun maka pemanfaatan sumber daya alam dilaksanakan
berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup dengan
memperhatikan: keberlanjutan proses dan fungsi lingkungan hidup, keberlanjutan
produktivitas lingkungan hidup dan keselamatan, mutu hidup, dan kesejahteraan
masyarakat.
3.3.3 Pengendalian
Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup meliputi
pencegahan, penanggulangan dan pemulihan.
a) Pencegahan
Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
terdiri atas KLHS, Tata Ruang, Baku Mutu Lingkungan Hidup, kriteria
baku kerusakan lingkungan hidup,Amdal, UKL-UPL, perizinan, instrumen
ekonomi lingkungan hidup, peraturan perundang-undangan berbasis
lingkungan hidup, Anggaran berbasis lingkungan hidup,analisis risiko
lingkungan hidup, audit lingkungan hidup dan instrumen lain sesuai dengan
kebutuhan dan/atau perkembangan ilmu pengetahuan
 Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), adalah rangkaian
analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan
bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan
terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan,
rencana, dan/atau program. hasil KLHS harus dijadikan dasar bagi
kebijakan, rencana dan/atau program pembangunan dalam suatu
wilayah. KLHS ini memuat kajian antara lain: kapasitas daya dukung

23
dan daya tampung lingkungan hidup untuk pembangunan, perkiraan
mengenai dampak dan risiko lingkungan hidup, kinerja layanan/jasa
ekosistem, efisiensi pemanfaatan sumber daya alam, tingkat kerentanan
dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim; dan tingkat ketahanan
dan potensi keanekaragaman hayati.
 Tata Ruang, Perencanaan tata ruang wilayah ditetapkan dengan
memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.
 Baku Mutu Lingkungan Hidup (BML), adalah ukuran batas atau
kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus
ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam
suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup. Baku Mutu
Lingkungan Hidup ini untuk menentukan terjadinya pencemaran
lingkungan hidup, meliputi baku mutu air, baku mutu air limbah, baku
mutu air laut, baku mutu udara ambien, baku mutu emisi, baku mutu
gangguan (getaran, kebisingan, dan kebauan) dan baku mutu lain sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
 Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup, adalah ukuran batas
perubahan sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang
dapat ditenggang oleh lingkungan hidup untuk dapat tetap melestarikan
fungsinya. Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup meliputi kriteria
baku kerusakan ekosistem (ekosistem terumbu karang, ekosistem
mangrove, ekosistem hutan dll) dan kriteria baku kerusakan akibat
perubahan iklim (kenaikan temperatur, kenaikan muka air laut,badai
dan kekeringan)
 AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan), kajian
mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang
direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau
kegiatan. Dokumen Amdal diperuntukan bagi rencana usaha dan/atau
kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup dan
disusun oleh pemrakarsa dengan melibatkan masyarakat.
 Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan
Lingkungan Hidup (UKL-UPL) adalah pengelolaan dan pemantauan
terhadap usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting
terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan
keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
 Perizinan. Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap
orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau
UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau
kegiatan.
 Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup, adalah seperangkat
kebijakan ekonomi untuk mendorong Pemerintah, pemerintah daerah,
atau setiap orang ke arah pelestarian fungsi lingkungan hidup yang
meliputi perencanaan pembangunan dan kegiatan ekonomi, pendanaan
lingkungan hidup dan insentif dan/atau disinsentif.
 Peraturan Perundang-undangan Berbasis Lingkungan Hidup.
Setiap penyusunan peraturan perundang-undangan pada tingkat

