Disusun Oleh:
NIM:190401036
Dosen Pembimbing:
Dalam buku Atlat Budaya Islam karya sepasang suami istri, Isma`il Raji al-Faruqi
dan Lois Lamya al-Faruqi (1998: 220-221), disebutkan bahwa hakikat dakwah adalah
rasionalitas, universalisme, dan kebebasan. Rasionalitas dakwah akan dijelaskan
dengan sifat- sifat dasar dakwah. Universalitas dakwah akan lebih jelas ketika kita telah
memahami fungsi- fungsi dakwah. Selanjutnya kita dapat memahami makna kebebasan
dakwah setelah memahami konsep hidayah ( petunjuk Allah SWT ) dalam proses
dakwah.
Amerika adalah Negara modern. Masyarat nya cenderung rasionalis. Tidak sedikit
diantara mereka yang mengabaikan agama bahkan ateis. Mereka permisif ( serba
boleh ) dan berbudaya hedonis ( mengejar kesenangan semata tanpa mengindahkan
agama ). Apa yang terjadi bila pendakwah menghadirkan islam dimasyarakat misalnya
Amerika dengan penjelasan yang tidak logis, anti modernis, mengagungkan asketis,
apabila berwajah sadis. Jika islam yang rasional disampaikan secara tidak rasional
kepada masyarakat yang rasional , maka pendakwah tidak memahami hakikat dakwah.
Dalam dialog internasional tentang dakwah islam dan misi Kristen pada tahun 1976,
Ismail Raji Al-Faruqi dan Universitas Temple Philadelphia, USA, merumuskan sifat- sifat
dasar dakwah sebagai berikut:
Enam sifat dasar dakwah diatas, akan lebih mudah dipahami jika dijelaskan dari
sifat dasat yang terakhir sampai sifat dasar yang pertama. Dakwah bersifat rationally
necessary dimaksudkan bahwa ajaran islam yang menjadi pesan dakwah adalah ajaran
rasional. Dakwah menyajikan penilaian kritis tentang nilai- nilai kebenaran, sebuah
proposisi, fakta tentang metafisik dan etik serta relevansinya bagi manusia.
Terkait dengan rasionalitas ajaran islam yang menjadi inti pesan dakwah, Syekh
Muhammad al-Ghazali (1996-148) menyebutkan hukum dasar pembentukan peradaban
menurit al-qur’an sebagai berikut :
1. Hukum yang bertahapan (hukum gradual), Allah SWT berkuasa untuk menciptakan
alam sekaligus, tetapi Allah SWT menunjukkan kepada makhluk-Nya untuk
melakukan sesuatu secara bertahap.
2. Hukum ajal yang menyatakan bahwa setiap sesuatu pasti akan rusak, mati, hilang,
atau habis ajalnya (QS.Yunus: 49; QS. Al-Hijr: 21).
3. Hukum jatuh bangunnya peradaban (QS.Ali’Imran: 139-140). Pemikiran kita juga
membenarkan bahwa apa yang telah terjadi dapat terulang dimasa mendatang. Ini
yang dinamakan Ibnu Khaldun sebagai siklus peradaban.
4. Hukum pembelaan atau hukun kontradiktif (QS. Al-Hajj: 40; QS. Al-Baqarah: 251).
Maksud hukum pembelaan adalah bahwa dalam perselisihan diantara sesame
orang- orang yang zalim yang menyebabkan terjadinya peperangan, Allah SWT
menyelamatkan orang- orang lemah dari kezdaliman mereka.
5. Hukum pragmatis- fungsional (QS. Az-Zukhruf: 32), yaitu terbagi nya manusia dan
bidang keahlian untuk mengelola alam sebagai tugas khalifah.
