Anda di halaman 1dari 75

UJI AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL KULIT PISANG MAS

(Musa acuminata (AA group)) TERHADAP PENURUNAN


KADAR GLUKOSA DARAH MENCIT (Mus musculus) YANG
DIINDUKSI ALOKSAN

SKRIPSI

KADEK EVI D. P. DEWI


O11113022

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017

i
PERNYATAAN KEASLIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini,


Nama : Kadek Evi Dian Puspita Dewi
Nim : O 111 13 022
Jurusan / Program Studi : Kedokteran Hewan
Fakultas : Kedokteran
Dengan ini menyatakan keaslian dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang
berjudul :
Uji Aktivitas Ekstrak Etanol Kulit Pisang Mas (Musa acuminata (AA
Group)) Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah pada Mencit (Mus
musculus) yang Diinduksi Aloksan

Adalah karya ilmiah saya sendiri dan sepanjang pengetahuan saya di dalam
naskah skripsi ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang
lain untuk memperoleh gelar akademis di suatu perguruan tinggi, dan tidak
terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain,
kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam
sumber kutipan serta daftar pustaka.
Apabila sebagian atau seluruhnya dari skripsi ini, terutama dalam bab hasil
dan pembahasan, tidak asli atau plagiasi, maka saya bersedia dibatalkan dan
dikenakan sanksi akademik yang berlaku.

Makassar, 19 Oktober 2017

Kadek Evi Dian Puspita Dewi

ii
ABSTRAK

KADEK EVI D. P. DEWI. Uji Aktivitas Ekstrak Etanol Kulit Pisang Mas
(Musa acuminata (AA Group)) Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah
Mencit (Mus musculus) yang diinduksi Aloksan. Dibimbing oleh ABDUL
WAHID JAMALUDIN dan FEDRI RELL.
Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit yang diakibatkan oleh gangguan
sekresi insulin. Prevalensi DM pada hewan kesayangan mengalami peningkatan
dari tahun 2006 - 2015. Pengobatan DM menggunakan insulin dan obat
hipoglikemik oral dikhawatirkan dapat memperburuk keadaan pasien sehingga
diperlukan alternatif pengobataan menggunakan bahan herbal seperti kulit pisang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol
kulit Pisang Mas (Musa acuminata (AA Group)) terhadap penurunan kadar
glukosa darah pada mencit (Mus musculus) yang diinduksi aloksan. Penelitian ini
dilakukan pada bulan Juni 2017 di Laboratorium Biofarmasi Fakultas Farmasi
UNHAS. Sampel yang digunakan sebanyak 24 ekor mencit jantan yang dibagi
menjadi 6 kelompok yaitu kontrol normal (diet standar), kontrol negatif (Na Cmc
1%), kontrol positif (Metformin 140mg/kgBB) dan kelompok perlakuan ekstrak
etanol kulit Pisang Mas konsentrasi 1%, 5%, dan 25%. Data dianalisis
menggunakan one way Anova. Hasil penelitian menunjukkan ekstrak etanol kulit
Pisang Mas dapat menurunkan kadar glukosa darah sebesar 43,15%, 54,61%,
74,28%. Kesimpulan penelitian ini yaitu pemberian ekstrak etanol kulit Pisang
Mas variasi konsentrasi memberikan pengaruh nyata terhadap penurunan kadar
glukosa darah (p<0,05) dan aktivitas konsentrasi 25% tidak berbeda signifikan
dengan metformin dosis 140mg/kgBB (p>0,05).
Kata kunci : Aloksan, Glukosa Darah, Hiperglikemia, Kulit Pisang Mas, Mencit

iii
ABSTRACT

KADEK EVI D. P. DEWI. The Effect of the Ethanol Extract of Mas Banana Peel
(Musa acuminata (AA Group)) to Decrease Blood Glucose Level in Mice (Mus
musculus) Induced by Alloxan. Supervised by ABDUL WAHID JAMALUDIN
and FEDRI RELL
Diabetes mellitus (DM) is a metabolic diseases caused by impaired
insulin secretion. The prevalence of DM in pets increased from 2006 until 2015.
Therapy by using insulin feared can be worse for patient, so that alternative
medicine is needed like banana peel. The aims of this study is to determine the
effect of ethanol extract of Mas banana peel (Musa acuminata (AA Group)) to
decrease level of glucose in mice’s blood (Mus musculus) were induced by
alloxan. This research was conducted in June 2017 at Biopharmaceutical
Laboratory Faculty of Pharmacy, Hasanuddin University. This study uses 24 male
mice which divided into 6 groups where the normal control (standard diet),
negative control (Na Cmc 1%), positive control (Metformin 140mg/KgBB) and
treatment group by ethanol extract of Mas banana peel 1%, 5%, and 25%. The
treatment was given for 10 days. Data were analyzed using one way Anova. The
result of this study showed that ethanol extract in banana peel decrease the level
of blood glucose which the decrease percentage are 43,15%, 54,61%, 74,28%.
The summary of this research is the treatment by using variant concentration of
ethanol extract of Mas banana peel for 10 days give the significant effect for
decreasing the level of blood glucose (p<0,05) and the activity of ethanol extract
of Mas Banana Peel 25% are not give the significant effect with metformin dose
140mg/KgBB (p>0,05).

Keywords: Alloxan, Blood Glucose, Hyperglychemia, Mas Banana Peel,Mice

iv
UJI AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL KULIT PISANG MAS
(Musa acuminata ( AA group)) TERHADAP PENURUNAN
KADAR GLUKOSA DARAH MENCIT (Mus musculus) YANG
DIINDUKSI ALOKSAN

KADEK EVI D. P. DEWI

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Program Studi Kedokteran Hewan
Fakultas Kedokteran

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017

v
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI

Judul Skripsi : Uji Aktivitas Ekstrak Etanol Kulit Pisang Mas (Musa
acuminata (AA Group)) Terhadap Penurunan Kadar
Glukosa Darah pada Mencit (Mus musculus) yang
Diinduksi Aloksan

Nama : Kadek Evi Dian Puspita Dewi

NIM : O 111 13 022

Disetujui Oleh,

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Abdul Wahid Jamaluddin, S.Farm, M.Si, Apt Drh. Fedri Rell, M.Si.
NIP. 19880828 201404 1 002

Diketahui Oleh,

Dekan Ketua
Fakultas Kedokteran Program Studi Kedokteran Hewan

Prof. Dr. dr. Andi Asadul Islam, Sp.BS. Prof. Dr. Drh. Lucia Muslimin, M.Sc.
NIP. 19551019 198203 1 001 NIP. 19480307 197411 2 001

Tanggal Lulus : 30 November 2017

vi
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Uji Aktivitas Ekstrak Etanol Kulit Pisang Mas (Musa
acuminata (AA Group)) Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Mencit
(Mus musculus) yang diinduksi Aloksan” skripsi ini sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan di Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak
terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu sejak persiapan,
pelaksanaan hingga pembuatan skripsi setelah penelitian selesai. Penulis
menyadari bahwa penyelesaian skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya
bantuan, bimbingan, motivasi dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
dengan segala kerendahan hati, penyusun mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Abdul Wahid Jamaludin, S.Farm, M.Si, Apt. dan Drh. Fedri Rell,
M.Si sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktunya
untuk memberikan bimbingan, arahan dan nasehat yang sangat berarti kepada
penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi.
2. Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, M.A. selaku Rektor Universitas
Hasanuddin
3. Prof. Dr. dr. Andi Asadul Islam, Sp.BS selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin.
4. Prof. Dr. Drh. Lucia Muslimin, M.Sc selaku Ketua Program Studi
Kedokteran Hewan.
5. Dr. Eddyman W. Ferial, S.Si., M.Si. dan Bapak Sukamto S. Mamada,
S.Si., M.Sc., Apt. sebagai dosen pembahas dalam seminar proposal dan hasil
yang telah memberikan masukan-masukan dan penjelasan untuk perbaikan
penulisan ini.
6. Prof. Dr. Elly Wahyudin, DEA, Apt. selaku Kepala Laboratorium
Biofarmaka Pusat Kegiatan Penelitian UNHAS, Prof. Dr. rer. Nat. Hj.
Marianti A. Manggau., Apt. selaku Kepala Laboratorium Biofarmasi
Fakultas Farmasi UNHAS dan Prof. Dr. Ir. Baharuddin selaku Kepala
Laboratorium Bioteknologi Puslitbang LP2M Pusat Kegiatan Penelitian
UNHAS yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
menggunakan fasilitas laboratorium selama penelitian berlangsung.
7. Seluruh staf dosen di PSKH FK UNHAS yang telah memberikan dukungan
dan berbagi ilmu serta masukan selama penulis menjalani masa penelitian.
8. Seluruh staf pegawai di PSKH FK UNHAS yang telah membantu penulis
dalam pengurusan berkas dan administrasi penelitian dan penulisan skripsi
ini.
9. Kedua orang tua tercinta, ayahanda I Wayan Pasek, S.E, M.Si dan Ibunda Ni
Ketut Gede Sunarti S.Tr. Keb. yang telah memberikan dorongan, inspirasi,
pengertian, semangat juang serta do’a yang tak putus-putusnya sehingga
meringankan langkah penulis untuk menghadapi segala kesulitan yang ada.

vii
10. Kakak tercinta Putu Anggreyani Widya Astuty S.E, M.Si dan Dewa Gede
Hadiarda, S.H. serta keluarga besar penulis yang tak henti-hentinya
memberikan semangat, motivasi dan doa kepada penulis.
11. Para sahabat, Rusmin Indra, Alpian Darmawan, Muh. Fauzih Asjikin,
Nathalia Irene Rumpaisum, Nur Ilmi Rahmiati, Cindy Hosea, Rizki Pratiwi,
Samsul Hadi, Angga Bayu, Juinto Siada Putra, Dewa Gede Mahayana yang
telah banyak memberikan bantuan, dorongan, semangat, motivasi serta
tempat penulis berkeluh kesah selama penelitian dan penyusunan skripsi
12. Teman seangkatan 2013 ‘O-BREV’,sebuah wadah untuk menemukan jatidiri,
persahabatan dan kekeluargaan. Terima kasih empat tahun yang begitu
berharga, penuh canda tawa, pengertian, dan perjuangan.
13. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah ikut
menyumbangkan pikiran dan tenaga untuk penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan dan jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
sifatnya membangun agar dalam penyusunan karya berikutnya dapat lebih baik.
Akhir kata, semoga karya kecil ini dapat bermanfaat bagi setiap jiwa yang
bersedia menerimanya.

Makassar, 13 Oktober 2017

KADEK EVI D. P. DEWI

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL i
PERNYATAAN KEASLIAN ii
ABSTRAK iii
ABSTRACT iv
HALAMAN JUDUL v
HALAMAN PENGESAHAN iv
KATA PENGANTAR vii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR TABEL xi
1. PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 3
1.3 Tujuan Penelitian 3
1.4 Manfaat Penelitian 3
1.5 Hipotesis 3
1.6 Keaslian Penelitian 4
2. TINJAUAN PUSTAKA 5
2.1 Glukosa Darah 5
2.1.1 Definisi Glukosa Darah 5
2.1.2 Mekanisme Pengaturan Kadar Gula Darah 5
2.1.3 Abnormalitas Kadar Glukosa Darah 7
2.2 Kulit Pisang Mas 9
2.2.1 Biosistematika Pisang Mas 9
2.2.2 Pertelaan Kulit Pisang Mas 11
2.3 Mencit (Mus musculus) 13
2.3.1 Biosistematika dan Pertelaan 13
2.4 Aloksan 15
2.4.1 Definisi dan Sifat Kimia 15
2.4.2 Efek Aloksan Terhadap Pankreas 15
2.5 Terapi Obat 16
2.5.1 Insulin 17
2.5.2 Obat Hipoglikemik Oral 18
2.6 Teknik Ekstraksi 20
2.6.1 Definisi 20
2.6.2 Pengeringan Herbs drayer 21
2.6.3 Pelarut 21
2.6.4 Metode Ekstraksi Maserasi Sonikasi 21
3. METODE PENELITIAN 24
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 24
3.2 Jenis Penelitian dan Metode Pengambilan Sampel 24
3.3 Materi Penelitian 25
3.4 Prosedur Penelitian 25
3.4.1 Pembuatan Ekstrak Etanol Kulit Pisang Mas Metode Sonikasi 25
3.4.2 Uji Kandungan Fitokimia Kulit Pisang Mas 25

ix
3.4.3 Penyiapan Bahan Uji 26
3.4.3.1 Pembuatan Suspensi Na CMC 1% 26
3.4.3.2 Pembuatan Variasi Konsentrasi Kadar Ekstrak Kulit Pisang
Mas 26
3.4.3.3 Aloksan 26
3.4.3.4 Metformin 26
3.4.4 Perlakuan 26
3.4.5 Penentuan Kadar Glukosa Darah 27
3.5 Analisis Data 27
4.1 Hasil Penelitian 29
4.1.1 Determinasi Tanaman 29
4.1.2 Uji Fitokimia 29
4.1.3 Nilai Pengukuran Kadar Glukosa Darah Hewan Uji 30
4.2 Pembahasan 32
5. PENUTUP 38
5.1 Simpulan 38
5.2 Saran 38
DAFTAR PUSTAKA 39
LAMPIRAN 63
RIWAYAT HIDUP 64

x
DAFTAR GAMBAR
1. Diagram Biokimia Metabolisme Glukosa 6
2. Mekanisme Homeostasis Kadar Glukosa Darah 7
3. Diagram Perkembangan Kultivar Pisang 10
4. Pisang Mas 11
5. Mencit (Mus musculus) 14
6. Foto Mikrograf Sel Beta Pankreas 16
7. Grafik Rata – Rata Kadar Glukosa Darah Pada Hewan Uji 30
8. Kurva Penurunan Kadar Glukosa Darah Hewan Uji 31

DAFTAR TABEL

1. Jenis Pengangkut Glukosa yang Utama 6


2. Perbedaan Diabetes Melitus Tipe 1 dan Tipe 2 8
3. Komposisi Zat Gizi Kulit Pisang per 100 gram bahan 12
4. Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Etanol Kulit Pisang Mas 29
5. Rata – Rata Kadar Glukosa Darah Hewan Uji 30
6. Persentase Penurunan Kadar Glukosa Darah 31

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan Dosis 47


Lampiran 2. Hasil Uji Statistik 48
Lampiran 3. Dokumentasi Penelitian 58
Lampiran 4. Hasil Uji Fitokimia 62
Lampiran 5. Hasil Determinasi Pisang 63

xi
1

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hewan merupakan makhluk hidup yang mutlak membutuhkan asupan


energi untuk kelangsungan hidup. Sumber energi utama pada hewan berasal dari
karbohidrat. Karbohidrat akan dimetabolisme dari bentuk kompleks (polisakarida)
menjadi komponen sederhana (monosakarida) seperti glukosa. Glukosa akan
masuk ke dalam darah sehingga disebut dengan glukosa darah (gula darah). Kadar
glukosa darah diatur sedemikian rupa agar dapat memenuhi kebutuhan tubuh.
Salah satu abnormalitas kadar glukosa darah yakni keadaan dimana kadar glukosa
darah melebihi nilai normal yang disebut hiperglikemia. Salah satu faktor
penyebab terjadinya hiperglikemia yakni disebabkan karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin ataupun keduanya. Keadaan ini jika berlanjut dapat
melemahkan kapasitas sekresi insulin dan menambah berat resistensi insulin
sehingga produksi insulin akan semakin berkurang (Gaglia et al., 1985).
Hiperglikemia yang terjadi terus – menerus mengindikasikan terjadinya diabetes
mellitus (DM). Selain itu, hiperglikemia mengakibatkan peningkatan radikal
bebas dalam sel dan dalam jumlah yang berlebihan dapat berakibat toksik dan
mendorong terjadinya stress oksidatif (Chaiyasut et al., 2011). Keadaan ini terjadi
akibat ketidakseimbangan antioksidan dalam tubuh sedangkan tubuh tidak
mempunyai sistem pertahanan antioksidatif yang berlebihan sehingga
membutuhkan antioksidan eksogen sebagai penghambat kerusakan oksidatif
dalam tubuh (Setiawan dan Suhartono, 2005).
Prevalensi kasus DM di Amerika Serikat dan beberapa Negara bagian dari
tahun 2006 - 2015 pada hewan kesayangan yang dilaporkan oleh Banfield Pet
Hospital (2016) menunjukkan kasus DM pada anjing pada tahun 2006 sebanyak
13,1 kasus per 10.000 ekor meningkat sebesar 79,7% menjadi 23,6 kasus per
10.00 ekor anjing pada tahun 2015. Sedangkan pada kucing meningkat dari 57,2
kasus per 10.000 ekor kucing pada tahun 2006 menjadi 67,6 kasus per 10.000
ekor kucing pada tahun 2015. Di Indonesia, kasus DM pada hewan belum banyak
mendapat perhatian. Hal ini dibuktikan dengan minimnya sumber data mengenai
penyakit ini dan kurangnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya kesehatan
hewan (Ferguson et al., 1992).
Dari segi pengobatan terhadap kasus DM, sejauh ini obat diberikan apabila
diet terapi tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah. Hanya beberapa obat
antihiperglikemik yang diperbolehkan untuk diberikan pada hewan kesayangan
(anjing dan kucing) seperti sediaan insulin (porcine insulin & bovine insulin) dan
beberapa obat hipoglikemik oral. Namun, penggunaan pengobatan ini harus
dipahami dan sesuai dengan dosis serta indikasinya karena jika penggunaan obat
kurang tepat dapat memperburuk keadaan DM pada pasien (Cowan dan Bunch,
2001). Disisi lain pengobatan ini memerlukan waktu yang panjang bahkan
berlangsung seumur hidup sehingga biaya yang diperlukan relatif mahal, dan
pesien juga beresiko menderita komplikasi dan kerusakan organ yang disebabkan
efek samping dari obat – obatan tersebut. Hal yang sama pula dikhawatirkan pada
pengobatan terhadap keadaan stres oksidatif pada penderita dengan pemberian
antioksidan sintetik. Mendasari hal tersebut sehingga diperlukan pengobatan DM
2

yang memiliki efek samping lebih kecil bahkan tidak ada, relatif murah dan
mudah dijangkau oleh masyarakat. Salah satu alternatifnya yaitu dengan
memanfaatkan obat herbal yang berasal dari tanaman - tanaman yang memiliki
efek terhadap penurunan kadar glukosa darah (antihiperglukemik). Tanaman
herbal atau tanaman obat dipercaya memiliki kandungan zat tertentu yang dapat
berkhasiat menyembuhkan penyakit dan penggunaannya lebih aman dibandingkan
obat – obatan sintetik pada kasus hiperglikemik (Kumar et al., 2005).
Salah satu tanaman yang dipercaya memiliki efek antihiperglikemik yaitu
kulit pisang (Wu et al., 2015). Pisang merupakan salah satu hasil pertanian yang
menduduki peringkat pertama buah yang dihasilkan di antara jenis - jenis buah
lainnya. Apabila dihitung tingkat konsumsi pisang di Indonesia dengan jumlah
penduduknya lebih dari 200 juta jiwa, dengan mengasumsikan 50% dari jumlah
total penduduk mengkonsumsi satu buah pisang segar setiap hari, maka akan
dibutuhkan pisang segar sebanyak 3,5 juta ton per tahun (Litbang, 2005). Salah
satu pisang yang banyak terdapat di Indonesia yaitu jenis Pisang Mas. Pisang ini
banyak dikonsumsi karena buah pisang yang telah matang dapat langsung
dikonsumsi tanpa perlu diolah terlebih dahulu, rasa pisang yang manis dengan
aroma yang kuat sehingga pisang ini banyak dikonsumsi oleh masyarakat sebagai
makanan pencuci mulut serta dalam acara – acara kemasyarakatan sebab harga
Pisang Mas cukup terjangkau. Tingginya konsumsi terhadap Pisang Mas diiringi
pula dengan tingginya jumlah limbah kulit pisang yang dihasilkan sebab yang
dikonsumsi oleh masyarakat hanya daging buah pisang saja sedangkan kulitnya
akan menjadi limbah.
Kulit pisang yang dipercaya memiliki khasiat sebagai antihiperglikemik
telah dibuktikan oleh Someya et al., (2002) yang membuktikan bahwa kulit
pisang mengandung antioksidan yang tinggi dibandingkan dengan dagingnya.
Senyawa antioksidan yang terdapat pada kulit pisang yaitu katekin, gallokatekin,
dan epikatekin yang merupakan golongan senyawa flavonoid. Sedangkan
penelitian Kanazawa dan Sakakibar (2000), senyawa yang terkandung dalam kulit
pisang matang yaitu anthosianin delphinidin, cyaniding, katekolamin, dan
saponin. Kandungan antioksidan yang tinggi pada kulit pisang ini dianggap
mampu memberikan efek antihiperglikemik dalam tubuh seperti penelitian yang
telah dilakukan oleh Sighal (2013) dengan menggunakan ekstrak etanol kulit
pisang membuktikan bahwa antioksidan yang terdapat dalam kulit pisang mampu
menghambat proses peroksida yang merupakan reaksi oksidasi berefek pada
resistensi insulin antara reseptor dan produksi insulin di pankreas. Kandungan
antioksidan yang tinggi pada kulit pisang ini juga dipercaya mampu mengatasi
keadaan stress oksidatif pada kasus hiperglikemia. Hal yang sama juga dilaporkan
oleh Wu et al. (2015) di China dimana senyawa lupenone dan β-sitosterol yang
diisolasi dari ekstrak kulit pisang (Musa nana Lour.) pada hewan uji yang
mengalami hiperglikemik.
Melihat adanya banyak manfaat dibalik kulit pisang maka dianggap perlu
untuk melakukan penelitian mengenai uji aktivitas dari ekstrak etanol kulit Pisang
Mas (Musa acuminata (AA group)) terhadap penurunan kadar glukosa darah pada
mencit (Mus musculus) yang diinduksi oleh aloksan.
3

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan maka dapat diambil


rumusan masalah yaitu bagaimana pengaruh pemberian ekstrak etanol kulit
Pisang Mas (Musa acuminata (AA group)) terhadap penurunan glukosa darah
pada mencit (Mus musculus) yang diinduksi aloksan?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum


Untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol kulit Pisang Mas
(Musa acuminata (AA group)) terhadap penurunan kadar glukosa darah pada
mencit (Mus musculus) yang diinduksi aloksan.