24
nasional dan daerah wajib memperhatikan perlindungan fungsi
lingkungan hidup dan prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup sesuai dengan ketentuan dan perundangan.
 Anggaran Berbasis Lingkungan Hidup. Pemerintah dan DPR wajib
mengalokasikan anggaran untuk membiayai kegiatan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup dan program pembangunan yang
berwawasan lingkungan hidup.
 Analisis Risiko Lingkungan Hidup. Analisis risiko lingkungan hidup
meliputi: pengkajian risiko,pengelolaan risiko dan/atau komunikasi
risiko
 Audit Lingkungan Hidup, evaluasi yang dilakukan untuk menilai
ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap
persyaratan hukum dan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah
dalam rangka meningkatkan kinerja lingkungan hidup
b) Penanggulangan. Penanggulangan ini diperuntukan bagi yang melakukan
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup wajib melakukan
penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
dilakukan dengan pemberian informasi peringatan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup kepada masyarakat, pengisolasian pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup, penghentian sumber pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup dan/atau cara lain yang sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
c) Pemulihan. Pemulihan dilakukan dengan tahapan:
 Penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur pencemar;
 Remediasi, adalah upaya pemulihan pencemaran lingkungan hidup
untuk memperbaiki mutu lingkungan hidup
 Rehabilitasi, adalah upaya pemulihan untuk mengembalikan nilai,
fungsi, dan manfaat lingkungan hidup termasuk upaya pencegahan
kerusakan lahan, memberikan perlindungan, dan memperbaiki
ekosistem
 Restorasi, adalah upaya pemulihan untuk menjadikan lingkungan hidup
atau bagian-bagiannya berfungsi kembali sebagaimana semula
 Cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
3.3.4 Pemerliharaan
Pemeliharaan lingkungan hidup adalah upaya yang dilakukan untuk menjaga
pelestarian fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya penurunan atau
kerusakan lingkungan hidup yang disebabkan oleh perbuatan manusia.
Pemeliharaan lingkungan hidup ini dilakukan melalui upaya:
a) Konservasi sumber daya alam, adalah pengelolaan sumber daya alam untuk
menjamin pemanfaatannya secara bijaksana serta kesinambungan
ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta
keanekaragamannya yang meliputi kegiatan: perlindungan sumber daya alam,
pengawetan sumber daya alam dan pemanfaatan secara lestari sumber daya
alam.
b) Pencadangan sumber daya alam. Pencadangan sumber daya alam meliputi
sumber daya alam yang dapat dikelola dalam jangka panjang dan waktu tertentu
sesuai dengan kebutuhan, seperti taman keanekaragaman hayati di luar kawasan

25
hutan, ruang terbuka hijau (RTH) paling sedikit 30% dari luasan
pulau/kepulauan; dan/atau menanam dan memelihara pohon di luar kawasan
hutan, khususnya tanaman langka.
c) Pelestarian fungsi atmosfer, meliputi: upaya mitigasi dan adaptasi perubahan
iklim, upaya perlindungan lapisan ozon dan upaya perlindungan terhadap hujan
asam.
3.3.5 Pengawasan
Dalam hal pengawasan terhadap lingkungan hidup ini untuk mengawasi
ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan atas ketentuan yang ditetapkan
dalam peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup. Dalam melaksanakan pengawasan, Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota menetapkan Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup yang merupakan
pejabat fungsional dan berwenang:
 Melakukan pemantauan;
 Meminta keterangan;
 Membuat salinan dari dokumen dan/atau
 Membuat catatan yang diperlukan;
 Memasuki tempat tertentu;
 Memotret;
 Membuat rekaman audio visual;
 Mengambil sampel;
 Memeriksa peralatan;
 Memeriksa instalasi dan/atau alat transportasi; dan/atau
 Menghentikan pelanggaran tertentu.
Dalam melaksanakan tugasnya pejabat pengawas lingkungan hidup dapat
melakukan koordinasi dengan Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagai
pembantu penyidik utama, yaitu polisi.
3.3.6 Penegakan Hukum
Penegakan hukum dilakukan sesuai dengan peraturan dan perundangan yang
berlaku. Di dalam Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2009 pendekatan hukum
lingkungan bukan hanya pada pendekatan hukum pada bukti (konvensional) namun
juga menggunakan pendekatan pada ekosistem. Ada beberapa sanksi dan
penyelesaian sengketa lingkungan di dalam Undang - Undang Nomor 32 Tahun
2009, yaitu :
1) Sanksi administratif,
Sanksi administratif diperuntukan untuk penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan yang dalam pengawasan ditemukan pelanggaran terhadap izin
lingkungan. Sanksi administratif ini tidak membebaskan penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan dari tanggung jawab pemulihan dan pidana. Sanksi ini
dikeluarkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota, terdiri dari :
a) Teguran tertulis;
b) Paksaan pemerintah;
c) Pembekuan izin lingkungan; atau
d) Pencabutan izin lingkungan
2) Penyelisaian sengketa Lingkungan
Penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat ditempuh melalui pengadilan
atau di luar pengadilan. Gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh

26
apabila upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang dipilih dinyatakan
tidak berhasil oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa.
a) Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan (Non Litigasi)
Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dilakukan
untuk mencapai kesepakatan mengenai:
 Bentuk dan besarnya ganti rugi;
 Tindakan pemulihan akibat pencemaran dan/atau perusakan;
 Tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terulangnya pencemaran
dan/atau perusakan; dan/atau
 Tindakan untuk mencegah timbulnya dampak negatif terhadap lingkungan
hidup.
Sehingga dalam penyelesaian sengketa di luar pengadilan bersifat negosiasi dan
dapat menghasilkan win – win solution atau Alternative Dispute Resolution
(ADR) (menggunakan pendekatan negosiasi dan mediasi). Namun penyelesaian
sengketa di luar pengadilan ini tidak berlaku terhadap tindak pidana lingkungan
hidup, misalkan menimbulkan korban kematian. Dalam penyelesaian sengketa
lingkungan hidup di luar pengadilan dapat digunakan jasa mediator untuk
membantu menyelesaikan sengketa lingkungan hidup yang disebut dengan
Class Action atau gugatan melalui perwakilan.
b) Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup Melalui Pengadilan (Litigasi)
 Ganti Kerugian dan Pemulihan Lingkungan
 Tanggung Jawab Mutlak (Strict Liability), yaitu segala unsur kesalahan
yang tidak perlu dibuktikan oleh para pihak penggugat sebagai dasar
pembayaran ganti kerugian. Dalam hal ini tanggung jawab mutlak tidak
didasarkan pada aspek kesalahan namun didasarkan pada tercemarnya dan
rusaknya lingkungan.Tanggung Jawab Mutlak ini dipruntukan pada
kegiatan menggunakan B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) baik
menghasilkan dan mengelola limbah B3 dan kegiatan lainnya yang
menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup, termasuk
didalamnya pengolahan tenaga nuklir.
 Hak Gugat Lingkungan Hidup, yaitu hak yang dimiliki untuk menggugat
di pengadilan atas nama lingkungan hidup. Hak ini dimiliki oleh
pemerintah, masyarakat, organisasi lingkungan hidup yang memenuhi
syarat baik formil (berbentuk badan hukum; menegaskan di dalam
anggaran dasarnya bahwa organisasi tersebut didirikan untuk kepentingan
pelestarian fungsi lingkungan hidup) maupun materil (telah melaksanakan
kegiatan nyata sesuai dengan anggaran dasarnya paling singkat 2 (dua)
tahun). Disamping itu dalam Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2009
terdapat Gugatan Administratif, yaitu bahwa Setiap orang dapat
mengajukan gugatan terhadap keputusan tata usaha negara apabila:
- Badan atau pejabat tata usaha negara menerbitkan izin lingkungan
kepada usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal tetapi tidak
dilengkapi dengan dokumen amdal;
- Badan atau pejabat tata usaha negara menerbitkan izin lingkungan
kepada kegiatan yang wajib UKL-UPL, tetapi tidak dilengkapi dengan
dokumen UKL-UPL;
- Badan atau pejabat tata usaha negara yang menerbitkan izin usaha
dan/atau kegiatan yang tidak dilengkapi dengan izin lingkungan.

