Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS

SISTEMIK LUPUS ERITEMATOSUS

Oleh:
dr. Susana Christina Lopez Kabosu

Pembimbing Laporan Kasus:


dr. Luh Putri Wulandari, M.Biomed, Sp. PD

Pembimbing Internship
dr. Ni Ketut Sri Aryani

RSUD NAIBONAT KABUPATEN KUPANG


PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
2019

2
BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit tidak menular di ketahui sebagai faktor penyebab kematian tahun


2012. secara global, di perkirakan 56 juta orang meninggal karena hal tersebut.
saat ini angka kejadian penyakit tidak menular semakin meningkat, salah satunya
adalah Lupus eritematosus sistemik (LES).(1) Penyakit LES merupakan penyakit
inflamasi autoimun kronis dengan etiologi yang belum di ketahui serta manifestasi
klinis, perjalanan penyakit dan prognosis yang sangat beragam 2. Penyakit
autoimun adalah istilah yang digunakan saat sistem imunitas atau kekebalan tubuh
seseorang menyerang tubuhnya sendiri. Sistem kekebalan tubuh pada penyakit
LES akan mengalami kehilangan kemampuan untuk melihat perbedaan antara
substansi asing (non-self) dengan sel dan jaringan tubuh sendiri (self). (1)
Insiden tahunan LES di Amerika Serikat sebesar 5,1 per 100.000
penduduk, sementara prevalensi LES di Amerika dilaporkan 52 kasus per 100.000
penduduk, dengan rasio jender wanita dan laki- laki antara 9-14 : 1. Di Indonesia
jumlah penderita LES belum di ketahui. Prevalensi LES di masyarakat
berdasarkan survey yang dilakukan Prof. Handono Kalim, dkk di Malang
memperlihatkan angka sebesar 0,5% terhadap total populasi.(2,3) Belum terdapat
data epidemiologi LES yang mencakup semua wilayah Indonesia. Data tahun
2002 di RSUP Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, didapatkan 1,4% kasus
LES dari total kunjungan pasien di poliklinik Reumatologi Penyakit Dalam,
sementara di RS Hasan Sadikin Bandung terdapat 291 pasien LES atau 10,5%
dari total pasien yang berobat ke poliklinik reumatologi selama tahun 2010.
Berdasarkan data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) online, pada tahun 2016
terdapat 858 rumah sakit yang melaporkan datanya. Jumlah ini meningkat dari 2
tahun lalu, dimana terdapat 2.166 pasien rawat inap yang di diagnosis LES dengan
550 pasien di antaranya meninggal dunia.(1)
Peningkatan jumlah kasus LES perlu di waspadai oleh masyarakat dengan
memberi perhatian khusus karena diagnosis LES tidak mudah dan sering
terlambat. LES merupakan penyakit inflamasi autoimun kronis yang belum jelas

3
penyebabnya dan memiliki sebaran gambaran klinis yang luas dan tampilan
perjalanan penyakit yang beragam. Hal ini menyebabkan sering terjadi kekeliruan
dalam mengenali penyakit LES sampai dengan menyebabkan keterlambatan
dalam diagnosis dan penatalaksanaan kasus.
Manifestasi klinis LES sangat luas, meliputi keterlibatan kulit, dan
mukosa, sendi, darah, jantung, paru, ginjal, susunan saraf pusat (SSP) dan sistem
imun. Dilaporkan bahwa pada 1000 pasien yang diikuti selama 10 tahun,
manifestasi klinis terbanyak berturut- turut adalah arthritis sebesar 48,1%, ruam
malar 31,1%, nefropati 27,9%, fotosensitifity 22,9%, keterlibatan neurologik
19,4%, dan demam 16,6%. Sedangkan manifestasi klinis yang jarang dijumpai
adalah miositis 4,3%, ruam discoid 7,8%, anemia hemolitik 4,8%, dan lesi
subkutaneus akut 6,7%.(4)
Survival rate 5 tahun pasien LES di RSCM adalah 88% dari pengamatan
terhadap 108 orang pasien LES yang berobat dari tahun 1990-2002. Angka
kematian pasien dengan LES hampir 5 kali lebih tinggi dibandingkan populasi
umum. Pada tahun-tahun pertama mortalitas LES berkaitan dengan aktifitas
penyakit dan infeksi ( termasuk infeksi M. tuberculosis, virus, jamur dan
protozoa, sedangkan dalam jangka panjang berkaitan dengan penyakit vaskular
aterosklerosis.(5)
Diagnosis LES yang tidak mudah dan sering terlambat dan diperlukan
pemeriksaan dan penanganan yang multidisiplin, sehingga di angkatlah kasus ini,
seorang penderita dengan kecurigaan LES.