6. Hukum tentang diri kita, ufuk, dan alam.
Keyakinan kita pada rasionalitas islam menyatakan bahwa tidak ada ajaran islam
yang bertentangan dengan logika rasional. Tidak hanya itu, ajaran islam justru lebih
tinggi dari kebenaran akal manusia. Ada ajran islam yang dapat memberi kemanfaatan,
namun akal tidak bisa menguraikannya. Akal tidak mampu menguraikan semua syariah
secara terperinci, karena ada ajaran islam yang tidak bisa diuraikan dengan akal. Selain
itu, kebenaran akal adalah relative atau nisbi, tidak mutlsh seperti ajaran islam (‘Umar
Sulaiman al-Asyqar,1985:36). Dari sini, kita dapat memahami adaya dua dimensi ajaran
islam, yaitu yang telah terjangkau oleh akal ( al-ma’qul al-ma’na ) dan yang belum
terjangkau oleh akal ( ghair al-ma’qul al-ma’na ). pada masa- masa kedatangan islam,
masyarakat arab menganggap Nabi SAW sebagai orang gila, karena mereka tidak bisa
membuktikan secara ilmiah kebenaran Al-Qur’an yang mereka terima. Akal mereka
tidak mampu menjangkau kandungan wahyu Allah SWT. Ketika kemajuan sains
mampu membuktikan kebenaran Al-Qur’an, banyak orang kemudian mengagumi dan
mengimaninya.
Sudah seharusnya pesan dakwah rasional disampaikan secara rasional pula. Inilah
oleh al-Faruqi disebut rational intellection. Ketika membaca Al-Qur’an, kita akan
menemukan banyak ayat yang mendorong kita untuk menggunakan akal pikiran.
Setidaknya ada tujuh istilah yang dipakai Al-Qur’an untuk menunjukkan proses berpikir.
Pertama, tafakkur, yaitu menggunakan pikiran untuk mencapai suatu pemahaman dan
pemikirannya. Kedua, tadzakkur, yaitu menghadirkan ilmu yang harus dipelihara
setelah ia melupakan atau melalaikannya (QS. Al-A’raf:201). Ketiga, nazhar, yaitu
mengarahkan hati untuk berkonsentrasi pada objek yang diperhatiakan. Keempat, ta-
ammul, mengulang-ulang pemikiran hingga menemukan kebenran dalam hatinya.
Kelima, I’tibar, yaitu menyeberangkan dari satu tempat ketempat lainnya, yakni
memindahkannya dari pengetahuan ketiga. Keenam tadabbur, yitu suatu usaha
memikirkan sejumlah akibat setiap masalah, yakni sesuatu yang akan terjadi setelah
dilakukan suatu perbuatan. Ada dua macam tadabbur, yaitu tadabbur dalam lisan dan
tadabbur dengan tulisan. Ketujuh, ibtibshar, yaitu mengungkapkan sesuatu atau
menyingkapkannya serta memperlihatkan kepada pandangan hati (Yusuf al-
Qardlawi,1998: 63-64).
Pendakwah adalah pemikir dan pengajak mitra dakwahnya untuk berpikir.
Selamanya islam memperkokoh dakwahnya pada pemikiran yang jernih dan berdiri
diatas logika dan argumentasi (hujjah).”tidak cukup kita mengatakan bahwa Allah SWT
itu Maha Esa, tetapi kita juga perlu mengatakan: bagaimana akal kita berpikirjika ada
banyak Tuhan; apa yang akan terjadi?” (‘Abd al-Halim Hafni, 1978:136). Al- Faruqi
(19884: 41) menambahkan “jika tiada kegiatan dan penuh kelesuan, maka keimanan
akan turun derajatnya menjadi berpikiran sempit” . menurut sebuah penelitian
komunikasi, perubahan sikap lebih cepat terjadi dengan imbauan emosional. Tetapi
dalam jangka lama, imbauan rasional akan memberikan pengaruh yang lebih kuat dan
lebih stabil. Dengan bahasa sederhana, iman segera meningkat lewat sentuhan hati,
tetapi perlahan-lahan iman itu turun lagi. Sebaliknya, lewat sentuhan otak, iman
meningkat secara lambat tetapi pasti. Dalam jangka lama, pengaruh pendekatan
rasional lebih menetap dari pada pendekatan emosional (Rakhmat, 1998:86). Dalam
kaitan ini Jeffrey Lang (2007: 86) bercerita lebih lanjut tentang kaitan akal dan
keimanannya :
”memang benar bahwa bukan akal semata-mata yang mendorongku berserah diri
kepada Allah SWT, tetap akal menjadi pemain utama dalam proses ini seperti itulah
aku melihat hubungan antara iman dan akal.aku memandang akal kompatibel dan
menyangga iman. Akal adalah korektor yang membantu mencari kebenaran. Akal
merupakan karunia Tuhan bagi manusia untuk membantu menghindari dan
mengoreksi kesalahan. Aku melihat pandangan tentang akal seperti ini tidak berlaku
di Barat, tetapi aku yakin berlaku di antara kaum muslim”.
