Anda di halaman 1dari 40

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Komunikasi Teraupetik merupakan komunikasi yang dilakukan oleh perawat

secara sadar, bertujuan untuk meningkatkan kesehatan dan kegiatannya

dipusatkan untuk penyembuhan pasien, serta mengatasi gangguan psikologis,

dan belajar untuk berhubungan baik dengan orang lain (Suryani, 2017).

Komunikasi terapeutik dapat terlaksana ketika perawat mampu menunjukan

sikap empati, berkomunikasi secara efektif, serta mampu memberikan respons

terhadap pikiran, kebutuhan, dan perhatian pada klien (Yulianti &

Purnamawati, 2019). Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi

profesional yang dilakukan oleh perawat, yang direncanakan, mempunyai

tujuan, dan difokuskan kepada proses kesembuhan pasien. Serta digunakan

untuk menciptakan hubungan yang baik antara perawat dan pasien

(Kristyaningsih, Sulistiawan, & Susilowati, 2018).

Masalah kesehatan pada pasien dapat diketahui oleh perawat melalui

komunikasi terapeutik, komunikasi yang buruk merupakan penyebab yang

sering ditemukan yang memberikan dampak masalah dalam identifikasi

pasien, pengobatan dan transfusi, prosedur operasi, dimana semua hal tersebut

dapat meningkatkan resiko insiden keselamatan pasien menurut ulva, (2017

dalam (Kristyaningsih et al., 2018). Maka komunikasi ini merupakan proses

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu


2

yang berkesinambungan dan dinamis, dimana perawat dan pasien

mengembangkan hubungan tidak hanya untuk berbagi informasi tetapi juga

untuk membantu penyembuhan pada pasien menurut Sheldon (2015, dalam

(Nofia, 2016). Perawat sangat dituntut untuk melakukan komunikasi

terapeutik dalam melakukan tindakan keperawatan agar pasien atau

keluarganya mengetahui tindakan apa yang akan dilakukan pada pasien

dengan cara perawat harus memperkenalkan diri, menjelaskan tindakan yang

akan dilakukan, dan membuat kontrak waktu untuk melakukan tindakan

keperawatan selanjutnya menurut Rifan dan Hartanti (2013, dalam (Nofia,

2016).

Komunikasi yang efektif dapat meningkatkan adaptasi klien selama

hospitalisasi, mengurangi kecemasan, menurunkan intensitas nyeri dan

mempercepat masa pemulihan setelah pembedahan (Elviana, 2015).

Hubungan komunikasi terapeutik perawat dan pasien, akan membantu proses

penyembuhan klien dari penyakit yang dideritanya. Komunikasi terapeutik

merupakan alat yang ampuh dan keterampilan keperawatan yang penting yang

dapat mempengaruhi hal lain, serta mencapai hasil kesehatan positif serta

berkontribusi besar dalam meningkatkan pelayanan keperawatan kepada

pasien (Yulianti & Purnamawati, 2019).

Berhasilnya komunikasi terapeutik dipengaruhi oleh beberapa faktor

diantaranya adalah perkembangan, persepsi, nilai, latar belakang sosial

budaya, emosi, jenis kelamin, pengetahuan, peran-hubungan, lingkungan dan

jarak. Tingkat pengetahuan mempengaruhi komunikasi yang dilakukan.

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu


3

Seseorang dengan tingkat pengetahuan rendah sulit merespon pertanyaan yang

mengandung bahasa verbal dengan tingkat pengetahuan yang lebih tinggi.

Penerapan komunikasi terapeutik di Rumah Sakit akan terlaksana dengan baik

bila didukung oleh pengetahuan perawat mengenai komunikasi terapeutik;

baik tujuan, manfaat, prinsip, tahapan, maupun teknik-teknik dari Komunikasi

terapeutik (Nofia, 2016).

Jumlah perawat di seluruh Indonesia berdasarkan data dan informasi Profil

Kesehatan Indonesia sebanyak 354.218 orang. Jumlah perawat yang bekerja di

Puskesmas berdasarkan Profil Kesehatan Tahun 2018 berjumlah 147.388

orang, jumlah perawat di DKI Jakarta 33.484 sedangkan di Lampung ada

6.507 orang. Perawat di Indonesia, jumlahnya paling banyak bila

dibandingkan dengan tenaga kesehatan lainnya, sehingga perannya menjadi

penentu dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan baik di Puskesmas

maupun di rumah sakit (DepKes, 2018)

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Armina dan Handayani (2016)

tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan penerapan komunikasi

teraupetik RS Raden Mattaher jambi diperoleh hasil ada hubungan dengan

pendidikan, masa kerja, pengetahuan, sikap dan jenis kelamin perawat. Dan

menurut Mahmud (2014) “hubungan pengetahuan komunikasi teraupetik

dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien menunjukan bahwa

sebagian besar responden (74,4%) dengan pengetahuan kurang baik, maka

dalam menerapkan komunikasi teraupetik pada pasien kurang baik pula yaitu

sebagian besar (76,9%). Sedangkan menurut Roatib A, Suhartini & Supriadi

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu


4

(2005) ada beberapa hal yang menyebabkan kurang berhasilnya penerapan

komunikasi teraupetik yaitu, pengetahuan, sikap perawat, pengalaman,

pendidikan, lingkungan dan jumlah perawat yang kurang memadai.

Berdasarkan hasil prasurvei yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah

Pringsewu didapatkan ada 189 tenaga keperawatan, namun ada 33 tenaga

perawat yang memenuhi kriteria penelitian. Mengenai pengetahuan perawat

tentang penerapan komunikasi terapeutik, ada 8 orang perawat mampu

menyebutkan pengertian komunikasi terapeutik, 7 orang mampu menyebutkan

tujuan dari komunikasi terapeutik, lalu 7 orang lagi mampu memahami apa

manfaat dari komunikasi terapeutik, 5 orang mengatakan tidak mampu

menyebutkan tahapan komunikasi terapeutik dan 6 orang mampu

menjelaskan teknik dari komunikasi terapeutik. Kemudian dari data di atas

perawat yang menyelesaikan pendidikan S1, ada 12 perawat yang menerapkan

komunikasi terapeutik pada pasien dalam memberikan asuhan keperawatan.

