Anda di halaman 1dari 3

 Kepemimpinan trnsformasional baik yang dikaji dari ayat Tuhan yang verbal (al-

Qur’an) maupun yang nonverbal (perilaku manusia dan gejala alam semesta) titik
persamaannya adalah dalam memposisikan “perubahan” dan “perbaikan” sebagai
titik berangkat dan tujuan organisasi. Adapun perpedaannya adalah konsep yang
dikaji dari ayat Tuhan yang berupa perilaku manusia dan gejala alam semesta
seringkali terlalu antroposentris bahkan mengalami keterputusan dengan hal yang
teosentris. Sedangkan konsep yang dikaji langsung dari ayat Tuhan yang verbal
(al-Qur’an) seringkali terlalu terjebak kepada teosentris sehingga terkesan konsep
yang dibangun tidak kontektual yang sesuai dengan psikososial manusia.
 Dengan Ulil Albab/Ulul albab secara bahasa berasal dari dua kata: ulu dan al-
albab. Ulu berarti ‘yang mempunyai’, sedang al albab mempunyai beragam arti.
Kata ulul albab muncul sebanyak 16 kali dalam Alquran. Dalam terjemahan
Indonesia, arti yang paling sering digunakan adalah ‘akal’. Karenanya, ulul albab
sering diartikan dengan ‘yang mempunyai akal’ atau ‘orang yang berakal’. Al-
albab berbentuk jama dan berasal dari al-lubb. Bentuk jamak ini mengindikasikan
bahwa ulul albab adalah orang yang memiliki otak berlapis-lapis alias otak yang
tajam.
Penelusuran terhadap terjemahan bahasa Inggris menemukan arti yang lebih
beragam.
Ulul albab memiliki beberapa arti, yang dikaitkan pikiran (mind), perasaan
(heart), daya pikir (intellect), tilikan (insight), pemahaman (understanding),
kebijaksanaan (wisdom). Meningkatkan integrasi. Ulul albab menjaga integrasi
antara berpikir dan berzikir, antara ilmu dan iman.  Integrasi aspek zikir dan pikir
ulul albab diikhtiarkan untuk diimplementasikan ke dalam tiga level islamisasi: (a)
islamisasi diri, yang ditujukan untuk menjadi manusia yang saleh, termasuk saleh
sosial; (b) islamisasi institusi, dengan menyuntikkan nilai ke dalam pengambilan
keputusan dan desain proses bisnis; dan (c) “islamisasi” ilmu, yang sekarang lebih
sering disebut dengan integrasi ilmu pengetahuan dengan nilai-nilai Islam.
 Kepemimpinan karismatik sebagai sebuah kenyataan dalam organisasi agama dan
sosial telah dikenal dalam jangka waktu yang lama dan telah banyak didiskusikan
serta terlihat efektivitasnya. Namun, kepemimpinan karismatik jarang dipelajari
dalam sebuah organisasi modern. Bahkan tema kepemimpinan karismatik dalam
sebuah organisasi modern merupakan sebuah kontroversial yang nyaris tak
berujung. Sebagian menolak kepemimpinan  karismatik, meski sebagian yang lain
menerima dan menganggapnya relevan dalam sebuah organisasi modern.
Kenyataan ini seakan membelah dan memisahkan organisasi modern  dengan
organisasi agama dan sosial.
 Ulil Abab Memastikan relevansi. Proses berpikir harus menghasilkan manfaat. Di
sini, isu relevansi menjadi penting. Bisa jadi, kemampuan berpikir manusia belum
sanggup membuka tabir dan memahaminya dengan baik alias berpikir fungsional.
Tapi bagi ulul albab, semuanya dikembalikan pada kepercayaan bahwa Allah
menciptakan semuanya dengan tujuan, tidak sia-sia (Q.S. Ali Imran 3:192).
Sejarah mencatat bahwa ilmu pengetahuan terus berkembang. Apa yang dituliskan
