Anda di halaman 1dari 11

AGENDA 21 GLOBAL

SEJARAH AGENDA 21
Asal mula dimulainya penentuan kebijakan dan program agenda 21 berdasarkan adanya
komitmen global (internasional) dalam rangka mengatasi kerusakan lingkungan di dunia.
Komitmen bersama antar berbagai Negara di mulai melalui adanya konferensi, konvensi,
perhimpunan sampai adanya konvensi KTT bumi. Berikut ini adalah uraian perjalanan panjang
dari komitmen global sampai terbentuknya program agenda 21 adalah sebagai berikut :

a. Konferensi Stockholm (1972)


Kesadaran global untuk memperhitungkan aspek lingkungan selain aspek ekonomi dan
kelayakan teknik
dalam pembangunan mencuat tahun 1972. Hal tersebut ditandai dengan Konferensi Stockholm
tahun 1972. Konferensi ini atas prakarsa negara-negara maju dan diterima oleh Majelis Umum
PBB. Hari pembukaan konferensi akhirnya ditetapkan sebagai Hari Lingkungan Hidup Sedunia
yaitu 5 Juni. Dari Konferensi ini menghasilkan resolusi-2 yang pada dasarnya merupakan
kesepakatan untuk menanggulangi masalah lingkungan yang sedang melanda dunia. Selain itu
diusulkan berdirinya sebuah badan PBB khusus untuk masalah lingkungan dengan nama : United
Nations Environmental Programme (UNEP). Dalam Konferensi juga berkembang konsep
ecodevelopment atau pembangunan berwawasan ekologi. Namun dalam perjalanan, ternyata
kesepakatan kesepakatan Stockholm tidak bisa menghentikan masalah lingkungan yang dihadapi
dunia. Negara-negara maju masih meneruskan pola hidup yang mewah dan boros dalam
menggunakan energi. Laju pertumbuhan industri, pemakaian kendaraan bermotor, konsumsi
energi meningkat sehingga limbah yang dihasilkan juga meningkat pula. Sementara negara-negara
berkembang meningkatkan exploatasi Sumber Daya Alamnya untuk meningkatkan pembangunan
dan sekaligus untuk membayar utang luar negerinya. Keterbatasan kemampuan ekonomi dan
teknologi serta kesadaran lingkungan yang masih rendah, menyebabkan peningkatan
pembangunan yang dilakukan tidak disertai dengan melindungi lingkungan yang memadai. Maka
kerusakan sumber daya alam dan Lingkungan Hidup di negara berkembang juga semakin parah.

b. United Nations On Environment and Development (UNCED), 1992


Lingkungan hidup dunia yang semakin baik yang menjadi harapan Konferensi Stockholm
ternyata tidak terwujud. Kerusakan lingkungan global semakin parah. Penipisan lapisan ozon yang
berakibat semakin meningkatnya penitrasi sinar ultra violet ke bumi yang merugikan kehidupan
manusia, semakin banyaknya spesies flora dan fauna yang punah, pemanasan global dan
perubahan iklim semakin nyata dan betul-betul sudah di depan mata. Oleh karena itu masyarakat
global memperbaharui kembali tekadnya untuk menanggulangi kerusakan lingkungan global
dengan mengadakan KTT Bumi di Rio de Jeneiro pada bulan Juni 1992 dengan tema
Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development). KTT ini kita kenal dengan United
Nations Conference on Environment and Development (UNCED). Dalam UNCED disegarkan
kembali suatu pengertian bersama bahwa pembangunan berkelanjutan harus memenuhi kebutuhan
sekarang dan generasi mendatang. Untuk mencapai hal tersebut dalam setiap proses pembangunan
harus memadukan 3 aspek sekaligus yaitu : ekonomi, ekologi dan sosbud. Secara garis besar ada
5 hal pokok yang dihasilkan oleh KTT Bumi di Rio de Jeneiro yaitu :
1. Deklarasi Rio tentang lingkungan dan pembangunan. Deklarasi ini berisikan 27 prinsip dasar yang
menekankan keterkaitan antara pembangunan dan lingkungan serta pengembangan kemitraan
global baru yang adil.
2. Konvensi tentang perubahan iklim, diperlukan payung hukum guna menangani masalah pemanasan
global dan perubahan iklim.
3. Konvensi tentang keanekaragaman hayati, diperlukan payung hukum untuk mencegah merosotnya
keanekaragaman hayati.
4. Prinsip pengelolaan hutan, hutan mempunyai multi fungsi : sosial, ekonomi, ekologi, kultural dan
spiritual untuk generasi. Hutan untuk penyerapan CO2serta untuk perlindungan keanekaragaman
hayati dan pengelolaan daerah aliran sungai.
5. Agenda 21, menyusun program aksi untuk terwujudnya pembangunan berkelanjutan untuk saat ini
dan abad ke 21 : biogeofisik, sosekbud, kelembagaan, LSM.
Dokumen agenda 21 global dianggap sebagai suatu hasil yang paling penting dalam KTT bumi
ini, yang berisi aksi-aksi dimana setiap pemerintah, organisasi internasional, sektor swasta dan
masyarakat luas, dapat melakukan perubahan-perubahan yang diperlukan bagi pembangunan
social ekonominya. Adapun, 7 aspek yang ditekankan dalam agenda 21 global adalah :
1. Kerjasama internasional
2. Pengentasan kemiskinan
3. Perubahan pola konsumsi
4. Pengendalian kependudukan
5. Perlindungan dan peningkatan kesehatan
6. Peningkatan pemukiman secara berkelanjutan
7. Pemaduan lingkungan dalam pengambilan keputusan untuk pembangunan