27
3.4 Permasalahan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Dalam melaksanakan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
mengalami berbagai permasalahan diantaranya, yaitu : lemahnya implementasi
peraturan lingkungan dan penegakan hukum, kurangnya koordinasi antar lembaga,
pemanfaatan sumber daya alam yang mengedepankan ekonomi dari pada lingkungan,
kurangnya pemahaman, kesadaran dan peran serta masyarakat, kurangnya sumber daya
manusia dan teknologi, rendahnya dana pengelolaan lingkungan dan kurangnya
pengawasan terhadap pengelolaan lingkungan.
1) Lemahnya implementasi peraturan lingkungan dan penegakan hukum
Masih lemahnya implementasi peraturan perundangan yang berkaitan dengan
lingkungan merupakan salah satu permasalahan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan. Ada beberapa pihak yang justru tidak melaksanakan peraturan
perundangan dengan baik, bahkan mencari kelemahan dari peraturan
perundangan tersebut untuk dimanfaatkan guna mencapai tujuannya. Lemahnya
implementasi dan penegakan hukum lingkungan ini berkaitan dengan
implementasi peraturan lingkungan hidup dan pemberian sanksi hukum akan
menyebabkan makin banyak pelanggaran pencemaran lingkungan dan perusakan
lingkungan. Padahal Peraturan perundang-undangan lingkungan diperlukan
sebagai dasar kebijaksanaan teknis pelaksanaan pengendalian pencemaran dan
kerusakan lingkungan. Menurut Sudarmadji, 2008 bahwa sisi lemah dalam
pelaksanaan peraturan perundangan lingkungan hidup yang menonjol adalah
penegakan hukum. Pesatnya pembangunan nasional yang dilaksanakan yang
tujuannya meningkatkan kesejahteraan masyarakat tidak diimbangi dengan
ketaatan aturan oleh pelaku pembangunan atau sering mengabaikan landasan
aturan yang mestinya sebagai pegangan untuk dipedomani dalam melaksanakan
dan mengelola usaha dan atau kegiatannya, khususnya menyangkut bidang
sosial dan lingkungan hidup, sehingga menimbulkan permasalahan lingkungan.
2) Kurangnya koordinasi antar lembaga
Koordinasi antar lembaga yang masih kurang sehingga mempengaruhi upaya
sinkronisasi dan keterpaduan perencanaa, penyusunan program dan kegiatan
serta evaluasi dan monitoring pembangunan lingkungan hidup baik oleh
pemerintah, dunia usaha dan masyarakat sehingga menyebabkan perbenturan
kepentingan dan tumpang tindih pemanfaatan sumberdaya alam.
3) Pemanfaatan sumber daya alam yang mengedepankan ekonomi dari pada
lingkungan
Eksploitasi dan pemanfaatan sumberdaya alam masih mengedepankan profit
dari sisi ekonomi daripada lingkungan. Sumberdaya alam seharusnya digunakan
untuk pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Namun tidak
sedikit eksploitasi sumber daya alam, yang mengabaikan aspek lingkungan
hidup, sehingga keseimbangan antara ekonomi dan lingkungan hidup tidak
terjadi.
4) Kurangnya pemahaman, kesadaran dan peranserta masyarakat
Pemahaman, kesadaran dan peranserta masyarakat sangat penting dalam
pengelolaan lingkungan hidup. Semakin kompleknya permasalahan lingkungan
hidup menuntut pemecahan dan penyelesaian masalah lingkungan hidup secara
multidimensi dan komprehensif. Dengan meningkatnya pemahaman lingkungan
hidup akan meningkatkan kesadaran tentang pentingnya lingkungan bagi
kehidupan sehingga akan meningkatkan peran serta masyarakat dalam

28
pengelolaan lingkungan. Peranserta masyarakat dalam pengelolaan lingkungan
mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan sampai dengan tahap pemantauan.
Dengan adanya kearifan lokal di tiap – tiap daerah dalam melestarikan
lingkungan membuktikan bahwa para pendahulu kita peduli akan lingkungan.
5) Kurangnya sumber daya manusia dan teknologi
Keterbatasan sumberdaya manusia dan teknologi didalam pengelolaan
lingkungan hidup juga sebagai permasalahan dalam pengelolaan lingkungan
hidup. Sumberdaya manusia disini menyangkut kemampuan manusia dalam
menemukan teknologi yang ramah lingkungan, penemuan – penemuan inovasi
dalam pengolahan limbah, eco efisiensi, termasuk juga personil yang bertugas
melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup baik di pemerintahan maupun
aparat hukum.
6) Rendahnya dana pengelolaan lingkungan
Pendanaan yang masih kurang untuk pengelolaan lingkungan hidup juga
masih merupakan kendala dalam pengelolaan lingkungan. Pendanaan ini baik
bersumber dari pemerintahan melalui APBN/APBD maupun dari pihak swasta
untuk melakukan pengelolaan lingkungan ini seperti pengolahan limbah,
pengurangan emisi, pengujian kualitas lingkungan, dll.
7) Kurangnya pengawasan dalam pengelolaan lingkungan
Kurangnya pengawasan dalam pengelolaan lingkungan masih merupakan
kendala dalam pengelolaan lingkungan. Pengawasan ini meliputi ketersediaan
sumberdaya manusia atau personil dan prasarana seperti laboratorium
lingkungan sebagai acuan dalam pengendalian pencemaran dan kerusakan
lingkungan.