1.3.2 Tujuan Khusus


Untuk mengetahui aktivitas tingkatan konsentrasi ekstrak etanol kulit
Pisang Mas (Musa acuminata (AA group)) terhadap penurunan kadar glukosa
darah pada mencit (Mus musculus).

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Pengembangan Ilmu


Sebagai tambahan ilmu pengetahuan dan literatur tentang aktivitas ekstrak
etanol kulit pisang terhadap penurunan kadar glukosa darah.

1.4.2 Manfaat untuk aplikasi


a. Untuk Peneliti
Melatih kemampuan meneliti dan menjadi acuan bagi penelitian -
penelitian selanjutnya.
b. Untuk Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
sebagai literatur manfaat kulit Pisang Mas terhadap penurunan kadar
glukosa darah.

1.5 Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah pemberian ekstrak etanol kulit Pisang Mas
dapat menurunkan kadar glukosa darah pada mencit yang mengalami
hiperglikemia akibat diinduksi aloksan. Dimana semakin tinggi konsentrasi
ekstrak etanol kulit Pisang Mas yang diberikan maka akan semakin besar
penurunan kadar glukosa pada mencit yang diuji.
4

1.6 Keaslian Penelitian

Sejauh penelusuran pustaka penulis, publikasi penelitian mengenai “Uji


aktivitas ekstrak etanol kulit Pisang Mas (Musa acuminata (AA group)) terhadap
penurunan kadar glukosa darah pada mencit (Mus musculus) yang diinduksi
aloksan” belum pernah dilakukan. Namun penelitian yang berkaitan dengan
penelitian ini sebelumnya telah dilakukan oleh Berawi et al. (2013) di Lampung
dengan judul “Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Kulit Pisang Ambon (Musa
paradisiaca) Terhadap Kadar Glukosa Pada Tikus Putih Galur (Sprague dawley)
yang Diinduksi Aloksan”.
5

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Glukosa Darah

2.1.1 Definisi Glukosa Darah


Glukosa darah adalah gula yang terdapat dalam darah yang terbentuk dari
karbohidrat dalam makanan dan disimpan sebagai glikogen di hati dan otot
rangka. Glukosa adalah karbohidrat terpenting bagi tubuh karena glukosa
bertindak sebagai bahan bakar metabolik utama. Glukosa juga berfungsi sebagai
prekursor untuk sintesis karbohidrat lain, misalnya glikogen, galaktosa, ribosa,
dan deoksiribosa. Glukosa merupakan produk akhir terbanyak dari metabolisme
karbohidrat. Sebagian besar karbohidrat diabsorpsi ke dalam darah dalam bentuk
glukosa, sedangkan monosakarida lain seperti fruktosa dan galaktosa akan diubah
menjadi glukosa di dalam hati. Karena itu, glukosa merupakan monosakarida
terbanyak di dalam darah (Murray et al., 2009).

2.1.2 Mekanisme Pengaturan Kadar Gula Darah


Setelah makanan dikonsumsi, komponen makanan akan dicerna oleh
serangkaian enzim dalam tubuh. Karbohidrat dicerna oleh α-amilase di dalam air
liur dan α-amilase yang dihasilkan oleh pankreas yang bekerja di usus halus.
Disakarida diuraikan menjadi monosakarida. Sukrase mengubah sukrosa menjadi
glukosa dan fruktosa, lactase mengubah laktosa menjadi glukosa dan galaktosa.
Sel epitel usus akan menyerap monosakarida (Murray et al., 2009). Monosakarida
diserap ke dalam aliran darah. Kadar glukosa darah diatur oleh mekanisme
hormonal oleh hormon – hormon yang diproduksi oleh pankreas yaitu hormon
insulin yang dihasilkan oleh sel beta dan hormon glukagon yang dihasilkan oleh
sel alfa. Glukosa darah akan di sintesis menjadi glikogen melalui proses
glikogenesis. Glikogen disimpan di hati dan otot dan akan dirombak kembali
menjadi glukosa jika terjadi penurunan glukosa di dalam darah melalui proses
glikogenolisis Glukosa dihasilkan akan masuk dalam tingkat sel akan mengalami
proses fosforilasi membentuk glukosa-6-fosfat, yang dibantu oleh enzim
heksokinase sebagai katalisator. Glukosa-6-fosfat akan mengalami metabolisme
glikolisis membentuk produk akhir berupa asam piruvat dan ATP untuk
digunakan sebagai sumber energi (Ophardt, 2003).
Selain berasal dari makanan, glukosa dalam darah juga berasal dari proses
glukoneogenesis dan glikogenolisis. Glikogenolisis merupakan proses pemecahan
glikogen di dalam hepar. Sedangkan, glukoneogenesis merupakan proses
pengubahan molekul-molekul kecil mejadi glukosa. Molekul yang diubah menjadi
glukosa ialah asam laktat dan piruvat yang berasal dari otot, gliserol yang disuplai
oleh jaringan adiposum ketika trigliserida dipecah, dan asam amino yang diubah
menjadi glukosa (Astuti, 2015). Biokimia metabolisme glukosa yang terjadi di
dalam tubuh dapat dilihat pada gambar 1.
6

Gambar 1. Diagram Biokimia Metabolisme Glukosa (Ophardt, 2003)

Glukosa harus di transpor ke dalam sel melalui mekanisme difusi


terfasilitasi sehingga sel dapat memakai glukosa sebagai sumber energi. Agar
glukosa dapat menembus membran plasma yang impermeabel terhadap molekul
besar, glukosa membutuhkan protein pembawa. Selain di saluran cerna dan
tubulus ginjal, glukosa diangkut dari konsentrasi yang lebih tinggi ke konsentrasi
yang lebih rendah mengikuti gradien konsentrasi oleh protein glukosa transporter
(GLUT) yang terbagi sesuai lokasi (tabel 1) (Murray et al., 2009).
Tabel 1. Jenis Pengangkut Glukosa yang Utama
Glukosa Transporter Lokasi Jaringan Fungsi
GLUT 1 Otak, ginjal, kolon, Penyerapan Glukosa
plasenta, eritrosit
GLUT 2 Hati, sel beta Penyerapan atau pembebasan
pankreas, usus halus, glukosa secara cepat
ginjal
GLUT 3 Otak, ginjal, plasenta Penyerapan glukosa
GLUT 4 Otot jantung dan Penyepan glukosa yang
rangka, jaringan dirangsang oleh insulin
adipose
GLUT 5 Usus halus Penyerapan glukosa
SGLT 1 Usus halus dan ginjal Penyerapan aktif glukosa
dengan melawan gradien
konsentrasi

Kadar glukosa darah diatur sedemikian rupa agar dapat memenuhi


kebutuhan tubuh. Kecepatan pengangkutan glukosa ke dalam sel otot dan lemak
sangat dipengaruhi oleh insulin. Dengan adanya insulin, kecepatan pengangkutan
glukosa dapat meningkat sekitar sepuluh kali lipat. Glukosa yang berhasil diserap
dari pencernaan akan dilepaskan ke dalam aliran darah, sehingga kadar gula darah
meningkat. Apabila kadar gula darah meningkat, maka hormon insulin dilepaskan
dari sel beta pankreas. Insulin akan merangsang sel otot dan lemak untuk lebih
permeabel terhadap glukosa. Insulin juga meningkatkan aktivitas enzim-enzim
7

yang berperan dalam proses glikogenesis di otot dan hati sehingga menyebabkan
hati mengubah lebih banyak glukosa menjadi glikogen. Sedangkan, bila kadar
glukosa darah rendah, hormon glukagon akan bekerja merangsang sel hati untuk
memecah glikogen kembali menjadi glukosa sehingga kadar glukosa darah akan
kembali normal (Tandra, 2007).

Gambar 2. Mekanisme Homeostasis Kadar Glukosa Darah (Roder et al., 2016)

Sekresi hormon insulin dirangsang oleh keadaan hiperglikemia atau kadar


glukosa darah di ambang batas dan hormon insulin akan bekerja untuk
menseimbangkan kadar glukosa darah. Bila produksi insulin tidak mencapai batas
tubuh maka glukosa akan tetap berada di dalam darah tidak dapat ditransfer ke
dalam organ-organ. Hal ini menyebabkan kadar glukosa darah meningkat
sehingga terjadi pradiabetes atau diabetes (American Diabetes Association, 2016).

2.1.3 Abnormalitas Kadar Glukosa Darah


Kadar glukosa dalam darah memiliki mekanisme homeostatis agar tetap
berada dalam kadar normal. Namun, ketika terjadi suatu ketidakseimbangan maka
dapat menimbulkan kadar glukosa dalam darah mengalami abnormalitas. Salah
satu abnormalitas kadar glukosa darah yakni keadaan dimana kadar glukosa darah
meningkat tajam yang disebut hiperglikemia. Hiperglikemia merupakan salah satu
penanda terjadinya kelainan metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein.
Hiperglikemia mengakibatkan peningkatan radikal bebas di dalam sel dan dalam
jumlah berlebihan dapat bersifat toksik yang mendorong terjadinya stress
oksidatif. Diabetes mellitus adalah sekelompok penyakit metabolik berupa
hiperglikemia yang diakibatkan oleh gangguan sekresi insulin, kerja insulin, atau
keduanya (Chaiyasut et al., 2011).
Kejadian hiperglikemia pada hewan kesayangan banyak terjadi pada anjing
dan kucing apabila kadar glukosa darahnya melebihi kadar normal. Kadar glukosa
8

darah normal pada kucing berkisar 55 – 160 mg/dl. Sedangkan pada anjing
berkisar 80 – 120mg/dl (Bruyette, 2016). Diabetes pada anjing dan kucing bisa
terjadi pada usia berapapun. Namun, pada anjing predisposisi diabetes terjadi pada
4 - 14 tahun dan sebagian besar didiagnosis pada usia 7 - 10 tahun. Sedangkan,
pada kucing, berusia lebih dari 6 tahun. Faktor resiko kejadian diabetes pada
anjing betina dua kali lebih besar dibandingkan anjing jantan. Pada kucing,
Diabetes lebih sering terjadi pada kucing jantan yang telah dikastrasi
dibandingkan kucing betina. Selain itu, beberapa faktor resiko diabetes
disebebkan oleh obesitas, penyakit lain misalnya akromegali pada kucing dan
hiperadrenokortoisme pada anjing, kelenjar tiroid yang terlalu aktif pada kucing
(hipertiroidisme), pankreatitis, penyakit jantung, penyakit ginjal, infeksi saluran
kencing dan infeksi kulit. Penggunaan obat yang mengandung kortikosteroid
jangka panjang juga merupakan faktor risiko diabetes (AVMA, 2010).
Diabetes mellitus berdasarkan etiologinya diklasifikasikan menjadi berbagai
jenis, diantaranya adalah diabetes mellitus tipe 1 (DM tipe 1) dan diabetes
mellitus tipe 2 (DM tipe 2) (American Diabetes Association, 2012). Klasifikasi
diabetes mellitus yang terjadi pada hewan juga diklasifikasikan menjadi tipe 1 dan
tipe 2. Kucing dapat menderita kedua tipe diabetes ini namun pada kucing lebih
sering terjadi diabetes tipe 2 sedangkan pada anjing terjadi diabetes tipe 1
(Benfield Pet Hospital, 2016).
DM tipe 1 adalah diabetes yang terjadi akibat kerusakaan sel-sel beta
pankreas oleh suatu proses autoimun. Kerusakaan sel-sel beta pankreas ini akan
berakibat pada defisiensi insulin yang menimbulkan terjadinya hiperglikemia
(Price dan Wilson, 2012). DM tipe 2 adalah diabetes yang terjadi akibat resistensi
hormon insulin. DM tipe 2 ini ditandai dengan kelainan sekresi dan kerja insulin.
Sel tidak lagi responsif terhadap insulin sehingga terjadi pengikatan abnormal
antara kompleks reseptor insulin dengan sistem transpor glukosa. Hal ini akan
mengganggu kerja insulin hingga akhirnya sel beta pankreas gagal untuk
mensekresikan insulin. Defisiensi atau kurangnya hormon insulin akan
menyebabkan keadaan hiperglikemia (Price dan Wilson, 2012).

Tabel 2. Perbedaan Diabetes Melitus Tipe 1 dan Tipe 2 Pada Hewan Kesayangan
(AVMA, 2010)

Diabetes Tipe 1 Diabetes Tipe 2


Tubuh tidak bisa memproduksi insulin Insulin dalam jumlah yang cukup,
dalam jumlah yang cukup (insulin namun jaringan mengalami resistensi
dependen diabetes mellitus) terhadap insulin
Terjadi kerusakan pada sel beta Sel beta pankreas tidak mengalami
pancreas kerusakan
Lebih sering terjadi pada anjing Lebih sering terjadi pada kucing
Resiko terjadi pada usia pertengahan Resiko terjadi pada usia tua (>6 tahun)
(4-14tahun)
Resiko kejadian 53% pada betina Resiko kejadian 70% pada jantan yang
telah dikastrasi, dan 60% pada kucing
obesitas
Breed predisposisi : Schnauzer, Bichon, Breed predisposisi : Kucing Burmese
Froze, Spitz, Samoyed, Labrador
9

Pada penderita DM mengalami resistensi insulin atau defisiensi insulin yang


diakibatkan oleh kerusakan sel β pankreas. Kekurangan insulin dapat
menyebabkan terjadinya sedikit atau tidak ada ikatan dengan reseptor sehingga
proses translokasi transporter glukosa (GLUT-4) ke membran sel menjadi
terhambat. GLUT-4 memfasilitasi masuknya glukosa ke dalam sel. Bila proses
translokasi GLUT-4 terganggu akan menyebabkan ambilan glukosa dalam darah
menjadi terganggu, sehingga terjadi penumpukan glukosa di ekstrasel yang akan
mengakibatkan glukosa darah meningkat atau disebut juga hiperglikemia
(Ganong, 2008).
Hiperglikemia pada diabetes mellitus menyebabkan autooksidasi glukosa,
glikasi protein dan aktivasi jalur metabolisme poliol yang selanjutnya
mempercepat pembentukan senyawa oksigen reaktif. Pembentukan senyawa
oksigen reaktif tersebut dapat meningkatkan modifikasi lipid, DNA, dan protein
pada berbagai jaringan. Modifikasi molekuler pada berbagai jaringan tersebut
mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan antara antioksidan protektif
(pertahanan antioksidan) dan peningkatan produksi radikal bebas. Hal ini
merupakan awal kerusakan oksidatif yang dikenal dengan stress oksidatif. Untuk
meredam kerusakan oksidatif tersebut diperlukan antioksidan eksogen (Rita et al.,
2009).
Kondisi hiperglikemia pada anjing dan kucing yang terus berkembang sampai
melewati ambang batas tubulus ginjal menyebabkan terjadinya tumpahan glukosa
yang dibuang ke dalam urin (glikosuria). Kondisi hiperglikemia pada anjing dan
kucing yang terus berkembang sampai melewati ambang batas tubulus ginjal
menyebabkan terjadinya tumpahan glukosa yang dibuang ke dalam urin
(glikosuria). Pada anjing glukosuria berkembang saat konsentrasi glukosa darah
meleihi ambang batas 200mg/dl dan 250mg/dl pada kucing. Hal ini menyebabkan
hewan mengalami lebih banyak minum (polydipsia), lebih sering urinasi
(polyuria), lebih banyak makan (polyphagia) karena haus serta lapar karena
tubuhnya tidak dapat menggunakan glukosa dalam darah. Penyakit sistemik lain
yang muncul seperti ketoasidosis diabetik (DKA) disebabkan akumulasi keton
yang dapat menyebabkan muntah sehingga akan terjadi dehidrasi (Rucinsky, et
al., 2010).
Konsentrasi glukosa darah di dalam tubuh perlu dijaga agar tidak meningkat
terlalu tinggi karena glukosa berpengaruh terhadap tekanan osmotik cairan
ekstraseluler dan peningkatan glukosa di atas kadar normal akan menyebabkan
dehidrasi perifer. Kadar konsentrasi glukosa dalam darah yang terlalu tinggi
dapat merusak membran glomerulus ginjal menyebabkan terdapatnya glukosa di
urin. Keadaan-keadaan tersebut menimbulkan diuresis osmotik oleh ginjal, yang
dapat mengurangi cairan tubuh dan elektrolit (Guyton dan Hall, 2006 ).

2.2 Kulit Pisang Mas

2.2.1 Biosistematika Pisang Mas


Pisang merupakan buah yang tersebar hampir di setiap negara. Istilah
ilmiah pertama yang diberikan pada pisang adalah Musa paradisiaca Linn.
Diterbitkan Pada tahun 1753 oleh Karl Linnaeus yang dikenal bapak nomenklatur
botani moder. Karl Linneus membedakan pisang dibedakan menjadi dua yaitu
10

Musa Paradisiaca Linn. dan Musa sapientum Linn. Berbagai istilah ilmiah
muncul seiring banyaknya kultivar pisang yang terdapat diberbagai belahan
negara. Hal yang dihadapi ahli taksonomi pisang dan ahli hortikultura di
Indonesia dan Asia Tenggara adalah kehadiran banyak nama dan sinonim kultivar
pisang yang berbeda di berbagai wilayah. Ahli taksonomi pisang di Asia Tenggara
mengidetifikasi 68 kultivar pisang dengan 81 nama. Dalam kebanyakan kasus,
kultivar yang sama dikenal dengan nama yang berbeda di berbagai negara dan
terkadang nama yang sama diterapkan pada kultivar yang berbeda. Selain itu
berbagai persilangannya kultivar pisang dapat memunculkan istilah ilmiah
terhadap kultivar baru tersebut seperti pada gambar berikut (Valmayor et al.,
2000) :

Gambar 3. Diagram Perkembangan Kultivar Pisang (Valmayor et al., 2000)


Berdasarkan Satuhu dan Supriyadi (2001), pisang dapat digolongkan
menjadi 4 jenis:
1. Pisang yang dapat dimakan langsung setelah matang, misalnya pisang
kepok, pisang susu, pisang hijau, pisang mas, pisang raja dan pisang
barangan.
2. Pisang yang dapat dimakan setelah diolah terlebih dahulu, misalnya pisang
tanduk, pisang uli, pisang kapas dan pisang bangkahulu.
3. Pisang yang dapat dimakan langsung setelah matang maupun diolah
terlebih dahulu, misalnya pisang kepok dan pisang raja.
4. Pisang yang dapat dikonsumsi sewaktu masih mentah, misalnya pisang
klutuk atau pisang batu untuk campuran membuat rujak. alami maupun
buatan antara Musa acuminatae dan Musa balbisiana.