4
BAB 2
LAPORAN KASUS

II.1 IDENTIFIKASI
• Nama : Tn. JDW
• Umur : 22 tahun
• Jenis kelamin : Laki-laki
• Alamat : Oesao
• Status : Belum Menikah
• Agama : Kristen Protestan
• MRS : 20 Februari 2019 15.00
• No RM : 060214

II.2 ANAMNESA
Keluhan utama
Sesak napas sejak 1 bulan lalu.
Riwayat perjalanan penyakit
Pasien datang dengan keluhan sesak sejak 1 bulan lalu, sesak semakin
memberat, sesak terus menerus dan mengganggu aktifitas, sesak di perberat
dengan aktifitas dan tidur terlentang dan agak sedikit berkurang dengan posisi
setengah duduk. Selain itu pasien juga mengeluh wajah dan kaki mulai bengkak,
kemerahan di daerah pipi dan nyeri seluruh tubuh di rasakan dalam 1 minggu
terakhir SMRS, keluhan di rasakan terus menerus, tidak menghilang dengan
istirahat, keluhan ini sangat mengganggu aktifitas pasien. Selain itu juga pasien
mengalami luka di daerah mulut sejak 1 minggu ini.
Riwayat batuk lama di sangkal pasien, riwayat kontak dengan pasien
TB (-), riwayat merokok (+), riwayat trauma tumpul (-). Keluhan lain
seperti nyeri kepala (-), riw. Terjatuh/trauma (-), BAK seperti teh (-), BAB seperti
dempul atau petis (-), keringat malam (-).

5
Riwayat penyakit dahulu:
a. Riwayat DM disangkal
b. Riwayat HT disangkal
c. Riwayat maag disangkal
d. Riwayat penyakit jantung dan ginjal disangkal
Riwayat penyakit keluarga
Dikeluarga pasien tidak ada yang mengeluhkan keluhan seperti pasien,
DM disangkal, HT disangkal, penyakit jantung (-).
Riwayat Penyakit Lingkungan Sosial
Minum jamu (-), Merokok (+).
II.3 PEMERIKSAAN FISIK (4/02/ 2019)
Keadaan umum
Keadaan umum : sadar, tampak sakit sedang
GCS : E4V5M6
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Nadi : 140 kali/menit, pulsus paradoksus (+)
Pernafasan : 36 kali/menit
Suhu : 36,60 C
Keadaan spesifik
Kulit
Warna kuning langsat, turgor kembali cepat, ikterus pada kulit (-), sianosis (-),
scar(-), keringat umum(-), keringat setempat (-), pucat pada telapak tangan dan
kaki (-), pertumbuhan rambut normal.
Terdapat kemerahan di area kedua pipi
KGB
Tidak ada pembesaran KGB pada daerah aksila, leher, inguinal dan sub mandibula
serta tidak ada nyeri penekanan.
Kepala
Bentuk oval, simetris, ekspresi sakit berat, warna rambut hitam dan deformasitas
(-).

6
Mata
Eksoftalmus dan endoftalmus (-), edema palpebra (-), konjungtiva palpebra pucat
(-), sklera ikterik (-), pupil isokor, reflek cahaya normal, pergerakan mata ke
segala arah sulit dievaluasi.
Hidung
Bagian luar tidak ada kelainan, septum dan tulang-tulang dalam perabaan baik,
tidak ditemukan penyumbatan maupun perdarahan, pernapasan cuping hidung(-).
Telinga
Tophi (-), nyeri tekan processus mastoideus (-),pendengaran normal.
Mulut
Tonsil tidak ada pembesaran, pucat pada lidah (-), atrofi papil (-),gusi berdarah
(-), stomatitis (+), rhagaden (-), bau pernapasan khas keton, faring tidak ada
kelainan.
Leher
Pembesaran kelenjar tiroid tidak ada, JVP (5-2)cmH20, kaku kuduk (-).
Dada
Bentuk dada simetris, nyeri tekan (-), nyeri ketok (-), krepitasi (-)
Paru-paru
I : Simetris, retraksi (-/-)
P : Stemfremitus kanan normal
P : Sonor
A: Vesikuler (+/+), wheezing (-), ronkhi (+/+)
Jantung
I : Iktus kordis tidak terlihat.
P : Iktus kordis tidak teraba, thrill (-).
P : Batas jantung normal
A : S1S2 tunggal, ireguler, murmur (-) , gallop (-) suara jantung menjauh
(+)
Perut
I : Datar dan tidak ada pembesaran,venektasi(-)

7
P : nyeri tekan (+) seluruh lapang perut, hepar tidak teraba, lien tidak
teraba, turgor kulit normal.
P : timpani
A: bising usus (+) normal
Alat kelamin
Tidak diperiksa

Extremitas atas
Eutoni, eutrophi, gerakan bebas, kekuatan +5, nyeri sendi(-), edema (-), jaringan
parut (-), pigmentasi normal, akral hangat, jari tabuh (-), turgor kembali cepat,
clubbing finger (-).
Extremitas bawah
Eutoni, eutrophi, gerakan bebas, kekuatan +5, nyeri sendi (-) pada lutut kanan,
edema pretibial(-/-), jaringan parut (-), pigmentasi normal, clubbing finger (-),
turgor kembali cepat, terdapat ulcus pada tumit kanan dan kiri