Belum maksimalnya penerapan komunikasi terapeutik pada pasien di RSUD

Pringsewu sebagai tanda peduli dan upaya penyembuhan kesehatan pasien,

maka dari itu saya sebagai penulis ingin sekali meneliti tentang adakah

“Hubungan Pengetahuan Perawat dengan Penerapan Komunikasi Terapeutik

pada Pasien di Rumah Sakit Umum Daerah Pringsewu tahun 2020“.

B. Rumusan Masalah

Komunikasi sangat penting pada proses keperawatan, sebagai sarana yang

sangat efektif dalam memudahkan perawat melaksanakan peran dan fungsinya

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu


5

dengan baik. Tanpa komunikasi pelayanan keperawatan sulit diaplikasikan

dalam proses asuhan keperawatan, komunikasi ditujukan untuk mengubah

prilaku pasien guna mencapai tingkat kesehatan yang optimal. Berdasarkan

latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk merumuskan penelitian, “

adakah hubungan antara pengetahuan perawat dengan penerapan komunikasi

teraupetik pada pasien di Rumah Sakit Umum Daerah Pringsewu tahun 2020”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Diketahui hubungan pengetahuan perawat dengan penerapan komunikasi

teraupetik pada pasien.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahui karakteristik penerapan komunikasi teraupetik pada pasien.

b. Diketahui distribusi pengetahuan perawat pada pasien di RSUD

Pringsewu

c. Diketahui hubungan antara pengetahuan perawat dengan penerapan

komunikasi teraupetik pada pasien di Rumah Sakit Umum Daerah

Pringsewu.

D. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah :

1. Lingkup masalah

Penerapan komunikasi terapeutik

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu


6

2. Lingkup tempat

Pelaksanaan penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah

Pringsewu

3. Objek penelitian

a. Variabel Dependen

Penerapan Komunikasi Teraupetik pada pasien

b. Variabel Independen

Pengetahuan Perawat

c. Lingkup Waktu

Bulan April-mei 2020

d. Subjek Penelitian

Perawat di wilayah kerja Rumah Sakit Umum Daerah Pringsewu.

E. Manfaat Penelitian

a. Bagi Universitas Muhammadiyah Pringsewu

Penelitian ini memberikan wawasan dalam pengembangan ilmu

pengetahuan dibidang kesehatan. Dapat juga digunakan sebagai dasar

praktek dalam menerapkan komunikasi teraupetik pada pasien, dan

perbandingan bagi peneliti lain untuk mengembangkan penelitian yang

lebih luas.

b. Bagi Rumah Sakit

Memberikan informasi tentang pentingnya hubungan pengetahuan perawat

dengan menerapakan komunikasi teraupetik pada pasien sebagai sarana

guna mencapai tingkat kesehatan pasien yang optimal.

b. Bagi Perawat

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu


7

Memotivasi teman sejawat untuk melakukan komunikasi terapeutik dalam

memberikan asuhan keperawatan, agar pasien atau keluarganya tahu

tindakan apa yang akan dilakukan.

c. Bagi Peneliti Selanjuitnya

Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan acuan bahan informasi tambahan,

bagi yang meneliti “ Hubungan pengetahuan perawat dengan penerapan

komunikasi terapeutik pada pasien di RSUD Pringsewu Lampung”.

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu


BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Komunikasi Terapeutik

1. Definisi

Komunikasi Terapeutik merupakan pendekatan perawat yang

direncanakan secara sadar, memiliki tujuan, dan kegiatannya dipusatkan

pada klien. Dasar dari komunikasi ini adalah adanya saling membutuhkan

antara perawat dan klien, sehingga dapat dikatagorikan perawat membantu

dan klien menerima bantuan (Prabowo, 2018)

Komunikasi Terapeutik adalah sebagai komunikasi yang direncanakan

secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan

pasien. Teknik komunikasi terapeutik merupakan cara untuk membina

hubungan saling percaya antara perawat dan pasien, yang tujuannya

sebagai pertukaran perasaan dan pikiran dengan maksud untuk mengatasi

masalah yang dirasakan pasien (Nofia, 2016)

Komunikasi teraupetik merupakan komunikasi yang dilakukan terhadap

pasien, bertujuan untuk meningkatkan kesehatan dan kegiatannya

dipusatkan untuk penyembuhan pasien, serta mengatasi gangguan

psikologis, dan belajar untuk berhubungan baik dengan orang lain. Dalam

hal ini perawat dan klien memperoleh pengalaman belajar bersama, dalam

rangka memperbaiki pengalaman emosional klien atau proses dimana

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu


9

perawat menggunakan pendekatan terencana dalam mempelajari klien

(Suryani, 2017).

2. Tujuan Komunikasi Terapeutik

Jika hubungan antara perawat dan klien, dalam hubungan menjalankan

aktivitas komunikasi terapeutik dengan baik, makan akan mempercepat

proses penyembuhan pada klien. (Prabowo, 2018) menyatakan komunikasi

terapeutik mampu mendorong dan mengajarkan kerja sama antara perawat

dan pasien melalui hubungan perawat dengan pasien saat dilakukan proses

perawatan.

Selain itu, dengan komunikasi terapeutik perawat bisa membantu pasien

untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat

mengambil tindakan yang efektif untuk pasien.

Tujuan komunikasi terapeutik menurut (Suryani, 2017)

a) Realisasi Diri, Penerimaan Diri dan Peningkatan Penghormatan Diri

Komunikasi terapeutik diharapkan dapat mengubah sikap dan prilaku

klien.

b) Kemampuan Membina Hubungan Interpersonal yang tidak Superfisial

dan Saling Bergantungan dengan Orang Lain

Melaului komunikasi terapeutik, klien belajar cara menerima dan

diterima orang lain.

c) Peningkatan Fungsi dan Kemampuan Untuk Memuaskan Kebutuhan

Serta Mencapai Tujuan yang Realistik

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu


10

Klien terkadang menetapkan standar diri terlalu tinggi tanpa mengukur

kemampuannya sehingga ketika tujuannya tidak tercapai, klien akan

merasa rendah diri dan kondisinya memburuk.

d) Peningkatan Identitas dan Integritas Diri

Keadaan sakit yang terlalu lamadan tidak kunjung sembuh cenderung

menyebabkan klien mengalami gangguan identitas dan integritas diri.