c. World Summit On Sustainable Development (WSSD), 2002


Setelah 10 tahun KTT bumi, masyarakat global menilai bahwa operasionalisasi prinsip-
prinsip Rio dan agenda 21 masih jauh dari harapan. Masih banyak kendala dalam pelaksanaan
agenda 21. Sekalipun demikian masyarakat global masih mengganggap bahwa prinsip-prinsip
agenda 21 masih relevan. Kelemahan terletak pada aspek implementasinya. Oleh karena itu
Majelis Umum PBB memutuskan adanya World Summit On Sustainable Development (WSSD)
di Johannesburg, Afrika Selatan pada bulan September 2002. Ada 3 tujuan utama
diselenggarakannya WSSD yaitu :
1. Mengevaluasi 10 tahun pelaksanaan agenda 21 dan memperkuat komitmen politik dalam
pelaksanaan agenda 21 di masa datang
2. Menyusun program aksi pelaksanaan agenda 21 untuk 10 tahun ke depan
3. Mengembangkan kerjasama bilateral dan multilateral
Dokumen yang dihasilkan dalam WSSD adalah :
1. Program aksi tentang pelaksanaan Agenda 21 sepuluh tahun mendatang
2. Deklarasi Politik
3. Komitmen berupa inisiatip kemitraan untuk melaksanakan pembangunan berkelanjutan
Tiga ciri utama tren kemajuan pelaksanaan Agenda 21 di atas 10 tahun terakhir. Pertama, konsep
pembangunan berkelanjutan yang diminta beralih dari fokus pada satu masalah appreciating
menuju kompleks interaksi antara berbagai faktor lingkungan dan pembangunan. Kedua, ada
gerakan internasional dari atas ke bawah norma-lembaga pengaturan nasional-gedung dan lebih
"akar rumput" pendekatan di tingkat pemerintah daerah. Ketiga, Agenda 21 memerlukan tempat
berbasis pengetahuan teknis dan ilmiah, yang telah mengakibatkan peningkatan keterlibatan
penelitian berbasis lembaga seperti perguruan tinggi dan swasta.