Nomenklatur tanaman Pisang Mas menurut Tjitrosoepomo (2007) yaitu :


Regnum : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Classis : Monocotyledonae
Familia : Musaceae
11

Genus : Musa
Species : Musa acuminata
cultivar group : Musa acuminata (AA Group)

Gambar 4. Pisang Mas (Suyanti dan Supriyadi, 2008)

Pisang Mas juga memiliki beberapa sebutan yang sama seperti Gold
banana, Mas banana, Malaysia : Pisang Mas, Pisang Susu, Myanmar : Sagale,
Thailand : Klui khai (Valmayor et al., 2000). Karakteristik morfologi Pisang Mas
memiliki tinggi pohon sekitar 2 meter dengan lingkar batang 20 - 28 meter dengan
bercak cokelat tua kemerah-merahan pada batang pohon. Panjang daun Pisang
Mas memiliki ukuran 90-110 cm, lebar 20-27 cm dan berwarna hijau. Tandan
buah memiliki ukuran mencapai panjang 20-30 cm, merunduk, berbulu halus.
Setiap tandan terdiri dari 5 – 9 sisir pisang dimana tiap sisir terdiri dari 14 – 18
buah dengan berat per tandannya sekitar 8 – 12 kg. Buah Pisang Mas memiliki
bentuk buah silinder dengan ujung pisang agak runcing dengan ukuran kecil
dengan panjang 9 - 12 cm, diameter 3 – 4 cm dan tidak berbiji. Kulit buah Pisang
Mas sangat tipis dengan ketebalan ±1 mm. Pisang Mas yang telah matang
berwarna kuning cerah atau kuning keemasan. Daging buah berwarna krem, rasa
manis sampai agak kesat, kurang beraroma. Berbunga pada umur 12 bulan dan
masak sekitar 3,5 bulan setelah berbunga. Berdasarkan laporan pisang ini dapat
digunakan sebagai obat penyakit kuning (Rukmana, 1999; Suyanti dan Supriyadi,
2008 )

2.2.2 Pertelaan Kulit Pisang Mas


Buah pisang merupakan salah satu produk utama dari tanaman pisang
karena memiliki banyak kandungan vitamin dan mineral sehingga buah pisang
banyak dikonsumsi secara langsung maupun dibuat berbagai produk olahan
(Andini, 2014). Sementara itu, kulit pisang merupakan bahan buangan (limbah
buah pisang) yang cukup banyak jumlahnya. Di bidang peternakan, kulit pisang
dibuat menjadi tepung dan digunakan sebagai tambahan pakan ayam buras yang
dicampurkan dengan ampas tahu meningkatkan pertumbuhan ayam. Manfaat lain
kulit pisang yang digunakan sebagai pembunuh serangga. Kulit buah pisang juga
12

sering dimanfaatkan untuk bahan obat seperti losion antinyamuk, penyembuh luka
dan ekstrak kulit pisang digunakan sebagai bahan utama dalam pembuatan
beberapa obat dan digunakan juga sebagai bahan fortifikasi ke dalam berbagai
makanan (Susanti, 2006). Selain itu, kulit pisang matang dimanfaatkan sebagai
bahan baku pembuatan nata pisang. Berdasarkan temuan seorang ilmuan Taiwan
diketahui bahwa kulit pisang yang diekstrak mengandung vitamin B6 dan
serotonin yang dapat bermanfaat untuk kesehatan mata (menjaga retina mata dari
kerusakan mata akibat cahaya berlebih) (Suyanti dan Supriyadi, 2008).
Kandungan proksimat yang terdapat dalam kulit pisang (Musa sapientum)
antara lain air, abu, protein, lemak, karbohidrat dan serat kasar. Komposisi
mineral kulit pisang dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini:
Tabel 3. Komposisi Mineral Kulit Pisang (Anhwange et al., 2009)

No. Zat Gizi Kadar (mg/g)


1. Kalium 78,10
2. Kalsium 19,20
3. Sodium 24,30
4. Zat Besi 0,61
5. Mangan 76,20
6. Bromin 0,04
7. Rubidium 0,21
8. Strontium 0,03

Hasil skirining fitokimia terhadap jenis pisang jenis kultivar lain yaitu
kulit Pisang Kepok yang dilakukan oleh Supriyanti (2015) menunjukkan senyawa
yang terkandung dalam kulit Pisang yaitu Flavanoid, Tanin, dan Triterpenoid.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Saraswati (2015) menunjukkan bahwa kulit
Pisang Kepok juga memiliki kandungan senyawa saponin, alkaloid dan kuinon.
Pisang (Musa acuminata) memiliki kandungan flavonoid dan fenol tinggi (Sighal,
2013). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Someya et al., (2002)
membuktikan bahwa kulit pisang mengandung antioksidan yang tinggi
dibandingkan dengan dagingnya. Seyawa antioksidan yang terdapat pada kulit
pisang yaitu katekin, gallokatekin, dan epikatekin yang merupakan golongan
senyawa flavonoid. Sedangkan penelitian Kanazawa dan Sakakibar (2000),
senyawa yang terkandung dalam kulit pisang matang yaitu anthosianin
delphinidin, cyaniding, dan catekolamin. Ekstrak kulit buah Pisang Goroho
memiliki kandungan fenolik, flavonoid dan tanin dengan kadar yang berbeda pada
pelarut methanol, ettanol dan aseton yang digunakan (Alhabsyi et al., 2014).
Senyawa pada tanaman seperti steroid, saponin, flavonoid, tanin dan alkaloid
memiliki aktivitas antidiabetes (Ramaiah, 2013).
Flavonoid merupakan senyawa turunan dari grup polyphenolic yang
bersifat polar dan terdapat pada banyak tumbuhan. Flavonoid pada kulit pisang
Goroho lebih banyak larut pada pelarut polar. Flavanoid berperan berperan
penting dalam memperbaiki metabolisme tubuh dan regulasi glukosa darah
terhadap kasus diabetes mellitus serta antioksidannya berperan dalam proses
antidiabetik kuat melebihi vitamin C dan B6 dengan cara menstabilkan radikal
bebas yang dapat menyebabkan kerusakan sel pankreas. Selain itu, flavonoid juga
13

menekan kematian sel pada sel beta tanpa mengubah siklus sel beta dalam
pankreas (Alhabsyi et al., 2014). Kandungan antioksidan yang tinggi pada kulit
pisang ini dianggap mampu memberikan efek antihiperglikemik dalam tubuh.
Penelitian oleh Sighal (2013) menggunakan ekstrak etanol kulit pisang
membuktikan bahwa antioksidan yang terdapat dalam kulit pisang mampu
menghambat proses peroksida yang merupakan reaksi oksidasi berefek pada
resistensi insulin antara reseptor dan produksi insulin di pankreas dengan melihat
nilai absorbansi. Kandungan antioksidan yang tinggi pada kulit pisang ini juga
dipercaya mampu mengatasi keadaam stres oksidatif pada kasus hiperglikemia.
Kandungan lain yang ada pada kulit pisang adalah tanin. Tanin merupakan
senyawa alami dengan berat molekul 500-3000, dengan beberapa gugus hidroksil
fenol bebas, terbentuk ikatan stabil dengan protein dan biopolimer digunakan 17
sebagai astringent (Ryanata, 2014). Golongan tanin yang merupakan senyawa
fenolik yaitu bersifat polar (Harborne, 1987). Penelitian di berlin menunjukkan
bahwa kulit pisang kepok mempunyai kadar tanin 6,84% pada kulit pisang hijau
dan 4,69% pada kulit pisang matang (Kurniawan et al., 2013). Tanin memiliki
efek antihiperglikemik dengan menurunkan absorbsi nutrisi dan mengahambat
penyerapan glukosa di intestinal, selain itu menginduksi regenerasi sel beta
pankreas yang berefek pada sel adipose sehingga menguatkan aktivitas insulin.
Tanin dapat memperbaiki stress oksidatif patologik pada keadaan diabetik, serta
bertindak sebagai anti radikal bebas dan mengaktifkan enzim antioksidan yang
meregenerasi sel beta pankreas (Kumari dan Jain, 2012). Triterpenoid dan saponin
merupakan senyawa bioaktif yang banyak terdapat ditanaman dan diketahui
memiliki efek hipoglikemik (Rao. 2000)
Penelitian oleh Wu et al. (2015) di China melaporkan bahwa senyawa
yang diisolasi dari EBP ekstrak kulit pisang (Musa nana Lour.) yakni lupenone
dan β-sitosterol. Lupenone merupakan salah satu bahan aktif antihiperglikemik
yang terdapat pada kulit pisang yang mekanismenya menghambat α-glucosidase
(α-Glu) dan protein tyrosine phosphate 1B (PTP 1B), dimana kedua enzim ini
berkaitan dengan antidiabetes. Sedangkan β-sitosterol memiliki potensi anti
diabetes dan antioksidan yang sebelumnya pernah diuji pada tikus putih yang
diinduksi oleh streptocitozin. Hal yang sama juga dibuktikan oleh penelitian yang
dilakukan oleh Fahrisal (2017) dimana pemberian ekstrak kulit pisang kepok pada
mencit dengan dosis 8,4 mg/hari dan dosis 16,8 mg/hari dapat menurunkan kadar
glukosa puasa 8 jam pada mencit obesitas.

2.3 Mencit (Mus musculus)

2.3.1 Biosistematika dan Pertelaan


Mencit (Mus musculus) merupakan mamalia pengerat (rodensia) yang
sering digunakan dalam penelitian di laboratorium yaitu sekitar 40-80%
percobaan menggunakan mencit sebagai hewan percobaan disamping beberapa
hewan lain seperti tikus putih, kelinci, monyet dan babi.
Adapun klasifikasi mencit (Mus musculus) sebagai berikut (Jasin, 1992):
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Sub phylum : Vertebrata
Classis : Mammalia
14

Ordo : Rodentia
Family : Muridae
Genus : Mus
Species :Mus musculus

Gambar 5. Mencit ( Mus musculus )(Jackson, 2011)


Mencit putih memiliki bulu pendek halus berwarna putih serta ekor
berwarna kemerahan dengan ukuran lebih panjang dari pada badan dan kepala.
Mencit (Mus musculus L.) mempunyai mempunyai berat 10-40 gram, panjang 6-
10 cm dengan hidung runcing, ekor sama atau lebih panjang dari kepala dan
badan dengan ukuran 7-11 cm. Pada ekor tidak ada terdapat rambut, memiliki
telinga tegak, memiliki bulu berwarna putih keabu-abuan pada bagian perut dan
keabuan pada bagian punggung (Departemen Kesehatan RI, 2008).
Mencit dewasa memiliki berat sekitar 20 – 40g dengan kebutuhan asupan
pakan yaitu 12 – 18g/100gBB/hari dan konsumsi air minum 15ml/100gBB/hari
dengan kadar glukosa darah bagi mencit normal ialah 62 – 140 mg/dl. Apabila
kadar glukosa dalam darah melebihi angka tersebut maka mencit dapat dipastikan
dalam keadaan hiperglikemik (Kusumawati, 2004).
Mencit (Mus muculus) jantan dan betina muda sukar untuk dibedakan.
Mencit (Mus muculus) betina dapat dikenali karena jarak yang berdekatan antara
lubang anus dan lubang genitalnya. Testis pada mencit (Mus musculus) jantan
pada saat matang seksual terlihat sangat jelas, berukuran relatif besar dan biasanya
tidak tertutup oleh rambut (Muliani, 2011).
Mencit rumah dapat bertahan hidup selama 1-2 tahun, dengan lama
produksi ekonomi 9 bulan dan masa kehamilan 19-21 hari. Mencit (Mus muculus)
merupakan omnivora alami, sehat, dan kuat, profilik, kecil, dan jinak. Mencit
banyak digunakan sebagai hewan coba dengan pertimbangan karena mencit
merupakan mamalia yang memiliki daya adaptasi baik. Selain itu masa
reproduksinya cepat, siklus hidup relatif pendek, sifat anatomis dan fisiologisnya
terkarakterisasi dengan baik, genetik dapat diubah, variasi sifat-sifatnya tinggi,
mudah ditangani, dan mudah dilakukan konversi dosis serta memiliki kemiripan
sistem dengan fisiologi manusia, serta mencit juga mudah didapat dengan harga
yang relatif murah dengan biaya ransum yang rendah (Shimada et al, 2009).
15

2.4 Aloksan

2.4.1 Definisi dan Sifat Kimia


Aloksan diperkenalkan sebagai hidrasi aloksan pada larutan encer.
Aloksan merupakan bahan kimia yang digunakan untuk menginduksi diabetes
pada hewan percobaan. Pemberian aloksn merupakan cara untuk menghasilkan
kondisi diabetik eksperimental (hiperglikemik) pada hewan percobaan. Aloksan
dapat injeksikan secara intravena, intraperitoneal, atau subkutan pada hewan
percobaan (Szkudelski, 2008). Kondisi hiperglikemik pada tikus dapat dihasilkan
dengan menginjeksikan 120 – 150 mg/kgBB aloksan pada tikus (Filipponi et al.,
2008). Berdasarkan rute pemberian, minimal dosis aloksan yang diberikan melalui
rute subkutan pada tikus putih yaitu 120mg/kgBB untuk menghasilkan keadaatn
diabetes mellitus tipe 1 yang tinggi (Mostafavinia et al., 2016).
Aloksan merupakan suatu substrat yang secara struktural termasuk dalam
golongan pirimidin sederhana. Nama aloksan berasal dari penggabungan kata
allantoin dan oksalurea. Nama lain dari aloksan adalah 5,6- tetraoxypirimidin;
2,4,5,6-primidinetetron; 1,3-Diazinan-2,4,5,6-tetron (IUPAC) dan asam
Mesoxalylurea 5-oxobarbiturat. Rumus kimia aloksan adalah C4H2N2O4.
Aloksan murni dapat diperoleh dari hasil oksidari asam urat oleh asam nitrat
(Watkins et al., 2008). Aloksan adalah senyawa kimia yang bersifat hidrofilik dan
tidak stabil, memiliki waktu paruh pada pH 7,4 dan suhu 37oC selama 1,5 menit
(Lenzen, 2007).

2.4.2 Efek Aloksan Terhadap Pankreas


Senyawa aloksan memiliki efek dapat memicu pembentukan reactive
oxygen species (ROS) melalui siklus reaksi yang hasil reduksinya berupa dialuric
acid. Mekanisme kerja aloksan ini memiliki efek patologis terhadap pankreas
melalui penghambatan selektif sekresi glukosa oleh insulin melalui penghambatan
spesifik mekanisme glukokinase yang merupakan sensor glukosa oleh sel beta.
Hal itu akan menyebabkan keadaan diabetes mellitus melalui induksi
pembentukan ROS mengakibatkan nekrosis selektif sel beta. Efek tersebut dapat
menjadi sifat kimia spesifik dari aloksan. Aloksan merupakan analog glukosa
beracun yang terakumulasi dalam sel beta pankreas melalui transporter glukosa
(GLUT2) (Lenzen, 2007). Meningkatnya kadar glukosa darah pada pemberian
aloksan dapat disebabkan oleh dua proses yaitu terbentuknya radikal bebas dan
kerusakan permeabilitas membran sel sehingga terjadi kerusakan sel beta
pankreas yang berfungsi menghasilkan insulin (Yuriska, 2009).
Aloksan berpengaruh pada pelepasan insulin dan protein dari sel beta
pankreas tetapi tidak berpengaruh pada sekresi glukagon. Efek spesifik untuk sel
beta pankreas sehingga aloksan dengan konsentrasi tinggi tidak berpengaruh
terhadap jaringan lain. Aloksan mendesak efek diabetogenik melalui kerusakan
membran sel beta dengan demikian akan meningkatkan permeabilitas membran
sel (Watkins et al., 2008).
Efek senyawa aloksan terhadap sel beta menyebabkan nekrosis degenerasi
bahkan dilaporkan 40-50% sel beta mengalami nekrosis. Pengamatan
histopatologi pankreas menunjukkan bahwa inti sel beta mengalami kariolisis,
komponen sitoplasma mengalami desintegrasi, batas – batas sel tidak jelas, dan
16

terdapat masa debris yang mengandung fragmen – fragmen inti seta nekrosis
(Boudreau et al., (2006).
Pengamatan jumlah sel – sel beta pada pulau langerhans pankreas,
dilakukan dengan pewarnaan imunohistokimia. Pada tikus dewasa, sebaran sel –
sel beta pada pulau langerhans berada di tengah – tengah, sementara sel – sel
lainnya seperti sel alfa, delta, dan sel PP tersebar di bagian perifer. Pada pankreas
tikus tikus normal atau kontrol negatif, tampak sel beta memenuhi pula langerhans
di bagian tengah dan jumlahnya lebih banyak dibandingkan tikus yang mengalami
DM (Gambar 6). Hal ini berarti telah terjadi kerusakan sel beta pankreas akibat
diinduksi dengan aloksan. Kerusakan sel beta menyebabkan produksi insulin
berkurang. Pengamatan ultrastruktur pulau Langerhans pankreas (Gambar 6) pada
tikus sehat atau kontrol negatif terlihat jelas sel beta, sel alfa dan sel delta. Pada
tikus yang diinduksi aloksan tampak jelas zimogen di bagian asinar, sekretori
granula insulin dan glukagon. Sedangkan, pada tikus positif DM terlihat pertautan
sel sinar asinar dengan pulau langerhans lepas, sekretori granula insulin sangat
berkurang, membran sel mitokondria rupture (bocor), serta beberapa mitokondria
kehiilangan kristae dan inti sel beta mengalami kariopknotis ( Suarsana, 2010).

(a) (b)
Gambar 6. Gambaran Ultrastruktur Sel Beta Pankreas (a) Tikus Sehat/Kontrol
Negatif (b) Tikus DM ( Suarsana, 2010).