3.5 Pendekatan dalam perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup


Permasalahan lingkungan tidak semakin ringan namun justru akan semakin berat,
apalagi mengingat sumberdaya alam dimanfaatkan untuk melaksanakan pembangunan
yang bertujuan memenuhi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan kondisi
tersebut maka pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang berkelanjutan
harus ditingkatkan kualitasnya dengan dukungan penegakan hukum lingkungan yang
adil dan tegas, sumberdaya manusia yang berkualitas, perluasan penerapan etika
lingkungan serta asimilasi sosial budaya yang semakin mantap. Perlu segera didorong
terjadinya perubahan cara pandang terhadap lingkungan hidup yang berwawasan etika
lingkungan melalui internalisasi kedalam kegiatan/proses produksi dan konsumsi, dan
menanamkan nilai dan etika lingkungan dalam kehidupan sehari-hari termasuk proses
pembelajaran sosial serta pendidikan formal pada semua tingkatan. (Sudarmadji, 2008).
Pendekatan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup perlu dilakukan
agar lingkungan dapat dikelola, dilindungi dan dilestarikan serta pembangunan yang
berkelanjutan dapat terwujud. Adapun pendekatan – pendekatan tersebut adalah :
1) Pendekatan hukum lingkungan dan implementasinya
Pendekatan hukum lingkungan ini dilakukan guna mengarahkan manusia dan
prilakunya ke arah pelestarian lingkungan. Didalam peraturan hukum ini
mengandung hak dan kewajiban dan harus dikeluarkan negara secara tertulis,
mengandung kepastian, mengandung sanksi dan perintah – perintah, sehingga
perlu adanya Atur Dan Awasi (ADA) dan pemerintah/negara berperan besar
dalam penegakan hukum. Efektifitas dalam penegakan hukum tergantung pada :
a. Kesiapan kelembagaan

29
b. Kesiapan aturan
c. Kesiapan kultur (Kesadaran pemerintah dan masyarakat)
Pendekatan hukum lingkungan juga mencakup bagaimana penyelesaian
sengketa – sengketa lingkungan hidup dapat diselesaikan serta dalam penegakan
hukum lingkungan yang didalamnya terdapat sanksi – sanksi bagi yang
melanggar dan mencemari serta merusak lingkungan akan memberikan efek jera
bagi pelaku.
2) Pendekatan teknologi bersih dan ramah lingkungan
Dampak dari pemanfaatan teknologi dapat bersifat positif dan negatif. Dampak
positifnya adalah kita menuju ke arah tingkat kesejahteraan dan dampak
negatifnya adalah adanya permasalahan lingkungan berupa pencemaran dan
kerusakan lingkungan. Melalui pendekatan teknologi bersih yang ramah
lingkungan ini, maka teknologi yang membawa dampak pencemaran dan
kerusakan lingkungan diganti dengan teknologi yang ramah lingkungan
(teknologi bersih). Dalam teknologi bersih ini juga mencakup inovasi teknologi
bersih, alternatif penggunaaan bahan yang ramah lingkungan, pengolahan
limbah, pemanfaatan limbah, teknologi yang lebih efisiensi dalam penggunaan
bahan bakar dan lebih bersih atau lebih sedikit mengeluarkan sampah atau emisi.
3) Pendekatan peranserta masyarakat
Peranserta masyarakat dalam pengelolaan lingkungan memiliki peran yang
sangat besar tanpa peranserta masyarakat pegelolaan lingkungan tidaklah akan
berhasil. Peranserta masyarakat ini untuk menguatkan inisiatif masyarakat dan
dalam menjaga, memelihara dan meningkatkan fungsi lingkungan dan dalam
proses pengambilan keputusan yang memprioritaskan lingkungan hidup dan
masyarakat. Dengan peranserta msayarakat dalam pengelolaan lingkungan maka
inisiatif dan peran masyarakat dengan sendirinya dilakukan tanpa paksaan
dipaksakan atau Atur Diri Sendiri (ADS). Menurut Suhartini, 2008 bahwa
Sistem pengelolaan lingkungan hidup berupa Sistem Atur Diri Sendiri (ADS)
atau mengatur diri sendiri ini tidak dalam arti mutlak. Peran pemerintah tetap
mempunyai kewenangan untuk mengawasi dan mengatur. Dengan makin
berkembangnya demokrasi dan pendidikan, masyarakatpun akan makin mampu
melakukan pengawasan. Makna ADS ialah masyarakat lebih banyak mempunyai
tanggung jawab menjaga kepatuhan dan penegakan hokum. Contoh Peranserta
masyarakat industri dalam pengelolaan lingkungan seperti ecolabelling, ISO-
14000, di dunia industri kelapa sawit misalnya RSPO (Roundtable on
Sustainable Palm Oil) dll. Peranserta masyarakat umum dalam pengelolaan
lingkungan misalnya membentuk kelompok – kelompok dalam pengelolaan
sampah, termasuk didalamnya adalah membuang sampah pada tempatnya dll.
4) Pendekatan Sosial Budaya (kearifan lokal)
Menurut Undang – Undang nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup bahwa Kearifan lokal adalah nilai-nilai luhur
yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat untuk antara lain melindungi dan
mengelola lingkungan hidup secara lestari. Pendekatan sosial budaya sangatlah
penting, karean Indonesia memiliki berbagai macam suku dan budaya.
Menururut Suhartini, 2008 bahwa dengan keragaman sosial budaya dalam
masyarakat akan mempengaruhi pandangan dalam pemanfaatan sumberdaya
alam dan lingkungan, sehingga tidak dapat dilakukann generalisasi dalam
pengelolaan lingkungan di tiap wilayah masyarakat. Jadi pengelolaan