II. 4. PEMERIKSAAN PENUNJANG


DarahLengkap (20/2/2019)
Jenis Pemeriksaan Hasil
Hb 10,3 mg/dL
HCT 29,7 %
MCV 77,7 fL
MCH 27 pg
MCHC 34,7 g/dL
WBC 4,7 x103 /µL
RBC 3,82 x106 /µL
PLT 167x103 /µL
LED 52 mm/jam
HbsAg Negatif

21/2/21019
Pemeriksaan urin rutin
Pemeriksaan Hasil
Makroskopis

8
Warna Kuning tua
Bau Khas
Kejernihan Jernih
Sedimen Urin
Leukosit 2-4
Eritrosit >30
Epitel 5-7
Mikroskopis
Glukosa -
Protein 1 g (++)
Billirubin -
Uribilinogen + (34 umol/L)
Kejernihan Jernih
Ph 6,5
Berat Jenis 1.025
Darah 10 mg (+ + +)
Keton -
Nitrit Negatif (-)
Leukosit Negatif (-)

Pemeriksaan Elektrolit 20/2/2019

Pemeriksaan Hasil pemeriksaan


Natrium 134
Kalium 3,9
Klorida 106
Pemeriksaan EKG

9
Pemeriksaan Rongten Thoraks

II.5 DIAGNOSIS
Suspek LES
Suspek efusi perikard
Suspek lupus nefritis
Suspek sindrom nefrotik sekunder
II.7 PENATALAKSANAAN
 IGD: ( konsul Sp.PD)

10
 IVFD NS 20 tpm
 O2 2-3 lpm Nk
 Diet TKTP
 Ceftriaxone 2x1 gram (IV)
 Fluconazole 1x150 mg
 Methyl prednisone 500 mg dalam NS 100 CC/24 jam
 Omeprazole 2x40mg (iv)
 Drip Furosemid 5 mg/jam FR 2,5 cc/jam ( 100 mg furosemide dalam 50
cc NS (siringe pump)
 Monitor tensi
 Pasang DC

22 Februari 2019

Subject Object Assesment Planning Planning Tx

Dx
Sesak KU: Lemah - Suspek Rujuk Visite dr Wulan
berkurang, GCS: E4M5V6 SLE Sp,PD:
Nyeri TD Suspek efusi IVFD NS 8 tpm
uluhati (+) 120/70mmHg perikard, suspek Diet TKTP
mual (-) N 119x/menit lupus nefritis Drip furosemide
muntah (-) t 36 c - Suspek 5 mg/jam
GDP: RR 28x/menit Sindrom Captopril 2x25
77mg/dL Mata: nefrotik mg
GD2PP: konj.anemis-/-, sekunder MP 500 mg
165mg/dL sclera ikterik-/- dalam NS 100
Keton : Pulmo: cc/24 jam (H2/3)
0,5 ves+/+,rh+/+,wh- Metoclopramide
mmol(+) /- 3 x10 mg (IV)
Cor: S1S2 Omeprazole
tunggal , 2x40mg (iv)
murmur(-),
gallop(-)
Abd: ascites (+),
Ext:akral hangat,
CRT<2 detik
Edema tungkai
+/+

11
23 Februari 2019

Subject Object Assesment Planning Dx Planning Tx


Sesak KU: Sedang - Suspek Rontgen Visite dr Wulan
berkurang, GCS: SLE Thoraks Sp,PD:
Nyeri ulu E4V5M6 Suspek efusi Dan cek IVFD Wida bes 8
hati (-), TD perikard, elektrolit tpm
111/70mmHg Suspek lupus Diet TKTP
N 124x/menit nefritk Drip Furosemide
t 36 c - suspek sesuai anjuran TS
RR 22x/menit Sindrom Anestesi
Mata: Nefrotik Captopril 2 x25 mg
konj.anemis-/ sekunder MP 500 mg dalam
-, sclera NS 100 cc H3/3
ikterik-/- Omeprazole
Pulmo: ves+/ 2x40mg (iv)
+,rh-/-,wh-/- Chana 4X2
Cor: S1S2 Methoclopramide
tunggal 3x10 mg (iv)
murmur(-),
gallop(-)
Abd: ascites
(+)
Ext:akral
hangat,
CRT<2 detik
Edema
tungkai +/+

25 Februari 2019

Subject Object Assesment Planning Planning Tx

Dx
Sesak KU: Baik Suspek SLE Visite dr Wulan
berkurang GCS: - suspek Sp,PD:
efusi
E4V5M6 perikard
BPL  control poli
TD 110/70 - suspek Interna RSU Johanes
mmHg lupus Furosemid 1x40 mg
N 120x/menit nefritik Captopril 2 x 25 mg
t 35,7 c Suspek MP 3 X 16 mg

12
RR 24x/menit sindrom Omeprazole 2 x 20
Mata: nefrotik mg
sekunder.
konj.anemis-/- Chana 4 x2
, sclera
ikterik-/-
Pulmo:
ves+/+,rh-/-,w
h-/-
Cor: S1S2
tunggal
murmur(-),
gallop(-)
Abd: distensi
(-), ascites (+),
BU(+)
Ext:akral
hangat,
CRT<2 detik
Edema
tungkai +/+