2.5 Terapi Obat


Kesuksesan terapi terhadap kasus diabetes mellitus pada hewan kesayangan
bergantung dari pengobatan dan kerja sama dengan pemilik. Pengobatan
melibatkan kombinasi antara pengurangan berat badan, diet terapi, penggunaan
injeksi insulin dan obat hipoglikemik oral. Pada kucing, penggunaan diet terapi
dengan makanan yang tinggi protein dan rendah karbohidrat. Sedangkan pada
anjing, dibutuhkan makanan yang kaya serat dan karbohidrat kompleks (Bruyette,
2016). Hal yang penting untuk terapi DM pada hewan kesayangan adalah menjaga
agar kadar glukosa darah hewan peliharaan mendekati kadar normal, perlu
dihindari keadaan diamana kadar glukosa darah terlalu tinggi maupun terlalu
rendah. Setiap hewan membutuhkan evaluasi kadar glukosa darah rutin dan
pengobatan sesuai respon dari hewan tersebut (AVMA, 2010).
17

2.5.1 Insulin
Insulin dapat menurunkan kadar glukosa darah dengan menstimulasi
pengambilan glukosa perifer dan menghambat produksi glukosa hepatik. Sediaan
insulin diperoleh dari bovine (sapi), porcine (babi), atau melalui rekomendasi
DNA (human insulin) (Suherman, 2007). Pada hewan kesayangan, sediaan insulin
yang berasal dari bovine dan porcine yang paling sering digunakan sebagai terapi
terhadap DM. Pada hewan kesayangan hanya dua produk insulin yang disetujui
oleh Food and Drug Administration (FDA) untuk di gunakan pada anjing dan
kucing yaitu porcine insulin dan bovine insulin. Hormon lain yang disetujui FDA
adalah produk yang bekerja lebih lama yaitu human recombinant protamine zinc
insulin [PZI] yang disetujui untuk digunakan pada kucing (AVMA, 2010).
Insulin mutlak diberikan kepada pasien DM tipe 1 atau yang dikenal sebagai
Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM). Pada DM tipe 1, sel – sel β
Langerhans pasien mengalami kerusakan sehingga tidak dapat lagi memproduksi
insulin. Sebagai penggantinya, penderita DM tipe 1 membutuhkan insulin
eksogen agar metabolisme karbohidrat dalam tubuhnya berlangsung normal
(Departemen Kesehatan RI, 2005). Selain itu, insulin juga diberikan kepada
pasien DM tipe 2 yang kadar glukosa darahnya tidak dapat dikendalikan dengan
diet dan antidiabetik oral, DM dengan berat badan menurun cepat, DM dengan
komplikasi akut, DM setelah operasi pankreas (pankreatomi), DM dengan
ketoasidosis atau komplikasi lain. Kebanyakan anjing membutuhkan NPH atau
lente digunakan sebagai terapi awal dengan dosis 0,5U/kg. dengan suntikan dua
kali sehari. Pada kucing, glargine adalah pilihan insulin yang dapat digunakan
sebagai insulin basal. Insulin glargine dapat bekerja sebagai insulin basal lebih
lama dan digunakan bersamaan dengan diet tinggi protein. Dan rendah
karbohidrat. Penghentian penggunaan insulin pada 80 – 90% kasus dalam 3 – 4
bulan pertama. NPH, Lente dan PZI insulin juga daapt digunakan pada kucing
dengan dosis mulai dari 1 sampai 3 unit (Bruyette, 2016).
Dalam kondisi fisiologis, kebutuhan insulin pasien DM terbagi menjadi
insulin basal dan insulin prandial. Insulin basal terdiri dari insulin intermediate,
dan insulin long acting. Insulin prandial terdiri dari short acting dan rapid acting.
Insulin merupakan terapi penting dalam pengobatan DM pada anjing dan kucing.
Hampir semua kasus DM pada anjing merupakan insuline-dependent atau tipe 1
sedangkan pada kucing 60% kasus tidak bergantung pada insulin. Pemberian
insulin eksogen secara dini merupakan komponen penting untuk memperbaiki dan
mendukung fungsi sel beta yang memproduksi insulin. Pada hewan kesayangan
pemilihan terapi menggunakan insulin dilakukan karena butuh penanganan yang
cepat pada saat kadar glukosa darah melonjak tinggi (Rucinsky, 2010).
Insulin mempunyai empat pengaruh yang dapat menurunkan glukosa
darah dan meningkatkan penyimpanan karbohidrat, yaitu (Sherwood, 2001) :
a) Insulin mempermudah masuknya glukosa ke dalam sebagian besar sel
(mempermudah transpor glukosa melewati membran sel).
b) Insulin merangsang glikogenesis di otot dan hati serta penyimpanan
trigliserid dalam jaringan lemak.
c) Insulin menghambat glikogenolisis sehingga meningkatkan penyimpanan
karbohidrat dan menurunkan pengeluaran glukosa oleh hati.
18

d) Insulin menghambat glukoneogenesis dengan jalan menurunkan jumlah


asam amino darah bagi hati untuk glukoneogenesis dan menghambat
enzim-enzim hati yang diperlukan dalam proses tersebut.
Bila terapi insulin telah dilakukan, perlu dilakukan monitoring kadar glukosa

2.5.2 Obat Hipoglikemik Oral


Penggunaan obat hipoglikemik oral (antidiabetik oral) pada hewan
kesayangan biasanya diberikan pada beberapa keadaan tertentu salah satunya
dimana pemilik enggan untuk melakukan suntikan insulin secara teratur dan dari
segi finansial pemilik. Obat hipoglikemik oral terhadap kasus diabetes mellitus
terdapat lima golongan obat hipoglikemik oral dan dua trace mineral yang
digunakan pada manusia dan digunakan pada hewan kesayangan sebagai berikut :
a) Sulfonilurea
Golongan sulfonilurea merupakan obat hipoglikemik oral yang paling
dahulu ditemukan. Golongan ini sering disebut sebagai insulin secretagogues
karena mekanisme kerjanya merasang sekresi insulin di pankreas. Penggunaan
obat – obatan golongan sulfonilurea dalam jangka panjang atau dosis besar
dapat menyebabkan hipoglikemik. Gologan sulfonilurea dibagi menjadi dua
golongan yaitu generasi I terdiri dari tolbutamid, tolazamid, asetoheksamid
dan klorpropamid. Generasi II dengan potensi hipoglikemik lebih besar, antara
lain gliburid, glibenklamid, glipizid, gliklazid, dan glimepirid. Umumnya
potensi hipoglikemik sulfonylurea generasi II hampir 100 kali lebih besar
disbanding generasi I. Oleh karena itu dibutuhkan pertimbangan matang
dalam memilih jenis obat yang digunakan terkait kondisi pasien. (Suherman,
2007). Efek samping yang ditimbulkan berupa gangguan salura cerna dan
sakit kepala. Hipoglikemia banyak terjadi pada pasien usia lanjut dengan
gangguan hepar atau ginjal terutama dengan masa kerja yang panjang dan
dosis yang tidak tepat. Efek samping lain adalah mual, muntah, diare, gejala
hematologik seperti trombositopenia, agranulositosis, dan anemia aplastik
serta gejala susunan saraf pusat, mata dan sebagainya (Gunawan dan Sulistia,
2009). Obat sulfonilurea oral merangsang sekresi insulin dan telah berhasil
digunakan untuk mengobati diabetes pada kucing tetapi tidak pada anjing.
a) Meglitinid
Mekanisme kerja obat golongan meglitinid mirip dengan golongan
sulfonilurea, yakni meningkatkan sintesis dan sekresi insulin oleh kelenjar
pankreas. Masa paruhnya relatif cepat sehingga perlu diberikan beberapa kali
sehari (Karam dalam Katzung, 2002). Umumnya obat golongan ini
dikombinasikan dengan obat antidiabetik oral lainnya. Efek samping utama
ialah hipoglikemia dan gangguan saluran cerna. Contoh obat golongan ini
adalah repaglinid dan nateglinid (Gunawan dan Sulistia, 2009).
b) Biguanid
Satu – satunya senyawa glongan biguanid yang hingga saat ini masih
digunakan yakni metformin. Mekanime kerja obat ini ialah menurunkan
produksi glukosa di hepar dan mengurangi terjadinya glukoneogenesis. Selain
itu, metformin juga meningkatkan sensitifitas jaringan otot dan adipose
terhadap insulin. Efek ini terjadi karena adanya aktivasi kinase di sel.
Metformin oral akan mengalami absorpsi di intestin, dalam darah tidak terikat
protein plasma, ekskresinya melalui urin dalam keadaan utuh, dan memiliki
19

masa paruh sekitar 2 jam. Pada pasien dengan insufisiensi ginjal dapat terjadi
akumulasi obat dan menyebabkan terjadinya asidosis laktat (Suherman, 2007).
Dosis metformin pada tikus adalah 100 mg/kgBB dan diberikan satu kali
sehari (Erejuwa OO et al, 2011).
c) Tiazolidindion (TZD)
Senyawa golongan tiazolidindion bekerja dengan meningkatkan kepekaan
sel tubuh terhadap insulin dengan cara berikatan dengan PPARγ (Peroxisome
Proliferator Activated Receptor-gamma) di otot, jaringan lemak, dan hati.
Selain itu juga menurunkan kecepatan glukoneogenesis, menurunkan jumlah
asam lemak bebas di plasma, dan remodeling jaringan adipose. Contoh
golongan ini adalah rosiglutazon dan pioglitazone (Erejuwa OO et al, 2011).
d) Penghambat α-Glukosidase
Obat golongan α-Glukosidase berfungsi untuk menghidrolisis
oligosakarida pada dinding usus halus. Penghambatan terhadap kerja enzim
tersebut secara efektif dapat memperkecil peningkaan kadar glukosa darah
post prandial melalui pengurangan absorbsi karbohidrat kompleks sehingga
dapat mencegah peningkatan glukosa plasma pada orag normal maupun pada
pasien DM. karena tidak mempengaruhi insulin maka tidak menimbulkan
hipoglikemi. Biasanya digunakan untuk penderita DM usia lanjut dengan
monoterapi atau pasien dengan kadar glukosa darah postpandrialnya tinggi
(Katzung, 2002). Penggunaan acarbose telah mampu mengkontrol glikemia
pada anjing diabetes (Nelson, 2000).

Pengobatan DM pada kucing, beberapa penggunaan antidiabetik oral telah


sukses digunakan namun di sisi lain telah dilaporkan dimana sekitar 80% tidak
bekerja sesuai fungsinya sehingga ini memperburuk keadaan diabetes mellitus.
Penggunaan 6 sampai 8 minggu obat antidiabetik oral harus diperhatikan sebelum
keadaan pasien semakin buruk. Sebenarnya, obat ini tidak terserap secara
sistemik. Dari obat antidiabetes oral yang tersedia untuk kucing, obat glipizide
dan acarbose yang memiliki khasiat paling banyak dan memiliki toksisitas yang
lebih rendah (Cowan dan Bunch, 2001).
Pada anjing, pengggunaan obat antibetik oral tidak digunakan untuk mengatur
kadar glukosa darah pasien. Penggunaan obat – obatan oral hanya sebagai
tambahan terapi insulin. Jenis obat yag digunakan pada anjing yaitu Acarbose
(Glucobay) yang memiliki mekanisme kerja memperlambat metabolisme pati
sehingga dapat mengendalikan kadar glukosa post prandial. Namun, terdapat
beberapa efek samping sehingga obat – obatan ini hanya digunakan pada beberapa
kasus tertentu. Alasan lain obat diabetes oral tidak berhasil digunakan pada anjing
karena mekanisme kerja obat dengan merangsang sel beta pankreas memproduksi
lebih banyak insulin. Sedangkan kebanyakan kasus yang terjadi pada anjing
terjadi insulin-dependent diabetes, yang berarti sel beta tidak mampu
memproduksi insulin (Huang, 2012).
20

2.6 Teknik Ekstraksi

2.6.1 Definisi
Menurut Farmakope IV, Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh
dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau hewani. Kemudian,
semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa
diperlakukan sedemikian rupa hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan.
Ekstraksi adalah suatu cara untuk menarik satu atau lebih zat dari bahan.
Umumnya ekstraksi dilakukan pada simplisia yang mengandung zat – zat yang
berkhasiat untuk pengobatan dengan tujuan untuk memisahkan sebanyak mungkin
zat – zat yang berkhasiat pengobatan dengan zat yang tidak dibutuhkan agar lebih
mudah digunakan. Namun, pada umumnya zat – zat tersebut dalam keadaan
tercampur, sehingga diperlukan cara penarikan dengan menggunakan cairan
penarik tertentu untuk menarik zat yang berkhasiat dari bahan. Salah satu
pertimbangan dalam memilih cairan penarik yakni kelarutan zat yang akan ditarik
atau kepolaran zat dan penarik serta zat penarik tidak merusak zat – zat yang
berkhasiat. Cairan penarik yang biasa digunakan untuk ekstraksi adalah air,
etanol, eter, solven heksan, aseton, kloroform dan glicerinum (Syamsuni, 2006).
Ekstraksi dengan menggunakan pelarut terbagi menjadi 2 cara, yaitu
(Dirjen POM, 2000) :
1. Cara dingin
Ekstraksi menggunakan pelarut dengan cara dingin terdiri dari:
a. Maserasi
Maserasi merupakan metode ekstraksi yang paling sederhana. Ekstraksi
dengan metode ini biasanya dilakukan dengan merendam serbuk simplisia
dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau
pengadukan pada temperatur ruangan.
b. Perkolasi
Proses ini terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi
antara, tahap perkolasi sebenarnya atau tahap penetasan ekstrak dan
ditampung terus menerus sampai diperoleh ekstrak yang diinginkan
(perkolat).
2. Cara panas
Ekstraksi menggunakan pelarut dengan cara panas terdiri dari:
a. Refluks
Ekstraksi dengan cara refluks menggunakan pelarut pada temperatur
titik didihnya selama waktu tertentu, dan dengan jumlah pelarut yang
terbatas dan relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
b. Sokletasi
Sokletasi, digunakan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu
dengan jumlah pelarut yang konstan dengan adanya pendingin balik.
c. Digesti
Digesti adalah maserasi kontinu pada suhu yang lebih tinggi daripada
suhu kamar (40 – 50oC).
d. Infus
Pelarut yang digunakan pada proses infus adalah pelarut air dengan
temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air
21

mendidih, temperatur terukur 96-98oC) selama waktu tertentu (15-20


menit).
e. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (30 menit) dengan
temperatur mencapai titk didih air

2.6.2 Pengeringan Herbs drayer


Pengeringan adalah salah satu cara pengawetan yang dilakukan dengan
cara menurunkan kelembaban atau menurunkan kadar air yang terdapat dalam
suatu bahan. Berdasarkan persyaratan obat tradisional, pegeringan dilakukan
sampai kadar air tidak lebih dari 10% (Emilan et al., 2011).
Pengeringan merupakan kegiatan yang paling penting dalam pengolahan
tanaman obat, kualitas produk yang digunakan sangat dipengaruhi oleh proses
pengeringan yang dilakukan (Mahapatra et al, 2009). Terdapat berbagai metode
dalam pengeringan yaitu antara lain pengeringan dengan sinar matahari langsung,
pengeringan dengan menggunakan oven, dan mtode kering angin. Pengeringan
dengan matahari langsung merupakan proses pengeringan yang paling ekonomis
dan paling mudah dilakukan, akan tetapi dari segi kualitas alat pengering buatan
(oven) akan memberikan produk yang lebih baik. Berdasarkan standarisasi oleh
BPOM (2014) sediaan bahan alami yang digunakan sebagai obat, yang
mengalami proses pengeringan dimana suhu pengeringan tidak lebih dari 60oC.
Sinar ultraviolet dari matahari juga menimbulkan kerusakan pada kandungan
kimia bahan yang dikeringkan. Pengeringan dengan oven dianggap lebih
menguntungkan karena akan terjadi pengurangan kadar air dalam jumlah besar
dalam waktu yang singkat, akan tetapi penggunaan suhu yang terlampau tinggi
dapat meningkatkan biaya produksi selain itu terjadi perubahan biokimia sehingga
mengurangi kualitas produk yang dihasilkan. Sedangkan metode kering angin
dianggap murah akan tetapi kurang efisien waktu dalam pengeringan simplisia
(Pramono, 2006). Penelitian yang dilakukan oleh Winangsih (2013), pengeringan
menggunakan oven dengan suhu 50oC merupakan pengeringan paling baik
diantara beberapa metode pengeringan untuk simplisia lempuyang wangi dengan
kadar air paling sedikit yaitu 8,4%.

2.6.3 Pelarut
Pelarut adalah zat yang digunakan sebagai media untuk melarutkan zat
lain. Pemilihan pelarut merupakan faktor penting dalam proses ekstraksi.
Pertimbangan dalam pemilihan pelarut yang baik untuk digunakan dalam
ekstraksi yaitu stabil secara fisika dan kimia, bereaksi netral, tidak mudah
menguap dan terbakar, bersifat selektif menarik zat berkhasiat yang dikehendaki,
tidak mempengaruhi zat berkhasiat, serta murah dan mudah (Syamsuni, 2006).
Faktor – faktor yang mempengaruhi pemilihan pelarut adalah jumlah senyawa
yang akan diekstraksi, laju ekstraksi, keragaman senyawa yang akan diekstraksi,
kemudahan dalam penanganan ekstrak untuk perlakuan berikutnya, toksisitas atau
potensial bahaya kesehatan dari pelarut. Proses ekstraksi dengan pelarut
didasarkan pada sifat kepolaran zat dalam pelarut saat ekstraksi. Senyawa polar
hanya akan larut pada pelarut polar, seperti etanol, metanol, butanol, dan air.
22

Senyawa non polar juga hanya akan larut pada pelarut non polar seperti eter,
kloroform dan n-heksana (Gritter et al., 1991).

2.6.4 Metode Ekstraksi Maserasi Sonikasi


Metode ekstraksi maserasi merupakan cara penyarian sederhana yang
dilakukan dengan cara merendam bahan simplisia dalam cairan penyari.
Keuntungan dari maserasi adalah cara kerja dan peralatan yang digunakan relatif
sederhana dan mudah didapatkan. Sedangkan kerugian maserasi adalah waktu
pengerjaannya yang relatif lama dan penyarian yang kurang sempurna (Depkes,
1986).
Prinsip maserasi adalah merendam serbuk simplisia dalam cairan dimana,
cairan penyari akan masuk kedalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut
karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar
sel. Larutan yang konsentrasi yang tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh
cairan penyari dengan konsentrasi tinggi akan terdesak keluar diganti oleh cairan
penyari dengan konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut berulang
sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan larutan di luar sel dan di
dalam sel (Depkes, 1986).
Proses maserasi dilakukan dengan meletakkan simplisia yang akan
diekstraksi pada wadah atau bejana yang bermulut lebar dan ditutup rapat dan
dilakukan pengocokan berulang – ulang. Maserasi dilakukan dalam waktu 3 hari
sampai bahan melarut dengan sempurna (Ansel, 1989).
Metode ekstraksi maserasi sonikasi adalah metode ekstraksi maserasi yang
memanfaatkan gelombang ultrasonik yang dapat mempercepat waktu kontak
antara sampel dan pelarut meskipun pada suhu ruang. Hal ini menyebabkan proses
perpindahan massa senyawa dari dalam sel tanaman ke pelarut menjadi lebih
cepat. Sonikasi mengandalkan energi gelombang yang menyebabkan proses
kavitasi, yaitu proses pembentukan gelembung - gelembung kecil akibat adanya
transmisi gelombang ultrasonik untuk membantu difusi pelarut ke dalam dinding
sel tanaman (Ashley et al. 2001).
Menurut Firdaus et al. (2010), ekstraksi sonikasi dapat meningkatkan
efektifitas ekstraksi senyawa alkaloid, flavonoid, dan polisakarida dari berbagai
bagian tanaman. Proses sonikasi dimulai dari pembentukan gelombang ultrasonik
oleh sumber getaran yang merambat dalam bentuk gelombang mekanik
longitudinal dalam medium pelarut. Gelombang mekanik tersebut menyebabkan
fenomena acoustic streaming yaitu gelombang mekanik yang dapat menipiskan
lapisan dinding sel. Selain itu, medium air yang dirambati gelombang ultrasonik
akan mengalami perapatan pada saat tekanan gelombang tinggi dan akan
merenggang pada saat tekanan gelombang rendah diikuti pembentukan
gelembung kavitasi yang semakin lama semakin membesar sampai akhirnya
pecah. Gelembung yang pecah tersebut melepaskan energi besar yang menumbuk
dinding sel bahan hingga membesarkan diameter pori bahan yang menyebabkan
difusi, sehingga membawa material yang ingin diekstrak ke dalam pelarut yang
digunakan (Cintas dan Cravotto, 2005).
Menurut Zou et al. (2011), waktu sonikasi juga dapat mempengaruhi hasil
ekstraksi. Semakin lama waktu yang digunakan dalam proses sonikasi, rendemen
ekstraksi juga akan semakin meningkat, karena proses perpindahan komponen
dari dalam sel ke pelarut (difusi) akan lebih sering terjadi. Selain itu Razak (2009)
23

melaporkan bahwa buah naga merah yang diekstrak dengan proses sonikasi
selama 50 menit menghasilkan vitamin C tertinggi sebesar 7,14 mg/L. Faktor
suhu dan waktu berperan sangat penting dalam proses ekstraksi sonikasi. Dalam
proses ekstraksi sonikasi, terjadi interaksi antara suhu dan waktu. Jika suhu yang
digunakan tinggi, maka waktu yang diperlukan dalam proses ekstraksi sonikasi
tidak terlalu lama. Sebaliknya, jika suhu sedikit rendah maka pelarut akan
membutuhkan waktu lebih lama untuk berdifusi. Suhu yang lebih tinggi dapat
mempercepat proses ekstraksi. Oleh karena itu, diperlukan interaksi antara suhu
dan waktu untuk menghasilkan kondisi ekstraksi sonikasi yang optimal (Santos et
al., 2009).
Proses ekstraksi ini diperoleh cairan cokelat dengan bau khas etanol.
Cairan tersebut kemudian disaring menggunakan kain flanel. Hasil penyaringan
ini diuapkan menggunakan evaporator dan waterbath hingga diperoleh ekstrak
kental. Rendemen adalah perbandingan antara bobot perbandingan antara bobot
ekstrak yang diperoleh dengan simplisia awal. Perhitungan rendemen dengan cara
membagi ekstrak kental dan serbuk simplisia dalam persen (Cintas dan Cravotto,
2005).
24

3. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2017. Lokasi penelitian dilakukan
di Laboratorium Biofarmaka Pusat Kegiatan Penelitian Universitas Hasanuddin,
Laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas
Hasanuddin, Laboratorium Biofarmasi Fakultas Farmasi Universitas
Hasanuddin, Bioteknologi Puslitbang Bioteknologi LP2M Pusat Kegiatan
Penelitian Universitas Hasanuddin.