d. Millenium Development Goals, 2000


Konferensi Stockholm tahun 1972, konferensi Bumi (UNCED) di Rio de Jeneiro tahun
1992, dan pertemuan puncak pembangunan berkelanjutan (WSSD) tahun 2002 di Johannesburg
merupakan upaya masyarakat global untuk meletakkan landasan dan strategi yang bersifat mondial
dalam mengatasi kemerosotan kualitas lingkungan hidup yang semakin parah dan
memprihatinkan. Kesadaran global juga mengemukan karena ternyata upaya-upaya
penanggulangan kemerosotan lingkungan hidup tidak mudah dan bahkan semakin rumit dan saling
kait mengkait berbagai apek kehidupan seperti sosial, ekonomi, politik budaya, kemiskinan,
ketimpangan antar negara. Selain 3 konferensi/pertemuan puncak para kepala
negara/pemerintahan tersebut kiranya perlu dicatat pula suatu komitmen global yang tidak secara
khusus membahas dan merumuskan masalah lingkungan hidup, namun kaitannya sangat erat
dengan masalah lingkungan hidup yaitu Millenium Development Goals (MDGs). MDGs
awalnya dikembangkan oleh OECD dan kemudian diadopsi dalam United Nations Millenium
Declaration yang ditandatangani September 2000 oleh 189 negara maju dan berkembang.
Komitmen dalam MDGs yang dicetuskan dalam Sidang Umum PBB tahun 2000 mencakup :
1. Menanggulangi kemiskinan dan kelaparan ,dengan mengurangi setengahnya jumlah penduduk yang
berpendapatan kurang US$ 1 per hari. Mengurangi setengahnya jumlah penduduk yang menderita
kelaparan.
2. Pemenuhan pendidikan dasar untuk semua, dengan menjamin semua anak dapat menyelesaikan
sekolah dasar. Hal tersebut disertai dengan upaya agar anak-2 tetap mengikuti pendidikan di
sekolah dengan kulitas pendidikan yang baik.
3. Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, dengan menghilangkan perbedaan
gender baik pada tingkat sekolah dasar maupun sekolah lanjutan tingkat pertama pada tahun 2005
dan tahun 2015 untuk semua tingkat.
4. Menurunkan angka kematian anak usia di bawah 5 tahun, dengan sasaran menjadi 2/3 nya.
5. Meningkatkan kesehatan ibu, dengan mengurangi ratio kematian ibu menjadi 3/4 nya.
6. Memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya, dengan menghentikan dan mulai
menurunkan peyebaran HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya.
7. Memberikan jaminan akan kelestarian lingkungan hidup, dengan memadukan prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan ke dalam program dan kebijakan masing-masing negara, menurunkan
hilangnya sumber daya alam, mengurangi hingga 1/2 nya penduduk yg selama ini tidak bisa
mengakses air bersih secara berkelanjutan, perbaikan secara signifikan terhadap tempat tinggal
paling tidak 100 juta tempat tinggal kumuh (slum dwellers) sampai 2020.
8. Mengembangkan kerjasama global dalam pembangunan, antara lain dengan pengembangan sistem
perdagangan dan keuangan yang transparan, kepemerintahan yang baik, memperhatikan
kebutuhan negara berkembang seperti memberikan kuota export, penghapusan/penundaan
pembayaran hutang, bantuan untuk pengentasan kemiskinan, bantuan untuk peningkatan
produktivitas kaum muda, akses untuk memperoleh obat-obatan yang penting bagi negara
berkembang.

2.2 PERKEMBANGAN AGENDA 21 di Indonesia


Indonesia merupakan peserta aktif pada United Nations Conference on Environment and
Development (UNCED, juga dikenal sebagai KTT Bumi) di Rio de Janeiro, Brasil pada tahun
1992. Pada tahun 1997, Indonesia mengeluarkan Agenda 21 Nasional yang berisikan rujukan
untuk memasukkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan ke dalam perencanaan
pembangunan nasional. UNDP (United Nations Development Programme) telah mendukung
pengembangan dan peluncuran agenda 21 Indonesia yang merupakan versi lokal dari agenda 21
global yang diluncurkan dalam KTT Rio. Agenda 21 mendiskusikan ketergantungan
pembangunan sosial dan ekonomi pada kelestarian lingkungan dan meletakkan dasar untuk
pengesahan perjanjian tentang Keanekaragaman Hayati dan Perubahan Iklim. Setelah KTT
Johannesburg yang mengkaji ulang agenda 21 global, Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup
dengan bantuan UNDP telah melakukan tinjauan terhadap pelaksanaan Agenda 21 Indonesia untuk
meneliti konteks pembangunan berkelanjutan setelah krisis ekonomi. Kantor Menteri Negara
Lingkungan Hidup kini meletakkan dasar untuk merancang strategi jangka panjang menuju
pencapaian tujuan-tujuan agenda 21, terutama komitmen menurut perjanjian tentang
keanekaragaman hayati dan perubahan iklim. Proyek ini diberi nama Post UNCED Planning and
Capacity Building Activities Project dengan produk utama yaitu dokumen agenda 21 Indonesia
(diselesaikan dalam waktu 2 tahun) yang merupakan strategi nasional menuju pembangunan
berkelanjutan berwawasan lingkungan yaitu dengan mengintegrasikan pembangunan ekonomi,
sosial, dan lingkungan.
UNDP berkomitmen membantu Indonesia mengkaji dan melakukan penilaian kapasitas
yang didapat semenjak menandatangani kesepakatan agenda 21. Proyek untuk Menilai Sendiri
Kapasitas Nasional atau NCSA (National Capacity Self-Assessment) adalah inisiatif di bawah
GEF (Global Environment Facility) berupa dukungan kepada negara-negara berkembang dalam
mengidentifikasi masalah dan mencari solusi inovatif agar lebih mampu mencapai sasaran Agenda
21. Proses NCSA akan mendukung pengembangan strategi baru ini, dengan fokus khusus pada
penguatan kapasitas yang dibutuhkan untuk menetapkan strategi pelaksanaan program-program
pengelolaan lingkungan yang lebih baik, termasuk menghentikan laju kerusakan atau degradasi
lingkungan. Tekanan untuk merealisasikan otonomi daerah dan kecenderungan baru dalam
perdagangan dan perekonomian juga akan menentukan bentuk pendekatan nasional terhadap
pengelolaan lingkungan.
Agenda 21 Nasional ini kemudian diikuti pula oleh Agenda 21 Sektoral yang dikeluarkan tahun
2000, meliputi sektor pertambangan, energi, perumahan, pariwisata dan kehutanan. Baru-baru ini,
beberapa pemerintah daerah telah memulai penyusunan Agenda 21 Lokal yang diharapkan dapat
memberi pedoman perencanaan pembangunan di tingkat kecamatan, dan menjadi rujukan bagi
berpagai pihak untuk menyusun rencana-rencana aksi. Pelaksanaan Agenda 21 di Indonesia
dihadapkan pada berbagai masalah, mulai dari kurangnya kesadaran publik dan pemerintah sampai
kurangnya dana dan kemauan politis.