BAB III
PEMBAHASAN

LES adalah penyakit autoimun yang kompleks di tandai oleh autoantobodi


terhadap inti sel dan melibatkan banyak system organ dalam tubuh. Prosesi
munologi timbulnya manifestasi klinis SLE di ketahui secara pasti. Berbagai
sitokinin pro dan anti inflamasi seperti TGF β, IL 10, IL 6, IFN α, IF ϒ, IL 17,
dan IL 23.(6)

13
Etiologi dan pathogenesis LES masih belum diketahui dengan jelas.
Meskipun demikian terdapat banyak bukti yang mencakup pengaruh faktor
genetik, lingkungan dan hormonal terhadap respon imun. Kerusakan jaringan
disebabkan oleh autoantibodi komplek imun dan limfosit T. Interaksi antara faktor
lingkungan, genetik dan hormonal yang saling terkait akan menimbulkan
abnormalitas respon imun pada tubuh penderita LES. Beberapa faktor pencetus
yang dilaporkan menyebabkan kambuhnya LES adalah stress fisik maupun
mental, infeksi, paparan ultraviolet dan obat-obatan. Obat-obatan yang diduga
mencetuskan LES adalah procainamine, hidralasin, quidine dan sulfasalasine.
Pada LES ini sel tubuh sendiri dikenali sebagai antigen.7
Penyakit LES kebanyakan menyerang wanita pada usia 15-50 tahun (usia
masa produktif, namun LES juga dapat menyerang anak-anak dan pria.
Berdasarkan data SIRS online proporsi pasien rawat inap LES di rumah sakit di
Indonesia tahun 2016 berjenis kelamin laki-laki (54,3%) lebih banyak
dibandingkan pasien perempuan (47,7%). LES juga banyak meeyerang remaja
sampai dengan orang lanjut usia. Pasien rawat inap di RS Indonesia pada kurun
waktu 2014-2016 terbanyak adalah pasien dengan usia 44-64 tahun, di ikuti oleh
kelompok usia lebih dari 65 tahun dan kelompok usia 14-44 tahun. (1)
Faktor lingkungan memegang peranan penting, melakukan interaksi
dengan sel yang suseptibel sehingga akan menghasilkan respon imun yang
abnormal dengan segala akibatnya. Faktor genetik mempunyai peran penting, di
mana 10-20 % pasien penderita LES mempunyai kerabat penderita LES. Adapun
gen yang berperan terutama gen yang mengkode unsur-unsur sistem imun. Kaitan
dengan dengan haplotip MHC tertentu terutama HLA-DR2 dan HLA-DR3 serta
dengan komponen komplemen yang berperan pada fase awal reaksi ikat
komplemen telah terbukti. Gen-gen lain yang berperan adalah gen yang mengkode
reseptor sel T, immunoglobulin dan sitokin.7
Faktor lingkungan memegang peranan penting, melakukan interaksi
dengan sel yang suseptibel sehingga akan menghasilkan respon imun yang
abnormal dengan segala akibatnya.

14
Bagan 1. Pathogenesis dari LES (7)

Faktor genetik mempunyai peran penting, di mana 10-20 % pasien


penderita LES mempunyai kerabat penderita LES. Adapun gen yang berperan
terutama gen yang mengkode unsur-unsur sistem imun. Kaitan dengan dengan
haplotip MHC tertentu terutama HLA-DR2 dan HLA-DR3 serta dengan
komponen komplemen yang berperan pada fase awal reaksi ikat komplemen telah
terbukti. Gen-gen lain yang berperan adalah gen yang mengkode reseptor sel T,
immunoglobulin dan sitokin.7
Bagian yang penting dalam pathogenesis ini adalah terganggunya
mekanisme regulasi yang dalam keadaan normal mencegah autoimunitas
patologis pada individu yang resisten. Dalam keadaan normal,kompleks imun
dimusnahkan oleh sel fagosit mononuklear, terutama di hati, limpa dan paru tanpa
bantuan komplemen. Dalam proses tersebut, ukuran kompleks merupakan faktor
yang penting. Pada umumnya kompleks yang besar dapat dengan mudah
Akibat terjadinya fiksasi komplemen pada organ tersebut. Peristiwa ini
menyebabkan aktivasi komplemen yang menghasilkan substansi penyebab
timbulnya reaksi radang. Reaksi radang inilah yang menyebabkan timbulnya

15
keluhan/gejala pada organ atau tempat yang bersangkutan seperti
ginjal,sendi,pleura,pleksus koroideus,kulit dan sebagainya.6-7
American rheumatism association (ARA) mengumumkan kriteria untuk
klasifikasi LES yang mengandung 14 item. Namun karena sensitivitasnya sangat
bervariasi (57,2-98%), maka dilakukan revisi ulang pada tahun 1982, dengan
kriteria revisi ini didapatkan sensitivitas sebesar 96 % dan spesifisitasnya antara
78-87%.13 Kemudian the American College of Rheumatology (ACR) melakukan
revisi lagi tahun 1997.7
Terkait dengan dinamisnya perjalanan penyakit LES, maka diagnosis dini
tidaklah mudah ditegakkan. LES pada tahap awal, seringkali bermanifestasi
sebagai penyakit lain misalnya arthritis rheumatoid, glomerulonefritis, anemia,
dermatitis dan sebagainya. Ketepatan diagnosis dan pengenalan dini penyakit LES
menjadi penting.
Tabel 2. Kriteria diagnosis Lupus Eritematosus Sistemik.7,8
No Kriteria Difinisi

1. Ruam Malar Ruam berupa erithema terbatas,rata atau meninggi,


letaknya di daerah macular, biasanya tidak
mengenai lipat nasolabialis.