3.2 Jenis Penelitian dan Metode Pengambilan Sampel

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratoris intervensi.


Sampel yang digunakan pada penelitian ini yaitu mencit (Mus musculus) yang
dibagi menjadi enam kelompok. Pemilihan dan pengambilan sampel pada
penelitian ini dilakukan secara selektif dengan kriteria inkulsi sampel yaitu
mencit jantan dengan berusia 8 - 10 minggu dengan berat badan berkisar 25 - 30
gram, tidak terdapat abnormalitas anatomi yang tampak dan dalam keadaan sehat
(Satriany, 2010). Kriteria ekskulsi sampel yakni mencit yang mati sebelum
penelitian dan mencit yang sakit selama penelitian berlangsung.
Mencit diperoleh dari Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin. Banyaknya
sampel yang digunakan dalam penelitian ini dihitung berdasarkan rumus
penentuan besar sampel untuk uji eksperimental rancangan acak kelompok
Federer (1963) untuk yaitu :

( t -1 ) (n – 1) ≥15

Keterangan :
n = Jumlah Sampel
t = Jumlah Kelompok/ perlakuan
Dalam penelitian ini terdapat 6 kelompok maka bila dimasukkan pada rumus
di atas maka dapat ditentukan jumlah sampel per perlakuan yaitu :
(t-1) (n-1) ≥ 15
(6-1) (n-1) ≥ 15
5n–5≥ 15
5n ≥ 15 + 5
5n ≥ 20
n ≥ 20/5
n≥4
Jadi, jumlah total sampel yang dibutuhkan yaitu 4 ekor mencit tiap
kelompok perlakuan dan jumlah sampel keseluruhan yaitu 24 ekor mencit.
Sampel akan diadaptasikan sesuai kelompok perlakuan selama 7 hari sebelum
diberikan perlakuan.
25

3.3 Materi Penelitian

Materi yang digunakan dalam penelitian meliputi kulit Pisang Mas, mencit,
Aloksan Monohydrate, aquadest, etanol 70%, Na CMC 1%, air minum,
metformin 500mg, magnesium, asam klorida, FeCl3 dan strip glukometer
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitik, mesin
herbs drayer, ultrasonik bath “Branson 2210” 50 kHz, glukometer, sonde mencit,
gunting kecil, alat tulis, gelas ukur 100 ml, kain saring, rotary vacuum evaporator
“Butchi”, kandang untuk mencit, botol minum mencit, spoit, masker, handskun,
botol kaca, toples kaca, sendok, beaker glass, cawan porselen, tabung reaksi, rak
tabung, kompor dan kamera.

3.4 Prosedur Penelitian

3.4.1 Pembuatan Ekstrak Etanol Kulit Pisang Mas Metode Sonikasi


Proses ekstraksi kulit Pisang Mas dilakukan secara bertahap mulai dari
pembelian Pisang Mas di Pasar Daya Kota Makassar. Selanjutnya dilakukan
disortasi basah atau pencucian kulit pisang di air mengalir untuk menghilangkan
kotoran yang melekat pada kulit pisang lalu ditiriskan hingga kering melalui
proses penganginan alami. Selanjutnya dilakukan pemotongan kulit pisang
menjadi potongan yang lebih kecil dengan ukuran sekitar 3 x 4 cm dan
dilanjutkan dengan melakukan pengurangan kadar air pada kulit pisang dengan
metode pengeringan menggunakan Herbs drayer. Setelah kulit pisang kering
dilakukan disortasi kering, kulit pisang diserbukkan dengan menggunakan blender
kering tanpa air hingga diperoleh simplisia kulit pisang. Simplisia kulit pisang
kemudian dimasukkan ke dalam wadah (toples kaca) dan ditambah dengan pelarut
etanol 70% dengan rasio biomassa sel : pelarut adalah 1:2 (b/v). Campuran
biomassa dan pelarut tersebut kemudian diekstraksi dengan metode sonikasi
menggunakan gelombang ultrasonik pada frekuensi 50 kHz selama 30 menit.
Hasil ekstraksi tersebut disaring dengan kain saring untuk menghilangkan
ampasnya sehingga diperoleh ekstrak cair dengan pelarut. Untuk mendapatkan
ekstrak murni, dilakukan dengan menggunakan rotary vacuum evaporator suhu
40oC, kecepatan 60 rpm, dan tekanan 200mBar sampai tidak ada lagi pelarut yang
menetes hingga diperoleh ekstrak berupa ekstrak kental (Adhianata, 2012; Depkes
RI, 2000).

3.4.2 Uji Kandungan Fitokimia Kulit Pisang Mas


Pengujian fitokimia dilakukan untuk mengetahui kandungan senyawa aktif
yang terdapat pada ekstrak kulit Pisang Mas secara kualitatif. Pengujian fitokimia
dilakukan dengan menguji adanya golongan senyawa saponin, tanin, flavonoid,
alkaloid dan triterpenoid dengan prosedur sebagai berikut (Harborne, 1987) :

a) Uji Flavonoid
Identifikasi alkaloid dilakukan dengan cara, sebanyak 1 ml ekstrak etanol
kulit Pisang Mas ditambahkan dengan serbuk magnesium 0,1 mg. Uji flavonoid
akan positif apabila terbentuknya lapisan merah.
26

b) Uji Tanin
Identifikasi alkaloid dilakukan dengan cara, sebanyak 2 ml ekstrak etanol
kulit Pisang Mas ditambahkan FeCl3 1%. Uji Tanin akan positif apabila
menghasilkan warna biru atau hitam kehijauan.

c) Uji Saponin
Sebanyak 2 ml sampel ekstrak etanol kulit Pisang Mas dicampur dengan
akuades hangat kemudian dikocok secara vertikal, apabila timbulnya busa yang
stabil setinggi lebih kurang 1 cm selama 10 menit menandakan positif adanya
saponin.

3.4.3 Penyiapan Bahan Uji


3.4.3.1 Pembuatan Suspensi Na CMC 1%
Suspensi Na Cmc 1% dibuat dengan memimbang serbuk Na Cmc
sebanyak 1 gram kemudian dilarukan dalam 50 ml aquadest hangat, diaduk dan
ditambahkan aqudest hangat sampai volumenya menjadi 100 ml. Diaduk sampai
homogen (Aer et al., 2013).

3.4.3.2 Pembuatan Variasi Konsentrasi Kadar Ekstrak Kulit Pisang Mas


Variasi konsentrasi ekstrak kulit Pisang Mas yang akan diuji yakni
konsentrasi 1%, 5% dan 25% dibuat dalam larutan suspensi dengan melakukan
pengenceran menggunakan larutan Na Cmc 1% hingga didapatkan suspensi
dengan variasi konsentrasi ekstrak 1%, 5% dan 25%.

3.4.3.3 Aloksan
Aloksan yang diberikan rute subkutan dengan dosis 210mg/kgBB.
Aloksan serbuk dilarutkan dengan aquadest steril untuk injeksi (Berawi et al.,
2013).

3.4.3.4 Metformin
Metformin diberikan dengan dosis yang diberikan dalam bentuk suspensi
dengan Na Cmc 1%. Sediaan Metformin tablet 500 mg digerus dan ditambahkan
Na Cmc 1% sedikit sambil digerus sampai homogen dan volume cukupkan 50 ml
(Aer et al., 2013).

3.4.4 Perlakuan
Sebanyak 24 sampel mencit dipilih sesuai kriteria sampel lalu di
kelompokkan menjadi 6 kelompok berbeda yang terdiri dari 4 mencit jantan tiap
kelompok. Mencit ditimbang terlebih dahulu lalu di aklimatisasi selama 7 hari.
Selama adaptasi dan perlakuan mencit diberikan pakan makan dan minum sesuai
takaran. Makanan yang diberikan yakni pakan standar AD-1 sebanyak 4 g/hari
dan air minum sebanyak 7 ml/hari (Kusumawati, 2004). Setiap kelompok
dipelihara pada lokasi dan waktu yang sama serta kondisi yang sesuai. Sebelum
pemeriksaan kadar glukosa darah, mencit dipuasakan selama 16 jam terlebih
dahulu (Pasaribu et al., 2015). Pemeriksaan kadar glukosa awal (GDP0) terhitung
pada hari ke 0. Kemudian semua kelompok kecuali kelompok tanpa perlakuan
disuntikkan aloksan rute subkutan dengan dosis 210 mg/kgBB. Sekitar 24 jam
setelah penyuntikan aloksan dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa
27

kedua (GDP1) atau kadar glukosa darah pada hari ke 1 untuk mengecek kadar
glukosa darah setelah induksi aloksan. Apabila mencit telah mengalami
hiperglikemik selanjutnya pada masing – masing kelompok diberikan perlakuan
akan diberikan perlakuaan dengan cara peroral sebagai berikut :
Tanpa Perlakuan (TP) : Sampel hanya diberikan diet standar
Kontrol Negatif (KN) : Sampel diberikan Aloksan (Hari ke 0) dan Na
CMC 1% (Hari ke 1 – 10)
Kontrol Positif (KP) : Sampel diberikan Aloksan (Hari ke 0) dan
Metformin (Hari ke 1 – 10)
Perlakuan 1 : Sampel diberikan Aloksan (Hari ke 0) dan Ekstrak etanol
kulit Pisang Mas 1 % (Hari ke 1 – 10)
Perlakuan 2 : Sampel diberikan Aloksan (Hari ke 0) dan Ekstrak etanol
kulit Pisang Mas 5% (Hari ke 1 – 10)
Perlakuan 3 : Sampel diberikan Aloksan (Hari ke 0) + Ekstrak etanol kulit
Pisang Mas 25 % (Hari ke 1 – 10)
Pemberian perlakuan dilakukan selama 10 hari (Haryoto et al., 2015).
Pengukuran kadar glukosa darah puasa pada sampel dilakukan pada hari ke 3 ke 7
dan ke 10 terhitung mulai atau setelah pengukuran kadar glukosa darah setelah
induksi aloksan (GDP1).

3.4.5 Penentuan Kadar Glukosa Darah


Sebelum pengambilan darah, terlebih dahulu alat glukometer diaktifkan,
kemudian dimasukkan strip tes ke dalam alat glukometer. Darah mencit diambil
pada bagian ekor dengan cara memotong sedikit ujung ekor mencit. Namun
sebelumnya dibersihkan terlebih dahulu dengan kapas yang telah diberi alkohol
70%. Darah diletakkan pada strip tes glukosa, kemudian ditunggu hingga kadar
glukosa darah terbaca pada alat dengan durasi 10 detik. Kadar glukosa darah akan
terukur dan hasilnya dapat dibaca pada monitor glukometer dalam satuan mg/dl.
Strip glukosa hanya digunakan untuk sekali pakai (Rita, 2009). Kadar glukosa
normal mencit berkisar 62 – 140 mg/dl (Kusumawati, 2004) dan kadar glukosa
darah mencit yang mengalami hiperglikemia melebihi angka 200 mg/dl
(Suharmiati, 2003).

3.5 Analisis Data


Data kadar glukosa darah pada mencit. Analisis menggunakan program
SPSS 16,0 metode One way Analysis of Varians (one way Anova) untuk
membandingkan rata – rata kelompok perlakuan (lebih dari 2 kelompok) terhadap
satu faktor pengamatan (Petrie dan Sabin, 2009). Asumsi yang harus dipenuhi
untuk melakukan uji ANOVA yaitu sampel berasal dari kelompok yang
independen, kesamaan varians yang diperiksa dengan uji homogenitas (Levene
test) dan data masing – masing kelompok berdistribusi normal yang diperiksa
dengan uji normalitas (Shipiro Wilk). Pada uji normalitas interpretasi hasil nilai
signifikasi Shiphiro Wilk harus lebih besar dari 0,05 yang berarti semua kelompok
yang dijadikan subjek memiliki sebaran yang normal. Sedangkan pada uji
homogenitas varians, interpretasi hasil jika nilai signifikasi lebih besar dari 0,05
menunjukkan adanya variasi yang homogen.
28

Analisis dilanjutkan dengan analisis uji Post Hoc Test metode Least
Significant Difference (LSD) untuk menghitung nilai kelompok yang berbeda.
Intrepretasi hasil uji LSD terhadap kelompok dengan nilai signifikansi p>0,05
menunjukkan ada perbedaan yang signifikan (Adams, dan Lawrence, 2015).
29

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Determinasi Tanaman


Buah Pisang Mas diperoleh dari Pasar Daya Kota Makassar. Determinasi
buah pisang dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Puslitbang Bioteknologi
LP2M Pusat Kegiatan Penelitian Universitas Hasanuddin. Tujuan determinasi ini
adalah untuk memastikan bahwa buah pisang yang digunakan merupakan jenis
pisang Mas (Musa acuminata (AA group)). Hasil dari determinasi menunjukkan
bahwa buah pisang yang digunakan benar merupakan pisang jenis Musa
acuminata (AA group) (Tjitrisoepomo, 2001).

4.1.2 Uji Fitokimia


Hasil uji senyawa fitokimia dari ekstrak etanol kulit Pisang Mas Musa
acuminata (AA group)) tertera pada tabel 4 dibawah ini :
Tabel 4. Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Etanol Kulit Pisang Mas
Uji Kandungan Hasil Gambar Keterangan
Flavanoid Positif (+) Terlihat lapisan
merah

Saponin Positif (+) Terbentuknya


Busa

Tanin Positif (+) Warna Hijau


Kehitaman
30

4.1.3 Nilai Pengukuran Kadar Glukosa Darah Hewan Uji


a. Nilai Rata – Rata dan Standar Deviasi
Pengukuran kadar glukosa darah hewan uji dilakukan sebanyak 5 kali dengan
menggunakan Glukometer Nesco® (Rosdiana, 2013). Pada tabel 5 menunjukkan
nilai rata – rata kadar glukosa darah dari semua kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol.
Tabel 5. Rata – Rata Kadar Glukosa Darah Hewan Uji

KELOMPOK GDP0 GDP1 GDP2 GDP3 GDP4


(mg/dl) (mg/dl) (mg/dl) (mg/dl) (mg/dl)
TP 89,25 94,25 100,25 99,75 100,50
KN 83,75 430,25 570,25 491,0 472,50
P1 87,25 432,75 578,25 345,5 246,0
P2 87.0 425,25 537,25 267,75 193,0
P3 82,75 429.50 469,25 165,25 113,5
KP 95,75 429,75 381,75 135,75 93,25
*Keterangan : TP (Tanpa Perlakuan), KN (Kontrol Negatif), KP (Kontrol Positif), P1 (Perlakuan
1 ), P2 (Perlakuan 2), P3 (Perlakuan 3 ), GDP0 (Glukosa darah puasa awal), GDP1 (Glukosa darah
puasa hari ke 1), GDP2 (Glukosa darah puasa hari ke 3), GDP3 (Glukosa darah puasa hari ke 7),
GDP4 (Glukosa darah puasa hari ke 10).

Rata - Rata Kadar Glukosa Darah Hewan Uji


600
Kadar Glukosa Darah (mg/dl)

500

400 GDP 0

300 GDP1
GDP2
200
GDP3
100
GDP 4
0
TP KN P1 P2 P3 KP
Kelompok Hewan Uji

Gambar 7. Diagaram Rata – Rata Kadar Glukosa Darah Hewan Uji


Pengukuran GDP0 pada tabel 5 menunjukkan nilai rata – rata kadar glukosa
darah awal yang besarnya hampir sebanding dari keenam kelompok. Pada
pengukuran GDP1 terlihat rata – rata kadar glukosa darah mengalami kenaikan
setelah dilakukannya induksi aloksan pada kelompok kontrol dan kelompok
perlakuan kecuali kelompok TP. Pada pengukuran GDP2 menunjukkan nilai rata
– rata kadar glukosa darah kelompok KN, P1, P2, dan P3 mengalami kenaikan
dari sebelumnya sedangkan KP mengalami sedikit penurunan.
Pengukuran GDP3 menunjukkan rata – rata glukosa darah yang lebih
beragam dari keenam kelompok. Terjadi penurunan kadar glukosa darah dari
31

GDP2 pada kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan. Kelompok KP


menunjukkan penurunan kadar glukosa darah yang paling signifikan
dibandingkan kelompok lainnya. Pengukuran GDP4 yang merupakan
pemeriksaan kadar glukosa akhir menunjukkan rata – rata kadar glukosa darah
keenam kelompok masih beragam. Terjadi penurunan GDP yang lebih signifikan
pada kelompok kontrol dan perlakuan dibandingkan sebelumnya, dimana GDP
kelompok KP dan P3 telah setara dengan kelompok TP. Namun, rata – rata GDP
berturut turut kelompok P1, P2 dan KN masih berada pada diatas rentang GDP
kelompok TP.

b. Persentase Penurunan Kadar Glukosa Darah


Persentase penurunan kadar glukosa darah pada hewan uji dilakukan
dengan membandingkan kadar glukosa darah hewan uji setelah induksi aloksan
(GDP1) dengan kadar glukosa darah pada pemeriksaan setelah perlakuan
(Rosdiani, 2013).
Tabel 6. Persentase Penurunan Kadar Glukosa Darah Pada Hewan Uji
Waktu (Hari)
Kelompok
Hari ke-3 Hari ke-7 Hari ke-10
KN 32,53 % (+) 14,12 % (+) 9,82 % (+)
P1 33,62 % (+) 20,16 % (-) 43,15 % (-)
P2 26,33 % (+) 37,04 % (-) 54,61 % (-)
P3 9,25 % (+) 61,52 % (-) 74,28 % (-)
KP 11,16 % (-) 68,41 % (-) 78,30 % (-)
*Keterangan : (-) persentase penurunan, (+) persentase kenaikan.
*Keterangan : KN (Kontrol Negatif), KP (Kontrol Positif), P1 (Perlakuan 1), P2 (Perlakuan 2), P3
(Perlakuan)

Persentase Penurunan Kadar Glukosa Darah


40

20
persentase penurunan (%)

0 KN
-20 P1

-40 P2
P3
-60
KP
-80

-100
Hari ke-1 Hari ke-3 Hari ke-7 Hari ke-10

Gambar 8. Kurva Penurunan Kadar Glukosa Darah (mg/dl)


