SEJARAH AGENDA 21
Asal mula dimulainya penentuan kebijakan dan program agenda 21 berdasarkan adanya
komitmen global (internasional) dalam rangka mengatasi kerusakan lingkungan di dunia.
Komitmen bersama antar berbagai Negara di mulai melalui adanya konferensi, konvensi,
perhimpunan sampai adanya konvensi KTT bumi. Berikut ini adalah uraian perjalanan panjang
dari komitmen global sampai terbentuknya program agenda 21 adalah sebagai berikut :
a. Konferensi Stockholm (1972)
Kesadaran global untuk memperhitungkan aspek lingkungan selain aspek ekonomi dan
kelayakan teknik dalam pembangunan mencuat tahun 1972. Hal tersebut ditandai dengan
Konferensi Stockholm tahun 1972. Konferensi ini atas prakarsa negara-negara maju dan diterima
oleh Majelis Umum PBB. Hari pembukaan konferensi akhirnya ditetapkan sebagai Hari
Lingkungan Hidup Sedunia yaitu 5 Juni. Dari Konferensi ini menghasilkan resolusi-2 yang pada
dasarnya merupakan kesepakatan untuk menanggulangi masalah lingkungan yang sedang
melanda dunia. Selain itu diusulkan berdirinya sebuah badan PBB khusus untuk masalah
lingkungan dengan nama : United Nations Environmental Programme (UNEP). Dalam
Konferensi juga berkembang konsep ecodevelopment atau pembangunan berwawasan ekologi.
Namun dalam perjalanan, ternyata kesepakatan kesepakatan Stockholm tidak bisa menghentikan
masalah lingkungan yang dihadapi dunia. Negara-negara maju masih meneruskan pola hidup
yang mewah dan boros dalam menggunakan energi. Laju pertumbuhan industri, pemakaian
kendaraan bermotor, konsumsi energi meningkat sehingga limbah yang dihasilkan juga
meningkat pula. Sementara negara-negara berkembang meningkatkan exploatasi Sumber Daya
Alamnya untuk meningkatkan pembangunan dan sekaligus untuk membayar utang luar
negerinya. Keterbatasan kemampuan ekonomi dan teknologi serta kesadaran lingkungan yang
masih rendah, menyebabkan peningkatan pembangunan yang dilakukan tidak disertai dengan
melindungi lingkungan yang memadai. Maka kerusakan sumber daya alam dan Lingkungan
Hidup di negara berkembang juga semakin parah.
3. Konvensi tentang keanekaragaman hayati, diperlukan payung hukum untuk mencegah merosotnya
keanekaragaman hayati.
4. Prinsip pengelolaan hutan, hutan mempunyai multi fungsi : sosial, ekonomi, ekologi, kultural dan
spiritual untuk generasi. Hutan untuk penyerapan CO2 serta untuk perlindungan keanekaragaman
hayati dan pengelolaan daerah aliran sungai.
5. Agenda 21, menyusun program aksi untuk terwujudnya pembangunan berkelanjutan untuk saat ini
dan abad ke 21 : biogeofisik, sosekbud, kelembagaan, LSM.
Dokumen agenda 21 global dianggap sebagai suatu hasil yang paling penting dalam KTT bumi
ini, yang berisi aksi-aksi dimana setiap pemerintah, organisasi internasional, sektor swasta dan
masyarakat luas, dapat melakukan perubahan-perubahan yang diperlukan bagi pembangunan
social ekonominya. Adapun, 7 aspek yang ditekankan dalam agenda 21 global adalah :
1.
Kerjasama internasional
2.
Pengentasan kemiskinan
3.
4.
Pengendalian kependudukan
5.
6.
7.
Kesadaran
global
juga
mengemukan
karena
ternyata
upaya-upaya
penanggulangan kemerosotan lingkungan hidup tidak mudah dan bahkan semakin rumit dan
saling kait mengkait berbagai apek kehidupan seperti sosial, ekonomi, politik budaya,
kemiskinan, ketimpangan antar negara. Selain 3 konferensi/pertemuan puncak para kepala
negara/pemerintahan tersebut kiranya perlu dicatat pula suatu komitmen global yang tidak secara
khusus membahas dan merumuskan masalah lingkungan hidup, namun kaitannya sangat erat
dengan masalah lingkungan hidup yaitu Millenium Development Goals (MDGs). MDGs
awalnya dikembangkan oleh OECD dan kemudian diadopsi dalam United Nations Millenium
Declaration yang ditandatangani September 2000 oleh 189 negara maju dan berkembang.