2. Ruam Discoid Lesi ini berupa bercak eritematosa yang meninggi


dengan sisik keratin yang melekat disertai
penyumbatan folikel. Pada lesi yang lama mungkin
terbentuk sikatriks.

3. Fotosensitifitas Terjadi lesi kulit sebagai akibat reaksi abnormal


terhadap cahaya matahari. Hal ini diketahui
melalui anamnesis atau melalui pengamatan
dokter.

4. Ulkus mulut Ulcerasi di mulut atau nasofaring, biasanya tidak


nyeri, diketahui melalui pemeriksaan dokter.

5. Arthritis Arthritis non erosive yang mengenai 2 sendi perifer


ditandai oleh nyeri, bengkak atau efusi.

6. Serositis a. Pleuritis: adanya riwayat nyeri pleural atau


terdengarnya bunyi gesekan pleura oleh
dokter atau adanya efusi pleura.
b. Perikarditis: diperoleh dari gambaran EKG

16
atau terdengarnya bunyi gesekan perikard
atau adanya efusi perikard.
7. Gangguan Renal a. Proteinuria yang selalu > 0,5 g/hari atau
>3+ atau
b. Ditemukan silinder sel, mungkin eritrosit,
hemoglobin, granular, tubular atau
campuran.
8. Gangguan Neurologi a. Kejang yang timbul spontan tanpa adanya
obat-obat yang dapat menyebabkan atau
kelainan metabolik seperti uremia,
ketoasidosis, dan gangguan keseimbangan
elektrolit atau
b. Psikosis yang timbul spontan tanpa adanya
obat-obatan yang dapat menyebabkan
kelainan metabolik seperti uremia,
ketoasidosis dan gangguan keseimbangan
elektrolit.

9. Gangguan a. Anemia hemolitik dengan retikulosis atau


Hematologi b. Leukopenia, kurang dari 4000/mm3 pada 2x
pemeriksaan atau lebih atau
c. Limfopenia, kurang dari 1500/mm3 pada 2x
pemeriksaan atau lebih atau
d. Trombositopenia, kurang dari 100.000/mm3
tanpa adanya obat yang mungkin
menyebabkannya.
10. Gangguan Imunologi a. Adanya sel LE atau
b. Anti DNA : antibodi terhadap native DNA
dengan titer abnormal atau
c. Anti Sm : adanya antibodi terhadap antigen
inti atau otot polos atau
d. Uji serologis untuk sifilis yang positif semu
selama paling sedikit 6 bulan dan diperkuat
oleh uji imobilisasi Treponema pallidum
atau uji fluoresensi absorbs antibodi
treponema.
11. Antibodi antinuclear Titer abnormal antinuclear antibodi yang diukur
positif(ANA) dengan cara imuno fluoresensi atau cara lain yang
setara pada waktu yang sama dan dengan tidak
adanya obat-obat yang berkaitan dengan sindroma
lupus karena obat.

17
Bila dijumpai 4 atau lebih kriteria di atas, diagnosis LES memiliki
sensitifitas 85% dan spesifisitas 95%. Sedangkan bila hanya 3 kriteria dan salah
satunya ANA positif, maka sangat mungkin LES dan diagnosis bergantung pada
pengamatan klinis. Bila hasil tes ANA negatif, maka kemungkinan bukan LES.
Apabila hanya tes ANA positif dan manifestasi klinis lain tidak ada, maka belum
tentu LES, dan observasi jangka panjang diperlukan.9
Pemeriksaan penunjang minimal lain, yang diperlukan untuk diagnosis dan
monitoring:15
1. Hemoglobin, leukosit, hitung jenis sel, laju endap darah (LED).
2. Urin rutin dan mikroskopik, protein kwantitatif 24 jam dan bila diperlukan
kreatinin urin.
3. Kimia darah (ureum, kreatini, fungsi hati, profil lipid).
4. PT, aPTT pada sindroma antifosfolipid
5. Serologi ANA, anti-dsDNA, komplemen (C3,C4)
6. Foto polos thorax:
- Pemeriksaan hanya untuk awal diagnosis, tidak diperlukan untuk
monitoring.
- Setiap 3-6 bulan bila stabil
- Setiap 3-6 bulan pada pasien dengan penyakit ginjal aktif
Pemeriksaan tambahan lainnya tergantung dari manifestasi LES. Waktu
pemeriksaan untuk monitoring dilakukan tergantung kondisi klinis pasien.
Pada pasien ini juga mengalami gejala klinis yangsesuai dengan gejala
klinis pada penyakit SLE gejala sistemik seperti mudah lelah dan penurunan berat
badan, gejala mukuloskletal seperti myalgia, atralgia, serta manifestasi kulit
seperti ruam malar. Pada bagian kardio suspek pericarditis, bagian renal
mengalami proteinuria dan suspek sindrom nefrotik. Dari bagian gastrointenstinal
pasien juga sering mengeluhkan nyeri uluhati.