32

4.2. Pembahasan

Penelitian ini menguji aktivitas ekstrak etanol kulit Pisang Mas terhadap
penurunan kadar glukosa darah mencit (Mus musculus) yang diinduksi aloksan.
Ekstrak etanol kulit Pisang Mas diperoleh dengan proses ekstraksi metode
maserasi dengan bantuan sonikator (maserasi sonikasi) dengan menggunakan
pelarut etanol 70%. Pemilihan pelarut harus memenuhi beberapa pertimbangan
yaitu murah dan mudah, stabil secara fisika dan kimia, bereaksi netral, tidak
mudah menguap dan terbakar, bersifat selektif menarik zat berkhasiat yang
dikehendaki, tidak mempengaruhi zat berkhasiat (Syamsuni, 2006). Selain itu,
pelarut didasarkan pada sifat kepolaran zat dalam pelarut saat ekstraksi. Senyawa
polar hanya akan larut pada pelarut polar dan senyawa non polar juga hanya akan
larut pada pelarut non polar (Gritter et al., 1991). Etanol dipertimbangkan sebagai
pelarut karena lebih selektif terhadap beberapa kapang dan kuman sulit tumbuh
dalam etanol, tidak beracun, netral dan absorbsinya baik. Etanol 70% sangat
efektif dalam menghasilkan jumlah bahan aktif yang optimal dimana bahan
pengganggu hanya skala kecil yang turut ke dalam pelarut (Voight, 1994).
Pemilihan metode ekstraksi disesuaikan dengan sifat kimia atau senyawa
yang terkadung dalam bahan. Penggunakan sonikator dalam metode ekstraksi
maserasi atau metode maserasi sonikasi dengan memanfaatkan gelombang
ultrasonik bertujuan untuk mempersingkat pembuatan ekstrak (Ashley et al.,
2001). Beberapa keuntungan metode ekstraksi maserasi sonikasi yakni proses
pembuatan ekstrak tergolong sederhana dan cepat serta kemungkinan rusaknya
senyawa yang terkandung dalam suatu bahan dapat dihindari karena tidak
menggunakan pemanasan sehingga cocok digunakan untuk senyawa yang tidak
tahan panas. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Firdaus et al. (2010)
yang menyatakan ekstraksi sonikasi dapat meningkatkan efektivitas senyawa
alkaloid, flavonoid, dan polisakarida dari berbagai bagian tanaman.
Penelitian ini menggunakan 24 ekor mencit jantan dengan berat rata – rata
27 gram yang dibagi menjadi enam kelompok yaitu TP, KN, KP, P1, P2, dan P3.
Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan sebanyak 5 kali untuk masing –
masing kelompok dengan menggunakan alat glukometer merk Nesco dan mencit
dipuasakan terlebih dahulu selama 16 jam sebelum dilakukan pengukuran kadar
glukosa darah puasa (GDP). Hal ini dilakukan agar tidak terjadi metabolisme
glukosa dimana pada keadaan ini tubuh tidak mendapatkan asupan makanan
sehingga mengakibatkan terpotongnya jalur asupan glukosa dari sistem
pencernaan ke dalam darah. Terpotongnya jalur suplai glukosa dari sistem
pencernaan berdampak langsung pada kadar glukosa darah (Pasaribu et al., 2015).
Pengukuran darah yang pertama dilakukan sebelum pemberian perlakuan
sebagai nilai kadar glukosa darah awal (GDP0). Hasil pengukuran GDP0 (Tabel
5) diperoleh rata – rata kadar glukosa darah mencit semua kelompok berada dalam
kisaran normal sesuai dengan Kusumawati (2004) dimana kadar glukosa normal
mencit berkisar 62 – 140 mg/dl. Adanya perbedaan rata – rata kadar glukosa darah
awal hewan uji pada keenam kelompok. Hal ini disebabkan karena adanya variasi
biologis yang dimiliki oleh tiap hewan uji sehingga tidak memungkinkan untuk
memperoleh kadar glukosa darah yang tepat sama pada satu kelompok yang sama
(Pasaribu et al., 2015).
33

Setelah pengukuran GDP0, semua kelompok kecuali TP diberikan induksi


aloksan. Tujuan pemberian aloksan adalah untuk menghasilkan keadaan
hiperglikemia atau diabetes mellitus eksperimental pada hewan coba. Dosis
aloksan yang digunakan pada penelitian ini yaitu 210mg/kgBB yang disutikkan
secara subkutan pada hewan uji. Dosis ini dipilih berdasarkan penelitian Berawi et
al. (2013) yaitu 150mg/kgBB pada tikus putih dan dilakukan konversi dosis dari
dosis yang digunakan pada tikus ke dosis untuk mencit seperti yang tertera pada
lampiran 1. Degranulasi dan hilangnya sel ß pankreas sudah dapat terlihat pada 12
– 48 jam setelah induksi (Lenzen, 2008).
Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan 24 jam setelah induksi aloksan
(GDP1). Hasil pengukuran GDP1 menunjukkan terjadinya peningkatan glukosa
darah pada kelompok yang diinduksi aloksan (tabel 5). Kenaikan GDP yang
signifikan pada hewan uji menunjukkan suatu keadaan hiperglikemia sesuai
dengan yang dikatakan oleh bahwa mencit mengalami hiperglikemia dimana
apabila kadar glukosa darah melebihi angka 200 mg/dl tersebut maka mencit
dipastikan dalam keadaan hiperglikemik (Suharmiati, 2003).
Mekanisme hiperglikemia atau diabetes eksperimental yang ditimbulkan
oleh aloksan terjadi dimana aloksan dalam darah berikatan dengan GLUT-2
(pengangkut glukosa) yang memfasilitasi masuknya aloksan ke dalam sitoplasma
sel beta pankreas. Di dalam sel beta pankreas, aloksan menimbulkan depolarisasi
berlebih pada mitokondria sebagai akibat pemasukan ion Ca2+ yang diikuti
dengan penggunaan energi berlebih sehingga terjadi kekurangan energi dalam sel
dan mengakibatkan proses oksidasi terganggu (Szudelski, 2001). Mekanisme
terjadinya diabetes melitus yang ditimbulkan aloksan juga melalui peningkatan
reactive oxygen species (ROS) melalui siklus reaksi yang hasil reduksinya berupa
dialuric acid. Dialuric acid ini akan mengalami siklus redoks dan membentuk
radikal superoksida. Kemudian radikal ini akan mengalami dismutase menjadi
hydrogen peroksida dan pada tahap akhir mengalami katalisasi besi membentuk
radikal hidroksil. Radikal hidroksil inilah yang menyebabkan kerusakan pada sel
beta pankreas sehingga terjadi kondisi insulin dependen diabetes mellitus.
Diabetes mellitus yang disebabkan oleh aloksan mengakibatkan keadaan diabetes
dengan karakteristik yang serupa dengan diabetes tipe 1 pada manusia (Lenzen,
2008).
Setelah pemeriksaan GDP1, mencit diabetes diberi perlakuan estrak etanol
kulit Pisang Mas dengan 3 konsentrasi bertingkat P1 (1%), P2 (5%), P3 (25%)
selama 10 hari secara peroral (Haryoto et al., 2015) dan pemberian metformin
dosis 140 mg/kgBB pada kelompok kontrol positif. Pemeriksaan kadar glukosa
darah berikutnya (GDP2) dilakukan 3 hari setelah pemberian perlakuan. Hasil
pemeriksaan GDP2 yaitu nilai rata – rata kadar glukosa darah beragam dari
kelima kelompok perlakuan (Tabel 5). Rata – rata kadar glukosa darah kelompok
KN, P1, P2, dan P3 mengalami kenaikan dari sebelumnya sedangkan KP
mengalami sedikit penurunan. Pada pengukuran GDP2 menunjukkan bahwa
terjadi persentase kenaikan kadar glukosa darah pada kelompok P1 (33,62%), P2
(26,33%), dan P3 (9,25%) (tabel 6). Hal ini terjadi akibat masih terjadinya
mekanisme kerusakan yang disebabkan oleh aloksan. Kerusakan pada sel beta
terjadi pada 12 – 48 jam setelah induksi dan hasil peningkatan glukosa darah yang
signifikan terlihat setelah empat hari setelahnya. Sedangkan pada kelopok KP
mengalami penurunan dengan persentase sebesar 11,16% (Lenzen, 2008).
34

Pemeriksaan kadar glukosa darah selanjutnya (GDP3) dilakukan setelah


pemberian perlakuan pemberian selama 7 hari. Pada GDP3 menunjukkan adanya
penurunan kadar glukosa darah pada kelompok perlakuan. Persentase penurunan
pada kelompok perlakuan konsentrasi 1%, 5% dan 25% sebesar 20,16%, 37,04%,
61,52% dan pada kelompok kontrol positif sebesar 68,41% (tabel 6). Pengukuran
kadar glukosa darah yang terakhir dilakukan setelah 10 hari perlakuan (GDP4).
Hasil pengukuran GDP4 (tabel 5) menunjukkan terjadi penurunan GDP yang
lebih besar pada kelompok perlakuan. Dimana besar persentase penurunan pada
tabel 6 untuk kelompok perlakuan konsentrasi 1% (43,15%), kelompok
komsentrasi 5% (54,61%) dan pada kelompok konsentrasi 25% (74,28%).
Persentase penurunan kadar glukosa darah pada kelompok konsentrasi 25% (P3)
memiliki persen penurunan paling tinggi diantara konsentrasi lainnya yakni
sebesar 74,28% mendekati penurunan kadar glukosa darah pada kelompok yang
diberikan metformin dengan persentase penurunan sebesar 78,30%.
Hasil pengukuran kadar glukosa darah dianalisis statistik menggunakan
program SPSS 16,0 for windows dengan menggunakan analisis one way
ANOVA. Syarat yang harus dipenuhi untuk melakukan uji ANOVA yaitu uji
homogenitas dan uji normalitas. Hasil uji normalitas terhadap data hasil penelitian
(lampiran 2) menunjukkan bahwa nilai signifikansi Kolmogrov Smirnov semua
data memiliki nilai sig>0,05. Hal ini berarti semua kelompok yang dijadikan
subjek dalam penelitian ini memiliki sebaran normal. Sementara itu, pada uji
homogenitas varians menunjukkan nilai sig>0,05 menunjukkan adanya variasi
yang homogen. Oleh karena itu syarat untuk dilakukan uji Anova telah terpenuhi
(Petrie dan Sabin, 2009).
Berdasarkan hasil analisis statistik one way Anova (lampiran 2)
menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol kulit Pisang Mas memiliki
pengaruh yang nyata terhadap penurunan kadar glukosa darah (p<0,05). Setelah
itu dilanjutkan dengan uji LSD untuk melihat perbedaan antar kelompok uji
(lampiran 2). Uji LSD pada GDP2, menunjukkan kontrol negatif berbeda secara
bermakna dengan kelompok kontrol positif dan kelompok perlakuan konsentrasi
5% dan 25% tetapi tidak berbeda secara bermakna dengan kelompok konsentrasi
1%. Pada uji LSD GDP3 dan GDP4 terdapat perbedaan yang bermakna antara
kelompok KN dengan kelompok perlakuan lainnya. Hal ini karena kontrol positif
dan kelompok uji konsentrasi 1%, 5%, dan 25% telah mengalami penurunan
kadar glukosa darah sedangkan kontrol negatif tidak mengalami penurunan kadar
glukosa darah.
Analisis LSD pada hari ke 3, 7 dan 10 kelompok uji menunjukkan
perbedaan yang bermakna satu dengan yang lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa
kelompok uji konsentrasi 1%, 5% dan 25% memiliki efek yang berbeda dalam
menurunkan kadar glukosa darah. Nilai glukosa darah pada kelompok perlakuan
konsentrasi 25% dan kelompok kontrol positif (metformin) pada hari ke 10 tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata. Hal ini diinterpretasikan ekstrak etanol Kulit
Pisang Mas memberikan efek yang hampir sama dengan kontrol positif.
Penurunan kadar glukosa darah pada kelompok P1, P2, dan P3 dikarenakan
kandungan senyawa yang terdapat dalam ekstrak etanol kulit pisang yang
memiliki efek antihiperglikemik (Berawi et al., 2013). Untuk membuktikan
kandungan senyawa yang dimaksud terdapat dalam sampel dilakukan dengan uji
fitokimia. Berdasarkan hasil uji fitokimia terhadap ekstrak etanol kulit Pisang Mas
35

diperoleh hasil bahwa golongan senyawa yang terkandung pada ekstrak etanol
kulit Pisang Mas yaitu senyawa flavonoid, saponin dan tanin.
Pemeriksaan senyawa flavonoid pada ekstrak etanol kulit Pisang Mas
menunjukkan hasil positif yang dilakukan dengan penambahan serbuk magnesium
dan asam klorida sehingga dihasilkannya warna merah. Robinson (1995),
menyatakan bahwa penambahan serbuk magnesium dan asam klorida pada
pengujian flavonoid akan menyebabkan tereduksinya senyawa flavonoid yang ada
dalam sampel sehingga menimbulkan reaksi warna merah yang merupakan ciri
adanya flavonoid.
Flavanoid merupakan senyawa fenol yang dimiliki oleh banyak tanaman.
Flavanoid di dalam tubuh berfungsi sebagai antioksidan sehingga memiliki peran
sangat baik untuk melindungi struktur sel meningkatkan efektivitas vitamin C,
sebagai antiinflamasi dan sebagai antibiotik (Prakash, 2001). Mekanisme sebagai
antioksidan dengan menghambat reaksi oksidasi atau suatu senyawa yang dapat
menetralkan radikal bebas yang dapat melindungi jaringan dari kerusakan akibat
radikal bebas dengan melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki oleh radikal
bebas yang dapat menimbulkan stress oksidatif (Aprilia et al., 2015). Antioksidan
flavonoid memiliki kemampuan untuk menurunkan stress oksidatif dan
mengurangi adanya ROS. Hal ini bersifat protektif terhadap sel B sebagai
penghasil insulin dan meningatkan sensitivitas insulin (Kaneto et al., 1999).
Senyawa flavanoid sebagai agen antihiperglikemik yang potensial karena
flavonoid berfungsi sebagai inhibitor glukosidase. Glukosidase inhibitor
menupakan agen potensial untuk terapi DM karena glukosidase mempengaruhi
proses biologis secara relevan. Enzim glukosidasi berlokasi di brush order
intestinal di dalam usus halus yang merupakan tempat absorbsi glukosa dan
fruktosa. Enzim glukosidasi dibutuhkan untuk pemecahan karbohidrat sebelum
diserap sebagai monosakarida. Penghambatan enzim alfa glukosidase ini
menyebabkan penundaan penyerapan glukosa yang pada akhirnya juga akan
menurunkan kadar glukosa darah (Hery, 2006). Selain itu, flavonoid memiliki
mekanisme dalam penghambatan fosfodieterase sehingga kadar cAMP dalam sel
beta pankreas meningkat (Puspati et al., 2013). Hal ini akan menstimulasi
pengeluaran protein kinase A (PKA). Peningkatan kadar cAMP akan
menyebabkan terjadinya penutupan pada kanal K+ ATP dalam membran plasma
sel beta. Keadaan ini akan mengakibatkan terjadinya depolarisasi membran dan
membukanya saluran Ca sehingga mempercepat masuknya ion Ca ke dalam sel.
Peningkatan ion Ca dalam sitoplasma sel beta akan menyebabkan peningakatan
sekresi insulin oleh sel beta pankreas (Harapan et al., 2010).
Uji kualitatif kandungan saponin dalam sampel uji ditentukan dengan
melihat terbentuknya busa yang stabil pada larutan uji. Pemeriksaan senyawa
saponin pada ekstrak etanol kulit Pisang Mas menunjukkan hasil positif dengan
adanya busa yang stabil dan bertahan cukup lama (Harborne, 1987). Saponin
mempunyai gugus hidrofilik dan hidrofob, saat dikocok gugus hidrofil akan
berikatan dengan air, sedangkan gugus hidrofob akan berikatan dengan udara
sehingga membentuk buih. Saponin merupakan senyawa kimia yang banyak
terdapat pada tanaman. Saponin dimetabolisme di dalam tubuh oleh mikroflora
yang berada di usus halus dan metabolitnya akan di absorbsi lewat gastrointestinal
kemudian bekerja secara sistemik. Saponin berfungsi sebagai antihiperglikemik
adalah triterpene saponin dengan mekanisme kerja yakni mencegah pengosongan
36

lambung dan mencegah peningkatan uptake glukosa pada brush order membran
intestinal. Selain itu saponin juga bekerja untuk mencegah penyerapan glukosa
dengan cara mencegah transpor glukosa menuju brush order intestinal di usus
halus yang merupakan tempat penyerapan glukosa sehingga mengakibatkan
penurunan kadar glukosa darah (Rao, 2000 ; Yoshikawa et al. 2006).
Pemeriksaan kandungan senyawa tanin dalam sampel uji ditentukan dengan
melihat adanya gumpalan gel yang cukup stabil dan berwarna hijau. Pemeriksaan
senyawa tanin pada ekstrak etanol kulit Pisang Mas menunjukkan hasil positif
yang dilakukan dengan penambahan FeCl3 dengan menghasilkan warna hijau dan
gumpalan gel. Pada penambahan larutan FeCl3 1% diperkirakan larutan ini
bereaksi dengan salah satu gugus hidroksil yang ada pada senyawa tanin. Hasil
pengujian yang dilakukan dengan menggunakan larutan FeCl3 akan menunjukkan
timbulnya warna hijau (Harborne, 1987). Terdapat berbagai mekanisme tanin
terhadap penurunan kadar glukosa darah. Tanin menurunkan absorbsi nutrisi dan
mengahmbat penyerapan glukosa di intestinal, selain itu menginduksi regenerasi
sel beta pankreas yang berefek pada sel adiposa sehingga menguatkan aktivitas
insulin. Tanin dapat memperbaiki stress oksidatif patologik pada keadaan
diabetik, serta bertindak sebagai anti radikal bebas dan mengaktifkan enzim
antioksidan yang meregenerasi sel beta pankreas (Kumari dan Jain, 2012).
Mekanisme proanthocyanidins dalam menurunkan glukosa darah dengan
menekan stress oksidatif. Penekanan stress oksidatif tersebut melalui
penghambatan peroksidasi lipid, dan generasi ROS (Yokozawa et al., 2012).
Pemberian ekstrak etanol kulit Pisang Mas memiliki pengaruh yang nyata
terhadap penurunan kadar glukosa darah. Pada penelitian ini menunjukkan
konsentrasi ekstrak etanol kulit Pisang Mas yang paling efektif pada konsentrasi
tertinggi yaitu konsentrasi 25% telah mampu menurunkan kadar glukosa darah
dengan persentase 74,28% mendekati presentase penurunan pada kelompok
kontrol positif metformin dosis 140mg/kgBB yaitu sebesar 78,30% dan keduanya
tidak berbeda signifikan dengan kelompok kontrol normal. Berdasarkan Fidrianny
et al., (2003), suatu dosis yang memiliki efek mendekati normal menunjukkan
bahwa senyawa aktif yang terkandung di dalamnya terkonsentrasi efektif
optimum, sedangkan pada dosis lain masih kurang sehingga mempunyai efek
yang kurang efektif dan tidak memadai sehingga efek antihiperglikemik yang
muncul lebih kecil. Konsentrasi menunjukkan hasil hasil semakin tinggi dosis
ekstrak yang diberikan maka efek yang ditimbulkan juga semakin besar. Hal ini
disebabkan karena tingginya dosis yang diberikan sehingga konsentrasi senyawa
aktif pada ekstrak juga semakin tinggi dan menyebabkan kemampuan untuk
menekan atau daya anti semakin kuat (Purwaningdyah et al., 2015). Hal ini
menunjukkan bahwa senyawa antihiperglikemik yang terdapat pada kulit Pisang
Mas dapat menjadi salah satu alternatif pengobatan hiperglikemia pada hewan
kesayangan di samping penggunaan injeksi insulin. Beberapa pertimbangannya
yaitu untuk menekan biaya pengobatan serta menghindari suntikan yang
menyakitkan serta efek samping dari injeksi insulin, serta mudah untuk diperoleh.
Kesuksesan terapi DM pada hewan kesayangan bergantung dari kerjasama
pemilik dan pengobatan yang dibutuhkan (AVMA, 2010).
Metformin dipilih sebagai kontrol positif sebab mekanisme kerja dari
metformin melalui peningkatan penggunaan glukosa oleh sel otot dan adiposa,
penurunan produksi glukosa di hepar, penurunan sensitifitas reseptor insulin dan
37

penurunan absorbsi glukosa di usus ( Erejuwa et al., 2011). Mekanisme ini


menyerupai mekanisme dari senyawa flavonoid, saponin dan tanin yang terdapat
pada kulit Pisang Mas dalam menurunkan kadar glukosa darah.
Pada kontrol negatif yang diberikan suspensi Na Cmc 1% yang bersifat
netral sehingga tidak memberi efek penurunan kadar glukosa darah. Penurunan
kadar glukosa darah yang terjadi pada kelompok kontrol negatif ini merupakan
mekanisme penyembuhan alami tubuh. Seperti yang dijelaskan oleh Widowati,
(2006) induksi dosis tunggal aloksan dapat menyebabkan keadaan diabetes dapat
bersifat reversibel. Pada data terlihat sedikit terjadi penurunan kadar glukosa
darah pada kontrol negatif karena didukung regenerasi sel ß pankreas yang
sebenarnya induksi aloksan tidak seluruhnya merusak sel ß pankreas sehingga
masih terdapat insulin yang masih bisa dieksresi (Dor, 2005). Meskipun terjadi
sedikit penurunan namun kadar glukosa darah pada hewan uji masih dikatakan
diabetes. Faktor lain yang dapat mempengaruhi yakni dosis induksi aloksan.
Menurut Chougale et al., (2007) aloksan pada dosis dibawah 140 mg/kgBB
menginduksi diabetes dan mampu mengembalikan kadar glukosa darah
normal tikus dalam waktu 1 minggu. Aloksan dosis diatas 160 mg/kgBB
dapat menyebabkan kondisi diabetes yang stabil dan mampu bertahan selama
1 bulan. Sedangkan pada aloksan dosis 180 mg/kgBB menunjukkan kondisi
diabetes yang berat, angka kematian yang tinggi, dan kerusakan ginjal
(Chougale et al., 2007).. Pada penelitian ini digunakan aloksan dosis 150
mg/kgBB yang diinduksikan secara subkutan.
Pengamatan kelompok TP yang merupakan kontrol hewan sehat
menunjukkan variasi kadar glukosa darah pada kelima kali pemeriksaan. Hal ini
dapat terjadi disebabkan dari faktor biologis dari mencit yang meliputi jumlah dan
kualitas reseptor insulin, serta kondisi pankreas. Selain itu, stres yang dialami oleh
mencit akibat pengambilan darah merupakan faktor pengganggu yang dapat
mengakibatkan variasi dalam pengukuran kadar glukosa darah (Doughari, 2006).
38

5. PENUTUP

5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat diambil
beberapa kesimpulan sebagai berikut :
 Pemberian ekstrak etanol kulit Pisang Mas (Musa acuminata (AA group))
konsentrasi 1%, 5%, dan 25% selama 10 hari memberikan pengaruh
nyata terhadap penurunan kadar glukosa darah pada mencit (Mus
musculus) yang diinduksi aloksan (p<0,05)
 Aktivitas ekstrak etanol kulit Pisang Mas (Musa acuminata (AA group))
konsentrasi 25% selama 10 hari pada mencit (Mus musculus) tidak
berbeda signifikan dengan metformin dosis 14mg/kgBB (p>0,05).