30
lingkungan akan bersifat lokal dan spesifik untuk suatu wilayah tertentu yang
harus diperhatikan juga adanya indigenous knowledge (pengetahuan lokal)
yang merupakan kearifan tradisional/masyarakat setempat dalam pengelolaan
lingkungan.
5) Pendekatan Ekonomi lingkungan
Menurut Suhartini, 2008, bahwa dalam pendekatan ekonomo, setiap komponen
lingkungan dianggap mempunyai harga ekonomi dan dilakukan evaluasi
terhadap perubahan lingkungan. Jika diketahui harga lingkungan sangat mahal.
Maka diharapkan manusia akan berhati-hati terhadap lingkungannya. Dalam
ekonomi lingkungan, barang lingkungan dianggap sebagai barang produksi
sehingga faktor lingkungan diinternalkan/dimasukkan ke dalam biaya produksi.
Dengan demikian lingkungan merupakan barang yang sangat berharga.
Tujuannya adalah untuk mengubah nilai untung relatif terhadap rugi bagi pelaku
dengan memberikan insentif disinsentif ekonomi. Instrumen ini menghasilkan
untung rugi berupa uang. Pertimbangan ini merupakan dorongan yang kuat
untuk kelakuan yang pro lingkungan hidup dan hambatan untuk kelakuan anti
lingkungan hidup. Internalisasi lingkungan hidup ke dalam bisnis membuka
kemungkinan untuk dikembangkannya strategi bisnis lingkungan hidup yang
terintegrasi. Pandangan ini sangat bertolak belakang dengan pandangan umum
bahwa internalisasi lingkungan hidup merugikan bisnis karena bisnis harus
menanggung biaya lingkungan hidup yang sekarang ini dibebankan pada
lingkungan hidup dan masyarakat. Karena itu kebanyakan usahawan berusaha
untuk tidak menginternalkan biaya lingkungan hidup, contohnya pembuangan
limbah ke perairan umum dan udara. Menurut Otto Sumarwoto, 2001 untuk
mencapai tujuan internalisasi biaya lingkungan hidup yang menguntungkan
bisnis harus dikembangkan dua instrumen implementasi, yaitu :
a) Instrumen administrasi financial
b) Instrumen teknologi yang terdiri atas eko-efisiensi dan ekologi industri
Kedua instrument itu saling terkait, yaitu hasil instrument finansial menjadi
masukan untuk implementasi instrument teknologi dan sebaliknya.
6) Pendekatan Pendidikan/Pelatihan
Menurut Suhartini, 2008 bahwa dengan kondisi mayarakat yang masih kurang
informasi lingkungan, atau mempunyai tanggung jawab terhadap lingkungan
yang masih rendah, atau merasa tidak mempunyai kapasitas dalam pengelolaan
lingkungan, ataupun sebagai korban ketidakadilan dalampengelolaan
lingkungan, maka untuk mengantisipasi semua kondisi tersebut diperlukan
pendidikan dan pelatihan mengenai lingkungan hidup dan pengelolaannya.
Pendidikan/Pelatihan ini dapat dilakukan secara formal maupun informal.
Dengan pendekatan pendidikan ataupun pelatihan tentang pengelolaan
lingkungan akan meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat dalam
mengelola lingkungan yang selanjutnya peranserta masyarakat dalam mengelola
lingkungan pun akan meningkat.
7) Pendekatan Ekologis
Pendekatan ini dianggap sebagai satu-satunya pendekatan yang mendasarkan
diri pada kepentingan altruistik dan cenderung mengacu pada strategi
konservasi dunia. (Suhartini, 2008). Perilaku altruistik sendiri adalah perilaku
menolong yang timbul bukan karena adanya tekanan atau kewajiban, melainkan
tindakan tersebut bersifat suka rela dan tidak berdasarkan norma–norma tertentu,