Tujuan komunikasi terapeutik akan tercapai jika perawat memiliki

karakteristik sebagai berikut menurut (Prabowo, 2018)

a. Kesadaran diri terhadap nilai yang dianutnya

b. Kemampuan untuk menganalisa perasaan sendiri

c. Kemampuan untuk menjadi contoh peran

d. Altruistik

e. Rasa tanggung jawab etik dan moral

f. Tanggung jawab

3. Prinsip Dasar dalam Komunikasi Terapeutik

Ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami dalam membangun dan

mempertahankan hubungan yang terapeutik (Suryani, 2017)

a. Hubungan Terapeutik Perawat-Klien

Hubungan perawat dengan klien yaitu hubungan terapeutik yang saling

menguntungkan, hubungan ini didasari pada prinsip “humanity of nurse

and clients”. Kualitas hubungan perawat dengan klien hanya ditentukan

dengan cara perawat mendifinisikan dirinya sebagai manusia (human).

Hubungan perawat dengan klien tidak sekedar hanya hubungan

pertolongan, tetapi hubungan antarmanusia yang bermartabat

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu


11

b. Menghargai Keunikan Klien

Perawat harus menghargai keunikan klien, karena setiap individu

mempunyai karater yang berbeda. Sebab itu, perawat perlu memahami

perasaan dan perilaku klien dengan melihat latar belakang keluarga,

budaya, dan keunikan setiap individu.

c. Menjaga Harga Diri

Semua komunikasi yang dilakukan harus saling dapat merahasiakan apa

isi dari pemberi dan penerima pesan, khususnya perawat harus mampu

menjaga harga dirinya dan harga diri pasien.

d. Hubungan Saling Percaya

Hubungan saling percaya harus dicapai terlebih dahulu melalui

komunikasi, sebelum menggali permasalahan dan memberikan saran

atau informasi sebagai pemecah masalah.

4. Teknik Komunikasi Terapeutik

Menurut (Damaiyanti, 2010), teknik komunikasi terapeutik sebagai

berikut:

a) Mendengarkan

Dalam hal ini perawat berusaha mengerti klien dengan cara

mendengarkan apa yang disampaikan klien. Satu-satunya orang yang

dapat menceritakan kepada perawat tentang perasaan, pikiran, dan

persepsi klien.

b) Menunjukkan Penerimaan

Menerima berarti bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa

menunjukkan keraguan atau ketidaksetujuan.

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu


12

c) Mengulang Pernyataan Klien

Melalui pengulangan kembali kata-kata klien, perawat memberikan

umpan balik bahwa ia mengerti pesan klien dan berharap komunikasi

dilanjutkan.

d) Klarifikasi

Klarifikasi terjadi saat perawat berusaha untuk menjelaskan dalam

kata-kata, ide atau pikiran yang tidak jelas yang dikatakan oleh klien.

e) Memfokuskan Pembicaraan

Metode ini bertujuan untuk membatasi bahan pembicaran sehingga

percakapan menjadi lebih spesifik dan dimengerti.

f) Menyatakan Hasil Observasi

Perawat harus memberikan umpan balik kepada klien dengan

menyatakan hasil pengamatannya sehingga klien dapat mengetahui

apakah pesannya diterima dengan benar atau tidak.

g) Menawarkan Informasi

Memberikan tambahan informasi merupakan tindakan penyuluhan

kesehatan untuk klien.

h) Diam (memelihara ketenangan)

Diam akan memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk

mengorganisir pikirannya, metode ini memerlukan keterampilan dan

ketepatan waktu.

i) Memberikan Penghargaan

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu


13

Penghargaan jangan sampai jadi beban untuk klien, dalam arti jangan

sampai klien berusaha keras dan melakukan segala demi untuk

mendapatkan pujian atau persetujuan atas perbuatannya.

j) Refleksi

Memberikan kesempatan pada klien untuk mengemukakan dan

menerima ide dan perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri.

5. Karakteristik Komunikasi Terapeutik

Karakteristik atau ciri-ciri komunikasi terapeutik menurut (Prabowo,

2018) sebagai berikut :

1. Ikhlas (Genuiness)

Semua perasaan negatif yang dimiliki oleh pasien harus bisa diterima

dengan lapang dada.

2. Empati (Empathy)

Merupakan sikap jujur dalam menerima kondisi pasien, dan

memberikan penilaian terhadap kondisi pasien namun tidak berlebihan.

3. Hangat (Warmth)

Kehangatan dan sikap permisif yang diberikan diharapkan pasien dapat

memberikan dan wujudkan ide-idenya tanpa rasa takut.

6. Tahap Komunikasi Terapeutik

Menurut (Suryani, 2017), ada 4 tahap komunikasi terapeutik :

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu


14

1) Pra Orientasi ( Tahap Persiapan)

Pada tahap persiapan atau prainteraksi sangat penting dilakukan

sebelum berinteraksi dengan klien, perawat harus menggali perasaan

dan mengidentifikasi serta mempersiapkan diri atau mental serta

perawat merancang strategi untuk pertemuan pertama dengan klien.

2) Orientasi (Tahap pengenalan)

Tahap ini perawat harus memperkenalkan diri terlebih dahulu saat

pertama kali bertemu dengan pasien, hal ini berarti perawat telah

bersifat terbuka terhadap pasien.

Tujuan dari tahap ini sebagi berikut :

a. Membina rasa saling percaya

b. Merumuskan kontrak bersama klien

c. Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah

klien

d. Merumuskan tujuan bersama klien

3) Tahap Kerja

Tahap ini merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi

terapeutik, perawat dan klien bekerja sama untuk mengatasi masalah

yang dihadapi klien. Tahap kerja berhubungan dengan pelaksanaan

rencana tindakan keperawatan yang dilaksanakan sesuai tujuan yang

ingin dicapai, pada saat tahap orientasi untuk menyelesaikan masalah

klien. Pada tahap ini pula perawat diharapkan mampu untuk

menyimpulkan percakapan supaya tidak ada salah persepsi dengan

klien.

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu


15

4) Tahap Terminasi

Tahap ini merupakan akhir dari pertemuan perawat dengan klien.