Untuk kriteria diagnostik sendiri dengan menggunakan kriteria ARA


pasien di jumpai lebih dari 4 kriteria yang termasuk adalah ruam malar, ulkus
mulut, arthritis, gangguan renal, gangguan hematologi, dimana ada beberapa

18
pemeriksaan penunjang yang belum dilakukan karena tidak tersedia di RSUD
Naibonat seperti tes ANA dan anti Sm. Dimana jika terdapat 4 kriteria di atas
diagnosis SLE memiliki sensitifitas 85% dan spesifitas 95%.

Diagnosis LES didasarkan pada gejala klinis yang mendukung, dipastikan


dengan adanya autoantibodi yang ada dalam sirkulasi, banyak sekali autoantibodi
yang telah dikenal dan berhubungan dengan LES. Autoantibodi yang baik dalam
mendiagnosis LES adalah yang berhubungan langsung terhadap nuclear antigen
yaitu antinuclear antibodi (ANA). Fenomena sel LE tidak lagi penting dalam
diagnosis LES, telah digantikan dengan imunofluorescent assay for ANA.
Nilai ANA yang positif dapat diinterpretasikan pada berbagai tingkatan
tergantung pola ikatannya. Empat pola dasar ikatan tersebut adalah homogenous,
peripheral, speckled dan nucleolar. Ikatan homogenous ditemukan pada 65%
penderita LES, sedangkan ikatan peripheral adalah ikatan yang paling spesifik
untuk LES walaupun tidak terlalu sensitif. Pola ikatan speckled dan nucleolar
lebih spesifik terhadap penyakit autoimun yang lain.10
Tes imunologik awal yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis LES
adalah tes ANA (ANA IF dengan Hep 2 Cell). Tes ANA dikerjakan/diperiksa
hanya pada pasien dengan tanda dan gejala mengarah pada LES. Pada penderita
LES ditemukan tes ANA yang positif sebesar 95-100%, akan tetapi hasil tes ANA
dapat positif pada beberapa penyakit lain yang mempunyai gambaran klinis
menyerupai LES misalnya infeksi kronis (tuberkulosis), penyakit autoimun
(misalnya Mixed connective tissue disease, arthritis rematoid, tiroiditis autoimun),
keganasan atau pada orang normal.10
Jika hasil tes ANA negatif, pengulangan segera tes ANA tidak diperlukan,
tetapi perjalanan penyakit reumatik sistemik termasuk LES, seringkali dinamis
dan berubah, mungkin diperlukan pengulangan tes ANA pada waktu yang akan
datang terutama jika didapatkan gambaran klinis yang mencurigakan. Bila tes
ANA dengan menggunakan sel Hep-2 sebagai substrat negatif, dengan gambaran
klinis tidak sesuai LES umumnya diagnosis LES dapat disingkirkan.9

19
Beberapa tes lain yang perlu dikerjakan setelah tes ANA positif adalah tes
antibodi terhadap antigen nuklear spesifik, termasuk anti-dsDNA, Sm, nRNP,
Ro(SSA), La(SSB), Scl-70 dan anti-Jo. Pemeriksaan ini dikenal sebagai profil
ANA/ENA. Antibodi anti-dsDNA merupakan tes spesifik untuk LES, jarang
didapatkan pada penyakit lain dan spesifisitasnya hampir 100%. Titer anti-dsDNA
yang tinggi hampir pasti diagnosis LES, dibandingkan dengan titer yang rendah.
Jika titernya sangat rendah mungkin dapat terjadi pada pasien bukan LES.
Antibodi terhadap double stranded (native) DNA (dsDNA) adalah yang
paling spesifik terhadap LES dan ditemukan pada 80-90% penderita yang tidak
diobati. Kehadiran titer anti-dsDNA dikaitkan dengan aktifitas LES. Beberapa
penelitian telah membuktikan bahwa peningkatan titer anti-DNA mendahului
lupus flares pada lebih dari 80% penderita. Hal ini telah dikaitkan dengan
eksaserbasi penyakit dan prematuritas dalam kehamilan.
Antibodi terhadap single-stranded DNA (ssDNA) juga ditemui pada
persentase yang cukup tinggi pada penderita LES yang tidak diobati, tetapi kurang
spesifik jika dibandingkan dengan anti-ds DNA. Penderita LES j(nRNP), Ro/SSA
juga mempunyai antibodi terhadap RNA yang meliputi Sm antigen, nuclear
ribonucleoprotein (nRNP), Ro/SSA antigen dan La/SSB antigen.17
Kesimpulannya, pada kondisi klinik adanya anti-dsDNA positif
menunjang diagnosis LES, sementara bila anti-dsDNA negatif tidak
menyingkirkan adanya LES. Meskipun anti-Sm didapatkan pada 15-30% pasien
LES, tes ini jarang dijumpai pada penyakit lain atau orang normal. Tes anti-Sm
relatif spesifik untuk LES, dan dapat digunakan untuk diagnosis LES. Titer anti-
Sm yang tinggi lebih spesifik untuk LES. Seperti anti-dsDNA, anti-Sm yang
negatif tidak menyingkirkan diagnosis.9
Beberapa penyakit atau kondisi di bawah ini seringkali mengacaukan
diagnosis akibat gambaran klinis yang mirip atau beberapa tes laboratorium yang
serupa yaitu:6
a. Undifferentiated connective tissue disease
b. Sindroma Sjogren
c. Sindroma antibody antifosfolipid (APS)