Komitmen dalam MDGs yang dicetuskan dalam Sidang Umum PBB tahun 2000 mencakup :
1. Menanggulangi kemiskinan dan kelaparan ,dengan mengurangi setengahnya jumlah penduduk
yang berpendapatan kurang US$ 1 per hari. Mengurangi setengahnya jumlah penduduk yang
menderita kelaparan.
2. Pemenuhan pendidikan dasar untuk semua, dengan menjamin semua anak dapat menyelesaikan
sekolah dasar. Hal tersebut disertai dengan upaya agar anak-2 tetap mengikuti pendidikan di
sekolah dengan kulitas pendidikan yang baik.
3. Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, dengan menghilangkan perbedaan
gender baik pada tingkat sekolah dasar maupun sekolah lanjutan tingkat pertama pada tahun
2005 dan tahun 2015 untuk semua tingkat.
4. Menurunkan angka kematian anak usia di bawah 5 tahun, dengan sasaran menjadi 2/3 nya.
5. Meningkatkan kesehatan ibu, dengan mengurangi ratio kematian ibu menjadi 3/4 nya.
6. Memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya, dengan menghentikan dan mulai
menurunkan peyebaran HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya.
7. Memberikan jaminan akan kelestarian lingkungan hidup, dengan memadukan prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan ke dalam program dan kebijakan masing-masing negara,
menurunkan hilangnya sumber daya alam, mengurangi hingga 1/2 nya penduduk yg selama ini
tidak bisa mengakses air bersih secara berkelanjutan, perbaikan secara signifikan terhadap
tempat tinggal paling tidak 100 juta tempat tinggal kumuh (slum dwellers) sampai 2020.
8. Mengembangkan kerjasama global dalam pembangunan, antara lain dengan pengembangan sistem
perdagangan dan keuangan yang transparan, kepemerintahan yang baik, memperhatikan
kebutuhan negara berkembang seperti memberikan kuota export, penghapusan/penundaan
pembayaran hutang, bantuan untuk pengentasan kemiskinan, bantuan untuk peningkatan
produktivitas kaum muda, akses untuk memperoleh obat-obatan yang penting bagi negara
berkembang.
2.2 PERKEMBANGAN AGENDA 21 di Indonesia
Indonesia merupakan peserta aktif pada United Nations Conference on Environment and
Development (UNCED, juga dikenal sebagai KTT Bumi) di Rio de Janeiro, Brasil pada tahun
1992. Pada tahun 1997, Indonesia mengeluarkan Agenda 21 Nasional yang berisikan rujukan
untuk memasukkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan ke dalam perencanaan
pembangunan nasional. UNDP (United Nations Development Programme) telah mendukung
pengembangan dan peluncuran agenda 21 Indonesia yang merupakan versi lokal dari agenda 21
global yang diluncurkan dalam KTT Rio. Agenda 21 mendiskusikan ketergantungan
pembangunan sosial dan ekonomi pada kelestarian lingkungan dan meletakkan dasar untuk
pengesahan perjanjian tentang Keanekaragaman Hayati dan Perubahan Iklim. Setelah KTT
Johannesburg yang mengkaji ulang agenda 21 global, Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup
dengan bantuan UNDP telah melakukan tinjauan terhadap pelaksanaan Agenda 21 Indonesia
untuk meneliti konteks pembangunan berkelanjutan setelah krisis ekonomi. Kantor Menteri
Negara Lingkungan Hidup kini meletakkan dasar untuk merancang strategi jangka panjang
menuju pencapaian tujuan-tujuan agenda 21, terutama komitmen menurut perjanjian tentang
keanekaragaman hayati dan perubahan iklim. Proyek ini diberi nama Post UNCED Planning and
Capacity Building Activities Projectdengan produk utama yaitu dokumen agenda 21 Indonesia
(diselesaikan dalam waktu 2 tahun) yang merupakan strategi nasional menuju pembangunan
berkelanjutan berwawasan lingkungan yaitu dengan mengintegrasikan pembangunan ekonomi,
sosial, dan lingkungan.
UNDP berkomitmen membantu Indonesia mengkaji dan melakukan penilaian kapasitas
yang didapat semenjak menandatangani kesepakatan agenda 21. Proyek untuk Menilai Sendiri
Kapasitas Nasional atau NCSA (National Capacity Self-Assessment) adalah inisiatif di bawah
GEF (Global Environment Facility) berupa dukungan kepada negara-negara berkembang dalam
mengidentifikasi masalah dan mencari solusi inovatif agar lebih mampu mencapai sasaran
Agenda 21. Proses NCSA akan mendukung pengembangan strategi baru ini, dengan fokus
khusus pada penguatan kapasitas yang dibutuhkan untuk menetapkan strategi pelaksanaan
program-program pengelolaan lingkungan yang lebih baik, termasuk menghentikan laju
kerusakan atau degradasi lingkungan. Tekanan untuk merealisasikan otonomi daerah dan
kecenderungan baru dalam perdagangan dan perekonomian juga akan menentukan bentuk
pendekatan nasional terhadap pengelolaan lingkungan.