Tahap terminasi dibagi menjadi dua, yaitu terminasi sementara dan

terminasi akhir. Terminasi sementara perawat dengan klien akan

bertemu kembali di lain waktu yang telah dtentukan, sedangkan

terminasi akhir terjadi jika perawat telah menyelesaikan proses

keperawatan secara keseluruhan.

Ada pun tugas ditahap ini sebagi berikut :

a) Mengevaluasi pencapain tujuan dari interaksi

b) Melakukan evaluasi subjektif

c) Menyepakati terhadap tindak lanjut terhadap interaksi

d) Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya

7. Hambatan dalam Komunikasi Terapeutik

Menurut (Suryani, 2017), sebagai berikut :

1. Resistans

Resistans merupakan upaya klien untuk tetap tidak menyadari atau

mengakui penyebabkecemasan dalam dirinya. Hal ini dilakukan

untuk melawan dan menyangkal perasaan yang ada dalam dirinya.

2. Transferens

Merupakan respon tidak sadar berupa perasaan atau perilaku

terhadap perawat. Hal tersebut berhubungan dengan orang-orang

tertentu di masa lalu klien. Contoh, seorang klien merasa bahwa

perawat mirip dengan masa lalunya yaitu mantan kekasihnya

dahulu, sehingga klien tersebut bersikap negatif kepada perawat.

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu


16

3. Kontertransferens

Kontertransferens biasanya timbul dalam bentuk respon emosional,

hambatan terapeutik ini berasal dari perawat yang dibangkitkan atau

dipancving oleh sikap klien. Perawat harus segara menganalisis diri

apabila terjadi beberapa hal berikut pada saat merawat klien :

a. Love dan caring berlebihan.

b. Benci dan marah berlebihan.

c. Cemas dan rasa bersalah yang muncul berulang-ulang.

d. Tidak mampu berempati terhadap klien.

e. Tidak bijaksana dalam membuat kontrak dengan klien.

f. Berdebat dengan klien atau memaksa sebelumklien siap.

g. Melamunkan klien.

4. Pelanggaran Batas

Perawat perlu membatasi hubungan dengan klien, dalam hubungan

ini perawat berperan sebagai penolong dan klien berpewran sebagai

yang ditolong sehingga perawat maupun klien harus menyadari

batasan tersebut.

5. Pemberi Hadiah

Pemberi hadiah adalah masalah yang kontroversial dalam

keperawatan, disatu pihak ada yang menyatakan bahwa pemberi

hadiah dapat membantu dalam mencapai tujuan terapeutik. Namun,

dipihak lainada juga yang menyatakan bahwa pemberian hadiah

dapat merusak hubungan terapeutik.

B. Konsep Pengetahuan

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu


17

1. Definisi Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan adalah hasil pengindraan manuasia, atau hasil tahu seseorang

terhadap objek melalui indra yang dimilikinya ( mata, hidung, dan

telinga). Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga

menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas

perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan

seseorang diperoleh melalui indra pendengaran dan indra penglihatan

(Notoatmodjo 2010)

2. Tingkat Pengetahuan

Menurut (Notoatmodjo 2010) pengetahuan seseorang terhadap objek

mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda, tingkat

pengetahuan dibagi menjadi 6 bagian sebagai berikut :

a. Tahu (know)

Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah

ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Tingkat pengetahuan ini

sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau

rangsangan yang diterima. Oleh sebab itu, tahu merupakan tingkat

pengetahuan yang paling rendah.

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai kemampuan yang dapat

mengintrepretasikan secara benar tentang objek yang diketahui, dan

menjelaskan materi secara benar. Orang yang sudah paham terhadap

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu


18

objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,

menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang

dipelajari.

c. Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang

dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang

diketahui tersebut pada situasi lain. Aplikasi disini dapat diartikan

sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,

prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan

memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-

komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek ytang

diketahui. Tandanya pengetahuan seseorang sudah sampai pada tingkat

analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat membedakan,

memisahkan, mengelompokkan, dan membuat bagan terhadap

pengetahuan atas objek tersebut.

e. Sintesis (synthesi)

Sintesis menunjukan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum

dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen

pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain sintesis adalah suatu

kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi

yang ada.

f. Evaluasi (evaluation)

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu


19

Evaluaasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-

penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri,

atau mengguankan kriteria-kriteria yang ada.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut (Budiman & Riyanto, 2013), bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi tingkat pengetahuan adalah :

a. Pendidikan

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan

kemampuan di dalam dan di luar sekolah baik formal maupun

nonformal berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi

proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang

tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi, maka

seseorang cenderung untuk mendapatkan informasi baik dari orang

lain maupun dari media masa. Semakin banyak informasi yang masuk

semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan.

b. Informasi/media massa

Informasi adalah sesuatu yang dapat diketahui, namun ada pula yang

menekankan informasi sebagai transfer pengetahuan. Informasi juga

dapat didefinisikan sebagai suatu teknik untuk mengumpulkan,

menyiapkan, menyimapan, memanipulasi, mengumumkan, dan

menganalisis. Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal

maupun nonformal dapat memberikan pengaruh jangka pendek

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu


20

(immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan atau

peningkatan pengetahuan.

c. Ekonomi

Status ekonomi seseorang akan menuntukan tersedianya suatu fasilitas

yang diperlukan, sehingga status sosial ekonomi akan memengaruhi

pengetahuan seseorang.

d. Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar individu, baik

lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh

terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada

dalam lingkungan tersebut.

e. Pengalaman

Pengalaman adalah suatu sumber untuk memperoleh kebenaran

pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang

diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu.

f. Usia

Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang, semakin

bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola

pikirnya sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik.

Namun tidak dapat memberikan pengetahuan baru kepada orang yang

sudah tua, karena telah mengalami kemunduran baik fisik maupun

mental.