20
d. Fibromyalgia (ANA positif)
e. Purpura trombositopenik idiopatik
f. Lupus imbas obat
g. Artritis rheumatoid dini
h. Vaskulitis

Seringkali terjadi kebingungan dalam pengelolaan LES, terutama


menyangkut obat yang akan diberikan, berapa dosis, lama pemberian dan
pemantauan efek samping obat yang diberikan pada pasien. Salah satu upaya yang
dilakukan untuk memperkecil berbagai kemungkinan kesalahan adalah dengan
ditetapkannya gambaran tingkat keparahan LES. Penyakit LES dapat
dikatagorikan ringan atau berat sampai mengancam nyawa.6
1. LES derajat ringan, bila memenuhi kriteria:
a. Secara klinis tenang
b. Tidak terdapat tanda atau gejala yang mengancam nyawa
c. Fungsi organ normal atau stabil, yaitu: ginjal, paru, jantung,
gastrointestinal, susunan saraf pusat, sendi, hematologi dan kulit.
Contoh LES dengan manifestasi arthritis dan kulit.
2. LES derajat sedang, bila memenuhi kriteria:
a. Nefritis ringan sampai sedang ( Lupus nefritis kelas I dan II)
b. Trombositopenia (trombosit 20-50 x 103/ mm3
c. Serositis mayor
3. LES derajat berat atau mengancam nyawa:
a. Jantung: endokarditis Libman-Sacks, vaskulitis arteri koronaria,
miokarditis, tamponade jantung, hipertensi maligna
b. Paru-paru: hipertensi pulmonal, perdarahan paru, pneumonitis, emboli
paru, infark paru, fibrosis interstitial, shrinking lung
c. Gastrointestinal: pancreatitis, vaskulitis mesenterika
d. Ginjal: nefritis proliperatif. Dan atau membranous
e. Kulit: vaskulitis berat, ruam difus disertai ulkus atau melepuh (blister)

21
f. Neurologi: kejang, acuteconfusional state, koma, stroke, mielopati
transversa, mononeuritis, polyneuritis, neuritis optic, psikosis,
sindroma demielinasi
g. Hematologi: anemia hemolitik, neutropenia (leukosit < 1000/mm 3),
trombositopenia < 20.000/mm3, purpura trombotik trombositopenia,
thrombosis vena atau arteri.
Pasien ini juga mengalami SLE kriteria sedang dengan adanya
trombositpenia dan nefritis.
Baik untuk LES ringan, sedang atau berat, diperlukan gabungan strategi
pengobatan atau disebut pilar pengobatan. Pilar pengobatan LES ini seyogyanya
dilakukan secara bersamaan dan berkesinambungan agar tujuan pengobatan
tercapai.
Tujuan khusus pengobatan LES adalah:15
a. Mendapatkan masa remisi yang panjang
b. Menurunkan aktivitas penyakit seringan mungkin
c. Mengurangi rasa nyeri dan memelihara fungsi organ agar aktivitas hidup
keseharian tetap baik guna mencapai kualitas hidup yang optimal
Pilar pengobatan Lupus Eritematosus Sistemik:9
1. Edukasi dan konseling
2. Program rehabilitasi
3. Pengobatan Medikamentosa
a. OAINS
b. Antimalaria
c. Steroid
d. Imunosupresan/ Sitotoksik
e. Terapi lain
Butir-butir edukasi terhadap pasien LES antara lain:9
1. Penjelasan tentang apa itu lupus dan penyebabnya
2. Tipe dari penyakit LES dan perangai dari masing- masing tipe
3. Masalah yang terkait dengan fisik: kegunaan latihan terutama yang terkait
dengan pemakaian steroid seperti osteoporosis, istirahat, pemakaian alat