AGENDA 21 DI INDONESIA
Tujuan pembangunan di Indonesia yaitu :
(1) meningkatkan produktivitas sumberdaya,
(2) menganekaragamkan hasil produksi,
(3) memperbaiki tata ruang atau sistem peruntukan sumberdaya, dan
(4) memasukkan fungsi konservasi.
Pembangunan berkelanjutan hanya dapat diperoleh apabila dilandasi ilmu pengetahuan dan
menjadi asas kunci bagi pencapaian pertumbuhan sosial dan ekonomi jangka panjang.
Pembangunan tidak terlepas dari agenda 21 negara Indonesia. Agenda 21 sebagai suatu advisory
document yang mencangkup aspek kebijakan, pengembangan, program dan strategi yang meliputi
hamper seluruh perencanaan pembangunan bidang sosial, ekonomi, dan lingkungan. Dalam
Agenda 21 Indonesia (Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, 1997), strategi nasional untuk
pembangunan berkelanjutan terdiri dari 18 bab yang memuat empat program pokok saling
mengisi, yaitu :
(1) pelayanan masyarakat,
(2) pengelolaan limbah,
(3) pengelolaan sumberdaya tanah, dan
(4) pengelolaan sumberdaya alam.
Tiap program pokok diatas terbagi menjadi sejumlah program. Pelayanan masyarakat memuat
program (i) pengentasan kemiskinan, (ii) perubahan pola konsumsi, (iii) dinamika kependudukan,
(iv) pengelolaan dan peningkatan kesehatan, (v) pengembangan perumahan dan pemukiman, dan
(vi) sistem perdagangan global, instrument ekonomi, neraca ekonomi, dan lingkungan terpadu.
Pengelolaan limbah memuat program (i) perlindungan atmosfer, (ii) pengelolaan bahan kimia
beracun, (iii) pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun, (iv) pengeloaan limbah radioaktif,
dan (v) pengelolaan limbah padat dan cair.
Adapun pengelolaan sumberdaya tanah memuat program (i) penatagunaan sumberdaya
tanah, (ii) pengelolaan hutan, (iii) pengembangan pertanian dan pedesaan, dan (iv) pengelolaan
sumberdaya air. Sedangkan pengelolaan sumberdaya alam terdiri atas program (i) konservasi
keanekaragaman hayati, (ii) pengembangan bioteknologi, dan (iii) pengelolaan terpadu wilayah
pesisir dan lautan.
Setiap bab atau bagian (4 program pokok) diuraikan latar belakang yang memperkenalkan
topik yang akan dibahas, diikuti sejumlah bidang program yang dianggap prioritas bagi
pelaksanaan pembangunan berkelanjutan berdasarkan dua kerangka waktu (1998-2003) dan
(2003-2020).
Implementasi Program Agenda 21 Indonesia
a. Pengelolaan Limbah
Berkaitan dengan upaya konservasi dan pengelolaan sumber daya alam, Agenda 21 global
menawarkan beberapa program aksi guna meningkatkan dan memperbaiki kondisi dan kualitas
lingkungan hidup manusia dami terlaksananya pembangunan berkelanjutan dalam menyongsong
abad 21.
Salah satu program aksi pada agenda 21 adalah pengelolaan limbah. Isu pengelolaan limbah secara
langsung merasuk ke hampir semua aspek kehidupan manusia. Oleh karena itu pembahasannya
ditujukan kepada seluruh lapisan masyarakat. Adapun pokok pembahasan dalam pengelolaan
limbah mencakup pada limbah padat dan cair, baik di lingkungan industri; pengelolaan dan
pengaturan penggunaan bahan kimia beracun dan berbahaya; pengelolaan limbah B3, termasuk
limbah rumah sakit dan radioaktif; dan pengelolaan buangan gas hasil kegiatan yang menggunakan
minyak bumi dan pembakaran biomassa.
b. Perlindungan Atmosfir
Atmosfir memberikan perlindungan tiga fungsi utama. Pertama sebagai bahan mentah
untuk kegiatan manusia. Kedua sebagai tempat pembuangan yang menyerap dan mendaur ulang
sisa-sisa kegiatan manusia. Ketiga berfungsi mendukung kehidupan. Oleh karena itu kualitas
atmosfir merupakan aset yang harus dilindungi dan dilestarikan.
Kemampuan atmosfir memberikan fungsinya dapat terganggu dengan masuknya bahan-bahan
pencemar ke udara yang dikeluarkan oleh kegiatan manusia. Untuk mencegah dan mengendalikan
hal ini perlu sekali terjadi perubahan pandangan di pihak pemerintah, pihak swasta maupun
maupun dimasyarakat luas mengenai:
a. Kemampuan atmosfir menerima dan mendaur ulang sisa kegiatan manusia yang
terbatas, dimana kegiatan manusia akan mengganggu kemampuan atmosfir menjalankan
fungsinya.
b. Menurunnya kemampuan atmosfir menjalankan fungsinya akan memberi dampak
negatif yang sangat besar dan luas, seperti dapat mengurangi kesehatan, dapat mengurangi
efisiensi ekonomi, meningkatnya tekanan sebagian masyarakat guna memperlambat laju
pembangunan, dapat mengurangi permintaan barang ekspor indonesia, dan dapat
menghambat atau menurunkan tercapainya target pembangunan ekonomi dan sosial
indonesia.
c. Biaya yang diakibatkan oleh memburuknya kualitas udara ini sangat besar dan akan
melonjak dengan pesat bila kualitas udara makin memburuk
d. Permasalahan perlindungan atmosfir selain berskala lokal dan nasional, ia juga