4. Kriteria Tingkat Pengetahuan

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu


21

Menurut (Budiman & Riyanto, 2013), kategori tingkat pengetahuan

seseorang menjadi tiga tingkatan yang didasarkan pada nilai presentase

sebagai berikut :

a) Tingkat pengetahuan kategori Baik jika nilainya 76 - 100%

b) Tingkat pengetahuan kategori Cukup jika nilainya 61 – 75%

c) Tingkat pengetahuan kategori Kurang jika nilainya < 60%

Namun, jika yang diteliti respondennya petugas kesehatan, maka

presentasenya akan berbeda yaitu sebagai berikut :

a) Tingkat pengetahuan kategori Baik jika nilainya > 75%

b) Tingkat pengetahuan kategori Kurang Baik nilainya < 75%

C. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah tinjauan pustaka yang diguanakan untuk

mengidentifikasi variabel-variabel yang akan diteliti berkaitan dengan konteks

ilmu pengetahuan yang digunakan untuk menggabungkan kerangka konsep

menurut teori lawrence green tahun 1980 dalam (Notoatmodjo 2010) Menurut

green, perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yakni : faktor predisposisi

yaitu (pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, dan nilai-nilai), faktor

pendukung yaitu (lingkungan fisik, tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-

sarana kesehatan), dan faktor pendorong yaitu (sikap dan prilaku petugas

kesehatan atau petugas lain). Kerangka teori dapat dilihat pada gambar 2.1

Gambar 2.1 kerangka teori

Faktor predisposisi
 Pengetahuan Tahap-tahap Komtik :
 Sikap  Fase Prainteraksi
 Kepercayaan  Fase Orientasi
 Keyakian  Fase Kerja
 nilai-nilai  Fase Terminasi
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu
22

Faktor Pendukung
Penerapan
 Sarana kesehatan Perlakuan
Komunikasi
 Pelayanan kesehatan Prilaku
Terapeutik

Faktor Pendorong
 Kepala ruangan
 Teman sejawat
 Petugas kesehatan
lainnya

Sumber : (Suryani, 2017), (Budiman & Riyanto, 2013),


(Prabowo, 2018), (Bakri, 2017), (Notoatmodjo 2010)

D. Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel, variabel

independen dan variabel dependen. Variabel dependennya adalah penerapan

komunikasi terapeutik, sedangkan variabel independennya pengetahuan

perawat, hal ini diambil dari teori konsep dari Laurance Green 1980 dalam

(Notoatmodjo 2010).

Kerangka konsep dapat dilihat pada skema 2.2

Skema 2.2 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Pengetahuan Perawat Penerapan Komunikasi


Terapeutik

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu


23

E. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara, patokan, dugaan atau dalil sementara

yang dibuktikan dalam penelitian (Notoatmodjo, 2012) Berdasarkan kerangka

konsep, maka jawaban hipotesis dalam penelitian ini adalah Ha diterima.

Ha : Ada hubungan pengetahuan perawat dengan penerapan komunikasi

terapeutik pada pasien Rumah Sakit Umum Daerah Pringsewu tahun

2020.

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif yang menggunakan

metode korelasi analitik dengan pendekatan cross sectional. Pendekatan cross

sectional yaitu jenis penelitian yang menekankan waktu pengukuran/observasi

data variabel independen dan dipenden hanya satu kali pada satu saat

(Nursalam, 2016). Tujuan menggunakan penelitian ini untuk mengetahui

hubungan pengetahuan perawat dengan penerapan komunikasi terapeutik pada

pasien Rumah Sakit Umum Daerah Pringsewu 2020.

B. Variabel Penelitian

Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran yang

memiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang sesuatu konsep

pengertian tertentu (Notoatmodjo, 2012). Variabel juga merupakan konsep

dari berbagai level abstrak yang didefinisikan sebagai suatu fasilitas untuk

pengukuran dan atau manipulasi suatu penelitian (Nursalam, 2016).

Dalam penelitian ini terdiri dari 2 variabel. Variabel independen merupakan

variabel bebas yaitu pengetahuan perawat, dan variabel dependen merupakan

variabel terikat yaitu penerapan komunikasi terapeutik.

24

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu


25

C. Definisi Operasional

Definisi Operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati

dari sesuatu yang didefinisikan tersebut memungkinkan peneliti untuk

melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau

fenomena (Nursalam, 2016). Difinisi Operasional dapat dilihat pada tabel 3.1

Tabel 3.1
Definisi Operasional

Definisi Alat Cara Hasil Ukur


Variabel
Operasional Ukur Ukur Skala
Variabel Kemampuan Kuisioner Mengisi Tingkat Ordinal
independen perawat untuk lembar pengetahuan
Pengetahu memahami kuisioner 0= tingkat
an perawat komunikasi pengetahuan
terapeutik dari kurang baik,
definisi, bila skor
tujuan, prinsip, < 75%
teknik, 1= tingkat
karakteristik, pengetahuan
dan tahap. baik 76-100%
Variabel Suatu Lembar Ceklis 0= Tidak Nominal
dependen kemampuan Observasi dilakukan
Penerapan dimana SOP penerapan
komunikasi perawat dapat komunikasi
terapeutik menerapkan terapeutik
komunikasi 1= Dilakukan
terapeutik penerapan
sesuai komuikasi
prosedur. terapeutik

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu, yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010).

Populasi dalam penelitian ini adalah perawat yang ada di RSUD Pringsewu

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu


26

Lampung tahun 2019, dengan jumlah populasi tenaga keperawatan

sebanyak 189 perawat.

2. Sampel

Sampel adalah sekelompok individu yang merupakan bagian dari populasi

terjangkau dimana peneliti langsung mengumpulkan data atau melakukan

pengamatan atau pengukuruan (Dharma, 2013).

Besarnya sampel pada penelitian ini sebanyak responden yang dibutuhkan,

ditentukan terlebih dulu dari data populasi yang ada.

Rumus :

n : {Z1 α/2 √2P(1-P) + Z1 β √P1(1-P1) + P2(1-P2)}2

(P1-P2)2

Keterangan :

n = Besar sampel

P1 = Proporsi pajaan katagori tinggi (0,60) dari (Armina & Handayani,

2017)

P2 = Proporsi pajanan katagori rendah (0,29) dari (Armina &

Handayani, 2017)

P = Rata-rata P1 dan P2 (P1+P2 : 2) = 0,44

Z1 α/2 = Nilai Z pada derajat (1,96)

Z2 β = Nilai Z pada kekuatan uji power 0,84

n : {1,96 √2(0,44) (1-0,44) + 0,84 √0,60(1-0,60) + 0,29(1-0,29)}2

(0,60 - 0,29)2

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu


27

n : (1,96 √0,88 (0,56) + 0,84 √0,24 + 0,20)2

(0,60 – 0,29)2

n : (1,96 x 0,7) + (0,84 x 0,44)2

(0,60 - 0,29)2

n : (1,37 + 0,36)2

(0,60 – 0,29)2

n : 2,99

0,09

n : 33,22

Berdasarkan perhitungan di atas maka besar sampel yang digunakan dalam

penelitian ini dibulatkan menjadi 33 responden.