Dengan prinsip menggunakan pendekatan rasionalitas dalam berdakwah, maka
dakwah tidak dibenarkan dengan cara perbawa psikotropik, yaitu menggunakan cara
yang tidak alami, mistis ataupun lainnya yang menjadikan manusia bertindak diluar
kesadaran normalnya. Menjadikan manusia melakukan kebajikan dengan magis, ilusi
ataupun janji- janji kesenangan atau melumpuhkan rasionalnya adalah suatu kejahatan.
Walaupun cara demikian mungkin membawa hasil yang positif, tetapi tetap dipandang
bertentangan dengan sifat dasar dakwah.
Pendekatan rasionalitas juga berarti kita mengajak manusia kembali kepada sifat
aslinya yang fitri (suci) yaitu sifat manusia sejak lahir yang menjadikannya secara
kodrati menerima kebenaran islam. Al- Faruqi (1984:44) mendefinisikan dakwah
sebagai suatu ajakan atau panggilan kepada umat manusia untuk kembali kepada
fitrahnya. Islam adalah din al fitrah, agama yang sesuai dengan hukum alam yang ada
dalam diri manusia. Manusia yang bukan home religious dan homo islamicus bukanlah
manusia. Fitrah manusia dijelaskan Allah SWT. Sebagai berikut :
”Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas)
fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada
peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui”(QS.AR-RUM: 30)
Dalam Al-Qur’an dijelaskan lebih lanjut bahwa yang dimaksud fitrah Allah SWT
pada ayat diatas adalah tabiat ciptaan Allah SWT yang mempunyai naluri agama
tauhid. Karenanya jika ia tidak beragama tauhid, maka hal itu disebabkan factor
lingkungan dan hal itu bertentangan dengan naluri aslinya.
Pemahaman islam sebagai agama fitrah dapat dikembangkan dalam aspek
toleransi antar-umat beragama. Al- Faruqi (1984: 44-45) menyebutnya dengan
ecumenical par excellence. Lebih lanjut ia menjelaskan, “Penemuan kembali islam
sebagai fitrah dan pandangannya tentang hal itu merupakan dasar bagi sejarah agama
sebagai sesuatu pemecahan tentang sesuatu yang amat penting bagi hubungan
antaragama”. Dengan konsep agama fitrah, kita memandang mitra dakwah secara
positif. Bukan secara negative sebaga orang melupakan imannya kepada Allah SWT.
Kita memandang mereka memiliki potensi untuk kembali kepada keimanan yang telah
diakui sewaktu masih dalam kandungan ibu yaitu alam azali, sebuah pengakuan bahwa
Allah SWT adalah satu-satunya yang berhak disembah.
Dakwah dengan mengembalikan manusia kepada fitrahnya tidak hanya berlaku
untuk orang nonmuslim, tetapi juga untuk orang muslim. Kepada orang nonmuslim,
mereka kita ajak untuk menuju keimanan yang benar, dan kepada orang-orang muslim
kita ajak meningkatkan keimanan. “muslim adalah orang yang telah mentekadkan diri
untuk berada dalam jalan aktualisasi dakawah. Sedangkan orang-orang yanga bukan
islam masih menganggap dakwah sebagai sesuatu yang tidak benar. Karenanya,
dakwah ditujukan bagi orang muslim untuk mengarahkan kejalan actual dan bagi
nonmuslim untuk mengajak bergabung sebagai orang yang mengejar pola ketuhanan
yang benar” (Al-Faruqi, 1984: 40).
