Anda di halaman 1dari 6

  Konflik Kerja

Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara
sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih ( bisa
juga kelompok ) di mana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan
menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.

Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi.
Perbedaan-perbedaan tersebut di antaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan,
adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. 

Penyebab–penyebab konflik
1.      Komunikasi : salah pengertian yang berkenaan dengan kalimat, bahasa yang sulit
dimengerti, atau informasi yang tidak lengkap, serta gaya individu manajer yang tidak
konsisten.
2.      Struktur : pertarungan kekuasaaan antar departemen dengan kepentingan–kepentingan
atau sistem penilaian yang bertentangan, persaingan untuk memperebutkan sumber daya–
sumber daya yang terbatas, atau saling ketergantungan dua atau lebih kelompok– kelompok
kegiatan kerja untuk mencapai tujuan mereka.
3.      Pribadi : ketidaksesuaian tujuan atau nilai–nilai sosial pribadi karyawan dengan perilaku
yang diperankan pada jabatan mereka, dan perbedaan dalam nilai–nilai persepsi.

Dalam kehidupan organisasi, pendapat tentang konflik dapat dilihat dari 3 sudut
pandang, yaitu :
1.      Pandangan tradisional, berpendapat bahwa konflik merupakan sesuatu yang diinginkan
dan berbahaya bagi kehidupan organisasi.
2.      Pandangan perilaku, berpendapat konflik merupakan suatu kejadian atau peristiwa yang
biasa terjadi dalam kehidupan organisasi, yang biasa bermanfaat ( konflik fungsional ) dan
bisa pula merugikan organisasi ( konflik disfungsional ).
3.      Pandangan interaksi, berpendapat bahwa konflik merupakan suatu peristiwa yang tidak
dapat terhindarkan dan sangat diperlukan bagi pemimpin organisasi.

Bentuk–bentuk Konflik Struktural


Dalam organisasi klasik ada empat daerah struktural di mana konflik sering timbul :
1.      Konflik hierarki, yaitu konflik amtara berbagai tingkatan organisasi. Contohnya, konflik
antara komisaris dengan direktur utama, pemimpin dengan karyawan, pengurus dengan
anggota koperasi, pengurus dengan manajemen, dan pengurus dengan karyawan.
2.      Konflik fungsional, yaitu konflik antar berbagai departemen fungsional organisasi.
Contohnya, konflik yang terjadi antara bagian produksi dengan bagian pemasaran, bagian
administrasi umum dengan bagian personalia.
3.      Konflik lini staf yaitu konflik yang terjadi antara pimpinan unit dengan stafnya terutama
staf yang berhubungan dengan wewenang / otoritas kerja. Contoh : karyawan staf secara tidak
fornal mengambil wewenang berlebihan.
4.      Konflik formal informal yaitu konflik antara organisasi formal dan informal. Contoh :
Pemimpin yang menempatkan norma yang salah pada organisasi.

 Jenis–jenis Konflik
Ada lima jenis konflik dalam kehidupan organisasi :
1.      Konflik dalam diri individu, yang terjadi bila seorang individu menghadapi
ketidakpastian tentang pekerjaan yang dia harapkan untuk melaksanakannya. Bila berbagai
permintaan pekerjaan saling bertentangan, atau bila individu diharapkan untuk melakukan
lebih dari kemampuannya.
2.      Konflik antar individu dalam organisasi yang sama, hal ini sering diakibatkan oleh
perbedaan–perbedaan kepribadian.Konflik ini berasal dari adanya konflik antar peranan
( seperti antara manajer dan bawahan ).
3.      Konflik antar individu dan kelompok, yang berhubungan dengan cara individu
menanggapi tekanan untuk keseragaman yang dipaksakan oleh kelompok kerja mereka.
Sebagai contoh, seorang individu mungkin dihukum atau diasingkan oleh kelompok kerjanya
karena melanggar norma–norma kelompok.
4.      Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama, karena terjadi pertentangan
kepentingan antar kelompok.
5.      Konflik antar organisasi, yang timbul sebagai akibat bentuk persaingan ekonomi dalam
sistem perekonomian suatu negara. Konflik ini telah mengarahkan timbulnya pengembangan
produk baru, teknologi, dan jasa, harga–harga lebih rendah, dan penggunaan sumber daya
lebih efisien.

2.3.4        Penyebab Terjadinya Konflik Kerja


Penyebab terjadinya konflik dalam organisasi, antara lain :
1.      Koordinasi kerja yang tidak dilakukan.
2.      Ketergantungan dalam pelaksanaan tugas.
3.      Tugas yang tidak jelas ( tidak ada deskripsi jabatan ).
4.      Perbedaan dalam otorisasi pekerjaan.
5.      Perbedaan dalam memahami tujuan organisasi.
6.      Perbedaan persepsi.
7.      Sistem kompetensi insentif ( reward ).
8.      Strategi pemotivasian tidak tepat.
2.3.5        Cara Mengatasi Konflik Kerja
Manajemen konflik dapat dilakukan dengan cara antara lain :
1.      Pemecahan masalah ( Problem Solving ).
2.      Tujuan tingkat tinggi ( Lipsordinate Goal ).
3.      Perluasan sumber ( Ekspansion of Resources )
4.      Menghindari konflik ( avoidance ).
5.      Melicinkan konflik ( Smoothing ).
6.      Perintah dari wewenang ( Authoritative Commands ).
7.      Mengubah variabel manusia ( Altering the Human Variabel ).
8.      Mengubah variabel struktural ( Altering the Structural Variables ).
9.      Mengidentifikasikan musuh bersama ( Identifying a Common Enemy ).