dalam Alquran tidak semuanya dapat dipahami dengan mudah pada masa
turunnya. Sebagai contoh, ilmu pengetahuan modern menemukan bahwa matahari
bersinar (dliya’an) dan bulan bercahaya (nuuran). Pemahaman awam sebelumnya
menganggap bahwa bulan pun bersinar. Bulan tidak bersinar tetapi bercahaya
karena memantulkan sinar dari matahari (lihat Q.S. Yunus 10:5). Klorofil, atau zat
hijau daun, yang diungkap oleh Q.S. Al-An’anm 6: 99 baru diketahui oleh
pengetahuan modern jauh setelah ayat ini turun.
 Dalam perspektif Islam, komunikasi disamping untuk mewujudkan hubungan
secara vertical dengan Allah Swt, juga untuk menegakkan komunikasi secara
horizontal terhadap sesama manusia. Komunikasi dengan Allah Swt tercermin
melalui ibadah-ibadah fardhu (salat, puasa, zakat dan haji) yang bertujuan untuk
membentuk takwa. Sedangkan komunikasi dengan sesama manusia terwujud
melalui penekanan hubungan sosial yang disebut muamalah, yang tercermin
dalam semua aspek kehidupan manusia, seperti sosial, budaya, politik, ekonomi,
seni dan sebagainya.
Soal cara (kaifiyah), dalam Al-Quran dan Al-Hadits ditemukan berbagai panduan
agar komunikasi berjalan dengan baik dan efektif. Kita dapat mengistilahkannya
sebagai kaidah, prinsip, atau etika berkomunikasi dalam perspektif Islam. Kaidah,
prinsip, atau etika komunikasi Islam ini merupakan panduan bagi kaum Muslim
dalam melakukan komunikasi, baik dalam komunikasi intrapersonal, interpersonal
dalam pergaulan sehari hari, berdakwah secara lisan dan tulisan, maupun dalam
aktivitas lain.
 Ulil Albab Mengembangkan imajinasi. Paduan aktivitas pikir dan zikir
seharusnya menghasilkan imajinasi masyarakat dan umat Islam yang lebih maju
(Q.S. Al-Hashr 59:18; An-Nisa 4:9). Untuk bergerak dan maju, kita perlu
mempunyai imajinasi masa depan dan tidak terjebak dalam sikap reaktif yang
menyita energi.  Karenanya, ulul albab harus mengikhtiarkan pikiran yang kritis,
kreatif, dan kontemplatif untuk menguji, merenung, mempertanyakan,
meneorisasi, mengkritik, dan mengimajinasi. Ciri kritis karakter zikir muncul
ketika berhadapan dengan masalah konkret. Berzikir berarti mengingat atau
mendapat peringatan. Karenanya, watak orang yang berzikir adalah
mengingatkan. Di sini, bisa ditambahkan bahwa obyek berpikir juga termasuk
fenomena sosial yang terhubung dengan berbagai kisah rasul (Q.S. Yusuf 12:111)
juga menegaskan pentingnya aspek kritis ini karena salah satu tugas rasul adalah
memberi peringatan (Q.S. Al-Baqarah 2: 119).
Menjaga independensi. Ulul albab juga seharusnya terbiasa berpikir independen.
Tidak dilandasi kepentingan saat ini dan konteks kini. Landasan berpikirnya
adalah nilai-nilai perenial atau abadi. Kita diminta mandiri dalam berpendapat
(Q.S. Ash-Shaffat 31:102),  hanya akan diminta pertanggunjawaban atas apa yang
dilakukannya (Q.S. Al-An’am 6:164), dan diminta hati-hati dalam menilai (Q.S.
Al-Hujurat 49:6). Independensi ini menjadi sangat penting di era pascakebenaran
ketika emosi lebih mengemuka dibandingkan akal sehat. Di sini kemandirian
dalam berpikir menjadi saringan narasi publik yang seringkali sulit diverifikasi
kebenaraannya.

Anda mungkin juga menyukai