22
bantu maupun diet, mengatasi infeksi secepatnya maupun pemakaian
kontrasepsi
4. Pengenalan masalah aspek psikologis: bagaimana pemahaman diri pasien
LES, mengatasi rasa lelah, stress emosional, trauma psikis, masalah terkait
dengan keluarga atau tempat kerja dan pekerjaan itu sendiri, mengatasi
rasa nyeri
5. Pemakaian obat menyangkut jenis, dosis, lama pemberian dan sebagainya.
Perlu tidaknya suplementasi mineral dan vitamin. Obat-obatan yang
dipakai jangka panjang contohnya obat antituberkulosis dan beberapa jenis
lainnya termasuk antibiotika
6. Di mana pasien dapat memperoleh informasi tentang LES, adakah
kelompok pendukung, yayasan yang bergerak dalam pemasyarakatan LES
dan sebagainya.
Secara garis besar, maka tujuan,indikasi dan teknis pelaksanaan program
rehabilitasi yang melibatkan beberapa maksud di bawah ini: istirahat, terapi fisik,
terapi dengan modalitas, ortotik, dan lain-lain.23 Untuk penatalaksanaanya pasien
mendapatkan KIE dan pengobatan medikamentosa berupa IVFD NS 8 tpm, diet
TKTP, drip furosemide 5 mg/jam, captopril 2x25 mg, MP 500 mg dalam NS 100
cc/24 jam (H2/3), metoclopramide 3 x10 mg (IV), omeprazole 2x40mg (iv)
Berikut ini adalah jenis, dosis obat yang dipakai pada LES serta pemantauannya
Table 5. Jenis dan dosis obat yang dapat dipakai pada LES6

23
24
Algoritma penatalaksanaan LES

Bagan 2. Algoritma penatalaksanaan lupus eritematosus sistemik.(7)


TR:tidak respon, RS: respon, RP: respon penuh, KS: kortikosteroid setara prednisone, MP:
metilprednisolon, AZA: azatioprin, OAINS: obat anti inflamasi non steroid, CYC: siklofosfamid,
NPSLE: neuropsikiatri SLE.

25
IV KESIMPULAN
- LES adalah penyakit autoimun yang kompleks di tandai oleh
autoantobodi terhadap inti sel dan melibatkan banyak system organ
dalam tubuh.
- Lebih sering pada wanita dan pada usia produktif.
- Etiologi dan pathogenesis LES masih belum diketahui dengan jelas.
Meskipun demikian terdapat banyak bukti yang mencakup pengaruh
faktor genetik, lingkungan dan hormonal terhadap respon imun.
- American rheumatism association (ARA) mengumumkan kriteria
untuk klasifikasi LES yang mengandung 14 item. Bila dijumpai 4 atau
lebih kriteria di atas, diagnosis LES memiliki sensitifitas 85% dan
spesifisitas 95%.
- Penyakit LES dapat dikatagorikan ringan atau berat sampai
mengancam nyawa.
- Tujuan khusus pengobatan LES adalah mendapatkan masa remisi yang
panjang, menurunkan aktivitas penyakit seringan mungkin, dan
mengurangi rasa nyeri dan memelihara fungsi organ agar aktivitas
hidup keseharian tetap baik guna mencapai kualitas hidup yang
optimal.
- Pada pasien ini sendiri dari gejala klinis dan beberapa pemeriksaan
penunjang mengarah ke LES dan di butuhkan pemeriksaan lanjutan di
RS yang lebih lengkap fasilitasnya.

26
DAFTAR PUSTAKA
1. Infodatin, Pusat Data dan Informasi Kemetrian Kesehatan RI, 2017,
Situasi Lupus di Indonesia.
2. Danchenko N, Satia JA, Anthony MS. Epidemiology of systemic lupus
erythematosus: a comparison of worldwide disease burden. Lupus. 2006;
15(5): 308-18.

27
3. Bertoli AM, Alarcon GS, Epidemiology of systemic lupus erythematosus.
In: Tsokos GC, Gordon C, Smolen JS. A companion to rheumatology
systemic lupus erythematosus. Philadelphia. Mosby. 2007; 1-18.
4. Cervera R, Khamashta MA, Font J, Sebastiani GD, Gill A, Lavilla P, et al.
Morbidity and mortality in systemic lupus erythematosus during @ 10-
years period, a comparison of early and late manifestation in cohort of
1000 pasien. Medicine. 2003;82: 299-308.
5. Jacobsen S, Petersen J, Ullman S, Junker P, Voss A, Rasmussen JM, et al.
Mortality and cause of death of 513 Danish patient with systemic lupus
erythematosus. Scand J Rheumatol. 1999;28(2): 75-80.
6. I Nyoman Surjana, Ilmu Penyakit dalam, Edisi VI, 2014 ; 3331-3375.
7. Bertias G, Cervera R, Boumpas DT. Systemic lupus
eritematosus;phatogenesis and clinical features; EULAR Texbook on
Rheumatic Disease. 2012; p476-505.
8. Hochberg Mc. Updating the American College of Rheumatology revised
criteria for the classification of systemic lupus erythematosus. Arthritis
Rheum .1997;40; 1725.
9. Perhimpunan Reumatologi Indonesia. Lupus Eritematosus sistemik .
Diagnosis dan pengelolaan . 2011; p.10-41.
10. Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J.
Harrison’s Principle of Interna Medicine.2013.18th Edition; chapter 319.

28

Anda mungkin juga menyukai