mempunyai skala regional dan global. Akibatnya kegiatan yang berkaitan dengan kualitas
atmosfir/ udara mempunyai efek dalam hubungan internasional baik secara politis maupun
dalam perdagangan
e. Perlu memperhitungkan kaitan kegiatan manusia dengan kualitas udara terutama
untuk kegiatan yang diperkirakan akan memberikan dampak yang besar pada kualitas
udara.
Permasalahan di atas di jabarkan dalam uraian dan analisa empat bidang program. Bidang program
pertama menekankan masalah kualitas udara skala lokal dan nasional di mana di bahas
pertimbangan lingkungan dan energi dalam sektor-sektor pembangkit tenaga listrik, transportasi,
industri, dan rumah tangga. Bidang kedua dan ketiga berkaitan dengan isu global, yaitu isu ozon
di stratosfir dan perubahan iklim global bidang keempat berkaitan dengan permasalahan regional,
yaitu isu desposisi asam dan pecegahan kebakaran hutan.
Sumber pencemaran udara
sumber tidak bergerak
Sumber pencemaran udara yang berasal dari sumber tidak bergerak, antara lain industri,
pemukiman/rumah tangga dan pembakaran sampah. Sedangkan sumber pencemaran udara dari
sumber bergerak, adalah dari kegiatan transportasi. Disamping itu, kebakaran hutan dan lahan juga
menjadi salah satu penyebab pencemaran Udara di Indonesia. Bahkan kebakaran hutan dan lahan
mengganggu kestabilan komposisi gas di atmosfer. Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999
tentang Pengendalian Pencemaran Udara mengatur bahan pencemar yang perlu dipantau yaitu
sulfurdioksida (SO2), karbonmonoksida (CO), nitrogen dioksida (NO2), partikulat berukuran
kurang dari 10 mikron (PM10) dan timah hitam (Pb).
Pencemaran Udara Dari Sumber Bergerak
Kegiatan transportasi memberikan kontribusi sekitar 70% terhadap pencemaran udara di
kota-kota besar. Di Jakarta dan sekitarnya (Jabotabek) jumlah kendaraan bermotor tahun 2000
menurut Polda Metro Jaya-POLRI telah mencapai 4.159.442 unit yang didominasi oleh jenis
kendaraan mobil penumpang. Di Bandung jumlah kendaraan bermotor untuk tahun 2000 mencapai
588.640 unit. Jumlah kendaraan tersebut belum termasuk kendaraan yang datang ke Bandung pada
setiap akhir pecan sebanyak 10-25%. Kendaraan bermotor yang beroperasi di Indonesia sampai
akhir tahun 2001 berjumlah 20,78 juta unit yang terdiri dari 3,1 juta unit mobil penumpang (15%),
684 ribu unit bis (3%), 1,75 juta unit truck (9%), 15,2 juta unit sepeda motor (73%). Meningkatnya
jumlah kendaraan bermotor yang cukup berarti dari tahun ke tahun mengakibatkan terjadi
penurunan kualitas udara ambien yang diakibatkan gas buang yang dihasilkan oleh kendaraan
bermotor tersebut.
Faktor yang mempengaruhi tingginya pencemaran udara dari kendaraan bermotor adalah
pesatnya pertambahan jumlah kendaraan bermotor, rendahnya kualitas bahan bakar minyak
(BBM) dan masih digunakannya jenis bahan bakar minyak mengandung Pb, penggunaan teknologi
lama (sistem pembakaran) pada sebagian besar kendaraan bermotor di Indonesia dan minimnya
budaya perawatan kendaraan secara teratur. Kondisi tersebut ditambah oleh buruknya manajemen
lalu lintas yang berakibat inefisien dalam pemakaian BBM.
Bahan bakar kendaraan bermotor di Indonesia didominasi oleh premium dan solar. Bahan
bakar premium sebagian besar belum ramah lingkungan karena masih menggunakan Pb sebagai
peningkat angka oktan yang menjadi penyumbang terbesar pencemaran udara.
Upaya Pengendalian
Pemantauan Kualitas Udara Ambien
Program Langit Biru
Pengendalian pencemaran udara dari sarana transportasi kendaraan bermotor meliputi:
1. Pengembangan perangkat peraturan
2. Penggunaan bahan bakar bersih (cleaner fuels
3. Pengembangan bahan bakar alternative
Pengendalian pencemaran udara dari industri
Kebijakan Antisipasi Deposisi Asam
Kebijakan Antisipasi Perubahan Iklim
Kebijakan Perlindungan Lapisan Ozon di Indonesia
c. Pengelolaan Bahan Kimia Beracun
Dalam pengelolaan bahan kimia dan beracun yang menuju konsep pembangunan
berkelanjutan tahap awal yang perlu dilakukan adalah menyiapkan seluruh perangkat terkait dari
mulai perangkat hukum, pelaksanaan, dan pembinaannya. Langkah penerapannya berfokus pada
penyeragaman klasifikasi bahaya, sistem pelabelan dan simbol yang berlaku secara global,
memanfaatkan pertukaran informasi secara intensif dengan mengadopsi prosedur PIC (Prior
Informed Concern) yang telah diakui secara internasional, mengeliminasi sekecil mungkin resiko,
menghindari kemungkinan-kemungkinan kerugian-kerugian secara ekonomik dengan bertumpu
pada analisis daur hidup, bahan-bahan kimia, dan meningkatkan kemampuan atau kapasitas
