Bentuknya seperti biji buah kacang merah, ginjal kiri lebih besar daripada
ginjal kanan karena ginjal kanan terdesak oleh hati. Pada orang dewasa berat ginjal
±150 gram dan kira-kira seukuran kepala tangan. 3 lapis jaringan penunjang yang
melapisi bagian luar tiap ginjal: kapsul ginjal (fibrosa; transparan), kapsul adiposa
(massa lemak) & fascia renal (jar.penunjang fibrosa tebal). Tepi medial ginjal yg
cekung → hilus (tempat keluar masuknya arteri,vena, & nervus renalis, pembuluh
limfatik, saraf, dan ureter yang membawa urine akhir dari ginjal ke kandung kemih,
tempat urine disimpan hingga dikeluarkan.); pelvis renis → pelebaran ureter yg
berbentuk corong.
2. Reabsorpsi tubulus perpindahan zat dari lumen tubulus menuju plasma kapiler
peritubulus.
3. Sekresi tubulus perpindahan zat dari plasma kapiler menuju lumen tubulus.
FILTRASI GLOMERULUS
• Filtrat glomerulus (ultrafiltrat): cairan bebas protein & mengandung kristaloid dgn
kadar = plasma; kristaloid yg terikat dengan protein sulit melewati membran,
sehingga kadar kristaloid ≠ plasma.
• Kerja membran glomerulus: all or none untuk kristaloid & molekul besar (BM ≥
7000)
FRAKSI FILTRASI
Perbandingan LFG terhadap aliran plasma ginjal (RPF) disebut fraksi filtrasi, yang
dalam keadaan normal adalah 0,16—0,20. Variasi LFG tidak sebesar RPF. Bila tekanan
darah sistemik turun, penurunan LFG tidak sebesar RPF karena terjadi vasokonstriksi arteriol
eferen dan akibatnya fraksi filtrasi akan meningkat.
Jumlah suatu zat (X) yang difiltrasi dihasilkan dari LFG dan kadar zat tersebut dalam
plasma (CInPX). Oleh sel tubulus, zat tersebut dalam filtrat kemudian dapat ditambahkan
(sekresi tubulus), diserap kembali sebagian atau keseluruhan (reabsorpsi tubulus), atau
bahkan keduanya. Banyaknya zat yang diekskresikan per satuan waktu (UXV) sama dengan
jumlah yang difiltrasi ditambah jumlah netto yang dipindahkan oleh tubulus. Jumlah yang
dipindahkan di tubulus ini disimbolkan dengan TX. Bersihan zat akan sama dengan LFG bila
tidak terjadi sekresi ataupun reabsorpsi di tubulus; lebih besar daripada LFG bila terjadi
proses sekresi, dan lebih kecil daripada LFG bila terjadi proses reabsorpsi.
Pengetahuan mengenai proses filtrasi glomerulus dan fungsi tubulus banyak diperoleh
melalui teknik mikropungsi, yaitu dengan menyisipkan mikropipet ke dalam tubulus ginjal
hidup. Kemudian komposisi cairan tubulus yang disedot ditentukan dengan menggunakan
teknik mikrokimiawi. Dapat juga dua pipet dapat dimasukkan ke dalam tubulus dan
kemudian dilakukan perfusi tubulus secara in vivo. Cara lain adalah dengan menggunakan
segmen-segmen tubulus yang diperfusi untuk dipelajari secara in vitro. Sel-sel tubulus juga
ditumbuhkan dan dipelajari dalam media kultur.
Protein-protein yang berukuran kecil dan sejumlah hormon peptida akan direabsorpsi
melalui proses endositosis di tubulus proksimal. Zat-zat lainnya disekresi atau direabsorpsi di
tubulus melalui proses difusi pasif antarsel dan menembus dinding sel melalui difusi
terfasilitasi sesuai dengan gradien kimiawi atau listrik, atau transport aktif jika melawan
gradien tersebut. Perpindahan ini berlangsung melalui kanal ion, exchangers (penukar ion),
kotransporter, dan pompa ion. Banyak di antara struktur ini yang telah berhasil diklona, dan
pengaturan strukturstruktur tersebut kini tengah diteliti.
Perlu diperhatikan bahwa pompa dan sistem transportasi lainnya di membran luminal
berbeda dengan yang terdapat di membran basolateral. Seperti telah dibahas pada epitel kanal
cerna, distribusi terpolarisasi inilah yang memungkinkan zatzat terlarut berpindah menembus
epitel.