31
tindakan tersebut juga merugikan penolong, karena meminta pengorbanan
waktu, usaha,uang dan tidak ada imbalan atau pun reward dari semua
pengorbanan.(Walstern, dan Piliavin (Deaux, 1976). Adapun Strategi konservasi
dunia mencakup 3 hal, yaitu :
 Memelihara proses ekologi yang penting dan pendukung kehidupan,
 Mempertahankan keanekaragamanan genetis dan ekosistemnya,
 Menjamin pemanfaatan jenis (spesies) dan ekosistem secara lestari
8) Pendekatan Agama
Moral dan sikap mental manusia sebagai pengelola lingkungan merupakan
landasan dasar bagi manusia untuk mensikapi lingkungan hidupnya. Moral dan
sikap manusia itu sangat dipengaruhi oleh ketaatan pada agamanya, sedangkan
agama mengatur manusia dan memberi arahan dalam mengelola
bumi/lingkungan hidupnya. Jadi, dengan pendekatan pada agama diharapkan
manusia akan lebih arif dan bijaksana terhadap lingkungannya.(Suhartini, 2008)

3.6 Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan lingkungan
3.6.1 Baku mutu lingkungan hidup
Baku mutu lingkungan hidup didefinisikan sebagai ukuran batas atau kadar
makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur
pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai
unsur lingkungan hidup. (Undang – undang nomor 32 tahun 2009). Untuk menentukan
baku mutu ini harus melalui kajian ilmiah dan ditetapkan melalui peraturan hukum yang
disyahkan oleh pemerintah. Adapun baku mutu lingkungan hidup ini meliputi :
a) Baku mutu air;
b) Baku mutu air limbah;
c) Baku mutu air laut;
d) Baku mutu udara ambien;
e) Baku mutu emisi;
f) Baku mutu gangguan
Baku mutu lingkungan tersebut digunakan untuk mengidentifikasikan apakah
lingkungan hidup tercemar atau tidak. Adapun definisi pencemaran lingkungan hidup
menurut Undang – undang nomor 32 tahun 2009 adalah masuk atau dimasukkannya
makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh
kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah
ditetapkan.

3.6.2 Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup


Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup adalah ukuran batas perubahan sifat
fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang dapat ditenggang oleh lingkungan
hidup untuk dapat tetap melestarikan fungsinya. Sedangkan kerusakan lingkungan
hidup adalah perubahan langsung dan/atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia,
dan/atau hayati lingkungan hidup yang melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan
hidup. . (Undang – undang nomor 32 tahun 2009). Kriteria baku kerusakan lingkungan
hidup ini juga ditentukan melalui kajian ilmiah dan ditetapkan melalui peraturan hukum
yang disyahkan oleh pemerintah Adapun Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup
terdiri dari :
a) Kriteria baku kerusakan tanah untuk produksi biomassa;
b) Kriteria baku kerusakan terumbu karang;

32
c) Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan
dan/atau lahan;
d) Kriteria baku kerusakan mangrove;
e) Kriteria baku kerusakan padang lamun;
f) Kriteria baku kerusakan gambut;
g) Kriteria baku kerusakan karst.

3.7 Tugas :
Mencari peraturan hukum tentang baku mutu dan kriteria baku kerusakan
lingkungan hidup

Daftar Pustaka

Kementrian Lingkungan Hidup RI. Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup bahwa Lingkungan hidup
Otto Soemarwoto, 2001. Analisis Mengenal Dampak Lingkungan, Gadjah Mada
University Press
Sudarmadji, 2008. Pembangunan Berkelanjutan, Lingkungan Hidup dan Otonomi
Daerah. Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Suhartini,2008. Modul Pengayaan Materi Proyek Pendampingan SMA Pengelolaan
Lingkungan. Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta.

33

Anda mungkin juga menyukai