nasional dalam mendeteksi dan menekan masuknya produk dan atau bahan kimia yang berbahaya
melalui perdagangan global.
Guna tercapainya sasaran, maka terdapat empat bidang program yang diususlkan yaitu:
1. Peningkatan kemampuan dan kapasitas nasional dalam pengelolaan bahan-bahan kimia
2. penyerasian klasifikasi dan pelabelan bahan-bahan kimia
3. penyebarluasan informasi tentang bahan-bahan kimia beracun dan resiko-resiko kimia, dan
4. penurunan resiko dan pencegahan lalulintas domestik maupun internasional yang tidak sah (ilegal)
dari produk-produk kimia beracun dan berbahaya oleh karena itu dalam bab ini hanya
memfokuskan pada pengelolaan bahan kimia beracun saja, sedangkan pengelolaan limbah bahan
berbahaya dan beracun akan di bahas di bab selanjutnya
Bahan kimia beracun dikenal sebagai bahan kimia yang dalam jumlah kecil dapat menimbulkan
keracunan pada manusia atau mahluk hidup lainnya. Umumnya zat-zat toksik masuk lewat
pernapasan atau kulit, kemudian beredar ke seluruh tubuh atau ke organ-organ tertentu. Tetapi
dapat pula zat-zat tersebut berakumulasi, tergantung pada sifatnya, ke dalam tulang, hati, darah
atau cairan limpa dan organ lain sehingga akan menghasilkan efek dalam jangka panjang.
Elemen-elemen dasar untuk pengelolaan bahan-bahan kimia yang ramah lingkungan adalah:
1. adanya hukum yang memadai
2. pengumpulan dan penyebarluasan informasi
3. kapasitas untuk penilaian resiko dan interprestasinya
4. tersedianya kebijakan manajemen resiko
5. kapasitas untuk implementasi dan pendorong pelaksanaannya
6. kapasitas untuk rehabilitasi/ pemulihan tempat-tempat yang terkontaminasi dan
orang-orang yang keracunan
7. program-program pendidikan yang efektif
8. kapasitas tanggap darurat
d. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
Sektor industri di bawah pertumbuhan ekonomi yang pesat memegang peranan yang sangat
besar sebagai kontributor limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) bukan saja disebabkan oleh
industri tersebut, tetapi juga akibat adanya perdagangan antar negara yang memungkinkan
memperdagangkan limbah B3 atau produk dan teknologi yang dapat menghasilkan limbah B3.
Guna menekan jumlah B3 perlu adanya reorientasi sistem berproduksi, dari pendekatan end of
pipe ke pendekatan produksi bersih (Cleaner production) yaitu pendekatan from Craddle to
grave pendekatan ini menekan jumlah limbah yang dihasilkan dari mulkai pemrosesan bahan
baku hingga barang atau bahan tersebut tidak dapat digunakan lagi.
elDalam upaya pengelolaan limbah B3 yang berwawasan lingkungan, maka interaksi antara
pranata hukum dan sosial, kelembagaan, kemampuan sumberdaya manusia, penguasaan teknologi
dan bahkan advokasi dari LSM akan sangat menentukan keberhasilan dari suatu upaya
pengendalian dan pengolahan limbah B3 tersebut.
Guna mencapai hal tersebut di atas, maka dapat dilakukan dengan bidang program yang
mencakup:
1. pengembangan dan peningkatan pengelolaan limbah B3 yang berwawasan lingkungan dengan
prioritas utama pada minimasi limbah
2. pencegahan lintas batas limbah B3 secara ilegal dan kerjasama dalam pengelolaan lintas batas
limbah, dan
3. peningkatan dan penguatan kemampuan kelembagaan dalam pengelolaan limbah B3
e. Pengolahan Limbah Radioaktif
Pengolahan limbah radioaktif, terutama diperuntukkan bagi perlindungan maksimum bagi
mahluk hidup, lingkungan dan ekosistemnya.
Untuk menjamin keselamatan dan perlkindungan yang maksimum, maka sebaiknya
seluruh pihak yang berkepentingan di dalam pemanfaatan radionuklida (nuklir) mengikuti asas
ALARA (As Low As Reasonably Achievable). Guna tercapainya pengelolaan limbah radioaktif
yang mengikuti prinsip pembangunan berkelanjutan, maka upaya penerapan teknologi harus layak
secara teknis, ekonomis, layak bagi perlindungan lingkungan dan keselamatan yang maksimum
terhadap potensi bahaya nuklir saat ini dan masa yang akan datang. Selain itu pemanfaatannya
juga harus dapat diterima oleh masyarakat.
Guna pencapaian pengelolaan yang benar-benar terjamin, diusulkan dilakukan dengan
menjalankan bidang program yang menekankan kepada : pengelolaan limbah radioaktif yang
berwawasan lingkungan.
Pengelolaan limbah radioaktif bertujuan untuk meminimalkan dosis radiasi yang diterima
penduduk < st="on">medan radiasi. Batasan dosis radiasi dari ICRP (International Commission
for Radiation Protection) adalah semua penduduk tidak akan menerima dosis rata-rata 1 rem
perorang dalam 30 tahun dari sampah nuklir. Pengelolaan limbah radioaktif sangat memerlukan
perhatian khusus, hal ini dikarenakan dapat menyebabkan pencemaran lingkungan, efek somatik
dan genetik pada manusia serta efek psikologis pada masyarakat.