5.2 Saran
Dari hasil penelitian yang dilakukan maka hal yang dapat disarankan oleh
peneliti sebagai berikut :
 Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk formulasi sediaan
antihiperglikemik menggunakan ekstrak kulit Pisang Mas (Musa
acuminata (AA Group)
 Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk penggunaan ekstrak kulit Pisang
Mas (Musa cuminata (AA Group) pada kasus diabetes mellitus pada
hewan kesayangan.
39

DAFTAR PUSTAKA

Adams, Kathrynn A. and Lawrence, Eva K. 2015. Research Methods Statistics,


and Applications. Sage Publications Inc.: California
Aer, Brenda N., Adeanne C. Wullur. Gayatri Citraningtyas. 2013. Uji Efek
Ekstrak Etanol Kulit Terung Ungu (Solanum melongena L.) Terhadap
Kadar Gula Darah pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar (Rattus
norvegicus). Universitas Samratulangi : Manado. Jurnal Ilmiah Farmasi –
UNSRAT Vol. 2 No. 04 November 2013 ISSN 2302 - 2493
Alhabsyi, D. F., Edi S,, Defny S. W. 2014. Aktivitas Antioksidan dan Tabir Surya
pada Ekstrak Kulit Buah Pisang Goroho (Musa Acuminate L.). Universitas
Samratulangi : Manado. Jurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 3 No. 2
Mei 2014 ISSN 2302 – 2493 3 (2):107–14.
American Diabetes Assosation. 2012. Diagnosis and Classification of Diabetes
Mellitus. Diabetes Care 33(Suppl 1): S62–S69 PMCID: PMC2797383
American Diabetes Association. 2016. Standards of Medical Care in Diabetes
2016. J Diabetes Care. Diabetes Care Vol 39 (1):89-120.
American Veterinary Medical Association. 2010. Diabetic Pets. USA :
https://www.avma.org/public/PetCare/Pages/Diabetes-inPets.aspx.[online]
Diakses pada 13 Oktober 2017.
Andini N. A. M. 2014. Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Kulit Pisang Ambon
dan Kulit Pisang Kepok Terhadap Kadar Kolesterol Total Tikus Putih
Jantan Galur Sprague Dawley. [Skripsi]. Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung : Lampung
Ansel, H. C. 1989. Pengatar Bentuk sediaan Farmasi. Edisi 4. UI Press : Jakarta.
Anwange, B. A., 2008. Chemical Composition of Musa sapientum (Banana)
Journal Peels. J.Food Tech.2008.6(6)
Aprilia, Intan Fitri., M Nur Salim, Razali Daud, T Armansyah, Nuzul Asmila,
Faizal Jamin. 2015. Pengaruh pemberian Kacang Pnajang (Vigna
unguiculata) Terhadap Kadar Glukosa Darah Mencit (Mus musculus) yang
Diinduksi Aloksan. Universitas Syiah Kuala : Banda Aceh. Jurnal Medika
Veterinaria SSN : 0853 – 1943 vol. 9 No. 2
Ashley, C., et al., 2001. Pro-Poor Tourism Strategies: Making Tourism Work for
the Poor, A Review of Experience.
http://www.propoortourism.org.uk/ppt_report.pdf. [Online]. Diakses pada
9 Februari 2017.
Astuti Pudji. 2015. Endokrinologi Veteriner. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2014. Persyaratan Mutu
Obat Tradisional. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia : Jakarta
40

Banfield pet Hospital. 2016. State of Pet Health 2016 Report


https://www.banfield.com/banfield/media/pdf/downloads/soph/banfield-
state-of-pet-health-report-2016.pdf.[online]. Diakses pada 13 Oktober
2017.
Berawi, KN. Perkasa NIB., Rachmanisa S. 2013. Pengaruh Pemberian Ekstrak
Etanol Kulit Pisang Ambon (Musa paradisiaca) terhadap Kadar Glukosa
Pada Tikus Putih Galur (Sprague dawley) yang diinduksi Aloksan.
Universitas Lampung : Lampung
Bruyette, David. 2016. Diabetes Mellitus.
http://www.merckvetmanual.com/endocrine-system/the-pankreas/diabetes-
mellitus[online]. Diakses pada 4 Desember 2017.
Chaiyasut, C., W. Kusirisin, N. Lailerd, P. Lertrakarnoon, M. Suttajit, and S.
Srichairatanakool. 2011. Effect of Phenolic Compounds of Fermented
Thai Indigenous Plants on Oxidative Stress in Strepzotosin-Induced
Diabetic Rats. Research Article. 15(2):118123.
Chougale, A.D., Shrimant, N.P., Pradeep, M.G., Akalpita, U.A., 2007.
Optimizationof Alloxan Dose is Essential to Induce Stable Diabetes for
Prolonged Period, Asian Journal of Biochemistry, 2(6):402-408.
Cintas, P., dan G., Cravotto. 2005. Power Ultrasound in Organic synthesis :
Moving Cavitational Chemistry from Academia to Innovative and Large
Scalle Aplications. The Royal Society Journal of Chemistry 35 : 80 – 196
Cowan, Sara M dan Sysan E. Bunch. 2001. Oral Diabetic Drugs for Cats. North
Carolina State University : Unites States.
Departemen Kesehatan RI. 1986. Sediaan Galenik. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia : Jakarta
Departemen Kesehatan RI. 2000. Acuan Sediaan Herbal. Direktorat Pengawas
Obat dan Makanan Departemen Kesehatan Republik Indonesia : Jakarta
Departemen Kesehatan RI. 2008. Pedoman Pengenalan Tikus. Departemen
Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan : Jakarta
Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan Makanan. Farmakope Indonesia Edisi IV.
Departemen Keseharan Republik Indonesia : Jakarta
Direktorat Jendral Pengawas Obat dan Makanan. 2000. Parameter Standar Umum
Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan Pertama. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia : Jakarta
Dor. 2005. Adult Pancreatic ß are Performed by Cell Duplication Rather than
Stem Cell Differentiation. Nature, 429
Doughari, J.H,. 2006. Antimicrobial Activity of Tamarindus indica Linn. Tropical
Journal of Pharmaceutical Research. Vol 5(2) : 597-603
Emilan, Tommy. Kurnia, Ashfar. Utami, Budi. Diyani, Liliek Nurlinda. Maulana,
Adhen. 2011. Konsep Herbal Indonesia Pemastian Mutu Produk Herbal.
Universitas Indonesia : Depok
41

Erejuwa OO, Sulaiman SA, Ab Wahab MS, Salam SKN, Salleh MSM, Gurtu SI.
2011. Antioxidant Protective Effect of Glibenclamide and Metforminin
Combination with Honey in Pankreas of Streptozotocin – Induced
Diabetic Rats. Int J Mol Sci, 11, 2056-2066.
Farishal, Ahmad. 2017. Pengaruh Pemberian Ekstrak Kulit Pisang Kepok (Musa
acuminata) Terhadap Kadar Glukosa Darah Puasa 8 Jam Pada Mencit
Obesitas (Mus musculus L.) Galur Deutschland-Denken-Yoken (ddY).
Universitas Lampung : Bandar Lampung
Federer W. 1991. Statistics and Society: Data Collection and Interpretation. 2nd
Edition. New York: Marcel Dekker
Ferguson, D., M. Hoenig, and L. Cornelius. 1992. Small Animal Medical
Therapeutics. J. B. Lippincott Company, Philadelphia.
Fidrianny, I., Padmawinata, K., Soetarno, S. and Yulinah, E. 2003. Efek
Antihipertensi dan Hipotensi beberapa Fraksi dari Ekstrak Etanol Umbi
Lapis Kucai (Allium schoenoprasumL., Lliliaceae). Jurnal Matematika
dan Sains, 8(4) pp.147-150.
Filipponi P, Gregorio F, Cristallini S, Ferrandina C, Nicoletti I, Santeusanio F.
2008. Selective Impairment of Pancreatic a Cell Suppreession by Glucose
During Acute Alloxan – Induced Insulinopenia: in Vitro Study on Isolated
Perfused Rat Pankreas. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/ 3522213
[Online]. Diakses pada 6 Februari 2017.
Firdaus, M.T.,A. Izam dan R.P. Rosli. 2010. Ultrasonic–Assisted Extraction of
Triterpenoid Saponins from Mangrove Leaves. The 13th Asia Pacific
Confederation of Chemical Engineering Congress : Taipei.
Gaglia, W. Hii C. S. Howel S. L. 1985. Effect on Flavanoids on Insulin Secretin
& 4SCa2+ Handling in Rat Islet of Langerhans, Journal Endocrinol.
107:18
Gunawan dan Sulistia Gan. 2009. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Departemen
Farmakologi dan Terapuetik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia :
Jakarta
Ganong, W. F. 2008. Buku AjarFisiologi Kedokteran Edisi 22. Penerbit Buku
kedokteran EGC : Jakarta
Gordon, Jana. 2010. Insulin Therapy I the Dog and Cat (Proceedings).
http://veterinarycalendar.dvm360.com/insulin-therapy-dog-and-cat-
proceedings.[online] Diakses 8 Oktober 2017.
Gritter, R J., J. M. Bobbit., A. E. Schwarting. 1991. Pengantar Kromatografi.
Institut Teknologi Bandung : Bandung
Guyton A. C., Hall J. E. 2006. Textbook of Medical Physiology, 11th Ed. Elsevier :
Philladelpia
Harapan. Jamil KF. Hayati Z. Muhammad I. 2010. Peran Puasa Dalam
Remodelling Sel Enteroendokrin Untuk Mencegah Diabetes Mellitus Tipe
2. JIMKI vol 1 (1): 36-40
42

Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia : Penuntun Cara Modern Menganalisis


Tumbuhan, terjemahan Kosasih Padmawinatadan Iwang Soediro. Institut
Teknologi Bandung : Bandung
Haryoto, Humairah, Tanti Azizah S, Andi Suhendi, Muhtadi. 2015. Efek
Pemberian Ekstrak Etanol Daun Tumbuhan Sala (Cynometra Ramiflora
Linn.) Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Pada Tikus Jantan
Galur Wistar Yang Diinduksi Aloksan. Universitas Muhhammadiyah
Surakarta : Surakarta
Huang, Alice. 2012. Canine Diabetes Mellitus. Purdue University : USA
Hery, Winarsi. 2006. Isoflavon : Berbagai Sumber, Sifat, Dan Manfaatnya
Padapenyakit Degenerative. Gadjah Mada university Press : Yogyakarta
Jackson, 2011. What is a Laboratory Mouse.
https://www.sciencedaily.com/releases/2011/05/110529184047.htm[online
]. Diakses pada 28 April 2017.
Jasin, Maskoeri. 1992, Zoologi Vertebrata Untuk Perguruan Tinggi. Sinar Wijaya
: Surabaya
Kanazawa K, Sakakibara H. 2000. High Content of Dopamine, A Strong
Antioxidant in Cavendish Banana. J Agric Food Chem. 25 (3):844-48
Kaneto et al., 1999. Benefical effect of Antioxidants in Diabetic Possible
Protection of Pancreatic B-Cells Against Glucose Toxicity.
http://diabetes.diabetesjournals.org/cgi/reprint/48/12/2398.pdf.[online].
(Diakses pada 15 Agustus 2017).
Karam, John H. 2002 Hormon Pankreas & Obat Antidiabetes, Dalam Katzung,
Bertram G. Farmakologi Dasar dan klinik I Edisi 8. Salemba Empat :
Jakarta
Kumar, E., K. Rames, and A. Kasivis. 2005. Hipoglycemia and
Antihyperglicemia Effect of Gmelina asiatatica Linn. Normaland
Pharmaceutica Science
Kumari, M dan Jain, S. 2012. Tannins : An Antinutrient with Positive Effect to
Manage Diabetes. Research Journal of Recent Science. Vol 1(12) : 70 - 1
Kurniawan JC, Suryanto E, Yudistira A. 2013. Analisis fitokimia dan uji aktivitas
antioksidan dari kulit buah pisang goroho (Musa acuminate L). Jurnal
Ilmiah Farmasi. Vol 2 (03):34–9.
Kusumawati, D., 2004. Bersahabat Dengan Hewan Coba. Gadjah Mada
University Press : Yogyakarta
Lenzen S. 2008. The Mechanism of Alloxan and Streptozotocin Induced Diabetes.
Diabetologia 2008 51:216–226 DOI 10.1007/s00125-007-0886-7
Litbang. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Pisang.
Kementerian Pertanian Repunlik Indonesia : Jakarta
Mahapatra, A.K. and C.N. Nguyen. 2009. Dying Of Medical Plant. ISHS Acta
Holticulturae 756: Internasional Symposium on Medical and
Neutraceutical Plants
43

Mostafavinia, Ataroalsadat. Abdodlah Amini, Seyed Kamran G. Ramin Pouriran.


Mohammad Bayat. 2016. The effect od dosage and the routes od
administrations of streptozotocin and alloxan on induction rate of type 1
diabetes mellitus and mortality rate in rats. Shahid Beneshti University :
Iran. Journal Lab Anim Res 2016: 32(3), 160-165 ISSN 2233-7660
Muliani, H. 2011. Pertumbuhan Mencit (Mus musculus L) Setelah Pemberian Biji
Jaraj Pagar (Jatropha Curcas) White Mouse (Mus musculus L) Growth
Exposed To Barbados Nut's Seed. Journal Bioma, 73-79.
Murray, R. K., Granner, D. K., & Rodwell, V. W.2009. Biokimia harper (27 ed.)
Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta
Nelson, RW. 2000. Oral Medications for Treating Diabetes Mellitus in Dogs and
Cats. Pubmed J Small Anim Pract 2000 Nov : 41 (11) 486-90
Ophardt, Charles E. 2003. Overview od Crbohydrate Metabolism.
http://chemistry.elmhurst.edu/vchembook/600glycolysis.html[online].
Diakses Pada 1 November 2017.
Pasaribu, Ronald. Salomo Hutahaean. Syafruddin Ilyas. 2015. Uji
Antihiperglikemika Ekstrak Etanol Daun Kembang Bulan (Tithonia
diversifolia) pada Mencit (Mus musculus) yang diinduksi Diabetes
Dengan Aloksan. Universitas Sumatera Utara : Sumatera Utara. Jurnal
Biosains Vo. 1 No. 2 Agustus 2015 ISSN 2443-1230 (print) ISSN 2460-
6804(online).
Peter, W. L. 1976. The Laboratory Mouse. Edinburg : New York
Petrie, Aviva and Caroline Sabin. 2009. Medical Statistics at a Glance Third
Edition. Wiley Clackwell : London
Prakash, A. 2001. Antioksidant Activity. Journal Medallions Laboratories Vol 19
(2) : 1-4
Pramono, S. 2006. Penanganan Pasca Panen Dan Pengaruhnya Terhadap Efek
Terapi Obat Alami. Prosiding Seminar nasional Tumbuhan Obat Indonesia
XXVIII : Bogor
Price SA, Wilson LM. 2012. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,
Edisi Ke-6. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta
Purwaningdyah, Y. G., Widyaningsih, T. D. and Wijayanti, N. 2015. Efektivitas
Ekstrak Biji Pepaya (Carica papaya L.) Sebagai Antidiare pada Mencit
yang Diinduksi Salmonella typhimurium. Jurnal Pangan dan
Agroindustri, 3(4) pp.1283-1293.
Puspati, NKS. Anthara MS., Dharmayudha AAGO. 2013. Pertambahan Bobot
Bada Tikus Diabetes Dengan Pemberian Ekstrak Etanol Buah Naga
Daging Putih. Indoneisa Medicus Veterinus 2013 journal vol 2 (2) : 224-
34
Ramaiah, A. 2013. Antidiabetic Activity of Methanolis Extract of Memecylon
Malabarium Cogn (Melastomataceae) Leaves. Journal Int J Pharm Bio Sci
(P) 822-828. ISSN : 0975-6255
44