3. Kriteria Sampel

1) Kriteria inklusi

Kriteria inkulsi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu

populasi target yang terjangkau dan akan diteliti (Nursalam, 2016).

Karakteristik inklusi dalam penelitian ini adalah :

a) Perawat yang pengalaman kerja minimal 1 tahun

b) Perawat pelaksana

c) Perawat telah mengikuti pelatihan komunikasi terapeutik

d) Perawat yang sudah menyelesaikan pendidikan baik DIII maupun

S1.

e) Bersedia menjadi responden

2) Kriteria eklusi

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu


28

Kriteria eklusi adalah menghilangkan/mengeluarkan subjek yang

memenuhi kriteria inklusi dari studi berbagai sebab, antara lain :

a) Perawat yang cuti saat penelitian

b) Perawat yang mendadak sakit, memungkinkan perawat tidak

dapat menjadi responden.

c) Perawat baru

d) Perawat yang tidak pernah mengikuti pelatihan komunikasi

terapeutik.

3. Teknik Sampling

Cara pengambilan sampel menggunakan probability sampling dalam

pengambilan sampel memberikan kesempatan/peluang yang sama kepada

setiap individu dalam populasi tersebut untuk menjadi sampel penelitian.

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan simple

random sampling yaitu metode pengambilan sampel secara acak sederhana

dengan asumsi bahwa karakteristik tertentu yang dimiliki oleh populasi

tidak dipertimbangkan dalam penelitian, setiap individu dapat dijadikan

sampel tanpa mempertimbangkan karakteristik atau stratifikasi yang

dimiliki individu tersebut (Dharma 2013).

E. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Rumah Sakit Umum Daerah

Pringsewu Lampung.

2. Waktu Penelitian

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu


29

Penelitian dan pengambilan data dilakukan pada bulan April – Mei tahun

2020

F. Etika Penelitian

Secara umum terdapat empat prinsip utama dalam etika penelitian

keperawatan (Dharma, 2013)

1. Menghormati Harkat Dan Martabat Manusia (respect for human dignity)

Penelitian harus dilaksanakan dengan menjujung tinggi harkat dan

martabat manusia. Subjek memiliki hak asasi dan kebebasan untuk

menentukan pilihan ikut atau menolak penelitian (autonomy), Tidak boleh

ada paksaan atau penekanan tertentu agar subjek bersedia ikut dalam

penelitian. Subjek juga berhak mendapatkan informasi yang terbuka dan

lengkap tentang pelaksanaan penelitian meliputi tujuan dan manfaat

penelitian, prosedur penelitian, resiko penelitian, keuntungan yang

mungkin didapat dan kerahasiana informasi.

2. Menghormati Privasi dan Kerahasiaan Subjek (respect for privacy and

confidentiality)

Manusia sebagai subjek penelitian memiliki privasi dan hak asasi untuk

mendapatkan kerahasiaan informasi. sehingga peneliti perlu merahasiakan

berbagai informasi yang menyangkut privas subjek yang tidak ingin

identitas dan segala informasi tentang responden diketahui oleh orang lain.

Prinsip ini diterapkan dengan meniadakan identitas subjek, kemudian

diganti dengan kode tertentu.

3. Menghormati Keadilan dan Inklusivitas (respect for justice inclusiveness)

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu


30

Prinsip keterbukaan dalam penelitian mengandung makna bahwa penelitian

dilakukan secara jujur, tepat, cermat, hati-hati dan dilakukan secara

professional. Sedangkan prinsip keadilan mengandung makna bahwa

penelitian memberikan keuntungan dan beban secara merata sesuai dengan

kebutuhan dan kemampuan subjek.

4. Memperhitungkan Manfaat dan Kerugian Yang Ditimbulkan (balancing

harm and benefits)

Prinsip ini mengandung makna bahwa setiap penelitian harus

mempertimbangkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi subjek penelitian

dan populasi dimana hasil penelitian akan diterapkan (beneficience).

Kemudian meminimalisir resiko/dampak yang merugikan bagi subjek

penelitian (nonmaleficience).

G. Instrumen dan Metode Pengumpulan Data

1. Instrumen penelitian

Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan oleh peneliti untuk

mengobservasi, mengukur atau menilai suatu fenomena. Data yang

diperoleh dari suatu pengukuruan kemudian dianalisis dan dijadikan

sebagai bukti dari suatu penelitian. Sehingga instrumen atau alat ukur

merupakan bagian yang penting dalam suatu penelitian (Dharma, 2013).

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah kuisioner dan lembar

observasi SOP komunikasi terapeutik (Damaiyanti, 2010).

a. Kuisioner

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu


31

Kuisioner adalah metode pengumpulan data dengan cara memberikan

daftar pertanyaan secara tertulis dengan beberapa pilihan jawaban

kepada responden, kuesioner juga berupa alat ukur yang tersteruktur,

karena bagian-bagiannya disusun secara berurutan, mulai dari judul

kuisioner, petunjuk pengisian, pertanyaan mengenai karakteristik

responden dan daftar item pertanyaan utama (dharma, 2013).

Kuesioner pengetahuan ini berisikan 24 pertanyaan, yaitu pertanyaan

positif 12 dan pertanyaan negatif 12. Setiap pertanyaan dinilai dengan

memberikan tanda checklist di bagian kolom (ya) atau (tidak).

Skala pengukuran yang digunakan dalam pengukuran instrumen ini

adalah skal guitman, untuk pertanyaan pengetahuan tentang penerapan

komunikasi terapeutik cara penilaian untuk pertanyaan positif

(favorable) bila responden menjawab (ya) nilainya 2 dan menjawab

(tidak) nilainya 1. Untuk pertanyaan negative (unfavorable) bila

responden menjawab (ya) nilainya 1 dan menjawab (tidak) nilainya 2

b. Lembar observasi standar operasional prosedur (sop)

Pedoman atau acuan untuk melaksanakan pekerjaan yang sesuai.