Manusia dalam fitrah dakwah selalu dipandang sama baik sebagai muslim
maupun nonmuslim. Masing-masing memiliki hak untuk menerima dakwah. Islam tidak
membedakan manusia dari etnis (kesukuan), bahasa, warna kulit, dan aspek lahiriah
lainnya. Dakwah berusaha menyebarkan dan meratakan rahmat Allah SWT bagi
seluruh penghuni alam raya, tanpa kecuali. Dalam islam, manusia diukur kemuliaannya
dari sudut keimanannya. Iman setiap orang dapat berubah, bisa bertambah, bisa
berkurang,. Muslim bisa menjadi nonmuslim dan nonmuslim juga bisa berubah mejadi
muslim. Berdasarkan kategori iman tersebut, strategi dakwah dirumuskan. Dakwah
kepada nonmuslim memiliki metode yang berbeda dengan dakwah kepada muslim.
Nabi SAW tidak pernah memaksa orang nonmuslim untuk mengikuti islam, tetapi beliau
sangat tegas dalam memerintahkan para sahabatnya umtuk mengerjakan perintah
Allah SWT dan meninggalkan larangan-Nya. Oleh karna itu, dakwah persuasive selalu
ditekankan lebih-lebih kepada orang nonmuslim.
Dakwah bersifat persuasive artinya selalu berusaha memengaruhi manusia
untuk menjalankan agama sesuai dengan kesadaran dan kemauan sendiri. Kita tidak
diperkenankan memaksa orang lai (koersif) untuk mengikuti keyakinan itu. Pemaksaan
adalah perampasan hak asasi manusia dalam beragama. “ etika manusia memandang
pemaksaan dalam berdakwah merupakan pelanggaran yang gawat terhadap manusia
“, (Al-Faruqi, 1984: 35).
Perintah dakwah dengan kata “serulah” dalam firman Allah SWT “ serulah
kejalan Tuhanmu ysng bijaksana…” (QS.an-Nahl: 125) adalah perintah dakwah secara
persuasive, bukan dakwah koersif maupun intimidatif.
Pada zaman Nabi SAW, ada seorang sahabat yang mengadukan anaknya yang
beragama yahudi. Sang ayah mohon bantuan Nabi SAW agar anaknya menjadi
muslim. Bila perlu dengan paksaan. “berlahan driku akan masuk neraka, wahai
Rasulullah?” kata penduduk Madinah tersebut. Sebelum menjawab pertanyaan tersebut
, turunlah surat Al-Baqarah ayat 256 tentang larangan paksaan beragama tersebut,
(Hamka, 1984: 22).
Dengan tidak adanya paksaan untuk mengikuti islam maka tugas dakwah hanya
sebatas memberikan pemahaman tentang kebenaran islam. Kita hanya mengajak
mereka untuk berfikir, berdialog, dan berdiskusi tentang islam. Berangkat dari sebuah
pemahaman diharapkan manusia menjadi sadar, dari kesadaran, manusia segera
mengambil keputusan, keputusan yang ditetapkan akan dikerjakan.
Jika menolak dakwah dan mencibir ajaran islam, pendakwah tidak diijinkan untuk
menghakimi dengan sikap maupun tindakan yang tidak simpatik. Disamping hal itu
diluar tugas pendakwah, perlu diingat sering kali penolakan demikian tidak berdasar
pikiran logis namun hanya emosional berkala, atau karena factor- factor lain. Yusuf al-
Qardlawi(1998: 135-139) menjelaskan beberapa factor penolakan seseorang terhadap
islam:
1. Kurangnya pengetahuan tentang islam
2. Tidak adanya kemampuan berjalan menuju kebenaran. Antara lain mereka
termasuk fakir miskin yang memiliki sejumlah keterbatasan.
3. Adanya penghalang emosional, seperti iri, sombong, harga diri, dan sebagainya.
4. Kepentingan atas kepemimpinan dan kekuasaan. Umumnya dakwah berhadapan
dengan penguasa. Penguasa yang khawatir dengan kelangsungan kekuasaannya
akan menolak dakwah islam.