Agenda 21 Nasional ini kemudian diikuti pula oleh Agenda 21 Sektoral yang dikeluarkan tahun
2000, meliputi sektor pertambangan, energi, perumahan, pariwisata dan kehutanan. Baru-baru
ini, beberapa pemerintah daerah telah memulai penyusunan Agenda 21 Lokal yang diharapkan
dapat memberi pedoman perencanaan pembangunan di tingkat kecamatan, dan menjadi rujukan
bagi berpagai pihak untuk menyusun rencana-rencana aksi. Pelaksanaan Agenda 21 di Indonesia
dihadapkan pada berbagai masalah, mulai dari kurangnya kesadaran publik dan pemerintah
sampai kurangnya dana dan kemauan politis.
AGENDA 21 DI INDONESIA
prioritas bagi pelaksanaan pembangunan berkelanjutan berdasarkan dua kerangka waktu (19982003) dan (2003-2020).
Implementasi Program Agenda 21 Indonesia
a. Pengelolaan Limbah
Berkaitan dengan upaya konservasi dan pengelolaan sumber daya alam, Agenda 21
global menawarkan beberapa program aksi guna meningkatkan dan memperbaiki kondisi dan
kualitas lingkungan hidup manusia dami terlaksananya pembangunan berkelanjutan dalam
menyongsong abad 21.
Salah satu program aksi pada agenda 21 adalah pengelolaan limbah. Isu pengelolaan limbah
secara langsung merasuk ke hampir semua aspek kehidupan manusia. Oleh karena itu
pembahasannya ditujukan kepada seluruh lapisan masyarakat. Adapun pokok pembahasan dalam
pengelolaan limbah mencakup pada limbah padat dan cair, baik di lingkungan industri;
pengelolaan dan pengaturan penggunaan bahan kimia beracun dan berbahaya; pengelolaan
limbah B3, termasuk limbah rumah sakit dan radioaktif; dan pengelolaan buangan gas hasil
kegiatan yang menggunakan minyak bumi dan pembakaran biomassa.
b. Perlindungan Atmosfir
Atmosfir memberikan perlindungan tiga fungsi utama. Pertama sebagai bahan mentah
untuk kegiatan manusia. Kedua sebagai tempat pembuangan yang menyerap dan mendaur ulang
sisa-sisa kegiatan manusia. Ketiga berfungsi mendukung kehidupan. Oleh karena itu kualitas
atmosfir merupakan aset yang harus dilindungi dan dilestarikan.
Kemampuan atmosfir memberikan fungsinya dapat terganggu dengan masuknya bahanbahan pencemar ke udara yang dikeluarkan oleh kegiatan manusia. Untuk mencegah dan
mengendalikan hal ini perlu sekali terjadi perubahan pandangan di pihak pemerintah, pihak
swasta maupun maupun dimasyarakat luas mengenai:
a.
Kemampuan atmosfir menerima dan mendaur ulang sisa kegiatan manusia yang terbatas,
yang sangat besar dan luas, seperti dapat mengurangi kesehatan, dapat mengurangi efisiensi
ekonomi, meningkatnya tekanan sebagian masyarakat guna memperlambat laju pembangunan,
dapat mengurangi permintaan barang ekspor indonesia, dan dapat menghambat atau menurunkan
tercapainya target pembangunan ekonomi dan sosial indonesia.
c.
Biaya yang diakibatkan oleh memburuknya kualitas udara ini sangat besar dan akan
mempunyai skala regional dan global. Akibatnya kegiatan yang berkaitan dengan kualitas
atmosfir/ udara mempunyai efek dalam hubungan internasional baik secara politis maupun dalam
perdagangan
e.
Perlu memperhitungkan kaitan kegiatan manusia dengan kualitas udara terutama untuk
kegiatan yang diperkirakan akan memberikan dampak yang besar pada kualitas udara.
Permasalahan di atas di jabarkan dalam uraian dan analisa empat bidang program. Bidang
program pertama menekankan masalah kualitas udara skala lokal dan nasional di mana di bahas
pertimbangan lingkungan dan energi dalam sektor-sektor pembangkit tenaga listrik, transportasi,
industri, dan rumah tangga. Bidang kedua dan ketiga berkaitan dengan isu global, yaitu isu ozon
di stratosfir dan perubahan iklim global bidang keempat berkaitan dengan permasalahan
regional, yaitu isu desposisi asam dan pecegahan kebakaran hutan.