Tiga unsur dasar dalam pengelolaan limbah radioaktif :


Pengelolaan bertujuan untuk memudahkan dalam penanganan selanjutnya.
Penyimpanan sementara dan pembuangan atau penyimpanan akhir/lestari.
Pengawasan pembuangan dan monitoring lingkungan.
Salah satu sifat yang dimiliki oleh sumber radioaktif adalah memiliki umur paruh. Sifat ini
sangat menguntungkan karena limbah radioaktif akan berkurang radioakvitasnya seiring dengan
waktu dalam bentuk peluruhan dan pengeluaran panas.
f. Pengelolaan Limbah Padat dan Cair
Limbah Padat dan Cair yang di maksdud pada bab ini meliputi limbah rumah tangga atau
limbah domestik dan limbah industri yang tidak beracun dan berbahaya
Pengelolaan Llimbah Padat dan cair dalam kerangka pembangunan yang berkelanjutan
mempunyai prinsip bahwa limbah tidak boleh terakumulasi di alam sehingga mengganggu siklus
materi dan nutrien, bahwa pembuangan limbah harus di batasi pada tingkat yang tidak melebihi
daya dukung lingkungan untuk menyerap pencemaran dan sistem tertutup penggunaan materi
seperti daur ulang dan pengomposan harus dimaksimasi.