5. Nafsu dan harta
6. Cinta keluarga
7. Cinta tanah air
8. Menduga bahwa penerimaannya kepada kebenaran akan menyakiti hati orang tua
9. Karena orang yang dibenci mendahuluinya masuk islam. Ini adalah pengalaman
orang- orang yahudi Madinah yang bencu terhadap masyarakat anshar. Mereka
telah menemukan isyarat tentang kedatangan Nabi SAW dalam kitab Taurat, tetapi
kaum anshar telah mendahukui beriman.
10. Factor tradisi yang bertentangan dengan ajaran islam. Karena tradisi yang sudah
mengakar, mereka akan melawan dakwah islam yang dianggap merugikan tradisi
yang dianut.
Apa pun bentuk sikap penolakan masyarakat terhadap dakwah, pendakwah tidak
boleh terpancing melakukan tindakan yang tidak terpuji. Tindakan demikian justru
semakin menjauhkan mereka dari kebenaran islam. Mereka memiliki hak untuk memilih
jalan hidup sendiri dan masing-masing bertanggung jawab atas pilihan itu. Pendakwah
tidak perlu hanyut dalam kesedihan ketika dakwahnya ditolak mentah-mentah dengan
sinis. Allah SWT memberi hibursn pendakwah:
Meskipun pendakwah diberi tugas yang hanya pada taraf pemahaman, namun ia
harus berusaha secara maksimal dalam upaya memberikan pemahaman tersebut.
Pendakwah ditutut untuk menyampaikan kebenaran islam hingga mitra dakwah
memberikan respons yang baik. Jika gagal, maka dilakukan evalusi strategi
dakwahnya. Begitulah seterusnya. Setiap tahapan dakwah kita bertawakal kepada Allah
SWT apa pun hasilnya sambil memohonkan petunjuk Allah SWT untuk mitra dakwah.
Sekali lagi, tugas pendakwah hanya sebatas menyampaikan. Al-Qur’an berkali-kali
menyatakan hal ini. Antara lain sebagai berikut:
Ummi artinya orang yang tidak tau tulis baca. Menurut sebagian ahli tafsir yang
dimaksud dengan ummi ialah orang musyrik Arab yang tidak tahu tulis baca. Menurut
sebagian yang lain ialah orang-orang yang tidak diberi Alkitab.
Kaum Kristen Nasrani dibiarkan mengikuti agama mereka setelah diajak oleh Nabi
SAW. Al-Qur’an Surat al-Kafirun mengajarkan kepada kita agar menjaga toleransi
denagn umat nonmuslim sekaligus memberi batas-batas toleransi .
“Katakanlah: ‘’Hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu
sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak
pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah
(pula) menjadi penyembah tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan
untukulah agamaku “(QS.Al Kafirun : 1-6)
Pendek kata, sifat dasar dakwah islam adalah rasionalitas. Rasionalitas dalam
hal pesan dakwahnya, metode penyampaiannya, tujuannya, media dakwahnya, dan
rasionalitas mitra dakwahnya. Pendakwah tidak perlu berdakwah kepada golongan jin,
meskipun ia mungkin bisa berinteraksi dengan mereka. Sasaran dakwah adalah
makhluk yang dilengkapi dengan akal pikiran, yaitu manusia. Tindakan manusia
dipengaruhi oleh pengetahuannya. Inti manusia hanya pada otaknya. Tubuh manusia,
termasuk jantung, dapat dipindahkan (transpalansi), kecuali otaknya.
Semua pemahaman atau penafsiran kita tentang ayat-ayat Al-Qur’an dan teks
hadis Nabi SAW. Tidak dapat terlepas dari kerja otak kita. Otak manusia berbeda satu
sama lain: berbeda pengunaanya, berbeda isinya, dan berbeda perawatannya. Karena
pesan dakwah disampaikan kepada manusia, maka metode yang paling efektif adalah
metode yang dapat menggugah otak manusia. Otak tergugah karena rasa ingin tahu.