Digunakan untuk mengetahui pengetahuan perawat dalam menerapkan

komunikasi terapeutik pada pasien dan beri tanda checklist jika sesuai

dengan langkah-langkah tindakan.

c. Alat ukur

Alat ukur yang digunakan adalah lembar observasi standar operasional

prosedur (sop), melakukan penerapan komunikasi terapeutik.

2. Metode Pengumpulan Data

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu


32

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan pada subjek dan proses

pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian

(Nursalam, 2013). Adapun cara pengumpulan data dibawah ini yaitu :

a. Langkah persiapan

1) Peneliti meminta surat permohonan izin dari pihak institusi

Universitas muhammadiyah Pringsewu Lampung untuk melakukan

pra survey dan pengumpulan data.

2) Peneliti menyerahkan surat permohonan izin yang diperoleh dari

pihak institusi ketempat penelitian Rumah Sakit Umum Daerah

Pringsewu Lampung.

3) Peneliti melakukan pengambilan data tentang pengetahuan perawat

dengan menerapkan komunikasi terapeutik pada pasien di Rumah

Sakit Umum Daerah Pringsewu Lampung.

4) Peneliti menyiapkan surat permohonan menjadi responden.

5) Peneliti menentukan instrument atau lembar observasi yang akan

digunakan

6) Peneliti membuat lembar observasi SOP yang akan digunakan

perawat melakukan komunikasi terapeutik pada pasien.

b. Langkah Pelaksanaan

a. Peneliti menyerahkan surat izin penelitian ke tempat penelitian di

Rumah Sakit Umum Daerah Pringsewu Lampung.

b. Peneliti mengumpulkan data perawat yang akan menerapkan

komunikasi terapeutik pada pasien

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu


33

c. Menentukan responden penelitian sesuai dengan hitung sampel dan

sesuai kriteria inklusi dan ekslusi

d. Memberikan kuesioner pengetahuan pada perawat dan mengamati

lembar observasi SOP komunikasi terapeutik perawat saat

memberikan asuhan keperawatan pada pasien.

3. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas

a. Validitas

Validitas adalah syarat mutlak bagi suatu alat ukur agar dapat

digunakan dalam suatu pengukuran. Suatu penelitian meskipun

didesain dengan tepat, namun tidak akan memperoleh hasil penelitian

akurat jika menggunakan alat ukur yang tidak valid (Dharma, 2013).

Untuk mengetahui validitas suatu instrument perlu dilakukan uji antara

skors tiap-tiap pertanyaan dengan skors total kuesioner tersebut.

Teknik korelasi yang dipakai adalah teknik korelasi product moment

dengan hasil valid apabila nilai korelasi dari pertanyaan dalam

kuesioner tersebut memenuhi taraf signifikan di atas r tabel. Bila r

hitung > r tabel maka Ho ditolak, artinya variabel valid, bila r hitung <

r tabel maka Ho gagal ditolak, artinya variabel tidak valid

(Notoatmodjo, 2012)

Pada penelitian ini menggunakan instrument berupa kuesioner, maka

dilakukan Uji validitas instrumen ini akan dilakukan di Rumah Sakit

Wismarini Pringsewu, pada uji validitas akan dibagikan kuesioner

kepada 20 responden dengan 24 pertanyaan tentang pengetahuan

perawat dalam penerapan komunikasi terapeutik pada pasien.

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu


34

b. Reliabilitas

Realiabilitas ialah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat

pengukur dapat dipercaya dan dapat diandalkan. Hal ini berarti

menujukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten atau

tetap asas (ajeg) bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih

terhadap gejala yang sama, dengan menggunakan alat ukur yang sama

(Notoatmodjo, 2012).

Untuk mengetahui reliabilitas caranya adalah membandingkan nilai r

hasil dengan r tabel. Dalam uji reliabilitas sebagai r hasil adalah nilai

“alpha”. Ketentuannya bila r alpha > r tabel, maka pernyataan tersebut

reliable. Dari hasil uji reliabilitas untuk pertanyaan tentang

pengetahuan perawat dalam menerapkan komunikasi terapeutik.

H. Metode Pengolahan Data

Pengelolaan data merupakan salah satu langkah yang penting. Hal ini

disebabkan karna data yang diperoleh langsung dari peneliti masih mentah,

belum memberikan informasi apa-apa dan belum siap untuk disajikan. Untuk

memperoleh penyajian data sebagai hasil yang berarti dan kesimpulan yang

baik, diperlukan pengelolaan data (Notoatmodjo, 2012). Langkah-langkah

yang digunakan dalam pengelolaan data adalah :

1. Editing

Peneliti sebelumnya melakukan kegiatan pengecekan dan perbaikan pada

kuesioner yang sudah dibagikan, apakah lengkap, relevan, jelas dan

konsisten.

2. Coding

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu


35

Setelah semua kuesioner diedit atau disunting, selanjutnya dilakukan

peng”kodean” atau “coding”, yakni mengubah data berbentuk kalimat atau

huruf menjadi data angka bilangan. Adapun koding untuk melihat variabel

pengetahuan perawat yaitu 0 : Pengetahuan kurang baik bila skor nilai

<75%, 1 : pengetahuan baik bila skor nilai 76-100% (Budiman & Riyanto,

2013) dan variabel menerapkan komunikasi terapeutik yaitu 1 : Perawat

melakukan komunikasi terapeutik pada pasien. 0 : perawat tidak

melakukan komunikasi terapeutik.

3. Entry Data

Setelah dilakukan pengecekan dan pengkodingan, langkah selanjutnya

yang dapat dilakukan peneliti yaitu memasukan data ke dalam program

komputer. Kemudian perlu memperhatikan kode yang dimasukkan dengan

teliti dan peneliti menghitung data yang telah dimasukkan.

4. Cleaning data atau Missing Data

Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai

dimasukkan, perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan adanya

kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan sebagainya, kemudian dilakukan

pembetulan atau koreksi.

I. Analisa Data

1. Analisa Univariat

Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel penelitian, bentuk analisa univariat tergantung

jenis datanya. pada umumnya dalam analisa ini hanya menghasilkan

distribusi frekuensi dan presentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2012).