2.3.6        Faktor Penyebab Konflik


1.      Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan
perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan
sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial,
sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya.
Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap
warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula
yang merasa terhibur.
2.      Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian
kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan
perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
3.      Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia memiliki perasaan, pendirian, maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda.
Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki
kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama,
tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan
dalam hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menganggap hutan sebagai kekayaan
budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh
ditebang. Para petani menebang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi
mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang
dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan.
Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus
dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan
kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat
perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan
budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan individu,
misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan
kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan
pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar
bidang serta volume usaha mereka.
4.      Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung
cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial.
Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak
akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang
biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri.
Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak
kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan
bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan.
Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan
waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti
jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara
cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat,
bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap
mengacaukan tatanan kehidupan masyarakat yang telah ada.

2.3.7        Akibat konflik
Hasil dari sebuah konflik adalah sebagai berikut :
1.      Meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (ingroup) yang mengalami konflik
dengan kelompok lain.
2.      Keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai.
3.      Perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, saling
curiga dll.
4.      Kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia.
5.      Dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.

2.4  Stres Kerja
2.4.1        Pengertian Stres Kerja
Stres Kerja adalah perasaan tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi
pekerjaan. Stress kerja ini tampak dari Simpton, antara lain emosi tidak stabil, perasaan tidak
tenang, suka menyendiri, sulit tidur, merokok yang berlebihan, tidak bisa relaks, cemas,
tegang, gugup, tekanan darah meningkat, dan mengalami gangguan pencernaan.
2.4.2        Penyebab Stres Kerja
Penyebab stres kerja antara lain beban kerja yang dirasakan terlalu berat, waktu kerja
yang mendesak, kualitas pengawasan kerja yang rendah, iklim kerja yang tidak sehat, otoritas
kerja yang tidak memadai yang berhubungan dengan tanggung jawab, konflik kerja,
perbedaan yang lain antara karyawan dengan pemimpin yang prustasi dalam kerja.

2.4.3        Pendekatan Stres Kerja


Menurut pendapat Keith Davis dan John W. Newstrom, (1989:490) yang
mengemukakan bahwa “Four approaches that of ten involve employee and management
cooperation for stress management are social support, meditation, biofeedback and personal
wellness programs”.
Ada empat pendekatan terhadap stress kerja yaitu
1.      Pendekatan dukungan sosial (social support)
Pendekatan ini dilakukan melalui aktivitas yang bertujuan memberikan kepuasan sosial
kepada karyawan. Misalnya bermain game, lelucon, dan bodor kerja.
2.      Pendekatan melalui meditasi (meditation)
Pendekatan ini perlu dilakukan karyawan dengan cara berkonsentrasi ke alam pikiran,
mengendorkan kerja otot, dan menenangkan emosi.
3.      Pendekatan biofeedback
Pendekatan ini dilakukan melalui bimbingan medis. Melalui bimbingan dokter, psikiater, dan
psikolog sehingga diharapkan karyawan dapat menghilangkan stres yang dialaminya.
4.      Pendekatan program kesehatan pribadi.
Pendekatan ini merupakan pendekatan preventif sebelum terjadinya stres. Dalam hal ini
karyawan secara periode waktu yang kontinu memeriksa kesehatan, melakukan relaksasi otot,
pengaturan gizi, dan olahraga secara teratur.
2.4.4        Cara Mengatasi Stres Kerja
Mendeteksi penyebab stres dan bentuk reaksinya melalui tiga pola dalam mengatasi
stress, antara lain:
1.       Pola sehat, yaitu pola menghadapi stres yang terbaik dengan kemampuan mengelola
perilaku dan tindakan sehingga adanya stres tidak menimbulkan gangguan, akan tetapi
menjadi lebih sehat dan berkembang. Mereka yang tergolong kelompok ini biasanya mampu
mengelola waktu dan kesibukan dengan cara yang baik dan teratur sehingga mereka tidak
perlu merasa ada sesuatu yang menekan, meskipun sebenarnya tantangan dan tekanan cukup
banyak.
2.       Pola harmonis adalah pola menghadapi stress dengan kemampuan mengelola waktu dan
kegiatan secara harmonis dan tidak menimbulkan berbagai hambatan. Dalam pola ini,
individu mampu mengendalikan berbagai kesibukan dan tantangan dengan cara mngatur
waktu secara teratur. Ia pun slalu menghadapi tugas secara tepat, dan kalau perlu ia
mendelegasikan tugas-tugas tertentu kepada orang lain dengan memberikan kepercayaan
penuh. Dengan demikian, akan terjadi keharmonisan dan keseimbangan antara tekanan yang
diterima dan reaksi yang diberikan. Demikian juga terhadap keharmonisan antara dirinya dan
lingkungan.
3.       Pola patalogis ialah pola menghadapi stress denga berdampak berbagai gangguan fisik
maupun social-psikologis. Dalam pola ini, individu akan menghadapi berbagai tantangan
dengan cara-cara yang tidak memilki kemampuan dan keteraturan mengelola tugas dan
waktu. Cara ini dapat menimbulkan reaksi-reaksi yang berbahaya karena bisa menimbulkan
berbagai masalah-masalah yang buruk.

Anda mungkin juga menyukai