Otak tidak bisa bekerja ketika berhadapan dengan dakwah yang serba tidak rasional
apalagi dengan metode dan media yang tidak proporsional.
Rasionalitas dakwah di atas akan membawa nilai dakwah menjadi universal. Jika
dakwah telah megantarkan umat manusia menjadi umat berakhlak, maka seruluh alam
semesta merasakan kedamaian. Dalam bahasa AL-Qur’an, dakwah merupakan usaha
meratakan rahmat bagi semesta alam. Nabi SAW. Hanya diutus untuk menyebarkan
rahmat tersebut kepada keseluruhan makhluk khususnya manusia dari berbagai etnis
dan agama. Inilah makna universal yang kita maksudkan. Universalitas dakwah lahir
dari pemahaman tentang fungsi dakwah islam, kita tidak hanya bertanya, ‘’Apa buah
dari dakwah islam yang kita lakukan?’’,tetapi kita juga mengandaikan, ‘’Apa yang akan
terjadi bila dakwah islam berhenti?’’.
2. FUNGSI DAKWAH
Kedua, pada sesi Tanya jawab pada pengajian yang dilaksanakan di jalan 38
Grosvensor Square London, ada dua pertanyaan dari seorang ibu, peserta shalat
tarawih, ‘’Karena kesibukan kerja saya yang luar biasa setiap hari, di samping sulitnya
mencari tempat shalat Zhuhur saya akhirkan, sehingga bisa saya gandeng dengan
shlat ‘Ashar?.Pertanyaan kedua, di negeri ini, semua toilet harus kering. Tidak ada
tempat wudhu. Yang ada hanya wastafel (tempat cuci tangan). Bagi bapak-bapak tidak
masalah untuk mengankat kaki ke wastafel untuk berwudhu. Saya wanita tentu
megalami kesulitan mengankat kaki setinggi itu. Bolehkah saya melakukan tayamum
sebagai ganti wudhu atau tetap berwudhu tetapi dengan keringanan tanpa membasuh
kaki?’’
Ketiga, ribuan orang dengan etnis yang sangat beraneka memenuhi masjid berlantai
dua, Central Mosque yang terletak di baker street, Regent Park London. Malam 27
ramadhan itu kaum muslimin berdesakan untuk berzikir sepanjang malam mencari
berkah ialah al qadar. Di sebelah penulis ada muslim berbadan besar dengan kulit
hitam pekat dan di sebelah lainnya terdapat orang-orang yang berkulit sangat putih
dengan rambut yang putih pula. Keakraban antara orang berkulit putih dan hitam
adalah sebuah pemandangan yang langka di Eropa. Dalam makan sahur pada
penghujung malam itu mereka yang berbeda etnisitu makan bersama dalam satu meja.
‘’Kenalkan pak, kedua brother ini baru masuk islam’’ kata Pak Cik, asal Malaysia.
Brother ataun sister adalah panggilan yang paling lazim dipakai di kalangan kaum
muslimin Inggirs untuk memanggil orang laki-laki atau perempuan.
Dalam penggunaan istilah agama , hidayah telah didefinisikan oleh banyak ahli.
Diantaranya
a. Rasyid ridha dalam endang saifuddin anshori membuat definisi hidayah sebagai
petunjuk hales yang memudahkan sesuatu sampai tujuan
b. Ibnu katsir mengartikan hidayah dengan memberi petunjuk dan memberi
pertolongan lebih lanjut ia menjelaskan hidayah Allah secara lebih detail. Maka
hidayah memberi ilham, pertolongan, rizki, dan pemberian.
c. Maulana Muhammad ali dalam tafsir the holy Al-Qur’an mengatakan bahwa hidayah
tidak hanya berarti menunjukkan jalan , melainkan berarti pula memimpin manusia
pada jalan yang benar, sehingga mereka mencapai tujuan.
d. M. quraish shihab melihat makna hidayah juga dari rangkaian kalimatnya. Jika
hidayah dirangkai dengan huruf ila maka ia mengandung makna bahawa yang diberi
petunjuk belum berada dalam jalan yang benar.