Rao, A. Gurfinkel. 2000. The Bioactivity of Saponins Triterpenoid and Steroidal


Glycosides. Drugs Metab Grug Interact : 211 - 35
Razak, M. S. A. 2009. Ultrasonic Extraction of Antioxidant Compound from Red
Pitaya. Faculty of Chemical and Natural Resources Engineering
University Malaysia : Pahang Malaysia
Rita, Rauza Sukma. Eti Yerizel. Nursal Asbiran. Husnil Kadri. 2009. Pengaruh
Ekstrak Mengkudu Terhadap Kadar Melondialdehid Darah dan Aktivitas
katalase Tikus DM yang Diinduksi Aloksan. Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas : Padang
Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Edisi ke 4.
Terjemahan Koasasih Padmawinata. ITB Press : Bandung
Roder, Pia V. Bigbing Wu, Yixian Liu, Weiping Han. 2016. Pancreatic
Regulation of Glucose Homeostasis. Journal Exp Mol Med. 2016 Mar vol
48(3) : e219
Rosdiana, Nurul F. 2013. Uji Efek Antihiperglikemik Ekstrak Etil Asetat Lumut
Hati (Mastigophora diclados) Dengan Metode Induksi Aloksan [skripsi]
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah : Jakarta
Rucinsky, Renee. Audrey Cook, Steve Haley, Richard Nelson, Debra L. Zoran,
Melanie Poundstone. 2010. Diabetes Management Guideline for Dogs and
Cats. Journal of the American Animal Hospital Association Journal 2010;
46:215-224.
Rukmana R. 1999. Usaha Tani Pisang. Kanisius.: Yogyakarta
Ryanata E. 2014. Kadar Tanin Dari Kulit Buah Pisang Kepok Masak (Musa
acuminate ). Journ4 (1):1–16.
Santos, H.M., C. Lodeiro, J.L. Capelo-Martinez. 2009. The Power of Ultrasound
In : J.L. Capelo-Martinez (Ed ). Ultrasound in Chemistry: Analytical
Applications. WILEY-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA, Weinhei, p.
Saraswati, Faradhila N. 2015. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol 96%
Limbah Kulit Pisang Kepok Kuning (Musa balbiasiana) Terhadap Bakteri
Penyebab Jerawat (Staphylococcus epidemidis, Staphylococcus aureus,
dan Propionibacterium acne) [skripsi]. UIN Syarif Hidayatullah : Jakarta
Satriany, Putri. 2010. Pengaruh Pemberian Ekstrak Herba Daun Sendok
(Plantago major L.) Terhadap Kadar Glukosa Darah Mencit Balb/c
Induksi Streptozotocin [skripsi]. Universitas Sebelas Maret : Surakarta
Satuhu, S., Supriyadi A. 2001. Pisang Budidaya, Pengolahan, dan Prospek Pasar.
Penebar Swadaya : Jakarta
Setiawan B, Suhartono. 2005. Stress Oksidatif dan Peran Antioksidan pada
Diabetes Mellitus. Majalah Kedokteran Indonesia Vol 5 No 2
Sherwood L. 2001. Organ Endokrin Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem Edisi
2. Ahli bahasa Beagm U. Pendit. EGC : Jakarta
Shimada T, Akase T, Kosugi M, Aburada M. 2009. Preventive effect of
boiogitoon metabolic disorders in the Tsod mouse, a model of spontaneous
45

obese type II Diabetes Mellitus. Evidence-Based Complementary and


Alternative Medicine. Journal 11(2):1–8.
Sighal M, Ratra P. 2013. Antioxidant Activity, Total Flavonoid and Total
Phenolic Content of Musa acuminata Peel Exctracts. Global J. Pharmacol.
7(2):188-22.
Someya S, Yoshiki Y, Okubo K. 2002. Antioxidant Compounds From Banana
(Musa cavendish). Journal Food Chemistry. 79(3):351-4.
Suharmiati, 2003. Pengujian Bioaktivitas Anti Diabetes Mellitus Tumbuhan Obat.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pelayanan dan Teknologi Kesehatan.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia : Surabaya
Suherman S.K. 2007. Insulin dan Antidiabetik Oral. In: Gunawan S.G. (Ed):
Farmakologi Dasar dan Klinik. : Jakarta
Sujono, T. A. dan Munawaroh, R., 2009, Antraksi Quercetin dengan
Tolbutamid: Kajian Terhadap Perubahan Kadar Glukosa Darah pada
Tikus Jantan yang Diinduksi Aloksan, Jurnal Penelitian Sains &
Teknologi, 10 (2) : 121–129.
Supriyanti, F. M. T., Hokcu Suanda, Riska Rosdiana. 2015. Pemanfaatan Ekstrak
Kulit Pisang Kepok (Musa bluggoe) Sebagai Sumber Antioksidan Pada
Produksi Tahu. Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan ISBN : 978-602-
73159-0-7
Susanti, Lina. 2006. Perbedaan Penggunaan Jenis Kulit Pisang Terhadap
Kualitas Nata. Skripsi Sarjana Universitas Negeri Semarang : Semarang.
Suyanti dan Supriyadi, Ahmad. 2008. Pisang Budidaya, Pengolahan, dan Prospek
Pasar edisi Revisi. Penebar Swadaya : Jakarta
Syamsuni, H., A. 2006. Ilmu Resep. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta
Szkudelski, T., 2001. The Mechanishm of Alloxan and streotozotocin Action in β
Cells of the Rat pankreas. Physiology research, 50 : 536-54.
Tandra, Hans. 2007. Panduan Lengkap Mengenal dan Mengatasi Diabetes
dengan Cepat dan Mudah. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta
Tjitrosoepomo, Gembong. 2007. Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
Valmayor, R. V., Jamaluddin, S. H. Silayoi, B., Kusumo, S., Danh, L. D., Pascua,
O. C., Espino, R. R. C. 1994. Banana Cultivar Names and Synonyms in
Southeast Asia. International Network for the Improvement of Banana and
Plantain : Asia and the Pacific Office, Los Banos, Laguna, Philippines.
Voight, R., 1994. Buku Pengantar Teknologi Farmasi diterjemahkan Oleh
Soedani N. Edisi V. Universitas Gadjah Mada University Press :
Yogyakarta
Watkins, D., Cooperstein SJ., Lazarow. 2008. A. Effect of Alloxan on
Permeability Ofpancreatic Islet Tissue In Vitro.
http://ajplegacy.physiology.org/cgi/content/abstract/207/2/436[Online].
Diakses pada 7 Februari 2017.
46

Widowati W. 2008. Potensi Antioksidan sebagai Antidiabetes. JKM (7(2) : 1-10.


Winangsih. Prihastanti, Erma. Parman, Sarjana. 2013. Pengaruh Metode
Pengeringan Terhadap Kualitas Simplisia Lempuyang Wangi (Xingiber
aromaticum L.). Universitas Diponegoro : Semarang
Wu, Hongmei. Feng X., Junjie H., Ye Y., Xiangpei W., 2015. Antihyperglycemic
Activity of Banana (Musa nana Lour.) Peel and Its Active Ingredients in
Alloxan – Induced Diabetic Mice. Atlantis Press : China
Yokuzawa, T. Cho E J. Park C. H. Kim, H. J. 2012. Rivies Article Protective
Effect of Proanthocyanidin Agaisnst Diabetic Oxidative Stress. Evidence-
Based Complementary and Alternative Medicine Vol 22 91998):204
Yoshikawa, Masayuki, Hisashi Matsuda. 2006. Traditional Medicines for Modern
Times Antidiabetic Plants : Saponin. CRC Press : Japan
Yuriska, F. A. 2009. Efek Aloksan Terhadap Kadar Glukosa Darah Tikus Wistar.
Universitas Diponegoro : Semarang
Zou,T.B., M. Wang, R.Y. Gan dan W.H. Ling. 2011. Optimization of
UltrasoundAssisted Extraction of Anthocyanins from Mulberry, Using
Response Surface Methodology. International Journal of Molecular
Sciences. 12.
47

LAMPIRAN 1
PERHITUNGAN DOSIS

1. Perhitungan Dosis Aloksan


Dosis aloksan pada tikus 150mg/kgBB injeksi subkutan
Pada tikus 200g = (200g/1000g) x 150mg/kgBB
= 30mg/tikus 200gr
Faktor Konversi dari tikus 200gr ke mencit 20gr = 0,14
Pada mencit 20gr = 30mg x 0,14
= 4,2mg/mencit 20gr
Dosis tiap 1 kg mencit = 1000/20 x 4,2 mg
= 210 mg/kgBBmencit
Rata – Rata Berat Mencit 27 gr
Dosis untuk mencit 27 gr = (27 gr/20gr) x 4,2 mg
= 5,67 mg/mencit
Jumlah mencit yang akan diinduksi 20 ekor
Aloksan yang dibutuhkan = 5,67 x 20 = 113,4 mg dilarutkan dalam 2 ml
aqudest steril. Volume injeksi 0,1ml/ mencit.

2. Perhitungan Dosis Metformin


Dosis aloksan pada tikus 100mg/kgBB 1 kali sehari
Pada tikus 200g = (200g/1000g) x 100mg/kgBB
= 20mg/tikus 200gr
Faktor Konversi dari tikus 200gr ke mencit 20gr = 0,14
Pada mencit 20gr = 20mg x 0,14
= 2,8mg/mencit 20gr
Dosis tiap 1 kg mencit= 1000/20 x 2,8 mg
= 140 mg/kgBBmencit
Rata – rata Berat Mencit 27 gr
Dosis untuk mencit 27 gr = 140 mg/kgBBmencit x 0,027gr
= 3,78 mg/mencit
Sediaan metformin yang digunakan Tablet 500mg
Metformin Tablet 500mg dibagi 5 menjadi 100mg metformin digerus halus lalu di
tambahkan 10 ml Na CMC 1% dicampur hinggga homogen
Pemakaian pada mencit adalah = 3,78/100 x 10 ml = 0,378ml
48

LAMPIRAN 2
HASIL UJI STATISTIK

1. Deskriptif
a. GDP0

b. GDP1

c. GDP2

d. GDP3

e. GDP4
49

2. Hasil Uji Normalitas


a. GDP0

b. GDP1

c. GDP2

d. GDP3

e. GDP4
50

3. Hasil Uji Homogency


a. GDP0

b. GDP1

c. GDP2

d. GDP3

e. GDP4
51

4. Hasil Uji Anova


a. GDP0

b. GDP1

c. GDP2

d. GDP3

e. GDP4
52

5. Hasil Uji Post Hoc LSD


a. GDP0
Multiple Comparisons
Nilai_Gula_Darah
LSD
(I) (J) 95% Confidence Interval
Perlaku Perlaku Mean Difference
an an (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
TP KN 5.250 6.602 .437 -8.62 19.12
KP -6.500 6.602 .338 -20.37 7.37
P1 2.000 6.602 .765 -11.87 15.87
P2 2.250 6.602 .737 -11.62 16.12
P3 6.500 6.602 .338 -7.37 20.37
KN TP -5.250 6.602 .437 -19.12 8.62
KP -11.750 6.602 .092 -25.62 2.12
P1 -3.250 6.602 .628 -17.12 10.62
P2 -3.000 6.602 .655 -16.87 10.87
P3 1.250 6.602 .852 -12.62 15.12
KP TP 6.500 6.602 .338 -7.37 20.37
KN 11.750 6.602 .092 -2.12 25.62
P1 8.500 6.602 .214 -5.37 22.37
P2 8.750 6.602 .202 -5.12 22.62
P3 13.000 6.602 .065 -.87 26.87
P1 TP -2.000 6.602 .765 -15.87 11.87
KN 3.250 6.602 .628 -10.62 17.12
KP -8.500 6.602 .214 -22.37 5.37
P2 .250 6.602 .970 -13.62 14.12
P3 4.500 6.602 .504 -9.37 18.37
P2 TP -2.250 6.602 .737 -16.12 11.62
KN 3.000 6.602 .655 -10.87 16.87
KP -8.750 6.602 .202 -22.62 5.12
P1 -.250 6.602 .970 -14.12 13.62
P3 4.250 6.602 .528 -9.62 18.12
P3 TP -6.500 6.602 .338 -20.37 7.37
KN -1.250 6.602 .852 -15.12 12.62
KP -13.000 6.602 .065 -26.87 .87
P1 -4.500 6.602 .504 -18.37 9.37
P2 -4.250 6.602 .528 -18.12 9.62
53

b. GDP1

Multiple Comparisons
Nilai_Gula_Darah
LSD
(I) (J) 95% Confidence Interval
Perlaku Perlaku Mean Difference
an an (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
TP KN -336.000* 17.881 .000 -373.57 -298.43
KP -335.500* 17.881 .000 -373.07 -297.93
P1 -338.500* 17.881 .000 -376.07 -300.93
P2 -331.000* 17.881 .000 -368.57 -293.43
P3 -335.250* 17.881 .000 -372.82 -297.68
KN TP 336.000* 17.881 .000 298.43 373.57
KP .500 17.881 .978 -37.07 38.07
P1 -2.500 17.881 .890 -40.07 35.07
P2 5.000 17.881 .783 -32.57 42.57
P3 .750 17.881 .967 -36.82 38.32
KP TP 335.500* 17.881 .000 297.93 373.07
KN -.500 17.881 .978 -38.07 37.07
P1 -3.000 17.881 .869 -40.57 34.57
P2 4.500 17.881 .804 -33.07 42.07
P3 .250 17.881 .989 -37.32 37.82
P1 TP 338.500* 17.881 .000 300.93 376.07
KN 2.500 17.881 .890 -35.07 40.07
KP 3.000 17.881 .869 -34.57 40.57
P2 7.500 17.881 .680 -30.07 45.07
P3 3.250 17.881 .858 -34.32 40.82
P2 TP 331.000* 17.881 .000 293.43 368.57
KN -5.000 17.881 .783 -42.57 32.57
KP -4.500 17.881 .804 -42.07 33.07
P1 -7.500 17.881 .680 -45.07 30.07
P3 -4.250 17.881 .815 -41.82 33.32
P3 TP 335.250* 17.881 .000 297.68 372.82
KN -.750 17.881 .967 -38.32 36.82
KP -.250 17.881 .989 -37.82 37.32
P1 -3.250 17.881 .858 -40.82 34.32
P2 4.250 17.881 .815 -33.32 41.82
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
54

c. GDP2
Multiple Comparisons
Nilai_Gula_Darah
LSD
(I) (J) 95% Confidence Interval
Perlakua Perlakua Mean Difference (I-
n n J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
TP KN -470.750* 12.036 .000 -496.04 -445.46
KP -282.250* 12.036 .000 -307.54 -256.96
P1 -478.750* 12.036 .000 -504.04 -453.46
P2 -437.750* 12.036 .000 -463.04 -412.46
P3 -369.750* 12.036 .000 -395.04 -344.46
KN TP 470.750* 12.036 .000 445.46 496.04
KP 188.500* 12.036 .000 163.21 213.79
P1 -8.000 12.036 .515 -33.29 17.29
P2 33.000* 12.036 .013 7.71 58.29
P3 101.000* 12.036 .000 75.71 126.29
KP TP
282.250* 12.036 .000 256.96 307.54

KN -188.500* 12.036 .000 -213.79 -163.21


P1 -196.500* 12.036 .000 -221.79 -171.21
P2 -155.500* 12.036 .000 -180.79 -130.21
P3 -87.500* 12.036 .000 -112.79 -62.21
P1 TP
478.750* 12.036 .000 453.46 504.04

KN 8.000 12.036 .515 -17.29 33.29


KP 196.500* 12.036 .000 171.21 221.79
P2 41.000* 12.036 .003 15.71 66.29
P3 109.000* 12.036 .000 83.71 134.29
P2 TP
437.750* 12.036 .000 412.46 463.04

KN -33.000* 12.036 .013 -58.29 -7.71


KP 155.500* 12.036 .000 130.21 180.79
P1 -41.000* 12.036 .003 -66.29 -15.71
P3 68.000* 12.036 .000 42.71 93.29
P3 TP
369.750* 12.036 .000 344.46 395.04

KN -101.000* 12.036 .000 -126.29 -75.71


KP 87.500* 12.036 .000 62.21 112.79
P1 -109.000* 12.036 .000 -134.29 -83.71
P2 -68.000* 12.036 .000 -93.29 -42.71
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
55

d. GDP3

Multiple Comparisons
Nilai_Gula_Darah
LSD
(I) (J) 95% Confidence Interval
Perlaku Perlaku Mean Difference
an an (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
TP KN -387.750* 9.830 .000 -408.40 -367.10
KP -26.250* 9.830 .016 -46.90 -5.60
P1 -242.250* 9.830 .000 -262.90 -221.60
P2 -164.500* 9.830 .000 -185.15 -143.85
P3 -73.250* 9.830 .000 -93.90 -52.60
KN TP 387.750* 9.830 .000 367.10 408.40
KP 361.500* 9.830 .000 340.85 382.15
P1 145.500* 9.830 .000 124.85 166.15
P2 223.250* 9.830 .000 202.60 243.90
P3 314.500* 9.830 .000 293.85 335.15
KP TP 26.250* 9.830 .016 5.60 46.90
KN -361.500* 9.830 .000 -382.15 -340.85
P1 -216.000* 9.830 .000 -236.65 -195.35
P2 -138.250* 9.830 .000 -158.90 -117.60
P3 -47.000* 9.830 .000 -67.65 -26.35
P1 TP 242.250* 9.830 .000 221.60 262.90
KN -145.500* 9.830 .000 -166.15 -124.85
KP 216.000* 9.830 .000 195.35 236.65
P2 77.750* 9.830 .000 57.10 98.40
P3 169.000* 9.830 .000 148.35 189.65
P2 TP 164.500* 9.830 .000 143.85 185.15
KN -223.250* 9.830 .000 -243.90 -202.60
KP 138.250* 9.830 .000 117.60 158.90
P1 -77.750* 9.830 .000 -98.40 -57.10
P3 91.250* 9.830 .000 70.60 111.90
P3 TP 73.250* 9.830 .000 52.60 93.90
KN -314.500* 9.830 .000 -335.15 -293.85
KP 47.000* 9.830 .000 26.35 67.65
P1 -169.000* 9.830 .000 -189.65 -148.35
P2 -91.250* 9.830 .000 -111.90 -70.60
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
56

e. GDP4

Multiple Comparisons
Nilai_Glukosa_Darah
LSD
(I) (J) 95% Confidence Interval
Perlaku Perlaku Mean Difference
an an (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
TP KN -305.000* 15.849 .000 -338.30 -271.70
KP 9.000 15.849 .577 -24.30 42.30
P1 -182.500* 15.849 .000 -215.80 -149.20
P2 -106.000* 15.849 .000 -139.30 -72.70
P3 -16.000 15.849 .326 -49.30 17.30
KN TP 305.000* 15.849 .000 271.70 338.30
KP 314.000* 15.849 .000 280.70 347.30
P1 122.500* 15.849 .000 89.20 155.80
P2 199.000* 15.849 .000 165.70 232.30
P3 289.000* 15.849 .000 255.70 322.30
KP TP -9.000 15.849 .577 -42.30 24.30
KN -314.000* 15.849 .000 -347.30 -280.70
P1 -191.500* 15.849 .000 -224.80 -158.20
P2 -115.000* 15.849 .000 -148.30 -81.70
P3 -25.000 15.849 .132 -58.30 8.30
P1 TP 182.500* 15.849 .000 149.20 215.80
KN -122.500* 15.849 .000 -155.80 -89.20
KP 191.500* 15.849 .000 158.20 224.80
P2 76.500* 15.849 .000 43.20 109.80
P3 166.500* 15.849 .000 133.20 199.80
P2 TP 106.000* 15.849 .000 72.70 139.30
KN -199.000* 15.849 .000 -232.30 -165.70
KP 115.000* 15.849 .000 81.70 148.30
P1 -76.500* 15.849 .000 -109.80 -43.20
P3 90.000* 15.849 .000 56.70 123.30
P3 TP 16.000 15.849 .326 -17.30 49.30
KN -289.000* 15.849 .000 -322.30 -255.70
KP 25.000 15.849 .132 -8.30 58.30
P1 -166.500* 15.849 .000 -199.80 -133.20
P2 -90.000* 15.849 .000 -123.30 -56.70
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
57

Rata – Rata Kadar Glukosa Darah, Standar Deviasi dan Hasil Uji LSD

KELOMPOK Rata – Rata Kadar Glukosa Darah ± SD (mg/dl)


GDP0 GDP1 GDP2 GDP3 GDP4
TP 89,25 ± 94,25 ± 99,50 ± 103,25 ± 102,25 ±
5,360 a 4,608 a 2,255 a 2,626 a 6,047 a
KN 84,00 ± 430,25 570,25 ± 491,00 ± 407,25 ±
a b
4,916 ±14,969 b 13,817 b 6,940 18,103 b
KP 95,75 ± 429,75 381,75 ± 129,50 ± 93,25 ±
a c
4,029 ±16,879 b 11,294 c 5,951 2,394 a
P1 87,25 ± 432,75 ± 578,25 ± 345,50 ± 284,75 ±
a d
5,202 8,390 b 6,688 b 7,794 11,003 c
P2 87.00 ± 425,25 ± 537,25 ± 267,75 ± 208,25 ±
a e
1,958 14,407 b 6,524 d 8,479 13,829 d
P3 82,75 ± 429,50 ± 469,25 ± 176,50 ± 118,25 ±
a f
5,543 12,292 b 4,871 e 8,170 8,440 a
*Keterangan : a,b, c, d, e, f yang berbeda menandakan perbedaan signifikansi
(p<0,05)
58

LAMPIRAN 3
DOKUMENTASI PENELITIAN

A. Pembuatan Ekstrak Etanol Kulit Pisang Mas

Buah Pisang Mas Mesin Herbs Drayer Pengeringan Kulit


Pisang Mas

Simplisia Kulit Pisang Proses Sonikasi Ekstrak Cair Kulit


Mas Pisang Mas

Rotary Evaporator Hasil Ekstrak Etanol


Kulit Pisang Mas
59

B. Pembuatan Larutan Konsentrasi

Penimbangan Na Cmc Aquadest Hangat Larutan Na Cmc 1%

Ekstrak Etanol Kulit Ekstrak Etanol Kulit Pisang Mas Berbagai


Pisang Mas 25% Konsentrasi

C. Pengujian

Penimbangan Mencit Glucometer Nesco Pengadaptasian Hewan Uji


60

Pengukuran Kadar Glukosa Darah Awal

Alloxan Monohydrate Aquadest steril

Penyuntikan Aloksan Rute Subkutan Pada Hewan Uji


61

Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah Puasa Selama Perlakuan

Pemberian ekstrak etanol kulit Pisang Mas Konsentrasi 1%, 5% dan 25%

Hasil Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah Puasa pada Hewan Uji


62

LAMPIRAN 4
HASIL UJI FITOKIMIA
63

LAMPIRAN 5
HASIL DETERMINASI PISANG
64

Anda mungkin juga menyukai