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu


36

Pada penelitian ini menggunakan analisa univariat untuk mengetahui

karakteristik responden berdasarkan usia, jenis kelamin, pekerjaan,

pendidikan serta pengetahuan perawat (variabel independen) dan

penerapan komunikasi terapeuktik (variabel dependen. Adapun rumus

presentase adalah sebagai berikut :

∑ƒ
p= x 100
N
Keterangan :

P = presentasi

F = skor jawaban yang benar

N = jumlah pernyataan

2. Analisa Bivariat

Penelitian ini menggunakan uji Chi square, karena melihat dari skala ukur

dalam Definisi Operasional yang kedua variabel menggunakan skala

ordinal dan nominal. Untuk melihat hasil kemaknaan perhitungan statistik

digunakan batas kemaknaan 95% dengan nilai P (p value) ≤ 0,05 maka

maka Ho ditolak, dan p (p value) ≥ 0,05 maka Ho gagal ditolak. Berarti

jika p=value ≤ 0,05 maka hasilnya bermakna yang artinya Ho ditolak dan

Ha diterima. Jika value ≥ 0,05 maka hasilnya tidak bermakna yang artinya

Ho gagal ditolak dan Ha ditolak. Dalam penelitian ini data berbentuk

katagorik >< katagorik, menggunakan table 2x2, maka untuk nilai p-value

digunakan uji Person Chi Square.

J. Jalannya Penelitian

1. Tahap Persiapan

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu


37

Persiapkan merupakan rancangan yang berfungsi sebagai kerangka awal

dalam penelitian. langkah-langkah yang dilakukan dalam tahap persiapan

meliputi :

a. Melakukan perizinan kepada institusi dan tempat penelitian.

b. Melakukan pra-survay.

c. Pemilihan masalah dan membuat rumusan masalah.

d. Penyusunan dan pengumpulan proposal penelitian.

e. Proses bimbingan.

f. Penyusunan skala dan instrument penelitian.

g. Presentasi populasi penelitian.

2. Tahap Pelaksanan

Tahapan pada pelaksanaan ini peneliti akan melakukan proses dan

pengolahan data yang meliputi :

a. Meminta surat izin penelitian dari instansi.

b. Membuat surat persetujuan dari responden.

c. Menyerahkan surat penelitian ke tempat penelitian.

d. pengambilan data dengan cara :

1. Mengajukan surat permohonan menjadi surat responden dengan

cara menjelaskan maksud dan tujuan dilakukannya penelitian.

2. Persetujuan responden pada lembar informant consent.

3. Memberikan lembar kuesioner untuk diisi oleh responden

4. Mengamati perawat melakukan komunikasi terapeutik pada pasien

dengan lembar observasi SOP komunikasi terapeutik

e. pengolahan data melalui :

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu


38

1) Penyunting data (editing).

2) Memberi kode (coding).

3) Memasukkan data (entry).

4) Mengecek kembali data (cleaning).

DAFTAR PUSTAKA

Bakri, M., H,. (2017). Manajemen Keperawatan Konsep dan Aplikasi dalam

Praktik Keperawatan Profesional: Pustaka Baru Press.

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu


39

Damaiyanti, M. (2010). Komunikasi Terapeutik dalam Praktik Keperawatan:

Refika Aditama.

DepKes, R. (2018). Jumlah Perawat di Seluruh Rumah Sakit Indonesia

Berdasarkan Sistem Informasi Rumah Sakit.

Elviana, D. (2015). Hubungan Pengetahuan Perawat tentang Konsep Komunikasi

Terapeutik dengan Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik. Bidang Ilmu

Kesahatan, Vol. 5, No. 1.

KemenKes. (2010). Definisi Perawat.

Kristyaningsih, P., Sulistiawan, A., & Susilowati, P. (2018). Penerapan

Komunikasi Terapeutik Perawat di Rumah Sakit X Kota Kediri. Adi

Husada Nursing Journal, 4 No.2.

Nofia, V., R,. (2016). Hubungan Pengetahuan dan Jenis Kelamin Perawat dengan

Penerapan Komunikasi Teraupetik kepada Pasien. medika saintika, 7 NO

2, 55-62.

Notoatmodjo , S. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan: Rineka Cipta.

Nursalam. (2013). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pendekatan Praktis

(3 ed.): Salemba Medika.

Nursalam. (2016). Metode Penelitian Ilmu Keperawatan (P. P. Lestari Ed. 4 ed.):

Salemba Medika.

Prabowo, T. (2018). Komunikasi Dalam Keperawatan Pustaka Baru Press.

Siregar, S. (2014). Metode Penelitian Kuantitatif Dilengkapi Perbandingan

Perhitungan Manual & SPSS: Kencana.

Sugiyono. (2010). Statistika untuk Penelitian Alfabeta, cv.

Suryani. (2017). Komunikasi Teraupetik teori dan praktik: EGC.

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu


40

Transyah, C., H,, & Toni, J. (2018). Hubungan Penerapan Komunikasi Terapeutik

Perawat dengan Kepuasan Pasien. Jurnal Endurance, vol. 3, No. 1, 88-95.

Yulianti, T., S,, & Purnamawati, F. (2019). Faktor-Faktor yang Berhubungan

dengan Penerapan Komunikasi Terapeutik Perawat di RSUD DR.

Soeratno Gemolong. Adi Husada Nursing, 5 NO 1.

Budiman, & Riyanto, A. (2013). Kapita Selekta Kuesioner Pengetahuan dan

Sikap dalam Penelitian Kesehatan: Salemba Medika.

Dharma, K., K,. (2013). Metodologi Penelitian Keperawatan, Pedoman

Melaksanakan dan Menerapakan Hasil Penelitian: CV, Trans Info Media.

Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan: Renika Cipta.

Nursalam. (2013). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pendekatan Praktis

(3 ed.): Salemba Medika.

Nursalam. (2016). Metode Penelitian Ilmu Keperawatan (P. P. Lestari Ed. 4 ed.):

Salemba Medika.

Siregar, S. (2014). Metode Penelitian Kuantitatif Dilengkapi Perbandingan

Perhitungan Manual & SPSS: Kencana.

Sugiyono. (2010). Statistika untuk Penelitian Alfabeta, cv.

Armina, & Handayani, D. (2017). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan

Penerapan Komunikasi Terapeutik oleh Perawat pada Pasien di Ruang

Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Jambi. Akademi

Baiturrahim, Vol.6 No. 2,, 1-11.

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu

Anda mungkin juga menyukai