PENGERTIAN DARI :
1. CITES (Convertion On International Trade In Endangered Spesies Of Wild Fauna and
Flora)
Adalah suatu perjanjian internasional yang membahas mengenai perdagangan jenis jenis hewan
dan tumbuhan yang terancam punah (hewan dan tumbuhan langka).
2. Basel Convention
Adalah merupakan sebuah konvensi yang diselenggarakan di Basel, Switzerland, yang berisi
rancangan regulasi mengenai pengetatan (pengawasan lebih ketat) atas pembuangan limbah
beracun.

3. Vienna Convention
Adalah sebuah konferensi para duta besar Eropa yang di selenggarakan di Wina, merupakan upaya
untuk membentuk kekuasaan yang damai di Eropa.
4. Montreal Protocol
Adalah suatu Perjanjian yang mengatur perlindungan ozon stratosfir dan penelitian, dan produksi dan penggunaan zat
perusak ozon.
5. UNCBD (United Nation Convention on Biological Diversity)
Adalah Konvensi Keanekaragaman Hayati yang Bertujuan untuk melestarikan beraneka sumber
daya genetika/plasma nutfah, species, habitat dan ekosistem.
6. Cartagena Protocol
Protokol Keamanan Hayati, adalah suatu bentuk aturan terhadap pergerakan lintas batas dari
organisme hidup yang telah termodifikasi berikut dengan resiko-resiko yang akan ditimbulkannya.
7. UNFCC (United Nation Framework Convention on Clomate Change).
Yaitu sebuah Kerangka Konvensi mengenai perubahan iklim yang bertujuan untukmenstabilkan
konsentrasi gas rumah kaca di atmosfir sampai pada tingkat yang dapat mencegah campur tangan
manusia yang berbahaya, berkaitan dengan system iklim.
8. Kyoto Protocol
Adalah sebuah perjanjian sah antara negara negara industri untuk mengurangi emisi gas rumah
kaca/pengeluaran karbon dioksida dan lima gas rumah kaca lainnya, atau bekerja sama dalam
perdagangan emisi apabila negara tersebut menjaga jumlah atau menambah emisi gas-gas tersebut,
yang telah dikaitkan dengan pemanasan global.
9. UNCCD (The United Nations Convention to Combat Desertification)
Adalah konferensi untuk memerangi penggurunan serta mengurangi dampak kekeringan melalui
aksi nasional yang menggabungkan strategi jangka panjang.

10. Ramsar
Adalah suatu perjanjian internasional antara berbagai negara untuk mengelola lestari berbagai ekosistem lahan
basah di dunia secara berkelanjutan.
11. CBD (Central Business District)
Adalah distrik pusat kota, biasanya ditandai oleh konsentrasi bangunan ritel dan kantor. Jadi di
pusat kota terdapat bangunan tertinggi yang bisa menjadi pusat sejarah.
12. IPCC
Adalah badan khusus yang telah di bentuk oleh badan PBB, berfungsi untuk kajian iklim.
13. Eart Summit
yaitu sebuah program aksi yang menyeluruh dan luas yang menuntut adanya cara-cara baru dalam
melaksanakan pembangunan.
14. Roterdam
Adalah konferensi tentang prosedur persetujuan atas dasar informasi awal untuk bahan kimia dan
pestisida berbahaya tertentu dalam perdagangan internasional.
15. Stockholm
Adalah sebuah konferensi yang di prakarsai oleh negara negara maju, menghasilkan resolusi-2
yang pada dasarnya menerapkan kesepakatan untuk menanggulangi masalah lingkungan yang
sedang melanda dunia.

Sumber:

http://ergy-g-h-fisip10.web.unair.ac.id/artikel_detail-81894-Pembangunan%20Dunia%20Berkelanjutan-
Implementasi%20Pembangunan%20Berkelanjutan%20melalui%20Agenda%2021.html

https://redrosela.wordpress.com/2014/12/10/ktt-bumi-dan-lingkungan-dari-masa-ke-masa/

United Nations Conference on Environment & Development Rio de Janerio, Brazil, 3 to 14 June 1992.
AGENDA 21.pdf

Anda mungkin juga menyukai