Seperti sistem transportasi di tempat lain, sistem transportasi aktif di ginjal juga
mempunyai batas maksimal dalam memindahkan zat terlarut tertentu, atau maksimum
transport (Tm). Ini berarti, sampai batas tertentu, jumlah zat terlarut yang ditranspor akan
sebanding hingga mencapai kadar Tm untuk zat terlarut tersebut. Namun, pada kadar yang
lebih tinggi, mekanisme transpor akan menjadi jenuh (tersaturasi) sehingga jumlah zat yang
ditranspor tidak banyak meningkat. Namun demikian, beberapa sistem memiliki Tm yang
sangat tinggi sehingga sistem tersebut sulit menjadi jenuh.
Sama seperti usus halus dan kandung empedu, epitel tubulus juga merupakan epitel
yang “bocor” (leaky epithelium) mengingat taut erat antarselnya memungkinkan sebagian air
dan elektrolit untuk lewat. Besarnya peran kebocoran jalur paraseluler ini terhadap fluks netto
keluarmasuknya cairan dan zat terlarut dari dan ke tubulus masih diperdebatkan karena sulit
diukur, tetapi bukti-bukti yang ada sekarang mengisyaratkan bahwa hal ini faktor yang
signifikan di tubulus proksimal. Salah satunya ditunjukkan oleh paraselin-1, suatu protein
yang terletak di taut erat yang berperan dalam reabsorpsi Mg2+. Mutasi gen paraselin-1 yang
menyebabkan hilangnya fungsi protein ini akan menyebabkan keluarnya Mg2+ dan Ca2+
secara besar-besaran melalui urine.
Mekanisme Pembentukan Miksi
Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih setelah terisi urine. Miksi
melibatkan dua tahap utama: pertama, kandung kemih terisi secara progresif hingga tegangan
pada dindingnya meningkat melampaui nilai ambang batas; keadaan ini akan mencetuskan
tahap kedua, yaitu adanya refleks saraf disebut refleks miksi yang akan mengosongkan
kandung kemih atau, jika gagal, setidaknya akan menyebabkan keinginan berkemih yang
disadari. Meskipun refleks miksi adalah refleks medula spinalis yang bersifat otonom, refleks
ini dapat dihambat atau difasilitasi oleh pusat-pusat di korteks serebri atau batang otak.
Selama proses berkemih, otot-otot perineum dan sfingter uretra eksterna melemas;
otot detrusor berkontraksi; dan urine akan mengalir melalui uretra. Susunan otot polos pada
kedua sisi uretra ternyata tidak berperan pada proses berkemih, dan fungsi utamanya diduga
untuk mencegah refluks semen ke dalam vesika selama ejakulasi pada pria.
Mekanisme yang mencetuskan proses miksi secara volunter belum diketahui dengan
pasti. Salah satu mekanisme awalnya ialah relaksasi otot-otot dasar panggul, dan ini mungkin
menimbulkan tarikan ke bawah yang cukup besar pada otot detrusor sehingga merangsang
kontraksi otot tersebut. Kontraksi otot-otot perineum dan sfingter eksterna dapat dilakukan
secara volunter, sehingga mencegah urine untuk mengalir melewati uretra atau menghentikan
aliran urine saat sedang berkemih. Melalui proses belajar, seorang dewasa dapat
mempertahankan kontraksi sfingter eksterna sehingga mampu menahan kemih sampai orang
tersebut memiliki kesempatan untuk berkemih. Setelah berkemih, sisa urine di uretra wanita
akan keluar oleh pengaruh gravitasi. Sedangkan pada pria, sisa urine akan keluar melalui
beberapa kontraksi otot bulbokavernosa.
Persarafan yang berperan pada system urinaria
Selain saraf pelvis, terdapat dua jenis persarafan lain yang penting untuk
mengatur fungsi kandung kemih. Saraf yang paling penting adalah serat motorik
skeletal yang dibawa melalui nervus pudendus ke sfingter eksterna kandung kemih.
Saraf ini merupakan serat saraf somatik yang mempersarafi dan mengatur otot rangka
volunter sfingter tersebut. Kandung kemih juga mendapatkan persarafan simpatis dari
rangkaian simpatis melalui nervus hipogastrik, yang terutama berhubungan dengan
segmen L-2 medula spinalis. Serat simpatis ini terutama merangsang pembuluh darah
dan memberi sedikit efek terhadap proses kontraksi kandung kemih. Beberapa serat
saraf sensorik juga berjalan melalui persarafan simpatis dan mungkin penting untuk
sensasi rasa penuh dan nyeri, pada beberapa kasus.